Anda di halaman 1dari 18

ARTIKEL

PERAN MAKNA HIDUP DAN SYUKUR DALAM MENINGKATKAN KUALITAS


HIDUP SESEORANG DARI PERSPEKTIF ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia


Dosen Pengampu:
Dra. N. Kardinah, M.Pd.

Disusun oleh:
Kayla Syahira Aqila
1236000064

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
Abstrak
Setiap individu harus menemukan makna hidup yang dapat dijadikan tujuan, sehingga hidup
terasa lebih berharga dan menimbulkan rasa Bahagia. Makna hidup menentukan kualitas hidup
individu terhadap seberapa besar seseorang dapat meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki
dan seberapa jauh seseorang telah mencapai tujuan hidup dalam memberikan makna dan
berinteraksi dengan lingkungan yang tidak statis. Syukur memiliki peran yang sangat penting
dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. semakin banyak kita bersyukur, semakin tinggi
pula kualitas hidup kita. Bersyukur membuat hubungan kita dengan Allah menjadi lebih baik.
Selain itu, hubungan kita dengan sesama manusia pun menjadi lebih baik, karena pemanfaatan
karunia yang telah Allah berikan membawa pengaruh positif terhadap orang sekitar. Orang
yang bersyukur akan selalu merasa cukup, bahagia, dan muncul rasa harap yang lebih sering
dibandingkan orang yang tidak bersyukur. Oleh karena itu, peran syukur dan menemukan
makna hidup adalah hal penting dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang.

Kata kunci: Syukur, makna hidup, kualitas hidup


PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Emosi terbagi menjadi dua, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Salah satu emosi
negatif dalam diri manusia adalah marah. Marah dapat menimbulkan penyakit hati, yaitu
perasaan dengki terhadap orang lain. Marah terhadap apa pun yang hadir kepadanya yang
disebabkan oleh ketidakridhoannya dalam menerima segala hal. Kemudian, hilangnya rasa
Syukur membuat ia memiliki rasa dengki. Dengki adalah perasaan dimana seseorang tidak suka
melihat kebahagiaan orang lain dan yang lebih parah adalah ingin menghilangkan nikmat yang
dimiliki oleh orang lain.

Gelisah, cemas, dan perasaan tidak tenang merupakan tanda-tanda dari perasaan
dengki. Emosi negatif tersebut berpengaruh terhadap diri sendiri, seperti melukai perasaan diri
sendiri, merasa kurang sempurna sebelum memiliki apa yang orang lain miliki, merasa sedih,
dan susah hati. Rasa syukur dapat menghilangkan emosi negatif. Perasaan Syukur adalah
keadaan dimana seseorang merasa bahagia ketika membutuhkan sesuatu atau merasa cukup
atas apa yang sudah dimiliki. Selalu berterima kasih, merasa senang, dan memberikan
penghargaan dalam hidup sebagai respon terhadap apa yang diperoleh. Kemudian,
mengekspresikannya kepada Tuhan, manusia, makhluk lain, atau alam semesta, sehingga
meningkatkan kebahagiaan dan berkurangnya keluhan atau rasa sakit (Snyder dan Lopez,
2002).

Syukur berperan sebagai sebuah emosi, sifat kepribadian, moral, atau cara merespon
suatu hal yang memberikan kontribusi terhadap Kesehatan mental (McCullough, Emmons,
Tsang, 2002). Definisi lainnya, Syukur adalah sebuah perasaan atau ucapan terima kasih dan
apresiasi atas kesenangan yang diterima. Hal itu menimbulkan kepuasan psikologis, sehingga
menghasilkan kondisi hati yang tenang (Watkins, Woodward, Stone, & Kolts, 2003).

Dari dua definisi tersebut, dapat dipahami bahwa rasa syukur muncul ketika seseorang
merasa senang atau puas terhadap apa yang ditakdirkan untuknya. Akhirnya, muncul lah
psikologi positif yang dapat meningkatkan dan menguatkan Kesehatan mental seseorang.
Tingkat kepuasan psikologis yang tinggi dan Tingkat stres yang rendah menjadi tanda bahwa
seseorang memiliki mental yang sehat.

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara
rasa syukur dan Kesehatan mental. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Toussaint dan Friedman (2009). Mereka menemukan hasil bahwa terdapat hubungan positif
antara pemaafan dan kemampuan Syukur dengan kesejahteraan psikologis serta hubungan
negatif dengan tekanan seperti stress dan depresi.

Selain rasa Syukur, ada elemen lain yang penting dalam kesejahteraan mental
seseorang, yaitu makna hidup. Keputusasaan dapat timbul, jika manusia tidak memiliki tujuan,
idealisme, dan makna hidup dalam diri. Menurut salah satu penganut aliran psikologi
humanistik, Victor Frankl (1992), motivasi utama manusia adalah pencarian akan makna. Hal
tersebut tertulis dalam bukunya yang berjudul From Death-Camp to Existentialism. Makna
hidup merupakan hal penting yang harus ditemukan oleh setiap individu dalam hidupnya.

Dalam membahas konsep Gratitude atau syukur, terdapat perbedaan pendapat antara
psikologi positif dengan psikologi islam. Salah satu tokoh Islam, Al-Ghazali, mengemukakan
pendapat mengenai syukur dengan lebih rinci dan memperhatikan aspek afektif, spiritual,
kognitif, dan psikomotor yang diekspreksikan melalui lisan, aksi, dan hati. Rasa syukur
memiliki pengaruh yang luar biasa untuk seseorang dan lingkungannya. Orang yang bersyukur
akan selalu mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih atas apa yang diperolehnya. Tidak
hanya mengucap Syukur kepada Allah SWT, melainkan senantiasa menjaga hubungan baik
terhadap sesama yang menjadi perantara nikmat dan terhadap objek rasa Syukur. Dalam sebuah
hadist dijelaskan “Barang siapa tidak bersyukur (Berterima kasih) kepada manusia, ia tidak
bersyukur kepada Allah” (H.R. At-Tirmidzi). Rasa Syukur diduga dapat meningkatkan kualitas
hidup seseorang, karena dapat menimbulkan emosi poisitf dan berperilaku lebih baik.

Selain itu, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Hambali, dkk (2015) tentang syukur.
Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa syukur memiliki 3 hal utama, yaitu Syukur lisan,
syukur perbuatan, dan syukur hati. Syukur lisan ditandai dengan selalu mengingat dan
menyebut nama-nama indah Allah SWT. Syukur perbuatan berarti apapun yang dilakukan oleh
seseorang selalu niatkan karena Allah SWT. Terakhir, syukur hati, yaitu perasaan dimana
manusia menyadari segala nikmat yang dia miliki itu berasal dari Allah.

Jika kita memiliki rasa syukur, maka akan selalu dihadirkan hati yang tenang, rasa
senang, rezeki yang melimpah, dan dihindarkan dari perasaan dengki (AL-Ghazali, 2016).
Berdasarkan apa yang Al-Ghazali sampaikan, rasa dengki dapat membuat seseorang menjadi
sulit untuk merasakan kenikmatan dalam hidup, selalu merasa gelisah, dan ingin selalu menjadi
seperti orang lain, sehingga kehilangan jati dirinya. Rasa dengki juga membuat orang lupa
untuk bersyukur atas apa yang telah mereka miliki.
Dari pernyataan di atas, rasa Syukur dapat menghindarkan kita dari emosi-emosi
negative dan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang. Dalam artikel ini, penulis akan
menelusuri lebih lanjut peran rasa Syukur dalam mencari makna hidup dan meningkatkan
kualitas hidup dari perspektif Islam.

Rumusan Masalah

1. Apa itu makna hidup?


2. Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang makna hidup?
3. Apa yang dimaksud dengan rasa Syukur?
4. Bagaimana pengertian Syukur dari sudut pandang Islam
5. Apa peran rasa Syukur dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang?

Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari makna hidup


2. Untuk mengetahui pandangan Al-Qur’an tentang makna hidup
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan rasa Syukur
4. Untuk mengetahui pengertian Syukur dari sudut pandang Islam
5. Untuk mengetahui peran rasa Syukur dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang
PEMBAHASAN

Makna Hidup

Hal yang dapat dijadikan tujuan hidup sehingga sangat penting dan memiliki nilai
khusus bagi seseorang adalah makna hidup. Kehidupan seseorang menjadi sangat berarti dan
menimbulkan rasa bahagia (Happiness), bila hal itu berhasil dipenuhi. Makna hidup dapat
ditemukan dalam segala keadaan, baik itu kebahagiaan maupun penderitaan. Makna hidup ada
dalam kehidupan setiap individu. Penderitaan sekalipun dapat menunjukkan makna dalam
hidup, seperti ungkapan “Setiap musibah pasti ada hikmahnya”. Bila sebuah hasrat terpenuhi,
maka kehidupan akan terasa lebih berguna, berharga, dan berarti. Sebaliknya, bila sebuah
hasrat tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan perasaan hampa atau tidak bermakna
(meaningless) (Bastaman, 2007).

Makna hidup menentukan kualitas hidup individu terhadap seberapa besar seseorang
dapat meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki dan seberapa jauh seseorang telah mencapai
tujuan hidup dalam memberikan makna dan berinteraksi dengan lingkungan yang tidak statis.
Makna hidup ditentukan dari respon kita dalam menghadapi tuntutan fase kehidupan yang terus
berubah. Makna hidup merupakan gabungan dari pengenalan diri, penentuan pilihan, perasaan
Istimewa, dan perasaan tanggung jawab (Aida, 2005).

Jika kita memiliki tujuan hidup dan ingin mencapai keberhasilan, itu tandanya hidup
kita memiliki makna (Baumeister, 1991). Makna hidup juga memiliki hubungan dengan
kepuasan dan Kesehatan psikologis (Rathi, 2007). Orang yang memiliki kebermaknaan hidup,
akan selalu mengeluarkan energi, pikiran, dan perasaan positif terhadap pengalaman hidup,
baik itu peristiwa menyenangkan maupun menyedihkan. Menurut mereka, segala sesuatu yang
telah terjadi merupakan proses dalam pencapaian tujuan hidup.

Victor Frankl, ahli psikologi humanisitik, mengemukakan pendapat bahwa


kebermaknaan hidup tidak bisa diubah, melainkan lahir dari setiap individu. Jika individu tidak
berjuang menemukan makna hidup, maka dia akan mengalami kehampaan dalam hidupnya.
Apabila kondisi hampa berkenlanjutan, dapat menimbulkan gejala kebosanan dan apatisme
atau biasa disebut dengan noogenic neurosis. Sebaliknya, seseorang akan memiliki pengalaman
emosi positif, jika makna hidup terus diperjuangkan (Bastaman, 2007).

Pada akhirnya, makna hidup merupakan sesuatu yang sangat penting dan didambakan
setiap orang. Kebermaknaan hidup memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya, tergantung
pada respon yang dikeluarkan oleh setiap individu dalam menghadapi masalah. Makna hidup
memiliki arti yang berbeda juga dari setiap individu, tergantung bagaimana mereka
memandang hal tersebut. Frankl memiliki pandangan bahwa dalam setiap peristiwa termasuk
penderitaan selalu mempunyai makna dan dapat membentuk motivasi setiap orang (Bastaman,
2007). Kita sebagai manusia memiliki kebebasan untuk memilih dan menentukan makna dan
tujuan hidup sendiri. Kedua hal itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketika kita sudah
menemukan makna hidup, maka kita dapat menentukan tujuan hidup kita agar lebih terarah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa makna hidup adalah hal yang
dianggap penting oleh seseorang, berharga, dan dapat dijadikan tujuan hidup.

Komponen-komponen Makna Hidup

Terdapat tiga ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai komponen-komponen


makna hidup, yaitu Frankl, Crumbaugh, dan Maholich. Menurut Frankl, kebermaknaan hidup
memiliki tiga komponen yang saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi, diantaranya:

a. Kebebasan berkehendak: seseorang mempunyai kebebasan untuk menentukan sikap


dan apa yang dianggap penting dalam hidupnya. Kebebasan ini harus disertakan dengan
sikap tanggung jawab agar tidak menjadi sewenang-wenang.
b. Kehendak hidup bermakna: keinginan yang dapat memotivasi diri untuk bekerja,
berkarya, dan kegiatan bermanfaat lainnya dengan tujuan agar hidupnya berharga dan
bermakna.
c. Makna hidup: sesuatu yang berharga, bernilai khusus, didambakan, bernilai benar bagi
seseorang.

Sedangkan, menurut Crumbaugh dan Maholich (dalam Koewara, 1992), ada enam
komponen makna hidup, diantaranya:

a. Makna hidup: sama seperti pendapat Frankl, makna hidup adalah sesuatu yang
dianggap penting, berharga, dan bernilai khusus, serta dijadikan sebagai tujuan hidup.
b. Kepuasan hidup: penilian diri terhadap kehidupan yang sedang kita jalani, sejauh mana
kita dapat menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup atau aktivitas kita.
c. Kebebasan: mampu bertanggung jawab dan mengendalikan kebebasan hidup.
d. Sikap terhadap kematian: pandangan dan kesiapan kita dalam menghadapi kematian,
karena setiap manusia pasti akan mengalaminya.
e. Pikiran tentang bunuh diri
f. Kepantasan hidup: pikiran individu terhadap hidup yang dijalani. Kita merasa bahwa
apa yang dialami dalam hidup adalah hal yang wajar.

Para peneliti sepakat dengan pendapat Frankl yang menyatakan bahwa hanya ada 3
komponen makna hidup, kebebasan berkehendak, kehendak hidup bermakna, dan makna
hidup. Tiga komponen ini membentuk nilai yang memberikan motivasi kepada seseorang untuk
menghasilkan, mencapai suatu hal, dan membanggakan dirinya dan orang lain, sehingga hidup
terasa lebih berharga.

Makna hidup menurut Al-Qur’an

Agama Islam dengan nilai moralnya sangat menolong bagi pemeluknya yang taat dalam
menjalani kehidupan yang bermakna. Orang yang taat beragama merupakan pribadi yang
Tangguh dalam menghadapi masalah atau kehidupan yang berliku. Hidup dalam tuntunan
Allah menjadi kehidupan yang bermakna bagi orang mukmin.

Allah SWT Yang Maha Pencipta dan Pemilik seluruh alam semesta telah menetapkan
makna hidup bagi manusia. sudah sepantasnya kita sebagai hamba Allah melaksanakan
ketetapan-Nya dalam hidup kita. Hanya dia yang tahu apa kebutuhan manusia dan memberi
petunjuk melalui kitab suci Al-Qur’an. Terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang
makna hidup bagi manusia. manusia diciptakan sebagai khalifah atau pemimpin yang memiliki
potensi lebih dari ciptaan Allah lainnya. Salah satunya adalah kemampuan memberi makna
pada setiap hal dalam kehidupannya, sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah: 30-
34. Ayat tersebut berisi tentang Allah yang mengajarkan manusia kemampuan memberi nama
pada setiap hal di dunia ini dan kemampuan kognitif untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

Bersyukur

Kata syukur sudah menjadi bagian dari Bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa
Arab, yaitu syukr yang merupakan bentuk Masdar. Bentuk fi’il madi ialah syakaro dan bentuk
fi’il mudari’ ialah yasykuru. Menurut penulis kamus Mukhtar As-Shihah, kata syukur memiliki
dua kemungkinan, yaitu sama dengan kata syukr yang termasuk ke dalam bentuk Masdar atau
sebagai bentuk jamak dari kata syukr. Di Indonesia, dikenal juga dengan kata Tasyakur yang
berasal dari Bahasa Arab. Syukur telah dijelaskan dalam Q.S al-Furqan: 62 dan Q.S al-Insan:
9 yang memiliki arti sebagai berikut:
“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (Q.S al-Furqan: 62)

“Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan


Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (Q.S
al-Insan: 9).

Terdapat perbandingan dari para ulama dalam memaknai kata syukur dengan kata
hamd. Menurut Ibn Jarir at-Tabari, kedua kata tersebut merupakan kata sinonim, karena orang
Arab sering menggunakan keduanya dengan ungkapan alhamdulillah yang berarti “Segala puji
bagi Allah” sebagai ungkapan rasa syukur. Akan tetapi, Al-Qurtubi tidak sependapat dengan
At-Tabari. Menurutnya, mengucapkan hamd berarti memuji sifat-sifat yang dimiliki oleh yang
dipuji tanpa didahului oleh jasa. Sedangkan, kata syukur berarti memuji apa yang telah
diberikan oleh pihak yang dipuji. Adapun pendapat dari beberapa ulama tentang hal ini, bahwa
ucapan syukur bermakna lebih luas dibandingkan ucapan hamd. Hal tersebut dikarenakan
ucapan syukur dilakukan dengan lisan, niat, dan perbuatan. Sedangkan, ucapan hamd hanya
dilakukan oleh lisan.

Terlepas dari perbedaan pendapat antar ulama tentang ungkapan hamd dan syukur, yang
pasti diantara keduanya memiliki hubungan erat satu sama lain. Hal tersebut dapat ditelusuri
dalam firman-firman Allah pada Al-Qur’an:

1. Firman Allah yang memberikan perintah kepada Nuh As.

“Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera itu, maka
ucapkanlah: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orangorang
yang zalim." (Q.S al-Mu'minun:28)
2. Firman Allah tentang penduduk surga
“Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari
kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampum lagi Maha
Mensyukuri.” (Q.S Fatir: 34)

Firman Allah di atas menunjukkan pada kita bahwa ucapan hamd sebagai bentuk pujian
kepada Allah adalah cara kita bersyukur atas kebaikan yang telah Allah berikan. Dengan kata
lain, pujian kepada Allah merupakan salah satu cara kita bersyukur secara lisan kepada Tuhan.

Syukur bukan lah hal sederhana yang dibayangkan dan dipraktekan oleh Sebagian
orang. Pengertian syukur mencakup hati, lisan, dan perbuatan seseorang. Dalam Al-Qur’an
dijelaskan bahwa hanya sedikit orang yang bersyukur, sebagaimana dalam Q.S Saba’:13 yang
memiliki arti sebagai berikut: “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima
kasih.”. Menurut Ar-Ragib, ayat ini merupakan sebuah peringatan dari Allah bahwa
melaksanakan kewajiban bersyukur kepada-Nya sangat lah sulit. Oleh karena itu, tidak perlu
heran jika hanya dua Hamba Allah yang mendapatkan pujian atas rasa syukur yang
ditunjukannya, yaitu Nabi Nuh as. Dan Nabi Ibrahin as. Sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada
Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
(Tuhan). (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan
menunjukinya kepada jalan yang lurus.” (Q.S. an-Nahl: 120-121)

Adapun firman Allah terhadap Nabi Nuh as.:

“(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia
adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (Q.S. al-Isra': 3)
Sulitnya melaksanakan syukur membuat kita sadar tentang pentingnya pertolongan
Allah SWT. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw mengajarkan umatnya untuk berdoa
meminta pertolongan Allah agar selalu mengingat Allah, menyukuri nikmat-Nya, dan
beribadah kepada-Nya. Terdapat ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pentingnya
bersyukur untuk mendapat pertolongan Allah, sebagai berikut:

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah
dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" (Q.S al-Ahqaf/46: 15)

Adapun firman Allah tentang doa nabi Sulaiman as., yaitu sebagai berikut:

“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa:
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh
yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-
hamba-Mu yang saleh" (Q.S an-Naml: 19)

Dari kedua ayat tersebut, tentang doa memohon kepada Allah untuk dapat mensyukuri
nikmat yang telah Allah berikan, menunjukkan bahwa kita butuh campur tangan Allah agar
dapat mensyukuri dengan sempurna, karena hanya Dia-lah yang mengetahui bagaimana
ungkapan syukur yang sesuai dengan kehendak-Nya. Di sisi lain, doa-doa tersebut memberikan
kita pelajaran agar kita tidak berbangga diri dan memiliki kepercayaan diri yang berlebih
tentang kemampuan mereka dalam menjalankan kewajiban-kewajiban termasuk kewajiban
keagamaan. Kita sebagai hamba Allah harus sadar bahwa kita tidak bisa melakukan segalanya
tanpa pertolongan Allah SWT. Setelah kita menyadari akan keterbatasan diri, diharapkan dapat
sadar akan kebergantungan kita terhadap Allah dan begitu besar kasih sayang-Nya kepada
hamba-Nya. Dengan begitu, semakin besar pula dorongan kita untuk bersyukur kepada Allah
SWT.

Menurut Ibnu Manzur, Syukur artinya membalas kebaikan orang lain dengan niat,
ucapan, dan perbuatan (Al-Fauzan, 2007). Kita sebagai makhluk Allah harus memberikan
pujian atau sanjungan kepada yang memberikannya dengan ucapan, ketaatan, dan keyakinan
penuh bahwa yang memberikan nikmat kepada kita adalah Allah SWT. Selain itu, kata Syukur
merupakan bentuk mubalaghah dari kata Syakur yang merupakan salah satu nama indah Allah.
kata Syakur digunakan untuk hamba Allah yang sungguh-sungguh bersyukur dan mentaati
segala perintah-Nya. Orang yang bersyukur adalah orang yang mengakui nikmat Allah, Allah
lah Yang Maha Pemberi, tunduk dan cinta kepada-Nya, ridho terhadap-Nya, serta
menggunakan nikmat itu dengan niat mencari ridho Allah.

Rasa dengki merupakan salah satu emosi negatif yang dapat menghilangkan
rasa Syukur. Menurut Al-Ghazali, rasa dengki dalam islam terbagi menjadi dua, yaitu rasa
dengki yang diperbolehkan dan dilarang. Rasa dengki yang dilarang dalam islam adalah
keinginan seseorang untuk menghilangkan nikmat yang dimiliki oleh orang lain. Sedangkan,
rasa dengki yang diperbolehkan adalah keinginan untuk mempunyai hal yang sama dengan
orang lain tanpa menghilangkan nikmat orang lain. Dengan kata lain, rasa dengki hanya
menjadi pacuan dirinya untuk mencapai hal-hal positif yang dimiliki orang lain.

Bersyukur dalam Bahasa Inggris disebut juga Gratitude yang diambil dari Bahasa latin,
yaitu Gratia. Gratia artinya adalah kelembutan, kebaikan hati, atau berterima kasih. Dengan
kata lain, bersyukur adalah perasaan Bahagia yang muncul ketika kita membutuhkan sesuatu
atau sudah merasa cukup atas apa yang telah dimiliki serta menerima pemberian dari orang lain
dengan rasa cukup baik itu dalam bentuk material maupun non material, seperti emosional dan
spiritual.

McCullough, Kilpatrick, Emmons, & Larson mengemukakan pendapat bahwa terdapat


tiga fungsi dari bersyukur. Pertama, barometer moral, bersyukur adalah salah satu anugerah
yang dimiliki oleh seseorang. Kedua, dorongan moral, bersyukur menjadi sebuah motivasi atau
dorongan seseorang untuk bersosial. Terakhir, penguatan moral, bersyukur dapat meningkatkan
prososial di masa depan. Dari ketiga fungsi ini, rasa Syukur membuat seseorang termotivasi
untuk prososial dan terhindar dari perilaku merusak atau mengganggu kehidupan orang lain.

Terdapat penelitian pada orang dewasa tentang kebersyukuran yang menghasilkan


bahwa orang yang sering mengungkapkan rasa terima kasih dapat lebih mudah dalam
menikmati pekerjaan, lebih optimis, dan dapat lebih membantu atau mendukung orang lain
untuk melakukan suatu hal. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bersyukur adalah
sebuah emosi positif yang diberikan oleh Allah berupa kebahagiaan karena adanya
penghargaan, pemberian yang diterimanya, sehinga menjadi pendorong untuk lebih mencintai
Tuhannya dan mentaati segala perintah-Nya.

Komponen-komponen Syukur dalam Islam

Menurut Ibnu Qudamah (Al-bantanie, 2010; Syam, 2009), terdapat tiga unsur rasa
Syukur, diantaranya:

a. Besyukur dengan hati: timbulnya rasa gembira, rasa puas, dan pengakuan bahwa segala
sesuatu yang ia miliki berasa dari Allah SWT.
b. Bersyukur dengan lisan: selalu mengucap pujian-pujian kepada Allah sebagai tanda
rasa Syukur, seperti mengucap Alhamdulillah.
c. Bersyukur dengan perbuatan: selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhkan
larangan-Nya sebagai bentuk dari rasa Syukur. Selain itu, selalu berbuat baik dan
menggunakan nikmat yang diberikan oleh Allah.

Peran Syukur dalam Meningkatkan Kualitas Hidup

Syukur memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup kita, karena
semakin kita perbanyak bersyukur, kualitas hidupnya semakin meningkat pula. Syukur
merupakan sebuah ungkapan tulus seorang hamba kepada Allah SWT atas karunia-Nya.
Syukur bukan hanya sekedar mengucapkan hamdalah, tetapi menjaga hubungan baik dengan
perantara pemberi nikmat sesuai ketentuan yang telah Allah berikan. Selain itu, menjaga dan
memanfaatkan karunia dari Allah, berupa harta, ilmu, dan lainnya sesuai dengan kehendak-
Nya.

Bersyukur membuat hubungan kita dengan Allah menjadi lebih baik. Selain itu,
hubungan kita dengan sesama manusia pun menjadi lebih baik, karena pemanfaatan karunia
yang telah Allah berikan membawa pengaruh positif terhadap orang sekitar. Keyakinan
terhadap Tuhan dapat meningkatkan rasa tenang dan bahagia dalam diri. Hal tersebut
menimbulkan rasa puas terhadap hidup yang sedang dijalani sehingga meningkatkan kualitas
hidup seseorang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh McCullough, Emmons, dan Tsang
(2002), orang yang mempunyai watak bersyukur dapat menilai kepuasan hidupnya dan
menumbuhkan emosi positif dalam dirinya. Emosi positif adalah salah satu bagian dari kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan atau yang disebut juga kesejahteraan psikologis.
Bersyukur akan mengubah pengalaman seseorang dari yang bernilai negatif menjadi positif.
Hal ini dapat menimbulkan kepuasan hidup seseorang. Orang yang bersyukur akan selalu
merasa cukup, bahagia, dan muncul rasa harap yang lebih sering dibandingkan orang yang
tidak bersyukur (Emmons & McCullough, 2003). Hal ini berarti, rasa syukur berperan terhadap
timbulnya emosi positif, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang.

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang peran bersyukur terhadap
kualitas hidup seseorang. Salah satunya dilakukan oleh Emmons dan McCullough (2003).
Penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa rasa syukur membuat kehidupan seseorang
menjadi lebih baik dan lebih optimis untuk menghadapi kehidupan di esok hari. Selain itu, rasa
syukur dapat mengurangi keluhan fisik dan hidup lebih sehat. Penelitian lain dilakukan oleh
Algoe (2006) yang mendapatkan hasil bahwa syukur dapat membantu seseorang dalam
berhubungan sosial dengan orang lain dan teman sebaya. Rasa syukur dapat menimbulkan
ketenangan jiwa, hubungan sosial yang penuh kebaikan, dan kebahagiaan.

Rasa syukur memberikan kontribusi terhadap pembentukan resiliensi seseorang dalam


kehidupannya karena syukur dapat mengurangi Tingkat stres seseorang dan depresi, sehingga
terbentuklah resiliensi dalam diri. Selain itu, syukur membuat kita dapat mengontrol diri
dengan lebih baik. Jika kita memiliki kontrol diri yang baik, maka dalam menghadapi masalah
menjadi hal yang tidak menguras energi. Dengan kata lain, kita jadi lebih mampu dalam
menghadapi situasi yang sulit dan terdesak. Rasa syukur membuat kita melihat pada apa yang
telah kita miliki dan kelebihan dalam diri.

Selain itu, rasa syukur menghasilkan energi positif dalam diri yang membuat orang lain
merasa nyaman berada di sekitar kita, sehinga dapat menjaga hubungan baik dengan orang
sekitar. Sebagai seorang muslim, Energi positif bisa didapatkan dengan mengikuti kegiatan-
kegiatan positif seperti kajian, seminar tentang Islam atau ilmu pengetahuan, dan lain
sebagainya yang mengarahkan kita untuk bersosialiasi dengan orang lain. Rasa syukur
berpengaruh terhadap perilaku bermoral. Lingkungan yang baik dapat mendorong kita untuk
berperilaku yang bermoral. Kegiatan keagamaan dan sosial mengarahkan kita untuk memiliki
pandangan positif serta self esteem yang tinggi. Rasa syukur dapat meningkatkan prososial
seseorang kepada orang lain, sehingga dapat berguna bagi Masyarakat.

Dalam pandangan Islam, bersyukur merupakan refleksi nilai kebaikan yang diterima
oleh diri dan Allah sebagai pencipta, sehingga fokus utamanya adalah hablum minallah. Salah
satu wujud ibadah kepada Allah SWT ialah melakukan kebaikan kepada orang lain, seperti
menolong orang yang sedang kesulitan dan hormat kepada orang tua. Bersyukur pada dasarnya
diawali dengan niat baik. Kemudian, ditunjukkan Tindakan-tindakan positif dan bermoral
untuk mengekspresikan nilai-nilai kebaikan. Orang yang bersyukur diyakini sebagai orang
yang bermoral, begitu pun sebaliknya. Sebagaimana telah dijelaskan oleh salah satu ayat Al-
Qur’an, yaitu Q.S Ibrahim: 7 yang artinya:

“Dan ingat lah tatkala Tuhan-mu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepada mu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita tidak boleh kufur nikmat terhadap apa yang telah
Allah beri, karena pada hakekatnya, kebaikan seseorang adalah kebaikan dari Allah. oleh
karena itu, rasa syukur menjadi penanda bahwa kita adalah orang yang bermoral dan sangat
tidak patut apabila kita mengabaikan Allah.

Rasa syukur mampu meminimalisir emosi negatif dalam diri, salah satunya rasa dengki.
Orang yang bersyukur tidak akan merasa dengki terhadap kelebihan yang dimiliki orang lain,
tetapi percaya bahwa ia pun memiliki kelebihan yang diberikan oleh Tuhan. Syukur membuat
seseorang melihat apa yang tidak dimilikinya menjadi hal yang positif, karena fokus pada apa
yang dimiliki bukan pada apa yang belum ada dalam dirinya.

Bersyukur secara positif memiliki hubungan dengan kepuasan hidup, dan mereka yang
memiliki resiliensi tinggi adalah orang yang memiliki persepsi tinggi terhadap kepuasan hidup.
Dengan kata lain, kepuasan hidup dapat membentuk resiliensi dalam diri (Emmons, 2007).
Syukur juga dapat memberikan pengaruh positif, seperti harapan, optimis, kebahagian, dan
Kesehatan. Selain itu, syukur juga dapat mengurangi perasaan iri dan depresi (Emmons &
McCollough, 2003).

Faktor-faktor Yang Berperan dalam Kebersyukuran

1. Penerimaan diri terhadap keadaan yang dialami dan menyadari bahwa hal itu adalah
takdir dan rencana baik Allah SWT
2. Pengetahuan, pengalaman, dukungan sosial, dan kondisi spiritual membantu dalam
menerima apa yang telah dimiliki
3. Rasa apresiasi kepada keluarga, sahabat, atau orang lain yang membantu kita dalam
menghadapi masalah yang datang
4. Memiliki keinginan untuk membantu orang lain yang kesulitan, keinginan untuk saling
berbagi, dan muncul keinginan untuk menjalankan ajaran agama sebaik-baiknya
5. Kecenderungan untuk bertindak positif dengan rasa apresiasi dan kehendak baik atau
tawakkal. Tindakan positif tersebut, seperti menjaga diri dengan baik, menolong dan
tidak menyakiti orang lain, rajin berdoa dan beribadah, serta mengajak orang lain untuk
melakukan kebaikan
6. Munculnya pengalaman spiritual yang beragam membuat kita ingin mendekatkan diri
kepada Allah SWT
7. Timbul perasaan jiwa yang tenang, pikiran yang positif, optimisme, dan harapan dalam
memandang hidup

Hikmah Bersyukur

Rasa syukur tidak hanya ditujukan kepada Allah, melainkan kepada sesama manusia.
Islam mengajarkan manusia untuk membalas kebaikan orang lain dengan berterima kasih. Jika
kita enggan untuk berterima kasih kepada orang yang membantu kita, maka sama saja dengan
enggan bersyukur kepada Allah dan hal itu termasuk perbuatan keji. Rasulullah Saw bersabda:
“Berangsiapa tidak bersyukur kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah.”
(Riwayat Ahmad dan at-Tirmizi dari Abi Sa'id). Adapun hikmah-hikmah yang bisa kita
dapatkan ketika kita bersyukur, diantaranya:

1. Berterima kasih kepada atas kebaikan sesama manusia dapat membangkitkan semangat
orang-orang yang melakukan kebaikan dengan ikhlas
2. Jika kita bersyukur kepada Allah, maka kebaikannya akan Kembali pada kita.
Kebesaran dan kekuasaan Allah tidak akan bertambah besar lantaran rasa syukur kita.
Akan tetapi, jika kita kufur nikmat, maka kerugian akan menimpa kita. Allah tidak akan
merasa rugi atas kekufuran kita.
3. Rasa syukur akan menambah nikmat kita, dan menggantikan nikmat kita yang
sebelumnya hilang. Orang yang bersyukur akan memperoleh kehidupan yang
sempurna, sejahtera, dan nikmat yang bertambah (dunia dan akhirat).
4. Orang yang kufur nikmat akan mendapatkan azab neraka yang sulit
dipertanggungjawabkan
5. Rasa syukur menjadi dasar kita beribadah kepada Allah SWT, karena nikmat yang harus
disyukuri tidak pernah habis, sehingga ibadahnya pun akan terus berkesinambungan
tanpa akhir.
KESIMPULAN

1. Makna hidup adalah hal yang bisa dijadikan sebagai tujuan hidup, sehinga memiliki
nilai khusus dan sangat berarti bagi seseorang. Kehidupan menjadi terasa berarti dan
memunculkan rasa Bahagia apa bila makna hidup berhasil terpenuhi. Akan tetapi,
makna hidup tidak hanya didapat dari peristiwa menyenangkan, melainkan peristiwa
yang menyedihkan. Jika seseorang tidak menemukan makna hidup, maka akan
merasakan tahap kehampaan. Makna hidup menentukan kualitas hidup individu
terhadap seberapa besar seseorang dapat meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki
dan seberapa jauh seseorang telah mencapai tujuan hidup dalam memberikan makna
dan berinteraksi dengan lingkungan yang tidak statis.
2. Terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang makna hidup bagi manusia.
manusia diciptakan sebagai khalifah atau pemimpin yang memiliki potensi lebih dari
ciptaan Allah lainnya. Salah satunya adalah kemampuan memberi makna pada setiap
hal dalam kehidupannya, sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah: 30-34.
3. Bersyukur adalah perasaan Bahagia yang muncul ketika kita membutuhkan sesuatu
atau sudah merasa cukup atas apa yang telah dimiliki serta menerima pemberian dari
orang lain dengan rasa cukup baik itu dalam bentuk material maupun non material,
seperti emosional dan spiritual.
4. Syukur artinya membalas kebaikan orang lain dengan niat, ucapan, dan perbuatan. Kita
sebagai makhluk Allah harus memberikan pujian atau sanjungan kepada yang
memberikannya dengan ucapan, ketaatan, dan keyakinan penuh bahwa yang
memberikan nikmat kepada kita adalah Allah SWT.
5. Syukur memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup kita, karena
semakin kita perbanyak bersyukur, kualitas hidupnya semakin meningkat pula.
Bersyukur membuat hubungan kita dengan Allah menjadi lebih baik. Selain itu,
hubungan kita dengan sesama manusia pun menjadi lebih baik, karena pemanfaatan
karunia yang telah Allah berikan membawa pengaruh positif terhadap orang sekitar.
Keyakinan terhadap Tuhan dapat meningkatkan rasa tenang dan bahagia dalam diri.
Hal tersebut menimbulkan rasa puas terhadap hidup yang sedang dijalani sehingga
meningkatkan kualitas hidup seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

Hambali, A., Meiza, A., & Fahmi, I. (2015). Faktor-faktor yang Berperan dalam Kebersyukuran
(Gratitude) Pada Orangtua Anak Bekerbutuhan Khusus Perspektif Psikologi Islam.
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi, 98.
Hidayat, I. N., & Gamayanti, W. (2020). Dengki, Bersyukur, dan Kualitas Hidup Orang yang
Mengalami Psikosomatik. Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi, 81-82.
Madany, A. M. (2015). Syukur dalam Perspektif Al-Qur'an. E-journal Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga, 3-11.
Munthe, A., & Ricca, V. S. (2015). Hubungan Bersyukur dengan Makna Hidup Narapidana Anak di
Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II B Pekanbaru. Kutubkhanah, Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, 45-54.
Rahman, A. A. (2022). Sejarah Psikologi dari Klasik hingga Modern. Depok: Rajawali Pers.
Utami, L. H. (2021). Bersyukur dan Resiliensi Akademik Mahasiswa. Nathiqiyyah, Jurnal Psikologi
Islam, 13-15.
Wahyuni, E. N., Aziz, R., & Wargadinata, W. (2017). Kontribusi Bersyukur dan Memaafkan dalam
Mengembangkan Kesehatan Mental di Tempat Kerja. INSAN, Jurnal Psikologi dan
Kesehatan Mental, 40.

Anda mungkin juga menyukai