Anda di halaman 1dari 48

1

MKPT I

PENATAAN RUANG WILAYAH SUNGAI DI KABUPATEN SIDOARJO.

1. Pendekatan dalam penataan sempadan sungai

Penataan sempadan sungai merupakan salah satu upaya yang dilakukan

oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam menegakkan hukum administrasi.

Pendekatan hukum administrasi menurut Philippus M. Hadjon bahwa terdapat 3

pendekatan hukum administrasi yaitu1:

1. Pendekatan terhadap kekuasaan pemerintah;

2. Pendekatan Hak Asasi (right basedbapproach)

3. Pendekatan fungsionaris.

1.1. Penataan Sempadan Sungai berdasarkan pendekatan terhadap kekuasaan

pemerintah

a. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974

Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan pasal 3

disebutkan bahwa “Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka 3,4 dan 5 Undang-

undang ini dikuasai oleh Negara’.

Hak menguasai oleh Negara tersebut memberi wewenang kepada Pemerintah untuk :

a. Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;

1
Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat konsep dan implikasinya, Refika Aditama, Bandung, 2009, hal.
66
2

b. Menyusun mengesahkan, dan atau memberi izin berdasarkan perencanaan dan

perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan;

c. Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin peruntukan, penggunaan,

penyediaan air, dan atau sumber-sumber air;

d. Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin pengusahaan air, dan atau sumber-

sumber air;

e. Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum dan hubungan-hubungan

hukum antara orang dan atau badan hukum dalam persoalan air dan atau sumber-

sumber air;

Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai

kekayaan alam yang tersedia dalam bumi Negara Indonesia ini. Salah satu

diantaranya ialah air beserta sumber-sumber misalnya sungai, danau, waduk,

rawa,mata air, lapisan-lapisan air di dalam tanah yang mutlak dibutuhkan oleh

manusia sepanjang masa baik langsung maupun tidak langsung. Karenanya, bumi dan

air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil dan merata.

Anugerah alam yang ada di sekitar kita merupakan modal kehidupan bagi

kelangsungan hidup manusia. Dengan kondisi alam yang seimbang dengan pola

kehidupan manusia tidak akan menimbulkan berbagai petakan yang mengancam

kehidupan mahluk hidup yang ada di bumi ini. Untuk menjaga kondisi agar tetap

stabil dan seimbang maka perlu pengaturan adanya pemanfaatan lingkungan dengan

penataan ruang lingkungan secara bijaksana untuk kepentingan umat manusia

sekarang dan di masa yang akan datang.


3

b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, telah diklasifikasikan urusan pemerintah berdasarkan kewenangan yang

dimilikinya. Berdasarkan pasal 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa :

(1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut,

urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan

umum.

(2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat.

(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara

Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah

kabupaten/kota.

Sedangkan dalam Pasal 11 menyebutkan bahwa :

(1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam

Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas

Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.

(2) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan


4

Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan

dengan Pelayanan Dasar.

(3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan

Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan

Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan

Pelayanan Dasar.

Dalam pasal 12 menyatakan

(1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan

Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan umum dan penataan ruang;

d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;

e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat;

dan

f. sosial.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka daerah mempunyai kewnangan untuk

mengatur dan melaksanakan urusan-urusan tersebut, termasuk didalamnya pekerjaan

umum dan penataan ruang.

Sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, daerah sebagai satu kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus


5

daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya sepanjang tidak

bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum.

Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada daerah untuk

mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka pemerintah pusat dalam

membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya daerah

ketika membentuk kebijakan daerah baik dalam bentuk perda maupun kebijakan

lainnya hendaknya juga memperhatikan kepentingan nasional. Dengan demikian akan

tercipta keseimbangan antara kepentingan nasional yang sinergis dan tetap

memperhatikan kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan

pemerintahan secara keseluruhan.

c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten/kota

adalah penataan ruang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang.

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa

(1) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan

ruang meliputi:

a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang

wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota;

b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan


6

d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.

(2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan

ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

b meliputi:

a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/ kota;

b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah

penataan ruang sehingga diharapkan

a. dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta

mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (

b. tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan

c. tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

Pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana

tata ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata

ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan

pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup rencana

struktur ruang dan rencana pola ruang.


7

Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis

kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup

hingga penetapan blok dan subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut

dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar

penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur

tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun

untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata

ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang

melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian

pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan

rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. .

Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula melalui

1. perizinan pemanfaatan ruang,

2. pemberian insentif dan disinsentif, serta

3. pengenaan sanksi.

Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban

pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan

rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah

dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan

ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin

maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara,

dan/atau sanksi pidana denda.


8

Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan

terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang

dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut,

antara lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana

(infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan

pemberian penghargaan.

Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi

pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata

ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan

penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti.

Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian

pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas

pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai

dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat

pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang

d. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai dalam

pasal 1 ayat (1) disebutkan Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta

jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan

kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.


9

Dalam Pasal 3 menyebutkan

(1) Sungai dikuasai oleh Negara, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah

(2) Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab penguasaan sungai sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Menteri.

Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang

mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Sungai

harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya,

dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.

Untuk menjaga kelestarian dan kelangsungan fungsi sungai sebagai sumber

air, maka dalam rangka melaksanakan penguasaan sungai, perlu ditetapkan adanya

garis sempadan di sepanjang sungai. Pada lahan yang dibatasi garis sempadan

tersebut dilakukan pembatasan-pembatasan atas penggunaan lahan baik pada daerah

manfaat maupun daerah penguasaan sungai.

e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor

28/PRT/M/2015

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat

Nomor 28/PRT/M/2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai Dan Garis

Sempadan Danau dalam pasal 3

(1) Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau dimaksudkan sebagai

upaya agar kegiatan perlindungan, penggunaan, dan pengendalian atas sumber

daya yang ada pada sungai dan danau dapat dilaksanakan sesuai dengan

tujuannya.
10

(2) Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau bertujuan agar:

a. fungsi sungai dan danau tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di

sekitarnya;

b. kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang

ada di sungai dan danau dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus

menjaga kelestarian fungsi sungai dan danau; dan

c. daya rusak air sungai dan danau terhadap lingkungannya dapat dibatasi.

Sempadan sungai meliputi ruang di kiri dan kanan palung sungai di antara

garis sempadan dan tepi palung sungai untuk sungai tidak bertanggul, atau di antara

garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai bertanggul.

Penetapan garis sempadan sungai dilakukan oleh:

a. Menteri, untuk sungai pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas

negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

b. gubernur, untuk sungai pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan

c. bupati/walikota, untuk sungai pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.

Sempadan sungai (riparian zone) adalah zona penyangga antara ekosistem

perairan (sungai) dan daratan. Zona ini umumnya didominasi oleh tetumbuhan

dan/atau lahan basah. Tetumbuhan tersebut berupa rumput, semak, ataupun

pepohonan sepanjang tepi kiri dan/atau kanan sungai. Sempadan sungai yang

demikian itu sesungguhnya secara alami akan terbentuk sendiri, sebagai zona

transisi antara ekosistem daratan dan ekosistem perairan (sungai). Sempadan sungai

yang cukup lebar dengan banyak kehidupan tetumbuhan (flora) dan binatang (fauna)

di dalamnya merupakan cerminan tata guna lahan yang sehat pada suatu wilayah.
11

Keberadaan banyak jenis spesies flora dan fauna merupakan aset keanekaragaman

hayati yang penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia dan alam dalam

jangka panjang. Namun karena ketidakpahaman tentang fungsinya yang sangat

penting, umumnya di perkotaan, sempadan tersebut menjadi hilang didesak oleh

peruntukan lain. Manfaat keberadaan sungai bagi:

1. Kehidupan manusia adalah sebagai penyedia air dan wadah air untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan, pertanian, industri, pariwisata, olah

raga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik, transportasi, dan

kebutuhan lainnya; dan

2. Kehidupan alam adalah sebagai pemulih kualitas air, penyalur banjir, dan

pembangkit utama ekosistem flora dan fauna.

Fungsi sungai sebagai pemulih kualitas air perlu dijaga dengan tidak

membebani zat pencemar yang melebihi kemampuan pemulihan alami air sungai.

Fungsi sungai sebagai penyalur banjir perlu diantisipasi agar tidak menimbulkan

kerugian bagi aktifitas masyarakat di sekitar sungai. Fungsi sungai sebagai

pembangkit utama ekosistem flora dan fauna perlu dijaga agar tidak menurun.

f. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2009

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2009 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009-2029 pasal 51 ayat (1)

dan (7) yang membahas tentang penetapan kawasan sempadan sungai, menyebutkan :

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf

meliputi:
12

a. Kawasan sempadan pantai ;

b. Kawasan sempadan sungai ;

c. Kawasan sekitar waduk ;

d. Kawasan pantai berhutan bakaulmangrove;

e. Kawasan terbuka hijau kota.

(7) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak

di:

a. Sungai-sungai yang memerlukan perlindungan dalam bentuk sempadan sungai

dengan lebar 50 - 100 m antara lain adalah : Kali Porong, Kali Brantas, Kali

Mas ;

b.Sempadan sungai untuk Saluran Mangetan Kanal ditetapkan 5 – 15 meter

mengikuti kondisi kepadatan lingkungan, untuk Kali Sidokare ditetapkan 15

meter

c. Ketentuan perlindungan untuk sempadan sungai adalah sebagai berikut :

1. Sedapat mungkin meminimalkan pemanfaatan sempadan sungai untuk kegiatan

budidaya, sungai besar di luar kawasan permukiman sekurang-kurangnya 50

meter pada kiri kanan sungai sedangkan untuk sungai di sekitar kawasan

permukiman sekurang-kurangnya 10 - 15 meter ;

2. Diharapkan jalan yang terdapat di sepanjang sungai tidak hanya berfungsi

sebagai jalan pemeliharaan sungai tetapi dapat difungsikan juga untuk jalan

umum ;

3. Memfungsikan sungai sebagai tempat rekreasi air seperti, tempat pemacingan,

wisata perahu dan lain-lain ;


13

4. Memanfaatkan kawasan sempadan sungai sebagai ruang terbuka hijau dengan

partisipasi aktif penduduk ;

5. Pengaturan sempadan sungai dengan prinsip sungai sebagai arah orientasi.

Apabila melanggar ketentuan dalam pasal-pasal tersebut maka akan

dikenakan sanksi sebagaimana disebutkan dalam pasal 144 Pearturan Daerah Nomor

6 tahun 2009 tentang RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2006-2029 yang berbunyi

sebagai berikut :

(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang

mengakibatkan perubahan fungsi ruang , dipidana dengan pidana penjara paling

lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

(2) Jika tindak pidana mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan

barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan

denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(3) Jika tindak pidana mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana

penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

g. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2014

Sedangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2014

Tentang Irigasi Dalam Pasal 42 disebutkan bahwa sebagai usaha pengamanan

jaringan irigasi beserta bangunan-bangunannya ditetapkan garis sempadan pada

jaringan irigasi untuk pendirian bangunan dan untuk pembuatan pagar.


14

Garis sempadan pada jaringan irigasi yang bertanggul sebagaimana dimaksud,

diukur dari bagian terluar kaki tanggul/bangunan/jalan inspeksi. Dalam manfaatannya

sebagai rumah atau tempat tinggal maka untukmendirikan bangunan di sepanjang

daerah aliran sungai harus memperhatikan ketentuan :

a. 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan kemampuan 4

m³/detik atau lebih ;

b. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan kemampuan 1

sampai 4 m³/detik;

c. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan kemampuan

kurang dari 1 m³/detik.

Pemanfaatan lahan masuarakat yang ada disekitar kawasan sungai yang

diperuntyukkan pagar terhadap tempat tinggal harus memperhatikan :

a. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan dengan

kemampuan 4 m³/detik atau lebih ;

b. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan kemampuan 1

sampai 4 m³/detik;

c. 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan kemampuan

kurang dari 1 m³/detik.

Sedangkan garis sempadan pada jaringan irigasi yang tidak bertanggul

sebagaimana dimaksud, diukur dari tepi saluran. Dalam manfaatannya sebagai rumah

atau tempat tinggal maka untukmendirikan bangunan di sepanjang daerah aliran

sungai harus memperhatikan ketentuan :


15

a. 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan kemampuan 4

m³/detik atau lebih ;

b. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan kemampuan 1

sampai 4 m³/detik ;

c. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan kurang

dari 1 m³/detik .

Untuk membuat pagar :

a. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan dengan

kemampuan 4 m³/detik atau lebih ;

b. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengan kemampuan 1

sampai 4 m³/detik ;

c. 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan saluran pembuangan dengankemampuan

kurang dari 1 m³/detik.

Ketentuan pada Perda Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 tahun 2014 tersebut di sebutkan

bahwa setiap orang dilarang :

a. menyadap air dari saluran pembawa, selain pada tempat yang sudahditentukan;

b. menggembalakan,menambatkan atau menahan ternak pada bangunan-bangunan

pengairan atau di luar bangunan dengan jarak yang diperkirakan ternak dapat

masuk kedalamnya;

c. membuang benda-benda padat dan benda-benda cair yang kotor dengan atau

tanpa alat-alat mekanisyang dapat berakibat menghambat aliran, mengubah sifat

air sertamerusak bangunanjaringan irigasi, beserta tanah urutannya;


16

d. membuat galian atau membuat solokan panjang, saluran dan bangunan-

bangunannya didaerah sempadan jaringan irigasi, yang dapat mengakibatkan

terjadinya kebocoran dan mengganggu stabilitas saluran serta bangunannya;

e. merusak danatau mencabutrumput atautanaman yang ditanam pada tangkis-

tangkissaluran dan pada tanahurutan bangunan-bangunannya;

f. menanam pada tangkis-tangkis saluran, berm dan saluran-saluran;

g. menghalangi atau merintangi kelancaran jalannya air irigasi dengan cara apapun;

h. menempatkan atau membangun seluruh atau sebagian bangunan apapun termasuk

pagar-pagar tetap (permanen),memperbaharui seluruhnya atau sebagian dalam

batas garis sempadan;

i. mengambil air bawah tanah pada daerah irigasi yang cara pengambilannya

dilakukan dengan mempergunakan pompa kecuali mendapat izin terlebih dahulu

dari pejabat yang berwenang;

j .mengambil bahan-bahan galian, berupa pasir, kerikil, batuatau hasil alam yang

serupa dari jaringan irigasi dengan alat-alat mekanis dan atau dalam jumlah yang

besar, kecualimendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang;

k. membuat galian atau selokan-selokan sepanjang saluran dan bangunan-

bangunannya pada jarak tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran

dan dapat mengganggu stabilitas saluran dan bangunan-bangunannya;

l. melakukan kegiatan yang dapat mengganggu fungsidrainase;

m. merusak bangunan, pintu air dan/atau saluran irigasi yang telah dibangun;

n. menambah dan/atau merubah fungsi pada bangunan fasilitas sumur pompa;

o. menyewakan atau memindahtangankan sebagian atau seluruh hak guna air


17

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2014

tentang Irigasi pasal 63 bahwa setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan

sebagaimana tersebut diatas akan dikenakan sanksi administratif. Selain dikenakan

sanksi administrasi, setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran juga

dikenakan sanksi pidana dengan ancaman hukuman kurungan paling lama 3 (tiga)

bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Kedua perda tersebut merupakan senjata bagi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo

dalam menjaga keberadaan sempadan sungai sebagai ruang terbuka hijau. Tetapi

keberadaan kedua perda tersebut sangat lemah belum mampu mengembalikan fungsi

sempadan sungai sebagaimana mestinya.

Dengan demikian pemanfaatan sempadan sungai yang diperbolehkan

hanya  kegiatan  yang   sesuai  peruntukan  meliputi  kegiatan pemanfaatan sempadan

sungai untuk RTH, pemasangan bentangan jaringan transmisi  tenaga  listrik,  kabel 

telepon,  pipa  air  minum,  pembangunan prasarana  lalu  lintas  air,  bangunan 

pengambilan,  dan  pembuangan  air, bangunan penunjang sistem prasarana kota,

kegiatan penyediaan lokasi dan jalur  evakuasi  bencana,  serta  pendirian  bangunan 

untuk  kepentingan pemantauan ancaman bencana.

Kegiatan  yang  diperbolehkan  dengan  syarat  meliputi  kegiatan  budi 

daya pertanian dengan  jenis  tanaman yang  tidak mengurangi kekuatan  struktur

tanah dan kegiatan  selain  yang  tidak mengganggu  fungsi  sempadan  sungai 

sebagai  kawasan  perlindungan setempat  antara  lain  kegiatan  pemasangan 

reklame  dan  papan pengumuman,  pendirian  bangunan  yang  dibatasi  hanya 


18

untuk  bangunan penunjang  kegiatan  transportasi  sungai,  kegiatan  rekreasi  air, 

serta  jalan inspeksi dan bangunan pengawas ketinggian air sungai. Selain itu pula 

kegiatan  yang  tidak  diperbolehkan  meliputi  kegiatan  yang  mengubah bentang

alam, kegiatan yang mengganggu kesuburan dan keawetan  tanah, fungsi    hidrologi 

dan  hidraulis,  kelestarian  flora  dan  fauna,  kelestarian fungsi  lingkungan  hidup, 

kegiatan  pemanfaatan  hasil  tegakan,  kegiatan yang menghalangi  dan/atau

menutup  ruang  dan  jalur  evakuasi  bencana, kegiatan pembuangan sampah, dan

kegiatan lain yang  mengganggu  fungsi  sempadan  sungai sebagai kawasan

perlindungan setempat.

1.2. Penataan Sempadan Sungai berdasarkan aspek Hak Asasi Manusia (HAM)

Dalam penataan sempadan sungai, harus diperhatikan aspek Hak Asasi

Manusia dalam pasal 28 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

mengamanatkan bahwa Ketentuan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 yang

menjadi basic law adalah norma tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara. Karena

letaknya dalam konstitusi, maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM harus

dihormati dan dijamin pelaksanaanya oleh negara. Karena itulah pasal 28I ayat (4)

UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan

pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah. Selain itu juga

Hak atas kesejahteraan lahir batin (Pasal 28 H) juga perrlu mendapat perhatian yang

sangat besar dalam menerapkan ketentuan terhadap sempadan sungai yang selama ini

sudah banyak di gunakan oleh masyarakat sebagai tempat tinggal, sebab mereka juga
19

mempunyai hak untuk hidup, dan Negara wajib menjaga dan menyediuakan hak

untuk hidup bagi seluruh warga Negara Indonesia.

Penerapan sanksi terhadap pelanggaran sempadan sungai yang dilakukan

oleh orang-orang di sepanjang sungai di kabupaten Sidoarjo, tidak segampang

membalikkan telapak tangan, artiunya bahwa pemerintah wajib memberikan

kelayakan atas hajad hidup orang-orang tersebut. Philippus M. Hadjon berpendapat

bahwa hukum administrasi merupakan instrument Negara hukum, yangsejak awal

lahirnya hukum administrasi memliki fungsi utama yaitu perlindungan terhadap hak

asasi manusia2.

Hukum administrasi terhadap penataan sempadan sungai tersebut tidak

lepas dari fungsi hukum administrasi, menurut Philipus M. Hadjon konsep dasar

hukum administrasi ada tiga hukum administrasi3, yaitu pertama, hukum administrasi

untuk penyelenggaraan pemerintah , kedua hukum oleh pemerintah, ketiga hukum

terhadap pemerintah yaitu hukum yang menyangkut perlindungan hukum bagi rakyat

terhadap tindakan pemerintah. Konsep dasar yang ketiga tersebut sangat erat dengan

konsep perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap penegakkan hukum terhadap

penegakkan kawasan sempadan sungai serta hukum-hukum yang terkait dengan

bidang-bidang pemerintahan tertentu seperti hukum lingkungan, hukum tata ruang ,

hukum kesehatan dan sebagainya.

Pemikiran atau konsep Negara hukum dianggap sebagai konsep

universal. Secara embrionik, gagasan Negara hukum telah dikemukakan oleh plato 4.
2
Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat konsep dan implikasinya, Refika Aditama, Bandung, 2009, hal.
63
3
Phillipus M. Hadjon, Hukum Administrasi dan good gorvenance, universitas tri sakti, 2010 hal.19
4
Rapar,J.H. Filsafat Politik, PT Raja Grafindo Jakarta, 2002. Hal.58
20

Ada tiga unsur dari pemerintah yang berkonstitusi yaitu peratama, pemerintah

dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua pemerintah dilaksanakan menurut

hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum,bukan yang dibuat secara

sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; ketiga, pemerintah

berkonstitusi berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat,bukan

berupa paksaan – tekanan yang dilaksanakan pemerintah despotik. Dalam kaitannya

dengan konstitusi bahwa konstitusi meupakan penyusunan jabatan dalam suatu

Negara dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan dan apa

akhir dari setiap masyarakat.

Hak Asasi Manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan

setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat

manusia.Penegakan HAM yang kuat terjadi ketika bangsa ini memperjuangkan hak

asasi nya, yaitu: “kemerdekaan”. Para pendiri negeri ini telah merasakan sendiri

bagaimana penderitaan yang dialami karena hak asasi nya diinjak-injak oleh penjajah.

Oleh karena itu, tidak mengherankan setelah berhasil mencapai kemerdekaan, para

pendiri negeri ini mencantumkan prinsip-prinsip HAM dalam Konstitusi RI (Undang-

undang Dasar 1945 dan Pembukaannya) sebagai pedoman dan cita-cita yang harus

dilaksanakan dan dicapai. Sejak memasuki era reformasi, Indonesia telah melakukan

upaya pemajuan HAM, termasuk menciptakan hukum positif. Kasus pelanggaran

HAM di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan dan tuntas

sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah

yang lebih baik.


21

Hukum administrasi merupakan innstrummen negara hukum. Dengan

demikian sejak awal lahirnya, hukum administrasi memiliki fungsi utama yaitu

perlindungan terhadap hak-hak asasi. Good governance berhubungan sangat erat

dengan hak-hak asasi berkenaan dengan penyelenggaraan tiga tugas dasar

pemerintah, yaitu :

1. Menjamin keamanan setiap orang dan masyarakat (to guarantee the security of all

and society itself)

2. Mengelola suatu struktur yang efektif untuk sector public, sector swasta dan

masyarakat (to manage an effective framework for the pubic sector, the private

sector and civil society)

3. Memajukan sasaran ekonomi, social dan bidang lainnya sesuai dengan kehendak

rakyat (to promote economic, social and other aims in accordance with the

wishesof the population)5

Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik kita mengenal doctrinal

berupa azas azas umum pemerintahan yangbaik, meskipaun secara hukum formil

azas tersebut tidak masuk dalam Undang-Undang penyelenggaraan Pemerintahan di

Negara Indonesia. Dengan demikian azas tersebut secara utuh lebih mengikat secara

moral atau sebagai sumber hukum yang bersifat doktrinal 6. Adapun azas azas

tersebut adalah :

1). Azas Kepastian Hukum (principle of legal security)

5
Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat konsep dan implikasinya, Refika Aditama, Bandung, 2009, hal.
67
6
Marbun & Mahfud MD, Pokok pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Jogjakarta 2011 hal. 58-
59
22

Azas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang

berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasin Negara.

2). Azas Keseimbangan (principle of proporsionality)

Azas ini menghendaki proporsi yang wajar dalam penjatuhan hokum terhadap

seseorang yang melakukan kesalahan. Yaitu adanya keseimbangan antara

pemberian sanksi terhadap suatu kesalahan seseorang, janganlah hukuman bagi

seseorang berlebihan dibandingkan dengan kesalahannya, misalnya seorang

pegawai baru tidak masuk kerja langsung dipecat, hal ini tidak seimbang dengan

hukuman yang diberikan kepadanya.

3). Azas Kesamaan (principle of equality)

Azas ini menghendaki agar dalam menghadapi kasus atau fakta yang sama, alat

administrasi negara harus bertindak yang sama.

4). Azas Bertindak Cermat (principle of carefulness)

Azas ini menghendaki agar administrasi negara senantiasa bertindak secara hati-

hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.

5). Azas Motivasi (principle of motivation)

Azas ini menghendaki agar dalam mengambil keputusan pejabat pemerintah itu

dapat bersandar pada alasan atau motivasi yang cukup yang sifatnya benar, adil

dan jelas.

6). Azas Jangan Mencampur adukkan Kewenangan (principle of non missue of

competence)
23

Azas ini menghendaki agar dalam mengambil keputusan pejabat administrasi

negara tidak menggunakan kewenangan atas kekuasaan di luar maksud pemberian

kewenangan atau kekuasaan itu.

7). Azas permainan yang layak (principle of fair play)

Azas ini menghendaki agar pejabat pemerintah dapat memberikan kesempatan

yang seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk mendapatkan informasi

yang benar dan adil, sehingga dapat pula memberi kesempatan yang luas untuk

menuntut keadilan dan kebenaran.

8). Azas keadilan atau kewajaran (principle of reasonable or prohibition of

arbitrariness)

Azas ini menghendaki agar dalam melakukan tindakan pemerintah tidak berlaku

sewenang-wenang atau berlaku tidak layak. Jika pemerintah melakukan tindakan

sewenang-wenang dan tidak layak maka keputusan yang berkaitan dengan

tindakannya dapat dibatalkan

9). Azas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised

expectation)

Azas ini menghendaki agar tindakan pemerintah dapat menimbulkan harapan-

harapan yang wajar bagi yang berkepentingan, misalnya seorang pegawai negeri

minta izin untuk menggunakan kendaraan pribadi pada waktu dinas, yang

kemudian izin yang telah diberikan untuk menggunakan kendaraan pribadi

dicabut, tindakan pemerintah demikian dianggap salah/ tidak wajar.

10). Azas Meniadakan Akibat Suatu Keputusan Yang Batal (principle of undoing the

consequences of an annulled decision)


24

Azas ini menghendaki agar jika terjadi pembatalan atas satu keputusan maka

akibat dari keputusan yang dibatalkan itu harusdihilangkan sehingga yang

bersangkutan (terkena) harus diberikan ganti rugi atau rehabilitasi.

11). Azas Perlindungan atas pandangan (cara) hidup pribadi (principle of protecting

the personal way of life)

Azas ini menghendaki agar setiap pegawai negeri diberi kebebasanatau hak

untuk mengatur pejabat Artinya bahwa setiap pegawai negeri diberi hak

kebebasan untuk mengatur kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan hidup

yang dianutnya atau sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

12). Azas Kebijaksanaan

Artinya pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan undangundang

dan menyelenggarakan kepentingan umum. Unsur bijaksana harus dimiliki oleh

setiap pegawai/ Pemerintah.

13). Azas Penyelenggraan Kepentingan Umum

Artinya tugas pemerintah untuk mendahulukan kepentingan umum daripada

kepentingan pribadi. Aparat Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas

pemerintah dan pembangunan harus mendahulukan kepentingan umum daripada

kepentingan pribadi.

Dari uraian ketiga belas azas penyelenggraan pemerintahanyang baik

tersebut bila ditarik dengan kewenagan pemerintah dalam melaksankan penataan

sempadan sungai, maka harus memperhatikan 3 azas dari 13 Azas Azas Umum
25

Penyelenggaraan Pemrintahan yang Baik, yaitu azas kecermatan, azas pengharapan

yang layak, dan azas penyelenggaraan kepentingan umum.

Dengan memperhatikan azas kecermatan penmerintah dalam mengambil

tindakan penataan sempadan harus mencermati benar terhadap dampak yang

ditimbulkan tersebut, dampak masyarakat yang digusur, pemerintah harus

menyediakan tempat penampungan sampai mereka mempuntyai tempat tinggal yang

layak. Dengan bertindak cermat maka segala kebijakan yang diambil oleh pemerintah

akan meminimailskan dampak yang ditimbulkan, sehingga perhatian kepada

masyarakat sekitar tetap terjaga dalam berperilaku positif, dengan memperhatikan

keberadaannya tersebut.

Pemerintah harus bertindak secara bijaksana dengan memperhatikan azas

menanggapi pengharapan yang wajar, dari sudut penyelengara atau aparatur Negara

maka aparatur harus benar benar serius dalam menegakkan pelanggaran sempadan

tersebut, bukan mengharapkan sesuatu dari kelompok masyarakat dengan bebrapa

oknum yang melaukan pungutanliar terhadap penghuni di kawasan sempadan sungai.

Pemerintah harus bertindak sesuai kewajaran, dari kewajaran tersubut maka

pemerintah bisa membuka diri terhadap permasalahan internalmasyarakat “mengapa

masyarakat tidak mau pindah dari kawasan sempadan tersebut” pertanyaan besar

yang sampai saat ini belum terpecahkan. Sudah seharusnya pemerintah melakukan

pendekatan terhadap masyarakat tersebut denganmendengarkan keluhan dan harapan

masyarakat secara menyeluruh. Dari hasil pendekatantersbeut akan diketahui apa arah

dan keinginan yang disesuaikan dengan prosedur dan ketentuan hukumyang berlaku.
26

Dengan melibatkan masyarkata tersebut penataan sempadan akan terasa mencapai

win-win solutions. 

Azas yang keiga adalah azas penyelenggaraan kepentinganumum, dengan

melihat asasi ni maka pemerintah harus mendahulukan kepentingan umum

dengankepentingan pribadi atau kelompok. Dengan penegakkan hukum pelanggaran

sempadan sungai tersebut maka, ada dua kepentingan yang berseberangan.

Kepentinganpertama berasal dari masyarakat pengguna air untuk pertania,

masyarakat kawasan perkotaan yang membutuhkan ruang terbuka hijau, kelestarian

lingkunganalam dan lain sebaginya. Kepentinganyang kedua adalah masyarakat

penguin kawasan sempadan sungai yang secara turun temurun menggunakan lahan

tersebut sebagai tempat tinggal, mereka membutuhkan lahan yuntuk tempat tinggal,

mereka membutuhkan tempat untuk berteduh, dikarenakan sudah tidak memiliki

apapun untukmencapai kehidupan yang layak. Merekan tentunya juga tidan

berkeinginan untuk hidup di kawasan sempadan sungai, namun keadaan himpitan

perekonommian dan harapan untuk hidup memaksa mereka hidup di kawasan

sempadan sungai. Dari dua kep[entingan tersbut pemerintah harus bertindak cermat

damam memperhatikan kepentinganumumyang mana untuk di utamakan. Semua

kepentingan berujung pada kehidupan yang lebih baik yang berhubungan dnegan

manusi yang mempunyaio hak untuk hidup yang dijamin oleh Undang Undnag dasar

Republik Indonesia tahun 1945.

1.3. Penataan Sempadan Sungai berdasarkan aspek Fungsionaris


27

Perkembangan kawasan di sekitar perkotaan khusunya penduduk yang

berada di sekitar kawasan sempadan sungai serta daerah-daerah pinggir dicirikan

dengan adanya ketidakseimbangan perkembangan antar kawasan serta tidak

meratanya perkembangan jumlah penduduk. Fenomena yang juga mewarnai

perkembangan daerah urban tercermin di dalam struktur keruangan dan pola sebaran

guna lahan di kawasan sungai di wilayah perkotaan. Dapat dijumpai di mana-mana

harga tanah sekarang ini sangat tinggi, tidak hanya di pusat-pusat komersial dengan

nilai lahan tinggi, tetapi juga di kawasan pinggiran yang relatif masih belum intensif

tingkat perkembangannya. Pola perkembangan seperti itu justru terjadi pada saat

ketika hampir setiap wilayah pinggir sungai menjadikan sasaran tempat tinggal bagi

penduduk pinggiran kota. Peruntukkan kawasan sempadan sungai (tata ruang)

dengasn kondisi yang demikian justru cenderung tidak berperan apa-apa di dalam

mengarahkan pembangunan dan penataan sempadan sungai, dikarenakan penghuni

daerah aliran sungai sudah bertahun-tahun dan mengakar di tempat tersebut.

Penataan sempadan sungai berdasarkan aspek fungsionaris, yang merupakan

langkah dan tindakan pemerintah dari sudut pandang prilaku aparat dalam

pelaksanaan peraturan yang mengatur terhadap penataan sempadan sungai, sesuai

dengan kewenangan stake holder dalam melaksanakan tugas yang membidangi

penataan sempadan sungai. Penataan sempadan sungai di tinjau dari aspek

fungsionaris yang melibatkan semua pihak maka upaya penegakkan pelanggaran

terhadap sempadan sungai akan efektif dan efisien apabila prosesnya dilakukan

secara terpadu dengan seluruh pelaku pembangunan oleh pemerintah Kabuaten

Sidaorjo dalam hal ini Bappeda, Dinas Pu Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas PU
28

Pengairan, dan Badan Lingkungan Hidup. Hal tersebut sejalan dengan semangat yang

tumbuh dalam era otonomi daerah yang mengedepankan Pemerintah Pusat sebagai

fasilitator dengan mendorong peningkatan pelayanan publik dan pengembangan

kreatifitas serta pelibatan masyarakat dan juga aparatur pemerintahan di daerah.

Masyarakat dapat berperan serta dalam pembangunan, khususnya dalam penataan

sempadan sungai, menjaga kelestarian lingkungan hidup dan lain sebaginya.

Pengelolaan sumberdaya alam yang beraneka ragam perlu dilakukan secara

terkoordinasi dan terpadu dengan sumberdaya lainnya dalam pola pembangunan yang

berkelanjutan dengan mengembangkan kawasan sempadan sungai sebagai

lingkungan hidup yang bermanfaat serta mengutamakan kepentingan masyarakat dan

menciptakan lingkungan yang asri. Atas dasar hal tersebut maka prinsip dasar yang

diterapkan dalam pemanfaatan wilayah sempadan sungai ini adalah sebagai berikut:

(1). Menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam proses

pemanfaatan wilayah sungai; (2). Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam

proses pemanfaatan kawasan sungai; (3). Menghormati hak yang dimiliki masyarakat

serta menghargai kearifan lokal dan keberagaman sosial budayanya; (4). Menjunjung

tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika; 5. Memperhatikan

perkembangan teknologi dan bersikap profesional.

Berdasar pertimbangan tersebut, maka penataan sempadan sungai dengan

pelibatan masyarakat dalam proses pemanfaatan kawasan tersebut disusun oleh

berbagai komponen, baik pemerintah daerah, daerah, swasta, lembaga swadaya

masyarakat, forum warga maupun warga masyarakat secara umum. Peran masyarakat

melalui pemerintah desa mempunyai andil besar dalammengusulkan


29

programpembangunan desa atau lingkungan khusunya dalam pemanfaatan kawasan

sungai. Hal tersebut dilakukan dengan adanya musrenbang kecamatan yang akan

diteruskan kepada Kabupaten. Sehingga ini diharapkan mampu menjadi bagian

pendorong dari kelancaran pelaksanaan penataan sempadan sungai, khususnya bagi

peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan ruang demi terwujudnya

‘good governance”. Dengan demikian daerah mempunyai langkah-langkah yang

besar dalam mewujudkan good local governance7 dalam peran daerah terhadap

pemanfaatan sempadan sungai.

Masyarakat pada kawasan daerah alisan sungai sebagai pihak yang paling

terkena akibat dari penataan sempadan sungai, masyarakat harus dilindungi dari

berbagai tekanan dan paksaan pembangunan yang dilegitimasi oleh birokrasi yang

sering tidak difahaminya. Dengan melibatkanmasyarakat dalam penataan sempadan

sungai tersbeut maka dapat diambi keuntungan yaitu : (1). Menumbuh-kembangkan

kesadaran atas hak dan kewajiban masyarakat dan stakeholder lainnya dalam

penataan sempadan sungai sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

(2). Dapat meningkatkan kesadaran kepada pelaku pembangunan lainnya bahwa

masyarakat bukanlah obyek pemanfaatan ruang, tetapi justru merekalah pelaku dan

pemanfaat utama yang seharusnya terlibat dari proses awal sampai akhir dalam

memanfaatkan ruang; (3). Mendorong masyarakat dan civil society organization atau

lembaga swadaya masyarakat untuk lebih berperan dan terlibat dalam memanfaatkan

7
Agus Dwiyatno, mewujudkan good governance melalui pelayanan public, Gajah Mada University
Press, 2008 hal. 44
30

ruang. Dengan demikian proses penataan sempadan tersebut akan membawa

keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Sebagai daerah Delta, Kabupaten Sidoarjo terletak di dua aliran sungai

yaitu Kali Surabaya dan Kali Brantas yang berhulu di Kabupaten Malang. Kabupaten

Sidoarjo mempunyai 2 (dua) Sungai Primer dan 46 buah Sungai Sekunder.

Sedangkan panjang Sungai Primer ditotal yaitu 76.426 meter dan Sungai Sekunder

panjang keseluruhan 279.759 meter.

Kondisi saat ini baik Sungai Primer maupun Sungai Sekunder telah terjadi

pendangkalan pada badan sungai akibat penumpukan sampah plastik makanan,

kertas, botol bekas minuman yang mengendap bersama lumpur. Kondisi ini makin

diperparah dengan banyaknya bangunan liar di sempadan sungai

Memulihkan kembali kondisi sempadan sungai merupakan kegiatan kunci

untuk memperbaiki dan menjaga fungsi sungai. Banyak manfaat yang dapat dipetik

dari membaiknya kembali fungsi sempadan sungai. Palung sungai menjadi lebih

stabil, kualitas air menjadi lebih baik, kehidupan habitat flora fauna meningkat,

estetika juga lebih menarik karena ada kehidupan yang harmonis di antara unsur-

unsur alam termasuk manusia di dalamnya. Untuk memmulihkan kondisi sempadan

sungai, maka harus dibuat suatu kebijakan untuk dari pemerintah setempat.

Komitmen dari kebijakan dalam dimensi apapun menjadikan pengaturan


dalam konsepsi normatif sebagai dasar perumusan dan sekaligus menjadi
dasar pertimbangan implementasi. Karena dasar normatif yang dijadikan
dasar, maka dalam pengaturan yang dilakukan harus memuat kriteria dari
suatu komitmen kebijakan sebagaimana disyaratkan oleh teori Hoogerwrf
(1988) yang menegaskan bahwa harus terpenuhi adanya azas dan teori yang
31

dijadikan landasan pengaturan, harus ada norma hukum yang dijadikan dasar
pengaturan, dan harus ada tujuan dilakukannya pengaturan.8

Dengan adanya komitmen dalam melaksanakan suatu pengaturan,

pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula melalui perizinan

pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan

ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata

ruang.

Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan

ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin

maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara,

dan/atau sanksi pidana denda.

Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan

terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang

dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut,

antara lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana

(infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan

pemberian penghargaan.

Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi

pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata

ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan

8
Faried Ali, dkk, Studi Analisa Kebijakan, Rafika Aditama, 2012 hal.45
32

penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti.Pengenaan

sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang,

dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang

tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

2. Kondisi factual dalam penegak sempadan sungai

Pada masyarakat Sempadan sungai yang cukup lebar dengan banyak

kehidupan tetumbuhan (flora) dan binatang (fauna) di dalamnya merupakan cerminan

tata guna lahan yang sehat pada suatu wilayah. Keberadaan banyak jenis spesies flora

dan fauna merupakan aset keanekaragaman hayati yang penting bagi

keberlangsungan kehidupan manusia dan alam dalam jangka panjang. Namun karena

ketidakpahaman tentang fungsinya yang sangat penting, umumnya di perkotaan,

sempadan tersebut menjadi hilang didesak oleh peruntukan lain.

Kondisi faktual bahwa sungai merupakan suatu ekosistem yang mempunyai

peran besar dalam kelangsungan hidup manusia, dengan ekosistem yang seimbang

maka kehidupan manusia akan menjadi sehat terhindar daripermasalahan pencemaran

sungai. Dengan demikian manfaat keberadaan sungai sangat besar antara lain:

1. Bagi kehidupan manusia adalah sebagai penyedia air dan wadah air untuk

memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan, pertanian, industri,

pariwisata, olah raga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik,

transportasi, dan kebutuhan lainnya;

2. Bagi kehidupan alam adalah sebagai pemulih kualitas air, penyalur banjir, dan

pembangkit utama ekosistem flora dan fauna. Fungsi sungai sebagai pemulih
33

kualitas air perlu dijaga dengan tidak membebani zat pencemar yang melebihi

kemampuan pemulihan alami air sungai.

Hilangnya sempadan sungai juga mengakibatkan terjadinya peningkatan

gerusan tebing sungai yang dapat mengancam bangunan atau fasilitas umum lain

karena tergerus arus sungai. Karena gerusan tebing meningkat geometri tampang

sungai akan berubah menjadi lebih lebar, dangkal dan landai, kemampuan

mengalirkan air juga akan menurun. Sungai yang demikian sangat rentan terhadap

luapan banjir. Kondisi sungai yang demikian ini jumlah kehidupan akuatiknya juga

menurun drastis atau bahkan punah, karena hilangnya tetumbuhan di sempadan

sungai.

Dalam hal lahan sempadan sungai telah telanjur digunakan untuk fasilitas

kota, bangunan gedung, jalan, atau fasilitas umum lainnya, menteri, gubernur, bupati

dan/atau walikota sesuai kewenangannya dapat menetapkan peruntukan yang telah

ada tersebut sebagai tetap tak akan diubah. Artinya peruntukan yang telah ada saat ini

karena alasan historis atau alasan lain yang memberi manfaat lebih besar bagi

kepentingan umum tidak diubah, justru dipertahankan sepanjang tidak ditemukan

alasan yang lebih penting dari kemanfaatannya saat ini.

Dalam hal lahan sempadan telanjur dimiliki oleh masyarakat,

peruntukannya secara bertahap harus dikembalikan sebagai sempadan sungai.

Sepanjang hak milik atas lahan tersebut sah kepemilikannya tetap diakui, namun

pemilik lahan wajib mematuhi peruntukan lahan tersebut sebagai sempadan sungai

dan tidak dibenarkan menggunakan untuk peruntukan lain. Bangunan-bangunan yang

telah telanjur berdiri di sempadan sungai dinyatakan statusnya sebagai status quo,
34

artinya tidak boleh diubah, ditambah, dan diperbaiki. Izin membangun yang baru

tidak akan dikeluarkan lagi.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah salah satu contoh pelayan publik yang

bersifat  fisik yang tidak boleh diambaikan oleh pemerintah daerah. Keberadaan RTH

sangat penting, kalau diibaratkan tubuh manusia maka RTH merupakan Paru-paru

Kota yang harus ada dan harus dalam kondisi sehat (terpelihara dengan baik). Ketika

RTH ukurannya terlalu kecil berarti kondisi kota sudah tidak layak huni karena

kesehatan masyarakat seperti dipertaruhkan dengan polusi udara yang semakin hari

semakin parah. Manfaat lain RTH adalah untuk memperbaiki cadangan air tanah

serta mengurangi resika longsor pada Daerah Aliran Sungai. UU No. 26 Tahun 2007

Pasal 29  ayat (2) menyebutkan “Proporsi ruang terbuka hijau kota paling sedikit 30

(tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. “ Demikian juga Daerah Aliran Sungai

(DAS) harus memiliki areal RTH sebanyak 30 % dari luas wilayah DAS. Pengunaan

lahan di Kabupaten Sidoarjo terdiri dari penggunaan untuk kawasan lindung

maupun kawasan bududaya. Berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Sidoarjo tahun 2009-2029, prosentase penggunaan tanah di Kabupaten

Sidoarjo, yaitu berupa permukiman (26,65%), kebun (4,97%), industri (1,75%), lahan

sawah (32,39%), pekarangan/tanah kosong/ yayasan/ pematangan tanah (3,61%),

kolam/tambak (26,14%), fasum (1,12%), bakau(1,41%), ruang terbuka hijau (0,66%) dan

lain-lain (1,61%)9.

9
Buku putih, Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten sidoarjo program “Percepatan
Pembangunan Sanitasi Permukiman” (PPSP 2011)
35

Dengan minimnya ruang terbuka hijau tersebut maka pencemaran CO2  di

udara dari kendaraan bermotor setiap hari semakin  meningkat sementara tumbuh-

tumbuhan yang berfungsi untuk menyerap CO2 buangan dari kendaraan bermotor

sangat minim. Ini berarti kadar CO2 yang kita hirup dan masuk kealiran darah kita

setiap hari juga meningkat. Minimnya RTH juga ikut meningkatkan laju Pemanasan

Global. Secara sistem, RTH kota adalah bagian kota yang tidak terbangun, yang

berfungsi menunjang keamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan dan

pelestarian alam. Umumnya terdiri dari ruang pergerakan linear atau koridor dan

ruang. Atau sebagai jalur pergerakan dan sebagai tempat istirahat.

Salah satu upaya pelestarian kawasan sungai dengan menyiapkan lahan di

sempadan sungai sebagai ruang terbuka hijau sebagai penunjang tata guna dan

pelestarian alam. Kualitas air menurun dan kian keringnya sumber sumber air bawah

tanah dapat diperbaiki dengan pengembangan sistem RTH yang terencana, seperti

perbaikan daerah aliran sungai ( DAS ) dan perluasan area peresapan air.

Untuk menghadapi kemajuan kita perlu melakukan perubahan dan untuk

itu kita perlu melakukan pembangunan dengan memperhatikan kelestarian

lingkungan. Dalam pembangunan itu kita akan tahu tentang sejauh mana kerugian

kita, jika kita menebang pohon atau membabat tumbuh-tumbuhan tanpa

pertimbangan dengan alasan nanti toh tumbuh-tumbuhan itu akan tumbuh kembali.

Sehingga perlu upaya keras untuk menyadarkan pemikiran yang dapat menyadari

bahwa tumbuh-tumbuhan itu adalah makhluk hidup dan butuh untuk tumbuh dan

berkembang untuk kelestarian umat manusia.


36

Pendekatan hukum administrasi memiliki peran baru dalam hukum

administrasi dalam pendekatan perlindungan hak asasi manusia, serta pendekatan

azas azas pemerintahan yang baik. Dengan demikian setiap negara memiliki tujuan

bagaimana memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi warga negaranya. Agar

tujuan tersebut dapat dicapai maka dalam menggerakkan roda pemerintahan

diperlukan organ atau perangkat yang berkesesuaian fungsi dan wewenang masing-

masing. Pemberian kewenangan terhadap organ Negara tadi merupakan salah satu

dari ruang lingkup Hukum Tata Negara. Sedangkan pembatasan kewenangan dengan

memperhatikan Hak Asasi Manusia yang masuk dalam lingkup hukum administrasi

Negara.

2.1 Pelaksanaan Penertiban Bangunan Liar di Sempadan Sungai

Upaya pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang sebenarnya telah

dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Pekerjaan Pengairan

bersama SKPD terkait yaitu melalui upaya perbaikan dan penertiban maupun

pencegahan terhadap pengaduan atau pelaporan dari masyarakat terkait pelanggaran

pemanfaatan ruang, melalui optimalisasi peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS) Penataan Ruang yangberada di Satpol PP Maupun Dinas PU Cipta Karya dan

Tata Ruang, dan program peningkatan pengawasan dan pengendalian ruang di tingkat

kabupaten. Sebagai suatu gejala pelanggaran terhadap tata ruang, bisa terjadi karena

ada pihak yang melanggar dan pelaku.

Bangunan liar (Bangli) di sempadan sungai Wilayut pada tahun 2010 sudah

pernah dilakukan penertiban oleh Pemda Kabupaten Sidoarjo akan tetapi tidak
37

berselang lama bangunan-bangunan liar tersebut tumbuh lagi. Bentuk atau macam

pelanggaran yang ada di sungai Wilayut beragam adalah banyaknya bangunan

permanen yang digunakan bangunan-bangunan untuk berbagai kepentingan seperti

rumah, warung, pertokoan dan lainnya didirikan di atas sempadan sungai. Sedangkan

Data Bangunan liar (bangli) serta peruntukan kegiatannya adalah sebagai berikut :

Data 3. Data Bangunan liar (Bangli) di Sungai Wilayut Kecamatan Buduran


berdasarkan peruntukan kegiatannya
No. Jenis Kegiatan Jumlah Bangunan Bangunan Tdk
Bangunan liar Permanen Permanen
1. Warung Nasi 37 - V

2. Toko 5 V -

3. Rumah Hunian 11 - V

4. Pasar Tradisional 133 - V

5. TPA 1 V -

6. Bengkel 2 - V

7. Gudang Ban Bekas 1 V -

8. Salon 1 V -

9. Jual Buah 11 - V
Jumlah 202
Sumber Data : Dinas PU Pengairan Kab.Sidoarjo 2015

Dampak dari bangunan liar dengan segala aktivitasnya menyebabkan

sungai Wilayut adalah sungai menjadi tempat buangan (sampah),

pemeliharaan sungai menjadi sulit dilakukan karena akses jalan inspeksi tidak

ada lagi. Sungai menjadi tempat yang tidak indah bahkan cenderung kumuh

dan berbau.
38

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam rangka penertiban di

sempadan sungai Wilayut sama dengan tahapan-tahapan yang dilakukan

penertiban lainnya di wilayah Kabupaten Sidoarjo, antara lain yaitu :

1. Pendataan ; kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum

Pengairan Kabupaten Sidoarjo. Pendataan dilakukan terhadap semua

bangunan liar yang berada di sempadan sungai. Pelanggar (pemilik

bangunan liar) menandatangani Berita Acara yang dibuat oleh petugas

pendata.

Tabel 4. Data Bangunan Liar (Bangli) di Sempadan Sungai Wilayut di Kecamatan


Buduran berdasarkan wilayah Desa
NO. NAMA DESA JUMLAH KETERANGAN

BANGLI
1. Desa Sidokerto 77 unit Ada 15 Bangli yg
berijin sewa pakai
2. Desa Sidokepung 56 unit ke Propinsi pada
th 1998 selama 1
3. Desa Anggaswangi 32 unit (satu) tahun

4. Desa Sarirogo 37 unit


JUMLAH 202 unit
Sumber Data : Dinas PU Pengairan Kab.Sidoarjo 2015

2. Teguran ; teguran dilakukan secara tertulis dengan tahapan teguran I,

teguran II, dan teguran III dengan interval waktu masing-masing 30 hari

atau 1 (satu) bulan dari instansi yang berwenang (Dinas Pekerjaan Umum

Pengairan) dengan tembusan instansi terkait.


39

Teguran I : Surat Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Sidoarjo

tanggal 13 Januari 2014 Nomor : 610/42/404.3.13/2014 perihal

pelanggaran (Teguran I)

Teguran II : Surat Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Sidoarjo

tanggal 3 Maret 2014 Nomor : 610/222/404.3.13/2014 perihal

pelanggaran (Teguran II)

Teguran III : Surat Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Sidoarjo

tanggal 16 April 2014 Nomor : 610/430/404.3.13/2014 perihal

Pemberitahuan Sosialisasi Penertiban Sempadan Sungai

3. Koordinasi Dinas/Instansi terkait

- Melibatkan Camat dan Kepala Desa setempat untuk berperan aktif

membantu pelaksanaan penertiban sempadan saluran

- Melakukan pertemuan koordinatif Dinas/Instansi terkait (Satuan

Pamong Praja, Aparat Wilayah Kecamatan/Desa) untuk membahas

langkah-langkah penertiban.

4. Sosialisasi; tahapan sosialisasi ini sangat penting untuk memperkecil

permasalahan sosial yang timbul akibat pelaksanaan penertiban.

Sosialisasi Penertiban Sempadan Sungai Wilayut dilaksanakan pada

tanggal 28 April 2014 di Kantor Kecamatan Buduran dengan dihadiri oleh

seluruh pemilik bangunan liar di sempadan sungai Wilayut. Pada

pertemuan ini disampaikan akan diluncurkan Teguran ke III atau teguran


40

terakhir dari Dinas PU Pengairan Kabupaten Sidoarjo. Karena setelah itu

baru kewenangan penertiban dilimpahkan ke Satpol PP.

5. Tahapan selanjutnya adalah teguran I, teguran II dan teguran III dari

instansi Satpol PP dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) hari.

Teguran ini sekaligus pemberitahuan pelaksanaan pembongkaran

bangunan-bangunan liar.

Tahapan-tahapan sebelum pelaksanaan penertiban sangat panjang

kurang lebihnya hampir 6 (enam) bulan mulai dari pendataan, surat teguran,

sosialisasi dan koordinasi dengan wilayah. Hal ini dimaksudkan perlu adanya

pendekatan secara sosial kepada masyarakat bangunan liar di sempadan

sungai Wilayut. Agar mereka benar-benar memahami aturan yang telah

dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo tentang aturan sempadan

sungai. Pemerintah berharap mereka dengan kesadarannya sendiri

membongkar bangunan liarnya tanpa pembongkaran paksa.

Instrumen penting dalam penegakan hukum preventif adalah

penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang bersifat

pengawasan. Dengan demikian izin penegak hukum yang utama di sini

adalah pejabat atau aparat pemerintah yang berwenang

Kondisi bangunan-bangunan liar di sempadan sungi Wilayut pada

pelaksanaan penertiban adalah sebagai berikut :

Upaya lain yang dilakukan oleh Pemkab Sidoarjo antara lain yaitu :

1. Preventif
41

a. Melakukan sosialisasi

b. Melakukan plengsengan di tanggul sungai agar terjaga keberadaan sempadan

sungai

c. Memasang patok untuk mengetahui batas sempadan

2. Represif

a. Teguran, teguran dilakukan secara tertulis dengan tahapan teguran I, teguran

II, dan teguran III dengan interval waktu masing-masing 30 hari atau 1 (satu)

bulan dari instansi yang berwenang (Dinas Pekerjaan Umum Pengairan)

dengan tembusan instansi terkait

b. Pembongkaran secara paksa

Kenyataan di lapangan, sungai-sungai tersebut sudah mulai terganggu

fungsinya akibat aktivitas yang berkembang di sekitarnya (intervensi  bangunan,

sampah yg mendesak badan sungai). Akibat dari terganggunya ekosistem sungai

tersebut dapat kita lihat pada saat sekarang seperti kualitas air sungai yang terus

menurun dan memburuk, apalagi jika pada musim penghujan dan terjadi banjir, maka

penduduk daerah permukiman sekitar sungai menjadi langganan pengungsian di

Posko Banjir. Tidak terhitung kerugian materil dan moril akibat rusaknya daerah

aliran sungai yang diakibatkan oleh factor manusia yang tidak bertanggung jawab

terhadap arti pentinya sempadan sungai bagi kehidupan mahluk di skitar kawasan

sungai.

Pemanfaatan daerah aliran sungai beserta sumber-sumbernya haruslah

diabdikan kepada kepentingan dan kesejahteraan rakyat disegala bidang, baik bidang

ekonomi, sosial, budaya yang sekaligus menciptakan pertumbuhan ekosistem. Oleh


42

karena itu, air beserta sumber-sumbernya tersebut haruslah dilindungi dan dijaga

kelestariannya. Agar maksud tersebut dapat dicapai dengan sebaik-baiknya,

Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah serta tindakan-tindakan seperlunya.

Untuk mencegah lebih besarnya kerugian akibat dari kerusakan sungai

maka dilakukan Penataan Daerah Sempadan Sungai, maksud dari Penataan Daerah

Sempadan Sungai adalah sebagai upaya agar kegiatan konservasi,  pendayagunaan,

pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai dapat dilaksanakan sesuai

dengan tujuannya, antara lain : pertama; bahwa fungsi sungai tidak terganggu oleh

aktivitas yang berkembang di sekitarnya, kedua; Agar kegiatan pemanfaatan dan

upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada pada sungai dapat

memberikan hasil secara optimal. Ketiga; Menjaga kelestarian fungsi sungai, serta

daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi.

Penataan sempadan sungai harus di segerahkan untuk mencegah

terjadinya kerusakan yang lebih parah. Dengan peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang pengaturan ruang terbuka hijau ataupun yang mengatur tentang

pemanfaatan sempadan sungai haruslah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Banyak

kendala yang di hadapi oleh pemerintah untuk mewujudkan tujuan penataan sempada

baik oleh intern oknum pemerintahmaupun masyarakat. Hal ini merupakan tantangan

bagi pemerintah untuk berfikir secara kreatif dalam mengatasi permasalahan penataan

sempadan sungai sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

2.2 Akibat hukum dari pelaksanaan penertiban bangunan liar di sempadan

sungai
43

2.2.1 Kondisi Masyarakat

Aparat penegak hukum dalam melaksnakan tugas sebagiamana diamatkan

dalam undang undang sesuai dengan kewenangannya melaksanakan penertiban

kawasan sempadan sungai, harus bersungguh sunguh dan tidak tebang pilih dalam

memfungsikan kawasan sempadan sungai sesuai dengan fungsinya. Dengan cara

yaitu memindahkan segala bentuk bangunan tempat tinggal ataupun bangunan liar

lainnya ke tempat lain, agar fungsi sungai dapat berfungsi sebagaimana diamantkan

dalam ketentuan hukum.

Akibat dari penertiban tersebut dilihak dari sisi kondisi masyarakat, mereka

beranggapan bahwa pemerintah tidak mempedulikan nasib mereka, mereka

mempunayi hak untu hidupn namun pemerintah mengabaikan. Mereka mengambil

tindakan dengan menggadakan protes kepada pemerintah daerah, dengan beralasan

bahwa mereka legal tinggal dikawasan sempadan sungai tersebut, mereka sudah

membayar iuran kepada oknum, mereka sudah mempunyai izin dari oknum. Namun

semua gugatan masyarakat sudah diantisipasi oleh pemerintah daerah, untuk tetap

malaksanakan upaya pemindahan mereka.

Penghuni bangunan liar (bangli) menghendaki toleransi dari Pemerintah

Daerah dalam memberikan tenggang waktu yang tidak bisa dipastikan sampai mereka

mendapatkan tempat hunian yang baru dengan usaha atau kegiatan yang sama demi

kelangsungan kehidupan mereka. Pelanggaran-pelanggaran bangunan liar di

sepanjang Sungai Wilayut merupakan pelanggaran eksplisif yang dapat dilihat

langsung. Penegakan hukum untuk contoh tersebut menjadi sulit dilakukan karena

ada beberapa penghuni atau pemilik bangunan liar memiliki izin untuk mendirikan
44

bangunan di sempadan sungai Wilayut yang dikeluarkan oleh instansi resmi. Ada

juga pemilik atau penghuni mempunyai bukti pembayaran listrik sehingga mereka

menganggap hal tersebut sebagai bukti pengesahan untuk bangunan liar tersebut.

Dalam kondisi tertentu sebagai contoh dikawasan daerah sambungrejo

Kecamatan Suklodono, bahwa masyarakat sekitar masih dalam tahapo sosialisai dan

teguran ke tiga, tidak sampai membongkar paksa masyarakat dengan sendirinya

memindahkan barang-banrang yang dimiliki ke tempat yang layak . tindakan ini

cukup dengan upaya persuasive sudah bisa menyadarkan masyarkaat untuktidak

tinggal di kawasan sempadan sungai tanpa harus dilakukan dnegan tindakan represif.

2.2.2 Kondisi lingkungan

Dengana adanya penataan sempadan yang sudah difungsikan sebagai

Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada Daerah Aliran Sungai adalah bagian dari ruang-

ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah Daerah Aliran Sungai yang diisi oleh

tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung

manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat

ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya dalam wilayah tersebut. 

Sementara itu ruang terbuka non-hijau  pada Daerah Aliran Sungai dapat

berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB)

yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan

khusus sebagai area genangan. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami

yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun

RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun
45

bunga. Multi fungsi penting RTH ini sangat besar, yaitu dari aspek fungsi ekologis,

sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan

kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan suhu

kota tropis yang panas terik.

Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti

sabuk hijau kota di pesisir sungai, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan

sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya  keberadaan RTH dapat memberikan

fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, tempat pemancingan umum,

dan sebagai tetenger (landmark) kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi

sosial-budaya antara lain taman-taman kota , lapangan olah raga, kebun raya, TPU,

dan sebagainya ,secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan

kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan

jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi

ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi

lahan pertanian/ perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata

hijau perkotaan.

Oleh karena itu bentuk-bentuk aktivitas eksploitatif dalam suatu wilayah

bioregion DAS dapat berakibat munculnya fenomena penyimpangan proses-proses

alam dan tatanan ruang. Aksi gangguan di daerah hulu seperti penggundulan hutan,

transformasi peruntukan lahan, intesifikasi lahan yang melebihi daya dukung

menyebabkan penurunan kemampuan resapan menahan air hujan (intersepsi),

kemampuan tanah meresapkan air (infiltrasi) dan peningkatan air limpasan (runoff)

yang berakibat munculnya reaksi di tempat lain. Menghadapi fenomena ini


46

diperlukan pandangan menyeluruh yang mengacu pada pola spasial dan proses terkait

secara simultan. Pendekatan yang besifat parsial, sektoral maupun terbatas dalam

lingkup wewenang administratif dan politis, hanya bersifat fragmental dan tidak

mengatasi masalah yang secara tuntas. Pendekatan parsial, yang hanya mengandalkan

delineasi penggunaan dan penutupan lahan tanpa mempertimbangkan cakupan proses

yang ada dibaliknya, tidaklah efektif. Sebab batas alam dari suatu proses dapat

merentang jauh dari tempat munculnya fenomena yang ditemukan.

DAFTAR BACAAN.

Hakim R. 2006. Rancangan Visual Lansekap Jalan. Panduan Estetika Dinding


Penghalang Kebisingan. Bumi Aksara. Jakarta.
Faried Ali, dkk, Studi Analisa Kebijakan, Rafika Aditama, 2012
Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, UMM Press, Malang,
2011,
Irwan Z.D. 2007. Prinsip-prinsip Ekologi. Ekosistem, Lingkungan dan
Pelestariannya. Bumi Aksara. Jakarta.
Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
Purnomohadi, Ning. 2002. Pengelolaan RTH Kota dalam Tatanan Program
BANGUN PRAJA Lingkungan Perkotaan yang Lestari di NKRI. Widyaiswara
LH, Bidang Manajemen SDA dan Lingkungan. KLH.
Tjokrowinoton M. 2007. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat konsep dan implikasinya, Refika Aditama,
Bandung, 2009,
Rapar,J.H. Filsafat Politik, PT Raja Grafindo Jakarta, 2002.
Agus Dwiyatno, Mewujudkan Good Governance melalui pelayanan Publik,
Gajahmada University Press, 2008
47

Philipus M. Hadjon, Hukum Administrasi dan good governance, Universitas Trisakti,


Jakarta, 2010.
Marbun & Mahfud MD, Pokok Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Jogjakarta, 2011
Buku putih Tim Pelaksana Kelompok Kerja PPSP Kabupaten Sidoarjo Program
Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP 2011).

DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke


4;

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3046);

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
48

2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


5657);

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang


Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1982 Tentang


Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);

Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2007 tentang RTRW Nasional


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan


Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Kabupaten
Sidoarjo Tahun 2009 Nomor 4 Seri E);

Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2014 tentang Irigasi


(Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2014 Nomor 10 Seri E,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 51);

Anda mungkin juga menyukai