Anda di halaman 1dari 13

Edited with the trial version of

Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

KONSEP DASAR KEPERAWATAN PALIATIF

A. Definisi Palliative Care


Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap bentuk
perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala
penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya
perkembangan dari penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya
adalah untuk mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup
orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks (Rasjidi, 2010).
Definisi Palliative Care telah mengalami beberapa evolusi. Menurut WHO pada
1990 Palliative Care adalah perawatan total dan aktif dari untuk penderita yang
penyakitnya tidak lagi responsive terhadap pengobatan kuratif. Berdasarkan definisi ini
maka jelas Palliative Care hanya diberikan kepada penderita yang penyakitnya sudah
tidak respossif terhadap pengobatan kuratif. Artinya sudah tidak dapat disembuhkan
dengan upaya kuratif apapun. Tetapi definisi Palliative Care menurut WHO 15 tahun
kemudian sudah sangat berbeda. Definisi Palliative Care yang diberikan oleh WHO pada
tahun 2005 bahwa perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain,
memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai
akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka (WHO,2005).
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Palliative Care diberikan sejak diagnosa
ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada stadium dini atau
lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Palliative Care harus diberikan kepada
penderita itu. Palliative Care tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih
diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka.
Palliative Care tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu yang ditangani, tetapi
juga aspek lain seperti psikologis, sosial dan spiritual.
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya
penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara individu,
namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang
terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi
terkait. Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga
meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative care
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat,
terapis, petugas social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang
diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2005) menekankan lagi bahwa
pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care adalah untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas
hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien
meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

B. Tujuan Palliative Care


Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman
lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit,
membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab
kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan,
dan membantu keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih. Palliative care
tidak bertujuan untuk mempercepat ataupun menunda kematian.

C. Sejarah Perkembangan Palliative Care


Munculnya palliative care di dunia dimulai dari sebuah gerakan rumah sakit pada
awal abad ke-19, kaum beragama menciptakan hospice yang memberikan perawatan
untuk orang sakit dan sekarat di London dan Irlandia. Dalam beberapa tahun terakhir,
perawatan paliatif telah menjadi suatu pergerakan yang besar, yang mempengaruhi
banyak penduduk. Pergerakan ini dimulai sebagai sebuah gerakan yang dipimpin relawan
di Negara-negara Amerika dan telah berkembang menjadi bagian penting dari system
perawatan di kesehatan.
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

Palliative care dan hospice telah berkembang pesat sejak tahun 1960-an. Cicely
Saunders seorang pekerja yang merintis perawatan ini dimana sangat memiliki peran
penting dalam menerik perhatian pasien pada akhir kehidupannya saat mengidap penyakit
ganas stadium lanjut. Palliative care mulai didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun
1970 dan dating untuk menjadi sinonim dengan dukungan fisik, sosial, psikologis, dan
spiritual pasien dengan penyakit yang membatasi hidup, disampaikan oleh tim
multidisipliner.
Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di Jepang. Pendidikan
palliative care masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah kedokteran dan semua sekolah
keperawatan. Dua puluh layanan yang terkait dengan palliative care tersedia di seluruh
negeri. Tiga belas organisasi yang dibangun di Singapura untuk menyediakan palliative
care. Modul palliative care ditambahkan ke kurikulum sekolah kedokteran. Pemerintah
mulai menerapkan di setiap kabupaten dan rumah sakit umum untuk memperkenalkan
suatu palliative care pada tahun 1998 di Malaysia. Palliative care dimasukkan ke dalam
rencana kesehatan nasional Mongolia. Modul palliative care termasuk dalam kurikulum
sekolah kedokteran di Mongolia. Sebuah program pendidikan palliative care telah
diterapkan untuk asisten keperawatan di Selandia Baru. Empat puluh satu pelayanan
palliative care ini sudah tersebar di seluruh negeri dan mulai tahun 2005 palliative care
diakui sebagai spesialisasi medis di Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative care di Indonesia bermula dari adanya
perubahan yang terus-menerus setiap rapat kerja untuk membahas system
penanggulangan penyakit kanker pada tahun 1989. Penanggulangan penyakit kanker ini
harus dilaksanakan secara paripurna dengan mengerjakan berbagai intervensi mulai dari
pencegahan, deteksi dini, terapi, dan perawatan paliatif.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007 pada tanggal 19 Juli 2007 yang berisi
keputusan Menkes tentang kebijakan palliative care. Dengan terbitnya surat keputusan
tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman-pedoman pelaksanaan palliative care di
seluruh Indonesia serta mendorong lajunya pengembangan palliative care secara kualitas
maupun kuantitas.

D. Karakteristik Palliative Care


Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya
mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan
melayani sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat
rumah (home care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan
ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan
dilakukan oleh tim untuk memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang
dialami pasien dan keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual.
Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang
merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan
respite care adalah layanan yang bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog
atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dan
lain-lain. Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:
1. Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
2. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
4. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
5. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
6. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah
kematian.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya,
termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
8. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi
perjalanan penyakit.
9. Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti
kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk
lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.

E. Klasifikasi Palliative Care


Palliative care / perawatan (terapi) paliatif terbagi menjadi beberapa macam diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Palliative Care Religius
Agama merupakan hubungan antara manusia dengan tuhan. Terapi religious
sangat penting dalam memberikan palliative care. Kurangnya pemenuhan kehidupan
beragama, menimbulkan masalah pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari masing-
masing agama sangat membantu dalam mengembangkan palliative care.
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

Terkadang palliative care spiritual sering disamakan dengan terapi paliatif


religious. Palliative care spiritual bisa ditujukan kepada pasien yang banyak meyakini
akan adanya Tuhan tanpa mengalami ritual suatu agama dan bisa juga sebagai
terapinreligius dimana selain meyakini ritual agama memiliki tata cara beribadah
dalam suatu agama.
Dalam agama islam perawatan paliatif yang bisa diterapkan adalah :
a. Doa dan dzikir
b. Optimisme
c. Sedekah
d. Shalat Tahajud
e. Puasa

2. Terapi Paliatif Radiasi


Terapi paliatif radiasi merupakan salah satu metode pengobatan dengan
menggunakan radiasi / sinar untuk mematikan sel kanker yang akan membantu
pencegahan terhadap terjadinya kekambuhan. Terapi radiasi dapat diberikan melalui
dua cara. Pertama dengan menggunakan cara radiasi eksterna, dan kedua dengan
brakiterapi. Radiasi eksterna adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi berada
di luar tubuh pasien. Radiasi ini menggunakan suatu mesin yang mengeluarkan
radiasi yang ditujukan kea rah sel kanker. Brakiterapi adalah suatu teknik radiasi
dimana sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh pasien dekat dengan sel kanker
tersebut. Peran radioterapi pada palliative care terutama adalah untuk mengatasi nyeri,
yaitu nyeri yang disebabkan oleh infiltrasi tumor local.
3. Terapi Paliatif Kemoterapi
Pemakaian kemoterapi pada stadium paliatif adalah untuk memperkecil masa
tumor dan kanker dan untuk mengurangi nyeri, terutama pada tumor yang
kemosensitif. Beberapa jenis kanker yang sensitive terhadap kemoterapi dan mampu
menghilangkan nyeri pada lymphoma. Myeloma, leukemia, dan kanker
tentis.Pertimbangan pemakaian kemoterapi paliatif harus benar-benar
dipertimbangkan dengan menilai dan mengkaji efek positif yang diperoleh dari
berbagai aspek untuk kepentingan pasien.
4. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat untuk mengurangi
nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi organ tubuh akibat desakan massa tumor /
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

metastasis. Pada umumnya pembedahan yang dilakukan adalah bedah ortopedi /


bedah untuk mengatasi obstruksi visceral. Salah satu contoh tindakan pembedahan
pada stadium paliatif adalah fiksasi interna pada fraktur patologis / fraktur limpeding /
tulang panjang.
5. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke, demikian hasil
riset yang dilakukan di Finlandia. Penderita stroke yang rajin mendengarkan music
setiap hari, menurut hasil riset itu ternyata mengalami Peningkatan pada ingatan
verbalnya dan memiliki mood yang lebih baik dari pada penderita yang tidak
menikmati musik. Musik memang telah lama digunakan sebagai salah satu terapi
kesehatan, penelitian di Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu adalah riset
pertama yang membuktikan efeknya pada manusia. Temuan ini adalah bukti pertama
bahwa mendengarkan music pada tahap awal pasca stroke dapat meningkatkan
pemulihan daya kognitif dan mencegah munculnya perasaan negative.
6. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan citra fisik,
harga diri dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan sebagainya dapat dicegah /
dikurangi dengan melakukan penanganan antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini
belum dapat dilaksanakan secara optimal karena kondisi kerja yang belum
memungkinkan.
7. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari
manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi
bisa bermanfaat dalam menerapi banyak gangguan psikologis-organis seperti hysteria,
stress, fobia (ketakutan terhadap benda-benda tertentu atau keadaan tertentu),
gangguan kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.

F. Prinsip Dasar Dari Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif terkait dengan seluruh bidang perawatan mulai dari medis, perawatan,
psikologis, sosial, budaya, dan spiritual, sehingga secara praktis, prinsip dasar perawatan
paliatif dapat dipersamakan dengan prinsip pada praktek medis yang baik.
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

Prinsip dasar perawatan paliatif :


1. Sikap peduli terhadap pasien
Termasuk sensitivitas dan empati. Perlu dipertimbangkan segala aspek dari
penderitaan pasien, bukan hanya masalah kesehatan.
Pendekatan yang dilakukan tidak boleh bersifat menghakimi. Faktor karakteristik,
kepandaian, suku, agama, atau faktor individual lainnya tidak boleh mempengaruhi
perawatan.
2. Menganggap pasien sebagai seorang individu
Setiap pasien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun gejala-gejala yang
sama, namun tidak ada satu pasienpun yang sama persis dengan pasien lainnya.
Keunikan inilah yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan perawatan paliatif
untuk tiap individu.
3. Pertimbangan kebudayaan
Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi mempengaruhi
penderitaan pasien. Perbedaan-perbedaan ini harus ciperhatikan dalam perencanaan
perawatan.
4. Persetujuan
Persetujuan dari pasien adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan dimulai atau
diakhiri. Mayoritas pasien ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan, namun
dokter cenderung untuk meremehkan hal ini. Pasien yang telah diberi informasi
memadai clan setuju dengan perawatan yang akan diberikan akan lebih patuh
mengikuti segala usaha perawatan.
5. Memilih tempat dilakukannya perawatan
Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien can keluarganya harus ikut serta
dalam diskusi ini. Pasien dengan penyakit terminal sebisa mungkin diberi perawatan
di rumah.
6. Komunikasi
Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien maupun dengan keluarga adalah hal
yang sangat penting dan mendasar dalam pelaksanaan perawatan paliatif.
7. Aspek klinis : perawatan yang sesuai
Semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan prognosis dari penyakit
yang diderita pasien. Hal ini penting karena pemberian perawatan yang tidak sesuai,
baik itu lebih maupun kurang, hanya akan menambah penderitaan pasien. Pemberian
perawatan yang berlebihan berisiko untuk memberikan harapan palsu kepada pasien.
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

Demikian jugs perawatan yang dibawah standard akan mengakibatkan kondisi pasien
memburuk.
Hal ini berhubungan dengan masalah etika yang akan dibahas kemudian. Perawatan
yang diberikan hanya karena dokter merasa harus melakukan sesuatu meskipun itu
sia-sia adalah tidak etis.
8. Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang profesi
Perawatan paliatif memberikan perawatan yang bersifat holistik clan integratif,
sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup pasien serta
koordinasi yang baik dari masing-masing anggota tim tersebut untuk memberikan
hasil Yang maksimal kepada pasien dan keluarga.
9. Kualitas perawatan yang sebaik mungkin
Perawatan medis secara konsisten, terkoordinasi, dan berkelanjutan. Perawatan medis
yang konsisten akan mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan kondisi yang
tidak terduga, dimana hal ini akan sangat mengganggu baik pasien maupun keluarga.
10. Perawatan yang berkelanjutan
Pemberian perawatan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir merupakan
dasar tujuan dari perawatan paliatif. Masalah yang sering terjadi adalah pasien
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga sulit untuk mempertahankan
kontinuitas perawatan.
11. Mencegah terjadinya kegawatan
Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah terjadinya
kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan penyakit.
Pasien dan keluarga harus diberitahukan sebelumnya mengenai masalah-masalah
yang sering terjadi, dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stres fisik dan
emosional.
12. Bantuan kepada sang perawat
Keluarga pasien dengan penyakit lanjut seringkali rentan terhadap stres fisik dan
emosional, terutama apabila pasien dirawat di rumah, sehingga perlu diberikan
perhatian khusus kepada mereka mengingat keberhasilan dari perawatan paliatif juga
tergantung dari sang pemberi perawatan itu sendiri.
13. Pemeriksaan ulang
Perlu terus dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien, mengingat pasien
dengan penyakit lanjut kondisinya akan cenderung menurun dari waktu ke waktu.
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

G. Tim Interdisipliner Palliative Care


Dalam melakukan palliative care membutuhkan tim kerja yang terdiri dari
berbagai multidisiplin ilmu karena ilmu kedokteran pada zaman sekarang ini telah
berkembang menjadi adanya interaksi dari fisik, fungsional, emosional, psikologis, sosial,
dan aspek spiritual yang akan menjadi multidisiplin ilmu.
Tim palliative care dapat terdiri dari perawat, dokter, psikiater, petugas sosial
medis, rohaniawan, terapis, dan anggota lain sesuai kebutuhan. Setiap anggota tim
sebaiknya memahami dan menguasai prinsip-prinsip dan praktek palliative care. Tim
harus berani menjamin bahwa pasien akan mendapat pelayanan seutuhnya, baik fisik
maupun mental, sosial, serta spiritual dengan cara yang benar dan dalam porsi yang
seimbang.
Tim paliatif ini akan dipimpin oleh seorang dokter yang memiliki pengalaman
yang luas tentang menangani penyakit tingkat lanjut dan gejala yang kompleks. Dokter
dapat memberikan konsultasi untuk membantu dokter lain. Perawat yang diberi pelatihan
khusus dalam merawat pasien dengan penyakit stadium lanjut dan terminal akan merawat
pasien di dalam pallitaitive care. Perawat bertanggung jawab untuk memberikan kasih
saying dan pendidikan kepada pasien dan keluarganya.
Konseling spiritual juga merupakan salah satu dari tim interdisiplin. Konseling
spiritual dapat diberikan kepada penderita yang tidak memiliki agama sekalipun.
Konseling spiritual dapat membantu meningkatakan iman yan berfungsi sebagai
mekanisme koping bahkan terapi pada penderita yang sedang sekarat. Pendeta, ustadz,
atau pemuka agama lainnya dapat membantu membentuk ikatan di dalam tim palliative
care.
Tim paliatif memiliki ciri khas yakni profesi setiap anggota tim telah dikenal
cakupan dan lingkup kerjanya. Para professional ini bergabung dalam satu kelompok
kerja secara bersama mereka menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan melalui
beberapa langkah tujuan jangka pendek. Tim adalah motor penggerak dari semua
kegiatan pasien. Proses interaksi komunikasi merupakan kunci keberhasilan pengobatan
palliative care.

H. Kebijakan Palliative Care di Indonesia


Kebijakan ini berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
812/Menkes/SK/VII/2007.
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

1. Tujuan Dan Sasaran Kebijakan


a. Tujuan kebijakan
Tujuan umum:Sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di
Indonesia.
Tujuan khusus:
1) Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di
seluruh Indonesia
2) Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif.
3) Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
4) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.
b. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif
1) Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang
memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh
Indonesia.
2) Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan
tenaga terkait lainnya.
3) Institusi-institusi terkait, misalnya:
a) Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
b) Rumah Sakit pemerintah dan swasta
c) Puskesmas
d) Rumah perawatan/hospis
e) Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.
c. Lingkup Kegiatan Palliative Care
1) Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
a) Penatalaksanaan nyeri.
b) Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
c) Asuhan keperawatan
d) Dukungan psikologis
e) Dukungan sosial
f) Dukungan kultural dan spiritual
g) Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
h) Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan/rawat rumah.
d. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

e. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.


1) Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan
paliatif melalui komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara
tim perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya.
2) Melaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada
dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
3) Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya
setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent.
4) Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien
sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga
terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk
berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak
kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
5) Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan
atau pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang
harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila
kompetensinya kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat
memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan
mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten.
Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi
tim perawatan paliatif. 6) Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik
pasien, tim perawatan paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang
diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.

f. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif


1) Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat
dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.
2) Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien
memasuki atau memulai perawatan paliatif.
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

3) Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,


sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat
keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam
bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consent menjelang
ia kehilangan kompetensinya.
4) Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak
resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis.
Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu
yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga
terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
5) Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien
berada dalam tahap terminal dan indakan resusitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti
ilmiah pada saat tersebut.

g. Perawatan pasien paliatif di ICU


1) Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-
ketentuan umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas.
2) Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus
mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian
peralatan life-supporting.
h. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif
1) Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di
rumah pasien.
2) Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh
tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan
keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada
tenaga kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana
dengan pembuat kebijakan harus dipelihara.
i. Sumber Daya Manusia
1) Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial,
rohaniawan, keluarga, relawan.
Edited with the trial version of
Foxit Advanced PDF Editor

To remove this notice, visit:


www.foxitsoftware.com/shopping

2) Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti


pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat.

3) Pelatihan
a) Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan
kerjasama antara para pakar perawatan paliatif dengan Departemen
Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-
modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter, modul untuk perawat,
modul untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non medis.
b) Pelatih : Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas
Kedokteran.
c) Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan
Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan sertifikasi
pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu
: Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap
selanjutnya sertifikasi diberikan setelah mengikuti pelatihan.
d) Pendidikan Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran
paliatif, ilmu keperawatan paliatif).

Anda mungkin juga menyukai