Anda di halaman 1dari 14

KOMPETENSI DASAR (KD):

•Menganalisis kebahasaan cerita atau novel sejarah.


3.2

PEMBELAJARAN 1

Tujuan Pembelajaran

Setelah pembelajaran ini diharapkan peserta didik mampu mengidentifikasi kebahasaan cerita
atau novel sejarah.

CERITA (NOVEL) SEJARAH

sumber: goodreads.com

Pernahkah kamu membaca novel yang berlatar belakang sejarah? Misalnya, novel Rumah Kaca
dan Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer atau novel-novel sejarah lain yang
berlatarbelakang sejarah kerajaan Majapahit berjudul Kemelut Majapahit karya SH. Mintarja
atau novel Kartini karya Mari kita perhatikan contoh teks di bawah!

Teks 1 Teks 2
Candi Borobudur Pangeran Bondowoso dan Lorojonggrang

Candi Borobudur merupakan salah satu Sebuah kerajaan besar jatuh di musuh,
keajaiban dunia yang berasal dari Indonesia. kerajaan tersebut memiliki seorang putri cantik
Candi Borobudur sendiri merupakan bernama Roro Jonggrang. Pangeran
peninggalan terbesar agama Buddha yang ada Bondowoso jatuh hati padanya dan berniat
di dunia. Candi ini dibangun sekitar tahun 824 menikahi sang putri. Namun tentu saja Roro
M pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Jonggrang tidak menyukai pangeran
Syailendra. Bondowoso sehingga meminta sarat yang sulit
yaitu membuat seribu candi hanya dalam
Candi Borobudur merupakan monumen waktu semalam. Ternyata pangeran
Buddha yang memiliki 504 patung Buddha, 72 Bondowoso menyanggupinya.
stupa terawang dan 1 stupa induk. Candi Dengan bantuan jin dan roh halus
Borobudur memiliki arsitektur Gupta yang sebelum menjelang fajar persyaratan sudah
menggambarkan kekentalan gaya arsitektur hampir dipenuhi Pangeran Bondowoso. Tentu
dari India. saja melihat hal itu Roro Jonggrang panik dan
UNESCO telah mengakui Candi memikirkan cara untuk mencegahnya
Borobudur sebagai salah satu monumen memenuhi persyaratan. Akhirnya sang putri
Buddha terbesar di Indonesia dan dunia serta menyuruh pelayan untuk menumbuk lesung
memuji kemegahannya. Dalam dan menebarkan bunga. Sehingga jin dan roh
pembangunannya, Candi Borobudur halus merasa hari sudah siang dan langsung
membutuhkan waktu sekitar 75 tahun di bawah menghentikan pekerjaannya.
komando arsitek Gunadarma. Pangeran Bondowoso merasa marah saat
60 ribu meter kubik batuan vulkanik mengetahui cara licik Roro Jonggrang padahal
yang digunakan untuk pembangunan candi ini hanya perlu 1 candi lagi untuk memenuhi
diambil dari Sungai Elo dan Progo yang persyaratan. Kemurkaan pangeran Bondowoso
terletak sekitar 2 Km di sebelah timur candi. akhirnya dilampiaskan dengan mengutuk Roro
Pada saat pembangunan, belum dikenal sistem Jonggrang menjadi arca ke 1000 untuk
metrik. Bahkan, satuan panjang yang menggenapkan Candi.
digunakan dalam pembuatan candi adalah tala
yang dihitung dengan cara merentangkan ibu
jari dan jari tengah. Metode pengukuran ini
biasa digunakan untuk mengukur panjang
rambut dari dahi sampai dasar dagu.
Berdasarkan tulisan yang tertulis prasasti
Karangtengah dan Kahulunan, sejarawan J.G.
de Casparis memprediksi bahwa pendiri Candi
Borobudur adalah Samaratunga, raja Mataram
Kuno dari dinasti Syailendra. Samaratungga
mulai membangun candi ini sekitar tahun 824
M. Namun, candi ini baru dapat diselesaikan
pada masa Ratu Pramudawardhani yaitu
putrinya.

Dari dua contoh tersebut dapatkah kalian membedakan teks cerita sejarah tersebut? Ya kalian
benar! Pada contoh pertama merupakan teks sejarah dan pada contoh kedua merupakan contoh
teks cerita sejarah.

Teks cerita sejarah berbeda dengan teks sejarah. Teks sejarah adalah tulisan yang berisi cerita,
kejadian atau peristiwa yang benar-benar pernah terjadi atau berlangsung di masa lalu. Bedanya
sangat jelas bahwa teks sejarah bukanlah cerita imajinasi, namun dapat disampaikan melalui
gaya penulisan prosa nonfiksi maupun fiksi.

1. Pengertian

Pengertian teks cerita sejarah adalah kisah imajinasi yang ditulis dengan tokoh atau latar sejarah
yang benar-benar terjadi. Meskipun imajinatif, teks ini tetap memuat sejarah yang faktual,
namun hanya digunakan untuk latar belakang dan beberapa unsur lainnya saja. Teks cerita adalah
istilah umum. Bisa jadi mengacu pada cerpen, novel, novelet, atau skenario drama.
Pada dasarnya hampir semua prosa atau novel dapat memuat nilai sejarah jika gaya penulisan
yang digunakan adalah gaya realis. Namun, kandungan sejarahnya tidak akan sekuat teks
sejarah. Seorang sastrawan yang sering kali menggunakan fakta-fakta sejarah sebagai latar untuk
mengisahkan tokoh-tokoh fiksinya bermaksud untuk mengisahkan kembali seorang tokoh
sejarah dalam berbagai dimensi kehidupannya, seperti emosi pribadi tokoh, tragedi yang
menimpanya, kehidupan keluarga dan masyarakat, serta pandangan politiknya. Misalnya, novel
Rora Mendut versi Mangunwijaya dan versi Ajip Rosidi; Bumi Manusia, Jejak Langkah, Anak
Segala Bangsa, dan Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer; Kuantar ke Gerbang karya
Ramadhan K.H. yang mengisahkan kehidupan Soekarno ketika menjalin rumah tangga dengan
Inggit Garnasih; Novel Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu Adil karya Remy Silado. Contoh
lain novel The da Vinci Code karya Dan Brown.

Pada pembelajaran teks cerita sejarah yang akan kalian pelajari sekarang adalah kaidah
kebahasaan teks cerita sejarah yang tentunya akan berbeda dari kaidah kebahasaan teks lain.
Kalian akan dapat memiliki gambaran ciri khas bahasa dalam teks cerita sejarah. Menarik
bukan? Apa sebenarnya kaidah kebahasaan teks cerita sejarah dan bagaimana serunya
menganalisis kekhasan kaidah bahasa semua ada di modul ini.
Penanda kekhasan bahasa yang digunakan dalam karya sastra pada umumnya adalah
menggunakan bahasa konotatif dan emotif. Hal ini berbeda dengan bahasa ilmiah yang denotatif
dan rasional. Meskipun demikian, bahasa dalam cerita sejarah tetap mengacu kepada bahasa
yang digunakan masyarakat (konvensional) agar tetap dipahami oleh pembacanya. Penggunaan
bahasa konotatif dan emotif diwujudkan pengarang dengan merekayasa bahasa dengan
menggunakan beragam gaya bahasa, pencitraan, dan beragam pengucapan.
2. Kaidah Kebahasaan
a. Menggunakan Kalimat Bermakna Lampau
Kalimat yang bermakna lampau ditandai dengan kata=kata yang menyatakan bahwa kalimat
tersebut sudah selesai. Hal tersebut ditandai dengan penggunaan kata telah, sudah, terbukti
dan lain-lain.
Contoh:
 Prajurit-prajurit yang telah diperintahkan membersihkan gedung bekas asrama telah
menyelesaikan tugasnya.
 Dalam banyak hal, Gajah Mada bahkan sering mengemukakan pendapatpendapat yang
tidak terduga dan membuat siapa pun yang mendengar akan terperangah, apalagi bila
Gajah Mada berada di tempat berseberangan yang melawan arus atau pendapat umum
dan ternyata Gajah Mada terbukti berada di pihak yang benar
b. Menggunakan Kata yang menyatakan Urutan Waktu
Kalimat tersebut menggunakan konjungsi kronologis atau temporal. Terlihat pada
penggunaan kata seperti: sejak saat itu, setelah itu, mula mula, kemudian.
Contoh
 Mula-mula pertikaian berkisar pada kelakuan Trenggono yang begitu sampai hati
membunuh abangnya sendiri, kemudian diperkuat ...
 Setelah juara gulat itu pergi Sang Adipati bangkit dan berjalan tenangtenang masuk ke
kadipaten.
c. Menggunakan kalimat Tak Langsung
Penggunaan kalimat tak langsung sebagai upaya untuk menceritakan tuturan seorang tokoh
oleh pengarang. Ditandai dengan penggunaan kata mengatakan bahwa, menceritakan
tentang, menurut, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, atau menuturkan.
Contoh
 Mengapa Sultan tak menyatakan sikap menentang usaha Portugis ...?
 Riung Samudera menyatakan bahwa ia masih bingung dengan semua penjelasan Kendit
Galih tentang masalah itu.
 Menurut Sang Patih, Galeng telah periksa seluruh kamar Syahbandar clan ia telah melihat
banyak botol clan benda-benda yang ia tak tahu nama clan gunanya
d. Menggunakan Kata Kerja (verba) Mental
Kata kerja ini merupakan jenis kata kerja yang mengekspresikan respons atau sikap
seseorang terhadap suatu tindakan, keberadaan, atau pengalaman. Kata kerja mental juga
disebut sebagai verba tingkah laku atau kata kerja behavioral yang menggambarkan perilaku
atau tindakan seseorang ketika menghadapi keadaan tertentu.Kata kerja yang menyatakan
sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh.
Contoh
 Jawaban itu mengecewakan para musafir.
 Gajah Mada sependapat dengan jalan pikiran Senopati Gajah Enggon.
 Melihat itu, tak seorang pun yang menolak karena semua berpikir Patih Daha Gajah
Mada memang mampu clan layak berada di tempat yang sekarang ia pegang.
e. Menggunakan Kata Kerja (verba) Material
Kata kerja material adalah kata kerja yang digunakan untuk menunjukkan perbuatan fisik
atau peristiwa. Kata kerja material ini menunjukkan subjek melakukan sesuatu perbuatan.
Karena perbuatannya bersifat material sehingga dapat dilihat atau kasad mata. Kata-kata
yang digunakan seperti Berlari, menulis, melempar, tersenyum, menagis dan sebagainya.
Contoh
 Pada suatu kali, kaki kuda Demak akan mengepulkan debu di seluruh bumi Jawa.
 Dan sebagai patih, ia masih tetap memimpin pasukan gajah, maka Kala Cuwil tak juga
terhapus dalam sebutan.
 Sang Adipati telah menjatuhkan titah: kapal-kapal Tuban mendapat perkenan untuk
berlabuh dan berdagang di Malaka ataupun di Pasai.
f. Mengunakan Kalimat Langsung
Hal ini ditandai banyaknya kalimat langsung atau dialog.
Contoh
"Mana surat itu?"
''Ampun, Gusti Adipati, patik takut maka patik bakar:' "Surat apa, Nyi Gede, lontar
ataukah kertas?"
"Lon... Ion... Ion... kertas barangkali, Gusti, patik tak tahu namanya. Bukan lontar:'
"Bukankah bukan hanya surat saja telah kau terima? Adakah real Peranggi pernah
kau terima juga?"
Ada, Gusti real mas, Patik mohon ampun, karena tiada mengetahui adakah itu
real Peranggi atau bukan:'
g. Menggunakan Kata Sifat untuk Menggambarkan Tokoh, Tempat, atau Peristiwa.
Kalimat ini menggunakan kata-kata seperti prihatin, khawatir, wibawa dan lain-lain.
Contoh
 Pangeran Seda Lepen? Orang menunggu dan menunggu dengan perasaan prihatin
terhadap keselamatan wanita tua itu.
 Gajah Mada mempersiapkan diri sebelum berbicara clan menebar pandangan mata
menyapu wajah semua pimpinan prajurit, pimpinan dari satuan masing-masing. Dari apa
yang terjadi itu terlihat betapa besar wibawa Gajah Mada, bahkan beberapa prajurit harus
mengakui wibawa yang dimiliki Gajah Mada jauh lebih besar dari wibawa Jayanegara.
3. Penggunaan Makna Kias
a. Ungkapan
Selain menggunakan bahasa dengan kaidah kebahasaan seperti diuraikan di atas, novel
sejarah juga banyak menggunakan kata atau frasa yang bermakna kias. Kata atau frasa
bermakna kias ini digunakan penulis untuk membangkitkan imajinasi pembaca saat
membacanya serta memperindah cerita.
Contoh
 Di antara para Ibu Ratu yang terpukul hatinya, hanya Ibu Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri
yang bisa berpikir sangat tenang. Terpukul hatinya artinya sangat sedih.
 Mampukah Cakradara menjadi tulang punggung mendampingi istrinya
menyelenggarakan pemerintahan? Tulang punggung artinya sandaran, sumber kekuatan
 Di sebelahnya, Gajah Mada membeku. Membeku artinya diam saja.
b. Peribahasa
Selain menggunakan kata atau frasa bermakna kias, novel sejarah juga banyak menggunakan
peribahasa, baik yang berbahasa daerah maupun berbahasa Indonesia. Tujuannya adalah
untuk memperkuat latar waktu clan tempat kejadian cerita.
Contoh
Hidup rakyat Majapahit boleh dikata gemah ripah loh jinawi kerta tata raharja, hukum
ditegakkan, keamanan negara dijaga menjadikan siapa pun merasa tenang clan tenteram
hidup di bawah panji gula kelapa. Peribahasagemah ripah loh jinawi kerta tata raharja
merupakan peribahasa Jawa, yang artinya hidup makmur aman tenteram.
4. Analisis Kebahasaan Teks Cerita Sejarah

Baiklah kalian mengetahui bagaimana kaidah kebahasaan teks cerita sejarah. Apabila sudah
memahaminya kalian akan berlatih bagaimana menganalisis kaidah kebahasaan. Namun
sebelumnya bacalahlah dengan saksama teks cerita sejarah berikut!

…. ''Apakah Tuan sudah bermaksud melawan pemerintah?" Karena aku tahu inisiatifnya takkan
berjalan tanpa rnmusan dan tanda tanganku, aku hadapi dia dengan cadangan. "Kalau perintah itu
diberikan padaku setelah predikat 'tenaga ahli' itu dicabut oleh Gubermen, aku akan lakukan
dengan segera, Tuan. Kalau tidak, aku masih punya hak untuk menolak:'
Mukanya jadi kemerah-merahan karena berang. Ya, ya, kau akan kupermain mainkan, Tuan.
Mari kita lihat siapa yang akan lebih tahan. Tetapi, ia tak mendesak lagi dan pergi dengan
bersungut-sungut.Notanya datang lagi, sinya bernada curiga terhadap aku sebagai simpatisan
salah sebuah dari organisasiorganisasi tersebut. Jelas dia belum kenal siapa Pangemanann. Sekali
orang bernama Pangemanann ini jadi Algemeene Secrerie, takkan mudah orang dapat
mengisarkan sejengkal pun dari tempatnya. Aku simpan baik-baik nota itu dan tak kujawab.
Sekarang datang waktunya ia akan mencari-cari kesalahan. Mulailah aku mengingatingat secara
kronologis pekerjaanku sejak 1912 sampai masuk ke tahun 1915. Hanya ada satu hal yang bisa
digugat: analisa dangkal tentang naskah-naskah Raden Mas Minke yang aku anggap tidak
berharga. Naskah-naskah itu aku simpan di rumah untuk jadi milik pribadi. Maka analisis yang
kurang bersungguh-sungguh itu mungkin memberi peluang untuk menuduh aku
menyembunyikan sesuatu pendapat atau kenyataan. Apa boleh buat, aku akan tetap berkukuh
naskah-naskah itu lebih bersifat pribadi daripada umum. Dan aku katakan naskah itu telah
dibakar langsung di kantor dalam tong kaleng kecildikamarku. Walau begitu aku harus bersiap-
siap. Pidato Sneevliet mulai bermunculan dalam terjemahan Melayu, dalam terbitan korankoran
di Sala, Semarang, Madiun, Surabaya. Juga pidato-pidato Baars yang mampu berbahasa Melayu
dan Jawa dengan fasih. Tapi, koran-koran Jawa Barat dan Betawi tampaknya tenang-tenang saja.
Pengaruhnya mulai menjalari panggung pribumi. Tampaknya pengaruhnya dapat diibaratkan
sebuah roda. Sekali orang mengenal dan menggunakannya, dia lantas jadi bagian dari kehidupan.
Dalam pertunjukkan langsung di Sala, jelas benar pengaruh ini bekerja. Lakon yang dimainkan
kala itu adalah Surapati. Setelah beberapa minggu berlalu, ternyata pemain peran utama sebagai
Surapati adalah orang yang itu-itu juga: Marco. Secara khusus kusiapkan bagan peta pengaruh.
Dalam waktu seminggu dapat kulihat, bahwa pengaruh itu laksana lelatu yang memercik dan
meletik-letik ke kota-kota pelabuhan di Jawa Tengah dan Timur, memasuki pedalaman dan
memerciki wilayahwilayah pabrik gula-semua wilayah pabrik gula.
Dewan Hindia telah meminta pada Gubernur Jenderal, demikian yang kudengar dariomongan
orang agar tenaga-tenaga kepolisian yang sudah mulai berpengalaman dalam mengawasi
kegiatan politik pribumi ditetapkan kedudukannya untuk mengurusi soal ini. Kepolisian setempat
yang telah mengambil inisiatif untuk pekerjaan ini supaya diberi pengukuhan, badan koordinasi
supaya dibentuk untuk membantu pembentukan seksi khusus ini. Dasar dari permintaan itu
adalah kegiatan politik Pribumi yang semakin menanjak dengan semakin melonggarkan
hubungan antara Kerajaan dengan Hindia. Kalaupun ada rencana mengirim bantuan militer dari
Kerajaan tak mungkin bisa diharapkan dalam situasi Perang Dunia. Maka juga Angkatan Perang
Hindia seyogianya diperbesar untuk dapat menghadapi segala kemungkinan.
(Toer, Pramoedya Ananta. 2006. Rumah Kaea. Jakarta: Lentera Dipantara, Halaman 387-393)

Hasil analisis kebahasaan novel sejarah Rumah Kaca


Kaidah Kebahasaan Kutipan Keterangan

Menggunakan kalimat Dan aku katakan naskah itu telah dibakar


bermakna lampau. telah dibakar langsung di
kantor dalam tong kaleng kecil
di kamarku.

Menggunakan kata yang Mulailah aku mengingat-ingat Mulailah….sampai


menyatakan urutan waktu. secara kronologis pekerjaanku
sejak 1912 sampai masuk ke
tahun 1915.

Menggunakan kalimat tak Dalam waktu seminggu dapat bahwa


langsung. kulihat, bahwa pengaruh itu
laksana lelatu yang memercik
dan meletik-letik ke kota-kota
pelabuhan di Jawa Tengah dan
Timur, memasuki pedalaman
dan memerciki wilayah-
wilayah pabrik gula-semua
wilayah pabrik gula.

Menggunakan kata kerja Dasar dari permintaan itu semakin menanjak semakin
(verba) mental adalah kegiatan politik melonggarkan
Pribumi yang semakin
menanjak dengan semakin
melonggarkan hubungan
antara Kerajaan dengan
Hindia.

Menggunakan Kata Kerja Dan aku katakan naskah itu dibakar


(verba) Material telah dibakar langsung di
kantor dalam tong kaleng
kecildi kamarku.

Menggunakan kalimat ''Apakah Tuan sudah


langsung bermaksud melawan
pemerintah?" "Kalau perintah
itu diberikan padaku setelah
predikat 'tenaga ahli' itu
dicabut oleh Gubermen, aku
akan lakukan dengan segera,
Tuan. Kalau tidak, aku masih
punya hak untuk menolak:'
Menggunakan kata sifat untuk Tidak ada
menggambarkan tokoh,
tempat, atau peristiwa

Tugas 1
Bacalah kutipan novel berikut!
Bumi Manusia
Karya Pramoedya Ananta Toer

13. TUAN DIREKTUR SEKOLAH MEMAAFKAN KETIDAK-hadiranku yang telah melewati


batas sertifikat dokter. Salam dari Tuan Herbert de la Croix membikin lunak sikapnya. Dalam
beberapa hari aku kejar ketinggalanku.
Tak ada sesuatu kesulitan. Nenenda telah menanamkan kepercay aan pada diri: kau akan berhasil
dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan semua akan jadi mudah,
jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal y ang akan
membodohkan semua.
Aku ikuti nasihatnya, dan aku percay a pada kebenaran wejangannya. Tak pernah aku tertinggal
dibandingkan dengan yang lain-lain, walau pun sesungguhny a aku tak bany ak belajar seperti
yang lain. Tapi sekarang ini memang aku belajar sungguh, mengejar ketinggalan. Bendi dan
kusirnya sekaligus telah dikhususkan oleh Mama untuk kepentinganku. Takpeduli siang atau
malam. Dan dengan kendaraan itu setiap berangkat sekolah aku ambil May Marais, kuturunkan
di sekolahnya di Simpang.
Semua sudah berubah. Terutama diriku sendiri. Sekarang aku merasa lebih berharga di tengah
lalulintas Surabaya di atas bendiku yang mewah. Teman-teman sekolahku kelihatan juga
berubah. Artiny a: agak dan mungkin memang menjauhi aku. Aku anggap saja itu sebagai tanda
penghormatan pada seorangy ang telah merebut peningkatan nilai. Mungkin aku keliru menaksir
diriku, maka harus kuanggap sebagai penilaian sementara.
Nampaknya guru-guruku, dengan adanya bendi mewah itu, lebih bany akmemperlakukan diriku
sebagai orang takdikenal dan sama derajat. Ini pun dugaan sementara.
Aku rasai diriku bukan Minke y ang dulu. Badan tetap, isi dan pengelihatan lain. Tak lagi aku
suka bercanda. Merasa diri lebih berbobot, lebih bany akbertimbang, sebaliknya teman-teman
sekolah tetap kekanak-kanakan. Diri ini sekarang segan mengapung pada permukaan.
Mauny a terus juga tenggelam pada dasar persoalan dalam setiap percakapan dan perbincangan.
Lihat saja. Robert Suurhof tetap takmau mendekati aku. la selalu meny ingkir bila berpapasan.
Dan gadis-gadis teman sekolah juga menvingkiri. seperti aku sumber sampar.
Beberapa kali Tuan Direktur Sekolah memanggil aku untukmendapatkan penegasan adakah
benar aku belum kawin, karena seorang murid y ang telah kawin harus meninggalkan sekolah.
Aku menduga taklain dari Suurhof yang telah mengadu. Tak bisa lain. Hany a dia y ang tahu
asalmuasal perkara ini. Lama-kelamaan kuketahui juga. dugaanku tidakmeleset. Ia telah
menyebarkan omongkosong, menghasut teman-teman sekolah dengan maksud agar menjauhi
aku. (Jadi penilaianku tentang diri sendiri ternyata keliru!) Maka: pandang y ang terarah padaku
menjadi pandang orang-orang yang belum kukenal rasanya.
Semua berubah. Kini kelilingku di sekolah bukan lagi kecerahan.
Sebaliknya: kesunyian yang memanggil-manggil renungan.
Satu-satuny a guru y ang tidakberubah tetap Juffrouw Magda Peters, guru bahasa dan sastra
Belanda. Ia tetap masih tidakbersuami. Pada seluruh kulitnya yang tidak tertutup kelihatan
totoltotol coklat. Matanya y ang coklatbening selalu kelap-kelip. Pada mula mengenal
permunculannya ia dapat menimbulkan tawa. Ia mengesankan diri seakan seekor monyet putih
betina yang bertampang kagetan. Tapi begitu mendengar pelajarannya y ang pertama semua jadi
terdiam.
Kesan monyet putih betina hilang. Totol kulitnya leny ap. Perasaan hormat menggantikan. Dan
inilah kata-katany a waktu untuk pertama kali turun dari Nederland memasuki ruangan kias:
“Selamat siang, para siswa H.B.S. Surabay a. Namaku Magda Peters, guru baru kalian untuk
bahasa dan sastra Belanda. Acungkan tangan barangsiapa tidaksuka pada sastra.”
Hampir semua mengacungkan tangan. Malah ada yang sengaja berdiri untukmeny atakan
antipati.
“Bagus. Terimakasih. Duduklah y ang tertib. Suatu masy arakat paling primitif pun, misalnya di
jantung Afrika sana, takpernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat kitab dalam
hidupnya, takkenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau sastra lisan. Apa tidakhebat
kalau siswa H.B.S., paling tidakny aris sepuluh tahun dudukdi bangku sekolah, bisa tidak suka
pada sastra dan bahasa ? Ya, sungguh hebat.”
Tak ada yang tertawa dan mentertawakan. Suny i-seny ap. “Kalian boleh maju dalam pelajaran,
mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal
hany a hewan y ang pandai.
Sebagian terbesar dari kalian belum pernah melihat Nederland. Aku dilahirkan dan dibesarkan
disana. Jadi aku tahu, setiap orang Belanda mencintai dan membacai karyasastra Belanda. Orang
mencintai dan menghormati kary atulis van Gogh, Rembrandt, para pelukis besar kita dan dunia.
Mereka y ang tidakmencintai dan menghormati dan tidakbelajar mencintai dan menghormati
dianggap sebagai Belanda y ang kurang adab.
Lukisan adalah sastra dalam warna-warni. Sastra adalah lukisan dalam bahasa. Siapa tidak
mengerti mengacung.”
Untuk tidak dianggap sebagai Belanda kurang adab sejak itu orang merasa harus memperhatikan
setiap ucapanny a. Dia telah menggenggam para murid itu dalam tanganny a.
Dan sikap Juffrouw Magda Peters tidak berubah terhadap diriku. Pasti ia telah menangkap juga
sassus Robert Suurhof.
Pada umumny a ia y ang membuka diskusi-sekolah pada hampir setiap Sabtu sore. Ia lakukan
bukan saja dengan senanghati, juga bersemangat. Setiap siswa boleh mengemukakan persoalan
apa saja, umum, pribadi, berita setempat dan internasional sebagai pokok. Bila pokokdari murid
tidak ada baru guru membuka pokokny a sendiri. Mereka yang tidak berminat boleh tidak hadir.
Nyatanya, bila Magda Peters y ang memimpin sebagian terbesar siswa dari semua kias takingin
melewatkan, sehingga harus diadakan di aula dan semua dudukdi lantai. Hany a murid
pembicara yang berdiri. Para guru yang hadir juga dudukdi lantai. Sebagai guru y ang memimpin
orang juga berdiri. Pada kesempatan demikian nampak bahwa seluruh tubuh Magda Peters
memang bertotol.
Untuk dapat mencocokkan keadaan dan sikapku dengan lingkunganku, benar atau
tidakanggapanku tentang diri sendiri dan kelilingku, patut kirany a kudepankan pengalamanku
dalam diskusi-sekolah ini: Aku ajukan pertany aan tentang teori assosiasi Doktor
SnouckHurgronje.
Magda Peters meneruskanny a pada para siswa. Takseorang pun tahu. Ia menoleh sopan pada
para guru. Takada y ang bergerakmenanggapi. Kemudian ia sendiri bicara: “Juga aku sendiri tak
tahu betul. Boleh jadi itu satu pokok “y ang disarankan dalam kehidupan politik kolonial.
Tahukah para siswa apa politik kolonial ?” Takberjawab. “Itulah stelsel atau tatakuasa
untukmengukuhi
kekuasaan atas negeri dan hanesa-bangsa jajahan. Seorang y ang meny etujui stelsel itu adalah
orang kolonial. Bukan saja meny etujui, juga membenarkan, melaksanakan dan membelanya.
Termasuk di dalamny a adalah juga mereka y ang bertujuan, bercita-cita, bermaksud,
berterimakasih pada stelsel kolonial. Soal pokokdi dalamnya adalah masalah penghidupan. Para
siswa, semua ini sebenarny a belum perlu menjadi perhatian. Untuk itu para siswa masih terlalu
muda. Sekirany a hal itu dituangkan dalam karyasastra pasti akan lebih menarik, seperti telah
beberapa kali para siswa diperkenalkan pada kary a Multatuli. Coba, Minke, kau yang
menerangkan apa itu dan bagaimana teori assosiasi Doktor SnouckHorgronjc.”
Kuterangkan sekedarny a tentang apa y ang pernah kudengar dan tanggapanku sendiri atas cerita
Miriam de la Croix.
“Stop!” kata Magda Peters. “Pokok seperti itu belum boleh dihadapkan di depan sekolah H.B.S.
Terserah kalau di luar sekolah. Itu adalah urusan Sri Ratu, Pemerintah Nederland, Gubernur
Jendral dan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Sebaikny a kalau ada keinginan para siswa
mencari sendiri di luar sekolah. Karena para siswa tak ada y ang punya pokok, aku akan ajukan
pokokku sendiri.
“Baru-baru ini aku temukan sebuah tulisan tentang kehidupan di Hindia.
Terlalu sedikit orang menulis tentang ini. Karena itu justru menarik perhatianku. Boleh jadi
penulisnya seorang Indo-Eropa. Barangkali, kataku. Ada di antara para siswa pernah
membacany a ? Judulny a: UU het sehoone Leven van een mooie Boerin*. Pengarangny a
bernama: Max Tollenaar.”
Beberapa tangan diacungkan. Aku sembuny ikan perasaanku. Max Tollenaar adalah nama-
penaku.
Judul asli telah diubah dan di dalamny a juga terdapat perbaikan redaksi, y ang tidak semua aku
„setujui.
Juffrouw Magda Peters mulai membacakan, menempatkan tekatian dan tarikan kata sedemikian
rupa sehingga suarany a meny any i dan tulisan itu terdengar lebih indah daripada y ang
kumaksud.
Ya, boleh dikata terdengar seperti puisi panjang, rimbun dengan haruan. Hampir orang tak
berkedip mendengarkan. Dan selesai pembacaan orang melepas nafas, bebas dari cengkeraman.
“Say ang sekali tulisan ini terbit di Hindia, tentang Hindia, manusia dan masy arakat Hindia, jadi
orang tidakmemperkenalkan di depan kias. Nah, kalian, salah seorang tampil, memberikan
uraian atau tanggapan, barangkali juga penilaian.
Sekaligus Robert Suurhof bergerak. Ia berdiri di tempatny a, kakiny a direnggangkan, dipakukan
pada lantai, seperti kuatir bisa rubuh diterpa angin. Semua mata tertuju padanya. Hanya aku yang
sangsi.
Sebelum memulai ia menoleh pada teman-teman sekolah. Barangkali untukmendapatkan
sokongan moril.
“Sudah empat tulisan Max Tollenaar kubaca pada waktu belakangan ini.
Semua tulisanny a sama saja persoalan dan nafasnya, seakan pengarangnya sedang tergenggam
kekuatan di luar dirinya. Ya-ya, pengarangnya sedang kena serang demam kepia-lu. Tulisan-
tulisannya merupakan igauan panjang dari seorang yang tak kenal diri, lupa daratan. Aku tak
kenal siapa itu Max Tollenaar. Hanya dari tulisan-tulisannya dapat kuduga siapa penulis
sesungguhnya, karena aku telah jadi saksi satu-satunya dari rangkaian kejadian dalam tulisan-
tulisannya.
“Juffrouw MagdaN peters, rasany a sangat berlebihan kalau tulisan demikian dibicarakan dalam
diskusi-sekoiah H.B.S. Hany a bikin kotor saja, Juffrouw. Kalau aku taksalah ~ dan aku yakin
tidak — penulis tulisan tsb., bahkan nama keluarga pun tidak punya.”
Ia diam sebentar, menebarkan pandang pada semua siswa y ang sedang dijalari ketegangan. Ia
angkat dagu. Matanya berbinar dengan kemenangan. Kurasai satu tembakan terakhir masih akan
dilepaskan. Juffrouw Magda Peters nampaktertegun. Matany a mengedip cepat.
Dari semua orang hany a aku seorang y ang tahu maksud Robert Suurfof: pembalasan dendam
langsung padaku. Maka juga aku menjadi lebih mengerti: dialah sesungguhny a y ang bermaksud
hendakmendekati Annelies. Takada alasan memusuhi dan menghinakan aku di depan umum
begini kalau bukan karena cemburu. Ya, sebelumny a dialah y ang hendakmemiliki Annelies. Ia
bawa aku untukkemegahan diri dan saksi. Mengapa aku ? Karena aku Pribumi, maka ia dapat
lebih gampang mem, percantikdiri dengan aku sebagai perbandingan. Tepat seperti adat wanita
atasan Eropa di jaman lewat y ang membawa mony et kemana-mana agar kelihatan lebih cantik
(daripada monyetnya). Terny ata mony et Suurhof itu justru y ang mendapatkan Annelies.
“Dia, Juffrouw,” Suurhof meneruskan, “Indo pun bukan. Dia lebih rendah lagi daripada Indo
yang tidak diakui ayahnya.
Dia seorang Inlander, seorang Pribumi y ang meny elundup di sela-sela peradaban Eropa.”
la membungkukmenghormati gurunya dan juga para guru lain, kemudian dudukgelisah di lantai.
“Para siswa, Robert Suurhof telah meny atakan pendapatnya tentang penulis karangan tsb. yang
kita semua tidaktahu kecuali dia sendiri. Yang aku harapkan adalah pendapat tentang tulisan ini.
Baiklah. Siapa menurut dugaanmu penulis karangan ini ?”
Para murid berpandang-pandangan, kemudian pandang mereka terarah pada teman-teman sendiri
yang bukan Totok, bukan Indo, seakan menggarisbawahi ucapan Suurhof. yang Pribumi pada
menunduk. Pandangan orang sebany ak itu terasa menindas sampai ke perut.
Aku tahu muka Suurhof ditujukan padaku. Yang lain-lain mengikuti contohnya. Jangan, kata hati
ini, jangan gentar. Persetan semua ini.
kalau perlu aku pun bisa tinggalkan sekolah ini. Sekarang pun boleh.
Suurhof berdiri lagi. Berkata pendek:
“Penulis itu ada di antara kita sekarang ini.”
Rupanya sassusnya telah menjalar ke seluruh sekolahan. Sekarang semua muka diarahkan
padaku seorang. Aku tatap Suurhof. Seri kemenangan gemerlapan pada matanya.
“Siapa dia y ang ada di antara kita, Suurhof ?” tany a Juffrouw Magda Peters.
Dengan tudingan Caesar ia menunjukpadaku: “Minke!”
Magda Peters mengambil setangan dari tas dan menyeka leher, kemudian dua belah tangannya.
Ia nampak bimbang. Sebentar ia menoleh pada deretan para guru, sebentar padaku, sebentar pada
para siswa y ang duduk di lantai. Kemudian ia berjalan menghampiri para guru dan Tuan
Direktur y ang kebetulan hadir. Ia mengangguk kecil pada mereka, berbalik lagi ke tengah
kalangan, menguakkan para siswa, dan jelas menuju ke tempatku.
Sekarang aku akan diusir, dihinakan di depan umum.
Ia berdiri sejenak di hadapanku. Nampak olehku totol pada kakinya. Dan kudengar
panggilannya:
“Minke!”
“Ya, Juffrouw,” aku berdiri.
“Benar kau y ang menulis ini ?” ia tunjukkan koran S.N.-v/d D, “dengan nama-pena Max
Tollenaar?”
“Apa aku bersalah karena itu, Juffrouw ?”
“Max Tollenaar!” bisikny a dan mengulurkan tangan padaku.
“Mari,” dan ditariknya aku, dibawa menghadap pada Direktur Sekolah.
Semua mata tertuju padaku. Di hadapan para guru dan Tuan Direktur aku mengangguk
menghormat. Mereka membalas tak acuh. Oleh Magda Peters kemudian aku dihadapkan pada
semua siswa.
Sunyi.
Guru perempuan itu masih juga memegangi bahuku. Mungkin pada waktu itu aku sudah pasi
tanpa mengetahui apa sesungguhnya dosaku.
“Para siswa, para guru, dan Tuan Direktur, pada hari ini kuperkenalkan, terutama pada para
siswa, seorang siswa H.B.S. Surabay a bernama Minke, y ang tentu sudah dikenal oleh semua.
Tetapi y ang kuperkenalkan bukan Minke y ang sudah dikenal itu, Minke dari kwalitas lain,
seorang Minke yang mahir menggunakan Belanda dalam menyatakan perasaan dan pikiran,
seorang Minke yang sudah meny umbangkan sebuah karya. Dia telah mampu menulis tanpa
kesalahan dalam bahasa yang bukan milik ibunya. Dia telah dapat mengedepankan sepenggal
kehidupan, yang oleh orang lain, biar pun dapat dirasakan, tapi takdapat dinyatakan. Aku bangga
puny a murid seperti dia.”
Ia salami aku. Tak juga aku disuruhny a pergi. Apa y ang terdengar sebagai pujian itu
membubungkan aku semakin tinggi ke atas ujung duri. Kapakterakhir masih kutunggu jatuhnya.
“Minke! Benar kau takpunya nama keluarga ?”
“Benar, Juffrouw.”
“Para siswa, nama keluarga hanya satu kebiasaan saja. Sebelum Napoleon Bonaparte muncul di
panggung sejarah Eropa, leluhur kita, semua saja, juga tak puny a nama keluarga,” dan ia mulai
bercerita, bahwa ketentuan Napoleon itu diundangkan di seluruh wilay ah kekuasaannya. Mereka
yang tidak dapat menemukan nama sebaikmungkin untuk diriny a oleh pejabat diberi sekenanya,
dan orang Yahudi diberi nama hewan. “Biar begitu, para siswa, nama keluarga bukan khas Eropa
atau Napoleon, yang mengambil gagasan itu dari bangsa-bangsa lain. Jauh sebelum Eropa
beraflab bangsa Yahudi dan Cina telah menggunakan nama marga. Adany a hubungan dengan
bangsa-bangsa lain y ang meny ebabkan Eropa tahu pentingnya nama keluarga,” ia berhenti.
Aku masih juga berdiri jadi tontonan.
“Apa benar kau bukan Indo, Minke,” suatu pertanyaan formil y ang harus kubenarkan.
“Inlander, Juffrouw, Pribumi.”
“Ya,” katany a keras-keras. “Orang Eropa sendiri yang merasa totok 100%
tidak pernah tahu berapa prosen darah Asia mengalir dalam tubuhny a. Dari pelajaran sejarah
para siswa tentuny a sudah tahu, ratusan tahun y ang lalu berbagai balatentara Asia telah
menerjang Eropa, dan meninggalkan keturunan: Arab, Turki, Mongol, dan justru setelah
Romawi menjadi Kristen. Dan jangan kalian lupa, dalam kekuasaan Romawi atas bagian-bagian
tertentu Eropa darah Asia, mungkin juga Afrika, meninggalkan keturunanny a melalui
warganegara Romawi dari berbagai bangsa Asia: Arab, Yahudi, Siria, Mesir……” Kesenyapan
masih merajalela. Hatiku sekarang kosong tanpa isi. Hanya badanku terasa lunglai. Satu-satunya
keinginan hanya duduk kembali di lantai.
“Banyak dari ilmu Eropa berasal dari Asia. Malah angka y ang saban hari para siswa pergunakan
adalah angka Arab. Termasuk angka nol. Coba, bisa para siswa kirakan bagaimana
hitungmenghitung tanpa angka Arab dan tanpa nol ? Nol pun pada giliranny a berasal dari
filsafat India.
Tahu kalian artinya filsafat ? Ya, lain kali saja tentang ini. Nol, keadaan kosong. Dari
kekosongan terjadi awal. Dari awal terjadi perkembangan sampai ke puncak, angka 9, kosong,
berawal lagi dalam nilai y ang lebih tinggi, belasan, dst., ratusan, ribuan……tanpa batas.
Akan leny ap sistim desimal tanpa nol, dan para siswa harus menghitung dengan angka Romawi.
Nama sebagian terbesar kalian, nama pribadi, adalah juga nama Asia, karena agama Kristen
lahir di Asia.”
Sekarang para siswa nampakmulai gelisah di lantai.
“Kalau Pribumi tak puny a nama keluarga memang mereka tidak atau belum membutuhkan, dan
itu tidak berarti hina. Kalau Nederland tak puny a Prambanan dan Barabudur, jelas pada
jamanny a Jawa lebih maju daripada Nederland. Kalau Nederland sampai sekarang tak
mempuny ainy a, y a, karena memang tidakmembutuhkan……..”
“Juffrouw Magda Peters.” Tuan Direktur menengahi. “Sebaikny a bubarkan saja diskusi ini.”
Diskusi-sekolah bubar. Kecuali Juffrouw Magda Peters nampakny a semua sengaja menjauhi
aku.
Tak ada orang berseru seperti biasany a. Tak ada tawa. Tak ada y ang berlarian berebut dulu.
Semua berjalan tenang dengan kepala sarat penuh pikiran.
Jan Dapperste, anak y ang permunculanny a lebih bany akPribumi itu, berdiri pada pagar
mengikuti aku dengan pandangny a. Ia selalu mengaku Indo. Hany a padaku ia pernah mengaku
Pribumi. Dengan kepercay aan seorang sahabat pernah ia mengaku padaku, ia hany a seorang
anak pungut pendeta Dapperste. Anak pungut! Ia sendiri Pribumi tulen. Ia bersympati padaku.
Setelah aku punya bendi ia biasa minta gonceng. Sekarang pun ia Nampak menjauh.
Sebalikny a Juffrouw Magda y ang sekarang minta gonceng. Sepanjang perjalanan ia tak bicara.
Apa pula guna bicara dalam keadaan hati dan otakpenuh persoalan ? Lalulintas pun tak nampak
olehku. Yang terbay ang hanya satu: kegusaran para siswa dan para guru pada Magda Peters.
Terluka keeropaan mereka.
Sekali-dua kuketahui Juffrouw mengawasi aku dari samping.
“Say ang sekali,” desisny apada angin.
Aku pura-pura takdengar.
Bendi berhenti di depan rumahny a. Aku turun untukmembantuny a sebagaimana adat Eropa. Ia
mengucapkan terimakasih. Tiba-tiba: “Mampir, Minke,” dan itulah untukpertama kali ia
mengundang.
Aku antarkan ia masukke dalam. Maka kami dudukberhadapan di sitje di ruangtengah.
“Kau luarbiasa, Minke. Jadi betul itu tulisanmu ?”
“Begitulah, Juffrouw.”
“Tentu kau muridku y ang paling berhasil. Telah lima tahun aku mengajar bahasa dan sastra
Belanda. Hampir empat tahun di Nederland saja. Tak ada di antara murid-muridku dapat menulis
sebaikitu — dan diumumkan pula.
Tentuny a kau sayang padaku, bukan ?”
“Tak ada guru lebih kusay angi.”
“Benar itu, Minke ?”
“Sejujur hati, Juffrouw.”
“Sudah kuduga. Kau pasti mengikuti semua pelajaranku dengan cermat, dengan otakdan hati.
Kalau tidak, tidakmungkin kau bisa menulis sebagus itu. Kau tak gusar pada Suurhof, kan ?”
“Tidak, Juffrouw.”
“Kau betul. Kau jauh lebih berharga daripada dia. Kau telah membuktikan apa yang kau bisa.
Memang malu mendengar sanjungan seperti itu. Disuruhnya aku berdiri.
“Setidak-tidakny a, Minke, jerih-payahku selama lima tahun ini ada hasilnya juga,” ia tarikaku
ke dekatnya.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat!


1. Kapankah latar waktu cerita dalam kutipan novel sejarah tersebut dibuat?
2. Di manakah latar dalam kutipan novel sejarah itu dibuat?
3. Peristiwa apa sajakah yang dikisahkan?
4. Siapa sajakah tokoh yang gterlibat dalam penceritaan?
5. Di bagian apa sajakah yang menandai bahwa novel tersebut tergolong ke dalam novel
sejarah?
6. Analisislah kaidah kebahasaan yang terdapat pada novel tersebut!
Judul:
Hasil analisis kaidah kebahasaan:
Kaidah Kebahasaan Kutipan Keterangan

Menggunakan kalimat bermakna


lampau.

Menggunakan kata yang


menyatakan urutan waktu.

Menggunakan kalimat tak


langsung.

Menggunakan kata kerja (verba)


mental

Menggunakan Kata Kerja (verba)


Material

Menggunakan kalimat langsung

Menggunakan kata sifat untuk


menggambarkan tokoh, tempat,
atau peristiwa

Anda mungkin juga menyukai