Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

LEGALITAS INTERVENSI HARGA PASAR OLEH PEMERINTAH DALAM


SYARIAT ISLAM

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masail Fiqhiyyah Iqtishadhiyah Mu’ashirah

Dosen pengampu: Mahbub Ainur Rofiq, S.HI., M.H

Disusun oleh:

Zainullah (210202110122)
Feriska Nurjanah (210202110139)
Muammaroh Akmalia (210202110159)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Ucapan syukur alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT, atas


rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Makalah ini kami berjudul “Legalitas Intervensi Harga Pasar Oleh
Pemerintah Dalam Syariat Islam”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata


kuliah Masail Fiqhiyyah Iqtishadhiyah Mu’ashirah. Selain itu, makalah ini juga
memiliki tujuan untuk memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi saya
khususnya dan bagi para pembaca.

Kami sebagai penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak


Mahbub Ainur Rofiq, M.H. selaku dosen pengajar mata kuliah masail fiqhiyyah
iqtishadhiyah mu’ashirah, saya sampaikan terima kasih.

Malang, 6 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1 Pengertian Intervensi Harga Pasar ............................................................. 3
2.2 Mekanisme Pasar ....................................................................................... 4
2.3 Dasar Hukum Mekanisme Harga Pasar ..................................................... 5
2.4 Pendapat Ulama tentang Intervensi Pasar dalam Jual Beli ........................ 6
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 9
A. Kesimpulan.................................................................................................. 9
B. Saran ............................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Intervensi pemerintah, pasar dan harga merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Jika pasar tidak stabil maka akan berpengaruh pada
harga. Jika harga tidak stabil di pasar maka pemerintah ikut intervensi dalam
pasar untuk menstabilkan harga.
Pasar merupakan sebuah mekanisme untuk pertukaran barang dan jasa
yang sifatnya alami. Harga pasar dibentuk oleh berbagai faktor yang kemudian
membentuk permintaan dan penawaran barang dan jasa. Permintaan konsumen
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti harga, pendapatan konsumen, selera,
harapan dan tingkat mashlahah. Sedangkan penawaran produsen juga
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti mashlahah, laba, dan harga.

Pasar mendapatkan kedudukan yang penting dalam ekonomi Islam.


Dalam pandangan Islam pasar merupakan wahana transaksi ekonomi yang
ideal, tetapi memiliki berbagai kelemahan yang tidak cukup memadai pencapai
ekonomi yang Islami. Ajaran Islam berusaha untuk menciptakan suatu keadaan
pasar yang dibingkai oleh nilai-nilai syari’ah, meskipun tetap dalam suasana
yang bersaing dan suasana bebas tapi masih dalam kerangka norma-norma dan
nilai syari’ah Islam.
Dalam sejarahnya kebijakan-kebijakan Rasulullah saw. dalam
intervensi jika terjadi ketidak stabilan harga dalam pasar selalu mengedepankan
konsep keadilan. Lembaga al-hisbah (market controller) berfungsi sebagai
pengawasan harga yang independen yang lepas dari kepentingan kelompok
tertentu. Inspeksi dilakukan jika terjadi melambung dan rendahnya harga di
pasar yang tidak disebabkan oleh faktor alamiah (persaingan sempurna). Pada
masa modern ini al-hisbah menjelma berbagai bentuk yang diperankan oleh
pemerintah secara umum melalalui berbagai institusinya sebagai kontrol
terhadap kesetabilan harga di pasar.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud intervensi harga pasar?
2. Bagaimana mekanisme pasar?
3. Bagaimana dasar hukum mekanisme harga pasar?
4. Bagaimana pandangan ulama mengenai legalitas harga pasar?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi intervensi harga pasar
2. Dapat memahami mekanisme pasar
3. Mengetahui dasar hukum mekanisme pasar
4. Mengetahui pandangan ulama mengenai legalitas harga pasar

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Intervensi Harga Pasar


Konsep intervensi pasar dikenal dalam konteks hukum positif Indonesia
dan juga hukum Islam. Konsep intervasi pasar tersebut diarahkan pada
penetapan harga oleh pemerintah terhadap suatu komuditas harga barang. Istilah
“intervensi pasar” tersusun dari dua kata yaitu intervensi dan pasar. Kata
intervensi bermakna campur tangan.1 Adapun kata pasar bermakna pekan, bazar,
tempat perdagangan atau tempat jual beli. 2 Berdasarkan dua pemaknaan ini
dapat dipahami intervensi pasar adalah campur tangan atau ikutr terlibat di dalam
manajemen pasar, seperti misalnya dalam masalah harga.
Intervensi pasar atau dalam istilah lain disebut market intervention, atau
penentuan harga (price mixing), merupakan turut campurnya pemerintah di
dalam menintervensi pasar, yaitu dengan membuat kebijakan yang bisa
mempengaruhi dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran (market
intervention) oleh sebab terjadinya distorsi pasar karena faktor alamiah. 3
Intervensi pasar juga bermakna bahwa apabila distorsi pasar terjadi karena
sifatnya alamiah maka kebijakan yang ditempuh adalah intervensi harga pasar.
Jadi, intervensi pasar berkait erat dengan keikutsertaan pemerintah dalam
mekanisme harga pasar.4
Dalam hukum Islam, atau lebih tepatnya dalam perspektif fikih,
intervensi pasar diistilahkan dengan tas’ir yang asalnya dari kata sa’ara berarti
menyalakan atau mengobarkan, mempercepat, melintasi, dari kata sa’ara,
kemudian muncul istilah al-sa’ru, bentuk jamak atau plural as’ar artinya harga.
Selanjutnya muncul istilah al-tas’ir, artinya al-tatsmin, yaitu penaksiran harga

1 Tim Redaksi, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 561.
2 Sugiyono, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 358.
3 Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi, dan Keuangan Kontemporer: dari Teori ke Aplikasi, Cet. 2,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2018), hlm. 126-127.


4 Supriadi, Konsep Harga dalam Ekonomi Islam, (t.pt: Guepedia, 2018), hlm. 52.

3
atau penetapan harga. 5 Dari mana ini, tas’ir atau intervensi pasar dimaknai
sebagai penentuan harga pada pasar yang tidak seimbang.
Menurut makna terminologi atau istilah, terdapat beberapa definisi tas’ir
atau penetapan harga yang dikemukakan oleh para ahli. Di antaranya ialah Yusuf
al-Qaradhawi. Menurutnya, penetapan harga (tas’ir) adalah penentuan harga
oleh pemerintah sementara para pelaku pasar dilarang menaikkannya dan
menurunkan harganya. Menurut Abdus Sami’ Ahmad Imam, tas’ir atau
intervensi pasar adalah tindakan hakim membatasi harga barang dagangan
sehingga penjual tidak boleh melewati harga yang telah ditetapkan. Definisi
lainnya dari keterangan Sayyid Sabiq, tas’ir ialah penetapan harga barang-barang
yang hendak diperjual belikan tanpa menzalimi pemilik dan tanpa memberatkan
pembeli. 6
Berdasarkan dua definisi terakhir memberi pemahaman bahwa intervensi
pasar diarahkan kepada penetapan atau ikutnya pemerintah di dalam menentukan
nilai harga suatu barang. Melalui penentuan harga suatu komuditas barang, maka
pemilik barang tidak diperkenankan meninggikan dan menurunkan harga
tersebut sepanjang tidak dicabut oleh pemerintah. Para pedagang ataupun
pemilik barang secara umum akan meninggikan harga barang ketika permintaan
terhadap barang itu tinggi, sementara barangnya sudah tidak banyak. Demikian
juga ketika jumlah suatu barang banyak, sementara permintaan sedikit, maka
harga barang biasanya akan turun secara drastis. Sebab itu, intervensi pasar atau
penetapan harga (tas’ir) dimaknai sebagai hadirnya pemerintah dalam
menentukan batasan harga yang wajib dipatuhi pihak pemilik barang.

2.2 Mekanisme pasar


Pasar dapat diartikan sebagai sebuah mekanisme pertukaran barang dan/
atau jasa yang terjadi secara alamiah. Dalam Islam, pasar sangat penting dalam
perekonomian. Pasar telah terjadi dari masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin

5 Achmad Warson Munawwir, Muhammad Fairuz, Kamus Al-Munawwir Indonesia Arab


Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), hlm. 633.
6 Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah..., hlm. 53.

4
serta menjadi sunatullah. Sehingga sudah dapat dipastikan bahwa teransaksi
perekonomiain telah terjadi dari berabad-abad yang lalu. 7 Salah satu tokoh
muslim yang memiliki pendapat tentang pasar dan mekanismenya adalah Abu
Yusuf. Menurutnya, tidak ada kepastian batas tentang ketentuan tentang murah
dan mahal suatu harga. Sesuatu dapat dikatakan murah bukan karena melimpah,
demikian juga dengan mahal bukan karena kelangkaan. Murah serta mahal
merupakan ketentuan Allah. Terkadang makanan sangat sedikit namun harganya
murah. Pernyataan ini secara implisit menjelaskan bahwa harga tidak hanya
ditentukan oleh penawaran, tetapi juga oleh permintaan terhadap barang
tersebut. Bahkan Abu Yusuf mengindikasikan terdapat variabel lain yang juga
mempengaruhi harga. Variabel bersebut misalnya jumlah uang beredar, serta
penimbunan atau penahanan suatu barang. Pemikiran Abu Yusuf tersebut
merupakan hasil dari observasi terhadap fakta empiris. Sering terjadi kasus
seperti banyaknya barang diikuti juga dengan tingginya tingkat harga, dan
barang langka juga diikuti dengan harga yang rendah. 8

2.3 Dasar Hukum Mekanisme pasar


Pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur mekanisme pasar.
Dalam ekonomi Islam, mekanisme pasar yang baik dijelaskan pada Q.S An-Nisa
ayat 29 di bawah ini:

ٍ ‫ٰ ٰٓياَي َُّها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل ت َأ ْ ُكلُ ْٰٓوا ا َْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِب ْالبَ اطِ ِل ا َّ َِٰٓل ا َنْ ت َ ُك ْونَ تِ َجا َرة ً َعنْ ت ََر‬
َّ‫اض ِم ْن ُك ْم ۗ َو ََل ت َ ْقتُلُ ْٰٓوا ا َ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِن‬
‫ّٰللا َكانَ ِب ُك ْم َرحِ ْي ًما‬
َ‫ه‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
kepadamu.9

7 Ain Rahmi, “Mekanisme Pasar Dalam Islam,”...


8 Sukamto, “Memahami Mekanisme Pasar Dalam Ekonomi Islam,”…
9 Perpustakaan Nasiaonal: Katalog Dalam Terbitan (KDT), Quran Terjemah, ed. Abdul Raup Indra

Laksana, Muchaeroni, Syamsu Arramly (Bandung: Syamil Quran, 2007).

5
Ayat ini melarang mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil (tidak
benar), kecuali dengan perniagaan yang berlaku atas dasar kerelaan bersama.
Para ulama tafsir berpendapat bahwa, larangan memakan harta orang lain dalam
ayat ini mengandung arti yang luas dan mendalam, seperti:
a. Agama Islam mengakui adanya hak milik pribadi yang berhak mendapat
perlindungan.
b. Hak milik pribadi jika memenuhi nisabnya, wajib dikeluarkan zakatnya
dan kewajiban lainnya untuk kepentingan agama, negara dan sebagainya.
c. Tidak boleh mengambil harta orang lain tanpa persetujuan pemiliknya.
Memperoleh harta bisa dengan cara berniaga atau berjual beli. Dengan
dasar kerelaan dari kedua belah pihak tanpa suatu paksaan. Karena jual
beli yang dilakukan secara paksa tidak sah walaupun ada bayaran atau
penggantinya. Dalam upaya memperoleh kekayaan, tidak diperbolehkan
ada unsur zalim kepada orang lain, baik individu atau masyarakat.
Contoh tindakan memperoleh harta secara batil yaitu menyuap, mencuri,
berjudi, menipu, korupsi, mengurangi timbangan, berbuat curang, dan
lainnya. Kemudian dalam ayat ini, diakhiri dengan penjelasan bahwa
Allah melarang orang-orang yang beriman memakan harta dengan jalan
yang batil dan membunuh orang lain, ataupun bunuh diri. Itu adalah
karena kasih sayang Allah kepada hamba-Nya demi kebahagiaan hidup
mereka di dunia dan di akhirat.

2.4 Pendapat Ulama tentang Intervensi Pasar dalam Jual Beli


Kajian hukum tentang penentuan harga dalam jual beli berawal dari kajian
sejarah di mana pada masa Rasulullah Saw, keadaan pasar sudah sangat pesat.
Pada masa itu, Rasulullah SAW menolak permintaan para sahabat membatasi
harga barang yang mahal pada waktu itu, karena dorongan dari permintaan dan
penawaran yang alami. 10 Penolakan Rasulullah Saw dalam hal ini dapat
dipahami dari keterangan Rasul padda waktu itu muncul kasus-kasus di mana

10Ika Yunia Fauzia, dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid al-
Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), hlm. 201.

6
para pelaku pasar justru melakukan praktik monopoli, kezaliman terhadap harga
komuditas barang. Atas dasar muncul pula gagasan dan pendapat para ulama
membolehkan penentuan harga dalam jual beli, dan ada juga yang masih tetap
melarang dalam menentukan harga atas keterlibatan pemerintah.11 Untuk itu,
masing-masing dari pandangan ini dapat dikelompokkan ke dalam dua pendapat
berikut:
a. Pendapat yang Melarang Intervensi Pasar dalam Jual Beli Imam Syafi’i
berpendapat, penetapan harga atau intervensi pasar yang dilakukan oleh
pemerintah terhadap para pelaku usaha atau pegadang adalah haram.
Demikian juga pendapat Imam Ahmad bahwa pemerintah tidak berhak
menetapkan harga, masyarakat yang mempunyai kebebasan untuk
memperjualbelikan suatu harta (barang) berdasarkan apa yang telah mereka
tetapkan.12

Dalilnya adalah QS. al-Nisa’ [4] ayat 29. Selain itu juga mengacu kepada
riwayat hadis yang menyebutkan bahwa ada larangan penetapan harga dalam
riwayat Abi Dawud berikut ini:

َ َّ َّ‫ّٰللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم ِإن‬


‫ّٰللا ه َُو‬ ُ َّ ‫ص َّلى‬َ ‫ّٰللا‬ ِ َّ ‫الس ْع ُر فَ َسع ِْر َلنَا َفقَا َل َرسُو ُل‬
ِ ‫ّٰللا غ َََل‬ ُ َّ ‫َعنْ أَن ٍَس قَا َل الن‬
ِ َّ ‫اس يَا َرسُو َل‬
‫َطا ِلبُنِي بِ َم ْْظلَ َم ٍٍة فِي دَ ٍم َو ََل َما ٍل‬ َ ُ‫ْس أ َ َحٌد مِ ْن ُك ْم ي‬ َ َّ ‫الر ِازقُ َوإِنِي ََل َ ْرجُو أَنْ أ َ ْلقَى‬
َ ‫ّٰللا َولَي‬ َّ ‫ِط‬ُ ‫ض ْالبَاس‬ُ ِ‫ْال ُم َسع ُِر ْالقَاب‬

Dari Anas, orang-orang berkata; wahai Rasulullah, harta telah melonjang, maka
tetapkanlah harga untuk kami! Maka beliau berkata: "Sesungguhnya Allahlah yang
menentukan harga, Yang menggenggam dan Yang menghamparkan, dan Pemberi
rizqi. Dan sungguh aku berharap berjumpa dengan Allah sementara tidak ada
seorang pun dari kalian yang menuntutku karena suatu kezhaliman dalam hal darah,
dan harta. (HR. Abi Dawud).

Berdasarkan beberapa riwayat di atas, dapat diketahui bahwa hadis-hadis


di atas secara tekstual jelas melarang tas’ir (penetapan harga) melalui intervensi

11 Abdus Sami’ Ahmad Imam, Pengantar..., hlm. 372.


12 Ika Yunia Fauzia, dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip..., hlm. 201.

7
pasar. Adapun dasar logis para ulama yang melarang intervensi pasar mengacu
kepada beberapa poin argumentasi berikut:

1) Manusia bebas dalam menentukan harta mereka.


2) Seorang hakim diperintahkan untuk menjaga kemaslahatan bersama.
Penjagaannya terhadap pihak pembeli untuk mendapat kemaslahatan jangan
sampai melebihi upaya penjagaannya bagi pihak penjual untuk
mendapatkan kemaslahatan.
3) Terkadang dalam pembatasan harga akan menimbulkan kemudharatan bagi
penjual dan pembeli. Bagi pihak penjual, pembatasan harga akan
menjadikannya menyembunyikan barang dagangan sehingga barang
dagangan menjadi langka dan sulit dicari pada pasaran.

Mengacu kepada keterangan di atas, dapat diketahui bahwa ulama


Mazhab Syafi’i dan juga Hanbali melarang adanya intervensi pasar dalam konteks
mu’amalah Islam karena tidak sejalan dengan dalil-dalil Alquran dan juga beberapa
riwayat hadis sebelumnya. Di samping itu, intervensi pasar justru dapat
menghilangkan nilai-nilai saling rida antara pedagang dengan konsumen.

b. Pendapat yang Membolehkan Intervensi Pasar dalam Jual Beli Berbeda


dengan itu, dalam mazhab Hanafi dan Maliki, justru mengakui adanya
kewenangan pemerintah menetapkan harga komuditas suatu barang. Di
dalam mazhab Hanafiyah dan Malikiyah, membolehkan penetapan harga
untuk barang-barang hajiyyat (sekunder), hal tersebut dilakukan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Apabila pemilik barang
dagangan mematok harga yang tinggi, maka dalam kondisi seperti ini,
pemerintah dan stafnya berhak (memiliki wewenang) menentukan harga
dengan tujuan untuk kemaslahatan masyarakat. 13 Dasar hukum adanya
kewenangan pemerintah dalam menetapkan harga menurut pandangan ini
mengacu kepada kemaslahatan atau mashlahah.

13 Ika Yunia Fauzia, dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip..., hlm. 202.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi norma-norma


yang harus dijalankan oleh masyarakat dalam menjalankan bisnisnya
dimanapun dan khususnya di pasar. Norma-norma ini antara lain, persaingan
yang sehat (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (tranparancy), dan
keadilan (justice). Banyak ayat al-Qur’an dan hadits yang dengan tegas dan
jelas menekankan norma-norma tersebut dan bahkan mengaitkannya dengan
keimanan kepada Allah. Adanya keterikatan seorang muslim dengan norma-
norma ini, maka akan menjadi sistem pengendali pribadi yang besifat otomatis
(inner built in control) bagi perilakunya dalam aktifitas pasar.
Disamping itu Islam juga tidak menolak kebijakan pemerintah dalam
regulasi harga asal memperhatikan etika, model dan fungsi kebijakan terbebut
bagi masyarakat. Mengenai dasar kebijakan penetapan harga adalah menuju
harga yang adil, yang dapat dilakukan dengan berpatokan pada harga dalam
situasi pasar yang normal atau harga yang setara. Penetapan harga pada situasi
yang kurang tepat justru akan menimbulkan banyak permasalahan ekonomi
yang serius, yaitu adanya black market. Maka dari itu, Islam menolak penetapan
harga dalam situasi pasar yang masih normal.
Dari itulah maka peran pemerintah dalam pasar yang Islami bukan
hanya bersifat minor, tetapi besar dan penting. Perannya berkaitan dengan
emplementasi nilai dan moral Islam, berkaitan dengan mekanisme pasar, serta
berkaitan dengan kegagalan pasar. Sebagaimana, Rasulullah saw menjunjung
tinggi mekanisme pasar, bahkan beliau sendiri salah seorang pelaku pasar yang
aktif, yang kemudian tatap mejadi pengawas pasar (al-muhtasib) hingga akhir
hayatnya. Para pemikir muslim, seperti Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibn Khaldun
dan Ibn Taimiyyah, memiliki pandangan yang lebih maju mengenai mekanisme
pasar. Pemikiran mereka tentang pasar dan mekanismenya diletakkan dalam

9
kerangka nilai-nilai ajaran Islam baik al-Qur’an maupun hadits Rasulullah saw.
Dengan demikian, konsep pasar yang Islami bisa kita wujudkan dalam realita.

B. Saran

Makalah ini disusun dengan semaksimal mungkin guna mendapat


hasil baik. Namun kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran kami perlukan dan akan saya
terima demi kesempurnaan makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer dari Teori ke
Aplikasi, Edisi Kedua, Cet. 2, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2018.

Achmad W. Munawwir dan Muhammad Fairuz, Kamus al-Munawwir, Surabaya:


Pustaka Progressif, 2007.

Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, Terj: Abu Aulia, dan Abu Syauqina, Jakarta:
Republika, 2018.

Rahmi, Ain. “Mekanisme Pasar Dalam Islam.” Jurnal Ekonomi Bisnis Dan
Kewirausahaan 4, no. 2 (2015): 177–92.
https://doi.org/10.26418/jebik.v4i2.12481.

Sukamto. “Memahami Mekanisme Pasar Dalam Ekonomi Islam.” Jurnal Sosial


Humaniora 5, no. 1 (2012): 19–33.

(KDT), Perpustakaan Nasiaonal: Katalog Dalam Terbitan. Quran Terjemah. Edited


by Abdul Raup Indra Laksana, Muchaeroni, Syamsu Arramly. Bandung:
Syamil Quran, 2007.

Ika Yunia Fauzia, dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid al-Syari’ah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.

Abdus Sami’ Ahmad Imam, Pengantar Studi Perbandingan Mazhab, Terj: Y.


Maqosid, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2016.

Ika Yunia Fauzia, dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid al-Syari’ah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.

11
12

Anda mungkin juga menyukai