Anda di halaman 1dari 11

URGENSI PENETAPAN HARGA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

nama penulis

ABSTRAK
Allah SWT menciptakan manusia untuk dapat saling berhubungan dengan
kata lain yaitu menjalin suatu ukuwah antar sesama manusia. Hubungan antar
sesama manusia diciptakan supaya manusia dapat saling tolong menolong dan
bersosial diantara sesamanya. Dimana manusia memerlukan suatu interaksi antar
sesamanya agar dapat menjalinani kehidupan dengan baik, dikarenakan manusia
tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain, dikarenakan
manusia adalah makhluk sosial. Salah satu interaksi yang terjalin antar sesama
manusia adalah dalam bidang perekonomian. Untuk dapat berjalannya suatu
kegiatan jual beli/ sewa menyewa/ kegiatan yang berkaitan dengan perekonomian
maka diperlukan suatu kesepakatan antar sesama manusia. Kesepakatan tersebut
berkaitan dengan Harga. Penentuan harga merupakan salah satu aspek penting
dalam kegiatan perdagangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yang
berkaitan dengan penetapan harga adalah dengan kepustakaan disebut dengan
Library Research.Urgensi dari adanya penetapan harga adalah supaya tidak
terjadinya (1) Tadlis (Penipuan) yang termasuk dalam Tadlis Kuantitas, Tadlis
Kualitas, Tadlis Harga, dan Tadlis waktu penyerahan; (2) Taghrir (Ketidakpastian
kedua belah pihak) yang termasuk dalam Taghrir Kuantitas, Taghrir Kualitas,
Taghrir harga, dan Taghrir waktu penyerahan.

Kata Kunci : Penentuan Harga, Urgensi Penentuan Harga, Perspektif Islam

ABSTRACT
Allah SWT created humans to be able to relate to each other in other words, namely
to establish a relationship between human beings. Relationships between human
beings are created so that humans can help each other and socialize among each
other. Where humans need an interaction between each other in order to live a good
life, because humans cannot live alone and need the help of others, because humans
are social creatures. One of the interactions that exist between humans is in the
economic field. To be able to carry out an activity of buying and selling / leasing /
activities related to the economy, an agreement between human beings is needed.
The agreement relates to the Price. Pricing is one of the important aspects in trading
activities. The method used in this study related to price fixing is the library called
Library Research. The urgency of pricing is to prevent (1) Tadlis (Fraud) which are
included in Quantity Tadlis, Quality Tadlis, Price Tadlis, and Time Tadlis
submission; (2) Taghrir (Uncertainty of both parties) which is included in the
Quantity Taghrir, Quality Taghrir, Price Taghrir, and Delivery time Taghrir.

Keywords: Pricing, Pricing Urgency, Islamic Perspective


A. PENDAHULUAN
Allah SWT menciptakan manusia untuk dapat saling berhubungan dengan
kata lain yaitu menjalin suatu ukuwah antar sesama manusia. Hubungan antar
sesama manusia diciptakan supaya manusia dapat saling tolong menolong dan
bersosial diantara sesamanya. Dimana manusia memerlukan suatu interaksi antar
sesamanya agar dapat menjalinani kehidupan dengan baik, dikarenakan manusia
tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain, dikarenakan
manusia adalah makhluk sosial.
Salah satu interaksi yang terjalin antar sesama manusia adalah dalam bidang
perekonomian, dimana manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia
lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhannya, dalam bidang perekonomian ini
sendiri salah satu contohnya adalah dalam jual beli, sewa menyawa, ataupun
kegiatan lainnya yang memiliki hubungan dengan perekonomian. Untuk dapat
berjalannya suatu kegiatan jual beli/ sewa menyewa/ kegiatan yang berkaitan
dengan perekonomian maka diperlukan suatu kesepakatan antar sesama manusia.
Kesepakatan tersebut berkaitan dengan Harga.
Harga adalah suatu bentuk komponen yang memiliki pengaruh dalam laba.
Dimana tingkatan pada harga penetapannya memberikan pengaruh pada kuantitas
dari suatu barang yang akan dijual oleh seseorang. Harga juga secara tidak
langsungnya memberikan pengaruh pada biaya, dikarenakan adanya kuantitas yang
terjual akan memberikan pengaruh pada biaya yang akan dikaitkan dengan
keefisiensian dalam produksi. Maka penerapan harga dapat memberikan pengaruh
pada pendatapan totalannya serta biaya totalannya, dengan dibuatkan suatu strategis
serta keputusan dalam penetapan harga merupakan suatu peranan yang sangat
penting dalam perekonomian.1 Penetapan harga menjadi suatu hal yang penting
dalam perekonomian, oleh karenanya di dalam Islam juga diberlakukan suatu
penetapan harga yang mana untuk dapat memberikan pedoman serta kemudahan
pada umatnya untuk saling berhubungan terutama dalam jual beli/ sewa menyewa/
pada kegiatan lainnya yang berkaitan dengan perekonomian, sehingga umatnya
dapat mudah untuk melakukan kegiatan tersebut.
Islam sebagai agama ketuhanan tertinggi memiliki potensi akar dalam
pengembangan khazanah ekonomi mikro dan makro, secara nasional, regional
bahkan internasional. Beliau adalah Rasulullah yang ditanya oleh umatnya tentang
fluktuasi harga yang cenderung memaksa masyarakat saat ini untuk memberikan
jawaban seolah-olah mereka melalaikan tanggung jawab, telah menimbulkan
banyak penafsiran di kalangan ulama Islam sejak awal perkembangannya hingga
hari ini.2 Rasulullah SAW secara jelas telah banyak memberi contoh moral tentang
sistem perdagangan yang memiliki kaitannya pada harga, bahwa perdagangan
haruslah dengan jujur, serta adil, dan tidak merugikan untuk kedua belah pihaknya.3
Ahli dalam bidang Ekonomi Islam, yaitu Ibnu Taimiyah menyatakan
bahwasanya harga ditentukan oleh suatu kekuatan dari permintaan dan penawaran,
bahwa dalam naik turunnya suatu harga tidaklah selalu disebabkan oleh suatu
tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat dalam transaksi. Menurut
1
Kodhijah Ishak, Penetapan Harga Ditinjau Dalam Perspektif Islam. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Kita, Volume 6 Nomor 1 (Juni, 2017), hal.35
2
Ahmad Muhammad Al-Assal, 1999, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, Alih Bahasa Drs H.Imam
Saefudin, Bandung : CV. Pustaka Setia, hal. 26
3
Sayid Sabiq, 2004, Fiqih Sunnah, Jakarta:Darul Fath,Cetakan Ke-1, hal. 35
konsep Islam, pertemuan antara jual beli harus sukarela, tanpa salah satu pihak
merasa berkewajiban untuk melakukan transaksi pada harga ini. Misalnya, seorang
penjual hanya ingin menjual barangnya dengan harga yang lebih tinggi, meskipun
konsumen atau pembeli membutuhkan barang tersebut.4
Islam menyebutkan kaitannya kesehatan pasar yang mana sangat
tergantung pada makanisme pasar yang mampu menciptakan tingkat harga yang
seimbang, yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan
permintaan dan penawaran yang sehat. Apabila kondisi ini dalam keadaan wajar
dan normal, dengan tanpa adanya pelanggaran, serta monopoli, maka harga pun
akan stabil, akan tetapi apabila terjadi suatu persaingan yang tidak fair, maka
keseimbangan pada harga akan terganggu dan akhirnya dapat mengganggu hak
rakyat secara umum. Pemerintah Islam, sejak Rasulullah SAW di madinah erfokus
pada masalah keseimbangan harga ini, untuk mewujudkan kestabilan harga dan
bagaimana mengatasi masalah ketidakstabilan harga. Para ulama berbeda pandapat
kaitannya hal tersebut. Masing Masing golongan ulama ini memiliki dasar hukum
dan interpretasinya masing-masing.5
Realitas pasar dewasa ini tidak lepas dari cita-cita Islam membangun
ekonomi dunia komersial, di mana terjadi disrupsi atau distorsi pasar, yang
didefinisikan dalam tiga bentuk, yaitu: supply dan demand yang terdistorsi, fraud
dan chaos.6 Selain itu juga, perbedaan pendapat yang ada menyebabkan berbagai
pandangan dalam melakukan penetapan harga, dimana dikarenakan telah banyak
dibicarakan kaitannya penetapan harga dan menjadi hal yang penting maka suatu
penetapan harga menjadi suatu hal yang penting, sehingga diperlu diketahui untuk
penetapan harga tersebut memiliki suatu urgensi yang nyata. Maka dengan itu perlu
diketahuinya suatu urgensi dari adanya penetapan harga agar pendapat yang
dikemukakan oleh berbagai ahli dalam bidangnya dapat mencapai tujuan yang
sama serta bagi masyarakat atau manusia sebagai makhluk sosial yang akan
menerapkan dalam penetapan harga dapat dengan mudah mendapatkan pedoman
dan dengan mudah untuk menerapkan hal tersebut di dalam perekonomian yang
dilaksanakan.

B. LITERATURE REVIEW
Transaksi tersebut disebut harga, harga merupakan salah satu aspek penting
dalam kegiatan jual beli. Harga penting untuk diperhatikan, karena harga
menentukan apakah suatu produk akan laku di pasaran atau tidak. Kesalahan dalam
penetapan harga akan berakibat serius pada produk yang ditawarkan selanjutnya.
Harga adalah satu-satunya komoditi dalam perdagangan yang menghasilkan
keuntungan dan pendapatan dari penjualan barang dan jasa, sehingga harga yang
ditetapkan oleh penjual harus sesuai dengan nilai yang diberikan kepada
konsumen..7
Ahli dalam bidang Ekonomi Islam, yaitu Ibnu Taimiyah menyatakan
bahwasanya harga ditentukan oleh suatu kekuatan dari permintaan dan penawaran,
bahwa dalam naik turunnya suatu harga tidaklah selalu disebabkan oleh suatu
4
Adiwarman Karim, 2008, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan Ke-3, hal.146-
152
5
Asmuni, Penetapan Harga Dalam Islam : Perspektif Fikih dan Ekonomi, Jurnal Universitas Islam Indonesia,
(2005), hal. 1
6
Syamsul Hilal, Konsep Harga dalam eonomi Islam (Telaah Pemikiran Ibn Taimiyah), Jurnal ASAS,
Volume 6 Nomor 2 (Juli, 2014), hal.20
7
Kurniawan Faifullah, 2006, Studi Kelayakan Bisnis, Jakarta : Kencana, cetakan Ke-2, hal. 24
tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat dalam transaksi. Dalam konsep
Islam terjadi pertemuan antara pembelian dan penjualan haruslah terjadi dengan
rela sama rela tidaklah ada pihaknya yang merasa suatu paksaan untuk melakukan
suatu transaksi pada tingkatan harga tersebut. Contohnya, penjual tidak mau untuk
menjual barangnya dikecualikan pada harga yang lebih tinggi, padahal konsumen
atau pembeli membutuhkan barang tersebut.8Menurut ulama Mazhab Maliki,
Syafi’I dan Hanbali jual beli adalah saling menukar harta dengan harga dalam
bentuk pemindahan milik dan kepemilikan perwujudan dari muamalat yang
diajarkan oleh Islam adalah jual beli. Dari segi terminology fiqh, jual beli disebut
dengan al-ba‛I yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan
sesuatu yang lain. Dengan demikian, al-ba‛I mengandung arti menjual sekaligus
membeli atau jual beli. Menurut Hanafiah pengertian jual beli (al-ba’i) secara
definitive yaitu tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan
sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.9
Dinamika harga dalam pasar sering mengalami suatu perubahan dimana
dengan menyikapi harga dalam pasar maka diperlukan suatu penyesuaian yang
dilakukan untuk dapat mengendalikan suatu harga pada pasar agar tercipta harga
yang normal, diantaranya dengan :10
1. Tadlis (Penipuan). Ulama membagi tadlis (penipuan) pada empat macam:
a. Tadlis Kuantitas, yaitu perilaku penjual yang menjual barang dagangannya
dengan jumlah tertentu, tetapi senyatanya mengurangi jumlah tersebut tanpa
sepengetahuan si pembeli secara sengaja untuk memperoleh keuntungan
yang lebih banyak.
b. Tadlis Kualitas, yaitu penyembunyian cacat atau kualitas barang yang
rendah atau bahkan buruk yang tidak sesuai dengan kesepakatan antara
penjual dan pembeli dimana si pembeli tidak mengetahui cacat tersebut.
c. Tadlis Harga, yaitu menjual barang dengan harga yang lebih tinggi atau
lebih rendah dari harga pasar karena ketidaktahuan penjual atau pembeli.
d. Tadlis waktu penyerahan, yaitu adanga wanprestasi pihak penjual kepada
pembeli terhadap barang yang telah dibeli oleh si pembeli berupa
keterlambatan waktu penyerahan yang sejatinya telah diketahui sejak awal
oleh perjuan barang tersebut.

2. Taghrir (Ketidakpastian kedua belah pihak). Pengartian kata taghrir, berarti:


akibat, bencana, resiko, bahaya, dan ketidakpastian. Adapun secara terminologi
adalah melakukan sesuatu membabi buta tanpa didukung oleh pengetahuan
yang memadahi atau seseorang yang bersedia menanggung resiko dari suatu
perbuatannya tanpa mengetahui jenis resiko yang akan ia terima.. Para Ulama
membagi taghrir kepada empat bagian sebagai berikut:
a. Taghrir Kuantitas
b. Taghrir Kualitas
c. Taghrir harga
d. Taghrir waktu penyerahan

C. METODE

8
Adiwarman Karim, Op.Cit, hal 146-152
9
Mardhani, 2015, Fiqh Ekonomi syariah: Fikih Muamalah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal.101
10
Syamsul Hilal, Op.Cit, hal.21
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan
penetapan harga adalah dengan kepustakaan disebut dengan Library Research.
Dimana dalam metode yang digunakan ini dengan mencatatkan semua yang
ditemukan oleh penulis kaitannya dengan penetapan harga dalam islam dimana
perolehannya pada berbagai literature serta sumber dari kepustakaan, dalam jurnal
ataupun buku-buku, selanjutnya dengan dipadukannya temuan dengan kekuarangan
setiap sumber yang didapatkan maka akan ditemukan kelebihan serta kekurangan
dari setiap sumber yang ada untuk nantinya dijadikan bahan dalam membuat suatu
pembahasan. Dalam hal ini, sumber data yang diambil yaitu (1) sumber data Primer
kaitannya dengan Alqur’an serta Hadits, ataupun berbagai buku-uku yang berisikan
teori-teori yang berkaitan dengan pembahasan; (2) sumber datasekunder yang
merupakan penunjang dari data primernya; selain itu terdapat (3) sumber daya
tersier dimana data ini memberikan penjelasan lebih jelas kaitannnya pada data
primer dan sekunder, seperti pada kamus, ensiklopedia, dll.11.
Analisis yang digunakan adalah dengan mengumpulkan segala macam
sumber yang ada dengan dilihatkan kebaikan untuk ditemukan suatu urgensinya
dalam penetapan harga

D. PEMBAHASAN
Berdasarkan pendapat Ibnu Taimiyah, ia membedakan dua jenis penilaian:
tidak adil dan ilegal, serta adil dan legal. “Harga yang tidak adil dan ilegal
diterapkan pada kenaikan harga karena persaingan bebas dari kekuatan pasar, yang
mengakibatkan kurangnya pasokan atau peningkatan permintaan. Ibnu Taimiyah
sering mengajukan beberapa syarat untuk persaingan sempurna. Misalnya, dia
berkata: “Memaksa orang untuk menjual barang tanpa harus menjual adalah tidak
adil dan dilarang. Artinya, warga memiliki kebebasan penuh untuk masuk dan
keluar pasar.
Ibnu Taimiyah menganjurkan unsur monopoli pasar dan oleh karena itu
setiap kolusi antara para ahli atau kelompok penjual dan pembeli. Ini adalah
pengetahuan tentang pasar dan komoditas, serta transaksi jual beli berdasarkan
kesepakatan bersama, dan kesepakatan semacam itu membutuhkan pengetahuan
dan pemahaman bersama.
Dinamika harga dalam pasar sering mengalami suatu perubahan dimana
dengan menyikapi harga dalam pasar maka diperlukan suatu penyesuaian yang
dilakukan untuk dapat mengendalikan suatu harga pada pasar agar tercipta harga
yang normal, diantaranya dengan :
1. Tadlis (Penipuan). Ulama membagi tadlis (penipuan) pada empat macam:
a. Tadlis Kuantitas, yaitu prilaku penjual yang menjual barang dagangannya
dengan jumlah tertentu, tetapi senyatanya mengurangi jumlah tersebut tanpa
sepengetahuan si pembeli secara sengaja untuk memperoleh keuntungan
yang lebih banyak. Sebagai contoh adalah pedagang batu bata yang
mendapat order penjualan batu bata kepada pembeli yang sedang
membangun sebuah rumah sejumlah 100.000,- (seratus ribu buah batu bata).
Pedagang batu bata berasumsi bahwa si pembeli tidak mungkin menghitung
jumlah batu bata yang ia beli satu persatu sehingga muncul niatan jahat

11
Supriadi Muslimin, dkk, Konsep Penetapan Harga Dalam Perspektif Islam, Al Azhar Jornal of Islamic
Economics, Volume 2 Nomor 1 ( Januari, 2020), hal. 2
untuk berlaku culas dengan mengurangi jumlah barang obyek perdagangan
tersebut.
b. Tadlis Kualitas, yaitu penyembunyian cacat atau kualitas barang yang
rendah atau bahkan buruk yang tidak sesuai dengan kesepakatan antara
penjual dan pembeli dimana si pembeli tidak mengetahui cacat tersebut.
Contoh: Pedagang keramik lantai atau ubin keramik yang pada jenis
tersebut terdiri dari beberapa jenis kualitas (kw). Apabila si penjual dan si
pembeli menyepakati jual-beli merek A dengan kw. 1, kemudian si penjual
mengirimkan barang dengan merek A dengan kw. 2 yang tidak
sepengetahuan si pembeli, maka si penjual telah melakukan tadlis kualitas.
c. Tadlis Harga, yaitu menjual barang dengan harga yang lebih tinggi atau
lebih rendah dari harga pasar karena ketidaktahuan penjual atau pembeli.
Dalam kajian fiqih, tadlis harga dikenal dengan istilah talaqqi rukban.
Contohnya adalah bila seseorang yang berada di Bandara Raden Intan II
akan menuju Tanjungkarang menggunakan jasa taksi bandara. Tarif resmi
Bandara Raden Intan II ke Tanjungkarang adalah Rp. 60.000,- (Enam Puluh
Ribu Rupiah), tetapi supir taksi menawarkan ongkos Rp. 200.000,- (dua
Ratus Ribu Rupiah). Kedua orang tersebut saling menawar sehingga
disepakati harga jasa taksi tersebut adalah Rp. 100.000,- (Seratus Ribu
Rupiah).
d. Tadlis waktu penyerahan, yaitu adanga wanprestasi pihak penjual kepada
pembeli terhadap barang yang telah dibeli oleh si pembeli berupa
keterlambatan waktu penyerahan yang sejatinya telah diketahui
sejak awal oleh perjuan barang tersebut.
2. Taghrir (Ketidakpastian kedua belah pihak). Secara leksikal, kata taghrir,
berarti: akibat, bencana, resiko, bahaya, dan ketidakpastian. Adapun secara
terminologi adalah melakukan sesuatu membabi buta tanpa didukung oleh
pengetahuan yang memadahi atau seseorang yang bersedia mananggung resiko
dari suatu perbuatannya tanpa mengetahui jenis resiko yang akan ia terima.
Tadlis dilatarbelakangi oleh incomplete information yang menimpa salah satu
pihak, yaitu pembeli. Sedangkan Taghrir disebabkan oleh incomplete
information yang dialami oleh kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli.
Ulama membagi taghrir kepada empat bagian sebagai berikut:
a. Taghrir Kuantitas, sebagai contohnya adalah sistem ijon dalam transaksi
jual beli dimana petani bersepakat dengan tengkulak untuk menjual hasil
panennya (misalnya wortel) dengan harga Rp. 10.000.000,- dalam satu
hektar. padahal pada saat terjadi kesepakatan hasil pertanian belum dapat
dipanen. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi si petani tentang jumlah
hasil pertanniannya (kuantitas) dan bagi tengkulak juga belum tahu apakah
mutu wortel tersebut masuk dalam kategori kelas unggul, sedang atau
bawah.
b. Taghrir Kualitas, sebagai contohnya adalah seorang peternak yang menjual
janin hewan ternaknya berupa sapi kepada seorang pembeli dengan harga
Rp. 1.000.000,- dan diserahkan setelah kelahiran janin tersebut.
Ketidakpastiann yang terjadi pada si peternak adalah apakah dilahirkan
dalam kondisi hidup atau mati, sedangkan pada pedagang apakah janin
tersebut dilahirkan dalam kondisi normal atau cacat, bila normal akan
menghilangkan ketidakpastian nominal harga yang telah disepakati tetapi
bila sebaliknya atau kualitas bayi sapi yang dilahirkan tidak baik, maka
kerugian transaksi tersebut terjadi.
c. Taghrir harga, sebagai contoh adalah bila seseorang menjual sebidang tanah
dengan harga Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) kepada seorang
pembeli bila kontan dan Rp. 75.000.000,- (Tujuh Puluh Lima Juta Rupiah)
bila diangsur selama satu tahun dan dijawab setuju oleh pembeli. Akad jual
beli ini menimbulkan ketidakpastian bagi si penjual dan pembeli tentang
transaksi yang mana yang akan dilakukan oleh si pembeli apakah kridit atau
kontan.
d. Taghrir waktu penyerahan, sebagai contohnya adalah bila seorang pemilik
mobil Toyota Avanza 2012 akan menjual mobilnya yang sedang dibawa
kabur pihak yang merentalnya dengan harga Rp. 100.000.000,- (Seratus
Juta Rupiah) kepada pihak ketiga (pihak pertama adalah pemilik mobil,
pihak kedua adalah parental mobil dan pihak ketiga pembeli mobil).
Padahal harga normalnya Rp.150.000.000,- (Seratus Lima Puluh Juta
Rupiah). Kasus ini akan menghasilkan ketidakpastian penyerahan obyek
transaksi berupa mobil Toyota Avanza 2012 dari penjual kepada pembeli
karena melibatkan pihak kedua yang menguasai mobil tersebut secara tidak
sah.

Berdasarkan pendapat dari Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan


harga oleh pemerintah ketika terjadi ketidaksempurnaan memasuki pasar.
Misalnya, jika para penjual (arbab al-sila) menolak untuk menjual barang dagangan
mereka kecuali jika harganya mahal dari pada harga normal (al-qimah al-ma’rifah)
dan pada saat yang sama penduduk sangat membutuhkan barang-barang tersebut,
mereka diharuskan menjualnya pada tingkat harga yang setara, contohnya sangat
nyata dari ketidaksempurnaan pasar adalah adanya monopoli dalam perdagangan
makanan dan barang-barang serupa. Dalam kasus seperti itu, otoritas harus
menetapkan harganya (qimah almithl) untuk penjualan dan pembelian mereka.
Monopoli tidak dapat dengan bebas menjalankan kekuasaannya, sebaliknya
pemerintah harus menetapkan harga yang diinginkannya, untuk melawan
ketidakadilan terhadap rakyat.
Ibnu Taimiyah juga sangat menentang diskriminasi harga untuk melawan
pembeli atau penjual yang tidak tahu harga sebenarnya yang berlaku di pasar. Ia
menyatakan, “Seorang penjual tidak dibolehkan menetapkan harga di atas harga
biasanya, harga yang tidak umum di dalam masyarakat, dari individu yang tidak
sadar (mustarsil) tetapi harus menjualnya pada tingkat harga yang umum (al-qimah
al-mu’tadah) atau mendekatinya. Jika pembeli harus membayar harga yang terlalu
tinggi, ia berhak mengubah transaksi bisnisnya. Seseorang yang mengetahui bahwa
diskriminasi ini dapat dihukum dan dikecualikan dari haknya untuk berpartisipasi
di pasar. Pendapatnya itu merujuk pada sabda Rasulullah SAW, ”menetapkan harga
terlalu tinggi terhadap orang yang tak sadar (tidak tahu, pen.) adalah riba (ghaban
al-mustarsil riba) .
Berdasarkan pendapat dari Ibnu Habib, bahwa Imam (kepala pemerintahan),
harus menjalankan musyawarah dengan para tokoh perwakilan dari pasar (wujuh
ahl al-suq). Pihak lain juga diterima hadir dalam musyawarah ini, karena mereka
harus juga dimintai keterangannya. Setelah melakukan perundingan dan
penyelidikan tentang pelaksanaan jual beli, pemerintah harus secara persuasif
menawarkan ketetapan harga yang didukung oleh peserta musyawarah, juga
seluruh penduduk. Jadi, keseluruhannya harus bersepakat tentang hal itu, harga itu
tak boleh ditetapkan tanpa persetujuan dan izin mereka. Untuk menjelaskan tujuan
gagasan membentuk komisi untuk berkonsultasi. Sejalan dengan pendapat Abu al-
Walid, yang menyatakan, “Logika di balik ketentuan ini adalah untuk mencari
dengan cara itu kepentingan para penjual dan para pembeli, dan menetapkan harga
harus membawa keuntungan dan kepuasan orang yang membutuhkan penetapan
harga (penjual) dan tidak mengecewakan penduduk (selaku pembeli). Jika harga itu
dipaksakan tanpa persetujuan mereka (penjual) dan membuat mereka tidak
memperoleh keuntungan, penetapan harga seperti itu berarti korup, mengakibatkan
stok bahan kebutuhan sehari-hari akan menghilang dan barang-barang penduduk
menjadi hancur.
Dalam rangka melindungi hak pembeli dan penjual, Islam membolehkan
bahkan mewajibkan melakukan intervensi harga. Ada beberapa faktor yang
membolehkan intervensi harga antara lain:
a. Intervensi harga menyangkut kepentingan masyarakat yaitu melindungi penjual
dalam hal profit margin sekaligus pembeli dalam hal purchasing power.
b. Jika harga tidak ditetapkan ketikapenjual menjual dengan harga tinggi sehingga
merugikan pembeli. Intervensi harga mencegah terjadinya ikhtikar atau ghaban
faa-hisy.
c. Penentu utama harga adalah aspek penawaran atau biaya, bukan permintaan.
Penetapan harga ditentukan berdasarkan biaya produksi dan pemasaran
ditambah jumlah tertentu untuk menutupi biaya langsung, overhead, dan laba.
Menurut Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI),
berdasarkan makna adil yang ada dalam Al-Qur’an sebagaimana disebutkan di atas,
maka bisa diturunkan nilai turunan yang berasal darinya sebagai berikut:12
a. Persamaan Kompensasi. Persamaan kompensasi adalah pengertian adil yang
paling umum, yaitu bahwa seseorang harus memberikan kompensasi yang
sepadan kepada pihak lain sesuai dengan pengorbanan yang telah dilakukan.
Pengorbanan yang telah dilakukan inilah yang menimbulkan hak kepada
seseorang yang telah melakukan pengorbanan untuk memperoleh balasan yang
seimbang dengan pengorbanannya.
b. Persamaan Hukum. di sini berarti bahwa setiap orang harus diperlakukan sama
di depan hukum. Jangan melakukan diskriminasi terhadap siapapun dihadapan
hukum dengan alasan apapun. Dalam konteks ekonomi, setiap orang harus
diperlakukan sama dalam semua kegiatan dan transaksi ekonomi. Tidak ada
alasan untuk melebih-lebihkan hak satu kelompok atas hak kelompok lain
hanya karena kondisi kedua kelompok berbeda.
c. Moderat. Sedang di sini dipahami sebagai posisi pertengahan. Di sini, nilai
wajar dianggap diterapkan oleh seseorang jika orang tersebut dapat
menghalangi. Ini menyiratkan bahwa kita harus fokus untuk tidak membuat
keputusan yang terlalu lunak, misalnya pada masalah kompensasi.

12
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, 2009, Jakarta: Rajawali
Press, hal. 60
d. Proporsional. Pemerataan tidak selalu berarti hak yang sama, tetapi hak itu
sesuai dengan ukuran atau proporsi setiap individu, baik dalam hal kebutuhan,
kemampuan, pengorbanan, tanggung jawab, atau kontribusi seseorang.
Sedangkan pendapat ahli modern kaitanya pada penetapan harga
bahwasanya memiliki suatu tujuan, diantaranya :13
1. Untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Dengan menetapkan harga
yang kompetitif maka perusahaan akan mendulang untung yang optimal.
2. Mempertahankan perusahaan. Dari marjin keuntungan yang didapat perusahaan
akan digunakan untuk biaya operasional perusahaan. Contoh : untuk gaji/upah
karyawan, untuk bayar tagihan listrik, tagihan air bawah tanah, pembelian
bahan baku, biaya transportasi, dan lain sebagainya.
3. Menggapai ROI (Return on Investment). Perusahaan pasti menginginkan balik
modal dari investasi yang di tanam pada perusahaan sehingga penetapan harga
yang tepat akan mempercepat tercapainya modal kembali/roi.
4. Menguasai pangsa pasar. Dengan menetapkan harga rendah di bandingkan
produk pesaing, dapat mengalihkan perhatian konsumen dari produk kompetitor
yang ada di pasaran.
5. Mempertahankan status quo. Ketika pasar memiliki pasar tersendiri, maka perlu
adanya pengaturan harga yang tepat agar dapat tetap mempertahankan pangsa
pasar yang ada.
Menurut Fandy Tjiptono, metode penetapan harga dikelompokkan menjadi
empat macam berdasarkan basisnya, yaitu :14
1. Berbasis permintaan. Penetapan harga berdasarkan permintaan ini menekankan
pada faktor-faktor yang mempengaruhi selera dan preferensi pelanggan dari
faktor biaya, keuntungan, dan persaingan. Kebutuhan pelanggan itu sendiri
didasarkan pada berbagai pertimbangan, antara lain: kesediaan pelanggan
untuk membeli (purchasing power), kesediaan pelanggan untuk membeli,
posisi produk dalam gaya hidup pelanggan, keuntungan yang diberikan produk
kepada pelanggan, harga produk. produk pengganti produk, pasar potensial
untuk produk tersebut, sifat tidak kompetitif dari metode penetapan harga
berdasarkan permintaanterdiri dari: skimming pricing, penetration pricing,
prestige pricing, pricelining pricing, add-even pricing, demand backward
pricing, dan bundel pricing.
2. Berbasis biaya. Penentu utama harga adalah aspek penawaran atau biaya,
bukan sisi permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya produksi dan
pemasaran ditambah jumlah tertentu sehingga dapat menutupi biaya langsung,
overhead dan keuntungan. Termasuk dalam metode ini adalah: standard
markup pricing, cost plus percentage of cost pricing, cost plus percentage of
cost pricing, cost plus fixed fee pricing dan experience curve pricing.
3. Penetapan harga berbasis laba. Faktor utama penentu harga adalah aspek
penawaran atau biaya, bukan sisi permintaan. Harga ditentukan berdasarkan
biaya produksi dan pemasaran ditambah jumlah tertentu sehingga dapat
menutupi biaya langsung dan keuntungan.. Termasuk dalam metode ini

13
Kasmir, 2010, Manajemen Perbankan, Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, hal. 207
14
Fandi Tjiptono, 2004, Pemasaran Jasa, Malang : Bayumedia Publishing, hal. 158
adalah: target profit pricing, target return on sales pricing dan target return
on investment pricing.
4. Metode penetapan persaingan. Metode penetapan harga berbasis persaingan
terdiri atas empat macam, yaitu : customary pricing, above, orbelow market
pricing, loss leader pricing, dan sealed bid pricing.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa dalam melakukan
penilaian, perusahaan harus menentukan terlebih dahulu tujuan penilaian dan
metode penilaian yang tepat dan sesuai agar tidak melakukan kesalahan dalam
pengambilan keputusan di kemudian hari.
Namun, beberapa pendapat dari ulama memberikan pendapat yang berbeda
kaitannya pada penetapan harga. Berdasarkan pendapat Ibnu Qudhamah mengutip
hadis di atas dan memberikan dua alasan tidak memperkenankan mengatur harga.
Pertama rasulullah tidak pernah menetapkan harga meskipun penduduk
menginginkan. Bila itu dibolehkan pasti rosulullah akan melaksanakannya. Kedua
menetapkan harga adalah suatu ketidakadilan (zulm) yang dilarang. Hal ini karena
menyangkut hak milik seseorang, termasuk hak untuk menjual dengan harga berapa
pun, selama orang tersebut setuju dengan pembeli. Dari sudut pandang ekonomi,
Ibnu Qudamah menganalisis bahwa penetapan harga juga melibatkan pemantauan
harga yang tidak menguntungkan. Ia yakin harga akan membuat harga menjadi
lebih mahal. Karena jika orang asing mengetahui tentang kebijakan pengendalian
harga, dia tidak akan mau. Namun setelahnya pendapat dari Ibnu Qudamah, bahwa
ada bahaya serupa, yang banyak dibicarakan oleh para ekonom modern, yang dapat
diwakili oleh munculnya pasar gelap atau abu-abu atau manipulasi kualitas barang
yang dijual dengan harga tertentu, karena diragukan bahaya itu harus dihilangkan
jika itu bisa dihilangkan sama sekali. Harga harus ditentukan dengan pertimbangan
bersama dan diciptakan oleh rasa kewajiban moral dan dedikasi untuk kepentingan
publik. .
E. KESIMPULAN
Dalam suatu harga diperoleh suatu kesimpulan bahwasanya : (1) Tak
seorangpun diperbolehkan menetapkan harga lebih tinggi atau lebih rendah
daripada harga yang ada. Penetapan harga yang lebih tinggi akan menghasilkan
eksploitasi atas kebutuhan penduduk dan penetapan harga yang lebih rendah akan
merugikan penjual; (2) Dalam segala kasus, pengawasan atas harga adalah tidak
jujur; (3) Pengaturan harga selalu diperbolehkan; (4) Penetapan harga hanya
diperbolehkan dalam keadaan darurat.
Urgensi dari adanya penetapan harga adalah supaya tidak terjadinya (1)
Tadlis (Penipuan) yang termasuk dalam Tadlis Kuantitas, Tadlis Kualitas, Tadlis
Harga, dan Tadlis waktu penyerahan; (2) Taghrir (Ketidakpastian kedua belah
pihak) yang termasuk dalam Taghrir Kuantitas, Taghrir Kualitas, Taghrir harga,
dan Taghrir waktu penyerahan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Adiwarman Karim, 2008, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan
Ke-3
Ahmad Muhammad Al-Assal, 1999, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, Alih
Bahasa Drs H.Imam Saefudin, Bandung : CV. Pustaka Setia
Fandi Tjiptono, 2004, Pemasaran Jasa, Malang : Bayumedia Publishing
Kurniawan Faifullah, 2006, Studi Kelayakan Bisnis, Jakarta : Kencana, cetakan Ke-2
Mardhani, 2015, Fiqh Ekonomi syariah: Fikih Muamalah, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, 2009,
Jakarta: Rajawali Press
Sayid Sabiq, 2004, Fiqih Sunnah, Jakarta:Darul Fath,Cetakan Ke-1

Jurnal
Asmuni, Penetapan Harga Dalam Islam : Perspektif Fikih dan Ekonomi, Jurnal Universitas
Islam Indonesia, (2005)
Kasmir, 2010, Manajemen Perbankan, Jakarta :PT Raja Grafindo Persada
Kodhijah Ishak, Penetapan Harga Ditinjau Dalam Perspektif Islam. IQTISHADUNA:
Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita, Volume 6 Nomor 1 (Juni, 2017)
Supriadi Muslimin, dkk, Konsep Penetapan Harga Dalam Perspektif Islam, Al Azhar
Jornal of Islamic Economics, Volume 2 Nomor 1 ( Januari, 2020)
Syamsul Hilal, Konsep Harga dalam eonomi Islam (Telaah Pemikiran Ibn Taimiyah),
Jurnal ASAS, Volume 6 Nomor 2 (Juli, 2014)

Anda mungkin juga menyukai