Bab Ii
Bab Ii
id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Subjective Well-Being
yang didefinisikan sebagai suatu fenomena yang meliputi evaluasi kognitif dan
ketentraman, berfungsi penuh, dan kepuasan pada hidup (Diener, dkk., 2003a).
secara kognitif maupun afektif. Diener menambahkan bahwa peneliti lebih suka
Menurut Veenhoven (dalam Eid & Larsen, 2008), subjective well-being paling
Peneliti lainnya seperti Linley & Joseph (2004) menjelaskan bahwa subjective
afek positif yang dikurangi dengan afek negatif (komponen afektif). Hal tersebut
13
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
subjective well-being sebagai keadaan afek positif yang tinggi, afek negatif yang
rendah dan kepuasan hidup yang tinggi. Penyataan tersebut juga sesuai dengan
pernyataan Diener (2009b) bahwa subjective well-being terdiri dari level jangka
panjang atas afek positif, sedikit afek negatif, dan kepuasan hidup seseorang.
utuh yang mencakup evaluasi kognitif berupa kepuasan kepuasan hidup pada
ranah tertentu maupun global dan evaluasi afektif berupa pengalaman afek positif
menyenangkan.
Diener, dkk (dalam Eid & Larsen, 2008) mengatakan bahwa subjective well-
being secara luas berfokus pada dua komponen yang berkaitan dengan
kesejahteraan diri, yaitu pengalaman emosi positif dan negatif pada diri individu;
subjective well-being (Schimmack dalam Eid & Larsen, 2008). Andrew dan
Whitney (dalam Diener, 2009b) juga menguatkan bahwa terdapat tiga aspek
utama dalam subjective well-being, yaitu penilaian kepuasan hidup, afek positif,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
Gambar 1.
A Hierarchical Model of Happiness (sumber: Diener, dkk., 2003)
© copyrigtht by Diener
komponen afektif dan komponen kognitif. Komponen afektif terdiri dari afek
positif dan afek negatif. Sedangkan komponen kognitif terdiri dari kepuasan hidup
secara global dan kepuasan pada ranah tertentu. (Schimmack dalam Eid & Larsen,
Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa suasana hati dan emosi yang
individu terhadap kejadian yang terjadi pada hidupnya. Diener (dalam Eid &
pengalaman emosi positif dan negatif yang dialami oleh seseorang sehari-
commit
dimilikinya. Evaluasi afektif atauto user
respon afektif terhadap kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id
afek positif dan afek negatif (Schimmack dalam Eid & Larsen, 2008) yang
Keyes dan Magyar-Moe (dalam Lopez & Snyder, 2003), afek positif
dalam hidup. Emosi positif atau menyenangkan adalah bagian dari klan
(ecstasy).
yang dialami (Diener, 2009b). Menurut Diener, dkk. (1999) afek negatif
menilai apakah situasi dan kondisi dalam hidupnya sudah positif dan
memuaskannya (Pavot dalam Eid & Larsen, 2008). Haybron (dalam Eid &
Larsen, 2008) juga menjelaskan bahwa kepuasan hidup merupakan suatu hal
kehidupan secara menyeluruh atau global (Pavot dalam Eid & Larsen,
of one’s life).
meliputi evaluasi komponen afektif yang berupa evaluasi afek positif maupun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
afek negatif, dan evaluasi komponen kognitif yang meliputi evaluasi kepuasan
a. Kontrol diri
individu bahwa ia akan mampu berperilaku dalam cara yang tepat ketika
menghadapi suatu peristiwa. Kontrol diri ini akan mengaktifkan proses emosi,
motivasi, perilaku, dan aktivitas fisik. Dalam kontrol diri tersebut juga
terhindar dari simtom depresi, merasa lebih memiliki kepuasan hidup, lebih
optimis, dan memiliki kepercayaan diri yang lebih baik (Gross & John, 2004).
b. Optimis
Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih
dalam cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya,
sehingga memiliki impian dan harapan yang positif tentang masa depan
kesejahteraan psikologis akan tercipta bila sikap optimis yang dimiliki oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id
c. Pendapatan
d. Kepribadian
mengalami afek negatif (Rusting & Larsen dalam Diener, 2009a). Diener,
stabil sepanjang waktu dan itu cukup kuat hubungannya dengan sifat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id
e. Faktor biologis
kesehatan dinilai oleh subyek sebagai faktor yang paling penting dalam
prediktor kepuasan hidup yang terkuat. Bultena dan Oyler (dalam Diener,
f. Faktor demografis
1) Umur
Individu yang lebih tua mempunyai kepuasan yang lebih besar dalam
tambpaknya afek positif dan afek negatif lebih intens dialami oleh kaum
2) Jenis kelamin
yang lebih tua lebih bahagia dibandingkan laki-laki yang lebih tua (Medley
tahun, tetapi perbedaan antara jenis kelamin tidak pernah memiliki korelasi
yang kuat.
3) Ras
(Andrews dan Withey dalam Diener, 2009a), meskipun hal itu tidak
4) Pekerjaan
well-being baik pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, hal ini bukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
berarti bahwa ibu rumah tangga tidak lebih bahagia dari yang bekerja yang
5) Pendidikan
pendidikan dapat menjadi suatu sumber daya bagi individu, hal ini juga
6) Agama
dengan individu yang tidak menikah (Andrews dan Withey dalam Diener,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id
1) Kontak sosial
happiness dan hal ini telah terbukti efektif (Fordyce dalam Diener, 2009a).
buruk berhubungan dengan afek negatif (Reich dan Zautra dalam Diener,
2009a).
3) Aktivitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
(seperti usia, pendidikan, dan agama), dan perilaku hasil (seperti kontak sosial dan
B. Regulasi Emosi
dan memodifikasi reaksi emosional secara intensif dan dan khusus untuk
mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi juga dapat diartikan sebagai kemampuan
tertentu yang sesuai dengan situasi yang sedang terjadi (Thompson, dalam
Garnefski, dkk., 2001). Hal senada juga dijelaskan Garnefski dkk (2001) bahwa
berlebihan pada suatu situasi. Sehingga individu dapat bertingkah laku yang
Campos (dalam Putnam & Silk, 2005) mendefinisikan regulasi emosi sebagai
dalam perilaku. Sedangkan menurut Gross (2002) regulasi emosi ditinjau dari
proses pengolahan emosi yang terjadi dalam individu. Gross lebih lanjut juga
menjelaskan bahwa regulasi emosi melibatkan strategi baik sadar dan bawah sadar
perasaan , dan proses emosi yang berhubungan dengan fisiologis yang berperan
dalam mencapai suatu tujuan. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Bonano
(dalam Tamir, 2011) bahwa regulasi emosi merupakan proses bahwa individu
dapat mengatur emosi mereka agar mereka dapat berhasil mengejar tujuan.
Berdasarkan paparan dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi
Gratz & Roemer (2004) mengemukakan aspek yang terdapat dalam regulasi
adanya emosi yang hadir pada dirinya. Individu dalam kemampuan ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
secara jelas tentang emosi yang dialami. Individu mampu memahami dengan
menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa
perilaku impulsif dan berperilaku sesuai dengan tujuan yang diinginkan bila
untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat
suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat
Berbeda dengan Gratz & Roemer, ahli lainnya yakni Thompson (1994)
memandang regulasi emosi dalam suatu dinamika yang nantinya dapat terbagi
menjadi beberapa aspek mulai dari permulaan adanya kesadaran tentang emosi
hingga usaha untuk mengubah emosi. Aspek regulasi emosi menurut Thompson
pikiran dan latar belakang dari tindakan. Dengan memonitor emosi akan
yang muncul.
dendam dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh
secara mendalam. Hal ini mengakibatkan individu tidak mampu lagi beroikir
rasional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id
berada dalam keadaan putus asa, cemas dan marah. Kemampuan tersebut
terus berjuang ketika menghadapi hambatan dan tidak mudah putus asa
Dari uraian ahli-ahli di atas dan berdasarkan kesesuaian kontrak yang ingin
diteliti, peneliti menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Gratz & Roemer
regulation (strategies).
C. Dukungan Sosial
Dukungan sosial didefinisikan sebagai informasi dari orang lain yang dicintai,
terhormat dan nilai-nilai, dan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban
sosial sebagai bantuan yang diberikan berupa informasi verbal atau non-verbal,
saran, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan kepada orang lain, yang
memiliki efek emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Hal ini dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
dimaknai bahwa dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa
lainnya seperti Johnson & Johnson (2001) menambahkan dukungan sosial berasal
dari orang-orang penting yang dekat (significant other) bagi individu yang
(dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai salah satu fungsi
pemberian nasehat atau informasi, dan pemberian bantuan material (Ritter, dalam
Smet 1994).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id
a. Dukungan emosional
rasa nyaman, tentram, jaminan perlindungan dan merasa dicintai saat mereka
b. Dukungan penghargaan
individu yang lain. Hal seperti ini akan mengembangkan penghargaan diri
c. Dukungan instrumental
pemberian sesuatu berupa bantuan nyata atau dukungan alat. Dukungana ini
melakukan aktivitasnya.
d. Dukungan informatif
House (dalam Smet, 1994) membagi dukungan sosial menjadi empat aspek,
yaitu:
a. Dukungan emosional
bersangkutan.
b. Dukungan penghargaan
c. Dukungan instrumental
individu berupa barang ataupun jasa. Bantuan ini dapat diwujudkan seperti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id
d. Dukungan informatif
interpersonal yang melibatkan salah satu faktor atau lebih dari karakteristik
berikut ini:
a. Afeksi
b. Penegasan
c. Bantuan
Taylor (2012) membagi dukungan sosial menjadi beberapa aspek, antara lain:
a. Tangible assistance
Berupa bantuan material seperti jasa atau layanan, bantuan keuangan, atau
b. Informative support
keadaan yang menekan, agar menjadi lebih baik dan terarah, baik mengenai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id
c. Emotional support
yang diberikan oleh orang lain dapat membuat seseorang yang berada dalam
d. Invisible support
dukungan yang diberikan kepada orang lain yang tidak disadari oleh
dukungan jaringan sosial karena sudah mencakup juga dukungan jaringan sosial
yang merupakan bentuk dukungan dalam komunitas sesuai dengan cakupan yang
akan diteliti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id
individu dan makluk sosial serta dapat menentukan sendiri keadaannya, mengatur
mandiri, matang secara pikiran dan emosi, dapat berhubungan positif dengan
diantaranya dengan melakukan aktivitas yang membuat rileks dan senang. Stress
kembali penuh dan meningkatkan mood. “Me time” merupakan istilah yang
menjadi trend dewasa ini untuk mewakili aktivitas meluangkan waktu khusus
menjadi waktu yang tepat untuk intropeksi diri untuk memahami diri sendiri
membuat mood menjadi lebih baik dan bisa menemukan solusi untuk masalah
(Oktaviani, 2013).
Salah satu bentuk aktivitas “me time” yang biasa dilakukan adalah dengan
melepaskan hormon feromon yang dikenal sebagai hormon yang membuat rileks
pernafasan dan olah tubuh lembut seperti yoga menjadi pilihan beberapa orang.
mengeliminasi emosi negatif. Meditasi dan gerakan yoga yang lembut membawa
ketenangan dalam pikiran dan emosi individu. Hal tersebut sesuai dengan
Pemfokusan emosi positif dan berkurangnya afek negatif yang dapat dicapai
kebahagiaan secara utuh. Tingginya emosi positif, rendahnya emosi negatif, dan
being. Hal ini sesuai dengan pendapat Diener, dkk (dalam Eid dan Larsen, 2008)
mengatakan bahwa subjective well-being secara luas berfokus pada dua komponen
yang berkaitan dengan kesejahteraan diri, yaitu pengalaman emosi positif dan
antara kepuasan hidup (komponen kognitif) dengan afek positif yang dikurangi
dengan afek negatif (komponen afektif). Jadi dapat dimaknai bahwa subjective
well-being adalah penilaian individu terhadap kualitas hidupnya secara utuh yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id
mencakup evaluasi kognitif berupa kepuasan hidup pada ranah tertentu maupun
global dan evaluasi afektif berupa pengalaman afek positif yang menyenangkan
praktik yoga dengan hal yang terkait dengan subjective well-being. Pertama,
penelitian yang dilakukan oleh Narasimham, dkk (2011) pada 312 partisipan di
India menunjukkan hasil bahwa terdapat peningkatan afek positif yang signifikan
kegiatan yoga tersebut. Hal tersebut dapat diartikan bahwa yoga mampu mencapai
dengan komponen afektif dalam subjective well-being yakni afek positif yang
Kedua, penelitian yang juga dilakukan di India oleh Rathore & Choudhary
berlatih yoga pada subjective well-being dan stress. Subjek dipilih secara
bahwa terdapat dampak positif yang signifikan dari pada subjek yang latihan yoga
mengurangi tingkat stress dan emosi negatif lainnya. Ketiga, hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lucia (2013) dalam disertasinya. Sebagian besar partisipan yang
Partisipan yoga memiliki kesehatan fisik yang baik, kepuasaan hidup yang lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id
tinggi, dan kesejahteraan diri yang tinggi dibanding dengan partisipan yang tidak
melakukan yoga.
Hasil survey pada pelaku yoga wanita yang disebut dengan yogini
kebahagian secara utuh perlahan meningkat baik jangka pendek dan jangka
panjang. Subjek dipilih berdasarkan usianya yakni usia dewasa muda (20-40
mengalami afek positif seperti rasa senang, puas, berharga, dan bahagia dibanding
menjadi dapat berkurang dirasakan ketika melakukan yoga, seperti perasaan sedih,
cemas, marah, tertekan, depresi, iri, dan bersalah yang berlebihan. Kepuasan dan
kualitas hidupnya juga diakui sudah dalam kategori cukup baik. Hal tersebut
well-being yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Diener (2009a)
bahwa subjective well-being terdiri dari level jangka panjang atas afek positif,
Subjective well-being yang tinggi memberikan dampak yang positif, antara lain
adalah kesehatan, performansi kerja yang lebih baik, hubungan sosial yang lebih
baik, dan banyak lagi perilaku yang positif (Diener, 2009a). Oleh karena itu
tingkatnya pada setiap orang. Faktor-faktor tersebut antara lain kontrol diri,
pendidikan, dan agama), dan perilaku hasil (seperti kontak sosial dan kejadian
dalam hidup). Namun diantara beberapa faktor tersebut regulasi emosi (bagian
dari kontrol diri) dan dukungan sosial (bagian dari kontak sosial) menarik minat
Regulasi emosi merupakan bagian dari kontrol diri karena masuk dalam dalam
proses kontrol diri sesuai dengan pernyataan (Ariati, 2010) bahwa kontrol diri
akan mengaktifkan proses emosi, motivasi, perilaku, dan aktivitas fisik. Definisi
regulasi emosi dipaparkan oleh Thompson (1994) sebagai proses secara ekstrinsik
memodifikasi reaksi emosional secara intensif dan dan khusus untuk mencapai
suatu tujuan.
dengan regulasi emosi yang diwakili variabel kecerdasan emosi pada orang
karena mempunyai definisi kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang
lain, memotivasi diri sendiri, mengelola emosi diri dengan baik dalam
melakukan yoga. Semakin tinggi intensitas yoga maka semakin tinggi kecerdasan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id
ditemukan dengan hasil yang positif. Hasil penelitian Machmuroch, dkk (2012)
emosinya dimana ekspresi emosi ini tercakup dalam subjective well-being. Singh
& Mishra (2011) menambahkan bahwa regulasi emosi berkorelasi positif dengan
kesehatan mental, kesehatan fisik, dan kepuasan hubungan, dan kinerja dimana
hal tersebut tercakup dalam subjective well being. Hal tersebut sesuai dengan
adalah dukungan sosial. Kontak sosial sebagai salah satu faktor yang
menjadi payung dari dukungan sosial mutlak dibutuhkan karena manusia adalah
partisipasi sosial, maupun dukungan sosial. Hal tersebut dapat dimakna bahwa
hubungan yang sehat dan akrab di lingkungan keluarga, relasi kerja, peer group,
individu.
yang diberikan berupa informasi verbal dan nonverbal, bantuan nyata atau
tindakan yang diberikan kepada orang lain, yang memiliki efek emosional atau
efek perilaku bagi pihak penerima. Misalnya dukungan dari keluarga terdekat dan
Pada relasi individu dengan komunitas, dukungan sosial menjadi hal yang
stress (Gencoz & Ozlale, 2004). Pengalaman stres tersebut diasosiasikan dengan
bentuk afeksi negatif yang muncul. Hal tersebut dapat diartikan dengan dukungan
menjadi ciri subjective well-being yang tinggi. Johnson & Johnson (1991)
menjadi lebih mudah ketika dibantu relasi sosial positif berupa penerimaan
dukungan yang baik dari orang di sekitar individu. Relasi sosial yang positif akan
tercipta bila adanya dukungan sosial dan keintiman emosional. Pengaturan emosi
sosial yang baik tersebut akan membuat individu memandang hidupnya lebih
keterkaitan intervensi yoga pada regulasi emosi, kontak sosial, dan kualitas hidup
Tabel 1.
Level of Action and Observed Effect of Yoga Intervention
peningkatkan regulasi emosi yang baik yang kemudian terkait dengan kualitas
hidup yogis yang lebih baik dan positif sebagai dampak lanjutannya. Sedangkan
Hasil penelitian dan uraian yang telah dipaparkan di atas membuktikan bahwa
regulasi emosi dan dukungan sosial berkorelasi positif dengan subjective well-
being. Regulasi emosi dan dukungan sosial yang tinggi akan mununjukkan
subjective well-being yang tinggi. Afeksi positif tinggi, afeksi negatif yang
rendah, dan kepuasan hidup secara global maupun ranah tertentu akan mudah
dicapai dengan adanya regulasi emosi dan dukungan sosial yang tinggi. Hal
commit to user
tersebut menarik perhatian peneliti untuk dibuktikan pada yogini yang
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
tinggi.
Yogini
dan memodifikasi reaksi emosional secara intensif dan dan khusus untuk
diri sendiri dan oranglain, memotivasi diri sendiri, mengelola emosi diri dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id
baik dalam berhubungan dengan orang lain. Definisi tersebut tercakup dalam
ditemukan dengan hasil yang positif. Pertama, penelitian Singh & Mishra (2011)
kesehatan fisik, dan kepuasan hubungan, dan kinerja dimana hal tersebut tercakup
hubungan positif dan signifikan antara regulasi emosi dengan psychological well-
subjective well-being secara otomatis meliputi evaluasi afeksi yang menjadi fokus
emosi dapat menurunkan tingkat ekspresi emosinya, dimana ekspresi emosi ini
dimiliki individu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id
Yogini
Kontak sosial yang menjadi payung dari dukungan sosial mutlak dibutuhkan
karena manusia adalah makhluk sosial. Gottlieb (dalam Smet, 1994) menjelaskan
dukungan sosial sebagai bantuan yang diberikan berupa informasi verbal dan
nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan kepada orang lain, yang
memiliki efek emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (1994)
yang dimiliki mahasiswa. Sedangkan pada subjek wanita usia dewasa, hasil yang
antara perceived social support terhadap subjective well-being pada ibu pekerja.
Bantuan yang diterima ibu pekerja berupa dukungan sosial dari lingkungan sekitar
meningkatkan kebahagiaannya.
negatif yang muncul. Hal tersebut dapat diartikan dengan dukungan sosial yang
Johnson & Johnson (1991) juga menguatkan korelasi dukungan sosial dengan
kedekatan yang mengarah pada keyakinan individu dan meningkatkan harga diri
individu. Dukungan sosial membuat individu lebih bisa menerima kehidupan dan
mengurangi tingkat stress dimana orang yang jarang stress akan merasa lebih
dukungan sosial yang diterima individu akan mampu menurunkan subjective well-
being individu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id
E. Kerangka Pemikiran
Regulasi Emosi
H2
H1 Subjective Well-Being
Dukungan Sosial H3
Gambar 2.
Kerangka Pemikiran Hubungan Regulasi Emosi dan Dukungan Sosial dengan
Subjective Well-Being pada Yogini di Hatha Yoga Ganep’s
emosi dan dukungan sosial terhadap subjective well-being pada yogini di Hatha
Yoga Ganep’s Semakin tinggi regulasi emosi yang dimiliki dan semakin tinggi
dukungan sosial yang diterima, maka akan semakin tinggi subjective well-being
Semakin tinggi regulasi emosi yang dimiliki yogini, maka akan semakin tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id
Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima oleh yogini maka akan semakin
F. Hipotesis
yang telah dijabarkan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
3. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan subjective well being pada
commit to user