Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN
 

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan periode dimana organisme telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukan kemunduran sejalan
dengan waktu (Akhmadi, 2009). Pada tahun 1971 lalu penduduk Indonesia yang
dikategorikan lansia masih sekitar 4,5%, atau 5,3 juta jiwa, sementara penduduk kategori
usia di bawah lima tahun (balita) sebesar 16,1%. Namun pada tahun 2000, jumlah lansia
Indonesia sudah mencapai tiga kali lipat yaitu menjadi 14,4 juta jiwa. Pada tahun 2005
kondisi komposisi penduduk Indonesia telah berubah yang menjadikan penduduk lansia
mencapai 7% dan balita 8,2%. Disamping itu, ramalan pihak badan kesehatan dunia
WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai
angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan
jumlah penduduk lansia terbesar di dunia (kapanlagi.com, 2008).

Pada tahap lansia terjadi berbagai perubahan, meliputi perubahan fisik, mental,
spiritual, psikososial adaptasi terhadap stres mulai menurun. Pada lanjut usia
permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara
psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.

Pola perkembangan di masyarakat dengan adanya kecenderungan semakin banyak


keluarga dengan berbagai alasan dan pertimbangan memasukan anggota keluarga yang
lanjut usia ke panti sosial. Lansia dengan banyak keterbatasan dalam proses daya ingat,
kekuatan fisik, kecepatan gerak, penurunan fungsi indera akan mempengaruhi fungsi
psikososialnya. Tanpa disadari hal ini menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lansia
yang kurang bisa mengantisipasinya sehingga dapat menimbulkan depresi.

Depresi merupakan salah satu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga,
merasa kosong, dan tidak ada harapan, berpusat pada kegagalan dan menuduh diri, dan
sering disertai iri dan pikiran bunuh diri, klien tidak berminat pada pemeliharaan diri dan
aktivitas sehari-hari (Kelliat, 1996).
2

Gejala-gejala dan akibat penderita depresi yaitu dapat berupa perubahan perilaku,
perbedaan cara pandang dan perasaan, serta dapat juga berupa keluhan fisik tanpa sebab
organik. Adapun akibat-akibat yang ditimbulkan dari gejala depresi itu sendiri yaitu
dapat berupa murung, berperilaku lambat, mengabaikan penampilan dan tanggung jawab,
kehilangan nafsu, gelisah, aktivitas dan ingatan menurun, tidak mampu berkonsentrasi,
cepat marah dan sering mengeluh tentang hal-hal yang dikerjakan. Disamping itu, akibat
yang lain yang berpengaruh dengan perasaan dan cara pandang yaitu emosi yang datar,
tidak mampu menemukan kesenangan, merasa putus asa, dan kehilangan harga diri serta
terkadang memiliki pikiran untuk bunuh diri. Jika dilihat dari keluhan fisik, depresi akan
berakibat pada gangguan tidur, kelelahan kronis, kekurangan energi, sakit kepala, sakit
pinggang, gangguan pencernaan seperti perut mual, perubahan kebiasaan buang air besar
dan lain-lain (Mufti, 2010).

Depresi sebenarnya dapat ditangani dan disembuhkan. Banyak orang merasa baik
kembali dalam beberapa minggu setelah menjalani pengobatan serius dengan
penanganan yang ditentukan. Ada beberapa penanganan yang biasanya dilakukan kepada
penderita depresi antara lain dapat berupa pengobatan secara medis, psikoterapi, dan
terapi kejut listrik (ECT). Selain itu, depresi juga dapat dicegah dengan beberapa cara
diantaranya adalah dengan pergi ke dokter untuk memeriksakan diri, istirahat dari
rutinitas, bicarakan (sharing) setiap masalah kepada orang kepercayaan, serta
pengelolaan depresi dengan cara teknik relaksasi (Mufti, 2010).

Teknik relaksasi merupakan teknik mengatasi kekhawatiran atau perasaan cemas


melalui pengendoran otot-otot dan syaraf. Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat
pada aspek fisik dan mental manusia, sementara aspek spiritual tetap aktif bekerja
(Thantawy, 1997). Teknik dalam melakukan relaksasi tidaklah sama untuk semua orang.
Adapun jenis-jenis teknik relaksasi itu diantaranya adalah teknik nafas dalam, gambaran
dalam pikiran (imagery), peregangan otot, senam, terapi yoga ,terapi tai-chi, menari, dan
salah satunya mungkin dapat dilakukan dengan terapi musik (Kirana, 2008).

Berdasar latar belakang di atas, maka dalam makalah ini akan diuraikan tentang
Terapi Musik sebagai salah satu bentuk therapi modalitas yang dapat dilakukan pada
salah satu kelompok rentan komunitas yaitu kelompok lanjut usia.
3

B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tindakan terapi modalitas
yang dapat diterapkan pada lansia dalam hal ini adalah tentang manfaat terapi musik
sebagai salah satu tindakan terapi modalitas pada kelompok lansia di komunitas.

C. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
wawasan khususnya tentang tindakan terapi modalitas pada kelompok lansia di
komunitas. Hasil penyusunan makalah ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan.
4

BAB II
LANDASAN TEORI
 
A. Depresi
1. Pengertian
Depresi adalah suatu kondisi umum yang terjadi pada lansia dan terjadinya alasan
kondisi ini dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik
pada lansia (Roger & Watson, 2003). Depresi dapat juga diartikan sebagai suatu
kesedihan atau perasaan berduka berkepanjangan. Dapat digunakan untuk menunjukan
tanda, gejala, sindrom, keadaan emosional, reaksi penyakit klinik (Stuart & Sudden,
1998). Sedangkan menurut Keliat (1996), depresi merupakan gangguan alam perasaan
yang ditandai oleh kesedihan, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan perasaan
kosong.
Depresi dibagi menjadi dua tipe, yaitu eksogen atau depresi reaktif dan endogen.
Individu dengan depresi endogen benar-benar dapat mengalami gangguan mental
bahkan mengalami delusi, dan sering kali bunuh diri. Sedangkan individu dengan
depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup pada situasi depresi seperti
setelah berduka karena kehilangan atau selama tinggal di rumah sakit (Roger &
Watson, 2003).
 2. Etiologi
Kebanyakan depresi dipacu karena pengalaman eksternal. Menurut  (Lahaye, 2005),
penyebab-penyebab depresi sesuai dalam urutan kepentingan dan frekuensinya antara
lain adalah :
a. Kekecewaan
Hampir semua penderita depresi mengeluh adanya kekecewaan dalam hidupnya.
Kekecewaan disebabkan oleh faktor intrinsik dari dalam dirinya sendiri dan
ekstrinsik yang berasal dari fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungannya. Hal
ini nampak pada kepribadian tertentu yang  tidak pernah puas dengan keadaannya,
diperberat lagi dengan rasa kecewa yang berlebihan.
b. Kurang Harga Diri
Hal ini khususnya pada individu yang perfectionis, yang tidak pernah puas dengan
apa yang telah dicapainya. Hampir semua penderita depresi merasa kurang harga diri
sebagai penyebabnya.
5

c. Terperangkap
Seseorang yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nuraninya sering
dengan depresi, terutama bila terperangkap dan tidak bisa lepas dari hal tersebut.
d. Perbandingan yang Pincang
Sebenarnya setiap perbandingan selalu pincang. Akan tetapi jika seseorang selalu
membandingkan dirinya dengan orang lain dan terjadi ketidakpasan dengan apa
yang dia punyai, hal tersebut dapat menimbulkan depresi.
e. Ambivalensi
Ambivalensi adalah rasa terjebak, yaitu tidak dapat memperbaiki suatu keadaan yang
tidak dapat diterima. Misalnya disatu pihak merasa benci tetapi juga cinta, atau sikap
marah tetapi sebenarnya kasihan.
f. Penyakit Kronis
Berbagai penyakit kronis sering menimbulkan depresi, misalnya penyakit jantung,
hipertensi, diabetes melitus, hepatitis, penyakit hati, dan sebagainya yang merupakan
penyakit yang sudah lama tidak sembuh-sembuh.
g. Kepribadian
Kepribadian memegang peranan penting terjadinya depresi. Terutama orang dengan
kepribadian melankolis. Pada kepribadian ini, biasanya orangnya cenderung sensitif,
mudah tersinggung, selalu ingin terlihat sempurna, tidak ingin salah, dan berpikir
bahwa penderitaan adalah bagian dari hidupnya.
h. Aktivitas Mental yang Luar Biasa
Orang yang produktif dan aktif kadang-kadang menemui suatu bentuk depresi.
Misalnya apabila ada kesulitan besar yang sulit diatasinya, hal ini dapat
menimbulkan depresi.

Sedangkan menurut Wardoyo (2001), ada dua hal penting yang dapat menimbulkan
depresi, yaitu :
Faktor intrinsik antara lain adalah kepribadian sebelum sakit (peka, mudah tersinggung,
ingin sempurna, tidak mau disalahkan, romantis, bersedia menerima penderitaan atau
rela berkorban), kematangan, dan kedewasaan pribadi dan tingkat pendidikan.
Faktor ekstrinsik antara lain adalah kekecewaan, terperangkap oleh situasi, penolakan,
sudah tidak kuasa, kurang percaya diri, selalu membandingkan dengan orang lain, tujuan
atau harapan hidup yang sangat sulit dicapai, sikap mendua (ambivalensi), serta
penyakit-penyakit kronis.
6

3. Gejala-gejala Depresi
Menurut (Wardoyo, 2001), gejala depresi mencakup dua hal, yaitu gejala
badaniah dan gejala emosi. Pada umumnya, gejala badaniah muncul lebih awal dan lebih
menonjol dari gejala emosi. Gejala-gejalanya diantaranya :
Gejala badaniah antara lain adalah : sakit kepala, pusing, gangguan tidur, nafsu
makan berkurang, berat badan menurun, sakit tengkuk atau pinggang, berdebar-debar,
nyeri dada, sesak nafas, dada seperti tersumbat, leher terasa tercekik, mulut kering, sulit
menelan, kembung, nyeri ulu hati, mual, muntah, mencret atau sembelit, pengeluaran air
mani terlalu cepat, impotent, gangguan haid pada wanita dan tidak dapat mencapai
kepuasan seks, sering kencing, penglihatan kabur, kelopak mata bergetar, suara serak dan
bergetar, keringat dingin terutama di telapak tangan, jari-jari bergetar, dan rambut
rontok.
Gejala-gejala emosi dapat berupa cemas, was-was, khawatir, takut, tegang,
tertekan, tidak dapat santai, perhatian menurun, pelupa, daya ingat menurun, peka,
mudah tersinggung, cepat marah karena hal-hal sepele, tidak tahan kritik, ceroboh,
banyak membuat kesalahan, menyendiri, sedih, murung, putus asa, mudah menangis,
tidak mampu menikmati kesenangan, gairah kerja menurun, melalaikan kerja, kurang
memperhatikan diri, sulit memusatkan pikiran, sulit mempelajari hal-hal baru, tidak
dapat duduk diam, merasa selalu letih, tidak bertenaga, menyalahkan diri sendiri, ragu-
ragu dalam bertindak, cemas, dan takut kalau menderita penyakit yang berbahaya dan
berat.
Menurut Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III
(2001). Gangguan depresi ditandai oleh beberapa gejala yaitu :
Gejala utama (pada tidak depresi, sedang, dan berat), diantaranya gangguan pada
afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju
meningkatkan keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya seperti : konsentrasi dan perhatiannya berkurang, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, gagasan rasa bersalah dan tidak bermakna, pandangan masa
depan yang suram dan pesimistis, gagasan yang membahayakan diri atau bunuh diri,
keadaan tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang.
7

4. Tingkatan Depresi
Depresi menurut PPDGJ-III (2001) dibagi dalam tiga tingkatan depresi, yaitu tidak
depresi, tingkat sedang, dan tingkat berat. Untuk dapat membedakannya, terletak pada
penilaian klinis yang komplek meliputi jumlah, bentuk, dan keparahan gejala yang
ditemukan.Berikut tingkatan depresi :
a. Tidak Depresi
Penilaian klinis yang menentukannya adalah : sekurang-kurangnya harus ada dua
dari tiga gejala utama depresif seperti yang tersebut diatas dan ditambah sekurang-
kurangnya dua dari gejala lainnya serta tidak ada gejala berat yang menyertai
diantaranya, lamanya berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu dan hanya
sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang bisa dikerjakan.
 b. Depresi Sedang
Penilaian klinis yang menentukan, yaitu : sekurang-kurangnya ada dua dari tiga
gejala utama depresif seperti pada tidak depresi  dan ditambah tiga sampai empat
dari gejala lain. Berlangsung minimum sekitar dua minggu, menghadapi kesulitan
yang nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga.
c. Depresi Berat
Penilaian klinis yang menentukan, yaitu : minimal tiga gejala utama harus ada
ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya, beberapa diantaranya
harus berintensitas berat. Selain itu, ada gejala penting yang menyertai, misalnya
agitasi, atau retardasi psikomotor yang mencolok, berlangsung  sekurang-
kurangnya dua minggu, kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga sangat
tidak mungkin dilakukan kecuali pada taraf yang sangat terbatas. Jika gejala
tersebut sangat berat dan ber-onset cepat, maka dibenarkan menegakan diagnosis
dalam waktu kurang dari dua minggu.
  
B. Terapi Musik
1. Pengertian Terapi Musik
Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata terapi berkaitan
dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau menolong orang.
Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik dan mental (Djohan,
2006). Sedangkan kata musik menurut World Book Encyclopedia adalah suara atau
bunyi-bunyian yang diatur menjadi sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Dengan
kata lain, musik dikenal sebagai sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Dengan kata
8

lain musik dikenal sebagai sesuatu yang terdiri atas nada dan ritme yang mengalun
secara teratur (Rachmawati, 2005). Jadi dalam terapi, musik digunakan untuk
menjelaskan media yang digunakan secara khusus dalam rangkaian kegiatan terapi.
Dalam rumusan The American Music Therapy Association, terapi musik secara
spesifik disebutkan sebagai sebuah profesi dibidang kesehatan yaitu terapi musik
adalah suatu profesi dibidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktifitas musik
untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif, dan
kebutuhan sosial individu yang mengalami cacat fisik (Djohan, 2006).
Word Music Therapy Federation mengemukakan definisi terapi musik yang lebih
menyeluruh yaitu terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik oleh
seseorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok
dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar,
meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai
tujuan terapi lainnya. Proses ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi,
mental, sosial, maupun kognitif dalam rangka upaya pencegahan, rehabilitasi, atau
pemberian perlakuan. Bertujuan mengembangkan potensi dan atau memperbaiki
individu, baik melalui penataan diri sendiri maupun dalam relasinya dengan orang lain,
agar ia dapat mencapai keberhasilan dan kualitas hidup yang lebih baik (Djohan, 2006).

2. Manfaat Terapi Musik


Rachmawati (2005), mengutip pada penelitian Crithley & Hensen tentang musik
dan otak melaporkan bahwa karena sifatnya non-verbal, musik bisa menjangkau sistem
limbik yang secara langsung dapat mempengaruhi reaksi emosional dan reaksi fisik
manusia seperti detak jantung, tekanan darah, dan temperatur tubuh. Hasil pengamatan
mereka menyebutkan bahwa dengan mengaktifkan aliran ingatan yang tersimpan di
wilayah corpus collosum musik meningkatkan intergrasi seluruh wilayah otak.
Penelitian yang berkenaan dengan pengaruh musik terhadap kondisi psikologis individu
telah banyak dilakukan, dan hasilnya memperlihatkan adanya reaksi fisik dan jiwa sebagai
responterhadap musik. Reaksi tersebut dapat berupa ketenangan, relaksasi ataupun berupa
perubahan dalam ritme pernafasan, tekanan darah pada jantung dan aliran darah.
9

Menurut Djohan (2005), terapi musik secara khusus sangat efektif dalam tiga bidang
pengobatan, yaitu :
a. Sakit, kecemasan, dan depresi.
b. Cacat mental, emosi, dan fisik.
c. Gangguan neurologis.

Menurut Campell, cit Rachmawati, 2005 mengemukakan beberapa gagasan beradasarkan


data-data hasil penelitian berkenaan dengan cara kerja musik dalam memberikan pengaruh
terhadap kehidupan manusia dan memberikan daya penyembuh diantaranya adalah :
a. Musik menutupi bunyi atau perasaan yang tidak menyenangkan.
b. Musik dapat memperlambat atau menyeimbangkan gelombang otak.
c. Musik mempengaruhi pernafasan.
d. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi, dan tekanan darah.
e. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki gerak dan koordinasi tubuh.
f. Musik mempengaruhi suhu badan
g. Musik dapat menaikan tingkat endofrin (zat candu otak yang dapat mengurangi rasa
.sakit dan menimbulkan fly alamiah).
h. Musik dapat mengatur hormonal.

Menurut Djohan (2006), ada delapan alasan penggunaan terapi musik dalam kegiatan
medis adalah :
a. Sebagai audioanalgesik atau penenang dan sebaliknya untuk menimbulkan pengaruh
biomedis yang positif atau psikososial.
b. Sebagai fokus latihan dan mengatur latihan.
c. Meningkatkan hubungan terapis, pasien, dan keluarga.
d. Memperkuat proses belajar.
e. Sebagai stimulator auditori atau pengaruh arus balik atau menghilangkan kebisingan.
f. Mengatur kegembiraan dan interaksi personal yang positif.
g. Sebagai penguat untuk kesehatan dalam hal keterampilan fisiologis, emosi, dan gaya
hidup.
h. Mereduksi stres pada pikiran dan kesehatan tubuh.
10

Menurut (Djohan, 2006), penggunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi musikal
dengan maksud memulihkan, menjaga, memperbaiki emosi, fisik, psikologis, dan kesehatan
serta kesejahteraan spiritual. Adapun elemen-elemen pokok yang ditetapkan sebagai
intervensi dalam terapi musik, yaitu :
a. Terapi musik digunakan oleh terapis musik dalam sebuah tim perawatan yang
anggotanya termasuk tim medis, pekerja sosial, psikolog, guru, atau orang tua.
b. Musik merupakan alat terapi yang utama. Musik digunakan untuk menumbuhkan
hubungan saling percaya, mengembangkan fungsi fisik, dan mental klien melalui
aktifitas yang teratur secara terprogram. Contoh intervensi bisa berupa bernyanyi,
mendengarkan musik, bermain alat musik, mengkomposisikan musik, mengikuti
gerakan musik, dan melatih imajinasi.
c. Materi musik yang diberikan akan diatur melalui latihan-latihan sesuai arahan terapis.
Intervensi musikal yang dikembangkan akan digunakan terapis didasarkan pada
pengetahuannya tentang pengaruh musik terhadap perilaku, baik kelemahan atau
kelebihan klien sebagai sasaran terapi.
d. Terapi musik yang diterima klien disesuaikan secara fleksibel serta dengan
memperhatikan tingkat usia. Terapis musik bekerja langsung pada sasaran dengan
tujuan terapi yang spesifik. Sasaran yang hendak dicapai termasuk komunikasi,
intelektual, motorik, emosi, dan keterampilan sosial.

Lebih lanjut (Djohan, 2006), menambahkan tiga konsep utama mengenai pengaruh
musik, yaitu :
a. Musik penting karena merupakan sesuatu hal yang baik.
b. Musik merupakan bagian dari kehidupan serta salah satu keindahan budaya manusia,
selain terdapat nilai-nilai positif yang sangat berguna.

Dengan mengembangkan kemampuan musik, maka akan dimiliki keunggulan-


keunggulan yang menyertainya. Kegiatan latihan, mendengarkan, dan menghargai musik
akan meningkatkan perkembangan kognitif, fisik, emosi, dan sosial.

Menurut berbagai sumber kepustakaan, jenis musik tertentu memiliki pengaruh


terhadap fisik dan psikologis. Tabel 1 berikut menggambarkan pengaruh jenis musik
yang didengar oleh manusia.
11

Tabel 2.1
Musik dan Pengaruhnya
No. Jenis Musik Pengaruh Sumber
1. Musik Rock Pemicu kecenderungan merusak Merrit (2003)
diri dan keinginan bunuh diri pada
kaum remaja dan dewasa muda
2. Musik yang berirama anapestic Merusak sistem tubuh, Merrit (2003)
(tekanan diakhir) bertentangan dengan ritme tubuh
3. Musik hangar bingar, sumbang Memisahkan tubuh dan jiwa serta Merrit (2003)
pemicu sifat agresif dan
menentang
4. Musik yang bising (berasal dari Kegelisahan merupakan ritme Khan (2002)
kegelisahan) yang merusak tubuh
5. Tangga nada lydis (c’-c) Ditolak plato karena dianggap Plato (Prier, 2002)
terlalu lunak dan kurang jantan
6. Musik Ricard Wagner Agresif (serdadu Hitler) Merrit (2003)
7. Komposisi klasik Rite of Melemahkan otot Merrit (2003)
Spring karya Stravinsky, dan
La Valse karya Ravel
8. Musik yang mengumbar hawa Melemahkan jiwa, agresif, Khan (2002)
nafsu dan syahwat, syair perilaku tidak terkendali, liar, budi
ratapan dan menyesali nasib pekerti rendah
(rendah moral)
9. Musik Waltz (teratur, Melatih keteraturan, sesuai dengan John Diamon
penekanan pada irama pertama) ritme tubuh (Merrit 2003)
10. Tangga nada Doris (e’-e) Meniru keadaan jiwa mereka yang Plato (Prier, 2002)
tangga nada mulia penuh kebijaksanaan bertugas
memimpin negara
11. Tangga nada frigis (d’-d) tanda Penuh sifat aktif, meniru semangat Plato (Prier, 2002)
nada menyala, berapi-api perjuangan para pahlawan
12. Musik klasik (Mozart) Kompleksitas tinggi, matematis, Bodner (2002),
terstruktur, memiliki A.M.S., Merrit
keseimbangan yang tinggi, (2003), Madaule
dinamis, kreatif, meningkatkan (2002)
kecerdasan dan kecerdasan spatial
13. Musik Gregorian Bersifat spiritual, memberi Madaule (2002),
kedamaian, kesadran yang tenang Prier (2002)
14. Musik tradisional daerah (etnis) Musik yang mengajarkan jati diri ATM, SS,
individu secara umum Rachmawati (1998)
15. Jenis musik lembut Melembutkan hati, menenangkan, ATM, SS,
melatih keanggunan, reduksi stres, Rachmawati (1998)
dan meningkatkan produktifitas
Sumber : Rachmawati 2005

  
12

3. Mekanisme Musik Dalam Tubuh Manusia


Musik yang didengar melalui telinga akan distimulasi ke otak, kemudian di otak,
musik tersebut akan diterjemahkan menurut jenis musik dan target yang akan distimulasi.
Menurut (Campbell, cit, Rachmawati, 2005), musik berinteraksi pada suatu tingkat
organik dengan berbagai macam struktur syaraf. Musik menghasilkan rangsangan ritmis
yang kemusian ditangkap melalui organ pendengaran dan diolah melalui sistem syaraf dan
kelenjar yang selanjutnya mengorganisasikan interprestasi bunyi kedalam ritme internal
pendengarannya.
(Reowijiko, cit Rachmawati 2005), menjelaskan bahwa gelombang suara musik
yang dihantarkan ke otak berupa energi listrik melalui jaringan syaraf akan
membangkitkan gelombang otak yang dibedakan atas fekuensi alfa, beta, theta, dan delta.
Gelombang alfa membangkitkan relaksasi, gelombang beta terkait dengan aktifitas
mental, gelombang tetha dikaitkan dengan situasi stres dan upaya kreatifitas, sedangkan
gelombang delta dihubungkan dengan situasi mengantuk. Suara musik yang didengar,
dapat mempengaruhi frekuensi gelombang otak sesuai dengan jenis musiknya.
Musik sebagai stimulus memasuki sistem limbik yang mengatur emosi, dari bagian
tersebut, otak memerintahkan tubuh untuk merespon musik sebagai tafsirannya. Jika
musik ditafsirkan sebagai penenang, sirkulasi tubuh, degup jantung, sirkulasi nafas, dan
peredaran nafas pun menjadi tenang. Perilaku individupun menjadi tenang pula
(Rachmawati, 2005).

4. Jenis Terapi Musik


Dalam Kongres Terapi Musik ke-9 di Washington tahun 1999 (Djohan, 2006),
dipresentasikan lima model terapi musik, terapi musik tersebut adalah :
a. Guide Imagery and Music dari Helen Bony
Merupakan terapi yang disusun secara berurutan guna mendukung,
membangkitkan, dan memperdalam pengalaman yang terkait dengan kebutuhan
psikologis dan fisiologis. Sepanjang perjalanan musik yang didengar, klien diberi
kesempatan untuk menghayati berbagai aspek kehidupannya melalui perjalanan
imajinatif. Musik yang berjalan akan membantu klien mendekonstruksikan kisah
kehidupan lama dan menstimulinya dengan hal-hal baru.
13

b. Creatif Music Therapy dari Poul Nordoff & Clive Robbins


Merupakan terapi yang memposisikan klien dan terapis sebagai pusat pengalaman.
Bermain musik adalah fokus dalam sesi terapi dan mulai dari awal terapi individu dan
pengalaman musikal akan diserap melalui sesi-sesi yang berlangsung.
c. Behavioral Music Therapy dari Clifford K. Madsen
Yaitu terapi yang menggunakan musik sebagai kekuatan atau isyarat stimulus
untuk meningkatkan atau memodifikasi perilaku adaptif dan menghilangkan perilaku
mal-adaptif. Musik disini digunakan untuk membantu program memodifikasi perilaku.
d. Improvisasi Music Therapy dari Juliette Alvin
Yaitu terapi musik yang didasarkan atas pemahaman suatu terapi musik akan
berhasil jika klien dibebaskan untuk mengembangkan kreasinya, memainkan, atau
memperlakukan alat musik sekehendak hati. Terapis samasekali tidak memberikan
intervensi, mencampuri atau ataupun memberikan peraturan, struktur, tema, ritme,
maupun bentuk musik. Dalam arti, tanpa seorang terapis profesional pun terapi ini bisa
dilaksanakan.
Adapun batasnya adalah penggunaan musik yang terpantau dalam proses
pengobatan, rehabilitasi, pendidikan, atau pelatihan bagi anak-anak atau orang dewasa
yang mengalami gangguan fisik, mental, atau emosional.

Tiga pendekatan yang diwujudkan untuk menolong klien yang membutuhkan bantuan, yaitu :
a. Pendekatan Klinis
Terapi musik digunakan sebagai bagian dari terapi medis atau psikologis yang sedang
dijalani klien untuk mengatasi hambatan fisik, mental, atau emosionalnya.
b. Pendekatan Rekrasional
Musik digunakan sebagai sarana hiburan, tidak ada tuntuan apapun yang diminta dari
klien, karena tujuannya untuk menciptakan suasana hati yang postitif bagi klien.
c. Pendekatan Edukatif
Penerapan terapi musik dalam lingkup pendidikan yang dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan belajar. Pendidikan yang diberikan tidak memiliki
target tertentu dan tidak ditetapkan untuk mencapai suatu tingkat kemampuan tertentu
karena penerima terapi adalah anak-anak atau orang dewasa yang mengalami
gangguan atau mempunyai hambatan.
14

d. Analisis Music Therapy dari Mary Priesley


Merupakan jenis terapi musik yang mengijinkan klien bertukar informasi sebanyak-
banyaknya dengan terapis. Dialog yang terjadi memungkinkan terapis menggali alam
bawah sadar klien. Landasan kerjanya merupakan gabungan antara konsep-konsep
Psikoanalisis dengan kebebasan ber-Improvisasi pada terapi musik Improvisasi.
  
C. Usia Lanjut
1. Pengertian Usia Lanjut
Menurut Brunner dan Suddart (2001), pengertian lansia beragam tergantung
kerangka pandang individu. Orang sehat aktif berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi
anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin menganggap
usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia. World Health Organization (WHO)
menyatakan bahwa lansia adalah kelompok orang yang berumur 60 sampai dengan 74
tahun. Menurut Potter & Perry (2005) masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun
biasanya antara usia 65-75 tahun. Lansia atau lanjut usia adalah orang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Suardiman, 2011).
Menurut UU RI No.13/1998 tentang kesejahteraan usia lanjut, mendefinisikan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 keatas. Dikatakan usia
lanjut bila seseorang telah mencapai usia 60 tahun keatas dan memiliki tanda-tanda
terjadinya penurunan fungsi biologi, psikologi, dan sosial.
Berhubungan dengan hal itu, Birren dan jannet cit Nugroho (2000), membedakan
usia menjadi usia biologi, usia psikologis, dan usia sosial. Usia biologis menunjukan
pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam hidup hingga kematiannya.
Usia psikologis menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapi. Sedangkan usia sosial adalah
usia yang menunjukan kepada peran-peran yang diharapkan dan diberikan kepada
seseorang sehubungan dengan usianya.
15

2. Proses Menua
Menua atau menjadi tua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo-Martono,
2004).
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah, dimulai sejak
lahir dan umumnya dialami semua makhluk hidup. Proses menua didalam perjalanan
hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai
umur panjang. Hanya lambat cepatnya proses tersebut tergantung pada masing-masing
individu yang bersangkutan (Nugroho, 2000).

3. Perubahan Pada Usia Lanjut


a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik memiliki dampak perubahan pada usia lanjut dalam membatasi
hubungan sosial. Perubahan minat pada usia lanjut berhubungan dengan menurunnya
kemampuan fisik yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan kurang kontak dengan orang
lain. Adapun perubahan fisik yang dialami oleh usia lanjut seperti perubahan sel,
persyarafan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, pengaturan temperatur tubuh,
respirasi, gastrointestinal, endokrin, kulit, dan muskuloskeletal (Nugroho, 2000)
b. Perubahan Kognitif
Perubahan kognitif pada usia lanjut terutama dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
fisik yang terjadi, tingkat pendidik, dan lingkungan. Perubahan yang terjadi tidak sama
tingkatannya pada masing-masing orang. Perubahan fungsi kognitif yang sering muncul
antara lain :
1)   Lanjut usia memerlukan waktu yang lebih banyak untuk menyimak keadaan
sekelilingnya.
2)   Kemampuan berkonsentrasi mulai berkurang.
3)   Perlu waktu lama untuk menerima dan mencerna hal baru karena umumnya usia
lanjut mengalami gangguan pada proses memori jangka pendek, namun
memori jangka panjang biasanya tidak mengalami gangguan.
4)   Proses berpikir menurun sehingga lambat dalam menerima informasi dan
mengembangkan ide dan gagasan.
16

c. Perubahan Psikososial
1) Masa Pensiun
Pekerjaan sering digunakan untuk menilai produktivitas seseorang. Kehilangan
pekerjaan dapat menimbulkan pengaruh antara lain : kehilangan finansial,
kehilangan status, kehilangan hubungan dengan teman-teman dan aktifitas yang
biasa dilakukan. Usia lanjut yang telah pensiun dapat merasa terasing dari
lingkungan dan mengalami isolasi sosial.
2) Perpisahan
Secara perlahan-lahan, usia lanjut akan kehilangan hubungan atau relasi dengan
lingkungannya karena perubahan-perubahan yang dialami. Meninggalnya pasangan
hidup dan kepergian teman-teman sejawat dapat menimbulkan rasa kesepian dan
terasing dari pergaulan.
3) Sadar akan Kematian yang Mulai Dekat
Lanjut usia sudah merasakan akan kematiannya yang sudah dekat, hal ini tampak
pada perubahan spiritual seperti baik terhadap lingkungannya dan meningkatkan
kegiatan keagamaannya.

 D. Depresi Pada Usia Lanjut


Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia yang disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain : faktror biologis, psikologis, dan faktor sosial. Faktor biologis
sebagai akibat dari hilang dan terjadinya kerusakan sel-sel syaraf maupun
neurotransmitter, risiko genetik, dan adanya penyakit fisik. Faktor psikologis yang
berperan dalam timbulnya depresi pada lansia adalah rendah diri dan menderita penyakit
kronis. Sedangkan faktor sosial adalah kurangnya interaksi sosial, kesepian, bergabung
dengan kemiskinan. Hal tersebut sering tidak disadari dan dikenali pada usia lanjut
sehingga memiliki potensi untuk menghancurkan kualitas hidup lanjut usia itu sendiri.

Menurut (Rochmah, dkk, 2001), depresi sering terjadi pada lanjut usia dibandingkan
pada populasi umum. Depresi pada lanjut usia berhubungan dengan status sosial ekonomi
rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai, dan isolasi sosial.
17

Menurut (Nugroho, 2000), lansia yang mengalami depresi dapat menunjukan gejala-
gejala umum, diantaranya pandangan kosong, kurang atau hilangnya perhatian diri, orang
dan lingkungan, inisiatif kurang, ketidakmampuan berkomunikasi, aktifitas menurun,
kurang nafsu makan, mengeluh tidak enak badan, hilangnya semangat, sedih, serta cepat
capai, dan susah tidur pada malam hari.

Gambaran klinis depresi pada lanjut usia dibandingkan dengan pasien yang lebih
muda berbeda. Usia lanjut lebih cenderung memainkan alat atau meminimalkan atau
penyangkal depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, disamping itu
mengeluh tentang gangguan memorinya. Pada lanjut usia juga, biasanya kurang mau
meminta bantuan psikiatri  karena kurang dapat menerima penjelasan yang bersifat
(psikologis) untuk gangguan supresi yang dialaminya.
18

E. Artikel Jurnal terkait Therapi Music sebagai therapi Modalitas pada Lansia

Di bawah ini beberapa penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan dengan musik dengan penderita demensia :

Tabel 2.2 Artikel Penelitian yang berhubungan dengan music dan penderita demensia

Peneliti Tujuan Penelitian Setting dan sampel Metode Hasil Rekomendasi untuk
keperawatan dalam
penelitian
Gotell et al (2002) Analisis penyanyi 5 caregiver dan 10 Pasien assigned e Grup musik kurang Terdapat support
caregiver dalam pasien (usia 80-90 dalam 3 kondisi rotasi agresif, dengan dalam menggunakan
intervensi therapetik tahun) di unit : musik background, respon diam,. Grup musik aktif yang
pada perawatan Demensia di Swedia penyanyi caregiver penyanyi kooperatif dibuat oleh caregiver
demensia atau kontrol dengan interaksi. di unit demensia.
Grup kontrol
menunjukkan limit
interaksi pasien-
perawat dan resisten
Remington (2002) Untuk menguji 68 pasien demensia 4 grup mengulang Membandingkan Kedua intervensi
apakah modifikasi (diatas 60 tahun) disain pengukuran dengan tanpa equire, pelatihan kecil
lingkungan dalam rumah eksperimental intervensi, masing- dan mudah
menstimuli perawatan di United terhadap efek tes masing intervensi diadministrasikan
penggunaan musik States. musik, massage eksperimen oleh profesional dan
yang menenangkan tangan, musik dan menghasilkan agitasi, lay carers.
dan massage tangan kombinasi massage kekhususan, indakan
berefek tindakan tangan, dan tanpa non agresif
agitasi pada penderita intervensi. fisik,sampai 1 jam
demensia. post intervensi.
Norberg et al (2003) Membandingkan 2 pasien tahap final Stimulasi partisipan Kedua pasien Perhatian caregiver
reaksi pasien dengan demensia (usia 80 dan dengan musik, bereaksi berbeda digambarkan dalam
demensia dengan 3 84 tahun) di Swedia. sentuhan dan terhadap musik kondisi berbeda
macam stimulasi : penampilan objek daripada sentuhan dan
19

musik, sentuhan dan diatas 12 hari penampilan objek.


penampilan obyek berurutan
Janelli et al (2004)Untuk 30 pengendalianSubyek ekspose : Tidak ada perbedaan Mendengarkan musik
mengeksplorasi efek hospitalisasi pasien mendengarkan musik, signifikan antar 3 adalh intervensi
musik dan (usia 65-93 tahun) tanpa musik, grup kepererawatn yang
pengendalian pasien mendengarkan musik sesuai dalam
yang dikendalikan alternatif tindakan
Sixmith and Gibson Mengekplorasi aturan 26 penderita Indepth interview Musik dapat merubah Musik dapat menjadi
(2005) musik setiap hari demensia (usia 62-96 perasaan, kekuatan dalam
pada penderita tahun) dan caregiver, meningkatkan sosial partisipasi sosial.
demensia di rumah perawatan interaksi
20

BAB III
SIMPULAN DAN PENUTUP

Terapi musik merupakan suatu keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh
seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental,
fisik, emosional dan spiriual.

Terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit
dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.

Kegelisahan pada lansia dengan demensia dapat diatasi dengan pemberian terapi
musik. Terapi musik terbukti dapat mengurangi kegelisahan dan meningkatkan relaksasi
emosional serta meningkatkan kemampuan komunikasi.

Sehingga dengan terapi musik dapat digunakan sebagai salah satu tindakan terapi
modalitas pada lansia di kelompok komunitas.
21

Daftar Pustaka

Marzuki, B., M., Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia di
Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Kecamatan Ungaran Kabupaten
Semarang, Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3562.pdf diakses pada tanggal
24 Mei 2016.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40401/4/Chapter%20II.pdf , diakses pada


tanggal 20 Mei 2016.

Medikora, Jurnal Ilmiah Kesehatan Keluarga Vol. VI No 1 April 2010. ISSN 02169940
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/197807022002121004/2.%20Manfaat
%20Olahraga%20Renang%20bagi%20Lanjut%20Usia,%20Jurnal%20MEDIKORA,
%20Volume%20VI,%20Nomor%201,%20April%202010_0.pdf
diakses pada tanggal 24 Mei 2016.

Skingley A, Vella-Burrows T. 2010. Therapeutic effects of music and singing for older
people.Nursing Standard. 24, 19, 35-41.
http://journals.rcni.com/doi/pdfplus/10.7748/ns2010.01.24.19.35.c7446 diakses pada
tanggal 21 Mei 2016

Anda mungkin juga menyukai