Anda di halaman 1dari 12

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

PENCEMARAAN AIR BAWAH TANAH

DI KABUPATEN SIDOARJO

DIBUAT OLEH :

WILGA LAZUL NUVIANDRA


NIM. 092024453003

PROGRAM S2 SAINS HUKUM DAN PEMBANGUNAN

PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENDAHULUAN
1
Identifikasi Masalah

Kabupaten Sidoarjo memiliki letak yang strategis dan ditunjang infratruktur yang
memadahi. Sehingga investor-investor banyak melakukan pemanfaatan lahan di
Sidoarjo sebagai industri (pabrik) dan pergudangan. Akan tetapi pemanfaat lahan
tersebut telah menimbulkan berbagai macam permasalahan lingkungan diantaranya
limbah cair pembuangan pabrik ke sungai, penanganan sampah industri dan rumah
tangga, banjir, ketersediaan 30 % ruang terbuka hijau dari luas wilayah Kabupaten
Sidoarjo, polusi udara akibat mesin-mesin pabrik, serta ketersediaan air bersih bagi
masyarakat. Permasalahan diatas dapat berdampak pada kegiatan rumah tangga
terutama permsalahan ketersediaan air bersih yang membutuhkan keberadaan
infrastruktur air bersih. Air bersih yang digunakan dapat berasal dari air permukaan
(sungai/danau), air bawah tanah (sumur gali/sumur bor), dan air yang berasal dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air bawah tanah ini merupakan sumber air
bersih yang rentan mengalami kerusakan apabila tidak ada pengelolaan dan
pengendalian yang efektif.
Air bawah tanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat
dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan
pemompaan. Air bawah tanah dibedakan menjadi dua sumber, yaitu air hujan yang
meresap ke dalam tanah dan air dari aliran air permukaan (sungai, danau, dan reservoir)
(Kodoatie, 1996).

Berdasarkan UNESCO (1978), perkiraan jumlah air yang ada di bumi jauh lebih
besar dibandingkan dengan jumlah air permukaan, yaitu lebih dari 98% dari semua air
di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah, yaitu dalam pori-pori batuan dan
bahan-bahan butiran, dan ini merupakan air bawah tanah. Air bawah tanah adalah air
yang terdapat di lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah, walaupun air
bawah tanah merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, namun memerlukan
waktu yang sangat lama (ratusan hingga ribuan tahun) untuk pembentukan kembali air
tanah.

Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia mulai membenahi pengelolaan air bawah
tanah dengan menerbitkan Undang–Undang Nomor7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

2
Air yang menyatakan bahwapengendalian akses terhadap air tanah perlu mendapat
perhatian, hal ini karena air tanah disiapkan untuk generasi yang akan datang.

Mengerucut pada salah satu kabupaten yang ada di Indonesia, yaitu Kabupaten
Sidoarjo. Kabupaten Sidoarjo merupakanwilayah penyangga Kota Surabaya, dimana
jumlah penduduk Kota Surabaya yang bermukim di wilayah Kabupaten Sidoarjo
semakin meningkat, serta pembangunan industri pergudangan yang juga semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan konsumsi air bawah tanah yang semakin meningkat
pula, sehingga keberadaan air bawah tanah menjadi terancam (rentan) apabila tidak ada
pengelolaan dan pengendalian yang efektif.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan pengelolaan dan
pengendalian air bawah tanah adalah dengan terlebih dulu mengetahui potensi
(kuantitas dan kualitas) air bawah tanah di Kabupaten Sidoarjo khususnya Kecamatan
Waru sehingga nantinya diharapkan pemanfaatan air bawah tanah dapat terkendali dan
tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.

Rumusan Masalah

Permasalahan yang melatarbelakangi penulisan artikel ini adalah seberapa


besarkah potensi air bawah tanah yang ada di Kabupaten Sidoarjo, khususnya
Kecamatan Waru yang merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota
Surabaya, terkait kuantitas dan- kualitas air bawah tanah akibat perkembangan yang
pesat,yakni beralihnya peruntukan lahan hijau (sawah) menjadi bangunan perumahan
dan industri pergudangan (pabrik).

3
ANALISIS

Kabupaten Sidoarjo merupakan wilayah penyangga Kota Surabaya, hal ini berkaitan
dengan tempat bermukimnya warga Kota Surabaya di wilayah Kabupaten Sidoarjo,
sedangkan tempat bekerja berada di wilayah Kota Surabaya. Penggunaan lahan lainnya yang
juga mulai berkembang dengan pesat adalah industri dan pergudangan. Kabupaten Sidoarjo
mulai didatangi banyak investor yang membeli lahan untuk digunakan sebagai industri
(pabrik) dan pergudangan. Kedua penggunaan lahan tersebut merupakan penggunaan lahan
yang menimbulkan kegiatan rumah tangga yang membutuhkan keberadaan infrastruktur air
bersih. Air bersih yang digunakan dapat berasal dari air permukaan (sungai/danau), air bawah
tanah (sumur gali/sumur bor), dan air yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Air bawah tanah ini merupakan sumber air bersih yang rentan mengalami
kerusakan apabila tidak ada pengelolaan dan pengendalian yang efektif.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 Pasal 1 tentang Sumber Daya Air
menyatakan bahwa air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah. Air tanah memiliki keterbatasan sehingga memerlukan pengelolaan
dan pengendalian terhadap penggunaan air tanah, baik penggunaan permukiman maupun
industri yang memerlukan air dengan skala besar. Pada Pasal 37 juga dijelaskan bahwa air
tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya
dapat mengakibatkan dampak yang luas, serta pemulihannya sulit dilakukan, sehingga
pengembangan air tanah dapat dilakukan secara terpadu dengan pengembangan sumber daya
air pada wilayah sungai. Hal ini merupakan upaya pencegahan terhadap kerusakan air tanah.

Berdasarkan Undang – Undang tersebut, maka penggunaan air bawah tanah di


Kabupaten Sidoarjo juga harus dilakukan pengelolaan dan pengendalian terhadap
penggunaannya. Kabupaten Sidoarjo, khususnya Kecamatan Waru merupakan wilayah
dataran rendah yang relatif datar dengan elevasi yang rendah dan ketinggian berkisar dari 5 –
9 meter dari permukaan laut.Kecamatan Waru ini juga memiliki wilayah sistem akuifer,
sistem akuifer ini berfungsi untuk menyimpan dan melewatkan air bawah tanah, yang
mencakup wilayah Tambak Oso, Tambak Rejo, Tambak Sumur, Tambak Sawah, Brebek,
Wedoro, Janti, dan Kedungrejo dengan debit air bawah tanah di Kecamatan Waru sebesar 5 –
10 liter/detik.Penduduk di Kecamatan Waru dalam memanfaatkan air untuk kebutuhan air
baku sebagian berasal dari air bawah tanah (sumur gali maupun sumur bor dangkal), sebagian
dari air yang berasal dari PDAM, serta beberapa dari air yang berasal dari penjual air (air
jerigen). Pemanfaatan lahan di Kecamatan waru dominan berupa permukiman dan industri,
4
serta sebagain kecil berupa lahan pertanian dan tambak. Dengan adanya pemanfaatan lahan
tersebut, maka menyebabkan kualitas air bawah tanah di Kecamatan Waru mengalami
pencemaran air.

Pencemaran air tanah diketahui dengan mendeteksi zat-zat pencemar di dalam airtanah.
Perbandingan komposisi kimia airtanah dengan komposisi kimia air permukaan serta susunan
kimia batuan lapisan pembawa airnya dapat dipakai untuk menentukan sumber pencemar.
Sumber pencemar airtanah yang paling banyak dijumpai sampai saat ini berasal dari bahan
limbah yang dibuang manusia di permukaan tanah dan tidak dapat tersaring oleh lapisan
tanah (Freeze et.al., 1979; Mathes et. Al., 1982).

Berdasarkan Data Potensi dan Kualitas Air Bawah Tanah Kabupaten Sidoarjo Tahun
2020, pemanfaatan air bawah tanah untuk perdagangan dan industri di Kecamatan Waru
berasal dari sumur gali, sumur pasak, dan sumur bor dalam dengan jumlah pemakaian air
bawah tanah (total debit) sebesar 263 m3/hari dan kedalaman muka air tanah berkisar antara
0,5 – 5 meter dari muka tanah setempat (BPS Kab Sidoarjo, 2020). Kondisi air bawah tanah
di Kecamatan Waru sebagian sudah terkena intrusi air laut dikarenakan wilayah yang terletak
berdekatan dengan wilayah pesisir, diantaranya adalah wilayah Tambak Oso, Tambak Rejo,
Tambak Sumur, dan Tambak Sawah, serta terdapat beberapa wilayah yang mengandung air
asin pada kedalaman tertentu, yaitu wilayah Berbek dan Kureksari. Wilayah tersebut
memiliki kualitas air bawah tanah yang tergolong buruk dengan kisaran nilai sebesar 10.000
– 50.000 µmhos/cm, sehingga ini mengindikasikan bahwa air bawah tanah di wilayah
tersebut mengandung kadar garam yang cukup tinggi dan ini menandakan bahwa telah terjadi
intrusi air laut di wilayah tersebut.

Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor


1451K/10/MEM/ 2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di
Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) kriteria wilayah
berdasarkan kuantitas dan kualitas air bawah tanah, yaitu wilayah potensi air tanah tinggi,
sedang, rendah, dan nihil,untuk itulah potensi air bawah tanah di Kecamatan Waru terbagi
menjadi 2 (dua) wilayah, yaitu wilayah potensi air tanah sedang dan wilayah potensi air tanah
rendah. Wilayah potensi air tanah sedang memiliki kriteria, yaitu setiap sumur air bawah
tanah yang dibuat menghasilkan nilai Qopt berkisar antara 2 – 10 liter/detik dengan mutu air
baik – sedang. Sedangkan wilayah potensi air tanah rendah memiliki kriteria, yaitu setiap
sumur air bawah tanah yang dibuat menghasilkan nilai Qopt kurang dari 2 liter/detik dengan
mutu air sedang – buruk.

5
Wilayah dengan potensi air tanah sedang berada di sebagian wilayah barat Kecamatan
Waru, yaitu wilayah Bungurasih, Medaeng, Pepelegi, Waru, Kedung rejo, Kureksari,
Ngingas, Janti, Wedoro, Tropodo, Kepuh Kiriman, dan Brebek. Kualitas air bawah tanah di
wilayah ini mengandung kation, terutama unsur magnesium (Mg), yang relative lebih banyak
daripada kandungan anion dan hal ini mengindikasikan bahwa lapisan batuan pembawa air
bawah tanah di wilayah ini terbentuk oleh material asal darat. Air bawah tanah di wilayah ini
mengandung bakteri e-coli yang merupakan hasil dari kegiatan rumah tangga (permukiman)
maupun industri dan perdagangan. Bakteri Escherichia coli termasuk bakteri yang dapat
menyebabkan keluhan diare. Penyakit ini adalah salah satu dari banyak penyakit lain yang
dapat disebabkan oleh buruknya kualitas air minum secara mikrobiologis (Suriawira U:2008).

Wilayah dengan potensi air tanah rendah berada di sebagian wilayah timur Kecamatan
Waru, yaitu wilayah Berbek, Kepuh Kiriman, Tropodo, Wadungasri, Tambak Sumur,
Tambak Rejo, Tambak Sawah, dan Tambak Oso. Kualitas air bawah tanah di wilayah ini
telah mengandung unsur klorida (Cl) yang cukup dominan. Anion klorida (Cl- ) merupakan
anion anorganik yang terdapat dalam sampel perairan yang jumlahnya lebih banyak daripada
anion-anion halogen yang lain. Ion klorida Cl-dalam larutan bisa dalam senyawa natirum
klorida, kalium klorida, kalsium klorida (E. Sinaga:2016). Kelebihan ion klorida dalam air
minum dapat merusak ginjal. Akan tetapi, kekurangan ion klorida dalam tubuh juga dapat
menurunkan tekanan osmotik cairan ekstraseluler yang menyebabkan meningkatnya suhu
tubuh. Beberapa metode analitik yang digunakan untuk penentuan kadar klorida dalam air
bersih meliputi : kromatografi ion (J. B. Xiao:2006)(H. Cao and J. B. Xiao:2007),
spektroskopi (F. M. Alejandro, J. M. Estela, and V. Cerda, 2008), voltametri (K. A. S.
Pathiratne, S. S. Skandaraja, and E. M. C. M. Jayasena:2008) dan titrimetri (D. D.
Wulandari:2017, M. Shukla and S. Arya:2018, T. K. Hong, M. H. Kim, and M. Z.
Czae:2010). Di antara beberapa metode tersebut, metode titrimetri mempunyai kelebihan
yaitu : peralatan yang murah dan waktu analisis yang cepat (M. Taleuzzaman and S. J.
Gilani:2017).

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan menetapkan batas maksimum kadar ion
klorida dalam air bersih adalah sebesar 600 mg/L. Hal tersebut bertujuan dalam pengawasan
kualitas air yang dapat mengganggu/membahayakan kesehatan (Permenkes Nomor :
416/MEN. KES/PER/IX/1990:1990). Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah ini telah
terkena intrusi air laut. Keberadaan intrusi air laut diperkirakan pada kedalaman 10 meter dari
muka tanah setempat. Air bawah tanah di wilayah tersebut juga mengandung bakteri e-coli

6
yang merupakan hasil dari kegiatan rumah tangga (permukiman) maupun industri dan
perdagangan.

Dengan adanya jumlah penduduk yang padat dan jumlah industri yang semakin banyak,
hal ini juga mengakibatkan limbah yang dihasilkan semakin banyak pula. Teknik pengelolaan
limbah di wilayah tersebut juga masih minim sehingga hal ini juga yang menjadi penyebab
perubahan kondisi kualitas air bawah tanah.

Dampak dari pemanfaatan air bawah tanah yang tidak terkendali adalah intrusi air laut.
Intrusi air laut merupakan suatu peristiwa meresapnya air laut atau air asin ke dalam air
tanah. Kasus intrusi air laut merupakan masalah yang sering terjadi di daerah pesisir pantai
dan daerah yang berdekatan dengan daerah pesisir. Intrusi air laut menyebabkan rusaknya air
bawah tanah yang ditandai dengan kondisi air yang tidak bersih dan rasanya asin. Eksploitasi
air bawah tanah yang dilakukan secara berlebihan (penggunaan sumur bor) dapat
menyebabkan suatu permasalahan, dimana air laut akan masuk dan terpenetrasike zona air
tanah.

Peristiwa ini disebut intrusi air laut atau menyusupnya air laut ke daratan
(Sosrodarsono, 2003). Parameter kualitas air tanah untuk mengindikasikan telah terjadi
intrusi air laut terhadap air tanah adalah tingkat konsentrasi Chlorida (Cl), dimana parameter
tersebut merupakan salah satu unsur kimia yang berasal dari airlaut yang terkandung dalam
senyawa garam (Suhartono, 2013). Dampak lain, selain intrusi air laut, dari pemanfaatan air
bawah tanah yang tidak terkendali, antara lain adalah penurunan muka air bawah tanah dan
amblesan tanah. Amblesan tanah tidak dapat dilihat seketika, namun dalam kurun waktu yang
lama dan terjadi pada daerah yang luas, sehingga dapat mengakibatkan dampak negatif yang
lain, antara lain yaitu (a) banjir dan masuknya air laut ke arah darat pada saat pasang naik,
sehingga menggenangi perumahan, jalan, atau bangunan lain yang lebih rendah; (b)
menyusutnya ruang lintas pada kolong jembatan, sehingga mengganggu lalu lintas. Secara
regional amblesan tanah mengakibatkan pondasi jembatan menurun dan mempersempit
kolong jembatan; (c) rusaknya bangunan fisik seperti pondasi jembatan/bangunan gedung
tinggi, sumur bor, dan retaknya pipa saluran air limbah dan jaringan yang lain (Hendrayana,
2002).

Untuk itulah, perlu dilakukan pengelolaan dan pengendalian penggunaan air bawah
tanah, sehingga penggunaannya dapat terkendali karena air bawah tanah merupakan air yang
rentan terhadap berbagai permasalahan. Untuk menjaga kelestarian potensi (kuantitas dan

7
kualitas) air bawah tanah, maka diperlukan beberapa cara, diantaranya adalah menyediakan
sumur/kolam resapan dan Saluran Pembuangan Air (SPA). Sumur/kolam resapan merupakan
salah satu bentuk usaha untuk melestarikan air bawah tanah dengan menampung limpasan air
permukaan pada sumur/kolam/lubang. Sedangkan Saluran Pembuangan Air (SPA)
merupakan salah satu bentuk usaha untuk melestarikan air bawah tanah dengan menampungn
kelebihan air hujan berupa limpasan permukaan yang tidak meresap ke dalam tanah.

8
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi air
bawah tanah di Kabupaten Sidoarjo, khususnya Kecamatan Waru tergolong kurang baik atau
buruk dengan kisaran nilai sebesar 10.000 – 50.000 µmhos/cm. Hal ini terjadi di beberapa
wilayah bagian timur Kecamatan Waru yang merupakan wilayah potensi air tanah rendah,
yaitu wilayah Berbek, Kepuh Kiriman, Tropodo, Wadungasri, Tambak Sumur, Tambak Rejo,
Tambak Sawah, dan Tambak Oso. Kualitas air bawah tanah di wilayah ini telah mengandung
unsur klorida (Cl) yang cukup dominan dan hal ini mengindikasikan bahwa wilayah ini telah
terkena intrusi air laut. Air bawah tanah di wilayah tersebut juga mengandung bakteri e-coli
yang merupakan hasil dari kegiatan rumah tangga (permukiman) maupun industri dan
perdagangan. Dengan adanya jumlah penduduk yang padat dan jumlah industri yang semakin
banyak, hal ini juga mengakibatkan limbah yang dihasilkan semakin banyak pula. Teknik
pengelolaan limbah di wilayah tersebut juga masih minim sehingga hal ini juga yang menjadi
penyebab perubahan kondisi kualitas air bawah tanah.

9
REKOMENDASI

Untuk menjaga kelestarian air bawah tanah, baik kuantitas dan kualitasnya, di
Kabupaten Sidoarjo, khususnya Kecamatan Waru, maka perlu dilakukan beberapa hal
antara lain sebagai berikut:

1. Penghijauan pada lokasi imbuhan air bawah tanah (zona konservasi), yang
diperkirakan berada di sebelah selatan wilayah Kabupaten Sidoarjo (Gunung
Penanggungan), dengan melakukanpelarangan terhadap segala macam usaha yang
akan dilakukan pada zona konservasi tersebut.

2. Penghijauan dengan memperbanyak daerah terbuka hijau dan membuat lubang


biopori untuk menambah resapan air ke dalam tanah akibat dampak pembangunan
yang begitu pesat.

3. Penanggulangan pencemaran air dengan sistem ekoteknologi/lahan basah (wetland)


untuk pelestarian sumber daya air.

4. Sistem pembuangan air limbah dengan sistem sanitasi setempat (on site
sanitation),yaitu proses pembuangan dan pengolahan air limbah dilakukan secara
bersamaan dengan menggunakan septic tank. Apabila septic tank sudah penuh
dengan lumpur tinja, maka dapat disedot dan diangkut dengan truk tinja ke IPLT
(Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja) untuk diproses agar tidak merusak atau
mencemari lingkungan.

5. Sistem pembuangan air limbah dengan sistem sanitasi tidak setempat (off site
sanitation), yaitu proses pembuangan atau penyaluran air limbah dari rumah-rumah
dan fasilitas lainnya, seperti air sisa mandi, air sisa cucian, dan sebagainya, serta air
limbah sisa-sisa proses industri yang dapat dialirkan melalui pipa menuju IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk diolah secara terpusat.

6. Penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan.

7. Pemanfaatan air bawah tanah (debit optimum) untuk kegiatan perdagangan /


perindustriandiharapkanmemenuhi ketentuan yang berlaku, yaitu tidak melebihi 10
m³/hari (untuk sumur dangkal) dantidak melebihi 30 m³/hari (untuk sumur bor
dalam) dengan jarak antar sumur bor lebih dari 200 m.

10
KEPUSTAKAAN

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000 tentang
Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air
Bawah Tanah.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/MEN. KES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat


dan Pengawasan Kualitas Air,” Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
1990

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo, 2020. Statistik Daerah Kabupaten Sidoarjo

Hendrayana, Heru. 2002. Intrusi Air Asin ke dalam Akuifer Daratan. Yogyakarta : Geological
Engineering Department, Faculty of Engineering, Gajah Mada University.

Kodoatie, Robert J. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.

Sosrodarsono,S.,danTakeda,S.2003.HidrologiUntukPerairan.Jakarta : PT.PradnyaParamita.

Suhartono, Edy., Purwanto., dan Suripin. 2013. Kondisi Intrusi Air Laut terhadap Air Tanah
pada Akuifer di Kota Semarang. Semarang : Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

E. Sinaga, “Penetapan Kadar Klorida pada Air Minum Isi Ulang dengan Metode
Argentometri (Metode Mohr),” Tugas Akhir, Universitas Sumatera Utara, 2016.

Suriawira U. Mikrobiologi air dan dasar-dasar pengolahan buangan secara biologis. 2008.

UNESCO. 1978. World Water Balance and Water Resources of the Earth. UNESCO. Series
Studies and Report in Hydrology. No.25. Leningrad. 663pp. [This book present
extensive data concerning world water resources].

Mathes G., and J.C. Harvey, 1982. The properties of Groundwater. John Willey and Son.

Freeze A., and J.A. Chery, 1979. Groundwater. Prentice Hall Inc.

J. B. Xiao, “Determination of Nine Components In Bayer Liquors by High Performance Ion


Chromatography with Conductivity Detector,” Journal of the Chilean Chemical
Society, vol. 51, no. 3, pp. 964-967, 2006.

H. Cao and J. B. Xiao, “Analysis of Anions In Alkaline Solutions by Ion Chromatography


After Solid-Phase Extraction,” Annali di Chimica, vol. 97, no. 1-2, pp. 49–58, 2007.

11
F. M. Alejandro, J. M. Estela, and V. Cerda, “Spectrophotometric determination of chloride
in waters using a multisyringe flow injection system,” Talanta, vol. 74, no. 5, pp. 1534-
1538, 2008.

K. A. S. Pathiratne, S. S. Skandaraja, and E. M. C. M. Jayasena, “Linear sweep voltammetric


determination of free chlorine in waters using graphite working electrodes,” Journal of
the National Science Foundation of Sri Lanka, vol. 36, no. 1, pp. 25-31, 2008.

D. D. Wulandari, "Analisa Kesadahan Total dan Kadar Klorida Air Di Kecamatan


Tanggulangin Sidoarjo," MTPH Journal. vol. 1, no. 1, pp. 14–19, 2017.

M. Shukla and S. Arya, “Determination of Chloride ion (Cl- ) concentration in ganga river
water by Mohr method at Kanpur, India,” Green Chemistry & Technology Letters, vol.
4, no. 1, pp. 6– 8, 2018.

T. K. Hong, M. H. Kim, and M. Z. Czae, “Determination of Chlorinity of Water without the


Use of Chromate Indicator,” 2010.

12

Anda mungkin juga menyukai