Anda di halaman 1dari 61

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH TERAPI INHALASI UAP SEDERHANA TERHADAP


PENGURANGAN SESAK PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MATARAM

OLEH

KELOMPOK 3

NAMA NIM
Alfi Maulana P07120421003A
Nurman P07120421022A
Sri Intan Dewi Lestari P07120421030A
Wahyu Apni Saswidi P07120421034A
Wiwin Apriani P07120421035A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSANKEPERAWATAN
PRODI ALIH JENJANG SARJANA KEPERAWATAN DAN
PROFESI NERS MATARAM
TAHUN 2020/2021KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha

Esa, karena atas rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga

penulisan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Terapi Inhalasi Uap Sederhana

Terhadap Pengurangan Sesak Pada Pasien Asma di Wilayah Kerja

Puskesmas Mataram” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan

Proposal Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari

berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis

menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak H. Awan Dramawan, S.Pd., M.Kes., selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kemenkes Mataram.

2. Ibu Rusmini, S.Kep.Ns.MM., selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Mataram Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia.

3. Ibu Desty Emilyani, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Diploma IV

(DIV) Jurusan Keperawatan Mataram Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia.

4. Aan Dwi Sentana selaku Penanggung Jawab mata kuliah Riset

Keperawatan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan kepada Penulis serta saran dalam

penyusunan Proposal Skripsi.

i
5. Semua teman-teman kelompok 3 yang selalu berpartisipasi serta

dukungan sehingga bisa menyelesaikan dalam pembuatan Proposal

Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Mataram, September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan masalah..................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................6
D. Manfaatpenelitian....................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................7
A. Konsep Teori Asma.................................................................................7
1. Pengertian Asma..................................................................................8
2. Klasifikasi Asma...................................................................................8
3. Derajat Asma.....................................................................................10
4. Etiologi Asma.....................................................................................11
5. Patofisiologi Asma.............................................................................13
6. Manfestasi Klinis................................................................................17
7. Pemeriksaan Diagnostik....................................................................18
8. Penatalaksanaan...............................................................................19
9. Komplikasi..........................................................................................21
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma...............................22
1. Pengkajian.........................................................................................22
2. Diagnosa Keperawatan.....................................................................27
3. Intervensi............................................................................................29
4. Implementasi......................................................................................36
5. Evaluasi Keperawatan.......................................................................36
C. Konsep Terapi Inhalasi Uap Sederhana...............................................37
1. Pengertian..........................................................................................37

iii
2. Tujuan................................................................................................38
3. Alat dan Bahan..................................................................................39
4. Langkah Kerja....................................................................................39
D. Kerangka Konsep..................................................................................41
E. Hipotesis Penelitian...............................................................................42
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................42
A. Tempat dan Waktu................................................................................42
B. Rencana Penelitian...............................................................................43
C. Populasi dan Sampel............................................................................44
D. Cara Pengambilan Sampel...................................................................46
E. Variabel Penelitian.................................................................................47
F. Definisi Operasional..............................................................................48
G. Data Yang Dikumpulkan........................................................................49
H. Cara Pengumpulan Data.......................................................................50
I. Cara Pengolahan Data dan Analisa Data.............................................50
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................53

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan gangguan pernapasan yang dapat

menyerang anak- anak hingga orang dewasa. Sesak nafas saat

serangan asma mengakibatkan peningkatan kerja otot-otot

pernafasan, sebagai bentuk mekanisme tubuh untuk tetap

mempertahankan ventilasi paru, akan tetapi secara perlahan- lahan

otot pernafasan akan mengalami kelemahan yang akan menimbulkan

penyakit bertambah buruk, sehingga diperlukan tindakan untuk

meningkatkan kekuatan otot pernafasan.

MenurutWorld Health Organization (WHO) tahun 2016

dalamWorld Health Report menyebutkan, lima penyakit paru utama

merupakan 17,4% dari seluruh kematian didunia, masing-masing

terdiri dari infeksi paru 7,2%, PPOK 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, kanker

paru/trakea/bronkus 2,1%, danasma 0,3%. Menurut World Health

Organization (WHO) yang dirilis pada Desember 2016, terdapat

383.000 kematian akibat asma pada tahun 2015 (Artamevia, 2020).

Berdasarkan Riset Data Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2018, prevalensi asma pada usia 5-14 tahun sebesar 1,9% dan usia

15-24 tahun sebesar 2,2%. Dan proporsi kekambuhan asma pada

1
penduduk semua umur yang menderita asma tahun 2018 padausia 5-

14 tahun sebesar 53,9% danusia 15-24 tahun sebesar 50,1%.

Berdasarkan Hasil Riskesdas tahun 2018 prevalensi asma di

Indonesia sekitar 2,4% dengan proporsi kekambuhan asma sekitar

57,5%.

Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 di Profil Kesehatan NTB

prevalensi Asma di Provinsi NTB sebesar 3,1% dan angka nasional

2,4% mengalami peningkatan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan

Kota Mataram pada tahun 2019, data jumlah kasus asma sebanyak

1521. Kasus asma berdasarkan golongan umur pada tahun 2019 yaitu

usia 0-14 tahun sebesar 27%, usia 15-44 tahun sebesar 34%, usia 45-

59 tahun sebesar 23%, dan usia 60->70 tahun sebesar 16%.

Penyebaran kasus asma di wilayah Kota Mataram tahun 2019 yaitu di

Puskesmas Cakranegara sebanyak 184, Puskesmas Ampenan 194,

Puskesmas Karang Pule 91, Puskesmas Pagesangan 107,

Puskesmas Dasan Agung 61, Puskesmas Babakan 196, Puskesmas

Karang Taliwang 285, Puskesmas Tanjung Karang 185, Puskesmas

Selaparang 33, Puskesmas Pejeruk 156, danPuskesmas Mataram 29.

Asma dapat bersifat ringan yang tidak mengganggu aktivitas

dan dapat bersifat menetap yang dapat mengganggu aktivitas bahkan

kegiatan harian yang mengakibatkan produktivitas menurun akibat

mangkir kerja atau sekolah dan dapat menimbulkan disability

2
(kecacatan), sehingga akan menambah penurunan produktivitas serta

menurunkan kualitas hidup seseorang (Kusuma Wijaya,2015).

Sesak nafas saat serangan asma mengakibatkan peningkatan

kerja otot-otot pernafasan, sebagai bentuk mekanisme tubuh untuk

tetap mempertahankan ventilasi paru, akan tetapi secara perlahan-

lahan otot pernafasan akan mengalami kelemahan yang akan

menimbulkan penyakit bertambah buruk, sehingga diperlukan tindakan

untuk meningkatkan kekuatan otot pernafasan.

Pengelolaan penyakit asma meliputi terapi nonfarmakologis

dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis dengan menghindari faktor

pencetus, menjaga kebersihan lingkungan dan rutin kontrol ke dokter.

Sedangkan terapi farmakologis dengan obat pelega maupun

pengontrol saluran nafas ada yang disemprot dan diminum (Nuari,

2018).

Pemberian obat asma bisa dilakukan dengan cara parenteral,

oral dan inhalasi. Pemberian obat secara parenteral atau oral sering

menimbulkan efek samping seperti gangguan gastrointestinal atau

efek samping lain. Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara

langsung ke dalam saluran napas melalui penghisapan. Berbagai

macam obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan

bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi. Obat asma

inhalasi yang memungkinkan penghantaran obat langsung ke paru-

3
paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien

mengatasi keluhan sesak napas (Rihiantoro, 2014).

Salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk mengurangi

sesak napas pada pasien asma yaitu dengan pemberian terapi secara

inhalasi seperti terapi inhalasi uap sederhana berupa uap air panas

yang ditambahkan minyak kayu putih. Salah satu tanaman yang sering

digunakan sebagai obat secara inhalasi adalah genus eucalyptus.

Dalam hasil penelitian tentang khasiat cineole menjelaskan bahwa

cineole memberikan efek mukolitik (mengencerkan dahak),

bronchodilating (melegakan pernafasan), anti inflamasi dan

menurunkan rata-rata eksaserbasi kasus paru obstruktif kronis dengan

baik seperti pada kasus pasien dengan asma (Agustina,2017).

Menurut Dornish dkk dalam Zulney, Gusmailina dan Kusmiati,

2015 menyebutkan bahwa minyak atsiri eucalyptus dapat

dimanfaatkan sebagai obat herbal diantaranya untuk mengurangi

sesak nafas karena flu atau asma dengan cara mengoleskan pada

dada, mengobati sinus dengan cara menghirup uap air hangat yang

telah diteteskan minyak eucalyptus serta melegakan hidung tersumbat

dengan cara menghirup aroma minyak eucalyptus (Agustina,2017).

Menurut Nuraeni 2019 pemberian inhalasi uap memiliki

manfaat yaitu obat bekerja langsung pada saluran napas sehingga

memberikan efek lebih cepat untuk menurunkan frekuensi napas dan

4
uap akan langsung menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran

pernapasan yang menyempit.Pemberian terapi inhalasi uap sederhana

dapat dilakukan di rumah, dengan menggunakan alat dan bahan yang

sederhana dan mudah di dapat disekitar masyarakat karena alat dan

bahan yang digunakan adalah air panas yang masih mengeluarkan

uap, minyak kayu putih, mangkuk dan handuk.

Berdasarkan penelitian Icca Narayani Pramudaningsih dan

Erlina Afriani, 2019, Pengaruh Terapi Inhasasi Uap Dengan

Aromaterapi Eucalyptus Dengan Dalam Mengurangi Sesak Nafas

Pada Pasien Asma Bronkial Di Desa Dersalam Kecamatan Bae

Kudus, ada perbedaan skala sesak nafas pada responden sebelum

dilakukan terapi inhalasi uap dengan aromaterapi Eucalyptus dan

sesudah dilakukan terapi inhalasi uap dengan aromaterapi Eucalyptus.

Salah satu terapi untuk mengurangi sesak pada penderita asma

adalah dengan melakukan terapi inhalasi uap dengan aromaterapi

eucalyptus. Terapi inhalasi uap adalah salah satu cara yang

diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi yang paling

sederhana dan cepat.

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi Inhalasi Uap

Sederhana Untuk Pengurangan Sesak Pada Pasien Asma Di

Puskesmas Mataram”

5
B. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada

Pengaruh Terapi Inhalasi Uap Sederhana Terhadap Pengurangan

Sesak Pada Pasien Asma Diwilayah Kerja Puskesmas Mataram?

C. Tujuan Penelitian
Berikut adalah tujuan umum dan tujuan khusus di lakukannya

penelitian ini, yaitu :

1. Mengetahui tentang pengaruh terapi inhalasi uap sederhana

terhadap pengurangan sesak pada penderita Asma di wilayah

kerja Puskesmas Mataram.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi intensitas sesak pasien asma sebelum

dilakukan inhalasi uap sederhana.

b. Mengidentifikasi intensitas sesak pasien asma sesudah

dilakukan inhalasi uap sederhana.

c. Menganalisa pengaruh inhalasi uap sederhana terhadap

pengurangan sesak pada pasien asma.

d. Manfaatpenelitian
Manfaat penelitian secara teoritis dan praktis, yaitu:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan perawat, serta sebagai bahan untuk pengembangan ilmu

6
pengetahuan dan penelitian khususnya dalam bidang

keperawatan.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang cara

mengurangi sesak tanpa menggunakan obat.

b. Bagi Perawat Pelaksana

Memberikan masukan kepada perawat untuk mengoptimalkan

cara mengurangi sesak tanpa menggunakan obat.

c. Bagi Peneliti

Sebagai penerapan ilmu yang telah didapat dalam program

studi ilmu keperawatan berkaitan dengan asma.

d. Puskesmas

Diharapkan dapat berguna bagi Puskesmas untuk dijadikan

sebagai acuan dalam menjalankan program untuk mengurangi

sesak pada penderita asma.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Asma

7
B. Pengertian Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan napas yang

dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, edema mukosa, dan

produksi mukus. Inflamasi ini pada akhirnya berkembang menjadi

episode gejala asma yang berulang; batuk, sesak dada, mengi, dan

dispnea. Asma adalah suatu penyakit kronik yang paling sering

muncul pada masa kanak-kanak, dapat dialami oleh berbagai

kelompok usia (Brunner & Suddarth, 2010).

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu,

yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat berulang

namun reversible, dan diantara episode penyempitan bronkus

tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal (Sylvia A.

price dalam Nurarif, 2015).

Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran

napas yang ditandai adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada

yang berulang dan timbul terutama pada malam atau menjelang

pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan (Info Datin Asma).

1. Klasifikasi Asma

a. Asma Bronkial

Penderita asma bronkial, hipersensitif, dan hiperaktif

8
terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu

binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi. Gejala

kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma

bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial juga bisa

muncul akibat adanya radang yang mengakibatkan

penyempitan saluran pernafasan bagian bawah. Penyempitan

ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan,

pembengkakan selaput lendir, dan pembetukan timbunan lendir

yang berlebihan (Nurarif, 2015).

b. Asma Kardial

Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala

asma kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak

yang hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea.

Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur (Nurarif,

2015).

Berdasarkan penyebabnya menurut Somantri, 2012 dalam

Marisa Lina Mahrita, 2018 terbagi menjadi:

1) Asma alergik/ekstrensik

Merupakan suatu bentuk asma dengan alergen sepertu

bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dan

lain- lain. Alergen terbanyak adalah airbone dan musiman.

Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat

9
penyakit alergi pada keluarga.

2) Asma idiopatik/intrinsik

Tidak berhubungan secara langsung dengan alergen

spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran

napas atas, aktivitas, emosi/stres, dan polusi lingkungan

akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi

seperti antagonis β-adrenergik dan bahan sulfat (penyebab

makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab serangan

asma idiopatik atau non alergik menjadi lebih berat dan

sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang

menjadi bronkitis dan enfisema.

3) Asma campuran

Merupakan bentuk asma yang paling sering

dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergik

dan idiopatik atau non alergik.

2. Derajat Asma

Pembagian derajat asma menurut GINA (Global Initiative for

Asma) dalam Nurarif, 2015 :

a. Intermiten

Gejala kurang dari 1x/minggu dan serangan singkat

10
b. Persisten ringan

Gejala lebih dari 1x/minggu dan serangan singkat

c. Persisten sedang

Gejala terjadi setiap hari

d. Persisten berat

Gejala terjadi setiap hari dan serangan sering terjadi

Pembagian derajat asma menurut Phelan dkk dalam Nurarif,

2015 sebagai berikut:

a. Asma episodic jarang

Ditandai oleh adanya episode <1x tiap 4-6 minggu, mengi

setelah aktivitas berat.

b. Asma episodic sering

Ditandai oleh frekuensi serangan yang lebih sering dan timbul

mengi pada aktivitas sedang. Gejala kurang dari 1x/minggu.

c. Asma persisten

Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada aktivitas

ringan terjadi lebih dari 3x/minggu.

3. Etiologi Asma

Menurut Wahid 2013 obstruksi jalan napas pada asma

disebabkan oleh :

a. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan

11
nafas

b. Pembengkakan membrane bronkus

c. Bronkus terisi oleh mucus yang kental

Faktor Predisposisi asma menurut

Wahid 2013:

a. Genetik

Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, meski

belum diketahui bagaimana penurunannya dengan jelas.

Karena adanya bakat alergi ini.

Penderita sangat mudah terkena asma apabila terpapar

denga faktor pencetus. Faktor Pencetus asma menurut Wahid

2013 :

1) Alergen

Adalah suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi

menjadi tiga, yaitu:

(a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan (debu,

bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, polusi)

(b) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-

obatan)

(c) Kontaktan, yangmasuk melalui kontak dengan

kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)

12
2) Perubahan Cuaca

Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi

asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.

3) Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya

asma, hal ini berkaitan dengan dimana bekerja. Misalnya

orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas. Gejala

akan membaik pada waktu cuti atau libur.

4) Olahraga

Sebagian besar penderita akan mendapat serangan asma

bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Serangan

asma karena aktivitas biasanya segera setelah aktivitas

selesai.

5) Stress

Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya

serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan

asma yang sudah ada.

4. Patofisiologi Asma

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos

bronkeolus yang menyebabkan sulit bernapas. Penyebab yang

umum adalah hipersensitibilitas bronkeolus terhadap benda asing

13
di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi

dengan cara sebagai berikut : seseorang yang alergi diduga

mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody

Ig.E abnormal dalam jumlah besar dan antibody ini terutama

melekat pada sel mast yang melekat pada interstisial paru yang

berhubungan erat dengan bronkeolus dan bronchus kecil. Bila

seseorang menghirup alergen maka antibodi Ig.E orang tersebut

meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang sudah terlekat

pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan

berbagai macam zat, diantaranya histamine zat anafilaksis yang

bereaksi lambat. Faktor kemotatk eosinofilik dan bradikinin. Efek

gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal

pada dinding bronkeolus kecil maupun sekresi mukus yang kental

dalam lumen bronkeolus dan spasme otot polos bronkeolus

sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi meningkat

(Wahid, 2013).

Pada asma, diameter bronkeolus lebih berkurang selama

ekspirasi daripada inspirasi karena peningkatan tekanan dalam

paru selama sekresi paksa menekan bagian luar bronkeolus.

Karena bronkeolus tersumbat sebagian, maka sumbatan

selanjutnya akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan

obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma

14
biasanya bisa melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi

sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.

Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi

meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan

udara ekspirasi dari paru. Ini biasanya menyebabkan Barrel Chest

(Wahid, 2013).

15
Pathway

Faktor Pencetus
Antigen yg terikat IGE pd permukaan sel mast atau basofil
Alergen
Stress
Cuaca
Mengeluarkan mediator: histamine, platelet,bradikinin, dll meningkat
Permeabilitas kapiler

Edema mukosa, sekresi produktif, kontriksi otot polos men

Menurut Nurarif, 2015 :

Hiperkapnea Gelisah → Ansietas

Spasme otot polos sekresi kelenjar bronkus ↑ Suplai O2 ke otak ↓


Koma Konsentrasi O2 dalam darah menurun

Gangguan pertukaran gas Suplai darah dan O2 kejantung berkurang


Asidosis metabolik
Penyempitan/ obstruksi proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi dan inspirasi
Hipoksemia
Suplai O2 ke jaringan ↓ Perfusi jaringan perifer

Penurunan cardiacoutput

Penurunan curah jantung


Mucus berlebih
Tekanan darah menurun
Batuk
Wheezing Tekanan partial oksigen di alveoli ↓
Sesak napas
Kelemahan dan keletihan
Penyempitan jalan nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Intoleransi aktivitas

16
Hiperventilasi Kebutuhan O2 ↑
Peningkatan kerja otot pernafasan

↓ nafsu makan → Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhanpola


Ketidakefektifan tubuh
nafas
Retensi O2 Asidosis respiratorik

5. Manfestasi Klinis

Menurut Brunner & Suddarth, 2015 tanda dan gejala asma:

a. Gejala asma paling umum adalah batuk (dengan atau tanpa

disertai produksi mukus), dispnea, dan mengi

b. Serangan asma paling sering terjadi pada malam hari atau pagi

hari

c. Eksaserbasi asma sering kali didahului oleh peningkatan gejala

selama berhari-hari, namun dapat pula terjadi secara mendadak

d. Sesak dada dan dispnea

e. Diperlukan usaha untuk melakukan ekspirasi dan ekspirasi

memanjang

f. Seiring proses eksaserbasi, sianosis sentral sekunder akibat

hipoksia berat dapat terjadi

g. Gejala tambahan seperti diaforesis, takikardia, dan pelebaran

17
tekanan nadi mungkin dijumpai pada pasien asma

h. Asma yang disebabkan oleh latihan fisik: gejala maksimal

selama menjalani latihan fisik, tidak terdapat gejala pada malam

hari, dan terkadang hanya muncul gambaran sensasi seperti

“tercekik” selama menjalani latihan fisik

i. Reaksi yang parah dan berlangsung terus-menerus, yakni

status asmatikus, bisa saja terjadi. Kondisi ini dapat

mengancam kehidupan

j. Eksema, ruam, dan edema temporer merupakan reaksi alergi

yang menyertai asma.

k. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Wahid 2013:

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan untuk melihat adanya :

a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan

degranulasi dari kristal eosinopil

b) Spiral curshman, yakni merupakan cast cell (sel

cetakan) dari cabang bronkus

c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

d) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum

18
umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi

dan kadang terdapat mucus plug.

2) Pemeriksaan Darah

a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi

dapat terjadi hipoksemia, hipercapnia atau sianosis

b) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan

LDH

c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang di atas

15.000/mm3 yang menandakan adanya infeksi

d) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan Ig.E

pada waktu serangan dan menurun pada saat bebas

serangan asma.

e) Penatalaksanaan
a. Prinsip umum dalam pengobatan asma Menurut Wahid 2013:

1) Menghilangkan obstruksi jalan napas

2) Menghindari faktor pencetus yang bisa menimbulkan

serangan asma

3) Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai

penyakit asma, pengobatannya.

b. Pengobatan pada asma menurut Wahid 2013 adalah:

1) Pengobatan farmakologi

a) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas.

19
Terbagi dua golongan :

(1) Andrenergik (adrenalin dan efedrin) misalnya

terbutalin/Bricasama.

Obat golongan simpatomimetik tersedia dalam

bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan

(Metered dose inhaler) ada yang berbentuk hirup

(ventolin diskhaler dan bricasama turbuhaler) atau

cairan bronchodilator (Alupent, Berotec brivasma

sets ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi

aerosol untuk selanjutnya dihirup.

(2) Santin/Teofilin (aminofilin)

Cara pemakaian adalah dengan disuntikan

langsung ke pembuluh darah secara perlahan.

Karena sering merangsang lambung bentuk sirup

atau tablet sebaiknya diminum setelah makan, ada

juga yang berbentuk supositoria untuk penderita

yang tidak memungkinkan untuk minum obat

misalnya dalam kondisi muntah atau lambung

kering.

(3) Kromalin

Bukan bronkodilator tetapi obat pencegah serangan

20
asma pada penderita anak. Kromalin biasanya

diberikan bersama obat anti asma dan efeknya

baru terlihat setelah satu bulan.

(4) Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan

diberikan dalam dosis dua kali 1 mg/hari.

Keuntungannya adalah dapat diberikan secara oral.

(5) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak

ada respon maka segera penderita diberi steroid

oral.

2) Pengobatan non farmakologik

a) Memberikan penyuluhan

b) Menghindari faktor pencetus

c) Pemberian cairan

d) Fisioterapi nafas (senam asma)

e) Pemberian oksigen bila perlu

f) Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul menurut Wahid 2013 adalah :

a. Status asmatikus : suatu keadaan darurat medis berupa

serangan asma akut yang berat bersifat refraktor terhadap

pengobatan yang lazim dipakai

21
b. Atelektasis : ketidakmampuan paru mengembang dan

mengempis

c. Hipoksemia : rendahnya kadar oksigen pada darah khususnya

arteri

d. Pneumothoraks : tertimbunnya udara pada rongga pleura

e. Emfisema : kerusakan kantung udara (alveoli)

f. Deformitas thoraks : perubahan bentuk dada mis, barel chest

g. Gagal napas

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma

Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan

terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, yang difokuskan

pada reaksi dan respon unik individu pada suatu kelompok atau

perorangan terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik aktual

maupun potensial. Proses keperawatan juga dapat diartikan sebagai

pendekatan yang digunakan perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan, sehingga kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi

(Mahyar Suara dkk. 2010).

Menurut Hidayat 2005 dalam Induniasi 2017 proses

keperawatan merupakan metode pemecahan masalah yang bersifat

terbuka dan fleksibel dalam memenuhi kebutuhan klien, juga selalu

22
berkembang terhadap masalah yang ada dan mengikuti

perkembangan zaman.

1. Pengkajian
Tahap pengkajian adalah proses pengumpulan data secara

sistematis untuk menentukan status kesehatan dan fungsional

kerja serta respon klien pada saat ini dan sebelumnya (Induniasih,

2017).

a) Pengumpulan Data

1) Identitas klien

Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu

dikaji pada penyakit status asmatikus. Serangan asma

pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat

mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada

usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non atopi.

Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien

berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus

serangan asma. Status perkawinan, gangguan emosional

yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan

faktor pencetus serangan asma, pekerjaan, serta bangsa

perlu juga dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan

bahan alergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : tanggal

23
MRS, nomor rekam medik, dan diagnosis keperawatan

medis (Wahid, 2013).

2) Riwayat penyakit sekarang

Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan

dengan keadaan sesak nafas yang hebat dan mendadak

diikuti dengan gejala lain yaitu: wheezing, menggunakan

otot bantu pernafasan, kelelahan, gangguan kesadaran,

sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji

kondisi awal terjadinya serangan (Wahid, 2013).

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu

seperti infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan,

amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma,

frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai

pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang

dilakukan untuk meringankan gejala asma (Tjen Daniel,

1991 dalam Wahid, 2013).

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Pada klien dengan serangan status asmatikus perlu dikaji

tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang

lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas

24
pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik

oleh lingkungan (Hood Alsagaf, 1993 dalam Wahid, 2013).

5) Pengkajian Psikosial

Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah

satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu

berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai

lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang

berat berpotensial terjadi serangan asma, yatim piatu,

ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain sampai

ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula

(Antony Croket 1997 dan Tjen Daniel 1991 dalam Wahid,

2013).

b)Pemeriksaan Fisik

Menurut Wahid, 2013 yaitu sebagai berikut:

1) B1-Breath

a) Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas,

perpendekan periode inspirasi, pemanjangan

ekspirasi, penggunaan otot-otot aksesori pernafasan

(retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu

bernafas).

b) Dispnea pada saat istirahat atau respon

25
terhadap aktivitas atau latihan

c) Nafas memburuk ketika pasien berbaring

terlentang di tempat tidur

d) Pernafasan cuping hidung

e) Adanya mengi yang terdengar tanpa

stetoskop

f) Batuk keras, kering dan akhirnya batuk

produktif

g) Faal paru terdapat penurunan FEV1

2) B2-Blood

a) Takikardia

b) Tensi meningkat

c) Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10

mmHg pada waktu inspirasi

d) Sianosis

e) Diaforesis

f) Dehidrasi

3) B3-Brain

a) Gelisah

b) Cemas

c) Penurunan kesadaran

26
4) B4-Bowel

Pada klien yang mengalami dispnea penggunaan otot

bantu nafas maksimal kontraksi otot abdomen meningkat

sehingga menyebabkan nyeri abdomen yang

mengakibatkan menurunnya nafsu makan. Dalam

keadaan hiposia juga mengakibatkan penurunan motilitas

pada gaster sehingga memperlambat pengosongan

lambung yang menyebabkan penurunan nafsu makan.

5) B5-Bladder

Pada klien dengan hiperventilasi akan kehilangan cairan

melalui penguapan dan tubuh berkomprensasi dengan

penurunan produksi urine.

6) B6-Bone

Pada klien yang mengalami hipoksia penggunaan otot

bantu nafas yang lama menyebabkan kelelahan. Selain itu

hipoksia menyebabkan metabolisme anaerob sehingga

terjadi penurunan ATP.

6. D
iagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data

subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian

untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa

27
keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data

yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis dan pemberi

pelayanan kesehatan yang lain (Mahyar Suara dkk. 2010).

Diagnosa atau diagnosis keperawatan merupakan keputusan

klinis tentang respon seseorang, keluarga, atau masyarakat

sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan

yang aktual atau potensial (Nurarif, 2015).

Diagnosa keperawatan pada pasien asma menurut Wahid,

2013 adalah berikut ini:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan

dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus dan

bronkospasme.

b. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi

CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan

proses penyakit

c. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dispena saat

makan dan ansietas

d. Risiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi

CO2, hipoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan

apnea tidur

28
e. Risiko tinggi ketidakpatuhan yang berhubungan dengan

kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri

pada saat pulang

f. Ketidakefektifan pola nafas b/d keletihan otot pernapasan dan

deformitas dinding dada

g. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku

spesifik yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus

dilakukan perawat. Intervensi dilakukan utuk membantu klien

mencapai hasil yang diharapkan (Mahyar Suara dkk. 2010).

Perencanaan merupakan bagian dari fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan

tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,

memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien

(Induniasih, 2017). Intervensi keperwatan menurut Wahid, 2013 :

h. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d ekresi kental,

peningkatan produksi mukus dan bronkospasme

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama …x

24 jam jalan nafas menjadi efektif

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi bersih

29
2) Dapat medemonstrasikan batuk efektif

3) Dapat menyatakan strategi untuk mengurangi kekentalan

sekresi

4) Tidak ada suara nafas tambahan

5) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam

mengontrol batuk

Tabel 1. Intervensi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Tempatkan posisi yang 1. Peninggian kepala tempat
nyaman pada pasien tidur memudahkan fungsi
contoh meninggikan kepala pernafasan dengan
tempat tidur, duduk pada menggunakan gravitasi
sandaran tempat tidur 2. Hidrasi membantu
2. Tingkatkan masukan cairan menurunkan kekentalan
sampai dengan 300 ml/hari sekret, penggunaan cairan
sesuai indikasi, memberikan hangat dapat menurunkan
dengan air hangat kekentalan sekret,
3. Lakukan fisioterapi dada penggunaan cairan hangat
dengan teknik drainase dapat menurunkan spasme
postural, perkusi fibrasi bronkus
dada. 3. Fisioterapi dada merupakan
4. Evaluasi frekuensi strategi untuk mengeluarkan
pernafasan, bunyi, irama sekret
nafas, catat rasio 4. Beberapa derajat spasme
inspirasi/ekspirasi bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan
adanya
advertisius.
Kolaborasi :
1. Berikan obat sesuai dengan 1. Merelaksasikan otot halus dan

30
indikasi bronkodilator dan menurunkan spasme jalan
oksigenasi nafas,
wheezing dan produksi
mukosa

i. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen

(spasme bronkus)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama …

x24 jam klien akan mempertahankan pertukaran gas dan

oksigenasi adekuat

Kriteria hasil :

1) Frekuensi nafas 16-20 x/menit

2) Frekuensi nadi 60-100x/menit

3) Warna kulit normal, tidak ada dispnea, tidak penggunaan

otot bantu nafas

4) AGDA dalam batas normal

Ph : 7,35-7,45

PO2 : 75-100 mmHg

PCO2 : 35-45 mmHg

HCO3 : 20-26 mEq/l

BE : ±1

SaO2 : 95-98%

Tabel 2. Intervensi Kerusakan Pertukaran Gas

31
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Awasi secara rutin kulit dan 1. Sianosis mungkin perifer
membran mukosa atau sentral keabu-abuan
2. Palpasi fremitus dan sianosis
3. Awasi tanda vital dan irama sentral mengindikasikan
jantung beratnya hipoksemia
2. Penurunan getaran vibrasi
diduga adanya pengumpulan
cairan udara
3. Tachicardi, disritmia, dan
perubahan tekanan darah
dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung
Kolaborasi :
1. Berikan oksigen tambahan 1. Dapat memperbaiki atau
sesuai dengan indikasi mencegahmemburuknya
AGDA dan toleransi pasien hipoksia
j. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dispnea saat

makan dan ansietas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan

Keperawatan selama …x24 jam pemenuhan kebutuhan

nutrisi terpenuhi Kriteria hasil :

1) Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit

2) Meliputi kriteria antopometri, biochemical, clinic, diet

Tabel 3. Intervensi Pemenuhan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

Tubuh

Intervens Rasiona
i l

32
Mandiri : 1. Merencanakan tindakan
1. Mengidentifikasi faktor yang ang dipilih berdasarkan
dapat menimbulkan nafsu penyebab masalah
makan menurun misalnya
muntah dengan
ditemukannya sputum yang
banyak ataupun dispnea 2. Rasa tidak enak, bau
2. Sering lakukan perawatan menurunkan nafsu makan
oral, buang sekret, berikan dan dapat menyebabkan
wadah khusus untuk sekali mual/muntah dengan
pakai. peningkatan kesulitan nafas
3. Kaji kebiasaan diet, 3. Pasien distress pernafasan
masukan makanan saat ini. akut sering anoreksia
catat derajat kerusakan karena dispnea
makanan
Kolaborasi :
1. Berikan oksigen tambahan 1. Menurunkan dispena dan
selama makan sesuai meningkatkan energi untuk
indikasi makan, meningkatkan
masukan

k. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama …

x24 jam klien tidak mengalami infeksi nosokomial

Kriteria hasil :

1) Tidak ada tanda-tanda infeksi meliputi rubor, tumor, dolor,

calor

2) Leukosit (4000-11000), Suhu 36,5-37,5 oC

Tabel 4. Intervensi Risiko tinggi terhadap infeksi


Intervensi Rasional

33
Mandiri :
1. Monitor tanda- 1. Demam dapat terjadi
tanda infeksi karena infeksi dan dehidrasi
2. Diskusi kebutuhan 2. Malnutrisi dapat
nutrisi adekuat mempengaruhi
kesehatan umum dan
menurunkan tahanan terhadap
infeksi
Kolaborasi :
1.Dapatkan spesimen 1.Untuk mengidentifikasi
sputum dengan batuk organisme penyebab dan
atau penghisapan untuk kerentanan terhadap berbagai
Pewarnaan gram, anti mikrobial
kultur/sensitifitas
l. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi, salah mengerti

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama …

x24 jam klien menyatakan pemahaman kondisi penyakit dan

tindakan

Kriteria hasil :

1) Klien dapat menyebutkan 3 dari 5 faktor pencetus asma

2) Klien dapat melakukan pengobatan non farmakologik dan

farmakologik sesuai advice dokter

Tabel 5. Intervensi Kurang Pengetahuan

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Berikan health 1. Menurunkan intensitas
education serangan asma
tentang faktor pencetus 2. Penting bagi pasien mengerti
asma perbedaan antara efek
untuk menghindari faktor samping mengganggu dan
pencetus (misal: asap merugikan

34
rokok, debu, makanan, 3. Penggunaan obat yang tepat
aktivitas, cuaca) meningkatkan keefektifan
2. Diskusikan obat
pernafasan, efek samping
dan rekasi yang tidak
diinginkan
3. Tunjukkan teknik
penggunaan inhaler
m. Risiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan

retensi CO2, hipoksemia, emosi yang terfokus

pada pernafasan dan apnea tidur Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama

…x24 jam klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat

untuk mempertahankan tingkat energi saat

terbangun

Kriteria hasil :

1) Mampu mendiskusikan penyebab keletihan

2) Klien dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan

tubuh

3) Klien dapat rileks dan wajah cerah

Tabel 6. Intervensi Risiko Tinggi Kelelahan

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Jelaskan sebab- 1. Diketahuinya faktor-
sebab keletihan faktor penyebab maka
2. Hindari gangguan saat diharapkan
tidur menghindarinya

35
3. Menganalisa bersama- 2. Tidur merupakan upaya
sama tingkat kelelahan memulihkan kondisi yang
dengan menggunakan telah menurun setelah
skala Rhoten (1982) aktivitas
4. Identifikasi aktivitas- 3. Skala rhoten untuk
aktivitas penting dan mengetahui tingkat
sesuaikan antara kelelahan yang dialami
aktivitas dengan istirahat klien
5. Ajarkan teknik 4. Kelelahan terjadi karena
pernafasan yang efektif ketidak seimbangan
6. Pertahankan tambahan antara kebutuhanaktivitas
O2 bila latihan dan kebutuhan istirahat
5. Hindarkan penggunaan 5. Pernafasan efektif
sedatif dan hipnotif membantu terpenuhinya
O2 dijaringan
6. O2 digunakan untuk
pembakaran glukosa
menjadi energi
7. Sedatid dan hipnotik
melemahkan otot-otot
khususnya otot

7. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan adalah serangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari

masalah status kesehatan yang dihadapi, status kesehatan

yang baik. Pelaksanaan keperawatan adalah realisasi dari

perencanaan keperawatan. Tujuan dari tahap ini adalah

melakukan aktivitas keperawatan, untuk mencapai tujuan

yang berpusat pada klien (Induniasih, 2017).

36
8. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan.

Namun, evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari

proses keperawatan. Evaluasi mengacu kepada penilaian,

tahapan, dan pernaikan. Pada tahap ini, perawat

menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan

dapat berhasil atau gagal (Alfaro-LeFever, 1994 dalam

Mahyar Suara dkk, 2010).

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses

keperawatan untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari

rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi dilakukan

dengan cara membandingkan antara hasil akhir yang

teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan (Induniasih, 2017).

C. Konsep Terapi Inhalasi Uap Sederhana


1. Pengertian
Inhalasi sederhana yaitu memberikan obat dengan cara

dihirup dalam bentuk uap kedalam saluran pernapasan yang

dilakukan dengan bahan dan cara yang sederhana serta dapat

dilakukan dalam lingkungan keluarga. Dasar teknik inhalasi yang

berlaku sekarang sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani

37
yaitu dengan menggunakan uap ramu-ramuan yang dihirup.

Hingga kini pun masih ada menggunakan cara inhalasi tradisional

untuk meringankan gejala batuk, pilek, yakni dengan menghirup

uap dari sebaskom air panas yang dicampur dengan beberapa

tetes minyak penghangat (RSUD M Ashari. 2019).

Inhalasi uap (nebulizer) adalah menghriup uap dengan atau

tanpa obat melalui saluran pernapasan bagian atas, dalam hal ini

merupakan tindakan untuk membuat pernapasan lebih lega,

sekret lebih encer dan mudah dikeluarkan, selaput lendir pada

saluran napas menjadi tetap lembab (Mubarak dkk 2015 dalam

Wahyu Furhatun Ni’mah 2020).

Menurut Dornish dkk dalam Zulnely, Gusmailina dan Kusmiati

(2015) menyebutkan bahwa minyak atsiri eucalyptus dapat

dimanfaatkan sebagai obat herbal diantaranya untuk mengurangi

sesak nafas karena flu atau asma dengan cara mengoleskan pada

dada, mengobati sinus dengan cara menghirup uap air hangat

yang diteteskan minyak eucalyptus serta melegakan hidung

tersumbat dengan cara menghirup aroma minyak eucalyptus

(Wahyu Farhatun Ni’mah, 2020). Menurut Nuraeni 2019

pemberian inhalasi uap memiliki manfaat yaitu obat bekerja

langsung pada saluran napas sehingga memberikan efek lebih

cepat untuk menurunkan frekuensi napas dan uap akan langsung

38
menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran pernapasan yang

menyempit.

Steam inhalation (inhlasi uap) adalah menghirup uap hangat

dari air mendidih (Akhavani 2005 dalam Yuliatuti 2016).

Penguapan tersebut menggunakan air panas dengan suhu 42oC-

44oC (Hendley Abbott, Beasly & Gwaltney, 2004 dalam Yuliatuti

2016).

9. Tujuan
Menurut Nurjanah 2017:

a. Mengencerkan sekret agar mudah keluar

b. Melonggarkan jalan napas

c. Mengatasi/mengobati inflamasi jalan nafas bagian atas

d. Merangsang kerja pernafasan

e. Mencegah kekeringan pada selaput lendir pernafasan bagian

atas.

f. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah :

g. Mangkuk besar

h. Termometer air

i. Handuk

Bahan yang digunakan adalah :

39
a. Air panas yang masih mengeluarkan uap

b. Minyak kayu putih

c. Langkah Kerja

Dalam Jurnal Icca Narayani Pramudaningsih & Erlina Afriani,

2019 langkah terapi inhalasi uap yaitu:

a. Langkah pertama ambil satu mangkuk besar air panas yang

masih mengeluarkan uap dan tambahkan essential oil

eucalyptus, dengan perbandingan 2-3 tetes minyak kayu

putih. Menurut Desiani Nani, 2012 air panas dengan

perbandingan 2-3 tetes minyak kayu putih untuk 250 ml (1

gelas) air hangat. Hal ini bertujuan untuk merubah essential

oil eucalyptus dalam bentuk aerosol dan dapat sampai pada

organ saluran pernafasan dan terdeposisi di paru.

b. Langkah kedua posisikan kepala pasien diatas mangkuk air

panas, hal ini bertujuan untuk memfokuskan uap pada saluran

pernafasan.

c. Langkah ketiga menutup kepala pasien dan mangkuk dengan

handuk, hal ini bertujuan untuk meminimalisir ruang dan dapat

mengoptimalkan uap yang akan dihirup.

d. Langkah keempat instruksikan pada responden untuk

menghirup uap yang dihasilkan dari air panas dan essential oil

40
eucalyptus secara perlahan dan rileks, hal ini bertujuan untuk

mengatur pola nafas pasien.

e. Langkah kelima anjurkan kepada pasien untuk rutin

melakukan terapi selama tujuh hari berturut-turut dengan

durasi waktu ±5-10 menit, hal ini bertujuan untuk

mengoptimalkan terapi dalam mengurangi sesak nafas.

D. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka kerja Pengaruh Terapi Inhalasi Uap Sederhana
Terhadap Pengurangan Sesak Pada Pasien Asma Diwilayah Kerja
Puskesmas Mataram.

Populasi

Terapi Inhalasi
Teknik pengambilan
Uap Sederhana sample (pusposive
sampling)

Pre Test Sample Inklusi Post Test

Pengumpulan data

41
Pengelompokan
Data

Pengolahan Data

Analisa Data (Wilcoxon)

Penyajian Hasil

E. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada pengaruh inhalasi uap sederhana terhadap pengurangan

sesak pada pasien asma.

2. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada pengaruh inhalasi uap sederhana terhadap

pengurangan sesak pada pasien asma.

42
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Ruang lingkup penelitian ini adalah meneliti Pengaruh Terapi

Inhalasi Uap Sederhana Terhadap Pengurangan Sesak Pada Pasien

Asma Diwilayah Kerja Puskesmas Mataram.

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

B. Rencana Penelitian
Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap

43
keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana

suatu penelitian bisa diterapkan, serta sebagai strategi untuk

mendapatkan data yang dibutuhkan untuk keperluan pengujian hipotesis

atau untuk menjawab pertanyaan penelitian dan sebagai alat untuk

mengontrol atau mengendalikan variabel yang berpengaruh dalam

penelitian (Nursalam, 2016).

Berdasarkan masalah yang ada maka desain penelitian yang akan

digunakan adalah desain penelitian Pre Eksperimental. Desain penelitian

eksperimental dengan bentuk rancangan Pre Eksperimental One Group

Pretest-Posttest. Rancangan tidak ada kelompok pembanding (kontrol),

tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang

memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan yang terjadi setelah

eksperimen (Notoatmodjo, 2018).

Bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut:

Pretest Perlakuan PostTest

O1 X O2
Sumber : Notoatmodjo, 2018

Gambar 1. Bentuk Rancangan One Group Pretest-Posttest pada

Desain Penelitian Pre Eksperimental (Notoadmodjo, 2012)

Keterangan :

X : Perlakuan atau intervensi yang diberikan.

O1 :Variabel dependent sebelum diberikan perlakuan X.

44
O2 :Variabel dependent setelah diberikan perlakuan X.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Menurut (Notoatmodjo, 2018) mengartikan populasi sebagai

kumpulan individu dengan kualitas dan ciri yang telah ditetapkan.

Kualitas dan ciri ditentukan oleh variabelnya. Batas populasi

bukanlah tempat dan waktu penelitian, tetapi karakterisik elemen atau

individu populasi. Tidak semua subjek dalam tempat dan waktu

penelitian diteliti, tetapi subjek yang mempunyai karakteristik tertentu

yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Asma

yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram.

2. Sample
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,

2018). Menurut Nursalam (2015), sampel adalah bagian dari populasi

terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian

melalui sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita sesak

pada pasien Asma yang berkunjung di Puskesmas Mataram.

a. Besar sample

45
Menurut Gay dan Diehl (1992;146) dalam Soehardi Sigit

(1999;70) menyatakan bahwa besar sampel, pada umumnya

makin besar sampel kecendrungannya makin representatif, hasil

penelitian dapat lebih digeneralisasikan. Besarnya sampel

menurut Gay dan Diehl juga tergantung pada jenis

penelitian.Jenis penelitian yang digunakan yaitu Penelitian

Eksperimen dan sampel minimum yang disarankan 30.

b. Kriteria Sample

Adapun kriteria responden dalam penelitian ini adalah :

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian

dan suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti

(Nursalam, 2011).

Adapun kriteria inklusi sampel kasus pada penelitian ini

adalah :

(a) Bersedia menjadi responden dan mengikuti prosedur

penelitian sampai dengan tahap akhir

(b) Laki – laki dan perempuan yang menderita Asma.

(c) Pasien dengan kondisi sadar dan kooperatif.

(d) Mampu berkomunikasi dengan baik dan mempunyai

pendengaran yang baik.

46
(e) Pasien yang tidak memiliki penyakit penyerta atau

komplikasi lain.

2) Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau megeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena

berbagai sebab (Nursalam, 2011).

(a) Penderita yang tidak kooperatif

(b) Pasien yang mengalami perburukan kondisi setelah

dilakukan tindakan.

D. Cara Pengambilan Sampel


Sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan

dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan

mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2012).

Dalam penelitian ini digunakan tekhnik purposive sampling.

Purposive sampling adalah suatu tekhnik penetapan sampel dengan cara

memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (tujuan/masalah penelitian), sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,

2011).

E. Variabel Penelitian

47
Variabel adalah perilaku atau karakteriastik yang memberikan nilai

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain)(Nursalam, 2011).

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya (Wasis, 2008).

1. Variable bebas (Independen)


Variabel bebas disebut juga variabel sebab yaitu karakteristik

dari subyek yang dengan keberadaannya menyebabkan perubahan

yang terjadi pada variabel lainnya (Dharma, 2011).Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah Tetapi Inhalasi Uap.

2. Variable terikat (Dependen)


Variabel terikat adalah variabel akibạt atau variabel yang

berubah akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada variabel

independen, Dharma (2011).Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah Pengurangan Sesak pada Pasien Asma.

F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan

peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat

terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan

berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian

48
sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat

diukur dan ditentukan karakteristiknya (Nursalam, 2015).

Tabel 1. Definisi Operasional variabel penelitian Pengaruh Terapi

Inhalasi Uap Sederhana Terhadap Pengurangan Sesak Pada Pasien

Asma Diwilayah Kerja Puskesmas Mataram.

Variable Definisi Parame Instrument Skla Hasil Uji


Operasional ter penelitian data Ukur
Variavel Inhalasi Uap Dosis 1. Lembar
independen ; Sederhan adalah terapi observasi.
Pengaruh suatu tindakan inhalasi 2. SOP
Terapi keperawatan uap Inhalasi
Inhalasi Uap dengan menghirup perlu Uap
Sederhana uap air hangat ditamb Sederhana
o
dengan suhu 42 C- ah
44oC yang sudah
diberikan minyak
kayu putih 2-3 tetes
selama ±5-10 menit
pada pasien yang
mengalami sesak
dengan RR
>20x/menit.
Varaiable Sesak nafas adalah Stopwatch dan Interval Frekuensi
dependen: kondisi ketika stetoskop nafas normal:
pengurangan seseorang 1. Bayi (0 bln-1
sesak mengalami kesulitan thn): 30-
bernafas yang 60x/menit
disebabkan karena 2. Balita (1-3
system pernafasan thn): 24-
dan sirkulasi darah 40x/menit
tidak mampu 3. Preschooler
mengedarkan cukup (3-6 thn):
oksigen untuk tubuh. 22-
34x/menit
4. Anak usia
sekolah (6-

49
12 thn): 18-
30x/menit
5. Remaja (12-
18 thn): 12-
16x/menit
6. Dewasa
(>19 tahun):
16-
20x/menit

G. Data Yang Dikumpulkan


1. Data primer
Menurut Riwidikdo (2012), data primer adalah data yang secara

langsung diambil dari obyek penelitian oleh peneliti perorangan

maupun organisasi sehingga diperoleh jawaban atas pertanyaan

yang disediakan melalui pengisian kuesioner oleh responden.

Adapun data primer dalam penelitian ini yaitu data sesak pasien

dengan asma sebelum dan sesudah dilakukan Terapi Inhalasi Uap

Sederhana.

2. Data sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data (sugiono, 2012).Data

sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum lokasi

penelitian yaitu Wilayah Kerja Puskesma Mataram.

H. Cara Pengumpulan Data


1. Data primer

50
a. Data frekuensi nafas sebelum dilakukan terapi inhalasi uap

sederhana dengan cara observasi RR pasien menggunakan

stopwatch dan stetoskop .

b. Data frekuensi nafas sesudah dilakukan terapi inhalasi uap

sederhana dengan cara pemeriksaan dan observasi RR pasien

menggunakan stopwatch dan stetoskop .

2. Data sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data pada pengumpul data (sugiono, 2012).Data

sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum Puskesmas

Mataram diperoleh dari penelusuran profil Puskesmas Mataram.

I. Cara Pengolahan Data dan Analisa Data


1. Pengolahan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok

data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga

menghasilkan informasi yang diperlukan (Nursalam, 2015).

Adapun cara pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Data primer

51
1) Data frekuensi nafas sebelum diberikan intervensi terapi

inhalasi uap sederhana.

2) Data frekuensi nafas setelah diberikan intervensi terapi

inhalasi uap sederhana.

3) Menganalisis pengaruh terapi inhalasi uap sederhana

terhadap pengurangan sesak pada pasien Asma.

b. Data sekunder

Data tentang gambaran umum wilayah kerja puskesmas

Mataram diolah secara deskriptif

2. Analisa Data

Analisa data dilakukan menggunakan 2 tahap :

a. Analisa Univariat

Analisa univariat yang peneliti lakukan dengan Analisa

distribusi frekuensi dan deskriptif untuk melihat variabel

independent yaitu Terapi Inhalasi Uap Sederhana dan variabel

dependen mengenai kejadian pengurangan sesak nafas. Tujuan

untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi nafas.

Tendensi sentral presentase dari masing-masing variabel.

b. Analisa Bivariat

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan Uji

Wilcoxon Match Pairs Test karena melihat perbedaan dua nilai

52
atau frekuensi nafas sebelum dan sesudah dilakukan latihan

Terapi Inhalasi Uap Sederhana. Menurut Sugiyono

(2015),statistik non parametric digunakan untuk menganalisis

data nominal dan ordinal dari populasi yang bebas distribusi.

sedangkanuji Wilcoxon digunakan untuk menguji signifikasi

hipotesis komparatif dua sampel yang berkolerasi bila datanya

berbentuk ordinal.

Data frekuensi nafas sebelum dilakukan terapi inhalasi uap

sederhana dan setelah latihan pembuatan terapi inhalasi uap

sederhana menggunakan uji Wilcoxon. Dalam perhitungannya

peneliti menggunakan bantuan perangkat lunak pengolah data

komputer, yaitu SPSS dengan penentuan signifikasi yaitu jika

pvalue<α (5%) maka Ho ditolak, atau terdapat pengaruh antara

variabel yang diuji dan jika p value>α (5%) maka Ho diterima

atau tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara variabel

yang diuji (Dahlan, 2008).

53
DAFTAR PUSTAKA

A.Potter,dkk. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses


dan Praktik. Jakarta: EGC
Agustina, Z. A dan Suharmiati. 2017. Pemanfaatan Minyak Kayu Putih
(Melaleuca leucadendra Linn) sebagai Alternatif Pencegahan ISPA:
Studi Etnografi di Pulau Buru. 7(2): 120-126

AIPViKI, T. P. 2017. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Pendidikan


Diploma III Keperawatan Indonesia. Jakarta: AIPViKI

Artamevia, R. 2020. Pemantauan Respirasi Pada Klien Asma Bronchial


Dengan Gangguan Pertukaran Gas. [KTI]. Palembang: Poltekkes
Kemenkes Palembang

Brunner dan Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

54
Data Kasus Asma Di Puskesmas Cakranegara. 2020
Dinas Kesehatan Kota Mataram. 2019

Dinas Kesehatan Provinsi NTB. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Nusa


Tenggara Barat 2018

Induniasih dan Sri Hendarsih. 2017. Metodologi Keperawatan. Yogyakarta:


Pustaka Baru Press

Kementerian Kesehatan RI. 2008. Infodatin Asma

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta

Kusuma Wijaya, M. 2015. Aktivitas Fisik (Olahraga) Pada Penderita Asma.

Mahyar Suara dkk. 2010. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: CV. Trans
Info Media

Mahrita, M. L. 2018. Asuhan Keperawatan Pasien Asma Bronkial Pada Ny.M


dan Ny.T Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas Di Ruang Melati RSUD Dr.Haryoto Lumajang Tahun
2018. [KTI]. Lumajang (ID) : Universitas Jember Fakultas
Keperawatan

Muttaqin, A. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Nani, D. 2012. “Terapi Inhalasi Uap” https://dokumen.tips/documents/terapi-


inhalasi-sederhana.html (online) diakses 12 September 2021

Nauri, A. dkk. 2018. Penatalaksanaan Asma Bronkial Eksaserbasi pada


Pasien Perempuan Usia 46 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran
Keluarga di Kecamatan Gedong Tataan. 7(3); 144-151 Nuraeni, A.
2012. Pengaruh Steam Inhalation Terhadap Usaha Bernapas Pada
Balita Dengan Pneumonia Di Puskesmas Kabupaten Subang Provinsi
Jawa Barat. [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia Fakultas Ilmu
Keperawatan

55
Nurarif, A. H. dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1.
Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Nurjanah, E. P. 2017. “SOP Terapi Inhalasi Sederhana”


https://id.scribd.com/document/366189033/Sop-Terapi-Inhalasi-
Sederhana (online) diakses 15 September 2021

Nursalam. 2012. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Pramudaningsih, I. N dan Erlina Afriani. 2019. Pengaruh Terapi Inhalasi Uap


Dengan Aromaterapi Eucalyptus Dengan Dalam Mengurangi Sesak
Nafas Pada Pasien Asma Bronkial Di Desa Dersalam Kecamatan Bae
Kudus. 6(1); 17-29

Rihiantoro, T. 2014. Pengaruh Pemberian Bronkodilator Inhalasi Dengan


Pengenceran Dan Tanpa Pengenceran NaCl 0,9% Terhadap Fungsi
Paru Pada Pasien Asma. X(1); 129-137

RSUD M Ashari. 2019. “Terapi Inhalasi Sederhana”


https://rsudashari.pemalangkab.go.id/baca/37/terapi-inhalasi-
sederhana.html (online) diakses 15 September 2021

Wahid, A. dan Imam Suprapto. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan


Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info Media

Ni’mah, W. F. 2020. Efektifitas Terapi Uap Air dan Minyak Kayu Putih
Terhadap Bersihan Jalan Napas Pada Anak Usia Balita Pada
Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas Di Puskesmas Leyangan.
[Skripsi]. Ungaran (ID): Universitas Ngudi Waluyo Fakuktas
Keperawatan

Yuliastuti, L. dkk. 2016. Perbedaan Bersihan Jalan Napas Sebelum Dan


Sesudah Terapi Inhalasi Uap Air Pada Penderita Influensa Usia
Prasekolah Di Desa Nyatnyono. 1-10

56

Anda mungkin juga menyukai