Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK

TATA KELOLA KORPORAT

Oleh :
Indri Amelia 201210181
Lintang Deliana 201210186
Vincent Yeremia Felikam 201210200
Muhammad Farend W. 201210211
Safira 201210214

Fakultas Bisnis
Institut Bisnis dan Informatika Kesatuan
Bogor
2021
1. Pengertian transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan
fairness.
A. Transparansi
Transparansi adalah kejujuran dan keterbukaan sehingga tersusun
akuntabilitas yang pada umumnya dianggap sebagai dua pilar utama tata kelola
perusahaan yang baik. Implikasi dari transparansi adalah bahwa semua tindakan
organisasi harus cukup teliti untuk mendapatkan pengawasan publik.
Transparansi adalah sejauh mana investor memiliki akses yang siap untuk
informasi keuangan yang diperlukan tentang perusahaan, seperti tingkat harga,
kedalaman pasar, dan laporan keuangan yang diaudit.

B. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah tindakan pertanggungjawaban atas hasil yang
diperoleh setelah melakukan aktivitas tertentu. Akuntabilitas bisa diartikan
sebagai kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban perusahaan
sehingga pengelolaan terlaksana dengan efektif dan efisien. Perusahaan harus
dapat mempertanggungjawabkan kinerja secara transparan dan wajar.
Pengelolaan perusahaan diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi dengan
tetap mempertimbangkan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain.

C. Responsibilitas
Responsibilitas adalah pemenuhan kewajiban, atau kepedulian saat
membuat keputusan atau melakukan sesuatu. Responsibilitas menetapkan
besarnya tindakan ini dan bagaimana menghadapinya dengan cara paling positif
dan komprehensif untuk membantu di masa depan. Perusahaan harus mematuhi
peraturan perundang-undangan serta menjalankan tanggung jawab masyarakat
dan lingkungan untuk mendukung kesinambungan usaha jangka panjang
sekaligus mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

D. Independensi
Independensi adalah suatu keadaan atau posisi dimana seseorang atau
perusahaan tidak terikat dengan pihak manapun. Artinya keberadaan
perusahaan harus mandiri dan tidak mengusung kepentingan pihak tertentu atau
organisasi tertentu. Untuk menjalankan GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak pula diintervensi oleh pihak lain.
E. Fairness
Fairness atau kewajaran adalah keadilan dan kesetaraan dalam
memenuhi hak pemangku kepentingan (stakeholder) yang timbul berdasar
perjanjian dan peraturan undang-undang. Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
stakeholder lain berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

2. Contoh Implementasinya dalam perusahaan.


Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau Tata Kelola
Perusahaan yang Baik di Danareksa adalah sebagai berikut :
A. Transparansi.
● Danareksa secara jelas dan tepat waktu mengungkapkan seluruh
informasi yang dapat diakses oleh seluruh Pemangku Kepentingan
sesuai dengan kewenangannya dengan tetap memperhatikan hak-hak
pribadi berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan.
● Danareksa melaksanakan transparansi kondisi keuangan kepada
publik dengan mengikuti ketentuan disklosur (keterbukaan informasi)
yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan dengan berpedoman kepada
standar akuntansi yang berlaku.
● Danareksa menerbitkan Laporan Tahunan yang berisi kondisi
keuangan Danareksa dan transparansi kondisi non keuangan.

B. Akuntabilitas
Danareksa menerapkan prinsip tanggung-jawab dalam organisasi
Danareksa yang jelas sesuai dengan visi, misi dan tujuan target
Danareksa. Danareksa menerapkan prinsip Akuntabilitas ini dengan
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
● Kelengkapan struktur tata kelola Danareksa baik di tingkat Direksi
maupun Dewan Komisaris, termasuk sistem manajemen risiko,
sistem pengendalian intern, sistem pengawasan intern, mekanisme
pelaporan atas dugaan penyimpangan di pada Danareksa (whistle
blowing system), tata kelola teknologi informasi dan pedoman
perilaku etika (code of conduct).
● Kejelasan tugas dan tanggung jawab masing-masing fungsi dan
unit organisasi Danareksa sesuai dengan tujuan Danareksa.
● Penetapan rencana korporasi dan Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan (“RKAP”) Danareksa yang diturunkan sampai ke
tingkat unit organisasi serta mengadakan evaluasi terhadap
pencapaian hasil secara berkala.
● Penetapan sistem penghargaan dan sanksi yang mampu
mendukung pencapaian RKAP dan rencana korporasi Danareksa.

C. Responsibilitas.
● Danareksa memiliki komitmen untuk terus menerapkan praktik
kehati-hatian dan memastikan kepatuhan atas peraturan
perundang-undangan.
● Danareksa memiliki tanggung jawab dan komitmen pada upaya
pelestarian lingkungan alam dan upaya kepedulian sosial.
● Danareksa membentuk Unit Kerja Kepatuhan (Compliance) untuk
selalu memastikan pemenuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku.
● Danareksa membentuk unit independen seperti Unit Kerja
Pengelolaan Risiko dan Unit Kerja Internal Audit untuk memastikan
pengelolaan risiko dan penerapan pengendalian internal
dilaksanakan di setiap kegiatan Danareksa.
● Danareksa menindaklanjuti temuan dari pihak eksternal seperti
hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (“BPKP”) dan
rekomendasi dari auditor eksternal dan pengawas eksternal
lainnya.
● Danareksa menindaklanjuti pengaduan nasabah dan segera
melakukan tindakan yang diperlukan untuk menjaga kepuasan
nasabah.

D. Independensi
● Danareksa dalam melakukan kegiatannya dan dalam mengambil
keputusan dilakukan secara profesional yang bebas dari pengaruh/
tekanan dari pihak manapun.
● Masing-masing organ Danareksa harus menghindari terjadinya
dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh kepentingan
tertentu dan menghindari benturan kepentingan.
● Agar terdapat check and balance dalam pelaksanaan operasional
Danareksa maka porsi Pihak Independen yang ditunjuk untuk
menduduki jabatan pada tingkat Dewan Komisaris sekurang-
kurangnya adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah Dewan
Komisaris. Komisaris Independen memiliki kompetensi di bidang
auditing, keuangan dan akuntansi serta memahami kegiatan Bisnis
Danareksa.
● Direksi, Dewan Komisaris dan seluruh Kepala Divisi memastikan
tidak terjadi benturan kepentingan dalam pengambilan keputusan
dalam setiap transaksi Danareksa.

E. Fairness.
● Danareksa menerapkan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam
memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
● Danareksa memberikan kesempatan kepada Pemangku
Kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan
pendapat bagi Danareksa untuk meningkatkan kontribusi dan
kualitas layanannya serta membuka akses terhadap informasi
sesuai dengan prinsip transparansi.
● Danareksa memberikan perlakuan yang wajar kepada Pemangku
Kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan
kepada Danareksa.
● Danareksa memberikan perlakuan yang setara kepada pegawai
untuk berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional
tanpa diskriminasi berdasarkan gender, agama, suku atau
kekurangan fisik.
● Segala bentuk transaksi, pembelian, atau keputusan penting
lainnya, wajib dilakukan dengan memperhatikan asas kewajaran.

A. Latar Belakang
PT. Katarina Utama Tbk, (RINA) merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang jasa pemasangan, pengujian dan uji kelayakan produk dan
peralatan telekomunikasi dan tercatat di BEI sejak 14 Juli 2009.
Kasus berawal pada Agustus tahun 2010, dimana salah seorang dari
pihak pemegang saham PT. Katarina melaporkan bahwa telah terjadi tindakan
pelanggaran GCG. Dimana dana yang harusnya digunakan untuk membeli
peralatan, modal kerja, serta menambah kantor cabang, tidak digunakan
sebagaimana mestinya.
Selain itu, PT. Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit
tahun 2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai
aset perseroan.

Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem yang mengarahkan dan


mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan
kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya
dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan
kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya (Komite
Cadbury, seperti dikutip., Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2008: 24 – 25).
Menurut Bakrie (2006) sekitar 1998, krisis ekonomi menghantam Asia. Krisis ekonomi
ini berdampak luas hingga merontokkan rezim – rezim politik yang berkuasa di Korea
Selatan, Thailand, dan Indonesia. Pascakrisis di Indonesia ditandai dengan goncangan
ekonomi yang berkelanjutan, sehingga mengakibatkan penurunan iklim berusaha (Kaihatu,
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, No. 1, Maret 2006: 1 – 9)
Dalam implementasi GCG di Indonesia, terdapat tiga agenda penerapan GCG, yaitu
menetapkan kebijakan nasional, menyempurnakan kerangka nasional dan membangun
inisiatif sektor swasta. Kemudian pada tahun 2001, Komite Nasional Kebijakan Governance
menerbitkan pedoman yang kemudian disusul dengan menerbitkan pedoman GCG
Perbankan Indonesia, pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris di tahun
2004 (Kaihatu, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, No. 1, Maret 2006: 1 – 9).

Salah satu perusahaan yang menerapkan GCG adalah PT Pertamina (Persero). PT


Pertamina (Persero) merupakan perusahaan milik Negara yang bergerak di bidang energi
yang meliputi minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan. dalam penerapan GCG, PT
Pertamina (Persero) cukup konsisten. Hal tersebut terlihat dari penghargaan – penghargaan
yang didapat oleh Pertamina terkait penerapan GCG serta meningkatnya pencapaian rating
GCG Pertamina dari tahun 2004 yaitu 55,73% hingga 2011 yaitu 91,83%. Penghargaan yang
didapat diantaranya adalah mendapat posisi pertama pada studi prakasa anti korupsi oleh
KPK tahun 2011, menjadi most trusted company 2011 dari majalah SWA dan CGPI, serta
menjadi inovasi terbaik 2011 oleh kementerian BUMN (Overview GCG di PT Pertamina,
2011: 15).
Namun pada tahun 2011, terbitlah Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor: PER-01/MBU/2011 pada tanggal 1 Agustus 2011 mengenai penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang menggantikan Keputusan Menteri BUMN sebelumnya. (Annual Report
Pertamina, 2011: 180). Prinsip – Prinsip yang mendasari GCG pada Peraturan Menteri
adalah Transparancy, Accountability, Responcibility, Independency, dan Fairnes.
Komitmen yang dilakukan oleh Pertamina terkait penerapan GCG terlihat dengan
adanya Surat Dewan Komisaris No. 10/K/DK/2006 tanggal 16 Januari 2006 kepada Direktur
Utama, mengenai penetapan unit organisasi dan Champion GCG di jajaran Direksi sebagai
Counterpart komite GCG. Sebagai tindak lanjut dari surat tersebut, maka dibentuklah fungsi
baru yaitu fungsi Management GCG di bawah organisasi Sekretaris Perusahaan,
menggantikan fungsi Legal Advisor yang telah ada sebelumnya. Fungsi ini bertugas untuk
menjalankan program pengembangan dan penerapan GCG di PT Pertamina Persero. Pada
tahun 2009, fungsi Management GCG pun berubah menjadi fungsi Compliance (Annual
Report Pertamina, 2011: 182).
Sesuai dengan momentum perubahan di seluruh bidang dan untuk mendorong
implementasi GCG, maka Pertamina melaksanakan Program Pertamina Clean. Program
tersebut bertujuan untuk menanamkan budaya kerja yang bersih kepada pekerja Pertamina
dan mitra usaha dari praktik korupsi, benturan kepentingan, penipuan, pelanggaran terhadap
hukum atau peraturan internal Perseroan dan perilaku tidak terpuji lainnya ( Annual Report,
2011: 186).
Mengacu pada visi PT Pertamina (Persero) yaitu “Menjadi Perusahaan Minyak Nasional
Kelas Dunia”, Compliance PT Pertamina (Persero) dibentuk untuk menerapkan prinsip tata
kelola korporasi setara perusahaan publik dan membangun lingkungan bisnis yang sehat
dengan mitra bisnis dan stakeholders lainnya. Agar penerapan prinsip tata kelola korporasi
berjalan dengan lancar, maka Fungsi Compliance melakukan perencanaan untuk melakukan
sosialisasi dalam penerapan GCG. Sosialisasi dalam penerapan GCG bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para pekerja maupun pemangku kepentingan
dalam penerapan prinsip – prinsip GCG di Perseroan.
Dalam mensosialisasikan penerapan GCG kepada Karyawan PT Pertamina (Persero)
serta anak Perusahaan PT Pertamina (Persero), fungsi Compliance mengadakan kegiatan
yang bertujuan untuk memperkenalkan dan menjelaskan mengenai pentingnya GCG dalam
kegiatan kerja, antara lain Safari Ramadhan, People Review Session, serta sosialisasi kepada
vendor di lingkungan Direktorat Umum & SDM (Annual Report, 2011: 189). Salah satu
kegiatan untuk mensosialisasikan penerapan GCG kepada pekerja.

Sumber
:https://www.academia.edu/18741232/KASUS_KEPAILITAN_PT_KATARINA_U
TAMA_TBK
https://hukamnas.com/contoh-kasus-pelanggaran-good-corporate-
governance

B. Identifikasi Masalah
PT. Katarina Utama Tbk, (RINA) menggelar penawaran saham perdana
kepada publik dengan melepas 210 juta saham atau 25,93% dari total saham,
dengan harga penawaran Rp 160,- per lembar saham.
Dari hasil IPO, diperoleh dana segar sebesar Rp 33,66 Miliar.
Rencananya 54,05% dari dana hasil IPO akan digunakan untuk kebutuhan
modal kerja dan 36,04% dana IPO akan direalisasikan untuk membeli berbagai
peralatan proyek.
Kemudian pada Agustus 2010, salah seorang dari pihak pemegang saham PT.
Katarina melaporkan bahwa telah terjadi tindakan pelanggaran GCG. Dimana
dana yang seharusnya digunakan untuk membeli peralatan, modal kerja, serta
menambah kantor cabang, tidak digunakan sebagaimana mestinya. HIngga saat
ini manajemen perseroan belum melakukan realisasi sebagaimana

1. Krisis ekonomi yang berkelanjutan, sehingga mengakibatkan penurunan iklim


berusaha
2. Menetapkan kebijakan nasional
3. Menyempurnakan kerangka nasional
4. Membangun inisiatif sektor swasta.

mestinya. Dari dana hasil IPO sebesar Rp 33,66 miliar, yang direalisasikan oleh
manajemen ke dalam rencana kerja perseroan hanya sebesar Rp 4,62 miliar,
sehingga kemungkinan terbesar adalah terjadi penyelewengan dana publik
sebesar Rp 29,04 miliar untuk kepentingan pribadi.
Bahkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah memutus aliran listrik ke
kantor cabang RINA di Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar
tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan.
Akhirnya cabang di Medan ditutup secara sepihak tanpa menyelesaikan hak-hak
karyawan
C. Review Literatur
Abstrack
Penulisan ini dilatarbelakangi dengan adanya penyimpangan yang terjadi pada salah satu
penerapan GCG pada sebuah perusahaan. Penyimpangan yang terjadi ini mengakibatkan
banyak perusahaan tumbang karena krisis moneter yang amat dashyat. Selain itu tidak
dikelolanya perusahaan-perusahaan secara bertanggungjawab, serta mengabaikan
regulasi dan sarat dengan praktek (korupsi, kolusi, nepotisme) KKN (Budiati, 2012).
Good corporate governance merupakan sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan dengan tujuan agar mencapainya keseimbangan antara kekuatan kewenangan
yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksitensi dan
pertanggungjawaban stakeholders. Metode : Literatur review dilakukan berdasarkan
issue dan metodologi dengan menggunakan metode kualitatif.
Kata kunci : Penyimpangan , GCG, Perusahaan

Pendahuluan :
Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan
kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan
eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan
peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya
(Komite Cadbury, seperti dikutip., Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2008: 24 –
25).
Dalam implementasi GCG di Indonesia, terdapat tiga agenda penerapan GCG, yaitu
menetapkan kebijakan nasional, menyempurnakan kerangka nasional dan membangun
inisiatif sektor swasta. Kemudian pada tahun 2001, Komite Nasional Kebijakan
Governance menerbitkan pedoman yang kemudian disusul dengan menerbitkan pedoman
GCG Perbankan Indonesia, pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris
di tahun 2004 (Kaihatu, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, No. 1, Maret 2006: 1 –
9).

Salah satu perusahaan yang menerapkan GCG adalah PT Pertamina (Persero). PT


Pertamina (Persero) merupakan perusahaan milik Negara yang bergerak di bidang
energi yang meliputi minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan. dalam penerapan
GCG, PT Pertamina (Persero) cukup konsisten. Hal tersebut terlihat dari penghargaan –
penghargaan yang didapat oleh Pertamina terkait penerapan GCG serta meningkatnya
pencapaian rating GCG Pertamina dari tahun 2004 yaitu 55,73% hingga 2011 yaitu
91,83%. Penghargaan yang didapat diantaranya adalah mendapat posisi pertama pada
studi prakasa anti korupsi oleh KPK tahun 2011, menjadi most trusted company 2011
dari majalah SWA dan CGPI, serta menjadi inovasi terbaik 2011 oleh kementerian
BUMN (Overview GCG di PT Pertamina, 2011: 15).

Salah satu perusahaan yang terjadi kasus penyimpangan gcg adalah PT.Katarina
utama Tbk.

PT. Katarina Utama Tbk, (RINA) merupakan perusahaan yang bergerak dalam
bidang jasa pemasangan, pengujian dan uji kelayakan produk dan peralatan
telekomunikasi dan tercatat di BEI sejak 14 Juli 2009.

Kasus berawal pada Agustus tahun 2010, dimana salah seorang dari pihak
pemegang saham PT. Katarina melaporkan bahwa telah terjadi tindakan pelanggaran
GCG. Dimana dana yang harusnya digunakan untuk membeli peralatan, modal kerja,
serta menambah kantor cabang, tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Selain itu, PT. Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun
2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset
perseroan.

Seperti tahun 2008, laporan keuangan tahun 2009 juga di duga penuh dengan
angka-angka fiktif. Dalam laporan Keuangan audit 2009, Katarina mencantumkan ada
piutang usaha dari MIG sebesar Rp8,606 miliar dan pendapatan dari MIG sebesar Rp 6.
773 miliar, selain itu PT Katarina utama Tbk melakukan penggelembungan asset
dengan memasukan sejumlah proyek fiktif senilai Rp 29,6 miliar.

PT Katarina Utama Tbk diduga melakukan penyalahgunaan hasil IPO sebesar 28,
971 miliar dari total yang di perolah sebesar Rp 33,60 miliar. Realisasi dana IPO
diperkirakan hanya sebesar Rp 4,629 miliar

Pada 2010, jumlah aset terlihat menyusut drastis dari Rp. 105, 1 miliar pada 2009
menjadi Rp. 26,8 Miliar. Ekuitas anjlok dari Rp. 97.96 Miliar menjadi Rp. 20,43 Miliar.
Pendapatan yang tadinya sebesar Rp. 29,9 Miliar hanya tercatat Rp. 3,7 Miliar.
Perseroan pun menderita kerugian sebesar 77 miliar dari periode sebelumnya yang
memperoleh laba 55 miliar.

Pada 1 september 2010 saham pt katarina utama tbk(RINA) disuspensi oleh bursa
efek indonesia. Tanggal 1 oktober 2012 otoritas bursa memberikan sanksi administratif
dan melakukan delisting atas saham pt karina utama tbk

Pada 1 september 2010 saham pt katarina utama tbk(RINA) disuspensi oleh bursa
efek indonesia. Tanggal 1 oktober 2012 otoritas bursa memberikan sanksi
administratif dan melakukan delisting atas saham pt karina utama tbk

DAFTAR PUSTAKA

https://berekonomi.com/pengertian-transparansi/
https://employers.glints.id/resources/5-prinsip-good-corporate-governance-gcg/
https://adalah.top/responsibilitas/
https://www.academia.edu/4575304/Apa_itu_independensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan_yang_baik
https://www.danareksa.co.id/about/gcg/gcg-article/penerapan-prinsip-prinsip-gcg-2/

Anda mungkin juga menyukai