atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat,
terapis, petugas social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang
diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2005) menekankan lagi bahwa
pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care adalah untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas
hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien
meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
Palliative care dan hospice telah berkembang pesat sejak tahun 1960-an. Cicely
Saunders seorang pekerja yang merintis perawatan ini dimana sangat memiliki peran
penting dalam menerik perhatian pasien pada akhir kehidupannya saat mengidap penyakit
ganas stadium lanjut. Palliative care mulai didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun
1970 dan dating untuk menjadi sinonim dengan dukungan fisik, sosial, psikologis, dan
spiritual pasien dengan penyakit yang membatasi hidup, disampaikan oleh tim
multidisipliner.
Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di Jepang. Pendidikan
palliative care masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah kedokteran dan semua sekolah
keperawatan. Dua puluh layanan yang terkait dengan palliative care tersedia di seluruh
negeri. Tiga belas organisasi yang dibangun di Singapura untuk menyediakan palliative
care. Modul palliative care ditambahkan ke kurikulum sekolah kedokteran. Pemerintah
mulai menerapkan di setiap kabupaten dan rumah sakit umum untuk memperkenalkan
suatu palliative care pada tahun 1998 di Malaysia. Palliative care dimasukkan ke dalam
rencana kesehatan nasional Mongolia. Modul palliative care termasuk dalam kurikulum
sekolah kedokteran di Mongolia. Sebuah program pendidikan palliative care telah
diterapkan untuk asisten keperawatan di Selandia Baru. Empat puluh satu pelayanan
palliative care ini sudah tersebar di seluruh negeri dan mulai tahun 2005 palliative care
diakui sebagai spesialisasi medis di Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative care di Indonesia bermula dari adanya
perubahan yang terus-menerus setiap rapat kerja untuk membahas system
penanggulangan penyakit kanker pada tahun 1989. Penanggulangan penyakit kanker ini
harus dilaksanakan secara paripurna dengan mengerjakan berbagai intervensi mulai dari
pencegahan, deteksi dini, terapi, dan perawatan paliatif.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007 pada tanggal 19 Juli 2007 yang berisi
keputusan Menkes tentang kebijakan palliative care. Dengan terbitnya surat keputusan
tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman-pedoman pelaksanaan palliative care di
seluruh Indonesia serta mendorong lajunya pengembangan palliative care secara kualitas
maupun kuantitas.
sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan
melayani sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat
rumah (home care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan
ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan
dilakukan oleh tim untuk memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang
dialami pasien dan keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual.
Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang
merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan
respite care adalah layanan yang bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog
atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dan
lain-lain. Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:
1. Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
2. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
4. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
5. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
6. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah
kematian.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya,
termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
8. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi
perjalanan penyakit.
9. Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti
kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk
lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.
Demikian jugs perawatan yang dibawah standard akan mengakibatkan kondisi pasien
memburuk.
Hal ini berhubungan dengan masalah etika yang akan dibahas kemudian. Perawatan
yang diberikan hanya karena dokter merasa harus melakukan sesuatu meskipun itu
sia-sia adalah tidak etis.
8. Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang profesi
Perawatan paliatif memberikan perawatan yang bersifat holistik clan integratif,
sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup pasien serta
koordinasi yang baik dari masing-masing anggota tim tersebut untuk memberikan
hasil Yang maksimal kepada pasien dan keluarga.
9. Kualitas perawatan yang sebaik mungkin
Perawatan medis secara konsisten, terkoordinasi, dan berkelanjutan. Perawatan medis
yang konsisten akan mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan kondisi yang
tidak terduga, dimana hal ini akan sangat mengganggu baik pasien maupun keluarga.
10. Perawatan yang berkelanjutan
Pemberian perawatan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir merupakan
dasar tujuan dari perawatan paliatif. Masalah yang sering terjadi adalah pasien
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga sulit untuk mempertahankan
kontinuitas perawatan.
11. Mencegah terjadinya kegawatan
Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah terjadinya
kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan penyakit.
Pasien dan keluarga harus diberitahukan sebelumnya mengenai masalah-masalah
yang sering terjadi, dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stres fisik dan
emosional.
12. Bantuan kepada sang perawat
Keluarga pasien dengan penyakit lanjut seringkali rentan terhadap stres fisik dan
emosional, terutama apabila pasien dirawat di rumah, sehingga perlu diberikan
perhatian khusus kepada mereka mengingat keberhasilan dari perawatan paliatif juga
tergantung dari sang pemberi perawatan itu sendiri.
13. Pemeriksaan ulang
Perlu terus dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien, mengingat pasien
dengan penyakit lanjut kondisinya akan cenderung menurun dari waktu ke waktu.
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor
3) Pelatihan
a) Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan
kerjasama antara para pakar perawatan paliatif dengan Departemen
Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-
modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter, modul untuk perawat,
modul untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non medis.
b) Pelatih : Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas
Kedokteran.
c) Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan
Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan sertifikasi
pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu
: Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap
selanjutnya sertifikasi diberikan setelah mengikuti pelatihan.
d) Pendidikan Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran
paliatif, ilmu keperawatan paliatif).