Disusun oleh:
Zainullah (210202110122)
Feriska Nurjanah (210202110139)
Muammaroh Akmalia (210202110159)
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud intervensi harga pasar?
2. Bagaimana mekanisme pasar?
3. Bagaimana dasar hukum mekanisme harga pasar?
4. Bagaimana pandangan ulama mengenai legalitas harga pasar?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi intervensi harga pasar
2. Dapat memahami mekanisme pasar
3. Mengetahui dasar hukum mekanisme pasar
4. Mengetahui pandangan ulama mengenai legalitas harga pasar
2
BAB II
PEMBAHASAN
1 Tim Redaksi, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 561.
2 Sugiyono, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 358.
3 Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi, dan Keuangan Kontemporer: dari Teori ke Aplikasi, Cet. 2,
3
atau penetapan harga. 5 Dari mana ini, tas’ir atau intervensi pasar dimaknai
sebagai penentuan harga pada pasar yang tidak seimbang.
Menurut makna terminologi atau istilah, terdapat beberapa definisi tas’ir
atau penetapan harga yang dikemukakan oleh para ahli. Di antaranya ialah Yusuf
al-Qaradhawi. Menurutnya, penetapan harga (tas’ir) adalah penentuan harga
oleh pemerintah sementara para pelaku pasar dilarang menaikkannya dan
menurunkan harganya. Menurut Abdus Sami’ Ahmad Imam, tas’ir atau
intervensi pasar adalah tindakan hakim membatasi harga barang dagangan
sehingga penjual tidak boleh melewati harga yang telah ditetapkan. Definisi
lainnya dari keterangan Sayyid Sabiq, tas’ir ialah penetapan harga barang-barang
yang hendak diperjual belikan tanpa menzalimi pemilik dan tanpa memberatkan
pembeli. 6
Berdasarkan dua definisi terakhir memberi pemahaman bahwa intervensi
pasar diarahkan kepada penetapan atau ikutnya pemerintah di dalam menentukan
nilai harga suatu barang. Melalui penentuan harga suatu komuditas barang, maka
pemilik barang tidak diperkenankan meninggikan dan menurunkan harga
tersebut sepanjang tidak dicabut oleh pemerintah. Para pedagang ataupun
pemilik barang secara umum akan meninggikan harga barang ketika permintaan
terhadap barang itu tinggi, sementara barangnya sudah tidak banyak. Demikian
juga ketika jumlah suatu barang banyak, sementara permintaan sedikit, maka
harga barang biasanya akan turun secara drastis. Sebab itu, intervensi pasar atau
penetapan harga (tas’ir) dimaknai sebagai hadirnya pemerintah dalam
menentukan batasan harga yang wajib dipatuhi pihak pemilik barang.
4
serta menjadi sunatullah. Sehingga sudah dapat dipastikan bahwa teransaksi
perekonomiain telah terjadi dari berabad-abad yang lalu. 7 Salah satu tokoh
muslim yang memiliki pendapat tentang pasar dan mekanismenya adalah Abu
Yusuf. Menurutnya, tidak ada kepastian batas tentang ketentuan tentang murah
dan mahal suatu harga. Sesuatu dapat dikatakan murah bukan karena melimpah,
demikian juga dengan mahal bukan karena kelangkaan. Murah serta mahal
merupakan ketentuan Allah. Terkadang makanan sangat sedikit namun harganya
murah. Pernyataan ini secara implisit menjelaskan bahwa harga tidak hanya
ditentukan oleh penawaran, tetapi juga oleh permintaan terhadap barang
tersebut. Bahkan Abu Yusuf mengindikasikan terdapat variabel lain yang juga
mempengaruhi harga. Variabel bersebut misalnya jumlah uang beredar, serta
penimbunan atau penahanan suatu barang. Pemikiran Abu Yusuf tersebut
merupakan hasil dari observasi terhadap fakta empiris. Sering terjadi kasus
seperti banyaknya barang diikuti juga dengan tingginya tingkat harga, dan
barang langka juga diikuti dengan harga yang rendah. 8
ٍ ٰ ٰٓياَي َُّها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل ت َأ ْ ُكلُ ْٰٓوا ا َْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِب ْالبَ اطِ ِل ا َّ َِٰٓل ا َنْ ت َ ُك ْونَ تِ َجا َرة ً َعنْ ت ََر
َّاض ِم ْن ُك ْم ۗ َو ََل ت َ ْقتُلُ ْٰٓوا ا َ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِن
ّٰللا َكانَ ِب ُك ْم َرحِ ْي ًما
َه
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
kepadamu.9
5
Ayat ini melarang mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil (tidak
benar), kecuali dengan perniagaan yang berlaku atas dasar kerelaan bersama.
Para ulama tafsir berpendapat bahwa, larangan memakan harta orang lain dalam
ayat ini mengandung arti yang luas dan mendalam, seperti:
a. Agama Islam mengakui adanya hak milik pribadi yang berhak mendapat
perlindungan.
b. Hak milik pribadi jika memenuhi nisabnya, wajib dikeluarkan zakatnya
dan kewajiban lainnya untuk kepentingan agama, negara dan sebagainya.
c. Tidak boleh mengambil harta orang lain tanpa persetujuan pemiliknya.
Memperoleh harta bisa dengan cara berniaga atau berjual beli. Dengan
dasar kerelaan dari kedua belah pihak tanpa suatu paksaan. Karena jual
beli yang dilakukan secara paksa tidak sah walaupun ada bayaran atau
penggantinya. Dalam upaya memperoleh kekayaan, tidak diperbolehkan
ada unsur zalim kepada orang lain, baik individu atau masyarakat.
Contoh tindakan memperoleh harta secara batil yaitu menyuap, mencuri,
berjudi, menipu, korupsi, mengurangi timbangan, berbuat curang, dan
lainnya. Kemudian dalam ayat ini, diakhiri dengan penjelasan bahwa
Allah melarang orang-orang yang beriman memakan harta dengan jalan
yang batil dan membunuh orang lain, ataupun bunuh diri. Itu adalah
karena kasih sayang Allah kepada hamba-Nya demi kebahagiaan hidup
mereka di dunia dan di akhirat.
10Ika Yunia Fauzia, dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid al-
Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), hlm. 201.
6
para pelaku pasar justru melakukan praktik monopoli, kezaliman terhadap harga
komuditas barang. Atas dasar muncul pula gagasan dan pendapat para ulama
membolehkan penentuan harga dalam jual beli, dan ada juga yang masih tetap
melarang dalam menentukan harga atas keterlibatan pemerintah.11 Untuk itu,
masing-masing dari pandangan ini dapat dikelompokkan ke dalam dua pendapat
berikut:
a. Pendapat yang Melarang Intervensi Pasar dalam Jual Beli Imam Syafi’i
berpendapat, penetapan harga atau intervensi pasar yang dilakukan oleh
pemerintah terhadap para pelaku usaha atau pegadang adalah haram.
Demikian juga pendapat Imam Ahmad bahwa pemerintah tidak berhak
menetapkan harga, masyarakat yang mempunyai kebebasan untuk
memperjualbelikan suatu harta (barang) berdasarkan apa yang telah mereka
tetapkan.12
Dalilnya adalah QS. al-Nisa’ [4] ayat 29. Selain itu juga mengacu kepada
riwayat hadis yang menyebutkan bahwa ada larangan penetapan harga dalam
riwayat Abi Dawud berikut ini:
Dari Anas, orang-orang berkata; wahai Rasulullah, harta telah melonjang, maka
tetapkanlah harga untuk kami! Maka beliau berkata: "Sesungguhnya Allahlah yang
menentukan harga, Yang menggenggam dan Yang menghamparkan, dan Pemberi
rizqi. Dan sungguh aku berharap berjumpa dengan Allah sementara tidak ada
seorang pun dari kalian yang menuntutku karena suatu kezhaliman dalam hal darah,
dan harta. (HR. Abi Dawud).
7
pasar. Adapun dasar logis para ulama yang melarang intervensi pasar mengacu
kepada beberapa poin argumentasi berikut:
13 Ika Yunia Fauzia, dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip..., hlm. 202.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
kerangka nilai-nilai ajaran Islam baik al-Qur’an maupun hadits Rasulullah saw.
Dengan demikian, konsep pasar yang Islami bisa kita wujudkan dalam realita.
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer dari Teori ke
Aplikasi, Edisi Kedua, Cet. 2, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2018.
Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, Terj: Abu Aulia, dan Abu Syauqina, Jakarta:
Republika, 2018.
Rahmi, Ain. “Mekanisme Pasar Dalam Islam.” Jurnal Ekonomi Bisnis Dan
Kewirausahaan 4, no. 2 (2015): 177–92.
https://doi.org/10.26418/jebik.v4i2.12481.
Ika Yunia Fauzia, dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid al-Syari’ah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.
Ika Yunia Fauzia, dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid al-Syari’ah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.
11
12