“SDM KESEHATAN”
DISUSUN OLEH :
3. BURHANUDDIN (P07120421010A)
I. Solusi pemenuhan SDM dalam bidang kesehatan (tenaga gizi, tenaga kesmas,
tenaga promkes, tenaga analis , percepatan pemenuhan tenaga spesialis dirumah
sakit kabupaten/kota)
Solusi pemenuhan SDM dalam bidang kesehatan dengan acara melakukan :
1. Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan.
a) Sebanyak 79,8% puskesmas dan 77,9% RS menggunakan Metode Analisis
Beban Kerja
b) Kesehatan (ABK Kes) dalam menyusun rencana kebutuhan SDM kesehatan
(Risnakes2017) terutama dalam bidang tenaga gizi, tenaga kesmas, tenaga
promkes, analis, dan tenaga spesialis untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan
spesialistik di terutama di rumah sakit kabupaten/kota.
c) Dokumen perencanaan ini digunakan sebagai acuan untuk pemenuhan
kebutuhan SDM kesehatan di daerah serta sebagai dasar untuk
d) melakukan distribusi serta redistribusi SDM kesehatan di daerah.
2. Pemenuhan SDM Kesehatan
Pemenuhan SDM kesehatan terdiri dari pemenuhan yang bersifat tetap (PNS dan
PPPK) maupun yang bersifat sementara (PTT daerah, penugasan khusus, serta
kontrak/honorBLUD/swasta/PMA). Di tingkat puskesmas, pemenuhan SDM
kesehatan terdiri dari PTT daerah, Nusantara Sehat (NS) penugasan khusus
berbasis tim maupun individu, serta kontrak/honor. Sementara itu, di RS terdiri
dari penugasan khusus residen, wajib kerja dokter spesialis (WKDS), serta NS
penugasan khusus individu di DTPK.
a) Nusantara Sehat (NS)
Nusantara Sehat (NS) adalah penugasan khusus SDM kesehatan guna
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada puskesmas di DTPK1
dalam kurun waktu 2 tahun. NS dapat berbentuk tim yang terdiri dari 5 jenis
SDM kesehatan maupun berbasis individu. Pengadaan peserta NS hingga
penempatannya memakan waktu panjang karena seleksi dilakukan dalam 2
tahap yaitu seleksi administrasi dan seleksi yang terdiri wawancara, pengujian
kesehatan dan psikotes serta pembekalan selama 35 hari sebelum penempatan,
yang tentu saja membutuhkan biaya yang besar. Dalam pelaksanaan rekrutmen,
target jumlah SDM kesehatan yang dibutuhkan belum mencapai target, terutama
kendala pada perekrutan dokter. c) Internship. Sejak tahun 2010, dokter yang
baru lulus wajib mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI), yang
merupakan proses pemagangan dalam rangka pemahiran dan pemandirian serta
penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan yang
merupakan kelanjutan dari pendidikan profesi kedokteran. PIDI berlangsung
selama satu tahun (8 bulan di RS dan 4 bulan di puskesmas). Setelah PIDI
berakhir, para dokter dapat menempuh jenjang karir sesuai dengan
keinginannya. Peserta internsip mendapat bantuan biaya hidup yang kecil. Sejak
tahun 2016 hingga Oktober 2018, terdapat sebanyak 50.555 dokter telah
melaksanakan internsip yang tersebar di 34 provinsi. Beberapa kendala
pelaksanaan PIDI antara lain tidak ada standar untuk pelaksanaan PIDI di
wahana yang menyebabkan kesenjangan antarwahana, banyak peserta PIDI
yang menunda karena wahana internsip yang tidak sesuai dengan keinginan
peserta, serta kurangnya koordinasi antara Komite Internsip Dokter Indonesia
(KIDI) dan Sekretariat PIDI provinsi dengan pimpinan wahana internsip. PIDI
diharapkan dapat mengatasi maldistribusi dokter, dengan tersedianya dokter di
DTPK secara sementara.
3. Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).
Perpres 4/2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) dan Permenkes
69/2016 tentang Penyelenggaraan Wajib Kerja Dokter Spesialis merupakan
kebijakan untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan spesialistik di Indonesia.
WKDS adalah penempatan dokter spesialis di RS milik pemerintah pusat dan
daerah (RS di DTPK, RS rujukan regional dan RS rujukan provinsi). Jenis
dokter spesialis yang wajib mengikuti WKDS adalah Sp.A, Sp.OG, Sp.PD,
Sp.Bedah dan Sp.An. Adapun masa bakti peserta WKDS mandiri adalah satu
tahun, sedangkan untuk penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya
pendidikan sesuai dengan perjanjian. Provinsi dengan peserta WKDS terbanyak
adalah Jawa Timur, diikuti oleh Sumatera Utara, Jawa Barat dan NTT.
4. Internship.
Sejak tahun 2010, dokter yang baru lulus wajib mengikuti Program Internsip
Dokter Indonesia (PIDI), yang merupakan proses pemagangan dalam rangka
pemahiran dan pemandirian serta penyelarasan antara hasil pendidikan dengan
praktik di lapangan yang merupakan kelanjutan dari pendidikan profesi
kedokteran. PIDI berlangsung selama satu tahun (8 bulan di RS dan 4 bulan di
puskesmas). Setelah PIDI berakhir, para dokter dapat menempuh jenjang karir
sesuai dengan keinginannya. Peserta internsip mendapat bantuan biaya hidup
yang kecil. Sejak tahun 2016 hingga Oktober 2018, terdapat sebanyak 50.555
dokter telah melaksanakan internsip yang tersebar di 34 provinsi. Beberapa
kendala pelaksanaan PIDI antara lain tidak ada standar untuk pelaksanaan PIDI
di wahana yang menyebabkan kesenjangan antarwahana, banyak peserta PIDI
yang menunda karena wahana internsip yang tidak sesuai dengan keinginan
peserta, serta kurangnya koordinasi antara Komite Internsip Dokter Indonesia
(KIDI) dan Sekretariat PIDI provinsi dengan pimpinan wahana internsip. PIDI
diharapkan dapat mengatasi maldistribusi dokter, dengan tersedianya dokter di
DTPK secara sementara.