2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan kebijakan
pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah yang berlaku efektif mulai tanggal 1
Januari 2001 merupakan kebijakan yang dinilai sangat demokratis dan memenuhi aspek
riil desentralisasi serta terpeliharanya hubungan harmonis antara pusat dan antar daerah
dan antar wilayah. [ CITATION Sal04 \l 1033 ]. Sejak penyelenggaraan pemerintahan daerah
sendiri di Indonesia, pemerintah daerah diberi wewenang untuk mengurus dan mengatur
sendiri urusan pemerintahan daerah, urusan pemerintahan, dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kabupaten dan kota dimulai dengan penyerahan kekuasaan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah yang bersangkutan. Pengalihan kewenangan yang berbeda
dalam rangka desentralisasi tentunya harus disertai dengan dialokasikan nya dana kepada
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang
terpenting adalah sumber pembiayaan yang dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) [ CITATION Rid03 \l 1033 ].
Secara umum, sumber keuangan (pendapatan) ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kategori sumber keuangan. Kategori pertama adalah pendapatan yang diperoleh
pemerintah daerah dari sumber-sumber di luar pemerintah daerah (external sources) di
luar pemerintah daerah yang bersangkutan (selain pemerintah dan perangkatnya) dan
bukan penduduk di daerah yang terkena bencana, seperti pemerintah pusat, tingkat
pemerintahan di atas pemerintah daerah yang bersangkutan, negara asing, perorangan dan
pihak ketiga. Kategori kedua adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah dari
sumber-sumber yang dikelola oleh pemerintah daerah itu sendiri (local sources) meliputi
pendapatan kategori ini meliputi pajak daerah (local tax, sub national tax), retribusi
daerah (local retribution, fees, local licence) dan hasil struktur wirausaha (local owned
enterprise) yang dimiliki daerah [ CITATION Rid03 \l 1033 ].
Salah satu komponen PAD yang menjadi konsentrasi pada makalah ini adalah
Retribusi daerah. Retribusi daerah pada umumnya dikelola secara mandiri oleh masing-
masing daerah, artinya penyelenggaraan retribusi daerah berbeda-beda antara daerah yang
satu dengan daerah yang lain. Peraturan pemerintah no 66 tahun 2001 berdasarkan tarif
daerah, salah satu tarif retribusi daerah adalah tarif kesehatan. Pajak kesehatan ini
termasuk dalam pajak atas pelayanan publik yang berpotensi untuk berkontribusi dalam
peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Retribusi Pelayanan Kesehatan
termasuk pada retribusi jasa umum. Retribusi jasa umum adalah pajak atas layanan yang
diberikan atau dilakukan oleh pemerintah daerah, untuk tujuan kepentingan umum dan
untuk keuntungan dan dari mana orang perseorangan atau badan hukum mendapat
manfaat dari orang perseorangan atau badan hukum.
Salah satu objek retribusi jasa umum yang dikelola oleh pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan. Berdasarkan latar belakang permasalahan
diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Analisis Kontribusi Retribusi
Pelayanan Kesehatan Guna Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Daerah
Istimewa Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah
PEMBAHASAN
Hasil data tabel diatas dapat dijelaskan Kontribusi Retribusi Pelayanan Kesehatan
terhadap Retribusi Daerah Yogyakarta tahun 2017 – 2021 sebagai berikut:
a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa
usaha atau retribusi perizinan tertentu.
b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang
diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan
kemanfaatan umum.
d. Jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau badan yang
membayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakat yang
tidak mampu.
e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya.
f. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu
sumber pendapatan daerah yang potensial.
g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat
dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
KESIMPULAN
Kuncoro. (2010). Ekonomi pembangunan teori dan aplikasi untuk bisnis dan ekonomi. UPP
AMP YKPN Yogyakarta.
Riduansyah, M. (2003). KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) GUNA MENDUKUNG
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL.
7, NO. 2,.
Salam, D. S. (2004). Manajemen Pemerintahan Indonesia. Djambatan,Cet. Ke-2. Jakarta.