Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH INDIVIDU

DOSEN PENGAMPUH : NS. ZAKARIYATI S.KEP., M.KEP

KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI


DEPRESI (DEPRESI PADA LANSIA)

DISUSUN OLEH:

NURAENI

219072

KELAS 3 B

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


INTITUSI ILMU KESEHATAN PELAMONIA
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya serta usaha yang dilakukan, kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Keluarga Dengan Anggota
Keluarga Yang Mengalami Depresi (Depresi Pada Lansia)”

Telah banyak bantuan yang diberikan kepada kami, baik dalam


bentuk moril maupun materil.Tanpa bantuan tersebut, makalah ini tidak
dapat diwujudkan.

Maka, kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang


telah membantu sehingga makalah ini terselesaikan dengan baik. Rasa
terima kasih kami sampaikan terutama kepada dosen, kami
mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan memperluas
wawasan kita semua. Atas segala perhatiannya, penyusun ucapkan
terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................
C. Tujuan.............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Depresi Pada Lansia..........................................................
B. Gejala Depresi Pada Lansia...........................................................
C. Faktor Yang Mempengaruhi Depresi Pada Lansia.........................
D. Pencegahan Dan Penanganan Depresi Pada Lansia....................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................
B. Saran ..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang
menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan
dan melibatkan anggota keluarga dalam tahap pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Depkes,
2010). Pengertian lain dari keperawatan keluarga adalah proses
pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga dalam
lingkup praktik keperawatan (Depkes RI, 2010).
Depresi adalah sebuah gangguan kejiwaan yang mempengaruhi
fungsi fisik, psikologis dan sosial seseorang. Depresi dapat dilihat
dengan beberapa kondisi yang ditunjukkan oleh orang tersebut sebagai
sebuah kemerosotan perasaan, aktifitas dan sebagainya. Depresi
didefenisikan sebagai gangguan mood atau keadaan melankolia
(kesedihan) yang berkepanjangan. Keadaan tersebut timbul tanpa
alasan yang jelas baik pada tubuh maupun pada pikiran seseorang.
Keadaan melankolia (kesedihan) tersebut dimungkinkan sebagai reaksi
terhadap suatu kejadian yang menjadi penyebabnya. Rasa sedih
tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi fisik dan mental, seperti:
kemampuan kerja, nafsu makan dan kemampuan berfikir meskipun
sederhana (Shreeve, 1992).
Keluarga pasien yang anggota keluarganya dalam keadaan kritis
mengalami kecemasan yang tinggi. Jika keluarga cemas maka
keluarga sebagai sumber daya untuk perawatan pasien tidak berfungsi
dengan baik. Selain itu kecemasan keluarga dapat dikomunikasikan
atau ditransfer kepada pasien sehingga berakibat memperparah
penyakit dan menghambat proses penyembuhan. Menurut penelitian
(Stuart & Sunden, 2008).
B. Rumusan masalah
1 apa yang dimaksud dengan depresi lansia
2. Apa gejala depresi pada lansia
3. Apa penanganan dan pencegahan depresi pada lansia
C. Tujuan
1. Mampu mengetahui apa yang dimaksud depresi pada lansia
2. Mampu mengetahui apa gejala depresi pada lansia
3. Mampu mengetahui apa faktor yang mempengaruhi depresi
pada lansia
4.Mampu mengetahui apa penanganan dan pencegahan depresi
pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Depresi pada Lansia


Menurut Hawari (dalam Suardiman, 2016: 126) menyatakan bahwa
depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiawaan pada alam
perasaan (afektif, mood) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa.
Depresi merupakan sindrom kompleks yang manifestasinya
beragam, yang paling sering adalah berupa keluhan vegetatif
(insomnia), mengurus, konstipasi, serta dengan penurunan kondisi
kesehatan, bahkan memikirkan ajal. Para lansia itu dapat terlihat sedih,
menangis, cemas, sensitif, atau paranoid (Tamher dan Noorkasiani,
2009: 49).
Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis,
yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan
yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam
(Nugroho, 2008: 129)
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di dalam
kehidupan seseorang yang ditandai dengan gangguan emosi, motivasi,
fungsional gerakan tingkah laku, dana kognitif. Seseorang yang
mengalami depresi cenderung tidak memiliki harapan atau perasaan
patah atau ketidakberdayaan yang berlebihan (Pieter, Janiwati, dan
Saragih, 2011: 200).

B. Gejala – Gejala Depresi pada Lansia


Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa depresi pada lansia
adalah gangguan mental yang dialami individu usia 60 tahun ke atas
seperti perasaan sedih, adaya kecemasan, sulit tidur dan tidak memiliki
harapan.
Beck (dalam Lubis, 2009: 25) membuat kategori simtom atau gejala
depresi menjadi empat yaitu:
1. Simtom- simtom Emosional
Adalah perubahan perasaan atau tingkat laku yang merupakan
akibat langsung dari keadaan emosi. Dalam penelitiannya, Beck
menyebutkan sebagai manifestasi emosional yang meliputi
penurunan mood, pandangan negatif terhadap diri sendiri, tidak lagi
merasakan kepuasaan, menangis, hilangnya respon yang
menggembirakan.
2. Simtom-simtom Kognitif
Beck menyebut manifestasi kognitif antara lain, yakni penilaian diri
yang rendah, harapan-harapan yang negatif, menyalahkan serta
mengkritik diri sendiri, tidak dapat membuat keputusan, distorsi “body
image”.
3. Simtom-simtom Motivasional
Dorongan-dorongan dan impuls-impuls yang menonjol dalam depresi
mengalami regresi, terutama aktivitas-aktivitas yang menuntut
tanggung jawab atau inisiatif serta energi yang besar. Penderita
depresi memiliki masalah besar dalam memobilisasi dirinya untuk
menjalankan aktivitasaktivitas yang paling dasar seperti makan,
minum, dan buang air. Keinginan untuk menyimpang dari pola hidup
sehari-hari, keinginan bunuh diri, dan peningkatan dependensi.
4. Simtom-simtom Fisik
Menurut Beck di antara simtom fisik tersebut adalah kehilangan
nafsu makan, gangguan tidur, mudah lelah dan kehilangan libido
Menurut Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, dan Batubara
(2011: 70) gejala-gejala depresi adalah sebagai berikut:
a. Sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat
pagi yang bukan merupakan kebiasaannya sehari- hari.
b. Sering kelelahan, lemas, dan kurang dapat menikmati kehidupan
seharihari.
c. Kebersihan dan kerapihan diri sering diabaikan.
d. Cepat sekali menjadi marah atau tersinggung.
e. Daya konsentrasi berkurang.
f. Pada pembicaraan sering disertai topik yang berhubungan
dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa.
g. Berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat adan
menurun secara cepat.
h. Kadang- kadang dalam pembicaraannya ada kecenderungan
untuk bunuh diri.

Menurut Santoso dan Ismail (2009: 100) tanda- tanda dan gejala-
gejala depresi, ada keluhan fisik dan gangguan psikis. Keluhan fisik
antara lain nafsu makan berubah, tidak suka makan sehingga berat
badan turun. Namun, kadangkadang ada juga yang justru makan
camilan terus sehingga menjadi gemuk. Umumnya, lansia mengeluh
saat tidur, baru tertidur larut malam, dan jika terbangun tengah malam
susah untuk tidur kembali. Sebaliknya, ada juga yang tidur terus dan
tidak mempunyai keinginan apa-apa. Ada juga yang mengeluh sakit
kepala, sakit punggung, pinggang pegal, dan rasa nyeri umum yang
berkepanjangan. Merasa ada gangguan di perut, rasa tidak nyaman
yang sulit dijelaskan. Biasanya lansia mengeluh lelah dan capai
sepanjang waktu, tidak bertenaga atau kekuatannya hilang. Keluhan
fisik ini umumnya tidak dapat dibuktikan kaitannya dengan kelainan
fungsi organ tubuh. Gangguan psikis yang terlihat antara lain: suasana
hati yang terus menerus murung, sedih, kecewa, resah, gelisah, takut,
emosi labil, mudah marah, cepat tersinggung, merasa kesepian, tidak
berharga, tidak berdaya, perasaan hampa, rasa bersalah yang
berlebihan sehingga kadang mempunyai pikiran atau kecenderungan
untuk bunuh diri. Berdasarkan uraian tersebut di simpulkan gejala-
gejala depresi pada lansia adalah suasana hati, kecewa pada diri,
menarik diri, dan gangguan tidur.
C. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Depresi pada Lansia
Menurut Lubis (2016: 61) ada beberapa faktor yang menyebabkan
timbulnya depresi atau meningkatkan risiko seseorang terkena depresi:
1. Faktor Fisik
a. Faktor Genetik Seseorang yang dalam keluarganya diketahui
menderita depresi berat memiliki risikolebih besar menderita
gangguan depresi daripada masyarakat pada umumnya.
b. Susunan Kimia Otak dan Tubuh Beberapa bahan kimia di dalam
otak dan tubuh memgang peranan yang besar dalam
mengendalikan emosi kita. Pada orang yang depresi ditemukan
adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormon
noradrenalin yang memegang peranan utama dalam
mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, tampaknya berkurang
pada mereka yang mengalami depresi.
c. Faktor Usia Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan
usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena
depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat
tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu
peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke
dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa
pubertas hingga ke pernikahan.
d. Gender Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita
depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang
depresi, bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya
depresi daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi
pada wanita.
e. Gaya Hidup Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat
berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat
memicu kecemasan dan depresi. tingginya tingkat stres dan
kecemasan digabung dengn makanan yang tidak sehat dan
kebiasaan tidur serta tidak olahraga untuk jangka waktu yang
lama menjadi faktor beberapa orang mengalami depresi.
f. Penyakit Fisik Pada individu lanjut usia penyakit fisik adalah
penyebab yang paling umum terjadinya depresi.
g. Obat-obatan Beberapa obat-obatan untuk pengobatan dapat
menyebabkan depresi. namun bukan berarti obat tersebut
menyebabkan depresi, dan menghentikan pengobatan dapat lebih
berbahaya daripada depresi.
h. Obat-obatan terlarang Obat-obat terlarang telah terbukti dapat
menyebabkan depresi karena memengaruhi kimiaa dalam otak
dan menimbulkan ketergantungan.
2. Faktor Psikologis
a. Kepribadian Aspek-aspek kepribadian ikut pula memengaruhi
tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap
depresi. ada individuindividu yang lebih rentan terhadap depresi,
yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif,
pesimis, juga tipe kepribadian introvet (Retnowati dan Culbertson
dalam Lubis, 2006: 72).
b. Pola Pikir Pada tahun 1967 psikiatri Amerika Aaron Beck
menggambarkan pola pemikiran yang umum pada depresi dan
dipercaya membuata seseorang rentan terkena depresi. Secara
singkat, Beck percaya bahwa seseorang yang merasa negatif
mengenai diri sendiri rentan terkena depresi.
c. Harga Diri Butler, Hokanson, & Flynn (dalam Lubis 2006: 76)
berpendapat bahwa harga diriyang rendah akan berpengaruh
negatif pada individu yang bersangkutan dan mengakibatkan
individu tersebut menjadi stres dan depresi.
d. Stres Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah
rumah atau stres berat yang lain dianggap dapat menyebabkan
depresi.
e. Lingkungan Keluarga Terdiri dari kehilangan orang tua ketika
masih anak-anak, jenis pengasuhan, dan penyiksaan fisik dan
seksual ketika kecil.
f. Penyakit Jangka Panjang Orang yang sakit keras menjadi rentan
terhadap depresi saat mereka dipaksa dalam posisi di mana
mereka tidak berdaya atau karena energi yang mereka perlukan
untuk melawan depresi sudah habis untuk penyakit jangka
panjang.

Menurut Lee & Park, Ng & kawan-kawan (dalam Santrock, 2011:


192) menyatakan beberapa prediktor untuk depresi yang paling umum
terdapat pada orang-orang lanjut usia adalah pernah menunjukkan
gejala-gejala depresi sebelumnya, kesehatan buruk, pernah mengalami
peristiwa kematian seperti kematian pasangan, dan kurangnya
dukungan sosial.
Menurut Suardiman (2016: 126) depresi bersumber dari kesedihan,
kesepian yang berkepanjangan seperti misalnya: kehilangan atau
kematian pasangan hidup atau orang-orang yang sangat dekat secara
emosional, penderitaan yang sudah lama dan bahkan oleh penyakit
fisik yang cukup lama.
Menurut Astuti (2010: 89) depresi pada lansia dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain penurunan fungsi dari organ tubuh,
kehilangan sumber nafkah, perubahan gaya hidup dan sebagainya.
Menurut Kaplan (dalam Agustin dan Sarah, 2008: 38) depresi pada
lansia berasal dari faktor fisik (penyakit fisik yang diderita), faktor
psikologis (kondisi sosial, ekonomi dan kepribadian), dan faktor sosial
(kurangnya dukungan sosial dan kesepian).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan faktor yang
memengaruhi depresi pada lansia adalah kesehatan yang buruk,
kehilangan pasangan, kurangnya dukungan sosial, faktor usia, dan
lingkungan keluarga.
D. Penanganan dan Pencegahan Depresi pada Lansia
Menurut friske (2009) Sekalipun angka kejadian bunuh diri pada
lansia tidak sebanyak pada dewasa muda, kita tetap harus waspada
karena setiap penderita depresi umumnya memiliki kecenderungan
untuk bunuh diri. Selain itu, depresi pada lansia juga dapat
memperparah perjalanan penyakit kronis yang lain. Oleh karena itu,
depresi pada lansia tidak boleh dianggap remeh.

Apabila kita menemui orang tua dengan gejala-gejala di atas, apalagi


pada orang tua yang telah lama menderita penyakit kronis, ada baiknya
kita juga menyarankan mereka untuk memeriksakan kesehatan
jiwanya. Jika benar bahwa mereka menderita depresi, mereka bisa
diberikan terapi yang sesuai seperti psikoterapi, menghadiri kelompok
dukungan, atau diberikan pengobatan yang sesuai. Kendati demikian,
kejadian depresi pada lansia bukannya tidak dapat dicegah.
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan berolahraga ringan setiap
hari, mengonsumsi makanan-makanan bergizi, serta menjaga aktivitas
sosial dapat melindungi lansia dari resiko depresi. Tidak hanya itu,
dukungan emosional dari keluarga juga merupakan faktor pelindung
yang sangat penting untuk mencegah depresi pada lansia.

Apabila kita memiliki orang tua atau kakek-nenek, terutama yang


hidup sendiri, tidak ada salahnya jika kita sering-sering bertanya kabar
atau mengunjungi mereka. Suasana kekeluargaan, bahkan sedikit
perhatian, akan memberi secercah kebahagiaan pada hati para lansia
dan menghindarkan mereka dari depresi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu
tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ke tergantungan
(Rasni, Rohmana dan Sahuleka, 2017).
Keluarga sebagai suatu dapat menimbulkan, mencegah,
mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah dalam kelompoknya.
Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan
apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai masalah
kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lain
(Rasni, Rohmana dan Sahuleka, 2017).

B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata
sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan
susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang membangun dari para pembaca
DAFTAR PUSTAKA

Hawari, Dadang. 2016. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta:


Balai Penerbit FKUI

Tamher, S. & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan


Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Pieter, Herri Zan, Bethsaida Janiwarti, dan Ns. Marti Saragih. (2011).
Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Kemitraan menuju Indonesia sehat


2010. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan RI.

Santoso, H. dan Ismail, A. (2009). Memahami krisis lanjut usia. Jakarta:


Gunung Mulia.

Fiske, A., Wetherell, J. L., & Gatz, M. (2009). Depression in Older


Adults. Annual Review of Clinical Psychology , 5, 363–
389. doi:10.1146/annurev.clinpsy.032408.153621
DOSEN PENGAMPUH : NS. ZAKARIYATI S.KEP., M.KEP

SATUAN PENYULUHAN (SAP)

KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI


DEPRESI (DEPRESI PADA LANSIA)

DISUSUN OLEH:

NURAENI

219072

KELAS 3 B

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


INTITUSI ILMU KESEHATAN PELAMONIA
MAKASSAR
2021
Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

Topik : Depresi pada lansia


Hari/Tanggal : Rabu, 2 Oktober 2021
Pukul : 10:00 – 10:30
Waktu : 30 menit
Sasaran : Pasien dan keluarga

A.Latar Belakang
Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang
menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan
dan melibatkan anggota keluarga dalam tahap pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Depkes,
2010). Pengertian lain dari keperawatan keluarga adalah proses
pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga dalam
lingkup praktik keperawatan (Depkes RI, 2010).
Depresi adalah sebuah gangguan kejiwaan yang mempengaruhi
fungsi fisik, psikologis dan sosial seseorang. Depresi dapat dilihat
dengan beberapa kondisi yang ditunjukkan oleh orang tersebut sebagai
sebuah kemerosotan perasaan, aktifitas dan sebagainya. Depresi
didefenisikan sebagai gangguan mood atau keadaan melankolia
(kesedihan) yang berkepanjangan. Keadaan tersebut timbul tanpa
alasan yang jelas baik pada tubuh maupun pada pikiran seseorang.
Keadaan melankolia (kesedihan) tersebut dimungkinkan sebagai reaksi
terhadap suatu kejadian yang menjadi penyebabnya. Rasa sedih
tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi fisik dan mental, seperti:
kemampuan kerja, nafsu makan dan kemampuan berfikir meskipun
sederhana (Shreeve, 1992).
Keluarga pasien yang anggota keluarganya dalam keadaan kritis
mengalami kecemasan yang tinggi. Jika keluarga cemas maka
keluarga sebagai sumber daya untuk perawatan pasien tidak berfungsi
dengan baik. Selain itu kecemasan keluarga dapat dikomunikasikan
atau ditransfer kepada pasien sehingga berakibat memperparah
penyakit dan menghambat proses penyembuhan. Menurut penelitian
(Stuart & Sunden, 2008).

C. Tujuan

a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti proses penyuluhan, diharapkan klien dan
keluarga klien dapat mengetahui tentang depresi.
b. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti proses penyuluhan, diharapkan klien dan
keluarga mampu:
1. Mampu mengetahui apa yang dimaksud depresi pada
lansia
2. Mampu mengetahui apa gejala depresi pada lansia
3. Mampu mengetahui apa faktor yang mempengaruhi depresi
pada lansia
4. Mampu mengetahui apa penanganan dan pencegahan
depresi pada lansia.

D. Materi Terlampir

1. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
2. Media: leaflet

E. Kegiatan penyuluhan

No. Waktu Kegiatan Kegiatan audiens


Penyuluhan
1 5 menit Pembukaan
 Memberi salam  Menjawab salam
  Mendengarkan
Memperkenalkan dan
diri memperhatikan
 Menjelaskan  Mendengarkan
topik dan tujuan dan
penyuluhan memperhatikan
 Menjelaskan  Mendengarkan
kontrak waktu dan
 Membagikan memperhatikan
soal pretes  Mengerjakan
soal pretes
2 30 menit Pelaksanaan
a) Menjelaskan  Mengemukakan
pengertian depresi pendapat
b) Menjelaskan  Mendengarkan
penyebab depresi dan
c) Menjelaskan memperhatikan
tanda dan gejala  Mendengarkan
depresi dan
d) Menjelaskan memperhatikan
klasifikasi depresi  Mendengarkan
e) Menjelaskan dan
peran keluarga memperhatikan
dalam penanganan  Mendengarkan
depresi dan
memperhatikan
 Mendengarkan
dan
memperhatikan
 Mengajukan
pertanyaan
 Mendengarkan
dan
memperhatikan

3 10 menit Penutup
 Menggali  Menjawab dan
kemampuan menjelaskan
peserta kembali materi
penyuluhan penyuluhan
 Menyimpulkan  Mendengarkan
materi penyuluhan hasil kesimpulan
 Melakukan  Menjawab
evaluasi (post test) pertanyaan
 Menutup
penyuluhan dan
memberikan salam

E. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Klien menyepakati kontrak yang telah di sepakati dan tersedianya
media penyuluhan.
b. Evaluasi Proses
Klien berpartisipasi selama kegiatan, lingkungan tidak bising dan
pelaksanaan sesuai dengan rencana.
c. Evaluasi Hasil
Klien dan keluarga klien mampu dalam:
• Menjelaskan pengertian depresi
• Menjelaskan penyebab depresi
• Menjelaskan tanda dan gejala depresi
• Menjelaskan klasifikasi depresi
• Menjelaskan peran keluarga dalam penanganan depresi

MATERI PENYULUHAN
KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI
DEPRESI (DEPRESI PADA LANSIA)

E. Definisi Depresi pada Lansia


Menurut Hawari (dalam Suardiman, 2016: 126) menyatakan bahwa
depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiawaan pada alam
perasaan (afektif, mood) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa.
Depresi merupakan sindrom kompleks yang manifestasinya
beragam, yang paling sering adalah berupa keluhan vegetatif
(insomnia), mengurus, konstipasi, serta dengan penurunan kondisi
kesehatan, bahkan memikirkan ajal. Para lansia itu dapat terlihat sedih,
menangis, cemas, sensitif, atau paranoid (Tamher dan Noorkasiani,
2009: 49).
Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis,
yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan
yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam
(Nugroho, 2008: 129)
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di dalam
kehidupan seseorang yang ditandai dengan gangguan emosi, motivasi,
fungsional gerakan tingkah laku, dana kognitif. Seseorang yang
mengalami depresi cenderung tidak memiliki harapan atau perasaan
patah atau ketidakberdayaan yang berlebihan (Pieter, Janiwati, dan
Saragih, 2011: 200).

F. Gejala – Gejala Depresi pada Lansia


Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa depresi pada lansia
adalah gangguan mental yang dialami individu usia 60 tahun ke atas
seperti perasaan sedih, adaya kecemasan, sulit tidur dan tidak memiliki
harapan.
Beck (dalam Lubis, 2009: 25) membuat kategori simtom atau gejala
depresi menjadi empat yaitu:
5. Simtom- simtom Emosional
Adalah perubahan perasaan atau tingkat laku yang merupakan
akibat langsung dari keadaan emosi. Dalam penelitiannya, Beck
menyebutkan sebagai manifestasi emosional yang meliputi
penurunan mood, pandangan negatif terhadap diri sendiri, tidak lagi
merasakan kepuasaan, menangis, hilangnya respon yang
menggembirakan.
6. Simtom-simtom Kognitif
Beck menyebut manifestasi kognitif antara lain, yakni penilaian diri
yang rendah, harapan-harapan yang negatif, menyalahkan serta
mengkritik diri sendiri, tidak dapat membuat keputusan, distorsi “body
image”.
7. Simtom-simtom Motivasional
Dorongan-dorongan dan impuls-impuls yang menonjol dalam depresi
mengalami regresi, terutama aktivitas-aktivitas yang menuntut
tanggung jawab atau inisiatif serta energi yang besar. Penderita
depresi memiliki masalah besar dalam memobilisasi dirinya untuk
menjalankan aktivitasaktivitas yang paling dasar seperti makan,
minum, dan buang air. Keinginan untuk menyimpang dari pola hidup
sehari-hari, keinginan bunuh diri, dan peningkatan dependensi.
8. Simtom-simtom Fisik
Menurut Beck di antara simtom fisik tersebut adalah kehilangan
nafsu makan, gangguan tidur, mudah lelah dan kehilangan libido
Menurut Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, dan Batubara
(2011: 70) gejala-gejala depresi adalah sebagai berikut:
i. Sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat
pagi yang bukan merupakan kebiasaannya sehari- hari.
j. Sering kelelahan, lemas, dan kurang dapat menikmati kehidupan
seharihari.
k. Kebersihan dan kerapihan diri sering diabaikan.
l. Cepat sekali menjadi marah atau tersinggung.
m.Daya konsentrasi berkurang.
n. Pada pembicaraan sering disertai topik yang berhubungan
dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa.
o. Berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat adan
menurun secara cepat.
p. Kadang- kadang dalam pembicaraannya ada kecenderungan
untuk bunuh diri.

Menurut Santoso dan Ismail (2009: 100) tanda- tanda dan gejala-
gejala depresi, ada keluhan fisik dan gangguan psikis. Keluhan fisik
antara lain nafsu makan berubah, tidak suka makan sehingga berat
badan turun. Namun, kadangkadang ada juga yang justru makan
camilan terus sehingga menjadi gemuk. Umumnya, lansia mengeluh
saat tidur, baru tertidur larut malam, dan jika terbangun tengah malam
susah untuk tidur kembali. Sebaliknya, ada juga yang tidur terus dan
tidak mempunyai keinginan apa-apa. Ada juga yang mengeluh sakit
kepala, sakit punggung, pinggang pegal, dan rasa nyeri umum yang
berkepanjangan. Merasa ada gangguan di perut, rasa tidak nyaman
yang sulit dijelaskan. Biasanya lansia mengeluh lelah dan capai
sepanjang waktu, tidak bertenaga atau kekuatannya hilang. Keluhan
fisik ini umumnya tidak dapat dibuktikan kaitannya dengan kelainan
fungsi organ tubuh. Gangguan psikis yang terlihat antara lain: suasana
hati yang terus menerus murung, sedih, kecewa, resah, gelisah, takut,
emosi labil, mudah marah, cepat tersinggung, merasa kesepian, tidak
berharga, tidak berdaya, perasaan hampa, rasa bersalah yang
berlebihan sehingga kadang mempunyai pikiran atau kecenderungan
untuk bunuh diri. Berdasarkan uraian tersebut di simpulkan gejala-
gejala depresi pada lansia adalah suasana hati, kecewa pada diri,
menarik diri, dan gangguan tidur.
G. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Depresi pada Lansia
Menurut Lubis (2016: 61) ada beberapa faktor yang menyebabkan
timbulnya depresi atau meningkatkan risiko seseorang terkena depresi:
3. Faktor Fisik
i. Faktor Genetik Seseorang yang dalam keluarganya diketahui
menderita depresi berat memiliki risikolebih besar menderita
gangguan depresi daripada masyarakat pada umumnya.
j. Susunan Kimia Otak dan Tubuh Beberapa bahan kimia di dalam
otak dan tubuh memgang peranan yang besar dalam
mengendalikan emosi kita. Pada orang yang depresi ditemukan
adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormon
noradrenalin yang memegang peranan utama dalam
mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, tampaknya berkurang
pada mereka yang mengalami depresi.
k. Faktor Usia Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan
usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena
depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat
tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu
peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke
dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa
pubertas hingga ke pernikahan.
l. Gender Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita
depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang
depresi, bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya
depresi daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi
pada wanita.
m.Gaya Hidup Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat
berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat
memicu kecemasan dan depresi. tingginya tingkat stres dan
kecemasan digabung dengn makanan yang tidak sehat dan
kebiasaan tidur serta tidak olahraga untuk jangka waktu yang
lama menjadi faktor beberapa orang mengalami depresi.
n. Penyakit Fisik Pada individu lanjut usia penyakit fisik adalah
penyebab yang paling umum terjadinya depresi.
o. Obat-obatan Beberapa obat-obatan untuk pengobatan dapat
menyebabkan depresi. namun bukan berarti obat tersebut
menyebabkan depresi, dan menghentikan pengobatan dapat lebih
berbahaya daripada depresi.
p. Obat-obatan terlarang Obat-obat terlarang telah terbukti dapat
menyebabkan depresi karena memengaruhi kimiaa dalam otak
dan menimbulkan ketergantungan.
4. Faktor Psikologis
g. Kepribadian Aspek-aspek kepribadian ikut pula memengaruhi
tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap
depresi. ada individuindividu yang lebih rentan terhadap depresi,
yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif,
pesimis, juga tipe kepribadian introvet (Retnowati dan Culbertson
dalam Lubis, 2006: 72).
h. Pola Pikir Pada tahun 1967 psikiatri Amerika Aaron Beck
menggambarkan pola pemikiran yang umum pada depresi dan
dipercaya membuata seseorang rentan terkena depresi. Secara
singkat, Beck percaya bahwa seseorang yang merasa negatif
mengenai diri sendiri rentan terkena depresi.
i. Harga Diri Butler, Hokanson, & Flynn (dalam Lubis 2006: 76)
berpendapat bahwa harga diriyang rendah akan berpengaruh
negatif pada individu yang bersangkutan dan mengakibatkan
individu tersebut menjadi stres dan depresi.
j. Stres Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah
rumah atau stres berat yang lain dianggap dapat menyebabkan
depresi.
k. Lingkungan Keluarga Terdiri dari kehilangan orang tua ketika
masih anak-anak, jenis pengasuhan, dan penyiksaan fisik dan
seksual ketika kecil.
l. Penyakit Jangka Panjang Orang yang sakit keras menjadi rentan
terhadap depresi saat mereka dipaksa dalam posisi di mana
mereka tidak berdaya atau karena energi yang mereka perlukan
untuk melawan depresi sudah habis untuk penyakit jangka
panjang.

Menurut Lee & Park, Ng & kawan-kawan (dalam Santrock, 2011:


192) menyatakan beberapa prediktor untuk depresi yang paling umum
terdapat pada orang-orang lanjut usia adalah pernah menunjukkan
gejala-gejala depresi sebelumnya, kesehatan buruk, pernah mengalami
peristiwa kematian seperti kematian pasangan, dan kurangnya
dukungan sosial.
Menurut Suardiman (2016: 126) depresi bersumber dari kesedihan,
kesepian yang berkepanjangan seperti misalnya: kehilangan atau
kematian pasangan hidup atau orang-orang yang sangat dekat secara
emosional, penderitaan yang sudah lama dan bahkan oleh penyakit
fisik yang cukup lama.
Menurut Astuti (2010: 89) depresi pada lansia dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain penurunan fungsi dari organ tubuh,
kehilangan sumber nafkah, perubahan gaya hidup dan sebagainya.
Menurut Kaplan (dalam Agustin dan Sarah, 2008: 38) depresi pada
lansia berasal dari faktor fisik (penyakit fisik yang diderita), faktor
psikologis (kondisi sosial, ekonomi dan kepribadian), dan faktor sosial
(kurangnya dukungan sosial dan kesepian).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan faktor yang
memengaruhi depresi pada lansia adalah kesehatan yang buruk,
kehilangan pasangan, kurangnya dukungan sosial, faktor usia, dan
lingkungan keluarga.
H. Penanganan dan Pencegahan Depresi pada Lansia
Menurut friske (2009) Sekalipun angka kejadian bunuh diri pada
lansia tidak sebanyak pada dewasa muda, kita tetap harus waspada
karena setiap penderita depresi umumnya memiliki kecenderungan
untuk bunuh diri. Selain itu, depresi pada lansia juga dapat
memperparah perjalanan penyakit kronis yang lain. Oleh karena itu,
depresi pada lansia tidak boleh dianggap remeh.

Apabila kita menemui orang tua dengan gejala-gejala di atas, apalagi


pada orang tua yang telah lama menderita penyakit kronis, ada baiknya
kita juga menyarankan mereka untuk memeriksakan kesehatan
jiwanya. Jika benar bahwa mereka menderita depresi, mereka bisa
diberikan terapi yang sesuai seperti psikoterapi, menghadiri kelompok
dukungan, atau diberikan pengobatan yang sesuai. Kendati demikian,
kejadian depresi pada lansia bukannya tidak dapat dicegah.
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan berolahraga ringan setiap
hari, mengonsumsi makanan-makanan bergizi, serta menjaga aktivitas
sosial dapat melindungi lansia dari resiko depresi. Tidak hanya itu,
dukungan emosional dari keluarga juga merupakan faktor pelindung
yang sangat penting untuk mencegah depresi pada lansia.

Apabila kita memiliki orang tua atau kakek-nenek, terutama yang


hidup sendiri, tidak ada salahnya jika kita sering-sering bertanya kabar
atau mengunjungi mereka. Suasana kekeluargaan, bahkan sedikit
perhatian, akan memberi secercah kebahagiaan pada hati para lansia
dan menghindarkan mereka dari depresi.

Anda mungkin juga menyukai