Dosen pengampu:
Fadhila (410522017)
Fauzan (410522019)
2023
KATA PENGANTAR
Kelompok 13
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ........................................................................ 12
B. Saran .................................................................................. 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Euis Amalia, “Mekanisme Pasar Dalam Kebijakan Penetapan Harga Adil Dalam
Perspektif Ekonomi Islam,” Al-Iqtishad: Journal of Islamic Economis 5, no. 1 (2015) h. 1-
22.
2
Ni’matul Fitria Mukaromah and Temmy Wijaya, “ Pasar Persaingan Sempurna
Dan Pasar Persaingan Tidak Sempurna Dalam Perspektif Islam,” Jurnal Kajian Ekonomi
Dan perbankan 4, no. 1 (2020) h. 24-32.
3
Khairuddin Wahid, “ Reposisi Negara dalam Pasar; Analisis Kritis Terhadap
Asumsi Intervensi Pasar Oleh Pemerintah Perspektif Ekonomi Islam,” Al-Intaj 3, no. 1
(2017) h. 1-25.
4
A, Rahmi, “Mekanisme Pasar Dalam Islam.” h. 48.
1
penawaran dalam perspektif Islam, harus dilakukan secara sukarela (tanpa
paksaan) dan tidak ada pihak dirugikan dalam melakukan sebuah transaksi. 5
Islam sudah mengajarkan mengenai konsep mekanisme pasar, Pada zaman
Rasulullah saw, beliau menolak adanya price interventation karena
kebijakan yang dikeluarkan harus mengutamakan kemaslahatan seluruh
pihak. Dalam ekonomi Islam, etika serta nilai-nilai syari'ah harus dijunjung
dan tinggi, termasuk dalam melakukan aktivitas ekonomi. Etika tersebut
berupa perintah, larangan, anjuran, maupun himbauan6 untuk mencari ridha
Allah dan mewujudkan kemaslahatan masyarakat.
Intervensi pasar merupakan suatu tindakan pemerintah dalam
mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi di pasar. Intervensi pasar atau
market intervention terjadi ketika pemerintah belum secara efisien dan
maksimal dalam menggunakan sumber daya yang ada. Intervensi pasar
dalam islam diperbolehkan jika disebabkan adanya perubahan pada genuine
demand dan genuine supply. 7 Market intervention tidak selalu diartikan
dengan penambahan supply barang/jasa, tetapi termasuk pula jaminan
kelancaraan arus perdagangan.8 Ibn Taimiyah mengungkapkan bahwa harga
pasar yang terbentuk tidak selalu dari tindakan yang tidak adil, tetapi juga
bisa disebakan karena inefisiensi produksi. 9 Oleh karena itu, pemerintah
dapat melakukan pengendalian pasar dalam tiga bentuk antara lain: (i)
preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya distorsi pasar melalui
regulasi dan monitoring; (ii) kuratif, jika terdapat penyimpangan perilaku
5
Azizah, “Harga Yang Adil Dalam Mekanisme Pasar Dan Peran Pemerintah
Dalam Perspektif Islam.” Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan perbankan Syariah 5, No.
1 (2019) h. 91-100.
6
Mubarroh Azizah, “Harga Yang Adil Dalam Mekanisme Pasar Dan Peran
Pemerintah Dalam Perspektif Islam,” Unisia 34, No. 76 (2012) h. 74-85.
7
Djawahir Hejazziey, “Mekanisme Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam,” Al-
Qalam 28, No. 3 (2019) h. 535.
8
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007) h. 86
9
Syamsul Hilal, “Konsep Harga Dalam Ekonomi Islam,” Asas 6, No. 2 (2014) h.
16-28.
2
sosial atau terjadi bencana alam; dan (iii) represif, dengan menerapkan
punishment atas pelanggaran yang dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perspektif pasar dalam Islam?
2. Bagaimana pendapat para ulama terdahulu tentang intervensi pasar?
3. Bagaimana peran pemerintah dalam pendekatan maqashid?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perspektif pasar dalam Islam
2. Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang intervensi pasar
3. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam pendekatan maqashid
3
BAB II
PEMBAHASAN
Ahmad Zaini, “Ihtikar Dan Ta’sir Dalam Hukum Bisnis Syariah,” TAWAZUN :
10
4
masyarakat.13 Lebih lanjut, pemerintah juga wajib menjalankan perannya
sebagai wilayatul hisbah dalam penetapan harga untuk mewujudkan
maslahah dalam masyarakat44 sebagaimana pernah dilaukan oleh Umar bin
Khattab.14
Penetapan harga yang adil juga dikemukakan oleh Ibn Taimiyah
yang terbagi menjadi dua, yakni intervensi harga yang zalim dan adil. 15
Intervensi harga dikatakan adil, jika tidak merugikan salah satu diantara
kedua belah pihak. 16 Sedangkan intervensi harga yang zalim, terjadi jika
penetapan harga tertinggi (ceiling price) di bawah ekuilibrium (harga
keseimbangan), ataupun harga terendah (floor price) di atas ekuilibrium.
Ibn Taimiyah menjelaskan terdapat tiga keadaan yang mengharuskan
dilakukannya price intervention. Pertama, pada kondisi dimana barang
dibutuhkan oleh konsumen, namun produsen hanya ingin menjual pada
harga diatas pasar. Dengan kondisi demikian, pemerintah dapat memaksa
produsen dalam penetapan harga yang wajar. Kedua, tidak bertemunya
kesepakatan harga antara produsen dengan konsumen. Pemerintah dapat
melakukan intervensi dengan memfasilitasi kedua pihak melalui
musyawarah. Ketiga, penyedia jasa hanya mau memberikan jasanya jika
upah diatas harga pasar, maka pemerintah dapat melakukan penetapan
harga atas jasa tenaga kerja secara adil.
Di sisi lain, market intervention tidak hanya diartikan sebagai
penambahan atau penetapan harga barang. Akan tetapi, intervensi
pemerintah juga diartikan sebagai penjaminan kelancaran mobilitas barang
dari produsen kepada konsumen.17 Tujuan penjaminan kelancaran distribusi
13
Umaima, "Tanggung Jawab Pemerintah terhadap Pengentasan Kemiskinan
(Tinjauan Ekonomi Islam)." DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum 12.2 (2014): 179-18.
14
Nurfaizah, Khanifah. "Government Intervention in Determining Prices
According To Ibn Taimiyah’S." Airlangga International Journal of Islamic Economics and
Finance 2.2 (2019): 97-104.
15
Ibn Taimiyah, Al-Hisbah Fi Al-Islam (Kairo: Dar al-Sha’ab, 1976).
16
A.Karim, Ekonomi Mikro Islam. h. 43.
17
A.Karim, Ekonomi Mikro Islam.
5
ini adalah untuk menjamin arus supply barang agar tidak terganggu.
Gangguan arus supply barang dapat menyebabkan bergesernya kurva
penawaran ke kiri atas, yang berarti kuantitas barang yang ditawarkan
berkurang, sehingga harga barang akan naik. Jenis gangguan dalam supply
barang bisa terjadi karena faktor alam ataupun kesengajaan manusia (seperti
ikhtikar ataupun najasy). Jika hambatan dalam pasokan barang terjadi
karena factor alam, pemerintah dapat memberlakukan kebijakan impor
untuk menjamin ketersediaan barang, terutama jika merupakan barang
pokok. Selanjutnya, jika hambatan berasal dari kesengajaan manusia, maka
pemerintah dapat menetapkan regulasi disertai dengan punishment yang
jelas untuk mereduksi adanya penyimpangan di pasar.
6
“Mengurangi margin keuntungan dengan menjual pada harga yang lebih
murah akan meningkatkan volume penjualan dan ini pada gilirannya akan
meningkatkan keuntungan”.18
2. Ibn Taimiyah
Masyarakat pada masa Ibnu Taimiyah beranggapan bahwa
peningkatan harga merupakan akibat ketidakadilan dan tindakan melanggar
hukum dari pihak penjual atau mungkin sebagai akibat manipulasi pasar.
Anggapan ini dibantah oleh Taimiyah dengan tegas ia menyatakan bahwa
harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Selanjutnya ia
menyatakan bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh
tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Perubahan
dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam
jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan
oleh selera dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga bergantung pada
besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi
sudah sesuai aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak
Allah. Ibnu Taimiyah menentang peraturan yang berlebihan ketika kekuatan
pasar secara bebas bekerja untuk menentukan harga yang kompetitif. 19
Selanjutnya Ibnu Taymiyah menyatakan, penawaran bisa dari
produksi domestik dan impor. Terjadinya perubahan dalam penawaran,
digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang
yang ditawarkan, sedangkan perubahan permintaan (naik atau turun) sangat
ditentukan oleh selera dan pendapatan konsumen. Permintaan akan barang
sering berubah. Ibn Taimiyah mengemukakan beberapa faktor permintaan
yang berkorelasi dengan harga, yaitu :
a. Keinginan konsumen (al-Raghbah) terhadap jenis barang sering
berbeda-beda dan beranekaragam. Keinginan tersebut karna
18
Adiwarman R. Karim. Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada) h. 19.
19
Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi
Islam Perspektif Maqashid al- Syari’ah, h. 217-222.
7
melimpah ruahnya jenis barang-barang yang ada atau perubahan
yang terjadi karna kelangkaan barang yang diminta (alMatlub).
Sebuah barang sangat diinginkan jika ketersediaannya berlimpah,
dan tentu akan berpengaruh terhadap naikkya harga.
b. Perubahan harga juga tergantung pada jumlah para konsumen
(Tullab). Jika jumlah para komsumen suatu jenis komoditi banyak
maka harga akan naik,dan terjadi sebaliknya harga akan turun jika
jumlah permintaan kecil.
c. Harga akan dipengaruhi juga oleh menguatnya atau melemahnya
tingkat kebutuhan akan suatu barang, karna meluasnya jumlah dan
ukuran dari kebutuhan, bagaimanapun besar ataupun kecilnya. Jika
kebutuhan tinggi dan kuat, harga akan naik lebih tinggi daripada jika
peningkatan kebutuhan itu kecil atau lemah.
d. Harga juga berubah-ubah sesuai dengan siapa penukaran itu
dilakukan (kualitas pelanggan). Jika ia kaya dan dijamin membayar
hutang, harga yang rendah bisa diterima olehnya, dibandingkan
dengan orang lain yang diketahui sedang bangkrut, suka mengulur-
ulur pembayaran atau diragukan kemampuan membayarnya.
e. Harga itu juga dipengaruhi oleh alat pembayaran (uang) yang
digunakan dalam jual beli. Jika yang digunakan umum dipakai,
harga akan lebih rendah ketimbang jika membayar dengan uang
yang jarang ada diperedaran.
f. Suatu objek penjualan (barang), dalam satu waktu tersedia secara
fisik dan pada waktu lain terkadang tidak tersedia. Jika objek
penjualan tersedia, harga akan lebih murah ketimbang jika tidak
tersedia. Kondisi yang sama juga berlaku pada kondisi pembeli yang
sesekali mampu membayar kontan karna mempunyai uang, tetapi
sesekali ia tak memiliki dan ingin menangguhkannya agar bisa
8
membayar. Maka harga yang diberikan pada pembayaran kontan
tentunya akan lebih murah dibanding sebaliknya. 20
20
AA Islahi, “Ekonomi Mikro Islam”. h. 90-91.
21
Ghofar Shidiq, “Teori Maqashid al-Syari’ah dalam Hukum Islam”, dalam
Jurnal Sultan Agung, Vol. XLIV, No. 118 (Juni-Agustus, 2019) h. 117.
9
Allah dan Rasul-Nya, yaitu berupa kemaslahatan umat manusia 22 yang
secara umum dibagi menjadi dua bentuk berikut:
1. Mewujudkan kebaikan atau kemanfaatan bagi manusia (jalb al-
masalih/jalb al-manafi’).
2. Mencegah atau menghindari keburukan dan kerusakan (dar’ al-
mafasid).23
Adapun maslahah sebagai substansi maqāṣid al-sharī’ah dapat dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1. Ḍaruriyāt, yaitu maslahah yang bersifat primer yang tidak dapat
ditinggalkan karena dapat menimbulkan kehancuran bagi manusia.
2. Ḥajiyāt, yaitu maslahah yang bersifat sekunder yang dibutuhkan
guna memudahkan kehidupan manusia sehingga tidak sampai
menimbulkan kerusakan jika ditinggalkan.
3. Taḥsīniyāt, yaitu maslahah yang bersifat tersier yang merupakan
tuntutan moral yang dibutuhkan guna peningkatan kualitas
kehidupan manusia sehingga tidak menimbulkan kerusakan dan
kesulitan apabila ditinggalkan.24
Pada setiap tingkatan di atas terdapat lima unsur pokok, yang
dikenal dengan usul al-khamsah, dan harus dipelihara atau dijaga guna
mewujudkan kemaslahatan, yang meliputi pemeliharaan agama (hifẓ al-
dīn), jiwa (hifẓ al-nafs), akal (hifẓ al- ‘aql), keturunan (hifẓ al-‘aql) serta
harta (hifẓ al-māl).25 Pemaknaan kelima unsur pokok ini kemudian diperluas
oleh Jasser Auda,26 hifẓ al-din diartikan menjadi “kebebasan kepercayaan”;
hifẓ al-nafs menjadi “perlindungan harga diri manusia/hak asasi manusia”;
22
Akmaludin Sya’bani, “Maqasid al-Syari’ah sebagai Metode Ijtihad”, Elhikam,
Vol. VIII, No. 1 (Januari-Juni, 2015) h. 129-131.
23
Maman Suherman, “Aliran Ushul Fiqh dan Maqashid Syari’ah”, Al Maslahah
Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam (2017) h. 362.
24
Ghofar Shidiq, “Teori Maqashid al-Syari’ah dalam Hukum Islam”, 122-124.
25
Ridwan Jamal, “Maqashid al-Syari’ah dan Relevansinya dengan Konteks
Kekinian”, Al-Syir’ah, Vol. 8, No. 1 (2010) h. 7.
26
Arina Haqan, “Rekonstruksi Maqasid al-Syari’ah Jasser Auda”, JPIK, Vol. 1,
No. 1 (Maret, 2018) h. 151.
10
hifẓ al-’aql menjadi “pengembangan pemikiran ilmiah/perjalanan menuntut
ilmu”; hifẓ al-nasl menjadi “kepedulian pada keluarga”; dan hifẓ al-mal
menjadi “pengembangan ekonomi dan penekanan jurang antarkelas”. 27
Konsep maqashid yang telah dijelaskan di atas tentu tidak asing lagi
dalam istilahh ekonomi. Konsep maqashid juga cukup populer di kalangan
para pemikir ekonomi Islam salah satunya adalah Al-Syatibi dan ibnu
Taimiyah. Pemikiran AlSyatibi sendiri terkait maqashid syariah sama
dengan penjelasan yang telah dipaparkan di atas, yaitu terkait dengan
kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
Sedangkan ibnu Taimiyah mengelompokkan maqashid syariah
menjadi tiga kelompok besar yakni maqashid al-a’zham, maqashid
ushuliyah, dan maqashid furu’iyah. Maqashid al-a’zham membahas terkait
dengan peribadatan kepada khaliq. Sedangkan maqashid ushuliyah ini
mencakup beberapa pemeliharaan di antaranya hifz al-mal. Adapun
maqasid furu’iyah memiliki keterkaitan erat dengan lima unsur dalam
maqasid al-asasiyah dan di dalamnya terdapat nilai-nilai yang mendukung
untuk mewujudkan keadilan serta melaksanakan tujuan terbesarnya yakni
hifz addin. Bentuk dari maqashid furu’iya adalah bahwasanya syariat atau
risalah samawiyah itu untuk yang pertama tujuan penyempurnaan dan
menetapkan fitrah manusia dan yang kedua pemerataan kekayaan.28
27
Jasser Auda, Maqasid Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: A Sistem
Aprroarch, terj. Rosidin dan Ali Abd el-Mun’im (Bandung: Mizan, 2015) h. 320.
28
Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Fatawa (Riyadh: Matabi’ Riyadh, 1993) h. 198.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasar merupakan mekanisme alami pertukaran produk baik berupa
barang maupun jasa dan telah ada sejak awal peradaban manusia. Islam
menempatkan pasar pada tempat yang penting dalam perekonomian.
Intervensi pasar merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi
ketidakseimbangan pasar. Ibnu Taimiyah mengungkapkan bahwa harga
pasar yang ditimbulkan tidak selalu merupakan akibat dari praktik yang
tidak adil, namun bisa juga akibat dari inefisiensi produksi. Dalam keadaan
seperti itu, pemerintah dapat memaksa produsen untuk menetapkan harga
yang wajar. Al-Ghazali tidak menampik kenyataan bahwa motif bisnis
adalah keuntungan. Lebih lanjut dia menyatakan, kenaikan dan penurunan
harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak jujur sebagian pihak yang
bertransaksi. Perubahan penawaran digambarkan sebagai kenaikan atau
penurunan jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat
ditentukan oleh selera dan pendapatan. Selain itu, Ibnu Taimiyah mencatat,
penawaran bisa datang dari produksi dalam negeri dan impor. Perubahan
penawaran digambarkan sebagai kenaikan atau penurunan jumlah barang
yang ditawarkan, sedangkan perubahan permintaan (kenaikan atau
penurunan) sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan konsumen.
Konsep ini sesuai dengan konsep Islam yang menjadikan hukum sebagai
tujuan memberi kemaslahatan bagi kehidupan manusia.
Peranan pemerintah dan kebijakan publik dalam pendekatan
maqashid syariah melibatkan penerapan prinsip-prinsip Good Governance,
pengembangan ekonomi syariah, pelayanan publik, pengembangan hukum
Islam, pengumpulan data, dan koordinasi dengan stakeholder lain. Adapun
maslahah sebagai substansi maqāṣid al-sharī’ah dapat dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu: Daruriyat, Hajiyat, dan Tahsiniyat.
12
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada
kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas
dimengerti. Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Rahmi, A. “Mekanisme Pasar Dalam Islam.” Jurnal Ekonomi Bisnis Dan
Kewirausahaan. core.ac.uk, 2015.
Shidiq, Ghofar “Teori Maqashid al-Syari’ah dalam Hukum Islam”, dalam
Jurnal Sultan Agung, Vol. XLIV, 2019.
Suherman, Maman. “Aliran Ushul Fiqh dan Maqashid Syari’ah”. Al
Mahlahah Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam 2017.
Sya’bani, Akmaludin. “Maqasid al-Syari’ah sebagai Metode Ijtihad”.
Elhikam, Vol. VIII, 2015.
Taimiyah, Ibn. Al-Hisbah Fi Al-Islam. Kairo: Dar al-Sha’ab, 1976.
Khairuddin Wahid. “Reposisi Negara Dalam Pasar: Analisis Kritis
Terhadap Asumsi Intervensi Pasar Oleh Pemerintahperspektif
Ekonomi Islam.” ALINTAJ 3, (2017).
15