Abstrak
11
JPS VoL. 14 No. 01 Januari 2008
12
Nurul Arbiyah, Fivi Nurwianti Imelda, dan Ika Dian Oriza: Hubungan Bersyukur
13
JPS VoL. 14 No. 01 Januari 2008
14
Nurul Arbiyah, Fivi Nurwianti Imelda, dan Ika Dian Oriza: Hubungan Bersyukur
15
JPS VoL. 14 No. 01 Januari 2008
16
Nurul Arbiyah, Fivi Nurwianti Imelda, dan Ika Dian Oriza: Hubungan Bersyukur
17
JPS VoL. 14 No. 01 Januari 2008
18
Nurul Arbiyah, Fivi Nurwianti Imelda, dan Ika Dian Oriza: Hubungan Bersyukur
19
JPS VoL. 14 No. 01 Januari 2008
20
Nurul Arbiyah, Fivi Nurwianti Imelda, dan Ika Dian Oriza: Hubungan Bersyukur
skor subjective well being pada setiap merasa bahagia dibandingkan dengan
tingkatan pendidikan, dimana semakin orang-orang yang tidak pernah menikah,
tinggi tingkat pendidikan, mean skor bercerai, atau berpisah.
subjective well being nya juga semakin Perbedaan hasil ini bisa disebabkan
tinggi. Artinya, meskipun pendidikan karena status pernikahan tidak menjadi
tidak secara signifikan mempengaruhi hal yang lebih penting dibandingkan
subjective well being, tetapi tetap terjadi keluarga. Peneliti melihat bahwa
peningkatan subjective well being pada partisipan tinggal di lingkungan yang
tiap tingkatan pendidikan. saling berdekatan dengan anggota
Hubungan yang tidak signifikan keluarga yang lain meskipun ia belum
dalam perolehan skor bersyukur dan menikah atau sudah menjadi duda/
subjective well being ditemukan peneliti janda, sehingga dapat diasumsikan
pada variabel status pernikahan dan bahwa dukungan keluarga menjadi
juga pendapatan perkapita perbulan. hal yang lebih penting. Hasil penelitian
Peneliti menemukan bahwa status yang dilakukan oleh Gong, Kim, & Ha
pernikahan tidak berpengaruh terhadap (2000) terhadap orang dewasa Korea
tingkat syukur partisipan dalam juga menunjukkan bahwa penerimaan
penelitian ini. Peneliti menduga hasil ini dukungan dari keluarga adalah faktor
disebabkan karena status pernikahan yang paling penting dalam memprediksi
bukanlah elemen yang dipersepsikan subjective well being seseorang.
oleh partisipan sebagai hal yang patut Pendapatan perkapita tidak memiliki
disyukuri. Hal lain yang meliputi status pengaruh terhadap rasa syukur
pernikahan yang patut disyukuri adalah partisipan dalam penelitian ini. Peneliti
keluarga. menyimpulkan hal tersebut bisa terjadi
Hasil penelitian ini juga menunjukkan karena semua partisipan sudah berada
bahwa tidak ada perbedaan yang pada rentang pendapatan perkapita
signifikan dalam perolehan skor total yang sangat rendah, yaitu dibawah
subjective well being pada kelompok garis kemiskinan, sehingga perbedaan
partisipan yang belum menikah, perbedaan perkapita pada partisipan
menikah, dan duda atau janda. Dengan penelitian menjadi tidak berpengaruh.
demikian dapat dikatakan bahwa status Penelitian lain tentang bersyukur
pernikahan tidak berpengaruh terhadap diharapkan bisa dilakukan terhadap
perolehan skor subjective well being partisipan yang memiliki pendapatan
pada partisipan dalam penelitian ini. Hal perkapita yang lebih bervariasi dari
ini berbeda dengan pendapat Diener, miskin sampai kaya, sehingga bisa
Gohm, Suh, & Oishi (1998, dalam semakin terlihat apakah memang
Eddington & Shuman, 2005) yang ada perbedaan tingkat syukur antara
menyatakan bahwa status pernikahan orang-orang yang memiliki pendapatan
secara konsisten dapat memperkirakan perkapita rendah dan tinggi.
subjective well being. Hasil penelitian Pendapatan perkapita juga tidak
ini juga tidak sejalan dengan hasil memiliki pengaruh yang signifikan
penelitian Lee, Seccombee, & Shehan terhadap subjective well being partisipan
(1991, dalam Eddington & Shuman, dalam penelitian ini. Hal ini tidak sejalan
2005) yang menunjukkan bahwa dengan penelitian Diener et al. (1993,
orang-orang yang menikah, baik laki- dalam Eddington & Shuman, 2005)
laki maupun perempuan, lebih sering yang menyatakan bahwa secara umum,
21
JPS VoL. 14 No. 01 Januari 2008
korelasi yang rendah namun signifikan memang ada perbedaan skor subjective
antara pendapatan dengan subjective well being antara orang-orang yang
well being ditemukan pada sampel memiliki pendapatan perkapita rendah
representatif di Amerika. Pendapatan dan tinggi.
juga secara konsisten berhubungan
dengan subjective well being di dalam Saran
suatu negara (Diener et al.; Haring, Dalam penelitian ini, kedekatan antara
Stock, & Okun, dalam Diener, Lucas, & konstruk bersyukur dan subjective well
Oishi, 2005) dan antar negara (Diener et being menyebabkan memungkinkannya
al., dalam Diener, Lucas, Oishi, 2005). ditemukan hubungan yang signifikan
Namun, Diener et al (dalam Diener, antara keduanya. Untuk itu, diperlukan
Lucas, Oishi, 2005) juga menyatakan pembatasan yang lebih jelas dan
bahwa pada level individu dan level operasional mengenai kedua konstruk
nasional, perubahan pendapatan tersebut, agar pengukuran keduanya
sepanjang waktu memiliki efek yang tidak tumpang tindih dan cenderung
kecil pada subjective well being. Salah berkorelasi positif. Jadi, diharapkan
satu kemungkinannya adalah bahwa masing-masing alat ukur murni
pendapatan hanya mempengaruhi mengukur konstruk tertentu sehingga
subjective well being pada tingkat tidak mempengaruhi hasil penelitian.
yang lebih rendah, dimana kebutuhan Pelaksanaan penelitian ini pun tidak
dasar belum terpenuhi. Tetapi, apabila terlepas dari beberapa keterbatasan
kebutuhan dasar telah terpenuhi, peneliti yang bisa menjadi kekurangan
peningkatan pendapatan atau kekayaan penelitian ini, antara lain mengenai
hanya sedikit berpengaruh terhadap sampel dan metode penelitian.
kebahagiaan. Untuk itu, peneliti memberikan
Sejalan dengan hal tersebut, beberapa saran untuk penelitian
perbandingan pendapatan perkapita selanjutnya. Penelitian selanjutnya
dalam penelitian ini memang dilakukan yang dilakukan terhadap penduduk
pada level individu, sehingga miskin dapat menggunakan kriteria
memungkinkan tidak ditemukannya lain tentang penduduk miskin,
perbedaan subjective well being antar sehingga penggolongan seseorang
partisipan. Selain itu, semua partisipan menjadi miskin atau tidak, tidak hanya
dalam penelitian ini tergolong belum terbatas pada pendapatan perkapita
cukup mampu memenuhi kebutuhan perbulannya saja. Penyebaran
dasarnya, karena semua partisipan kuesioner sebaiknya dilakukan tidak
berada pada rentang pendapatan hanya pada daerah-daerah yang
perkapita yang sangat rendah, yaitu terjangkau oleh peneliti saja, tetapi juga
dibawah garis kemiskinan, sehingga menjangkau daerah-daerah lainnya
perbedaan perbedaan perkapita pada agar mendapatkan gambaran yang
partisipan penelitian menjadi tidak lebih menyeluruh mengenai penduduk
berpengaruh. Penelitian lain tentang miskin. Untuk mendapatkan data yang
subjective well being diharapkan bisa lebih mendalam mengenai bersyukur
dilakukan terhadap partisipan yang dan subjective well being, sebaiknya
memiliki pendapatan perkapita yang selain memberikan kuesioner, penelitian
lebih bervariasi dari miskin sampai kaya, selanjutnya juga melakukan metode lain,
sehingga bisa semakin terlihat apakah misalnya dengan metode wawancara
22
Nurul Arbiyah, Fivi Nurwianti Imelda, dan Ika Dian Oriza: Hubungan Bersyukur
terhadap partisipan. Selain itu, dapat Bono, G., Emmons, R.A., & McCullough,
dilakukan penelitian tentang bersyukur M.E. (2004). Gratitude in Practice
pada partisipan dengan tingkat sosial and the Practice of Gratitude.
ekonomi yang lebih bervariasi. dalam P.A. Linley & Stephen
Adapun saran praktis yang bisa Joseph, Positive Psychology in
diberikan oleh peneliti terkait dengan Practice (hal 464-481). New York:
hasil penelitian ini diharapkan setiap John Willey.
orang mampu melihat kelebihan diri
Diener, Ed., Scollon, Napa Christie, &
yang dimilikinya agar bisa bersyukur.
Lucas, Richard E. (2003). The
Agar seseorang lebih bahagia, selain
Evolving Concept of Subjective
dengan tetap mempertahankan
Well Being: The Multifaceted
bersyukur kepada Tuhan, diperlukan
nature of Happiness. Article in
perwujudan syukur kepada orang lain,
Press: Advances in Cell Aging and
misalnya dengan mengucapkan terima
Gerontology. Vol 15, 187-219.
kasih dan membantu orang lain.
Pemerintah sebaiknya terus Diener, Ed., Lucas, Richard. E., & Oishi,
menerapkan wajib belajar. Bagi Shigero. (2005). Subjective Well
penduduk miskin, pemerintah harus bisa Being: The Science of Happiness
memberikan bentuk subsidi yang nyata and Life Satisfaction. dalam
agar penduduk miskin tetap mampu C.R. Snyder & S.J. Lopez (eds.),
mengenyam pendidikan, agar mereka Handbook of Positive Psychology
bersyukur, sehingga pada akhirnya (hal. 63-73). New York: Oxford
mereka akan menjalani hidupnya dengan University Press.
bahagia. Selain itu, bagi pemerintah Eddington, Neil & Shuman, Richard.
atau lembaga lain yang melakukan (2005). Subjective Well Being
intervensi kepada penduduk miskin (Happiness). Continuing
dapat membuat program intervensi Psychology Education.
yang bisa mengembangkan kelebihan
atau potensi diri pada penduduk Emmons, R.A. & McCullough, Michael
miskin, mengedepankan tentang E. (2003). Counting Blessings
pentingnya dukungan sosial terhadap Versus Burdens: An Experimental
anggota keluarga, juga menggunakan Investigation of Gratitude and
pendekatan yang lebih tepat, salah Subjective Well Being in Daily Life.
satunya dengan pendekatan agama. Journal of Personality and Sosial
Psychology, 84, 377-389.
Daftar Pustaka Fitzgerald, Patrick. (1998). Gratitude
and Justice. Ethics, Vol.109, No.1,
Badan Pusat Statistik. (2000). Peta 119-153.
Penduduk Miskin (Poverty Map)
Gong, SJ., Kim HS, & Ha Mo. The
Indonesia 2000. BPS Jakarta,
Predictors of Subjective Well-
Indonesia.
Being among Older Adults.http://
Badan Pusat Statistik. (2007). www.koreamed.org/SearchBasic.
Berita Resmi Statistik: Tingkat php?DT=1&RID=330451
Kemiskinan di Indonesia Tahun
Lestari, Made Diah. (2006). Adaptasi Alat
2007. No.38/07/Th.X, 2 Juli 2007.
Ukur Values In Action – Inventory
Jakarta: BPS.
23
JPS VoL. 14 No. 01 Januari 2008
24