Anda di halaman 1dari 18

RESUME KEBIJAKAN KESEHATAN NASIONAL

“SDM KESEHATAN”

DISUSUN OLEH :

1. AGENG MIRAHAYU S (P07120421001A)

2. AHMAD RIFAI (P07120421002A)

3. BURHANUDDIN (P07120421010A)

4. KAMILIA HASTUTI (P07120421018A)

5. SITI HADIJAH (P07120421028A)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI AHLI JENJANG SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
MATARAM
2021
RESUME SDM KESEHATAN

A. Pengertian Sumber Daya Kesehatan


SDM atau tenaga kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan
profesional di bidang kesehatan, berpendidikan formal kesehatan atau tidak, yang
untuk jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan. SDM atau tenaga kesehatan
berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan
kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai,
maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. SDM
Kesehatan juga merupakan tenaga kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan
strategis dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga pendukung/penunjang
kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya seperti dalam upaya
dan manajemen kesehatan.
Dalam subsistem SDM Kesehatan, tenaga kesehatan merupakan unsur utama yang
mendukung subsistem kesehatan lainnya. Subsistem SDM Kesehatan bertujuan
menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu dan terdistribusi secara merata,
adil, termanfaatkan, berhasil dan berdayaguna agar terselenggaranya pembangunan
kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-
tingginya.
Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan dipandang sebagai komponen kunci
untuk menggerakkan pembangunan kesehatan, yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan yang optimal. Dalam hal pencapaian target pembangunan milenium
bidang kesehatan, dapat dikatakan secara nasional sudah sejalan dengan target yang
diharapkan, namun beberapa masalah kesehatan masih menuntut kerja keras semua
pihak, antara lain penurunan angka kematian ibu, pencegahan penularan infeksi baru
HIV, perluasan akses terhadap sarana air bersih dan air minum bagi masyarakat
perkotaan dan perdesaan serta penurunan laju pertambahan penduduk.

B. Bentuk Sumber Daya Kesehatan


Ada 2 bentuk dan cara penyelenggaraan SDM kesehatan, yaitu:
1. Tenaga kesehatan, yaitu semua orang yang bekerja secara aktif  dan profesional di
bidang kesehatan berpendidikan formal kesehatan atau tidak, yang untuk jenis
tertentu memerlukan upaya kesehatan.
2. SDM Kesehatan yaitu tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan,
pendidikan dan pelatihan serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan
saling mendukung guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.

C. Tujuan Sumber Daya Manusia Kesehatan


Secara khusus bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia kesehatan yang
memiliki kompetensi sebagai berikut:
1. Mampu mengembangkan dan memutakhirkan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang promosi kesehatan dengan cara menguasai dan memahami pendekatan,
metode dan kaidah ilmiahnya disertai dengan ketrampilan penerapannya didalam
pengembangan dan pengelolaan sumber daya manusia kesehatan
2. Mampu mengidentifikasi dan merumuskan pemecahan masalah pengembangan
dan pengelolaan sumber daya manusia kesehatan melalui kegiatan penelitian
3. Mengembangkan/meningkatkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan dengan
ketajaman analisis permasalahan kesehatan, merumuskan dan melakukan
advokasi program dan kebijakan kesehatan dalam rangka pengembangan dan
pengelolaan sumber daya manusia kesehatan.

D. Unsur-unsur Subsistem SDM Kesehatan


1. Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDM Kesehatan)
Sumber daya manusia Kesehatan, baik tenaga kesehatan maupun tenaga
pendukung/penunjang kesehatan, mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya (hak asasi) dan sebagai makhluk sosial, dan wajib memiliki kompetensi
untuk mengabdikan dirinya di bidang kesehatan, serta mempunyai etika,
berakhlak luhur dan berdedikasi tinggi dalam melakukan tugasnya (Depkes RI,
2009).
2. Sumber Daya Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan
Sumber daya pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan adalah
sumber daya pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan SDM Kesehatan, yang
meliputi berbagai standar kompetensi, modul dan kurikulum serta metode
pendidikan dan latihan, sumber daya manusia pendidikan dan pelatihan, serta
institusi/fasilitas pendidikan dan pelatihan yang menyediakan sarana dan
prasarana pendidikan dan pelatihan. Dalam sumber daya ini juga termasuk sumber
daya manusia, dana, cara atau metode, serta peralatan dan perlengkapan untuk
melakukan perencanaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan SDM
Kesehatan (Depkes RI, 2009).
3. Penyelenggaraan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan
Penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan meliputi
upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan
SDM Kesehatan. Perencanaan SDM Kesehatan adalah upaya penetapan jenis,
jumlah, kualifikasi dan distribusi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan. Pengadaan SDM Kesehatan adalah upaya yang meliputi
pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan SDM Kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan kesehatan. Pendayagunaan SDM Kesehatan adalah
upaya pemerataan dan pemanfaatan serta pengembangan SDM Kesehatan.
Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan adalah upaya untuk mengarahkan,
memberikan dukungan, serta mengawasi pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan (Depkes RI, 2009).

E. Tatanan SDM dalam Kesehatan


Dalam SKN ( Sistem Kesehatan Nasional ) terdapat subsistem SDM
Kesehatan yang merupakan tatanan yang menghimpun bentuk dan cara
penyelenggaraan upaya pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan, yang
meliputi upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan
pengawasan SDM Kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan
kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Jadi tatanan SDM dalam kesehatan antara lain:
1. Upaya Perencanaan SDM Kesehatan
Penyusunan rencana kebutuhan SDM Kesehatan dilakukan dengan
memperhatikan kebutuhan SDM Kesehatan yang diutamakan, baik dalam upaya
kesehatan primer maupun upaya kesehatan sekunder serta tersier. Perencanaan
SDM Kesehatan yang meliputi jenis, jumlah dan kualifikasinya dilakukan dengan
meningkatkan dan memantapkan keterkaitannya dengan unsur lainnya dalam
manajemen pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan dengan
memperhatikan tujuan pembangunan kesehatan dan kecenderungan permasalahan
kesehatan di masa depan. Perencanaan SDM Kesehatan dilakukan dengan
mendasarkan pada fakta (berbasis bukti) melalui peningkatan sistem informasi
SDM Kesehatan ( Depkes RI, 2009 ).
2. Upaya Pengadaan SDM Kesehatan
Upaya pengadaan SDM Kesehatan adalah dengan melaksanakan pendidikan
dan pelatihan SDM Kesehatan. Standar pendidikan tenaga kesehatan dan
pelatihan SDM Kesehatan mengacu kepada standar pelayanan dan standar
kompetensi SDM Kesehatan dan perlu didukung oleh etika profesi SDM
Kesehatan tersebut. Pemerintah dengan melibatkan organisasi profesi dan
masyarakat menetapkan standar kompetensi dan standar pendidikan yang berlaku
secara nasional.
Pemerintah dengan melibatkan organisasi profesi membentuk badan
regulator profesi yang bertugas menyusun berbagai peraturan persyaratan,
menentukan kompetensi umum, prosedur penetapan kompetensi khusus tenaga
kesehatan, serta menentukan sertifikasi institusi pendidikan dan pelatihan profesi.
3. Upaya Pendayagunaan SDM Kesehatan
Pemerintah Pusat bekerjasama dengan Pemerintah Daerah melakukan upaya
penempatan tenaga kesehatan yang ditujukan untuk mencapai pemerataan yang
berkeadilan dalam pembangunan kesehatan. Dalam rangka penempatan tenaga
kesehatan untuk kepentingan pelayanan publik dan pemerataan, pemerintah
melakukan berbagai pengaturan untuk memberikan imbalan material atau non
material kepada tenaga kesehatan untuk bekerja di bidang tugas atau daerah yang
tidak diminati, seperti daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan,
pulau-pulau terluar dan terdepan, serta daerah bencana dan rawan konflik
( Depkes RI, 2009 ).
Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dan Swasta melakukan rekrutmen
dan penempatan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung kesehatan yang
diperlukan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan dan atau
menjalankan tugas dan fungsi institusinya.  Pemerintah Daerah bersama UPT-nya
dan masyarakat melakukan rekrutmen dan penempatan tenaga penunjang ( tenaga
masyarakat ) yang diperlukan untuk mendukung UKBM sesuai dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan. Pemerintah dan swasta mengembangkan dan
menerapkan pola karir tenaga kesehatan yang dilakukan secara transparan,
terbuka dan lintas institusi melalui jenjang jabatan struktural dan jabatan
fungsional. Pemerintah bersama organisasi profesi dan swasta mengupayakan
penyelenggaraan pendidikan berkelanjutan dalam rangka peningkatan karir dan
profesionalisme tenaga kesehatan (Depkes RI, 2009).
Pendayagunaan tenaga kesehatan untuk keperluan luar negeri diatur oleh
lembaga pemerintah dalam rangka menjamin keseimbangan antara kemampuan
pengadaan tenaga kesehatan di Indonesia dan kebutuhan tenaga kesehatan
Indonesia di luar negeri serta melindungi hak-hak dan hak asasi manusia tenaga
kesehatan Indonesia di luar negeri. Pendayagunaan tenaga kesehatan warga
negara asing hanya dilakukan pada tingkat konsultan pada bidang tertentu, dalam
rangka alih teknologi dan ditetapkan melalui persyaratan sesuai peraturan
perundangan yang berlaku. Dalam rangka mengantisipasi globalisasi perlu
dilakukan pengaturan agar masuknya SDM Kesehatan warga negara asing dengan
teknologi, modal dan pengalaman yang mereka punyai tidak merugikan SDM
Kesehatan Indonesia (Depkes RI, 2009).
Tenaga kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan institusi luar negeri
yang telah memperoleh pengakuan dari Departemen yang bertanggung-jawab atas
pendidikan nasional, mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan tenaga
kesehatan lulusan dalam negeri. Dalam rangka pendayagunaan SDM Kesehatan
yang sesuai kebutuhan pembangunan kesehatan, perlu dilakukan peningkatan
kualitas SDM Kesehatan secara terus menerus (pra-jabatan/”pre-
service” dan “in-service”), diantaranya melalui pelatihan yang terakreditasi yang
dilaksanakan oleh institusi penyelenggara pelatihan yang terakreditasi (Depkes
RI, 2009).
4. Upaya Pembinaan dan Pengawasan SDM Kesehatan
Pembinaan penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan di berbagai tingkatan dan atau organisasi memerlukan komitmen yang
kuat dari pemerintah dan dukungan peraturan perundang-undangan mengenai
pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan tersebut. Pembinaan dan
pengawasan praktik profesi bagi tenaga kesehatan profesi dilakukan melalui
sertifikasi, registrasi, uji kompetensi dan pemberian lisensi bagi tenaga kesehatan
yang memenuhi syarat (Depkes RI, 2009).

Sertifikasi tenaga kesehatan dalam bentuk ijazah dan sertifikat kompetensi


diberikan Departemen Kesehatan setelah melalui uji kompetensi yang
dilaksanakan organisasi profesi terkait. Registrasi tenaga kesehatan untuk dapat
melakukan praktik profesi di seluruh wilayah Indonesia diberikan oleh
Departemen Kesehatan, yang dalam pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah Provinsi. Perizinan/lisensi tenaga kesehatan profesi untuk
melakukan praktik dalam rangka memperoleh penghasilan secara mandiri dari
profesinya diberikan oleh instansi kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
setelah mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi terkait (Depkes RI,
2009).
Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan dilakukan melalui sistem
karier, penggajian, dan insentif untuk hidup layak sesuai dengan tata nilai di
masyarakat dan beban tugasnya agar dapat bekerja secara profesional.
Pengawasan SDM Kesehatan dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran
disiplin melalui pengawasan melekat dan pengawasan profesi. Dalam hal terjadi
pelanggaran disiplin oleh tenaga kesehatan maupun tenaga pendukung/penunjang
kesehatan yang bekerja dalam bidang kesehatan dan menyebabkan kerugian pada
pihak lain, maka sanksi administrasi maupun pidana harus dilakukan dalam
rangka melindungi masyarakat maupun tenaga yang bersangkutan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (Depkes RI, 2009).

F. Prinsip Subsistem SDM Kesehatan


Prinsip Subsistem SDM kesehatan antara lain:
1. Adil dan Merata serta Demokratis
Pemenuhan ketersediaan SDM Kesehatan ke seluruh wilayah Indonesia harus
berdasarkan pemerataan dan keadilan sesuai dengan potensi dan kebutuhan
pembangunan kesehatan serta dilaksanakan secara demokratis, tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya dan
kemajemukan bangsa ( Depkes RI, 2009 ).
2. Kompeten dan Berintegritas
Pengadaan SDM Kesehatan melalui pendidikan dan pelatihan yang sesuai
standar pelayanan dan standar kompetensi serta menghasilkan SDM yang
menguasai iptek, profesional, beriman, bertaqwa, mandiri, bertanggungjawab dan
berdaya saing tinggi (Depkes RI, 2009).
3. Objektif dan Transparan
Pembinaan dan pengawasan serta pendayagunaan (termasuk pengembangan
karir) SDM Kesehatan dilakukan secara objektif dan transparan berdasarkan
prestasi kerja dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan (Depkes
RI, 2009).
4. Hierarki dalam SDM Kesehatan
Pengembangan dan pemberdayan SDM Kesehatan dalam mendukung
pembangunan kesehatan perlu memperhatikan adanya susunan hierarki SDM
Kesehatan yang ditetapkan berdasarkan jenis dan tingkat tanggung-jawab,
kompetensi, serta keterampilan masing-masing SDM Kesehatan (Depkes RI,
2009).

G. Perencanaan Sumber Daya Kesehatan


Perencanaan SDM Kesehatan adalah proses estimasi terhadap jumlah SDM
berdasarkan tempat, keterampilan, perilaku yang dibutuhkan untuk memberikan
upaya kesehatan. Perencanaan dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan, baik lokal, nasional, maupun global dan memantapkan
keterkaitan dengan unsur lain dengan maksud untuk menjalankan tugas dan fungsi
institusinya yang meliputi: jenis, jumlah dan kualifikasi
Dasar dari peningkatan perencanaan mutu SDM kesehatan yaitu kebijakan
peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang
dilaksanakan melalui:
1. Peningkatan jumlah jaringan dan kualitas Puskesmas, termasuk mengembangkan
desa siaga
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan
3. Pengembangan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin
4. Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat
5. Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat seak usia dini
6. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar
Perencanaan terdiri dari 3 kelompok yaitu:
1. Perencanaan tingkat Institusi meliputi: Puskesmas, Rumah Sakit (RS),
poliklinik, dan lain sebagainya.
2. Perencanaan tingkat Wilayah meliputi: institusi + organisasi.
3. Perencanaan untuk bencana meliputi:  pra-, pada saat dan pasca bencana
Peningkatan perencanaan SDM Kesehatan yang sedang diupayakan:
1. Implementasi Kepmenkes RI No. 81/MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman
Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota,
dan Rumah Sakit
2. Penyusunan rencana kebutuhan SDM kesehatan dalampencapaian sasaran
pembangunan jangka pendek, menengah, dan jangka panang bidang kesehatan
Prospek ke depan Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan :
1. Peningkatan, pembinaan, dan pengawasan PPSDMK
2. Peningkatan perencanaan SDM kesehatan
3. Peningkatan pendayagunaan SDM kesehatan
4. Peningkatan sumber daya pendukung
Peningkatan Mutu SDM Kesehatan dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengembangan karir dokter/ dokter gigi/ apoteker
2. Pengembangan sistem penilaian kinera pada unit kerja independent
3. Peningkatan kompetensi melalui Tugas Belajar Pendidikan/ Pelatihan
Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan mutlak dalam konteks penyusunan
pengembangan SDM, namun perlu memperhatikan kekuatan dan kelemahannya.
Metode penyusunan rencana kebutuhan SDM kesehatan harus mempertimbangkan
kebutuhan epidemiologi, permintaan (demand) akibat beban pelayanan
kesehatan, sarana upaya pelayanan kesehatan yangditetapkan, danstandar atau nilai
tertentu. Metode penyusunan rencana kebutuhan SDM kesehatan antara lain:
1. Health Need Method, Diperhitungkan keperluan upaya kesehatan
terhadap kelompok sasaran tertentu berdasarkan umur, jenis kelamin, dan lain-lain.
2. Health Service Demand Method, Diperhitungkan kebutuhan upaya
kesehatan terhadap kelompok sasaran menurut umur, jenis kelamin, dll.
3. Health Service Target Method, Diperhitungkan kebutuhan upaya
kesehatan tertentu terhadap kelompok sasaran tertentu. Misalnya, untuk percepatan
penurunan kematian ibu dan bayi.
4. Ratio Method, Diperhitungkan berdasarkan ratio terhadap:
penduduk, tempat tidur, dan lain-lain.
Disamping metode tersebut ada metode lain yang merupakan pengembangan:
1. Daftar susunan Pegawai (DSP) → “Authorized staffing list”
2. Indikator Kebutuhan Tenaga Berdasar Beban Kerja ( Work Load Indocator Staff
Need ) → WISN
3. Berdasarkan Skenario / Proyeksi WHO
4. Kebutuhan tenaga bencana
5. Pendidikan dan Pelatihan SDM Kesehatan
Salah satu cara pengembangan SDM kesehatan agar sesuai dengan tuntutan
pekerjaan adalah melalui pendidikan dan pelatihan SDM kesehatan. Fungsi dari
pendidikan dan pelatihan ini adalah sebagai investasi SDM dan merupakan tuntutan
luar dan dalam organisasi. Selain itu juga bertujuan untuk memperbaiki, mengatasi
kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan iptek. Pendidikan dan
pelatihan ini meliputi:
1. Knowledge
2. Ability
3. Skill
Bentuk pelatihan yang biasa dilakukan adalah diklat yang dilaksanakan oleh
Pusdiklat (Pusat Pendidikan dan Pelatihan). Pusdiklat adalah suatu unit yang bertugas
menyelenggarakan diklat bagi pegawai/ calon pegawai. Fungsinya adalah mendidik
dan melatih tenaga kerja dalam rangka pengembangan dan atau peningkatan
kemampuan. Secara khusus program pendidikan dan pelatihan ini bertujuan untuk
menghasilkan sumber daya manusia kesehatan yang memiliki kompetensi sebagai
berikut:
1. Mampu mengembangkan dan memutakhirkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dibidang promosi kesehatan dengan cara menguasai dan memahami pendekatan,
metode dan kaidah ilmiahnya disertai dengan ketrampilan penerapannya didalam
pengembangan dan pengelolaan sumber daya manusia kesehatan
2. Mampu mengidentifikasi dan merumuskan pemecahan masalah pengembangan dan
pengelolaan sumber daya manusia kesehatan melalui kegiatan penelitian
3. Mampu mengembangkan/meningkatkan kinerja profesionalnya, yang
ditunjukkan dengan ketajaman analisis permasalahan kesehatan,merumuskan dan
melakukan advokasi program dan kebijakan kesehatan dalam rangka
pengembangan dan pengelolaan sumber daya manusia kesehatan
Pendayagunaan SDM Kesehatan
Prinsip:
1. Merata, serasi, seimbang (pemerintah, swasta, masyarakat) lokal maupun pusat.
2. Pemeratan : keseimbangan hak dan kewajiban
3. Pendelegasian wewenang yang proporsional
H. Perkembangan dan Hambatan Situasi SDM Kesehatan
Secara terperinci dapat digambarkan perkembangan dan hambatan situasi sumber
daya kesehatan sebagai berikut:
1. Ketenagaan
Tenaga kesehatan merupakan bagian terpenting didalam peningkatan
pelayanan kesehatan di Kabupaten Tangerang, peningkatan kualitas harus menjadi
prioritas utama mengingat tenaga kesehatan saat ini belum sepenuhnya
berpendidikan D-III serta S-1 sedangkan yang berpendidikan SPK serta sederajat
minim terhadap pelatihan tehnis, hal ini juga berkaitan dengan globalisasi dunia
dan persaingan terhadap kualitas ketenagaan harus menjadi pemicu.
Untuk tingkat provinsi ditentukan standar kebutuhan SDM baik jumlah,
kualifikasi maupun kompetensinya pada Dinas Kesehatan tipe A, tipe B atau tipe C
beserta unit pelayanan RUSD kelas B yang menjadi kewenangannya. Demikian
juga untuk tingkat kabupaten/kota harus ditetapkan standar SDMnya untuk Dinas
Kesehatan tipe A, tipe B atau tipe C beserta unit pelayanan kesehatan baik untuk
RSUD kelas C atau kelas D maupun puskesmas. Dengan demikian setiap Dinas
Kesehatan Provinsi maupun kabupaten/kota dapat mengetahui secara pasti berupa
kelebihan maupun kekurangan SDM yang dimilikinya.
a. Untuk SDM kesehatan Rumah Sakit Kelas A terdiri atas :
1) 18 (delapan belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar
2) 4 (empat) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut
3) 6 (enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar
4) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang
5) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain
6) 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis
7) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi
mulut
Tenaga kefarmasian yang paling sedikit terdiri dari:
1) 1 (satu) apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
2) 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian
3) 5 (lima) apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh)
tenaga teknis kefarmasian
4) 1 (satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 (dua)
tenaga teknis kefarmasian
5) 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) tenaga
teknis kefarmasian
6) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan
dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan
beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit
7) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu
oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja
pelayanan kefarmasian rumah sakit
Tenaga keperawatan yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah tempat tidur pada
instalasi rawat inap
Tenaga kesehatan lain dan non kesehatan yang jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b. Sedangkan untuk SDM kesehatan Rumah Sakit Kelas B terdiri atas:
1) 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar
2) 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut
3) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar
4) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunja
5) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain
6) 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis
7) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi
mulut
Tenaga kefarmasian yang paling sedikit terdiri dari:
1) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
2) 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling
sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian
3) 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal
2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian
4) 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua)
orang tenaga teknis kefarmasian
5) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau
rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit
6) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan
beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakitit 8 (delapan) orang tenaga
teknis kefarmasian
Tenaga keperawatan yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah tempat tidur pada
instalasi rawat inap
Tenaga kesehatan lain dan non kesehatan yang jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan pelayanan rumah sakit
c. Selanjutnya untuk SDM kesehatan Rumah Sakit Kelas C terdiri atas:
1) 9 (sembilan) dokter umum untuk pelayanan medik dasar
2) 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut
3) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar
4) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang
5) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi
mulut
Tenaga kefarmasian yang paling sedikit terdiri dari:
1) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
2) 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 4
(empat) orang tenaga teknis kefarmasian
3) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian
4) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi
yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau
rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit
5) Tenaga keperawatan yang jumlahnya dihitung berdasarkan perbandingan 2
(dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur
6) Tenaga kesehatan lain dan non kesehatan yang jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan pelayanan rumah sakit
d. dan terakhir untuk SDM kesehatan Rumah Sakit Kelas D terdiri atas:
1) 4 (empat) dokter umum untuk pelayanan medik dasar
2) 1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut
3) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar
Tenaga kefarmasian yang paling sedikit terdiri dari:
1. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
2. 1 (satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu
oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian
3. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit
Tenaga keperawatan yang jumlahnya dihitung berdasarkan perbandingan 2 (dua)
perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur
Tenaga kesehatan lain dan non kesehatan yang jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan pelayanan rumah sakit.
Sedangkan untuk SDM kesehatan di puskesmas sebagaimana diatur dalam
Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas paling sedikit terdiri
atas:
1. Dokter atau Dokter layanan primer
2. Dokter gigi
3. Perawat
4. Bidan
5. Tenaga kesehatan masyarakat
6. Tenaga kesehatan lingkungan
7. Ahli teknologi laboratorium medik
8. Tenaga gizi
9. Tenaga kefarmasian
2. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan terhadap pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor utama
didalam peningkatan pelayanan kesehatan, baik untuk belanja modal maupun
belanja barang. Didalam upaya peningkatan pembiayaan terhadap sektor kesehatan
dianggarkan melalui dana APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten, serta sumber
lainnya.
3. Sarana Kesehatan Dasar
Komponen lain didalam sumber daya kesehatan yang paling penting adalah
ketersedian sarana kesehatan yang cukup secara jumlah/kuantitas dan kualitas
bangunan yang menggambarkan unit sarana pelayanan kesehatan yang bermutu
baik bangunan utama, pendukung dan sanitasi kesehatan lingkungan.
Pembangunan sarana kesehatan harus dilengkapi dengan peralatan medis, peralatan
nonmedis, peralatan laboratorium beserta reagensia, alat pengolah data kesehatan,
peralatan komunikasi, kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua.

I. Solusi pemenuhan SDM dalam bidang kesehatan (tenaga gizi, tenaga kesmas,
tenaga promkes, tenaga analis , percepatan pemenuhan tenaga spesialis dirumah
sakit kabupaten/kota)
Solusi pemenuhan SDM dalam bidang kesehatan dengan acara melakukan :
1. Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan.
a) Sebanyak 79,8% puskesmas dan 77,9% RS menggunakan Metode Analisis
Beban Kerja
b) Kesehatan (ABK Kes) dalam menyusun rencana kebutuhan SDM kesehatan
(Risnakes2017) terutama dalam bidang tenaga gizi, tenaga kesmas, tenaga
promkes, analis, dan tenaga spesialis untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan
spesialistik di terutama di rumah sakit kabupaten/kota.
c) Dokumen perencanaan ini digunakan sebagai acuan untuk pemenuhan
kebutuhan SDM kesehatan di daerah serta sebagai dasar untuk
d) melakukan distribusi serta redistribusi SDM kesehatan di daerah.
2. Pemenuhan SDM Kesehatan
Pemenuhan SDM kesehatan terdiri dari pemenuhan yang bersifat tetap (PNS dan
PPPK) maupun yang bersifat sementara (PTT daerah, penugasan khusus, serta
kontrak/honorBLUD/swasta/PMA). Di tingkat puskesmas, pemenuhan SDM
kesehatan terdiri dari PTT daerah, Nusantara Sehat (NS) penugasan khusus
berbasis tim maupun individu, serta kontrak/honor. Sementara itu, di RS terdiri
dari penugasan khusus residen, wajib kerja dokter spesialis (WKDS), serta NS
penugasan khusus individu di DTPK.
a) Nusantara Sehat (NS)
Nusantara Sehat (NS) adalah penugasan khusus SDM kesehatan guna
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada puskesmas di DTPK1
dalam kurun waktu 2 tahun. NS dapat berbentuk tim yang terdiri dari 5 jenis
SDM kesehatan maupun berbasis individu. Pengadaan peserta NS hingga
penempatannya memakan waktu panjang karena seleksi dilakukan dalam 2
tahap yaitu seleksi administrasi dan seleksi yang terdiri wawancara, pengujian
kesehatan dan psikotes serta pembekalan selama 35 hari sebelum penempatan,
yang tentu saja membutuhkan biaya yang besar. Dalam pelaksanaan rekrutmen,
target jumlah SDM kesehatan yang dibutuhkan belum mencapai target, terutama
kendala pada perekrutan dokter. c) Internship. Sejak tahun 2010, dokter yang
baru lulus wajib mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI), yang
merupakan proses pemagangan dalam rangka pemahiran dan pemandirian serta
penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan yang
merupakan kelanjutan dari pendidikan profesi kedokteran. PIDI berlangsung
selama satu tahun (8 bulan di RS dan 4 bulan di puskesmas). Setelah PIDI
berakhir, para dokter dapat menempuh jenjang karir sesuai dengan
keinginannya. Peserta internsip mendapat bantuan biaya hidup yang kecil. Sejak
tahun 2016 hingga Oktober 2018, terdapat sebanyak 50.555 dokter telah
melaksanakan internsip yang tersebar di 34 provinsi. Beberapa kendala
pelaksanaan PIDI antara lain tidak ada standar untuk pelaksanaan PIDI di
wahana yang menyebabkan kesenjangan antarwahana, banyak peserta PIDI
yang menunda karena wahana internsip yang tidak sesuai dengan keinginan
peserta, serta kurangnya koordinasi antara Komite Internsip Dokter Indonesia
(KIDI) dan Sekretariat PIDI provinsi dengan pimpinan wahana internsip. PIDI
diharapkan dapat mengatasi maldistribusi dokter, dengan tersedianya dokter di
DTPK secara sementara.
3. Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).
Perpres 4/2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) dan Permenkes
69/2016 tentang Penyelenggaraan Wajib Kerja Dokter Spesialis merupakan
kebijakan untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan spesialistik di Indonesia.
WKDS adalah penempatan dokter spesialis di RS milik pemerintah pusat dan
daerah (RS di DTPK, RS rujukan regional dan RS rujukan provinsi). Jenis
dokter spesialis yang wajib mengikuti WKDS adalah Sp.A, Sp.OG, Sp.PD,
Sp.Bedah dan Sp.An. Adapun masa bakti peserta WKDS mandiri adalah satu
tahun, sedangkan untuk penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya
pendidikan sesuai dengan perjanjian. Provinsi dengan peserta WKDS terbanyak
adalah Jawa Timur, diikuti oleh Sumatera Utara, Jawa Barat dan NTT.
4. Internship.
Sejak tahun 2010, dokter yang baru lulus wajib mengikuti Program Internsip
Dokter Indonesia (PIDI), yang merupakan proses pemagangan dalam rangka
pemahiran dan pemandirian serta penyelarasan antara hasil pendidikan dengan
praktik di lapangan yang merupakan kelanjutan dari pendidikan profesi
kedokteran. PIDI berlangsung selama satu tahun (8 bulan di RS dan 4 bulan di
puskesmas). Setelah PIDI berakhir, para dokter dapat menempuh jenjang karir
sesuai dengan keinginannya. Peserta internsip mendapat bantuan biaya hidup
yang kecil. Sejak tahun 2016 hingga Oktober 2018, terdapat sebanyak 50.555
dokter telah melaksanakan internsip yang tersebar di 34 provinsi. Beberapa
kendala pelaksanaan PIDI antara lain tidak ada standar untuk pelaksanaan PIDI
di wahana yang menyebabkan kesenjangan antarwahana, banyak peserta PIDI
yang menunda karena wahana internsip yang tidak sesuai dengan keinginan
peserta, serta kurangnya koordinasi antara Komite Internsip Dokter Indonesia
(KIDI) dan Sekretariat PIDI provinsi dengan pimpinan wahana internsip. PIDI
diharapkan dapat mengatasi maldistribusi dokter, dengan tersedianya dokter di
DTPK secara sementara.

J. Peraturan SDM Kesehatan


Dalam SDM Kesehatan berlaku UU, peraturan tidak tertulis dan etika profesi yaitu:
1. TH 1963: Depkes berwenang mengatur, mengarahkan, mengawasi tenaga
kesehatan.
2. PP NO 37 TH 1964: semua tenaga kesehatan harus mendaftar ke depkes GBHN
1999-2004.
3. TAP MPR NO 4 TH 1999
4. UU NO 23  tentang kesehatan
5. PP NO 49 TH 1952 : Penempatan pegawai negara di jawa
6. UU NO 8 TH 1961 : WKS
7. UU NO 6
8. UU NO 6 TH 1963: Kategori tenaga kesehatan, syarat melakukan pekerjaan &
izin tenaga kesehatan.
9. PP no 32 TH 1966 tentang tenaga kesehatan.
10. UU NO 32 TH 2004 : PEMDA
11. PP NO 25 TH 2000: Kwenangn pmerintah
12. Kepmenkes No 850/MENKES/SK/V/2000:  kebijakan pngembangan tenaga
kesehatan tahun 2000-2010.
13. Kepmenkes No 1277/ MENKES/SK/XI/2001 tentang organisasi & tata kerja
depkes
14. Kepmenkes No 004/ MENKES/SK/I/2003: kebijakan & desentralisasi kesehatan.
15. Kepmenkes No 1454/ MENKES/SK/X/2003: SPM bidang kesehatan di
Kab/Kota.

Anda mungkin juga menyukai