Anda di halaman 1dari 26

NAMA : SUCI AINUN MAHARANI

NIM : 2008020174

A. DASAR-DASAR FORMULASI
Preformulasi terdiri dari kata pre yang artinya sebelum dan formulasi yang artinya
perumusan atau penyusunan. dibidang farmasi preformulasi dapat diartikan sebagai langkah
awal yang dilakukan ketika akan membuat formula suatu obat. Preformulasi meliputi
pengkajian tentang karakteristik/sifat-sifat dari bahan obat dan bahan tambahan obat yang
akan diformulasi.
Studi Praformulasi adalah langkah awal dalam memformulasi, yang mengkaji, dan
mengumpulkan keterangan-keterangan dasar tentang sifat kimia fisika dari zat aktif bila
dikombinasikan dengan zat atau bahan tambahan menjadi suatu bentuk sediaan farmasi yang
stabil, efektif dan aman. Studi ini mengaharuskan seorang formulator harus mengetahui
apakah zat aktif tersebut cocok atau tidak incom (ketidak bercampuran) dengan zat aktif.
Tujuan utama dari desain bentuk sediaan adalah untuk mencapai sebuah respon terapi
yang diramalkan dari suatu formulasi yang mana bisa dibuat dalam skala besar dengan
menghasilkan produk yang berkualitas, untuk memastikan kualitas produk, banyak ciri khas
yang diperlukan. Stabilitas kimia dan fisika, dengan pengawetan yang sesuai untuk melawan
kontaminasi mikroba jika diperlukan, keseragaman dosis obat, penerimaan termasuk pembuat
resep dan pasien, kemasan yang cocok dan pelabelan idealnya, bentuk sediaan harus juga
mandiri dari pasien untuk pasien. Membuat formula yang tepat sehingga menghasilkan
produk akhir berupa sediaan farmasi yang stabil, berkhasiat, aman dan nyaman ketika
digunakan.
Sebelum membuat formula sediaan obat, beberapa hal yang harus dipertimbangkan
yaitu:
1. Bentuk Sediaan yang Akan Dibuat
a. Ada beberapa pilihan bentuk sediaan farmasi yaitu bentuk padat (puyer, tablet, kapsul,
suppositoria), bentuk setengah padat (salep, pasta, krim) dan bentuk cair (larutan,
suspensi, emulsi).
b. Pemilihan bentuk sediaan obat tergantung pada:
 Sifat-sifat fisika-kimia zat aktif yang digunakan, yakni kelarutan, ukuran
partikel, sifat higroskopis, reaksi-reaksi kimia dll.
 Kerja obat yang diinginkan, secara lokal ataukah sistemik. Untuk kerja lokal
dipilih sediaan salep, krim, losion, serbuk tabur. Untuk kerja sistemik
(diedarkan ke seluruh tubuh oleh darah) dipilih sediaan tablet, kapsul, pulveres
atau puyer, dan sirup.
 Umur si pemakai. Untuk bayi dan anak-anak lebih disukai bentuk pulveres dan
sirup. Untuk dewasa umumnya dibuat dalam bentuk tablet, kapsul.
2. Bahan Tambahan Obat yang Akan Digunakan
Bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi harus kompatibel (dapat
tercampurkan) dengan bahan obat utama (zat aktif) dan bahan tambahan yang lain. Bahan
tambahan diperlukan untuk:
a. Mendapatkan bentuk sediaan yang diinginkan (bentuk tablet, larutan, dll). Sebagai
contoh: pada sediaan tablet selain zat aktif, digunakan bahan tambahan berupa bahan
pengisi untuk memperbesar volume tablet, bahan pengikat untuk merekatkan serbuk
bahan obat, bahan penghancur untuk mempercepat pecahnya tablet di dalam lambung,
dan bahan penyalut yang digunakan untuk memperbaiki kestabilan, mengontrol
penghancuran dan mempercantik penampilan tablet. Pada sediaan larutan digunakan
bahan tambahan berupa pelarut untuk melarutkan bahan obat, dapat juga ditambahkan
bahan penstabil untuk mencegah peruraian bahan obat, bahan pengawet untuk
mencegah pertumbuhan mikroba, bahan pemberi warna dan rasa untuk memperbaiki
rasa dan penampilan produk. Demikian juga untuk sediaan salep, pasta, krim dan lain-
lain.
b. Menjaga kestabilan sediaan obat (misalnya pengawet, pensuspensi, pengemulsi).
c. Menjaga kestabilan zat aktif (misalnya antioksidan).
3. Kenyamanan Saat Penggunaan
a. Kenyamanan saat digunakan penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi
kepatuhan si pemakai obat. Jika obat berasa tidak enak maka orang akan enggan
mengonsumsinya.
b. Rasa yang tidak enak dari obat dapat ditutupi dengan penambahan corrigens saporis,
bau yang tidak enak ditutupi dengan corrigens odoris, dan warna yang kurang
menarik ditutupi dengan corrigens coloris.
c. Rasa pahit dari obat-obat tertentu misal ampisilin dan amoksisilin dapat diatasi
dengan penggunaan bentuk garamnya yaitu ampisilin trihidrat dan amoksisilin
trihidrat yang tidak pahit.
d. Sediaan setengah padat harus memenuhi persyaratan yaitu: halus, mudah dioleskan,
tidak terlalu lengket dan tidak meninggalkan bekas noda pada pakaian.
4. Kestabilan Sediaan Obat
a. Selama penyimpanan, sediaan obat harus tetap dalam keadaan yang stabil, tidak
menampakkan tanda-tanda kerusakan. Tanda-tanda kerusakan yang umum ditemui
pada sediaan obat misalnya: terjadi perubahan warna, bau, rasa, timbulnya kristal
pada permukaan tablet atau kaplet, memisahnya air dan minyak pada sediaan krim
atau emulsi.
b. Untuk menjaga kestabilan sediaan obat perlu dilakukan:
 Penambahan bahan tambahan tertentu (misalnya: pengawet).
 Pengemasan yang tepat.
 Pemberian petunjuk tentang cara penyimpanan yang benar.
5. Khasiat Obat
Untuk menjaga khasiat obat, perlu diperhatikan:
a. Pemilihan bentuk sediaan. Sebagai contoh, jika zat aktif tidak stabil dalam media air,
maka tidak diformulasi dalam bentuk cair.
b. Bahan-bahan tambahan yang digunakan tidak boleh mengurangi khasiat zat aktifnya.
c. Pemberian petunjuk cara penggunaan yang benar.
Formula Beberapa Bentuk Sediaan Obat
1. Formula Tablet
Bahan obat aktif : 1% – 50%
Bahan tambahan obat : 50% – 90%
Terdiri dari : pengisi, pengikat, penghancur, pelicin, pelumas, pemberi warna, perasa,
penyalut.
2. Formula Salep
Bahan obat aktif : 1% – 10%
Bahan tambahan obat : 90% – 99%
Terdiri dari : dasar salep, pengawet, pewarna.
3. Formula Krim
Bahan obat aktif : 1% – 10%
Bahan tambahan obat : 90% – 99%
Terdiri dari : dasar krim, pewangi, pengawet, pewarna.
4. Formula Suspensi
Bahan obat aktif : 1% – 10%
Bahan tambahan obat : 90% – 99%
Terdiri dari : pembawa atau pelarut, pensuspensi, perasa, pengawet.
5. Formula Injeksi
Bahan obat aktif : 1% – 20%
Bahan tambahan obat : 80% – 99%
Terdiri dari : pembawa, pengisotoni, pengawet.
Sifat-sifat Fisika-Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat
Sifat-sifat fisika-kimia dari bahan obat dan bahan tambahan obat yang harus diketahui
sebelum formulasi obat adalah:
1. Rasa, Bau, dan Warna Zat
Rasa, bau dan warna zat harus diketahui agar bisa menentukan bahan tambahan obat
seperti: corrigens saporis, corrigens odoris, dan corrigens coloris yang dibutuhkan.
2. Kelarutan
a. Kelarutan bahan obat penting untuk diketahui terutama kelarutan dalam air.
b. Bahan obat yang mudah larut dalam air akan lebih mudah diabsorpsi sehingga akan
lebih cepat memberikan efek terapi. Sehingga untuk zat aktif yang mudah larut dan
stabil dalam air, lebih baik bila dibuat dalam bentuk cair.
c. Bila bahan obat sukar larut air tetapi diinginkan bentuk cair, maka dibuat bentuk
suspensi dengan penambahan bahan pensuspensi.
d. Bahan obat yang relatif tidak larut dalam air, absorpsinya kurang sempurna. Oleh
karena itu dilakukan upaya untuk mempertinggi kelarutan obat.
3. Ukuran Partikel
Ukuran partikel berpengaruh pada:
a. Laju disolusi bahan obat (kecepatan melarutnya obat). Makin kecil ukuran partikel
bahan obat makin mudah larut sehingga makin mudah diabsorpsi.
b. Keseragaman isi. Makin homogen ukuran partikel maka makin terjamin keseragaman
dosisnya.
c. Laju pengendapan. Makin besar ukuran partikel akan makin mudah mengendap. Pada
sediaan suspensi bisa menyebabkan terjadinya caking. Penambahan bahan
pensuspensi akan menghambat lajupengendapan sehingga akan mencegah
terbentuknya caking atau endapan yang keras.
4. Kestabilan Bahan Obat
Reaksi-reaksi kimia yang mempengaruhi kestabilan bahan obat:
a. Hidrolisa
Reaksi hidrolisa adalah reaksi peruraian suatu zat oleh air. Contoh bahan obat yang
mudah mengalami hidrolisa adalah aspirin dan obat-obat golongan antibiotika (misalnya
ampisilin, amoksisilin, tetrasiklin, dll). Terhidrolisanya aspirin ditandai dengan timbulnya
bau asam asetat atau cuka. Bahan obat yang mudah terhidrolisa harus dibuat dalam bentuk
padat (tablet, kapsul, serbuk), karena dalam suasana lembab atau berair bahan obat tersebut
akan terurai sehingga tidak efektif lagi sebagai obat bahkan mungkin bisa membentuk
senyawa yang bersifat racun (toksik).
Untuk bahan obat yang mudah terhidrolisa tersebut bila tetap hendak dibuat bentuk cair
sebaiknya dipilihkan pelarut non air, misal: etanol, propilenglikol, gliserin atau dibuat sediaan
sirup kering atau dry syrup. (keterangan: sirup kering yaitu sirup berisi serbuk obat, yang
ketika akan digunakan harus ditambahkan pelarut air suling atau air matang dalam jumlah
tertentu. Sirup kering ini setelah dilarutkan tidak boleh digunakan lagi setelah 7 hari, karena
bahan obat sudah mengalami hidrolisa).
b. Oksidasi
Pada beberapa bahan obat akan terjadi reaksi oksidasi bila terpapar cahaya terlalu lama,
terkena panas atau bila bereaksi dengan gas oksigen. Contohnya iodium, kalium permanganat
(PK). Terjadinya reaksi oksidasi ditandai dengan berubahnya warna, bau bahan obat, atau
terbentuknya endapan. Untuk menghindari terjadinya reaksi oksidasi perlu ditambahkan
bahan antioksidan. Antioksidan untuk sediaan farmasi yang pembawanya berupa air adalah
natrium bisulfit dan asam askorbat (vitamin C). Sedang pada sediaan farmasi berupa minyak
digunakan antioksidan alfatokoferol (vitamin E).
Sifat fisika-kimia tersebut dapat dilihat pada beberapa sumber yang memuat monografi
atau uraian tentang persyaratan kemurnian zat, sifat fisika-kimia zat, cara identifikasi serta
ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan obat, di antaranya adalah buku
Farmakope Indonesia, Martindale, dan Ekstra Farmakope.
Contoh Bahan Tambahan Obat
Di bawah ini adalah contoh beberapa bahan tambahan obat.
1. Pengisi Tablet
Bahan yang digunakan untuk memperbesar volume massa tablet agar mudah
dicetak. Contohnya laktosa, pati, selulosa mikrokristal.
2. Pengikat Tablet
Bahan yang digunakan untuk mengikat atau melekatkan partikel-partikel
serbuk pada sediaan tablet. Contohnya gom, gelatin, metil selulosa.
3. Pelumas Tablet
Bahan yang digunakan untuk mengurangi gesekan selama proses pengempaan
tablet. Contohnya kalsium stearat, magnesium stearat.
4. Pelicin Tablet
Bahan yang digunakan untuk meningkatkan daya alir serbuk. Contohnya silika
koloidal.
5. Penghancur Tablet
Bahan yang digunakan untuk membantu hancurnya tablet setelah ditelan.
Contohnya tepung jagung, natrium alginate.
6. Penyalut Tablet
Bahan yang digunakan untuk melapisi tablet. Contohnya selulosa asetat,
sukrosa.
7. Dasar Salep
Bahan yang merupakan pembawa sediaan salep, di mana akan dicampurkan
bahan obatnya. Contohnya lanolin, vaselin.
8. Pensuspensi
Bahan yang digunakan untuk meningkatkan kekentalan sediaan cair agar laju
sedimentasi atau pengendapan serbuk dapat dikurangi. Contohnya metil selulosa.
9. Pengemulsi
Bahan yang digunakan untuk menjaga dispersi partikel-partikel halus pada
sediaan cair yang terdiri dari pembawa yang tidak bercampur (minyak dan air).
Contohnya gom, sorbitan, tween, span.
10. Surfaktan
Bahan yang berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan. Contohnya
benzalkonium klorid, natrium lauril sulfat.
11. Dasar Suppositoria
Bahan yang digunakan sebagai pembawa sediaan padat yang pemakaiannya
dimasukkan rektum, di mana akan dicampurkan bahan obatnya. Contohnya oleum
cacao, poli etilen glikol.
12. Pembawa Sediaan Injeksi
Bahan yang digunakan sebagai pembawa untuk bahan obat yang akan
diinjeksikan. Contohnya air, minyak.
13. Pengisotoni Sediaan Injeksi
Bahan yang digunakan untuk membuat larutan injeksi menjadi osmotis dengan
cairan tubuh. Contohnya dextrosa, natrium klorida.
14. Pengawet
Bahan yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
ataupun jamur. Contohnya asam benzoat, metil paraben, klorobutanol.
15. Antioksidan
Bahan yang digunakan untuk menghambat reaksi oksidasi. Contohnya natrium
bisulfit, alfatokoferol.
16. Pewarna
Bahan yang digunakan untuk memberi warna sediaan obat. Contohnya
eritrosin (FD & C Red No. 3).
17. Pemberi Rasa
Bahan yang digunakan untuk memberi rasa pada sediaan obat. Contohnya
minyak adas manis, mentol, coklat, minyak permen.
18. Pengelat
Bahan yang digunakan untuk membentuk senyawa kompleks yang stabil
dengan logam berat, karena keberadaan logam berat dapat menurunkan kestabilan
sediaan obat. Contohnya dinatrium edetat, EDTA.
19. Pendapar
Bahan yang digunakan untuk menahan perubahan pH. Contohnya kalium
metafosfat.
Cara Pencampuran Bahan Obat
Apabila dalam sediaan obat terdapat lebih dari dua bahan, maka pencampuran harus
dilakukan sebaik mungkin supaya didapatkan campuran yang homogen. Ada beberapa
metode pencampuran, yaitu:
1) Spatula
Bahan digerus di atas kertas dengan memakai spatula. Metode ini hasilnya
kurang maksimal, terlebih bila serbuk yang dicampur jumlahnya banyak.
2) Triturasi
Triturasi adalah proses penggerusan obat di dalam lumpang untuk
menghaluskan atau memperkecil ukuran partikel. Bahan digerus di dalam lumpang
porselen atau lumpang kayu, bisa juga lumpang dari kaca. Lebih disukai lumpang
porselen yang permukaan dalamnya kasar. Hasil yang diperoleh cukup bagus. Saat ini
metode inilah yang paling umum digunakan di apotek dan di laboratorium.
3) Ayakan
Bahan dicampur dengan cara melewatkannya melalui ayakan. Hasil campuran
yang diperoleh biasanya agak halus. Cara ini kurang diyakini homogenitasnya.
4) Tumbling
Bahan diguling-gulingkan supaya tercampur merata. Metode ini digunakan
untuk mencampur serbuk dalam jumlah besar, dengan menggunakan mesin
penggiling serbuk yang dirancang khusus.
Selain itu, cara mencampur bahan obat maupun bahan tambahan obat harus sesuai
dengan sifat-sifat fisika-kimia masing-masing bahan. Beberapa bahan obat akan
menampakkan reaksi yang tidak diinginkan bila dicampur, misalnya terjadi penggumpalan,
perubahan warna atau reaksi lain yang akan menyebabkan menurun atau hilangnya khasiat
dari bahan obat tersebut.
Pengaruh Bentuk Sediaan Terhadap Khasiat Obat
Khasiat obat atau efek terapi obat adalah respons yang dialami oleh tubuh setelah
penggunaan obat. Hal-hal yang mempengaruhi khasiat obat:
1. Dosis Obat yang Digunakan
Dosis obat (zat aktif) yang digunakan harus mampu menimbulkan efek terapi bagi si
pemakai. Dosis tersebut disebut dosis terapi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
diketahui bahwa tiap-tiap obat mempunyai dosis terapi masing-masing. Di dunia industri
obat-obatan, dosis terapi ini dibuat dalam dosis tertentu yang dikenal dengan istilah dosis
lazim. Dosis lazim ini umumnya ditujukan untuk orang dewasa. Untuk bayi, anak-anak, dan
orang tua harus dilakukan penyesuaian dosis. Contoh dosis lazim: parasetamol 500 mg/tablet,
kloramfenikol 250mg/tablet, ampisilin 500mg/tablet.
2. Absorpsi Obat
Agar suatu obat dapat menghasilkan efek terapi atau khasiat, obat tersebut harus larut,
kemudian diabsorpsi atau menembus membran biologis dan dibawa oleh darah ke seluruh
jaringan dan organ-organ tubuh. Untuk obat pemakaian oral, absorpsi dipengaruhi oleh
kelarutan obat di dalam lambung. Umumnya makin cepat larut dalam lambung makin cepat
pula absorpsinya sehingga makin cepat pula efek terapi yang ditimbulkan. Untuk obat
pemakaian luar seperti salep, obat tetes mata, obat tetes hidung, suppositoria, absorpsinya
dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam selaput lendir yang terdapat pada mata, hidung,
telinga, rektum ,dan vagina.
3. Cara Pemberian Obat
Cara pemberian obat akan berpengaruh pada kecepatan absorpsi zat aktif. Cara
pemberian obat dikelompokkan dalam:
a. Secara oral, yaitu penggunaan obat melalui mulut. Obat paling sering digunakan
dengan cara oral karena alami, tidak sulit dan aman dalam penggunaan. Tetapi efek
terapi obat lebih lambat dibandingkan pemakaian secara parenteral.
b. Secara topikal, yaitu penggunaan obat melalui permukaan kulit dan menghasilkan
efek lokal dan sebagian dapat diabsorpsi ke dalam jaringan di bawah kulit.
c. Secara rektal, yaitu penggunaan obat melalui anus atau rektum.
d. Beberapa obat sering diberikan secara rektal untuk memperoleh efek lokal. Tetapi
bisa juga untuk efek sistemik, seperti obat-obat analgesik. Obat diabsorpsi melalui
rektum, tidak melalui metabolisme di hati. Efek terapi yang dihasilkan lebih cepat
dibandingkan secara oral.
e. Secara parenteral, yaitu penggunaan obat melalui penyuntikan dengan alat jarum
suntik (intravena, intramuscular, subcutan). Efek terapi yang dihasilkan paling cepat
dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, terutama yang secara intravena karena
langsung masuk dalam darah.
4. Bentuk Sediaan Obat
Untuk mengetahui pengaruh bentuk sediaan obat terhadap khasiat obat telah dilakukan
penelitian uji klinis berupa pengukuran kadar obat dalam darah setelah pemberian obat .
Penelitian tersebut digunakan untuk membandingkan absorpsi obat dari berbagai bentuk
sediaan, khususnya sediaan obat untuk pemakaian oral. Pengukuran kadar obat dilakukan
beberapa kali, dimulai dari saat obat diminum sampai 12 jam sesudahnya. Hasil pengukuran
dirupakan dalam bentuk grafik. Di bawah ini grafik kadar obat dalam darah versus waktu
setelah pemberian obat dari berbagai bentuk sediaan untuk zat aktif yang sama.
Konsentrasi efektif minimum adalah kadar minimum obat dalam darah di mana khasiat
atau efek terapi mulai dirasakan oleh si pengguna obat. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai konsentrasi efektif minimum dari ketiga bentuk sediaan tersebut berbeda. Urutan
dari yang paling cepat adalah sediaan cair, sediaan pulveres atau puyer, dan sediaan tablet.
Sehingga dapat disimpulkan, dari ketiga bentuk sediaan tersebut sediaan cair paling cepat
menghasilkan efek terapi atau khasiat, sediaan berikutnya adalah pulveres, kemudian sediaan
tablet. Hal ini disebabkan karena sediaan cair sudah berada dalam bentuk larutan sehingga
lebih mudah diabsorpsi dibandingkan sediaan pulveres dan sediaan tablet. Pulveres
memerlukan waktu beberapa saat untuk larut dalam cairan lambung sebelum akhirnya
diabsorpsi. Sedangkan sediaan tablet memerlukan waktu untuk hancur terlebih dulu, sebelum
akhirnya larut dan diabsorpsi.
B. PENGEMASAN
BAHAN PENGEMAS
Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan
pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap
bahan awal Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak tersebut
hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan orang yang tidak
berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan
dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan kecampurbauran.
Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai
prosedur tertulis yang disetujui. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer
hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan identitasnya. Bahan
pengemas primer, bahan pengemas cetak atau bahan cetak lain yang tidak berlaku lagi atau
obsolet hendaklah dimusnahkan dan pemusnahannya dicatat.
Untuk menghindarkan kecampurbauran, hanya satu jenis bahan pengemas cetak atau
bahan cetak tertentu saja yang diperbolehkan diletakkan di tempat kodifikasi pada saat yang
sama. Hendaklah ada sekat pemisah yang memadai antar tempat kodifikasi tersebut.
KEGIATAN PENGEMASAN
Umumnya proses pengisian dan penutupan hendaklah segera disertai dengan
pemberian label. Bila tidak, hendaklah diterapkan prosedur yang tepat untuk memastikan
agar tidak terjadi kecampurbauran atau salah pemberian label. Kegiatan pengemasan
berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Bila menyiapkan program
untuk kegiatan pengemasan, hendaklah diberikan perhatian khusus untuk meminimalkan
risiko kontaminasi silang, kecampurbauran atau kekeliruan. Produk yang berbeda tidak boleh
dikemas berdekatan kecuali ada segregasi fisik.
Hendaklah ada prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan dan identifikasi
produk ruahan dan bahan pengemas, pengawasan untuk menjamin bahwa produk ruahan dan
bahan pengemas cetak dan bukan cetak serta bahan cetak lain yang akan dipakai adalah
benar, pengawasan selama-proses pengemasan rekonsiliasi terhadap produk ruahan, bahan
pengemas cetak dan bahan cetak lain, serta pemeriksaan hasil akhir pengemasan. Semua
kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan
menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian
pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets.
Sebelum kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan pemeriksaan untuk
memastikan bahwa area kerja dan peralatan telah bersih serta bebas dari produk lain, sisa
produk lain atau dokumen lain yang tidak diperlukan untuk kegiatan pengemasan yang
bersangkutan. Kesiapan jalur pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai daftar periksa yang
tepat.
Semua penerimaan produk ruahan, bahan pengemas dan bahan cetak lain hendaklah
diperiksa dan diverifikasi kebenarannya terhadap Prosedur Pengemasan Induk atau perintah
pengemasan khusus. Label, karton dan bahan pengemas dan bahan cetak lain yang
memerlukan prakodifikasi dengan nomor bets/lot, tanggal kadaluwarsa dan informasi lain
sesuai dengan perintah pengemasan hendaklah diawasi dengan ketat pada tiap tahap proses,
sejak diterima dari gudang sampai menjadi bagian dari produk atau dimusnahkan.
Bahan pengemas dan bahan cetak lain yang sudah dialokasikan untuk prakodifikasi
hendaklah disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat dan ditempatkan di area terpisah
serta terjamin keamanannya. Proses prakodifikasi bahan pengemas dan bahan cetak lain
hendaklah dilakukan di area yang terpisah dari kegiatan pengemasan lain. Khusus untuk
proses prakodifikasi secara manual hendaklah diperhatikan untuk melakukan pemeriksaan
kembali dengan interval yang teratur. Seluruh bahan pengemas dan bahan cetak lain yang
telah diberi prakodifikasi hendaklah diperiksa sebelum ditransfer ke area pengemasan.
Kesiapan Jalur Segera sebelum menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain
pada jalur pengemasan, personil penanggung jawab yang ditunjuk dari bagian pengemasan
hendaklah melakukan pemeriksaan kesiapan jalur sesuai dengan prosedur tertulis yang
disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), untuk:
a) memastikan bahwa semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari kegiatan
pengemasan sebelumnya telah benar disingkirkan dari jalur pengemasan dan area
sekitarnya;
b) memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya: dan
c) memastikan kebersihan peralatan yang akan dipakai.
Praktik Pengemasan Risiko kesalahan terjadi dalam pengemasan dapat diperkecil
dengan cara sebagai berikut:
a) menggunakan label dalam gulungan;
b) pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label;
c) dengan menggunaan alat pemindai dan penghitung label elektronis;
d) label dan bahan cetak lain didesain sedemikian rupa sehingga masing-masing
mempunyai tanda khusus untuk tiap produk yang berbeda; dan
e) di samping pemeriksaan secara visual selama pengemasan berlangsung, hendaklah
dilakukan pula pemeriksaan secara independen oleh bagian Pengawasan Mutu
selama dan pada akhir proses pengemasan.
Perhatian khusus hendaklah diberikan bila memakai label-potong dan ketika proses
prakodifikasi dilakukan di luar jalur pengemasan. Produk yang penampilannya mirip
hendaklah tidak dikemas pada jalur yang berdampingan kecuali ada pemisahan secara fisik.
Pada tiap jalur pengemasan nama dan nomor bets produk yang sedang dikemas hendaklah
dapat terlihat dengan jelas.
Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk yang baru sebagian
dikemas, atau subbets hendaklah diberi label atau penandaan yang menunjukkan identitas,
jumlah, nomor bets dan status produk tersebut. Wadah yang akan diisi hendaklah diserahkan
ke jalur atau tempat pengemasan dalam keadaan bersih. Perhatian hendaklah diberikan untuk
menghindarkan dan menghilangkan cemaran seperti pecahan kaca dan partikel logam.
Semua personil bagian pengemasan hendaklah memperoleh pelatihan agar memahami
persyaratan pengawasan selama-proses dan melaporkan tiap penyimpangan yang ditemukan
pada saat mereka menjalankan tanggung jawab spesifik tersebut.
Area pengemasan hendaklah dibersihkan secara teratur dan sering selama jam kerja
dan tiap ada tumpahan bahan. Personil kebersihan hendaklah diberi pelatihan untuk tidak
melakukan praktik yang dapat menyebabkan kecampurbauran atau pencemaran silang.
Bila ditemukan bahan pengemas cetak pada saat pembersihan hendaklah diberikan
kepada supervisor, yang selanjutnya ditempatkan di dalam wadah yang disediakan untuk
keperluan rekonsiliasi dan kemudian dimusnahkan pada akhir proses pengemasan.
Kemasan akhir dan kemasan setengah jadi yang ditemukan di luar jalur pengemasan
hendaklah diserahkan kepada supervisor dan tidak boleh langsung dikembalikan ke jalur
pengemasan. Bila produk tersebut setelah diperiksa oleh supervisor ternyata identitasnya
sama dengan bets yang sedang dikemas dan keadaannya baik, maka supervisor dapat
mengembalikannya ke jalur pengemasan yang sedang berjalan. Kalau tidak, maka bahan
tersebut hendaklah dimusnahkan dan jumlahnya dicatat.
Produk yang telah diisikan ke dalam wadah akhir tetapi belum diberi label hendaklah
dipisahkan dan diberi penandaan untuk menghindarkan kecampurbauran. Bagian peralatan
pengemas yang biasanya tidak bersentuhan dengan produk ruahan tapi dapat menjadi tempat
penumpukan debu, serpihan, bahan pengemas ataupun produk yang kemudian dapat jatuh ke
dalam produk atau mencemari atau dapat menjadi penyebab kecampurbauran produk yang
sedang dikemas, hendaklah dibersihkan dengan cermat.
Hendaklah diambil tindakan untuk mengendalikan penyebaran debu selama proses
pengemasan khususnya produk kering. Area pengemasan yang terpisah diperlukan untuk
produk tertentu misalnya obat yang berdosis rendah dan berpotensi tinggi atau produk toksik
dan bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi.
Informasi tercetak dan dalam bentuk huruf timbul pada bahan pengemas hendaklah
terlihat jelas, tidak memudar dan tidak mudah terhapus. Pengawasan pada jalur pengemasan
selama proses pengemasan hendaklah meliputi paling sedikit hal-hal sebagai berikut:
a) tampilan kemasan secara umum;
b) apakah kemasan sudah lengkap;
c) apakah produk dan bahan pengemas yang dipakai sudah benar;
d) apakah prakodifikasi sudah benar;
e) apakah monitor pada jalur sudah berfungsi dengan benar.
Sampel yang sudah diambil dari jalur pengemasan hendaklah tidak dikembalikan.
Produk yang telah mengalami kejadian tak normal hendaklah khusus diperiksa, diinvestigasi
dan disetujui terlebih dahulu oleh personil yang diberi wewenang sebelum dimasukkan ke
dalam proses pengemasan. Hendaklah dibuat cacatan detil dari aktifitas tersebut.
Bila selama rekonsiliasi ditemukan perbedaan yang signifikan atau tidak normal
antara jumlah produk ruahan dan bahan pengemas cetak dibandingkan terhadap jumlah unit
yang diproduksi, maka sebelum diluluskan hendaklah dilakukan investigasi dan
pertanggungjawaban secara memuaskan terlebih dahulu.
Setelah proses pengemasan selesai, bahan pengemas yang tidak terpakai tetapi telah
diberi prakodifikasi hendaklah dimusnahkan dan pemusnahan tersebut dicatat. Bila bahan
cetakan belum diberi prakodifikasi akan dikembalikan ke persediaan gudang, hendaklah
mengikuti prosedur terdokumentasi.
Pada penyelesaian kegiatan pengemasan, hendaklah kemasan terakhir diperiksa
dengan cermat untuk memastikan bahwa kemasan produk tersebut sepenuhnya sesuai dengan
Prosedur Pengemasan Induk. Hanya produk yang berasal dari satu bets dari satu kegiatan
pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu palet.
Setelah proses rekonsiliasi pengemasan, kelebihan bahan pengemas dan produk
ruahan yang akan disingkirkan hendaklah diawasi dengan ketat agar hanya bahan dan produk
yang dinyatakan memenuhi syarat saja yang dapat dikembalikan ke gudang untuk
dimanfaatkan lagi. Bahan dan produk tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas.
Supervisor hendaklah mengawasi penghitungan dan pemusnahan bahan pengemas
dan produk ruahan yang tidak dapat lagi dikembalikan ke gudang. Semua sisa bahan
pengemas yang sudah diberi penandaan tapi tidak terpakai hendaklah dihitung dan
dimusnahkan. Jumlah yang dimusnahkan hendaklah dicatat pada Catatan Pengemasan Bets.
Supervisor hendaklah menghitung dan mencatat jumlah pemakaian neto semua bahan
pengemas dan produk ruahan.
Tiap penyimpangan hasil yang tidak dapat dijelaskan atau tiap kegagalan untuk
memenuhi spesifikasi hendaklah diselidiki secara teliti dengan mempertimbangkan bets atau
produk lain yang mungkin juga terpengaruh. Setelah rekonsiliasi disetujui, produk jadi
hendaklah ditempatkan di area karantina produk jadi sambil menunggu pelulusan dari kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) (Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Nomor 13 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Nomor Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan
Obat Yang Baik, 2018).
C. METODE ANALISIS
Metode analisa menjadi menjadi peranan penting didalam membuat suatu produk
farmasi. Metode analisa juga mencakup pengambilan sampel, pengujian, dan catatan
(termasuk lembar kerja pengujian/analisis dan/atau buku catatan laboratorium) yang dibuat
dalam prosedur tertulis. (CPOB, 2018).
Menurut USP 30-National Formulary 25 (2007), metode analisis diklasifikasikan
dalam 3 kategori, yaitu:
a. Kategori I Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar komponen utama
dalam bahan baku obat dan sediaan obat jadi atau bahan aktif lainnya seperti pengawet.
b. Kategori II Metode analisis yang digunakan untuk penetapan cemaran dalam bahan baku
obat atau hasil degradasinya dalam sediaan obat jadi.
c. Kategori III Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kinerja dan kualitas sediaan
obat jadi, seperti uji disolusi dan uji pelepasan obat.
d. Kategori IV Uji identifikasi
Metode analisis hendaklah divalidasi. Validasi metode anlisis merupakan proses yang
dilakukan melalui percobaan laboratorium dimana karakteristik dari suatu prosedur
memenuhi persyaratan untuk aplikasi analisis (USP XXXVII, 2014). Tujuan validasi metode
analisis adalah untuk menunjukkan bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya.
Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap 4 jenis:
1. uji identifikasi
2. uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity)
3. uji batas impuritas
4. uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau komponen
tertentu dalam obat.
Metode analisis lain, seperti uji disolusi untuk obat atau penentuan ukuran partikel untuk
bahan aktif obat, hendaklah juga divalidasi.
Uraian singkat mengenai jenis uji metode analisis adalah sebagai berikut:
1. Uji identifikasi bertujuan untuk memastikan identitas analit dalam sampel. Uji ini
biasanya dilakukan dengan membandingkan karakteristik sampel (misal:
spektrum, profil kromatogram, reaksi kimia, dan lain-lain) terhadap baku
pembanding;
2. Pengujian impuritas dapat dilakukan melalui uji kuantitatif atau uji batas impuritas
dalam sampel. Masing-masing pengujian tersebut bertujuan merefleksikan secara
tepat karakteristik kemurnian sampel. Karakteristik validasi yang lain diperlukan
untuk uji kuantitatif dibanding untuk uji batas impuritas;
3. Prosedur penetapan kadar bertujuan untuk menentukan kadar analit dalam sampel.
Dalam hal ini penetapan kadar menunjukkan pengukuran komponen utama yang
terkandung dalam bahan aktif obat. Untuk obat, karakteristik validasi yang serupa
juga berlaku untuk penetapan kadar zat aktif atau komponen tertentu.
Karakteristik validasi yang sama juga dapat dilakukan untuk penetapan kadar
yang berkaitan dengan metode analisis lain (misal uji disolusi).
Parameter-parameter Validasi Metode Analisis:
Pada tabel diatas pada ICH tidak ada parameter validasi metode analisis kekasaran
(rudgedness) . Sedangkan pada USP tidak ada parameter validasi metode analisis kesesuaian
sistem.
Parameter-parameter validasi metode analisis (VMA) adalah parameter uji yaitu:
1. Akurasi / Accuracy
Akurasi atau ketepatan merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk
memperoleh nilai yang sebenarnya (ketepatan pengukuran). Akurasi merupakan ketelitian
metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai
konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi merupakan tingkat keyakinan hasil
pengujian dengan hasil sebenarnya. Akurasi harus dilakukan pada range spesifik pada
prosedur pengujian.
Akurasi diukur dengan melakukan “spiking” dari matriks sampel dengan konsentrasi
analit standar dan menganalisis sampel menggunakan metode yang divalidasi. Pada prosedur
dan dilakukan perhitungan akurasi (% recovery juga) akan bervariasi dari satu matriks ke
matriks lainnya. Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan
data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi
dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali.
Akurasi dinyatakan sebagai presentase (%) perolehan kembali (recovery). Ketepatan metode
analisis dihitung dari bersarnya rata-rata kadar yang diperoleh dari serangkaian pengukuran
dibandingakn dengan kadar sebenarnya.
Terdapat lima metode dalam penentuan akurasi dari metode analisis yaitu:
 Menggunakan metode analisis untuk penentuan kadar analit dalam bahan baku aktif
yang telah diketahui kadar kemurniannya
 Bahan baku aktif atau cemaran dalam jumlah yang diketahui. Jumlah diketahui
ditambahkan dalam plasebo. Cara ini untuk penerapan kadar baku aktif/cemaran
dalam produk obat
 Verifikasi akutas metode dapat dilakukan dengan penambahan standar adisi dalam
jumlah tertentu pada produk obat yang telah diketahui kadarnya. Ini dilakukan bila
plasebo tidak dapat diperoleh.
 Menambahkan cemran dalam jumlah tertentu yang telah diketahui ke dalam produk
obat. Metode analis ini digunakan untuk penerapan kadar cemaran dalam bahan baku
aktif dan produk obat
 Membandingkan dua metode analisis untuk mengetahui ekivalensinya. Ini dilakukan
dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dari metode analisis yang
divalidasi terhadapa hasil yang diperoleh dari metode analis yang valid. Metode
analisis ini digunakan untuk penetapan kadar bahan baku aktif dalam bahan baku
aktif, produk obat dan penetapan kadar cemaran.
2. Presisi /Precision
Presisi atau ketelitian merupakan kemampuan suatu metode analisis menunjukkan
kedekatan suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang homogen. Presisi adalah
ukuran keterulangan metode analisis. Nilainya ditunjukkan dengan simpangan baku relatif
(Relative Standar Deviation) atau RSD dari sejumlah sampel yang berbeda signigikan secara
statistik. Presisi diukur dengan injeksi seri standar atau menganalisis seri sampel dari mutiple
sampling dari lot yang homogen. Dari beberapa sampel tersebut akan didapatkan rata-rata
dan dihitung nilai RSD-nya.
Terdapat tiga kategori dalam pengujian nilai presisi, yaitu:
 Keterulangan, nilai ini ditentukan dengan menggunakan minimum 9 penentuan dalam
rentang penggunaan metode analisis (misalnya 3 konsentrasi/3 replikasi)
 Presisi antara, merupakan perbedaam antar analis dengan sumbern reagen dan hari
yang berbeda
 Reprodusibilitas, didapatkan dengan menggunakan beberapa laboratorium untuk
validasi metode analisis. Ini dilakukan dengan tujuan mengetahui lingkungan yang
berbeda terhadap kinerja metode analisis.
Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan 2
parameter yang pertama, yaitu keterulangan dan presisi antara. Reprodusibilitas biasanya
dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar laboratorium.
Persyaratan RSD sebagai berikut ini:

Persyaratan RSD untuk presisi


3. Spesifisitas
Spesifisitas atau selektifitas adalah kemampuan metode analisis untuk mengukur
secara akurat suatu analit dengan keberadaan pengganggu yang berada dalam matriks sampel.
Pengganggu merupakan komponen-komponen lain dalam matriks semisal ketidakmurnian,
produk degradasi dan komponen dalam matriks sendiri. Spesifisitas ditunjukkan dengan
adanya perbedaan nyata antara resolusi antara dua puncak yang berdampingan dan kemurnian
tiap puncak dalam kromatogram. Untuk instrument HPLC adalah Rs:1,2-1,5. Untuk
instrument spektofotometer UV/VIS adalah jarak antara dua puncak yang berdampingan
dengan resolution factor (Rf) > 2,5.
Dalam ICH dibagi spesifitas menjadi 2 kategori yaitu uji identifikasi dan uji
kemurnian. Uji identifikasi ditunjukkan dengan kemampuan metode analisis membedakan
antar senyawa yang mempunyai stuktur molekul yang mirip. Uji kemurnian ditunjukkan oleh
adanya daya pisah 2 senyawa yang berdekatan (dalam kromatografi). Senyawa-senyawa
tersebut merupakan komponen utama atau komponen aktif suatu pengotor. Jika dalam suatu
uji terdapat pengorot maka metode uji seharusnya tidak terpengaruh.
4. Batas Deteksi / Limit Of Detection (LOD)
Batas deteksi adalah kuantitas terkecil dari analit yang dapat dideteksi dan tidak perlu
sampai ditentukan nilainya secara kuantitatif. Pendekatan instrumental dan non instrumental
dapat digunakan, seperti :
 Evaluasi visual
Evaluasi ini digunakan untuk metode analisis non instumental, tapi dapat juga untuk
metode analisis instumental. Batas deteksi ditentukan dengan melakukan analisis
terhadap sampel yang diketahui konsentrasinya dan menetapkan kadar terendah yang
dapat dideteksi dengan baik.
 Singan to noise ratio, rasio signal dengan noise Pendekatan ini diterapkan pada
metode analisi yang memberikan baseline noise. Penentuan signal to noise dilakukan
dengan membandingkan pengukuran signal sampel yang diketahui mengandung analit
dalam konsentrasi rendah dan blanko, kemudian dapat ditetapkan konsentrasi
minimum analit yang dapat dideteksi dengan baik. Rasio signal to noise sama dengan
3 atau 2 : 1 umumnya dianggap dapat diterima untuk memperkirakan batas deteksi.
 Standar Deviasi dari respon terhadap slope (tingkat kemiringan)
 Standar Deviasi dari blanko Mengukur beberapa respon dari larutan blanko dan
hitung simpangan baku dari respon.
 Kurva kalibrasi dibuat dengan contoh yang mempunyai rentang di sekitar batas
deteksi. Residu simpangan baku (residual standard deviation) atau simpangan baku
dari y-intercepts dari garis regresi adalah σ (simpangan baku).
5. Batas Kuantifikasi (Limit Of Quantitation) / LOQ
Batas kuantifikasi adalah konsentrasi terendah dimana instument dapat mendeteksi
dan mengkuantifikasi. Batas kuantifikasi merupakan jumlah konsentrasi analit paling kecil
yang masih dapat diukur dengan akurat (tepat) dan presisi (teliti) yang dapat diterima pada
kondisi operasional metode yang digunakan. Perbandingan noise terhadap signal adalah 1 :
10. Pendekatan LOQ adalah prosedur instrumental dan non instrumental yang didasarkan
pada:
 Evaluasi visual Ini digunakan untuk metode analisis non instumental, akan tetapi juga
dapat digunkan untuk metode analisis instumental. Batas Kuantifikasi ditentukan
dengan melakukan analisis terhadap sampel yang diketahui konsentrasinya dan
menetapkan kadar terendah analit yanf dapat ditentukan secara kuantitatif dengan
akurasi dan preseisi yang dapat diterima
 Signal to noise ratio, perbandingan noise dengan signal Pendekatan ini hanya dapat
digunakan pada metode analisis yang memberikan baseline noise. Penentuan rasio
signal terhadap noise dilakukan dengan membandingkan signal yang diukur dari
sampel yang mempunyai konsentrasi analit yang rendah dan blankonya, kemudian
ditentukan konsentrasi terendah analit yang dapat ditetapkan secara kuantitatif dengan
baik, umumnya pada rasio signal terhadap noise 10:1.
 Standar Deviasi dari respon dengan slope (kemiringan)
 Standar Deviasi dari blanko Mengukur beberapa respon dari larutan blanko dan
hirung simpangan baku dari respon.
 Kurva Kalibrasi dibuat dengan contoh yang mempunyai rentang di sekitar batas
deteksi. Residu simpangan baku (residual standard deviation) atau simpangan baku
dari y-intercepts dari garis regresi adalah
 Evaluasi visual Ini digunakan untuk metode analisis non instumental, akan tetapi juga
dapat digunkan untuk metode analisis instumental. Batas Kuantifikasi ditentukan
dengan melakukan analisis terhadap sampel yang diketahui konsentrasinya dan
menetapkan kadar terendah analit yanf dapat ditentukan secara kuantitatif dengan
akurasi dan preseisi yang dapat diterima
 Signal to noise ratio, perbandingan noise dengan signal Pendekatan ini hanya dapat
digunakan pada metode analisis yang memberikan baseline noise. Penentuan rasio
signal terhadap noise dilakukan dengan membandingkan signal yang diukur dari
sampel yang mempunyai konsentrasi analit yang rendah dan blankonya, kemudian
ditentukan konsentrasi terendah analit yang dapat ditetapkan secara kuantitatif dengan
baik, umumnya pada rasio signal terhadap noise 10:1.
 Standar Deviasi dari respon dengan slope (kemiringan)
 Standar Deviasi dari blanko Mengukur beberapa respon dari larutan blanko dan
hirung simpangan baku dari respon.
 Kurva Kalibrasi dibuat dengan contoh yang mempunyai rentang di sekitar batas
deteksi. Residu simpangan baku (residual standard deviation) atau simpangan baku
dari y-intercepts dari garis regresi adalah σ (simpangan baku).
Yang digunakan untuk limit deteksi di laboratorium adalah nilai LOQ, karena nilai
LOQ dapat dipertanggungjawabkan untuk masalah presisi dan akurasi yang didapatkan. LOD
dan LOQ merupakan satu hal yang sama yakni sama-sama konsentrasi terendah, dimana
LOD lebih rendah dari LOQ. LOQ mempunyai akurasi dan presisi yang dapat diterima,
sedangkan LOD merupakan konsentrasi terendah yang akurasi dan presisinya tidak dapat
diterima, artinya kemungkinan besar hasil yang ditunjukkan tidak valid jika kadar sampel
diantara LOD dan LOQ. Oleh karena itu, yang digunakan sebagai konsentrasi terendah yang
boleh digunakan dalam metode tersebut adalah hasil dari LOQ.
Rumus LOD dan LOQ:
LOD = x + 3SD
LOQ = x + 10SD
*x = rata-rata pengujian blanko
Rumus di atas adalah perhitungan LOD dan LOQ teoritis. Tetapi hasil perhitungan
dari rumus harus dilakukan konfirmasi dengan melakukan pengujian kembali dengan
konsentrasi yang dihasilkan pada pengujian LOD.
6. Linearitas
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk menunjukkan
hubungan secara langsung secara langsung atau proporsional antara respon detektor dengan
perubahan konsentrasi analit. Diuji secara statistik, yaitu Linear Regression (y = a + bx)
dimana b adalah kemiringan slope garis regresi dan a adalah perpotongan dengan sumbu y.
Pengujian dilakukan paling tidak dengan menggunakan 5 kadar yang berbeda, kemudian
dilihat apakah memberikan respons yang linear apa tidak, yang ditunjukkan dengan nilai r ≥
0,98.
Linearitas ditentukan dengan injeksi beberap seri standar larutan stok menggunakan
solven/fase gerak, pada minimum 5 konsentrasi yang berbeda pada kisaran 50-150%. Grafik
linearitas akan diplot manual menggunakan Microsoft Excell (konsentrasi vs Respon area
puncak). parameter linieritas tidak harus dilakukan pada semua metode, tetapi hanya untuk
metode yang biasanya menggunakan instrument laboratorium dan mengharuskan adanya
pembuatan deret standar. Selain linieritas, ada juga yang disebut rentang kerja. Rentang kerja
adalah suatu nilai atau batas yang dihasilkan dari pernyataan yang didasari oleh batas
terendah dan tertinggi dari konsentrasi analit yang mampu dideteksi secara linier, akurat, dan
presisi.
7. Kisaran (Range)
Kisaran adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis
menunjukkan akurasi, presisi dan linearitas yang mencukupi. Kisaran konsentrasi yang diuji
tergantung pada jenis metodenya. Kisaran diukur menggunakan baku dengan kisaran 25. 50,
75, 100, 125 dan 150% dari konsentrasi analit yang diharapkan. Kisaran konsentrasi adalah
kisaran dimana linearitas dilakukan.
8. Kekasaran (Ruggedness)
Kekasaran merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dibawah kondisi
yang bermacam-macam. Ini ditunjukkan sebagai % RSD. Kondisi-kondisi ini meliputi
laboratorium, analisis, alat, reagen, dan waktu percobaan yang berbeda.
9. Ketahanan (Robustness) /Ketegaran
Ketahanan merupakan kapsitas suatu metode analisi untuk tidak terpengaruh oleh
variasi-variasi kecil dalam parameter metode analisis. Contoh variasi-variasi kecil dalam
pengujian dengan HPLC antara lain : pH fase gerak, suhu, tekanan, stabilitas, konsentrasi
buffer, flow rate, suhu kolom dan lain-lain. Dalam metode analisis ada tahap-tahap kritis
dimana bila tidak dikerjakan secara hati-hati akan menimbulkan kesalahan yang besar.
Dilakukan dengan memvariasikan kondisi analisis sedemikian rupa dan mengukur
pengaruhnya terhadap presisi dan akurasi yang dicapai. Parameter ini bertujuan untuk
membantu dalam mengantisipasi dan mengeliminasi sumber kesalahan yang mungkin terjadi.
Parameter ini juga mendemonstrasikan bahwa metode stabil terhadap perubahan kondisi
metode yang kecil.
Untuk uji robustness tidak perlu menghitung akurasi dan presisi dikarenakan akurasi
dan presisi utuk perbandingan kedua metode sudah ditentukan dengan menggunakan uji beda
nyata yakni uji f dan uji t. Dimana hasil uji F digunakan untuk presisi dan hasil uji T
digunakan untuk akurasi. Hasil perhitungan kedua uji tersebut kemudian akan dibandingkan
dengan tabel masing-masing. Dimana hasil yang diharapkan adalah F data T hitung < dari
pada F atau T tabel, hal ini menunjukkan bahwa akurasi dan presisi dari kedua metode
tersebut tidak berbeda nyata.
Presisi : Uji F
Akurasi : Uji t
10. Kesesuaian Sistem
Seorang analis harus memastikan bahwa sistem pengujian yang dilakukan setiap haru
memberikan data yang dapat diterima. Dalam USP parameter-parameternya untuk
mennetukan kesesuaian sistem antara lain:
 Jumlah lempeng teori (N)
 Tailing factor
 Kapasitas
 Nilai RSD tinggi puncak
 Luas puncak dari serangkaian injeksi
Elemen-elemen data yang dibutuhkan untuk Uji Validasi Baik USP maupun ICH keduanya
menerangkan bahwa tidak selamanya parameter untuk mengevaluasi validasi metode perlu
diuji. USP membagi metode-metode analisis ke dalam kategori yang terpisah, yaitu :
1. Penentuan kuantitatif komponen-komponen utama atau bahan aktif.
2. Penentuan pengotor (impurities) atau produk-produk hasil degradasi.
3. Penentuan karakteristik-karakteristik kinerja
4. Pengujian identifikasi

Hal-hal Untuk Validasi Metode Analisa


Dalam melakukan validasi metode analisa diperlukan perangkat untuk melakukannya,
yaitu:
 Sample uji
sampel ini diuji untuk memberikan presisi dan interferensi yang dihitung setiap kali
dilakukan pengujian. Hasil pengujian akan menghasilkan penyimpangan dari hasil
presisi sampel yang diuji secara rutin. Sampel rutin yang digunakan adalah sampel
yang biasa digunakan dalam pengujian
 Spking Material
Spiking material digunakan untuk melihat working range suatu sampel yang memiliki
konsentrasi dibawah limit deteksi dari instument. Ini tidak harus dilakukan pada
semua metode, hanya metode tertentu yang memang di dalamnya mengharuskan
untuk adanya spiking material. Spiking dilakukan jika kadar dalam sampel dibawah
limit deteksinya.
 Incured Material
Incured material adalah penggunaan sampel yang tidak mengandung analit.
 Standar
Standar atau CRM (Certified Reference Material) digunakan berdasarkan kebutuhan.
 Blanko
Blanko digunakan untuk menjadi kontrol chart dalam pengujian. Blanko ada 2 yaitu
blako sampel dan blanko reagen. Blanko sampel adalah sampel murni tanpa danya
analit. Blanko sampel dibuat dengan cara dilakukan pengenceran sebanyak-
banyaknya hingga analit hilang. Blanko reagen adalah blanko yang didalamnya hanya
ada pereaksi dilakukan dalam pengujian tersebut.
 Statistika
Ilmu statistika digunakan untuk menghitung dan menetapkan parameter
keberterimaan. Statistika dasar yang dihitung adalah rata-rata, RSD, % RSD, uji T dan
Uji F.
Revalidasi Metode Analisa
Metode analisis harus dipelihara sehingga selalu dalam keadaan tervalidasi selama
digunakan rutin dalam pengujian. Revalidasi metode analisis dari sebuah prosedur pengujian
dilakukan bila terdapat perubahan-perubahan antara lain:
 Perubahan pada fase gerak
 Perubahan pada kolom HPLC
 Perubahan suhu pada kolom HPLC
 Perubahan konsentrasi/komposisi dari sampel dan standar
 Perubahan detektor (misalnya berubah dari detektor UV-Visibel menjadi detektor
fluorimetri atau perubahan rentang gelombang)
Periode revalidasi metode analisis harus ditentukan dengan ilmiah atau bisa juga
dengan kajian risiko mutu. Revalidasi dilakukan untuk memastikan performa karakteristik
penting seperti spesifitas, presisi, akurasi dan yang lain-lain tetap memenuhi syarat. Tingkat
dari revalidasi tergnatung dari sejauh apa perubahan tersebut.
Transfer Metode Analisa
Metode analisis pengujian dibuat oleh bagian RnD kemudian dilakukan transfer
metode analisis ke bagian Laboratorium QC di industri farmasi. Selama transfer metode
analisis, dokumen dan bukti harus terdokumentasi dengan baik. Bukti harus menujukkan
performa metode analisis tidak berbeda antar lab RnD dan lab QC. Secara umum, ini
dibutikan dengan membandingkan hasil pengujian yang didapat oleh analis di lab RnD
dengan analis pada lab QC dimana metode ini ditransfer. Kedua hasil pengujian di RnD vs
Lab QC harus dibandingkan dengan metode statistik dimana hasilnya harus berada pada
range yang telah ditentukan. Semua kegiatan dan bukti transfer metode dituangkan dalam
protokol dan laporan transfer metode analisis.
D. PENGUJIAN
Semua kegiatan pengujian yang diuraikan dalam izin edar obat hendaklah
dilaksanakan menurut metode yang disetujui. Hasil pengujian yang diperoleh hendaklah
dicatat dan dicek untuk memastikan bahwa masing-masing konsisten satu dengan yang lain.
Semua kalkulasi hendaklah diperiksa dengan kritis.
Pengujian yang dilakukan hendaklah dicatat dan catatannya hendaklah mencakup
paling sedikit data sebagai berikut:
a) nama bahan atau produk dan, di mana perlu, bentuk sediaan;
b) nomor bets dan, di mana relevan, pembuat dan/atau pemasok;
c) rujukan spesifikasi dan prosedur pengujian yang relevan;
d) hasil pengujian, termasuk pengamatan dan kalkulasi, dan acuan kepada semua
sertifikat analisis;
e) tanggal pengujian;
f) paraf orang yang melaksanakan pengujian;
g) paraf orang yang melakukan verifikasi terhadap pengujian dan kalkulasi, di mana
perlu;
h) pernyataan pelulusan atau penolakan (atau keputusan status lain) yang jelas dan
tanda tangan orang yang bertanggung jawab yang dilengkapi dengan tanggal.
Semua pengawasan selama-proses, termasuk yang dilakukan dalam area produksi
oleh personil produksi, hendaklah dilaksanakan menurut metode yang disetujui kepala bagian
Pengawasan Mutu dan hasilnya dicatat.
Hasil uji di luar spesifikasi (HULS), yang diperoleh selama pengujian bahan atau
produk, hendaklah diselidiki menurut prosedur yang disetujui. Catatannya hendaklah
disimpan.
PERSYARATAN PENGUJIAN
Bahan Awal dan Bahan Pengemas. Sebelum meluluskan bahan awal atau bahan
pengemas untuk digunakan, kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah memastikan bahwa
bahan tersebut telah diuji kesesuaiannya terhadap spesifikasi untuk identitas, kekuatan,
kemurnian dan parameter mutu lain. Pengujian identitas hendaklah dilaksanakan pada sampel
dari tiap wadah bahan awal.
Produk Jadi. Untuk tiap bets produk jadi, hendaklah dilakukan pengujian (di
laboratorium) atas kesesuaian terhadap spesifikasi produk akhirnya, sebelum diluluskan.
Produk jadi yang tidak memenuhi spesifikasi dan kriteria mutu lain yang ditetapkan
hendaklah ditolak. Pengolahan ulang dapat dilakukan, apabila laik, namun produk hasil
pengolahan ulang hendaklah memenuhi semua spesifikasi dan kriteria mutu lain yang
ditetapkan sebelum diluluskan untuk distribusi.
Pemantauan Lingkungan. Hendaklah dilakukan sebagai berikut:
a) pemantauan teratur mutu air untuk proses, termasuk pada titik penggunaan,
terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologis. Jumlah sampel dan metode pengujian
hendaklah mampu mendeteksi organisme indikator dalam konsentrasi rendah,
misalnya Pseudomonas;
b) pemantauan mikrobiologis secara berkala pada lingkungan produksi;
c) pengujian berkala terhadap lingkungan sekitar area produksi untuk mendeteksi
produk lain yang dapat mencemari produk yang sedang diproses; dan
d) pemantauan cemaran udara.
Pengujian Ulang Bahan yang Diluluskan. Hendaklah ditetapkan batas waktu
penyimpanan yang sesuai untuk tiap bahan awal, produk antara, dan produk ruahan. Setelah
batas waktu ini bahan atau produk tersebut hendaklah diuji ulang oleh bagian Pengawasan
Mutu terhadap identitas, kekuatan, kemurnian dan mutu. Berdasarkan hasil uji ulang tersebut
bahan atau produk itu dapat diluluskan kembali untuk digunakan atau ditolak. Bila suatu
bahan disimpan pada kondisi yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan, bahan tersebut
hendaklah diuji ulang dan dinyatakan lulus oleh bagian Pengawasan Mutu sebelum
digunakan dalam proses.
Pengolahan Ulang. Pengujian tambahan terhadap produk jadi hasil pengolahan ulang
hendaklah dilakukan sesuai ketentuan. Uji stabilitas lanjut hendaklah dilakukan terhadap
produk hasil pengolahan ulang sesuai keperluan (Pemastian Mutu) (Peraturan Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 13 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Nomor Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, 2018).

Anda mungkin juga menyukai