Anda di halaman 1dari 16

PENERAPAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT

TERHADAP PENUMPANG BUS UMUM

Krisnadi Nasution*

Bagian Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya


Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya, Jawa Timur

Abstract
The Fault liability principle can not provide the maximum protection for passengers, meanwhile the pas-
senger accident insurance as a form of carrier liability containing the potential uncertainty of the insur-
ance compensation. The absolute liability principle should be enforce which accompanied by a ceiling sys-
tem related the passenger accident insurance, and similarly the strict liability principle should be enforce
too to fulfil the rights of victims in obtaining compensation for all losses suffered. The government should
immediately established an insurance company for the passenger accident and revise Law No. 22 of 2000.
Keywords: carrier, passenger, liability

Intisari
Prinsip tanggung jawab pengangkut yang berdasarkan kesalahan, tidak dapat memberikan perlindungan
hukum yang maksimal bagi penumpang (korban kecelakaan). Sedangkan keberadaan program asuransi
kecelakaan penumpang sebagai wujud tanggung jawab pengangkut mengandung potensi ketidakpastian
pembayaran asuransinya. Seharusnya diterapkan absolute liability principle yang disertai dengan sistem
plafond terkait dengan program asuransinya, dan strict liability principle untuk memenuhi hak korban
dalam memperoleh ganti kerugian atas seluruh kerugian yang dideritanya. Pemerintah seharusnya segera
membentuk perusahaan asuransi untuk kecelakaan penumpang dan merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009.
Kata Kunci: pengangkut, penumpang, tanggung jawab.

Pokok Muatan

A. Pendahuluan...................................................................................................................................... 55
B. Pembahasan....................................................................................................................................... 55
1. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut.............................................................................. 56
2. Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Mu-tlak (Absolute Liability dan Strict Liability)............... 63
3. Santunan Asuransi Kecelakaan dan Ganti Rugi Bagi Penumpang Bus Umum.......................... 66
C. Penutup.............................................................................................................................................. 68

** Alamat korespondensi: krisnadi@yahoo.com


Nasution, Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut terhadap Penumpang Bus Umum 55
A. Pendahuluan kan tanggung jawab pengangkut sebagai majikan-
Angkutan merupakan bidang yang sangat nya, hal semacam ini dikenal sebagai tanggung
penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. jawab yang dilakukan orang lain (tanggung jawab
Hal mana disebabkan oleh beberapa faktor antara pengganti) atau vicarious liability.3 Tanggung
lain, keadaan geografis Negara Indonesia yang ter- jawab pengganti ini masuk dalam kategori tang-
diri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang gung jawab atasan (respondent superior, a superior
terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau risk bearing theory).4 Majikan bertanggung jawab
yang memungkinkan angkutan dilakukan melalui atas tindakan yang dilakukan oleh pekerjanya se-
darat, perairan, dan udara guna menjangkau se- bagaimana ditentukan dalam Pasal 1367 KUH Per-
luruh wilayah Indonesia.1 Mengingat pentingnya data. Dalam hal ini, pengangkut sebagai majikan
keberadaan angkutan di Indonesia, maka pemban- bertanggung jawab terhadap kelalaian (kesalahan)
gunan dan peningkatan kualitas pelayanan angku- yang dilakukan pengemudi.
tan sangatlah diperlukan. Pembangunan yang baik Dalam kasus kecelakaan angkutan, penera-
dan berkualitas tidak hanya mengenai peningkatan pan liability based on fault principle sering menem-
mutu sarananya saja, tetapi juga harus menyangkut patkan pihak penumpang pada posisi yang lemah
pembangunan berbagai aspek yang ada dalam ang- dalam mengupayakan haknya. Untuk mendapatkan
kutan itu sendiri, di antaranya aspek hukum. pemulihan atas kerugiannya, pihak penumpang
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam harus dapat membuktikan kesalahan pengangkut
pembangunan hukum di bidang angkutan adalah yang sering sekali tidak mudah untuk melakukan-
terkait dengan tanggung jawab pengangkut terha- nya. Selain itu, program asuransi kecelakaan se-
dap penumpang bus umum, khususnya dalam hal bagai wujud tanggung jawab pengangkut menurut
terjadi kecelakaan angkutan yang menimbulkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 masih be-
kerugian bagi penumpangnya. Terhadap persoalan lum terlaksana, sedangkan secara substansi juga
tanggung jawab pengangkut tersebut, E. Saefullah menerapkan liability based on fault principle.
Wiradipradja berpendapat: “[…] bahwa titik sentral Penerapan prinsip ini dalam program asuransi ke-
setiap pembahasan mengenai tanggung jawab pen- celakaan tersebut akan menimbulkan permasala-
gangkut pada umumnya terletak pada prinsip tang- han pada proses pembayaran santunannya, dimana
gung jawab (liability principle) yang diterapkan”.2 harus ditetapkan lebih dulu adanya kesalahan pen-
Liability principle yang diterapkan bagi pen- gangkut sebelum diwajibkan untuk bertanggung
gangkut terhadap penumpang bus umum adalah jawab. Setelah itu barulah santunan dapat dibayar-
prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (li- kan. Dalam praktek, untuk menetapkan pengangkut
ability based on fault principle). Hal ini dapat di- bersalah bukanlah persoalan yang mudah.
simpulkan berdasarkan Pasal 234 ayat (1) Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan B. Pembahasan
Jalan, yang menentukan bahwa pengemudi, pemi- Dalam mengkaji persoalan tanggung jawab
lik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan ang- pengangkut terhadap penumpang bus umum, sebai-
kutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang knya terlebih dulu mencermati berbagai persoalan
diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang yang mencakup prinsip-prinsip tanggung jawab
dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi. pengangkut, penerapan prinsip tanggung jawab
Kelalaian (kesalahan) pengemudi tersebut merupa- mutlak (absolute liability-strict liability), dan san-

1
Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 7.
2
E. Saefullah Wiradipradja, 1989, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Liberty,
Yogyakarta, hlm. 19.
3
Abdulkadir Muhammad, 2006, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hlm. 203.
4
Munir Fuady, 2002, Perbuatan Melawan Hukum – Pendekatan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 17.
56 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 1, Februari 2014, Halaman 54-69

tunan asuransi kecelakaan dan ganti rugi bagi pe- prestasi); Kedua, tanggung jawab berdasarkan ke-
numpang bus umum. salahan karena melakukan perbuatan melawan hu-
1. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pe- kum, baik seperti yang dimaksud dalam Pasal 1365
ngangkut KUH Perdata berdasarkan putusan Hoge Raad
Istilah tanggung jawab dalam arti liabi- dalam kasus lindenbum versus cohen sejak tahun
lity dapat diartikan sebagai tanggung gugat yang 1919 (tanggung jawab berdasarkan perbuatan mel-
merupakan terjemahan dari aansprakelijkheid, dan awan hukum), maupun karena melanggar peraturan
merupakan bentuk spesifik dari tanggung jawab perundang-undangan lainnya, seperti vicarious li-
hukum menurut hukum perdata. Tanggung gugat ability principle, liability based on fault principle,
merujuk pada posisi seseorang atau badan hukum presumption of liability principle maupun presump-
yang dipandang harus membayar suatu kompensasi tion of non- liability principle. Sedangkan prinsip
atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum.5 tanggung jawab tanpa kesalahan (no fault liability
Menurut Frans G. Von der Dunk dari International principle) dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam
Institute of Air and Space Law - Leiden Univer- yaitu; strict liability principle dan absolute liability
sity istilah liability yang dipersamakan dengan principle.
aansprakelijkheid dapat menimbulkan berbagai pe- Perbedaan yang mendasar dari kedua prinsip
nafsiran: “Perhaps it may be added, that the Dutch tanggung jawab tersebut terletak pada unsur kesala-
language, although not an authentic language as han, artinya apakah diperlukan adanya unsur kes-
far as the Outer Space Treaty is concerned, is also alahan dalam menuntut tanggung jawab seseorang.
confusing in this respect. Whereas ‘responsibility’ Jika disyaratkan adanya unsur kesalahan maka
should be translated as “verantwoordelijkheid” berlakulah fault liability principle, sedangkan no
and ‘liability’ as “aansprakelijkheid”, ‘interna- fault liability principle diberlakukan apabila tidak
tional state responsibility’ turns out to be always disyaratkan adanya unsur kesalahan. Berdasar-
translated as “staatsaanprakelijkheid”.6 Dalam kan uraian di atas, secara teoritis dapat dikemuka-
berbagai UU di bidang angkutan untuk hal ini se- kan bahwa ada beberapa macam prinsip tanggung
lalu menggunakan istilah tanggung jawab, seperti jawab yang dapat diberlakukan, yaitu:
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, 1) Prinsip Tanggung Jawab Berdasar-
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pen- kan Kesalahan karena Melakukan
erbangan dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun Wanprestasi
2008 tentang Pelayaran. Kategori melakukan wanprestasi
Konsep dasar persoalan tanggung jawab apa- menurut Malcolm Leder dan Peter Shears
bila dihubungkan dengan suatu perbuatan melawan merupakan implementasi doktrin privity of
hukum, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam contract yang mengakui adanya pertang-
prinsip tanggung jawab, yaitu: prinsip tanggung gungjawaban hukum berdasarkan hubungan
jawab berdasarkan kesalahan dan prinsip tanggung kontrak,8 seperti halnya hubungan hukum
jawab tanpa kesalahan.7 Prinsip tanggung jawab antara pengangkut dengan penumpang. Ber-
berdasarkan kesalahan (fault liability principle) dasarkan doktrin ini penumpang memiliki
dapat lebih dirinci menjadi: Pertama, tanggung hak yang terkandung dalam perjanjian ang-
jawab berdasarkan kesalahan karena melakukan kutan (contractual rights), dan sebaliknya
wanprestasi (tanggung jawab berdasarkan wan- pengangkut memiliki kewajiban berdasarkan

5
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 258.
6
R. Frans G. von der Dunk, “Liability Versus Responsibility in Space Law: Misconception or Misconstruction?”, http://digitalcommons.unl.
edu/spacelaw/43, diakses 23 Maret 2013.
7.
Rosa Agustina, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 21.
8.
Malcolm Leder et al., 1996, Frameworks Consumer Law, Financial Times Pitman Publishing, London, hlm. 102.
Nasution, Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut terhadap Penumpang Bus Umum 57
perjanjian angkutan (contractual liability). ngaruhi pemenuhan prestasi pihak la-
Sebagai konsekuensinya, gugatan pertang- wan. Dalam perjanjian apabila salah
satu pihak tidak melaksanakan per-
gungjawaban hukum dalam hal terjadinya
janjian (wanprestasi) maka timbullah
kerugian hanya dapat dilakukan berdasarkan hak untuk membatalkan perjanjian,
kontrak/janji mengenai warranty pengang- namun hak itu hilang apabila pihak
kut (kewajiban menjamin keselamatan ang- yang menuntut pembatalan tersebut
kutan). Janji tersebut dalam konsep hukum juga melakukan wanprestasi.10 Misal-
kan dalam perjanjian jual beli, penjual
perikatan adalah prestasi.
menolak untuk melakukan penyerahan
Apabila salah satu pihak dalam kon- barang, karena si pembeli tidak mem-
trak tidak melaksanakan prestasinya maka bayar harganya.
dikatakan wanprestasi. Perbuatan wanpresta- c) Kreditur telah melepaskan haknya
si ini dapat terjadi karena kesengajaan atau- Kreditur dapat juga dikatakan telah
melepaskan haknya untuk menga-
pun kelalaian. Sebagai konsekuensinya maka
jukan gugatan ganti kerugian akibat
pihak yang dirugikan dapat menuntut pihak wanprestasinya seseorang, melalui
yang melakukan wanprestasi untuk bertang- persetujuannya atau dengan tindakan-
gung jawab berupa penggantian kerugian nya. Dalam hal lepasnya hak kredi-
dengan perhitungan-perhitungan tertentu tur dengan dilakukannya tindakan, si
kreditur melakukan suatu tindakan
berupa biaya, rugi dan bunga dan/atau peng- yang menurut hukum tindakan terse-
akhiran kontrak. KUH Perdata memberikan but merupakan “pelepasan” hak si
tiga alasan yang dapat digunakan debitur kreditur. Misalkan dalam hal adanya
untuk terbebas dari kewajiban bertanggung cacat tersembunyi, dalam hal si kredi-
tur membeli barang yang cacat tersem-
jawab, yaitu:
bunyi, maka ia mempunyai hak untuk
a) Force Majeure
menuntut dengan dasar wanprestasi
Kadang kala suatu perjanjian tidak
(wanprestasi khusus) kepada penjual,
dapat dilaksanakan disebabkan diluar
namun apabila si pembeli membeli
kontrol atau kekuasaan pihak yang
kembali barang yang sama untuk ked-
berkewajiban. Kondisi ini disebut
ua kalinya dimana pada barang terse-
force majure, atau overmacht, dimana
but terdapat cacat tersembunyi maka
seorang debitur terhalang untuk mel-
aksanakan prestasinya karena kead- si pembeli telah melepaskan haknya
aan atau peristiwa yang tidak terduga untuk menuntut.
pada saat dibuatnya kontrak. Keadaan 2) Prinsip Tanggung Jawab karena
tersebut tidak dapat dipertanggung- Melakukan Perbuatan Melawan
jawabkan kepada debitur, sementara si
debitur tidak dalam keadaan beritikad Hukum Vide Pasal 1365 KUH Per-
buruk.9 data
b) Kreditur sendiri telah lalai (exceptio Perbuatan melawan hukum di Indone-
non adimpleti contractrus) sia secara normatif selalu merujuk ketentuan
Dalam perjanjian timbal balik (ber-
Pasal 1365 KUH Perdata. Rumusan norma
segi dua), masing-masing pihak dalam
perjanjian tersebut bertindak sebagai dalam pasal ini unik, tidak seperti ketentuan-
kreditur dan debitur. Artinya masing- ketentuan pasal lainnya. Perumusan norma
masing pihak memiliki hak dan ke- Pasal 1365 KUH Perdata lebih merupakan
wajiban yang saling berkaitan, tidak struktur norma dari pada substansi ketentuan
dipenuhinya salah satu kewajiban
hukum yang sudah lengkap. Ini mengakibat-
salah satu pihak akan dapat mempe-
kan substansi ketentuan Pasal 1365 KUH
9
Munir Fuady, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 113.
10.
Harlien Budiono, 2010, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan; Buku Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 233.
Mengutip pendapat Asser-Ruttern bahwa exceptio non adimpleti contractrus pada asasnya dapat diajukan mengingat bahwa dalam perjanjian
timbal balik para pihak telah menjanjikan prestasi yang saling bergantung satu dengan lain.
58 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 1, Februari 2014, Halaman 54-69

Perdata senantiasa memerlukan materialisasi recht); (2) bertentangan dengan ke-


di luar KUH Perdata. wajiban hukum si Pelaku sendiri; (3)
bertentangan dengan kesusilaan; dan
Perbuatan melawan hukum lahir ka-
(4) bertentangan dengan kepatutan,
rena adanya prinsip bahwa barang siapa me- ketelitian dan kehati-hatian;11
lakukan perbuatan yang membawa kerugian c) Unsur Kesalahan
kepada orang lain mewajibkan orang yang Unsur kesalahan pada suatu perbuatan
karena salahnya mengganti kerugian terse- sebenarnya tidak berbeda jauh den-
gan unsur melawan hukum, unsur ini
but. Hal mana dapat dilihat dalam Pasal 1365
menekankan pada kombinasi antara
KUH Perdata yang menentukan bahwa: tiap kedua unsur di atas di mana perbuatan
perbuatan melawan hukum yang mengaki- (yang meliputi kesengajaan atau kela-
batkan kerugian pada orang lain, mewajibkan laian) yang memenuhi unsur-unsur
orang yang melakukan perbuatan tersebut melawan hukum. Unsur kesalahan di-
pakai untuk menyatakan bahwa sese-
untuk mengganti kerugian. Suatu perbuatan
orang dinyatakan bertanggung jawab
melawan hukum dan dapat dimintakan per- untuk akibat yang merugikan yang ter-
tanggungjawabannya untuk membayar ganti jadi karena perbuatannya yang salah.
rugi apabila memenuhi unsur-unsur sebagai Berdasarkan undang-undang dan
berikut: yurisprudensi suatu perbuatan agar
dapat masuk dalam kategori melawan
a) Unsur Perbuatan hukum maka harus ada unsur kesala-
Unsur perbuatan sebagai unsur yang han (schuld) dalam melakukan per-
pertama dapat digolongkan dalam dua buatan tersebut.12
bagian yaitu perbuatan yang merupa- d) Unsur Kerugian
kan kesengajaan (dilakukan secara Pasal 1365 KUH Perdata menentukan
aktif) dan perbuatan yang merupakan kewajiban pelaku perbuatan melawan
kelalaian (pasif/tidak berniat melaku- hukum untuk membayar ganti rugi,
kannya). namun tidak ada pengaturan lebih
b) Unsur Melawan Hukum lanjut mengenai ganti kerugian terse-
Kata “melawan hukum”, sejak tahun but. Pasal 1371 ayat (2) KUH Perdata
1919 Belanda menganut pemahaman memberikan sedikit pedoman untuk
luas setelah putusan Lindenbaum vs. itu dengan menyebutkan: “juga peng-
Cohen. Perbuatan melawan hukum gantian kerugian ini di nilai menurut
kemudian diartikan tidak hanya per- kedudukan dan kemampuan kedua
buatan yang melanggar kaidah-kaidah belah pihak dan menurut keadaan”.
tertulis, yaitu perbuatan yang berten- Pedoman selanjutnya dapat ditemukan
tangan dengan kewajiban hukum si pada Pasal 1372 ayat (2) KUH Perdata
pelaku dan melanggar kaidah hak su- yang menyatakan: “Dalam menilai
byektif orang lain, tetapi juga perbua- satu dan lain, hakim harus memper-
tan yang melanggar kaidah yang tidak hatikan berat ringannya penghinaan,
tertulis, yaitu kaidah yang mengatur begitu pula pangkat, kedudukan dan
tata susila, kepatutan, ketelitian dan kemampuan kedua belah pihak, dan
kehati-hatian yang seharusnya dimi- pada keadaan”.
liki seseorang dalam pergaulan hidup e) Adanya Hubungan Kausal antara Per-
dalam masyarakat atau terhadap harta buatan dan Kerugian
benda warga masyarakat. Unsur mela- Ada dua ajaran yang berkaitan dengan
wan hukum terpenuhi apabila meme- hubungan kausal, yaitu: (1) teori con-
nuhi ketentuan sebagai berikut: (1) ditio sine qua non; Inti dari ajaran ini
bertentangan dengan hak subyektif yaitu: tiap-tiap masalah, yang meru-
orang lain (inbreuk of eens onders pakan syarat untuk timbulnya suatu

11
Setiawan, 1979, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, hlm. 82-83.
12
Wirjono Prodjodikro, 2000, Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, Mandar Maju, Bandung, hlm.16.
Nasution, Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut terhadap Penumpang Bus Umum 59
akibat, adalah sebab dari akibat; dan c) Guru – guru sekolah bertang-
(2) teori adaequate veroorzaking; Te- gung jawab atas tindakan murid
ori ini mengajarkan bahwa perbuatan – muridnya (Pasal 1367 KUH
yang harus dianggap sebagai sebab Perdata).
dari akibat yang timbul adalah per- d) Kepala – kepala tukang bertang-
buatan yang seimbang dengan akibat. gung jawab atas tindakan yang
Dasar untuk menentukan “perbuatan dilakukan tukang – tukangnya
yang seimbang” adalah perhitungan (Pasal 1367 KUH Perdata).
yang layak, yaitu menurut akal sehat e) Pemilik binatang bertanggung
patut dapat diduga bahwa perbuatan jawab atas tindakan yang di-
tersebut dapat menimbulkan akibat lakukan oleh binatang piaraan-
tertentu. nya itu (Pasal 1368 KUH Per-
3) Prinsip Tanggung Jawab Pengganti data).
f) Pemakai binatang bertanggung
(Vicarious Liability Principle)
jawab atas tindakan yang di-
Dalam situasi tertentu, seseorang da- lakukan oleh binatang yang di-
pat dibebani tanggung jawab untuk kesalahan pakainya (Pasal 1368 KUH Per-
perdata yang dilakukan orang lain, walau- data).
pun perbuatan melawan hukum itu bukan- g) Pemilik sebuah gedung bertang-
gung jawab atas ambruknya
lah kesalahannya. Hal semacam ini dikenal
gedung karena kelalaian dalam
sebagai tanggung jawab atas kesalahan yang pemeliharaan atau karena cacat
dilakukan orang lain (tanggung jawab peng- dalam pembangunan maupun
ganti) atau vicarious liability.13 Teori tang- tatanannya (Pasal 1369 KUH
gung jawab atas perbuatan melawan hukum Perdata).
yang dilakukan oleh orang lain, dapat dibagi 4) Prinsip Tanggung Jawab Berdasar-
dalam 3 (tiga) kategori sebagai berikut: (a) kan Kesalahan (Liability Based on
teori tanggung jawab atasan (respondeat su- Fault Principle)
perior, a superior risk bearing theory); (b) Prinsip tanggung jawab berdasar-
teori tanggung jawab pengganti yang bukan kan kesalahan dalam beberapa literatur di
dari atasan atas orang-orang dalam tang- bidang angkutan dikenal juga dengan isti-
gungannya; dan (c) teori tanggung jawab lah liabi-lity based on fault principle atau-
pengganti dari barang-barang yang berada di pun fault liability principle. Berdasarkan
bawah tanggungannya. prinsip ini, pengangkut harus bertanggung
Sedangkan KUH Perdata memperinci jawab atas kerugian yang diderita oleh pe-
beberapa pihak yang harus menerima tang- numpang, pengirim/penerima barang atau
gung jawab dari perbuatan melawan hukum pihak ketiga, karena kesalahannya dalam
yang dilakukan oleh pihak lain, yaitu sebagai melaksanakan angkutan.14 Unsur kesalahan
berikut: dalam prinsip ini merupakan isu sentral yang
a) Orang tua atau wali bertang- harus diperhatikan, jika hendak menuntut
gung jawab atas tindakan yang pertanggungjawaban pengangkut. Dimana
dilakukan oleh anak-anak di
diawali dengan konsepsi tentang “kewajiban
bawah tanggungannya atau di
bawah perwaliannya (Pasal pengangkut” untuk menyelenggarakan
1367 KUH Perdata). angkutan sampai ke tempat tujuan “dengan
b) Majikan bertanggung jawab selamat”, yang merupakan tanggung jawab
atas tindakan yang dilakukan hukum pengangkut.15 Apabila penyeleng-
oleh pekerjanya (Pasal 1367
garaan angkutan tersebut tidak selamat dan
KUH Perdata).
13
Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 203.
14
Wiwoho Soedjono, 1980, Hukum Perkapalan dan Pengangkutan Laut di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 129.
15
HMN. Purwosutjipto, 1987, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid III – Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, hlm. 52.
60 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 1, Februari 2014, Halaman 54-69

menimbulkan kerugian pada penumpang, tanggung jawab atas kerugian yang dider-
pengirim/penerima barang atau pihak ketiga, ita oleh penumpang, pengirim barang atau
maka pengangkut dapat dituntut untuk ber- pihak ketiga, kecuali jika pengangkut dapat
tanggung jawab atas kerugian itu. Tuntutan membuktikan bahwa pengangkutan tersebut
terhadap tanggung jawab pengangkut atas sudah diselenggarakan secara patut/layak.17
kerugian tersebut berdasarkan prinsip ini Apabila timbul kerugian dalam suatu pe-
(liability based on fault) dapat terpenuhi nyelenggaraan angkutan, maka berlakulah
“jika kerugian dikarenakan kesalahan pen- asumsi/anggapan bahwa pengangkut berke-
gangkut” dalam melaksanakan angkutan. wajiban untuk bertanggung jawab atas keru-
Persoalan ini tidaklah sederhana, ka- gian yang terjadi. Asumsi/anggapan tersebut
rena dalam praktek belum tentu setiap pe- dapat ditiadakan/dikesampingkan apabila
ngangkut secara sukarela akan mengakui pengangkut dapat membuktikan bahwa keru-
kesalahannya. Jika demikian, maka pihak gian tersebut terjadi di luar kesalahannya
penumpang, pengirim/penerima barang atau atau di luar kesalahan pegawainya, yang oleh
pihak ketiga tidak boleh bertindak sepihak Wiwoho Soedjono dikemukakan dalam kali-
dan harus dapat membuktikan bahwa keru- mat kecuali pengangkut dapat membuktikan
gian terjadi karena kesalahan pengangkut. bahwa pengangkutan telah diselenggarakan
Pembuktian tersebut dilakukan di pengadi- secara patut/layak.18
lan untuk diputus oleh hakim, seperti yang Menurut pendapat R. Soekardono,
disampaikan juga oleh Subekti bahwa wan- untuk membuktikan pengangkut telah me-
prestasi mempunyai akibat-akibat yang pen- nyelenggarakan angkutan dengan patut/
ting, oleh karena itu harus ditetapkan lebih layak, cukuplah dengan cara menunjukkan
dulu apakah seseorang itu telah melakukan dokumen-dokumen atau surat-surat yang ber-
wanprestasi atau lalai, dan kalau disangkal hubungan dengan keselamatan angkutan se-
olehnya harus dibuktikan di muka hakim.16 perti SIM pengemudi, Surat Layak Jalan
Liability principle ini diterapkan Un- bagi alat/armada angkutan, dan lain-lain.19
dang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Hal yang sama juga dikemukakan oleh E.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan dapat Suherman berdasarkan Ordonansi Pengang-
dilihat dalam UU tersebut pada Bab XIV ten- kutan Udara (Staatsblad Tahun 1939 No.
tang Kecelakaan Lalu Lintas, Bagian Ketiga 100) Pasal 29 ayat (1), bahwa pengangkut
(Kewajiban dan Tanggung Jawab), Paragraf tidak bertanggung jawab untuk kerugian
1 (Kewajiban dan Tanggung Jawab Penge- bila ia membuktikan bahwa ia dan semua
mudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ orang yang dipekerjakan itu, telah mengam-
atau Perusahaan Angkutan) Pasal 234 ayat bil semua tindakan yang diperlukan untuk
(1). menghindarkan kerugian atau bahwa tidak
5) Prinsip Tanggung Jawab Berdasar- mungkin bagi mereka untuk mengambil tin-
kan Praduga Bersalah (Presumption dakan-tindakan itu.20
of Liability Principle) Sehubungan dengan pemikiran be-
Menurut Wiwoho Soedjono, prinsip berapa sarjana tersebut di atas, yang memuat
tanggung jawab berdasarkan praduga ber- penjelasan tentang prinsip tanggung jawab
salah adalah bahwa pengangkut harus ber- berdasarkan praduga bersalah (presumption

16
Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 5.
17
Wiwoho Soedjono, Op.cit., hlm. 35.
18
Ibid., hlm. 139.
19
Soekardono, 1986, Hukum Dagang Indonesia Jilid II Bagian Pertama, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 45.
20
E. Suherman, 1980, Hukum Udara Indonesia dan Internasional, Alumni, Bandung, hlm. 37.
Nasution, Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut terhadap Penumpang Bus Umum 61
of liability principle), maka dapat ditarik 2 kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan
(dua) kesimpulan, yaitu: (a) jika timbul keru- bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh ke-
gian selama dalam pelayanan angkutan, maka salahan Perusahaan Angkutan Umum.
pengangkut dianggap wajib untuk bertang- 7) Prinsip Tanggung Jawab Tanpa Ke-
gung gugat; dan (b) anggapan tersebut dapat salahan (No Fault Liability Princi-
digugurkan, apabila pengangkut dapat mem- ple)
buktikan salah satu di antara hal-hal berikut, Berdasarkan prinsip tanggung jawab
yaitu: (1) bahwa pengangkutan sudah dise- tanpa kesalahan, bahwa seseorang harus
lenggarakan secara layak;21 (2) bahwa keru- bertanggung jawab ketika kerugian terjadi,
gian itu terjadi di luar kesalahan Pengangkut terlepas dari ada tidaknya kesalahan pada
atau kesalahan pegawainya; (UULLAJR dirinya, sehingga faktor kesalahan bukan
Nomor 3 Tahun 1965 Pasal 24 ayat 1); (3) lagi merupakan unsur yang harus dibuktikan
bahwa pengangkut telah mengambil semua di pengadilan.25 No fault liability principle
tindakan yang diperlukan untuk menghindar- ini dapat diperinci menjadi 2 prinsip, yaitu
kan kerugian;22 dan (4) bahwa pengangkut strict liability principle dan absolute liabil-
tidak mungkin mengambil tindakan-tindakan ity principle. Dalam berbagai kepustakaan,
yang diperlukan untuk menghindarkan keru- kedua istilah tersebut (absolute liability dan
gian.23 strict liability) sering dipergunakan secara
6) Prinsip Dianggap Tidak Harus Ber- bergantian, seperti yang disampaikan oleh E.
tanggung Jawab (Presumption of Saefullah Wiradipradja, yang menyatakan:26
Non-Liability Principle) […] bahwa dalam kepustakaan berba-
Prinsip tanggung jawab ini merupakan hasa Inggris penggunaan istilah strict
suatu bentuk tanggung jawab bersyarat, ar- liability dan absolute liability (kadang-
tinya pihak penumpang harus membuktikan kadang juga ‘no-fault liability’) sering
tampak secara bergantian. Meskipun
kesalahan pihak pengangkut atau orang yang baik secara teoritis maupun praktis su-
dipekerjakannya. Apabila pihak penump- lit mengadakan pembedaan yang tegas
ang tidak dapat membuktikan kesalahan pe- di antara kedua istilah tersebut, na-
ngangkut, maka ganti rugi tidak akan diberi- mun Bin Cheng menunjukkan adanya
perbedaan pokok antara kedua istilah
kan.24 Dalam Undang-Undang Nomor 22
tersebut.
Tahun 2009, penerapan prinsip ini dapat dili-
hat pada beberapa pasalnya, yaitu: (a) Pasal Istilah prinsip tanggung jawab mutlak
192 ayat (4) yang menentukan bahwa: pen- sering dipadankan dengan istilah strict liabi-
gangkut tidak bertanggung jawab atas keru- lity principle dan/atau absolute liability prin-
gian barang bawaan Penumpang, kecuali jika ciple, padahal menurut Bin Cheng ada per-
Penumpang dapat membuktikan bahwa keru- bedaan pokok antara kedua prinsip liability
gian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau tersebut. Penggunaan istilah absolute liabi-
kelalaian pengangkut; dan (2) Pasal 194 ayat lity untuk pertama kalinya disampaikan oleh
(1) yang menentukan bahwa: Perusahaan John Salmond pada tahun 1907, sedangkan
Angkutan Umum tidak bertanggung jawab strict liability dikemukakan oleh W.H. Win-
atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, field pada tahun 1926.27 Pendapat W.H. Win-

21
Wiwoho Soedjono, Op.cit., hlm. 35.
22
E. Suherman, Op.cit., hlm. 37.
23
Ibid., hlm. 132.
24
Ibid.
25
Rosa Agustina, Op.cit., hlm. 230.
26
E. Saefullah Wiradipradja, Op.cit., hlm. 37.
62 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 1, Februari 2014, Halaman 54-69

field tersebut didukung oleh G.H.L. Fridman of 1984, Rylands was rejected by name
karena banyaknya alasan-alasan yang dapat in only seven American jurisdictions:
Maine, New Hampshire, New York,
dipergunakan untuk membebaskan diri dari
Oklahoma, Rhode Island, Texas, and,
kewajiban bertanggung jawab (usual de- for all practical purposes, Wyoming.30
fences) dalam pelaksanaan absolute liabi-
lity, walaupun tidak diperlukan adanya unsur Sebenarnya persoalan yang mendasar
kesalahan. Menurut G.H.L. Fridman seperti dalam suatu istilah terletak pada makna yang
yang dikutip oleh Carrie da Silva, bahwa terkandung di dalamnya. Mircea Mateesco-
suatu sistem tanggung jawab tanpa kesalahan matte seorang sarjana Prancis seperti yang
yang disertai dengan berbagai pengecual- dikutip oleh E. Saefullah Wiradipradja,
ian yang sudah secara umum diakui sebagai menggunakan istilah objective liability seba-
alasan untuk membebaskan tanggung jawab gai padanan strict liability untuk membeda-
(usual defenses), lebih tepat disebut sebagai kannya dengan absolute liability, dimana
strict liability.28 dinyatakannya bahwa: […] dalam ‘objective
Adanya sanggahan terhadap peng- liability’ dimungkinkan tergugat membebas-
gunaan istilah absolute liability tidak me- kan diri dari tanggung jawabnya dalam hal
nyebabkan surutnya pemakaian istilah terse- ‘force majeure’ atau ‘contributory negligence
but, pemakaian istilah ini tetap berlangsung of a third party’ (kerugian disebabkan oleh
seperti yang dikemukakan oleh C. Conrad kesalahan pihak ketiga), sedangkan dalam
Claus: Absolute liability” is the modern term ‘absolute liability’ hal itu tidak mungkin.31
for the type of liability that the Exchequer Menurut Bin Cheng bahwa pada strict
Chamber imposed on Rylands. Courts and liability terdapat hubungan kausalitas antara
commentators frequently refer to this type orang yang bertanggung jawab dengan keru-
of liability as “strict liability.29 Sehubungan gian, dan hal-hal yang biasanya dapat mem-
dengan itu Thomas C. Galligan dalam salah bebaskan tanggung jawab (usual defenses)
satu tulisannya menyatakan: tetap diakui kecuali yang mengarah pada
Some authorities, however, believe pernyataan tidak bersalah (absence of fault)
that the term “strict liability” more karena kesalahan tidak lagi diperlukan. Se-
properly applies to cases involving a dangkan dalam absolute liability tidak diper-
case-specific risk-utility balance not syaratkan adanya hubungan kausalitas antara
called for in Rylands. Thus, for the
orang yang bertanggung jawab dengan keru-
purposes of this Article, and with due
respect for the courts and commenta- gian dan usual defenses tidak berlaku, kecua-
tors that have used the term “strict li dinyatakan secara tegas dan khusus dalam
liability,” this author adopts the “ab- suatu peraturan perundang-undangan. Berbe-
solute liability” wording as more con- da dengan pemikiran Mircea Mateesco-matte
ceptually useful. Currently, most states
dan Bin Cheng tersebut di atas, menurut E.
generally accept the Rylands doctrine
either by name or by a statement of Saefullah Wiradipradja:32
law that was derived from Rylands. As […] karena yang menjadi ukuran

27
Carrie da Silva, 2006, The Continuing Life of Rylands v Fletcher: a Comparative Analysis of the Development and Enduring Use of the Rule
in Rylands v Fletcher in England and Wales and the Common Law World, Wadham College, Oxford, hlm. 4.
28
Ibid., hlm. 6.
29
C. Conrad Claus, Op.cit., hlm. 180.
30
Thomas C. Galligan Jr., “Strict Liability in Action: The Truncated Learned Hand Formula”, Louisiana Law Review, Vol. 52, No. 2 , November
1991, hlm. 325.
31
E. Saefullah Wiradipradja, Op.cit., hlm. 37.
32
Ibid., hlm. 40.
Nasution, Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut terhadap Penumpang Bus Umum 63
utama dari prinsip tanggung jawab kan bahwa terdapat kelalaian pelaku sehing-
mutlak (yang membedakannya dari ga terjadi perbuatan melawan hukum yang
prinsip-prinsip tanggung jawab lain-
merugikan korban. Doktrin ini sebenarnya
nya) adalah tanggung jawab yang
tidak mempersoalkan ada atau tidak merupakan semacam metode pembuktian
adanya kesalahan (no-fault liability, sirkumstansial (circumstantial evidence),
liabi-lity without fault, responsabilite yakni suatu bukti tentang fakta dan dari fak-
sans faut), maka dalam tulisan ini akan ta-fakta mana suatu kesimpulan yang masuk
digunakan istilah tanggung jawab mu-
akal ditarik. Misalkan saja dari letak mobil
tlak sebagai padanan ungkapan strict
liability atau absolute liability […]. atau kerusakan mobil dapat ditarik kesimpu-
lan kecepatan mobil yang bersangkutan.
Saefullah Wiradipradja tidak memper- Doktrin res ipsa loquitur diterapkan
masalahkan apakah ada usual defenses (se- di Inggris sejak 1809, yaitu dalam kasus
perti act of god, contributory negligence, force terkenal Christie v. Grigg yang menerapkan
majeure, keadaan perang, tindakan pengua- doktrin tersebut dalam kasus kelalaian pe-
sa, cacat dari barang, dan sebagainya), atau- ngangkut terhadap penumpangnya. Tujuan
pun tidak ada. Padahal, sebenarnya persoalan sebenarnya doktrin ini bukan untuk mem-
inilah (usual defenses) yang menjadi pokok balikkan beban pembuktian dan juga bukan
perdebatan dalam membedakan antara abso- untuk mengubah kriteria tanggung jawab,
lute liability dan strict liability, dimana telah akan tetapi semata-mata bertujuan untuk
terjadi perbedaan pendapat di antara para mempermudah korban dalam hal membuk-
sarjana dalam pengkajian terhadap absolute tikan siapa yang bersalah, dengan menun-
liability dan strict liability. Persoalan tentang jukkan kepada bukti sirkumstansial. Dalam
unsur kesalahan, para sarjana pada umum- peristiwa kecelakaan lalu lintas yang berat,
nya sepakat untuk mengesampingkannya dan pihak korban sangat sulit membuktikan un-
tidak mempersoalkan ada atau tidak ada. sur kelalaian dari pihak pelaku (pengangkut),
Berdasarkan uraian-uraian di atas, apalagi bukti-bukti berada atau dalam akses
maka penggunaan istilah antara strict li- dan kekuasaan pelaku yang sulit didapatkan
ability dan absolute liability tidaklah tepat oleh korban.
apabila digunakan secara bergantian untuk 2. Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Mu-
suatu hal yang sama. Pada pokoknya, strict tlak (Absolute Liability dan Strict Liability)
liability merupakan suatu prinsip tanggung Pada awalnya pemikiran mengenai prinsip
jawab yang berbeda dengan absolute liability tanggung jawab berdasarkan kesalahan merupa-
seperti yang dikemukakan oleh Bin Cheng. kan dasar dari prinsip pertanggungjawaban dalam
Prinsip no fault liability memiliki banyak ke- hukum perdata, dimana adanya perjanjian sebagai
samaan dengan doktrin res ipsa locuitur (the dasar adanya hubungan hukum antara pengangkut
thing speaks for itself/benda tersebut yang dengan penumpangnya (privity of contract) yang
berbicara), yang merupakan suatu doktrin secara kumulatif diperlukan sebagai syarat tim-
dalam bidang pembuktian perdata. Dalam bulnya pertanggungjawaban hukum.33 Pada bidang
hukum perdata pihak yang mengajukan gu- perlindungan konsumen pemikiran ini menim-
gatan harus membuktikan kesalahan dari bulkan doktrin caveat emptor, yakni bahwa pihak
pelaku, apabila merupakan kelalaian maupun konsumen harus berhati-hati dalam mengkonsumsi
kesengajaan. Pembuktian ini seringkali sa- suatu produk (let the buyer beware),34 karena apa-
ngat menyulitkan korban untuk membukti- bila konsumen mengkonsumsi produk cacat dan
33
Inosentius Samsul, 2004, Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Pascasarjana Fakultas Hukum Univer-
sitas Indonesia, Jakarta, hlm. 48.
34
. Malcolm Leder et al., Op.cit., hlm. 28.
64 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 1, Februari 2014, Halaman 54-69

mengalami kerugian, maka ia harus membuktikan membuktikan adanya kelalaian (kesalahan) pe-
berbagai unsur (kesalahan) dalam gugatan ganti ngangkut. Mengingat secara fisik seorang penum-
kerugian terhadap pelaku usaha (produsen). pang yang berada dalam alat angkut (bus umum),
Teori pertanggungjawaban hukum berdasar- tidaklah mudah mengetahui dan memahami ke-
kan kesalahan tidak memberikan perlindungan seluruhan rentetan kejadian yang menimpa bus
yang maksimal terhadap konsumen, karena kon- yang ditumpanginya, terutama pada saat terjadinya
sumen mengalami dua kesulitan dalam pengajuan kecelakaan. Selain itu, status sebagai penumpang
gugatan kepada pelaku usaha.35 Kedua kesulitan sangat berbeda dengan pengangkut yang merupa-
tersebut, yaitu: (a) keharusan adanya hubungan kan operator alat angkutan (bus umum). Penum-
kontrak; dan (b) argumentasi pelaku usaha bahwa pang sebagai konsumen tidak mengetahui duty of
kerugian konsumen diakibatkan oleh kerusakan ba- care yang seharusnya lebih diketahui dengan baik
rang yang tidak diketahui atau tidak dapat diduga, oleh pengangkut (sebagai pelaku usaha).38 Apa-
sehingga unsur kesalahan tidak terbukti.36 bila pihak pengangkut menggunakan argumentasi
Konsep tanggung jawab berdasarkan kesala- bahwa kerugian penumpang diakibatkan oleh suatu
han tidak bertahan lama karena beban pembuktian peristiwa yang tidak dapat dicegah atau dihindari,
unsur kesalahan yang diletakkan pada konsumen maka pihak penumpang akan kesulitan untuk me-
dinilai tidak adil, sebab konsumen tidak mengeta- matahkan argumentasi pengangkut tersebut.
hui duty of care yang seharusnya lebih diketahui Esensi contractual liability yang melekat
dengan baik oleh pelaku usaha. Adanya duty of care pada pihak pengangkut adalah mengangkut pe-
dalam setiap bidang usaha ini kemudian mempe- numpang sampai di tempat tujuan yang ditentukan
ngaruhi lahirnya teori tanggung jawab profesional dengan selamat. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi
atas terjadinya malpraktek yang juga berdasarkan maka pengangkut dapat dikategorikan melanggar
prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan. kewajiban yang terkandung dalam contractual li-
Menurut doktrin profesional malpraktek, seseorang ability.39 Duty of care yang melekat pada pengang-
yang dianggap profesional akan berkewajiban ke- kut telah dilanggar, telah terjadi breach of duty
pada pihak lain suatu tugas (duty) untuk menja- (breach of contract) yang dilakukan pengangkut.40
min profesionalitasnya bahwa ia telah memenuhi Berdasarkan berbagai penjelasan di atas,
standar kemampuan tertentu sesuai dengan level dalam mewujudkan dan mengamankan contractual
profesionalitas dalam lapangan tersebut.37 Konsep rights yang dimiliki penumpang tersebut, setidak-
tanggung jawab profesional ini diaplikasikan den- nya perlu dipertimbangkan untuk memberlakukan
gan pelatihan yang spesifik dan ijin/lisensi sebagai prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan no fault
bukti kepemilikan tingkat skill yang lebih tinggi liability principle (baik dalam konteks absolute
dibandingkan pihak lain yang non profesional. liability ataupun strict liability). Menurut prinsip
Di bidang angkutan pada umumnya, pe- ini terjadinya kerugian penumpang dianggap se-
numpang terkendala pada kesulitannya untuk bagai kelalaian pihak pengangkut, sehingga unsur

35
Inosentius Samsul, Op.cit., hlm. 144.
36
Ibid.
37
Edmon Makarim, 2010, Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Sistem Elektronik, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 248.
38
Inosentius Samsul, Loc.cit. hlm. 55.
39
Jerry J. Philips, 1993, Products Liability in a Nutshell, West Publishing Co., St. Paul Minnesota, hlm. 4.
40
Graham Stevenson et al., 1987, Commercial & Consumer Law, Blackstone Press Limited, London, hlm. 128. Prinsip duty of care ini harus
dipenuhi juga dalam perjanjian jasa, dimana kelalaian dalam pemberian jasa dapat dikategorikan sebagai negligence yang menimbulkan pro-
duct (service) liability. Implementasi prinsip ini pada defective service terlihat dalam kasus Hedley Byrne & Co Ltd v. Heller & Partners Ltd.
[1963] 2 All ER, 575, [1964] AC 465. Dalam kasus ini, penggugat mengajukan gugatan karena tergugat sebagai lembaga keuangan dianggap
lalai dalam melaksanakan tugasnya memberi nasihat investasi sehingga penggugat mengalami kerugian. Walaupun House of Lords menolak
gugatan karena adanya klausula penyangkalan tanggung jawab (disclaimer) dalam perjanjian dan ketiadaan duty of care, namun mereka
menyatakan bahwa dalam situasi yang tepat maka duty of care untuk memberi nasihat keuangan dapat muncul, sehingga pelanggaran duty of
care ini dapat dikategorikan sebagai negligence.
Nasution, Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut terhadap Penumpang Bus Umum 65
kesalahan tidak perlu lagi dibuktikan di pengadi- melibatkan lembaga asuransi. Se-
lan. Penumpang hanya perlu membuktikan adanya dangkan untuk penerapan prinsip
strict liability, sebaiknya tidak dis-
product defect (kecelakaan angkutan) tersebut,
ertai dengan adanya sistem plafond,
adanya faktor kerugian pada dirinya, dan hubu- karena hal ini akan membatasi hak
ngan di antara keduanya.41 Penerapan no fault liabi- korban untuk memperoleh ganti keru-
lity principle (baik dalam konteks absolute liability gian atas seluruh kerugian yang dider-
ataupun strict liability) dapat dilakukan berdasar- itanya serta akan menurunkan tingkat
kehati-hatian para pengusaha. Ber-
kan pertimbangan dan alasan yang tepat, berdasar-
dasarkan prinsip strict liability penum-
kan penilaian yang tidak sepihak, serta meminima- pang dapat melakukan gugatan ganti
lisir timbulnya ketidakadilan dalam penerapannya. rugi melalui lembaga peradilan, agar
Beberapa pertimbangan yang dapat dikemukakan memperoleh ganti kerugian atas selu-
dalam penerapan prinsip tanggung jawab ini, yaitu: ruh kerugian yang dideritanya. pada
sisi lain, pelaku usaha (pengangkut)
a. Pada saat peristiwa kecelakaan, instru- yang memiliki superior ability dapat
men yang menyebabkan kerugian be- mendistribusikan resikonya sebagai
rada dalam kontrol yang eksklusif dari bagian biaya dalam melakukan bisnis.
pihak pelaku (pengangkut).42 Pen- c. Pihak pelaku lebih banyak mengetahui
gangkut sebagai pihak pelaku memiliki seluk-beluk kejadiannya (Pengangkut
hak kontrol yang eksklusif terhadap sebagai pihak pelaku memiliki hak
alat angkutan, maka berdasarkan kon- kontrol yang eksklusif), tetapi belum
sepsi keadilan korektif dimana hubun- tentu mau menjelaskan apa yang se-
gan antara satu orang dengan orang benarnya terjadi. Pada sisi lain, pihak
lainnya merupakan keseimbangan korban memang tidak mengetahui ke-
(equality) antara apa yang diberikan jadiannya karena tidak memiliki akses
dengan apa yang diterimanya,43 pelaku yang cukup kepada kejadian tersebut.
sepatutnya memiliki kewajiban yang Apabila diterapkan prinsip fault liabi-
sebanding dengan hak yang dimilikin- lity, maka hal ini akan menimbulkan
ya tersebut. Duty of care pengangkut ketidakadilan dalam pembuktian di
diukur dari keselamatan penumpang pengadilan.45
untuk sampai di tempat tujuan yang d. Jumlah kecelakaan lalu lintas yang
telah ditentukan. banyak sehingga mengganggu kepen-
b. Adanya kemampuan yang lebih besar tingan masyarakat, seperti pendapat
(superior ability) dari pelaku usaha Muladi dan Dwidja Priyatno46 yang
untuk mendistribusikan resiko keru- menyatakan bahwa, “Pemberlakuan
gian sebagai suatu biaya untuk mel- konsep ini, bukan atas dasar kesala-
akukan bisnis.44 Penerapan prinsip no han subyektif, tetapi atas dasar kepen-
fault liability (dalam arti absolute li- tingan masyarakat yang bertujuan
ability) dapat dikaitkan dengan sistem untuk menjaga keseimbangan kepen-
plafond (sebagai batas minimal wujud tingan sosial, sehingga dapat tercipta
tanggung jawab pengangkut), dengan harmonisasi nilai-nilai sosial budaya
41
David Oughton et al., 1997, Textbook on Consumer Law, Hailsham and Scaynes Hill, Sussex, hlm. 135. Salah satu yurisprudensi yang fenom-
enal yang menyebabkan tidak berlakunya asas privity of contract adalah kasus Donoghue (or McAlister) v Stevenson, [1932] All ER Rep 1;
[1932] AC 562; House of Lords. Dalam kasus ini, Donoghue menemukan siput dalam minuman yang dituangkan dari botol minuman yang
diproduksi oleh Stevenson. Hal ini menyebabkan Donoghue mengalami shock dan harus dirawat karena menderita gastro-entritis. Walaupun
antara Donoghue dan Stevenson tidak ada hubungan kontraktual, namun Stevenson tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh Donoghue berdasarkan asas strict liability. Hal ini berarti bahwa unsur kesalahan Stevenson tidak perlu dibuktikan dalam pengadilan,
karena prinsip kehati-hatian (duty of care) harus dilakukan olehnya sebagai produsen. Hukum Inggris membatasi keberlakuan asas strict li-
ability pada kerugian kematian atau cedera atau sakit jasmani serta kerugian properti milik konsumen di atas 275 poundsterling.
42
David Oughton, et al., Ibid., hlm. 103.
43
Munir Fuady, Op.cit., hlm. 109.
44
Edmon Makarim, Op.cit., hlm. 246.
45
Munir Fuady, Loc.cit., hlm. 103.
46
Muladi et al., 2010, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 121.
66 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 1, Februari 2014, Halaman 54-69

bangsa Indonesia yang lebih me- numpang bus umum, yaitu: (a) Undang-Undang
ngutamakan keselarasan, keserasian, No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan
dan keseimbangan antara kehidupan
Wajib Kecelakaan Penumpang; dan (b) Undang-
masyarakat dan individu”.
Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Banyaknya jumlah kecelakaan, tampaknya Angkutan Jalan. Program asuransi kecelakaan yang
tidak diimbangi dengan peningkatan profesion- dimaksud dalam 2 (dua) Undang-Undang tersebut
alitas dari aparat yang berkompeten melakukan merupakan asuransi yang bersifat wajib atau com-
pembinaan. Hal mana dapat disimpulkan dari per- pulsory insu-rance, berbeda dengan voluntary in-
nyataan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal surance yang bersifat sukarela sebagaimana dimak-
Perhubungan Darat.47 Pejabat tersebut berpendapat sud dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2
seakan-akan tidak ada hubungan pertanggungjawa- Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian maupun
ban antara perusahaan angkutan umum (PO Sum- Pasal 246 KUHD.
ber Kencono) dengan pengemudinya. Pendapat Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun
tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang dimuat 1964 Pemerintah mengadakan Dana Pertanggun-
dalam Pasal 1367 KUH Perdata, dimana dinyata- gan Wajib Kecelakaan. Undang-Undang ini me-
kan bahwa seorang bertanggung jawab atas akibat- wajibkan setiap penumpang kendaraan bermotor
akibat perbuatan melawan hukum atau kelalaian- umum trayek luar kota membayar iuran setiap kali
kelalaian pegawai atau buruh bawahannya. perjalanan.49 Iuran wajib tersebut harus dibayar
Sebagian sarjana berpendapat bahwa ber- bersama dengan pembayaran biaya angkutan pe-
dasarkan pertimbangan moral prinsip tanggung numpang kepada pengusaha angkutan umum yang
jawab yang tepat adalah prinsip tanggung jawab bersangkutan. Pengusaha/pemilik alat angkutan
berdasarkan kesalahan. Konsep tanggung jawab umum yang bersangkutan wajib memberi pertang-
negligence sebagai bentuk tanggung jawab yang gungan jawab seluruh hasil pungutan iuran wajib
lebih memiliki alasan moral. Prinsip yang harus para penumpangnya dan menyetorkannya kepada
diberlakukan adalah no fault no liability/no liabi- perusahaan pengelola, dalam hal ini PT (Persero)
lity without fault bahwa tidak seorang pun dapat di- Asuransi Kerugian Jasa Raharja.
mintakan tanggung jawab apabila tidak terdapat un- Ditinjau dari sudut pandang tujuannya, asu-
sur kesalahan (no liability without fault).48 Dalam ransi berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun
kondisi normal, dimana substansi kedudukan para 1964 ini bertujuan untuk melindungi masyarakat,
pihak benar-benar seimbang, pemikiran tersebut dan disebut pertanggungan sosial.50 Konsep per-
cukup beralasan dan dapat diterima, namun jika tanggungan sosial (asuransi wajib) dalam Undang-
substansi kedudukan para pihak tidak seimbang, Undang ini tidak terlepas dari persoalan tanggung
tidak sama, tentunya perlu dilakukan telaah lebih jawab negara (pemerintah) dalam mengupayakan
lanjut terhadap pemikiran tersebut. kesejahteraan sosial. Ada beberapa persamaan
3. Santunan Asuransi Kecelakaan dan Ganti antara asuransi ini jika dibandingkan dengan asu-
Rugi Bagi Penumpang Bus Umum ransi kecelakaan lalu lintas (penumpang) yang
Ada 2 (dua) Undang-Undang yang memuat diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009.
pengaturan mengenai asuransi kecelakaan bagi pe- Persamaan tersebut antara lain, yaitu: sama-sama
47
Pusat Komunikasi Publik Direktorat Perhubungan Darat, “Suroyo: Kalau Manajemen Salah, Tidak Usah Diminta Akan Saya Cabut”, http://
www.dephub.go.id/read/berita/Direktorat-Jenderal-Perhubungan-Darat/9600#, diakses 23 Maret 2013. Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat Kementerian Perhubungan tidak akan melakukan pencabutan izin usaha PO Sumber Kencono. Apalagi PO Sumber Kencono termasuk
perusahaan yang di kelola secara profesional.Jika kesalahan ada pada pengemudi PO Sumber Kencono yang ugal-ugalan apakah pantas jika
izin usahanya yang dicabut.
48
Mas Achmad Santosa, et al., 1998, Penerapan Asas Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) di Bidang Lingkungan Hidup, Indonesian
Center for Environment Law, Jakarta, hlm. 18.
49
A. Hasymi Ali, 2002, Pengantar Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 13.
50
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1980, Seri: Hukum Dagang, Pertanggungan Wajib/Sosial – Undang-Undang No. 33 dan Undang-Undang
No. 34 Tahun 1964, Seksi Hukum Dagang FH-UGM, Yogyakarta, hlm. 6.
Nasution, Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut terhadap Penumpang Bus Umum 67
memuat unsur wajib, diadakan untuk kepentingan tukannya. Meskipun demikian, kondisi ini tidak
pihak penumpang yang mengalami kecelakaan menghalangi untuk dilakukannya kajian secara
lalu lintas, berdasarkan konsepsi tanggung jawab kritis terhadap program asuransi kecelakaan terse-
negara (pemerintah) dalam mengupayakan kes- but. Kajian dimaksud terkait dengan pengangkut
ejahteraan sosial, dan lain sebagainya. Adanya yang wajib untuk mengikuti program asuransi ke-
beberapa persamaan antara asuransi kecelakaan celakaan, dimana hal itu merupakan wujud dari
dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 1964 dan tanggung jawab pengangkut. Pada sisi lain ber-
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 memang dasarkan Pasal 234 ayat (1) menentukan bahwa
dapat menimbulkan penafsiran seakan-akan ada untuk tanggung jawab pengangkut diberlakukan
double insurance, sebenarnya tidaklah demikian liability based on fault principle. Prinsip tang-
itu. Ada beberapa perbedaan di antara kedua as- gung jawab ini dapat menyulitkan penumpang
uransi tersebut: (atau ahli warisnya) dalam mendapatkan santunan
(ganti rugi) asuransi, karena pihak asuransi per-
Unsur UU No.33 UU No. 22
Tahun 1964 Tahun 2009 lu mendapatkan kepastian terlebih dulu apakah
Pembayar iu- Penumpang Pengangkut kerugian penumpang memang merupakan tang-
ran wajib Jaminan Kese- Tanggung Ja- gung jawab pengangkut berdasarkan ketentuan
(premi) teraan Sosial wab Hukum yang berlaku.
Kepentingan Pengangkut
yang diasu- terhadap Pe- Liability based on fault principle yang
ransikan numpang harus diterapkan dalam menetapkan tanggung
jawab pengangkut, mensyaratkan adanya unsur
Program Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas kesalahan pengangkut yang menyebabkan tim-
dan Angkutan Jalan pengaturannya dapat dili- bulnya kerugian penumpang. Untuk menetapkan
hat dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, apakah pengangkut telah melakukan kesalahan
setidaknya dimulai dari Pasal 234 ayat (1) yang (kelalaian), menetapkan apakah pengangkut telah
pada pokoknya menentukan bahwa pengangkut melakukan kesalahan sehingga terjadi kecelakaan
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita lalu lintas yang bersangkutan dan berakibat tim-
oleh penumpang karena kelalaian pengemudi. bulnya kerugian penumpang bus umum, meru-
Selanjutnya dalam Pasal 237 ayat (1) ditentukan pakan suatu persoalan tersendiri yang berada di
bahwa pengangkut wajib mengikuti program luar kewenangan pihak penanggung (perusahaan
asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggung asuransi). Kondisi bermasalah ini tentunya akan
jawabnya atas jaminan asuransi bagi korban ke- bermuara pada lembaga peradilan, karena pero-
celakaan (termasuk penumpang). Sedangkan rangan tidak diperkenankan melaksanakan sanksi
dalam Pasal 239 pada pokoknya menentukan untuk menegakkan hukum, itu merupakan tinda-
bahwa, Pemerintah mengembangkan program as- kan menghakimi sendiri, aksi sepihak atau eigen-
uransi kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan richting.51
dan membentuk perusahaan asuransi kecelakaan Berdasarkan penjelasan tersebut, seharus-
lalu lintas dan ang-kutan jalan sesuai dengan pera- nya liability based on fault principle yang diterap-
turan perundang-undangan. kanlah dalam Pasal 234 ayat (1) Undang-Undang
Perusahaan asuransi kecelakaan seba- No. 22 Tahun 2009 direvisi menjadi absolute li-
gaimana dimaksud dalam Pasal 239 Undang-Un- ability principle. Selain itu juga perlu mengadopsi
dang No. 22 Tahun 2009 sampai sekarang belum mekanisme dan ketentuan pembayaran santunan
dibentuk, semestinya hal ini menjadi catatan ki- yang selama ini dipraktekkan PT (Persero) Asu-
nerja Pemerintah dan memprioritaskan pemben- ransi Kerugian Jasa Raharja sebagai pelaksanaan

51
Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, hlm. 21.
68 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 1, Februari 2014, Halaman 54-69

Undang-Undang No. 33 Tahun 1964. Penerapan ab- 237 UU No. 22 Tahun 2009, karena pihak asuransi
solute liability principle tersebut dilakukan bersa- hanya dapat membayar santunan setelah adanya
ma dengan penggunaan sistem plafond (penentuan kepastian bahwa kerugian penumpang dikarenakan
batas maksimal jumlah santunan yang ditanggung kesalahan pengangkut.
perusahaan Asuransi) dalam pembayaran santunan Kedudukan pihak penumpang yang lemah
(ganti rugi). dan tidak pasti tersebut perlu mendapat perhatian
Pembayaran santunan (ganti rugi) asuransi semua pihak, khususnya para pembentuk UU. Se-
mungkin saja tidak sesuai dengan jumlah kerugian baiknya segera dilakukan revisi terhadap UU No.
yang diderita penumpang (ahli warisnya), karena 22 Tahun 2009 khususnya terkait dengan carrier
penggunaan sistem plafond tersebut di atas. Agar liability principle dengan memberlakukan no fault
hak penumpang dapat pulih seperti sebelumnya, liability principle (absolute liability principle dan/
maka dimungkinkanlah pengajuan tuntutan ganti atau strict liability principle). Absolute liability
rugi melalui lembaga peradilan untuk memenuhi principle diterapkan terhadap pengangkut dalam
jumlah kekurangan tersebut. Terhadap tanggung kaitannya dengan program asuransi kecelakaan
jawab pengangkut dalam hal ini seharusnya ditera- lalu lintas dan angkutan jalan, yang disertai dengan
pkan strict liability principle yang memberlakukan penggunaan sistem plafond dalam pembayaran san-
usual defenses. tunan. Sedangkan strict liability principle diterap-
kan terhadap pengangkut dalam kaitannya dengan
C. Penutup
upaya pemenuhan ganti rugi sesuai dengan kerugian
Prinsip tanggung jawab pengangkut terhadap
yang diderita penumpang, yang secara keseluruhan
penumpang bus umum masih menggunakan liabi-
belum terpenuhi walaupun ada pembayaran santu-
lity based on fault principle, yang mengakibatkan
nan dari program asuransi kecelakaan lalu lintas
lemahnya kedudukan pihak penumpang jika ber-
dan angkutan jalan. Selanjutnya, Pemerintah perlu
hadapan dengan pengangkut. Pada sisi lain penera-
segera membentuk perusahaan asuransi kecelakaan
pan prinsip tanggung jawab ini dapat menimbulkan
lalu lintas dan angkutan jalan untuk menjadi sarana
ketidakpastian dalam pembayaran santunan asu-
pelaksanaan program asuransi kecelakaan lalu lin-
ransi kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan se-
tas dan angkutan jalan.
bagaimana dimaksud dalam Pasal 234 juncto Pasal

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Fuady, Munir, 2002, Perbuatan Melawan Hukum


Agustina, Rosa, 2003, Perbuatan Melawan Hu- – Pendekatan Kontemporer, Citra Aditya
kum, Pascasarjana Fakultas Hukum Univer- Bakti, Bandung.
sitas Indonesia, Jakarta. ___________, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut
Ali, A. Hasymi, 2002, Pengantar Asuransi, Bumi Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti,
Aksara, Jakarta. Bandung.
Budiono, Harlien, 2010, Kumpulan Tulisan Hu- Leder, Malcolm et al., 1996, Frameworks Consum-
kum Perdata di Bidang Kenotariatan; Buku er Law, Financial Times Pitman Publishing,
Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung. London.
Da Silva, Carrie, 2006, The Continuing Life of Ry- Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Pengantar Ilmu
lands v Fletcher: a Comparative Analysis of Hukum, Kencana Prenada Media Group, Ja-
the Development and Enduring Use of the karta.
Rule in Rylands v Fletcher in England and Makarim, Edmon, 2010, Tanggung Jawab Hukum
Wales and the Common Law World, Wadham Penyelenggara Sistem Elektronik, Rajawali
College, Oxford. Pers, Jakarta.
Nasution, Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut terhadap Penumpang Bus Umum 69
Mertokusumo, Sudikno, 1991, Mengenal Hukum Soedjono, Wiwoho, 1980, Hukum Perkapalan dan
(Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta. Pengangkutan Laut di Indonesia, Bina Ak-
Muhammad, Abdulkadir, 1998, Hukum Pengang- sara, Jakarta.
kutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung. Soekardono, 1986, Hukum Dagang Indonesia Jilid
___________________, 2006, Hukum Perjanjian, II Bagian Pertama, Rajawali Press, Jakarta.
Alumni, Bandung. Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, Intermasa, Ja-
Muladi et al., 2010, Pertanggungjawaban Pidana karta.
Korporasi, Prenada Media Group, Jakarta. Suherman, E., 1980, Hukum Udara Indonesia dan
Oughton, David et al., 1997, Textbook on Consum- Internasional, Alumni, Bandung.
er Law, Hailsham and Scaynes Hill, Sussex. Stevenson, Graham et al., 1987, Commercial &
Philips, Jerry J., 1993, Products Liability in a Nut- Consumer Law, Blackstone Press Limited,
shell, West Publishing Co., St. Paul Minne- London
sota. Wiradipradja, E. Saefullah, 1989, Tanggung Jawab
Prodjodikro, Wirjono, 2000, Perbuatan Melanggar Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan
Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Per- Udara Internasional dan Nasional, Liberty,
data, Mandar Maju, Bandung. Yogyakarta.
Purwosutjipto, H.M.N., 1987, Pengertian Pokok
B. Artikel Jurnal
Hukum Dagang Indonesia Jilid III – Pe-
Thomas C., Galligan Jr.,., “Strict Liability in Ac-
ngangkutan, Djambatan, Jakarta.
tion: The Truncated Learned Hand Formula”,
Samsul, Inosentius, 2004, Perlindungan Kon-
Louisiana Law Review, Vol. 52, No. 2 , No-
sumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung
vember 1991.
Jawab Mutlak, Pascasarjana Fakultas Hu-
kum Universitas Indonesia, Jakarta. C. Artikel Internet
Santosa, Mas Achmad et al., 1998, Penerapan Asas Dunk, Frans G. von der, “Liability Versus Respon-
Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) di sibility in Space Law: Misconception or Mis-
Bidang Lingkungan Hidup, Indonesian Cent- construction?”, http://digitalcommons.unl.
er for Environment Law, Jakarta. edu/spacelaw/43, diakses 23 Maret 2013.
Setiawan, 1979, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Pusat Komunikasi Publik Direktorat Perhubungan
Binacipta, Bandung. Darat, “Suroyo: Kalau Manajemen Salah,
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, 1980, Seri: Hu- Tidak Usah Diminta Akan Saya Cabut”,
kum Dagang, Pertanggungan Wajib/Sosial http://www.dephub.go.id/read/berita/Direk-
– Undang-Undang No. 33 dan Undang-Un- torat-Jenderal-Perhubungan-Darat/9600#,
dang No. 34 Tahun 1964, Seksi Hukum Da- diakses 23 Maret 2013.
gang FH-UGM, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai