Anda di halaman 1dari 17

Makalah

MEKANISME PASAR DALAM ISLAM

Oleh :
Sauril Rahmadi Hutabarat (3004214022)
Prodi : Ekonomi Syariah

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM


PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021
1. Pendahuluan
Pasar merupakan wadah bertemunya para penjual dan pembeli serta bertransaksi baik berupa
jual beli barang, maupun jasa, oleh karena pentingnya kegiatan jual beli tersebut bagi kemaslahatan
masyarakat, maka Islam juga mengatur pembentukan harga dan transaksi jual beli agar tidak terjadi
kecurangan dan ketidakadilan dalam bertansaksi, Atau bisa disebut juga sebagai mekanisme
mekanisme pasar menurut Islam.1
Pada dasarnya Islam memberi kebebasan pada pasar untuk menentukan harga dan cara cara
produksinya selama tidak terjadi gangguan yang menyebabkan ketidakseimbangan pasar. Namun
hal ini jarang ditemui, dalam praktiknya distorsi pasar sering terjadi, dimana pasar yang dibiarkan
berjalan sendiri (lissez faire) biasanya akan dikuasai secara sepihak oleh pemilik modal (capitalist),
pemilik informasi, maupun pemilik infrastruktur. Oleh sebab itu islam membolehkan intervensi
negara dalam hal mengatur, mengawasi, memastikan persaingan di pasar berlangsung adil,
memberikan informasi yang merata serta memberi keadilan ekonomi sehingga pasar bisa tetap
berjalan secara normal.
Sistem ekonomi Islam dalam mekanisme pasar berperan memberikan andil yang penting di
tengah kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang tidak menentu. Ternyata sistem ekonomi
kapitalis dan ekonomi sosialis selama ini menjadi acuan dan barometer dunia, tidak mampu
mengatasi mekanisme pasar saat ini yang serba tidak menentu dan tidak jelas, malah semakin
memperparah keadaan.2
Sama dengan tujuan Syariah Islam, tujuan akhir dari ekonomi islam adalah tercapainya
Falah, yaitu tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat dengan kehidupan dan baik dan terhormat.
Menurut Assyatibi, kemashlahatan hidup yang sesungguhnya itu hanya didapat jika memenuhi 5
kriteria, antara lain :
1. Keimanan/Agama
2. Ilmu
3. Kehidupan
4. Harta
5. Keturunan
apabila salah satu dari kelima kriteria ini ada yang tidak terpenuhi, maka kemashlahatan yang
sesungguhnya itu belum di dapat. Oleh sebab itu maka tiang utama dalam mekanisme islam adalah
etika dan moral Islam itu sendiri.3

1 Agung Zulkarnain Alang, Jurnal Mekanisme Pasar Dalam Perspektif Islam, Journal Of Institution And Sharia
Finance : Volume I Nomor 2 Desember 2018
2 Wiharto,S.Mekanisme Pasar menurut Ekonomi Islam. http://slamet-
Wiharto.blogspot.com/2008/09/ mekanisme pasar menurut ekonomi-islam.html. 2008
3 Euis Amalia, Mekanisme Pasar dan Kebijakan Penetapan Harga Adil dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Al
Iqtishaad Vol.V No. 1, Januari 2013, hal. 2
2. Pembahasan
Mekanisme Pasar adalah proses tarik menarik antara produsen dan konsumen baik di pasar
output (barang) maupun pada pasar input (Faktor-faktor produksi).
Konsep mekanisme pasar dalam islam sudah ada jauh sebelum barat merumuskannya. Para
ahli ahli islam seperti Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibnu Taymiyah, Ibnu Khaldun, dll juga telah
melakukan pengembangan-pengembangan ilmiah secara komprehensif terhadap konsep mekanisme
pasar. Mereka telah membahas kekuatan supply and demand. bahkan sampai kepada faktor-faktor
yang mempengaruhi pasar.
Pada dasarnya jika mekanisme bisa berjalan dengan sempurna, maka produsen atau
perusahaan tidak bisa menentukan harga produknya, harga akan dibentuk oleh pasar secara alami.
Produsen atau perusahaan mau tidak mau harus menggunakan harga yang sudah terbentuk (price
taker), dengan kata lain perodusen atau perusahaan tidak mempunyai kekuatan pasar.4
Pasar sudah ada sejak berabad abad dahulu, bahkan sejak awal peradaban manusia
merupakan tempat berkumpulnya para penjual dan pembeli dan melakukan mekanisme jual beli
barang dan jasa secara alamiah. Dalam Islam peran pasar dalam perekonomian sangat penting.
Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin telah menjadikan pasar sebagai pondasi dibidang ekonomi
untuk memajukan daerah.5
Peran pasar menurut teori ekonomi kapitalis klasik juga mempunyai peran yang sangat
penting dalam suatu sistem perekonomian. Namun pasar harus bebas dalam menyelesaikan segala
sesuatu yang terjadi di pasar tanpa campur tangan pemerintah, baik itu produksinya, distribusinya,
bahkan sampai ke konsumsinya. Semboyan ekonomi kapitalis : lassez faire et laissez le monde va
de lui meme (Biarkan ia berbuat dan berjalan, dunia akan mengurus dirinya sendiri). Pasar akan
membuat suatu sistem dengan sendirinya yang dikenal dengan tangan tak terlihat (invisible hand)
yang akan menuntun menemukan menemukan titik keseimbangannya (equilibrium).
Menurut teori ekonomi kapitalis, jika pasar telah berjalan dan telah mencapai titik
kesimbangan (equilibrium), maka harga akan stabil, upah adil, serta menyerap banyak tenaga kerja,
sehingga menurunkan tingkat pengangguran. Adanya berbagai kepentingan yang bertemu di pasar
pada akhirnya akan membentuk mekanisme pasar yang adil secara sendiri (self regulating) yang
memenuhi kebutuhan semua pihak. Teori ini menganggap bahwa intervensi pemerintah/penguasa
justru akan merusak sistem alami pasar dan akan mengganggu titik kesimbangan (equilibrium)
pasar.
Berbanding terbalik dengan sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis
berkesimpulan bahwa untuk memberikan keadilan kepada rakyat, maka negara harus memiliki
4 Rozalinda. Ekonomi Islam.h. 156. Raja Grafindo Persada Jakarta
5 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). (2011). Ekonomi Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo.
peran dalam menentukan pasar, baik itu produksinya hingga distribusinya kembali ke buruh.
Konsep ini di kembangkan oleh seorang sosiolog asal Jerman yang bernama Karl Heinrich Marx,
atau yang lebih dikenal dengan nama Karl Marx. Dalam sistem ekonomi sosialis, pasar harus dijaga
agar tidak dikuasai oleh para pemilik modal saja, karena kondisi tersebut akan mengakibatkan
monopoli alat produksi dan eksploitasi tenaga kerja untuk kepentingan peningkatan profit mereka.
Jika kondisi ini terjadi maka titik keseimbangan (equilibrium) tidak akan tercapai, itulah mengapa
pemerintah harus berperan aktif dalam menentukan pasar.
Menurut sistem ekonomi sosialis, dari penyaluran hingga harga barang harus dikendalikan
oleh negara, dan seluruh warga juga harus turut serta dalam memproduksi barang sesuai
kemampuan dan kebutuhannya, “Seluruh kegiatan ekonomi atau produksi harus diusahakan
bersama”, seluruh alat produksi dikuasai negara (state enterprise). Bahkan Jenis dan jumlah barang
yang akan diproduksipun ditentukan perencanaannya (central palnning) serta dilakukan langsung
oleh negara.
Pada masa pemikiran ekonomi kontemporer, kedua sistem ekonomi ini banyak digunakan
masyarakat dunia, walaupun dengan berjalannya waktu sistem sosialis lebih dulu ditinggalkan, dan
sistem kapitalis lebih banyak digunakan, walaupun pada kenyataan sistem kapitalis ini juga tidak
menghasilkan pasar sempurna, malah menimbulkan kesenjangan, keserakahan, distorsi pasar dan
ketidakadilan.6

Mekanisme Pasar Menurut Perspektif Islam


Dalam konsep ekonomi Islam, kesimbangan (iqtishad) merupakan poin utama, sehingga
baik individu, negara, maupun pasar itu sendiri harus berada pada posis yang sama. Pasar dijamin
kebebasannya oleh Islam. Namun kondisi kondisi pasar yang bebas dan adil ini sangat jarang
terjadi, dalam kenyataannya distrosi distorsi sangat sering terjadi sehingga merugikan pihak pihak
tertentu.7
Dalam Konsep ekonomi Islam, walaupun persaingan dibolehkan secara bebas (perfect
competition), namun kebebasan tersebut tidaklah berlaku secara mutlak, tetapi tetap memperhatikan
keadilan dan kemaslahatan (mutual goodwill).
Jika kita kembali ke Rasulullah SAW, pasar sangat lekat dengan kehidupan Beliau SAW,
orang orang terdekat Rasulullah merupakan pedagang pedagang ulung, Rasul sendiri telah minta
ikut berdagang dengan pamannya Abu Thalib pada usia 7 tahun, dan pada masa dewasanya beliau
menjadi pedagang yang hebat dan tampil beda dengan model bisnis pedagang pedagang lain

6 Parakkasi dan Amiruddin, Analisis Harga dan Mekanisme Pasar dalam Perspektif Islam, Jurnal UIN Alauddin,
Makassar, 2018 hal. 109
7 Agung Z.A, Jurnal Mekanisme Pasar dalam Perspektif Ekonomi Islam, Journal of Institution And Sharia Finance
Vol. I No. 2 Hal 35-37
sehingga model bisnis yang di lakukan Rasulullah, yaitu mengutamakan kejujuran dan saling ridho,
bahkan Rasulullah SAW digelari Al Amin karena kejujurannya. Lalu pada saat hijrah, maka yang
dilakukan Rasulullah SAW adalah membuat mesjid dan pasar di Madinah. Rasulullah sangat
concern terhadap pasar dan mekanisme yang berlaku di pasar tersebut karena dengan mekanisme
pasar yang baik maka perekonomian akan berjalan dengan baik dan pada akhirnya akan menjadi
modal dan kekuatan dalam perkembangan Islam.
Terkait harga yang terjadi di pasar Madinah karena permintaan dan penawaran, maka
Rasulullah SAW tidak pernah mau melakukan intervensi karena harga yang terjadi dipasar karena
murni permintaan dan penawaran merupakan sunnatullah . Berikut terkait konsep harga Rasulullah
SAW pernah bersabda sebagaimana disebutkan dalam haditsnya sebagai berikut:

Sesungguhnya banyak Orang yang mendatangi Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah,
harga mulai mahal. Tentukanlah harga untuk kami!” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
naik turunnya harga itu berada di tangan Allah SWT, dan aku sungguh berharap saat bertemu
Allah nanti dalam kondisi tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu
kedzalimanpun dalam darah dan harta.” (H.R. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan asy-
Syaukani).
Namun demikian dalam menjamin stabilitas dan berjalannya mekanisme pasar, rasul secara
rutin tetap melakukan monitoring dan pengawasan ( al hisbah) misalnya dengan melakukan
inspeksi harga ke pasar atau kegiatan sejenis lainnya sehingga pasar bisa berjalan dengan baik, tidak
jarang Beliau SAW menemukan dan menegur praktik-praktik curang yang dilakukan pedagang di
pasar. Penjelasan diatas secara terang menginformasikan bahwa fungsi negara atau pemimpin dalam
pengawasan pasar sudah dilakukan sejak masa Rasulullah SAW. Di kemudian hari al hisbah ini
dibuat dalam bentuk lembaga.8
Khalifah Umar Bin Khattab RA pernah menginspeksi pasar dan mendapati seseorang
menjual zabib menaikkan harga sesuka hatinya, lalu Umar mengusirnya dari pasar tersebut. Hal
yang sama juga pernah dilakukan oleh para gubernur Madinah selanjutnya. Pasar yang diinginkan
dalam konsep ekonomi islam adalah pasar yang didalamnya terjadi persaingan secara sempurna
tanpa ada pihak pihak yang menentukan harga secara sewenang wenang. Dalam artian jika para
pedagang berkumpul dan bersepakat menentukan harga, maka itu dibolehkan, namun jika ingin
merusak harga pasar ataupun membuat kemudharatan, maka penguasa ataupun negara berhak untuk
mengeluarkan mereka dari pasar.
Ada pula teori berbeda tentang harga yang di kemukaan oleh Abu Yusuf (731 – 798 M)
dalam kitabnya Kharaj. Ilmuwan yang hidup di masa Harun Ar Rasyid ini menulis kitab yang
8 M. Arif Hakim, Peran Pemerintah dalam Mengawasi Mekanisme Pasar dalam Perspektif Islam, Jurnal Iqtishadiyah
Vol. 8 No.1 Maret 2015, hal.33
membahas berbagai macam masalah ekonomi, mulai dari perpajakan, anggaran negara, sampai
konsep harga yang terjadi pada masa itu. Beliau mengkritisi bahwa tidak selamanya jika barang
langka maka harga akan naik dan jika barang melimpah, maka harga akan turun. Beliau mengatakan
bahwa “terkadang makanan melimpah, namun tetap saja mahal, dan begitu juga sebaliknya,
terkadang makanan sedikit di pasar, namun tetap saja murah”. Abu Yusuf menyangkal bahwa harga
tidak hanya ditentukan oleh persediaan barang (supply) saja, namun juga bergantung pada kekuatan
permintaan, selain itu Abu Yusuf juga menegaskan adanya variabel lain yang mempengaruhi harga,
namun beliau tidak menjelaskannya secara rinci, bisa jadi variabel tersebut seperti terjadinya
pergeseran permintaan, atau bisa juga karena pengaruh jumlah uang yang beredar, atau hal lainnya.9
Pada periode berikutnya ada tulisan Yahya bin Umar dalam kitabnya Ahkam As Suq (W. 901
M) yang membahas terkait penetapan harga (tas'ir). Pada dasarnya Yahya bin Umar tidak setuju
dengan penetapan harga pada saat pasar berjalan dengan benar, beliau berpegang pada hadist
Rasulullah SAW bahwa harga terbentuk sendiri hasil permintaan dan penawaran. Namun jika
fluktuasi harga akibat ulah manusia dalam bentuk kesengajaan atau kecurangan yang bisa
mengakibatkan kerusakan harga di pasar sehingga akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat,
maka pemerintah berhak melakukan intervensi penetapan harga.
Pada periode berikutnya Imam Al Ghazali (1058 – 1111 M) menulis kitab Ihya Ulumuddin
yang salah satu isinya berisi topik ekonomi antara lain tentang perdagangan, barter dan
permasalahannya, evolusi pasar, terbentuknya harga akibat pengaruh kekuatan permintaan dan
penawaran. Al Ghazali menulis :
“ Bisa saja petani hidup dimana tidak tersedia peralatan pertanian, begitu juga sebaliknya, pandai
besi dan tukang kayu bisa hidup dimana tidak tersedia lahan pertanian. Namun secara alami
mereka akan tetap saling memenuhi kebutuhannya masing-masing. Bisa juga terjadi tuang kayu
membutuhkan makanan, namun petani tidak membutuhkan alat pertanian, tentu keadaan ini
menimbulkan masalah. Selanjutnya secara alami orang-orang akan menyediakan tempat tempat
penyimpanan alat alat, juga ditempat lain orang-orang menyediakan tempat penyimpanan hasil
pertanian. Tempat inilah yang kemudian didatangi para pembeli sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing dan pada akhirnya terbentuklah pasar. Para petani, tukang kayu, pandai besi yang
tidak bisa melakukan barter barang juga akan datang ke pasar, jika di pasarpun tidak dijumpai
orang yang mau melakukan barter, maka terpaksa pemilik barang harus menjualnya ke para
pedagang pengumpul, tentu dengan harga yang lebih murah, karena oleh para pedagang
pengumpul tersebut barang barang tersebut tidak langsung dijual, namun disimpan sebagai
persediaan, dan pada waktu lain akan menjualnya dengan tingkat keuntungan terntentu. Hal ini
berlaku untuk setiap barang.”

9 Ibid, hal.23-24
Dari tulisan diatas jelas Imam Al Ghazali telah menelaah akan adanya kesulitan pada sistem
barter barang, sehingga diperlukan pasar, dari skala kecil hingga antar daerah dan bahkan negara.
Imam Al Ghazali memahami secara mendalam tentang masalah dalam barter, antara lain
a. Sulit menemukan angka penyebut yang sama.
b. Barang tidak dapat dibagi terjadi, namun tetap saja
c. Harus bertemunya dua orang yang mempunyai kebutuhan yang sesuai satu dengan yang lainnya.
Walaupun bisa dilakukan namun tentu transaksi barter ini sangat tidak efisien, misalkan jika
penjual rempah rempah ingin menukar barangnya dengan binatang ternak, belum tentu ada pemilik
binatang ternak yang membutuhkan rempah rempah.
Al Ghazali menyadari bahwa perdagangan mempunyai nilai esensial yang cukup tinggi bagi
perkembangan perekonomian. Perdagangan membuat nilai barang bertambah, karena barang barang
jadi dapat dijangkau pada waktu dan tempat yang tepat. Oleh sebab itu lebih jauh Al Ghazali juga
menyatakan bahwa untuk kelancaran perdagangan diperlukan juga jalur perdagangan yang aman,
begitu juga negara harus ikut memberikan perlindungan sehingga pasar bisa berjalan dengan baik
dan pada akhirnya akan berkembang dan menumbuhkan perekonomian.
Begitu juga peran laba yang menjadi bagian dari skema yang sudah dirancang secara
Ilahiyah, bahkan memberi kode etik dengan perumusan yang baik untuk masyarakat bisnis. Al
Ghazali juga membahas tentang konsep terbentuknya harga akibat dari permintaan dan penawaran
yang kemudian dikenal dengan konsep harga adil, atau dalam istilah barat dikenal dengan konsep
keseimbangan harga (equilibrium).
Selain itu Al Ghazali juga membahas tentang elastisitas permintaan, dimana jika pemilik
barang mengurangi margin keuntungan barangnya, maka secara kuantitas (jumlah) penjualan akan
meningkat, pada akhirnya akan meningkatkan laba. Juga membahas tentang “harga inelastis”,
dimana pada barang barang kebutuhan pokok terutama makanan, maka laba harus diminimalkan,
karena laba merupakan “kelebihan”, maka beliau lebih menyarankan diperoleh dari barang-barang
yang bukan merupakan kebutuhan dasar.
Beliau juga sangat memperhatikan pengambilan laba agar tidak berlebihan walaupun
dilakukan dengan cara yang benar tanpa ada unsur kedzholiman, Al Ghazali berpendapat bahwa
laba normal adalah antara 5 -10%, selanjutnya pedagang harus lebih mengharapkan laba yang
hakiki, yaitu “akhirat”.10
Lalu pada skala pasar yang lebih luas Al Ghazali juga telah melakukan analisa, tulisannya
sebagai berikut :
"Selanjutnya praktik-praktik ini terjadi di berbagai kota dan negara. Orang-orang melakukan
perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat makanan dan membawanya ke tempat

10 Ibid hal. 27-28


lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota di mana tidak seluruh makanan
dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada gilirannya menimbulkan kebutuhan alat transportasi.
Terciptalah kelas pedagang regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan.
Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapatkan keuntungan
dan makan oleh orang lain juga.” (P3EIUII:2009)
Periode berikutnya ada teori mekanisme pasar yang di kemukakan oleh Ibnu Taimiyyah
(1258 M). Pandangan pandangan Ibnu Taimiyyah dijelaskan pada kitab Al Hisbah fi al Islam dan
Majmu' Fatawa. Pemikirannya antara lain naiknya harga suatu barang tidak semata mata terjadi
akibat ketidakadilan para pedagang yang pada saat itu banyak terjadi, namun perubahan harga
terjadi akibat hasil interaksi permintaan dan penawaran dan terbentuk dari berbagai faktor yang
kompleks.
Pernyataan diatas saat ini dikenal dengan perubahan fungsi penawaran dan permintaan. Jika
terjadi kenaikan permintaan dan penurunan persediaan barang, maka harga akan naik, begitu juga
sebaliknya. Tetapi kondisi tersebut tidak selamanya terjadi beriringan, jika permintaan meningkat
sedangkan persediaan tetap, maka harga akan naik.
Lebih jauh lagi Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan tentang intervensi pemerintah dalam
penetapan harga, jika pemerintah menetapkan kebijakan penurunan harga yang menyebabkan
hilangnya keuntungan pedagang, maka hal yang akan terjadi adalah kerusakan harga, penimbunan
barang oleh pedagang yang menyebabkan hilangnya barang dari pasar, dan pada akhirnya akan
mengganggu kesejahteraan masyarakat. Ibnu Taimiyyah memiliki konsep yang jelas terkait perilaku
pasar yang baik dan teratur dengan pengetahuan, kejujuran, aturan main yang adil, dan
mendapatkan kebebasan memilih sebagai unsur unsur dasar.
Walaupun pada kondisi normal Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa pemerintah tidak
dibenarkan menetapkan harga karena akan merusak ekosistem pasar, namun jika kondisi darurat
seperti misalnya terjadi bencana kelaparan, maka beliau malah menganjurkan agar pemerintah ikut
campur tangan dalam menetapkan harga dan memaksa agar pedagang menjual barang-barang
kebutuhan pokok.
Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan konsep harga yang adil sebagai berikut :

Nilai harga yang diperoleh dari hasil transaksi antara penjual dan pembeli merupakan nilai yang
sepadan atas barang yang dijual, juga terhadap barang barang sejenis lainnya dalam waktu dan
tempat tertentu.

Begitu juga dalam Al Hisbah fil Islaam, Ibnu Taimiyyah lebih memperjelas konsep harga
adil yang terbentuk di pasar sebagai berikut :

Bila orang-orang memperdagangkan barangnya dengan cara cara yang baik tanpa ada
pendzholiman dari salah satu pihak, lalu harga naik karena kelangkaan barang, maka hal itu adalah
dari Allah SWT semata, jika pada kondisi tersebut pedagang dipaksa untuk menurunkan harganya,
maka hal tersebut tidak bisa dibenarkan.11
Ada juga teori mekanisme pasar oleh Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M). Ibnu Khaldun juga
mempunyai pendapat harga diperoleh dari hasil permintaan dan penawaran, kecuali untuk emas dan
perak yang merupakan standar moneter.
Ibnu Khaldun menuliskan bahwa penduduk kota mempunyai makanan yang melebihi
kebutuhan penduduknya, maka harga makanan akan rendah, tapi jika terjadi kondisi yang kurang
baik karena keadaan cuaca yang bisa mempengaruhi persediaan makanan.12
Lalu Ibnu Khaldun juga menjelaskan bahwa harga terdiri dari tiga unsur, yaitu gaji, laba dan
pajak. Setiap unsur merupakan imbal jasa untuk kelompok masyarakatnya, dimana gaji merupakan
imbal jasa terhadap produsernya, laba merupakan imbal hasil terhadap pedagang, dan pajak
merupakan imbal hasil terhadap pegawai negeri dan penguasa, harga merupakan imbal jasa dari
unsur unsur ini diperoleh dari proses penawaran dan permintaan.13
Dalam buku The Economic Enterprise in Islam karya Muhammad Najatullah Shiddiqi
dijelaskan bahwa dari apa yang telah di tulis para ulama klasik tentang mekanisme pasar dapat
disimpulkan bahwa “ pada ekonomi islam paling tidak ada dua asumsi dalam sistem pasar yang
nampak, yaitu rasionalitas ekonomi dan persaingan sempurna. Tentu apa yang ada dalam ekonomi
islam ini merupakan sistem yang sempurna karena menggambarkan keselarasan antar kepentingan
konsumen.
11 Euis Amalia, Mekanisme Pasar dan Kebijakan Penetapan Harga Adil dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Al
Iqtishaad Vol.V No. 1, Januari 2013, hal. 6
12 Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Pustaka Pelajar ,Yogyakarta, 2010, hal. 251
13 Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta hal.
Muhammad Najatullah Shiddiqi juga memberikan pandangan bahwa pendekatan islam
dalam mekanisme pasar memberikan 3 solusi antara lain :
1. Menyelesaikan masalah ekonomi yang asasi, yaitu konsumsi, produksi dan distribusi, hal ini
merupakan tujuan dari mekanisme pasar.
2. Dengan berpedoman pada ajaran islam, maka para pelaku pasar seharusnya berlaku sesuai
dengan mekanisme pasar.
3. Jika diperlukan, dalam rangka menormalisasikan dan atau memperbaiki mekanisme pasar,
maka negara berhak ikut campur dalam mengendalikan pasar sehingga mekanisme pasar
bisa tetap berjalan dengan baik.14
Pada awal Islam, peran pemerintah memang belum begitu terfokus, hal ini disebabkan masih
sederhananya sistem pasar dan mayoritas para pelaku pasar mempunyai pemahaman spiritual dan
kemantapan jiwa yang baik dalam mentaati aturan agama, setiap orang sangat berhati hati dalam
menjalankan kehidupan agamanya. Namun lambat laun apa yang kegiatan-kegiatan yang dilakukan
di pasar semakin kompleks dan dalam kondisi ini maka negara berhak untuk ikut campur
melakukan pengendalian sehingga mekanisme pasar bisa tetap berjalan dengan baik.15
Dalam mekanisme pasar islam, terdapat beberapa prinsip yang berlaku, antara lain :
1. Ridha, yakni transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama suka sehingga semua
pihak rela dengan transaksi tersebut. Hal ini disebutkan Allah SWT dalam Al Qur’an Surat
an Nisa’ ayat 29 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (Kementerian Agama RI:2012).
2. Persaingan sehat. Dalam melakukan persaingan dilarang melakukan praktik penimbunan
barang sehingga menimbulkan kelangkaan barang dan pada akhirnya akan menaikkan harga
(ikhtikar) maupun monopoli. Kegiatan seperti ini hanya akan dapat menimbulkan kesulitan
bagi masyarakat, juga dapat merusak struktur perekonomian.
3. Kejujuran. Islam menjunjung tinggi kejujuran dalam segala hal, termasuk dalam berbisnis,
kejujuran inilah yang pada akhirnya melahirkan keadilan dan kemaslahatan kepada para
pihak.
4. Keterbukaan serta keadilan. Yakni para pihak haruslah terbuka memberikan informasi baik
terkait barang yang diperdagangkan, kehendak, keadaan maupun hal lainnya.
5. Amanah. Yakni Informasi yang di jelaskan dapat dipercaya, sehingga tidak ada spekulasi

14 Muhammad Nejatullah Shiddiqi, The Economic Entreprise in Islam,Islamic Publication, ltd, Lahore, terj. Anas
Sidik, (Jakarta: Bumi Aksara,2007), hal. 82
15 A.Muh.al-Assal dan.Fathi Abd.Karim, “Hukum Ekonomi Islam” (Jakarta:Pustaka Firdaus,1999), hal. 101-102.
termasuk dalam penetapan harga, sehingga informasi yang didapatkan konsumen memang
informasi yang sebenarnya, hal ini yang menjadi penentu calon pembeli dalam membuat
keputusan apakah jadi membeli atau melakukan tawar menawar atau bahkan tidak jadi
membeli. Sehingga apapun keputusan yang diambil calon pembeli merupakan putusan yang
benar dan ini akan menghasilkan transaksi yang saling ridho.16

Islam mengatur etika dalam berkegiatan ekonomi. Sehingga apa yang menjadi tujuan hidup
yaitu kebahagian dunia dan akhirat (falaah) dapat terwujud. Dalam hal mengatasi konflik akibat
perebutan sumber ekonomi tersebut, akibat sumber-sumber ekonomi yang terbatas, namun
permintaan tidak terbatas, maka dibutuhkan suatu etika yang mengatur pola kegiatan ekonomi
tersebut sehingga pasar bisa berjalan dengan baik dan adil.17
Ulama sepakat bahwa penimbunan barang barang kebutuhan pokok hukumnya haram, salah
satunya adalah Imam An-Nawawi, keputusan ini tentunya sangat rasional mengingat kebutuhan
pokok merupakan kebutuhan primer dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

Selanjutnya ada beberapa hal yang berkaitan dengan Distorsi Pasar sebagai berikut:

1. Penimbunan Barang (Ihtikar)


Penimbunan barang dalam rangka spekulasi agar terjadi kelangkaan barang di pasar dan harga
melonjak tinggi (monopoly’s rent seeking) merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dalam konsep
ekonomi islam, karena tindakan tersebut merusak keseimbangan pasar dan merugikan
konsumen/pembeli. Nabi SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa orang yang
melakukan ihtikar adalah orang orang yang bersalah (berdosa).18
Ulama sepakat bahwa penimbunan barang barang kebutuhan pokok hukumnya haram, salah satunya
adalah Imam An-Nawawi, terkait hal ini tentu harus diteliti lebih jauh lagi karena kebutuhan pokok
ditiap daerah dan berdasarkan waktunya bisa saja akan berbeda. Namun bahwa kegiatan menimbun
barang yang sifatnya spekulasi untuk menciptakan kelangkaan dan dapat mengganggu kondisi pasar
serta kegiatan sosial perekonomian maka hal itu masuk kategori ihtikar dan diharamkan. Ciri
cirinya antara lain :

1.1). Menciptakan kelangkaan barang baik dengan cara menimbun barang maupun menghambat
barang masuk (entry barriers),

16 Parakkasi dan Amiruddin, Analisis Harga dan Mekanisme Pasar dalam Perspektif Islam, Jurnal UIN Alauddin,
Makassar, 2018 hal. 117
17 Mul Irawan, 2012, Makalah, Peran Moral Dan Etika EkonomiTerhadap Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Samarinda.
18 Muhammad Abdur Rahman ibn Abdur Rahim Al-Mubarakafuri, Tuhfah al-Ahwazy bi Syarah Jami’ At-Tirmizy,
(Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, Nomor Hadits 1310 ), h, 428
1.2). Menaikkan harga barang saat terjadi kelangkaan.
1.3). Menaikkan harga sebelum komponen 1 dan 2 terjadi, agar pada saat terjadi kelangkaan seolah
olah tidak menaikkan harga lagi..19

2. Penentuan Harga Yang Fix.


Islam melarang kegiatan menetapkan harga sebuah komoditas (tas'ir), hal ini karena jumlah barang
yang tersebar tidak merata sehingga akan merugikan salah satu pihak. Termasuk negara juga tidak
dibenarkan menetapkan harga suatu komoditas, namun hal ini bisa dikecualikan jika negara telah
mendistribusikan barang komoditas tersebut secara merata sebelum menetapkan harga, atau terjadi
ketidaklaziman harga dipasar yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan mekanisme pasar.
Rasulullah telah mencontohkan penolakan sikapnya terkait penentuan harga ini tatkala ada sahabat
yang bertanya dan meminta agar Rasul menentapkan harga, Beliau bersabda:

Sesungguhnya banyak Orang yang mendatangi Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah,
harga mulai mahal. Tentukanlah harga untuk kami!” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
naik turunnya harga itu berada di tangan Allah SWT, dan aku sungguh berharap saat bertemu
Allah nanti dalam kondisi tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu
kedzalimanpun dalam darah dan harta.” (H.R. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan asy-
Syaukani).

Penetapan harga secara sepihak tentu akan menghambat jalannya proses supply dan demand yang
merupakan hukum alami dalam sistem ekonomi.

3. Riba
Riba merupakan tindakan meminta tambahan atas transaksi terhadap objek yang sama, sehingga
akan memberatkan pihak yang berhutang, Allah SWT melarang bahkan menyatakan perang
terhadap pemakan riba, berbagai ancaman mengerikan Allah sampaikan agar manusia tidak
melakukan praktik riba tersebut. Praktik riba ini merupakan tindakan zhalim yang sangat merugikan
karena hanya menguntungkan 1 pihak dan sangat merugikan pihak lainnya. Penjelasan ini bisa
dilihat dalam Al Qur'an (QS. al-Baqarah [2]: 275, 276, 278; Ali Imran [3]:130; al-Nisa‟ [4]:161;
30:39) .

4. Tadlis
Tadlis (penipuan) merupakan transaksi dimana ada ketidakterbukaan informasi satu pihak yang
19 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, Indonesia, The International Insitute of Islamic Thought (Cet.III;
Indonesia: 2002), h,154
berakibat kaburnya kondisi sebenarnya dan berakibat ada pihak yang salah dalam menentukan
pilihan (unknown to one party). Kondisi ini akan menciptakan ketidakrelaan salah satu pihak,
padahal dalam konsep ekonomi islam kedua belah pihak haruslah mendapat informasi yang
berimbang dan menyeluruh (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa
dicurangi/ditipuakibat adanya asymetric information. Tadlis ini dapat terjadi terhadap 4 (empat)
hal, yakni dalam:a. Kuantitas; b. Kualitas; c. Harga; dan d. Waktu Penyerahan

5. Jual Beli Gharar


Gharar atau taghrir atau ketidakpastian yaitu suatu tindakan yang dilakukan tanpa pengetahuan dan
landasan yang cukup, sehingga menimbulkan risiko kerugian. Berbeda dengan tadlis dimana
incomplete information ada pada salah satu pihak, pada transaksi gharar incomplete information
terjadi pada kedua belah pihak. Transaksi gharar yang saat ini “lumrah” terjadi adalah sistem jual
beli “ijon” misalnya membeli buah yang masih dalam bentuk bunga di pohon, atau pada saat belum
waktunya panen, atau jual beli anak lembu/kambing yang masih dalam kandungan induknya,
menjual ikan yang ada di dalam kolam, dsb. Sebagaimana tadlis, jual beli gharar juga terjadi pada
empat hal, yaitu : kualitas, kuantitas, harga dan waktu.

6. Tindakan Melambungkan Harga.


Tindakan melambungkan harga secara sepihak baik dengan cara pengenaan cukai ataupun dengan
menciptakan gejolak pasar atau membentuk penawaran penawaran palsu sehigga mendongkrak
harga merupakan tindakan yang dilarang dan merupakan suatu kezhaliman, tindakan tindakan
tersebut antara lain :

6.1. Larangan Maks (Pengambilan Bea cukai/pungli)


Pembebanan bea cukai sangatlah memberatkan dan hanya akan menimbulkan melambungnya
secara tidak adil, maka Islam tidak setuju dengan cara ini. Rasulullah Saw dalam hal ini bersabda,
“Tidak akan masuk syurga orang yang mengambil beacukai”20, karena pembebanan beacukai
sangat memberatkan dan hanya akan menimbulkan melambungnya harga secara tidak adil, maka
Islam tidak setuju dengan cara ini. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz, telah menghapuskan bea
cukai. Dia menafsirkan bahwa maks serupa dengan bakhs (pengurangan hak milik seseorang), yang
secara keras ditentang oleh Alquran. (QS.Hudd : 85).

6.2. Larangan Najsy


Najsy adalah sebuah praktek dagang dimana seseorang pura-pura menawar barang yang

20 S.M.Yusuf, Economic Justice in Islam, (Lahore: Muhammad Asyraf, 1971), h. 69


didagangkan dengan maksud hanya untuk menaikkan harga, agar orang lain bersedia membeli
dengan harga itu, Ibnu ‘Umar r.a. berkata: “Rasulullah Saw melarang keras praktek jual beli najsy”.
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda :“Janganlah kamu
sekalian melakukan penawaran barang tanpa maksud untuk membeli”. (HR.Tirmidzi)

Transaksi najasy diharamkan dalam perdagangan karena si penjual menyuruh orang lain memuji
barangnya atau menawar dengan harga yang lebih tinggi, agar orang lain tertarik pula untuk
membelinya. Si Penawar sendiri tidak bermaksud untuk benar-benar membeli barang tersebut. Ia
hanya ingin menipu orang lain yang benar-benar ingin membeli yang sebelumnya orang ini telah
melakukan kesepakatan dengan penjual. Akibatnya terjadi permintaan palsu (false demand).
Tingkat permintaan yang terjadi tidak dihasilkan secara alamiyah.

6.3. Larangan ba’i ba’dh ’ala ba’dh


Praktek bisnis ini maksudnya adalah dengan melakukan lonjakan atau penurunan harga oleh
seseorang dimana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih melakukan dealing, atau
baru akan menyelesaikan penetapan harga. Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya melarang
praktek semacam ini karena hanya akan menimbulkan kenaikan harga yang tak diinginkan.
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah sebagian dari kamu menjual atau penjualan sebagian
yang lain”(HR. Tirmidzi)

6.4.. Larangan tallaqi al-rukban


Praktek ini adalah sebuah perbuatan seseorang dimana dia mencegat orang-orang yang membawa
barang dari desa dan membeli barang itu sebelum tiba di pasar. Rasulullah SAW melarang praktek
semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga. Rasulullah memerintahkan
suplai barang-barang hendaknya dibawa langsung ke pasar hingga para penyuplai barang dan para
konsumen bisa mengambil manfaat dari adanya harga yang sesuai dan alami.

6.5. Larangan Ba’al Hadir lil Bad


Praktek perdagangan seperti ini sangat potensial untuk melambungkan harga dan sangat dilarang
oleh Rasulullah SAW. Praktek ini mirip dengan tallaqi al-rukban, yaitu dimana seseorang menjadi
penghubung atau makelar dari orang-orang yang datang dari Gurun Saraha atau perkampungan
dengan konsumen yang hidup di kota. Makelar itu kemudian menjual barang-barang yang dibawa
oleh orang-orang desa itu pada orang kota dimana dia tinggal dan mengambil keuntungan yang
demikian besar, dan keuntungan yang diperoleh dari harga yang naik dia ambil untuk dirinya
sendiri, Rasulullah Saw sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. bersabda yang artinya
“Janganlah kalian memenuhi para khalifah di jalan (untuk membeli barang-barang mereka dengan
niat membiarkan mereka tidak tahu harga yang berlaku di pasar), seorang penduduk kota tidak
diperbolehkan menjual barang-barang milik penghuni padang pasir. Dikatakan kepada Ibnu Abbas :
“apa yang dimaksud menjual barang-barang seorang penghuni padang pasir oleh seorang penduduk
kota?” Ia menjawab:”Tidak menjadi makelar mereka”. (HR. Muslim).
3. Kesimpulan
Realita pasar dewasa ini masih diwarnai paham kapitalisme. sejarah telah berulang kali
membuktikan bahwa membebaskan manusia sebebas-bebasnya tidak mendatangkan keteraturan,
melainkan mendatangkan ketidakadilan, dan krisis yang berulang-ulang dan tak akan pernah
berujung.
Ekonomi Islam memandang bahwa pasar, negara, dan individu berada dalam keseimbangan
(iqtishad), tidak boleh ada sub-ordinat, sehingga salah satunya menjadi dominan dari yang lain.
Prinsip-prinsip mekanisme pasar Islam adalah:
1. Ridha
2. Berdasarkan persaingan sehat
3. Kejujuran
4. Keterbukaan serta keadilan
Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan dengan adil
Beberapa hal yang berkaitan dengan Distorsi Pasar sebagai berikut:
1. Penimbunan Barang (Ihtikar)
2. Penentuan Harga Yang Fix.
3. Riba
4. Tadlis
5. Jual Beli Gharar
6. Tindakan Melambungkan Harga.
DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rahim Al-Mubarakafuri, Muhammad Abdur Rahman, Tuhfah al-Ahwazy bi Syarah Jami’ At-
Tirmizy, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, Nomor Hadits 1310.

Agung Zulkarnain Alang, 2018. Jurnal Mekanisme Pasar Dalam Perspektif Islam, Journal Of
Institution And Sharia Finance : Volume I Nomor 2 Desember 2018.

Al Shiddiqi, Muhammad Nejatullah, 2007, The Economic Entreprise in Islam,Islamic Publication,


ltd, Lahore, terj. Anas Sidik, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Chamid, Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta

Green, Marshal, The Economic Theory, terj. Ariswanto, 1997. Buku Pintar Teori Ekonomi, Aribu Matra
Mandiri, Jakarta.

Hakim, M. Arif., 2015, Peran Pemerintah dalam Mengawasi Mekanisme Pasar dalam Perspektif Islam,
Jurnal Iqtishadiyah Vol. 8 No.1 Maret 2015.

Irawan, Mul, 2012, Makalah, Peran Moral Dan Etika EkonomiTerhadap GlobalisasiDan
Perdagangan Internasional, Samarinda.

Jaka W. dkk. 1995, Pengantar Mikroekonomi Jilid I, Binapura Aksara,Jakarta

Karim, A. A. 2006. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Karim, A. A, 2011, Ekonomi Mikro Islami, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kementerian Agama RI. 2012, Al-Qur’an dan terjemahnya

P3EI.UII Yogyakarta. 2009. Ekonomi Islam. Rajawali Pers, Jakarta.

Parakkasi. I dan Kamiruddin, 2018, Analisis Harga dan Mekanisme Pasar dan Perspektif Islam,
Jurnal UIN Alauddin, Makassar.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), 2011. Ekonomi Islam. PT. Raja
Grafindo.Jakarta

Rahman, Rahman,1996. Economic Doctrines of Islam, Edisi Indonesia, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 4
Terj. Suroyo Nastangin, Dana Bhati Wakaf Yogyakarta.

Rozalinda, 2014. Ekonomi Islam. Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Raja Grafindo Persada
jakarta.

S.M.Yusuf, Economic Justice in Islam, Lahore: Muhammad Asyraf, 1971.

Smith, Adam, 1996. An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations, New Rochelle,,
N.Y : Arlington House.

Wiharto, S. 2008. Mekanisme Pasar menurut Ekonomi Islam. http://slamet-


wiharto.blogspot.com/2008/09/ mekanisme pasar menurut ekonomi-islam.html.

Anda mungkin juga menyukai