Penokohan
ARNO, Laki-laki yang Kamala suka. Ramah, suka bercanda, dan romantis.
KAMALA, Perempuan yang Arno suka. Blak-blakan, baik.
IBU, Ibu dari Kamala. Seorang yang penyayang namun juga blak-blakan.
BAPAK, Bapak dari Kamala. Sosok ayah yang tegas, tapi sayang pada Kamala.
MBAH TIYEM, seorang nenek tua yang merupakan tetangga Kamala. Hidup
sebatang kara, dan sudah menganggap Kamala sebagi cucunya sendiri.
MAS AJI, Kakak dari Arno. Mempunyai sifat yang ramah.
Naskah
Panggung menggambarkan sebuah teras rumah di sebuah desa, pada pagi hari di tahun 90-an.
Terdapat 2 kursi rotan dan 1 meja rotan di teras. Ada beberapa jenis bunga. kolam ikan di sebelah
kanan panggung. Suara kokok ayam dan cicitan burung tetdengar, menandakan waktu pagi baru saja
datang.
Ketika sandiwara dimulai/layar panggung di angkat, tampak kamala baru saja keluar dari
rumahnya dengan gaun putih di bawah lutut. Tampak menikmati suasana pagi di sana, sesekali
merenggngkan badan yang terasa pegal. Dari kejauhan, nampak Mbah Tiyem menghampiri kamala
sambil membawa tas anyaman plastik.
MBAH TIYEM (Tersenyum lebar)
“Ndok!”
“Oalah! Tambah ayu kowe, yo! Sek eling mbah, ora?”
MBAH TIYEM
“Iyo , ndok! Piye kabare?”
KAMALA
“Alhamdulillah baik, Mbah. Mbah, sendiri?”
KAMALA
“Itu sih sudah pasti, Mbah. Yowes, saya mau jalan-jalan dulu, Mbah. Sudah lama ndak pulang,
kangen jadinya. Mbah mau saya bawain gethuk?”
KAMALA (Tersipu)
“Doakan saja, Mbah.”
Mbah Tiyem keluar dari panggung. Kamala berjalan, melihat lingkungan di sekitarnya. Tak
lama, Arno datang menghampiri. Pakaian Arno baju kaos berwarna hitam dengan celana di bawah
lutut.
ARNO
“Permisi!”
KAMALA
“Begitu. Saya sebenarnya juga ingin menyapa, tapi mata saya sudah terlanjur berat. Jadi saya
memutuskan untuk pulang.”
“Memangnya kenapa ingin bertemu, saya?”
ARNO
“Tak apa, hanya ingin berkenalan saja. Ngomong-ngomong, bagaimana ceritanya kamu kenal Mas
Aji?”
KAMALA
“Jadi waktu itu saya sedang mencari inspirasi untuk menulis cerpen di taman. Tiba-tiba perut saya
terasa sakit, ingin kentut. Karna waktu itu suasana taman sedang sepi, jadi yah saya kentut saja.”
“Lah tapi siapa tahu, ternyata Mas Aji dan Mba Sri waktu itu sedang lari pagi. Waktu mereka
melewati tempat saya duduk, ya pas-pasan saya lagi kentut. Saya pikir mereka bakal marah, eh tau-
taunya mereka malah terbahak, waktu saya lihat mereka, mukanya sampai merah.”
“Ya sudah, dari situ langsung kenalan. Eh ternyata juga, Mba Sri kerja di tempat yang sama kaya
saya.”
ARNO (Terbahak)
“Saya ingat, Mas Aji pernah cerita bertemu perempuan ajaib di taman. Ternyata kamu?”
ARNO
“Tak apa. Jadi, kamu seorang penulis?
KAMALA
“Yah.. Kurang lebih seperti itu.”
ARNO
“Kamu asli orang sini?”
ARNO
“Saya asli Ardhakana, La. Tapi ya.. Sebelas duabelas denganmu. Pergi merantau ke kota orang.”
“Mumpung kamu asli orang sini. Barangkali berminat menemani saya mengobrol sambil
berkeliling?”
ARNO (Tertawa)
“Baiklah, nanti saya belikan.”
.........
Suara kicauan burung semakin terdengar. Arno dan Kamala berjalan keluar panggung. Tirai
di tutup. Pada saat tirai kembali di buka, beberapa bulan sudah berlalu. Kamala dan Arno semakin
dekat, walaupun sekarang Arno sedang ada di luar kota. Kamala sedang ada di dalam rumahnya
sambil membaca buku. Kebetulan dirinya sedang cuti. Terdapat beberapa sofa dan meja kaca. Ada vas
bunga di atas meja. Beberapa foto terpajang di dinding. Tiba-tiba suara dering telepon rumah
terdengar. Kamala beranjak dari sofa dan mengangkat telepon.
KAMALA
“Halo?”
ARNO
“Halo, yang sedang membaca buku. Apa aku mengganggumu?”
KAMALA (Tampak girang)
“Tau darimana aku membaca buku? Tidak tentu saja.”
ARNO
“Mana mungkin aku tidak tahu kebiasaanmu?”
KAMALA
“Berhenti membual! Ada apa menelepon?”
KAMALA
“Bukan begitu! Ah sudahlah, kau sangat menyebalkan!”
ARNO (Tertawa)
“Aku paham, sayangku. Siapkan dirimu, sebentar lagi aku akan datang ke rumahmu!”
ARNO
“Sudah selesai, La. Sudah ya, bilang juga kepada orang tuamu aku ingin menemui mereka.”
KAMALA
“Ya sudah, akan kusampaikan. Hati-hati di jalan!”
ARNO
“Iya, La.”
IBU
“Ada apa, ndok? Mbok jangan teriak-teriak gitu, kamu kan anak perempuan.”
BAPAK
“Ada apa? Kenapa tersenyum seperti orang gila begitu?”
BAPAK
“Sepertinya, dia ingin mengambilmu dari bapak.”
IBU
“Sudah, ndak usah dipedulikan. Bapakmu lagi ndak jelas.”
“Kalau pun dia memang ingin melamar kamu, Ibu bakal dukung. Ibu percaya Arno laki-laki baik.”
BAPAK
“Ya tapi Bapak ndak dukung, Bu. Baru aja rasanya bapak gendong Kamala kemaren, lah sekarang
kok dia mau di ambil orang.”
BAPAK
“Ndak gitu juga to, Bu!”
ARNO
“Assalamu’alaykum!”
IBU
“Ala, sana buka-kan pintunya.”
KAMALA
“Iya, Bu!”
IBU
“Tuh, Pak! Calon mantumu wes teko. Jangan bicara yang aneh-aneh loh, ya!”
KAMALA
“Kamu sudah datang.”
ARNO
“Ya, aku sudah datang.
KAMALA
“Mari masuk. Bu, Pak, kasihku sudah datang.”
IBU
“Duduk sini, le.”
“La, buatkan minum untuk Arno, ndok.”
KAMALA
“Iya, bu.”
IBU
"Apa kabar, Le?"
ARNO ( menyalimi kedua orang tua Ala)
"Alhamdulillah baik, Bu. Ibu sama Bapak gimana kabarnya?"
IBU
"Alhamdulillah sehat semua. Ngomong-ngomong kamu ada apa datang kesini tiba-tiba?"
ARNO
"Saya ingin memperistri Kamala, Bu."
BAPAK
"Tiba-tiba begini? Kenapa kamu pengen ambil dia dari, saya?"
ARNO
"Saya tidak ingin memberi harapan yang tidak pasti pada Kamala, Pak. Dan juga saya tidak
mengambilnya, hanya memindahkan hak milik."
BAPAK
"Ya sama saja, itu."
IBU
"Wes wes,"
" kamu gimana, ndok? Mau ndak kawin sama, Arno?"
KAMALA
"Nikah, Bu."
IBU
"Ya sama, saja. Mau, ndak?"
BAPAK
“Ganteng juga kentutnya bau, Bu."
IBU
"Ih, Bapak ini nyaut saja. Ya sudah, nak Arno secepatnya bawa orang tuamu kemari yo."
"Biar cepet sahnya. Yowes, Bapak sama Ibu ke dalam dulu."
ARNO
" Sabar ya La, bentar lagi,"
KAMALA
"Ih, ngomong apasih!"
KAMALA
" Kenapa kamu milih, aku?"
ARNO
"Kamu unik."
KAMALA
"Unik apanya, sih?"
KAMALA
"Karna kamu, Arno. Kalau bukan Arno, aku tak mau."
KAMALA
"Dari, kamulah."
.........
Ibu nampak baru saja dari pasar, bari akan pulang ketika Aji tiba-tiba menghampiri.
AJI
“Bu, apakabar?”
IBU
“Alhamdulillah baik, kamu piye? Arno gimana? Si Kamala uring-uringan karna lagi di pingit tuh di
rumah!”
AJI
“Saya baik, bu. Tapi Arno..”
“Maaf harus menyampaikan berita ini, Arno meninggal, bu. Kecelakaan di perempatan halte bus kota.
Mohon maaf, sekali lagi, bu.”
IBU
“Astagfirullah! Nak Aji, Ibu turut berduka. Kamala pasti sedih sekali mendengar ini, terimakasih
sudah mengabarkan. Ibu pamit duluan.”
Segera Ibu masuk ke dalam rumah dan mendapati Kamala sedang tertidur di ruang tengah.
IBU
"La, bangun ndok! Cepetan!"
KAMALA
"Ada apasih, bu?"
IBU
"Calon suamimu ndok! Arno!"
IBU
"Arno meninggal, ndok! Dia kecelakaan saat akan pulang kemari."
KAMALA
"Jangan bohong, bu! Sebentar lagi kami akan menikah!"
IBU
"Ibu ndak bohong! Barusan Aji mengabari Ibu!"
KAMALA
"Tinggalkan aku sendiri, bu."
"Pembual! Kembali kau! Jangan tinggalkan aku! Aku tak bisa tanpamu..."
KAMALA
"Aku tak bisa, Arno! Aku tidak akan pernah bisa!! 5 tahun kita bersama benar-benar membuat ku
begantung padamu. Lalu bagaimana jadinya aku, jika sudah begini?! Aku benci bumi Bardatama ini!
Aku membencinya karna semua kenanganmu ada di sini."
"Heh Bardatama! Kembalikan Arnoku! Teganya kau mengambil Arno dariku! Dasar perebut! Aku
benci kau Bardatama!"
......
Nampak Kamala terlelap di ruang tengah dengan posisi terduduk. Bukunya di biarkan
terbuka, menampak halaman terakhir yang dibacanya.
ARNO
"La bangun, jangan tidur di sini."
ARNO
"Makanya jangan tidur siang bolong, Kasih."
"Dengarkan aku! Aku tidak mati, aku masih di sini di hadapanmu! Kamu tak lihat figura pernikahan
kita?"
KAMALA
"Jadi.. Hanya mimpi?"
ARNO
"Ya memangnya apalagi?"
KAMALA
"Alhamdulillah! Aku pikir Bumi Bardatama benar-benar mengambilmu!"
ARNO
"Bardatama pasti akan mengambilku."
KAMALA
"Aku tau! Setidaknya sekarang aku masih bisa menatapmu!"
"Saat ini, kita buat saja kenangan indah. Agar nanti anak cucu kita bisa tau cerita kita. Arno, terima
kasih."
ARNO
"Untuk apa, La?"
KAMALA
"Untuk memilihku, menjadi milikmu."
ARNO
"Aku juga berterimakasih!"
KAMALA
"Kenapa?"
ARNO
"Karna sudah membalas cintaku."
TAMAT