Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Perkembangan Sektor Trade Service dan Investment

Sektor perdagangan, jasa dan investasi merupakan salah satu sektor yang

termasuk dalam indeks saham sektor BEI. Sektor perdagangan, jasa dan investasi

merupakan salah satu penopang serta memberi kontribusi yang signifikan dalam

pembangunan perekonomian di Indonesia. Perkembangan industri perdagangan,

jasa dan investasi menjadi parameter dalam pembangunan industri nasional.

Sektor ini menjadi sektor yang kuat karena merupakan kebutuhan umum

masyarakat Indonesia. Pertumbuhan sektor perdagangan, jasa dan investasi

menjadi peluang yang sangat baik dimana banyaknya suntikan dana investor yang

dapat menjadi kekuatan bagi perekonomian nasional. Namun pada tahun 2017,

dari 85 emiten perdagangan yang sudah merilis kinerja keuangannya, 40

persennya diantaranya mencatatkan penurunan laba bersih dimana 28 emiten

mengalami kerugian.

Untuk menghadapi kondisi tersebut perusahaan-perusahaan yang bergerak

dibidang perdagangan, jasa dan investasi di Indonesia perlu meningkatkan kinerja

perusahaan. Dukungan pemerintah mengalir dalam beberapa kebijakan yang dapat

mempermudah masuknya investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini

diyakini dapat memperkuat struktur industri di Tanah Air. Dengan terciptanya

situasi perekonomian dan perdagangan Indonesia yang kondusif serta nilai tukar

rupiah yang stabil dapat memberikan dampak yang positif bagi perusahaan,
keadaan makro ekonomi yang baik ini disertai strategis bisnis yang dilakukan oleh

perusahaan dapat memberikan dampak meningkatnya kinerja dan pendapatan

perusahaan.

4.1.2 Statistik Deskriptif

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif

ROA BMEET FO IO
Mean 3.429167 0.893194 36.05693 60.43233
Median 1.275000 0.955000 31.29500 69.68000
Maximum 91.10000 1.000000  99.66000 99.65000
Minimum -144.5900 0.450000 0.160000  0.029000
Std. Dev. 22.06789 0.139009 28.94557 32.49652
Observations 72 72 72 72
Sumber Lampira

Hasil dari statistik deskriptif menunjukan bahwa variabel BMEET, FO dan

IO memiliki nilai mean (0,893194), (36,05693) dan (60,43233) diatas nilai standar

deviasi (0,139009), (28,94557) dan (32,49652). Sedangkan untuk variabel ROA

memiliki nilai mean (3,429167) yang berada dibawah standar deviasi (22,06789).

4.1.3 Pemilihan Model

1. Uji Chow

Uji Chow digunakan untuk memilih apakah model Common Effect dan

Fixed Effect yang lebih tepat digunakan. Uji Chow dilakukan dengan

hipotesis sebagai berikut :

H0 : Common Effect Model

Ha : Fixed Effect Model

Dengan aturan pengambilan kesimpulan jika probabilitas untuk Cross-

Section F < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga model yang

tepat adalah Fixed Effect dan dilanjutkan dengan uji Hausman untuk
memilih apakah menggunakan Fixed Effect atau Random Effect. Dan, jika

probabilitas untuk Cross-Section F > 0,05 maka H0 diterima sehingga

model yang tepat digunakan adalah model Common Effect.

Tabel 4.2 Hasil Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 3.648591 (17,51) 0.0002


Cross-section Chi-square 57.297075 17 0.0000

Dari hasil pengujian dengan uji chow diatas dapat dilihat hasil bahwa nilai

probabilitas Cross-Section F adalah 0,0002 (< 0,05) artinya H0 ditolak, dan

Ha diterima, sehingga yang tepat untuk uji data panel ini adalah Fixed

Effect Model.

2. Uji Hausman

Setelah dilakukan uji Chow dengan hasil yang menunjukan bahwa Fixed

Effect Model yang tepat untuk regresi data panel, maka selanjutnya

dilakukan uji Hausman. Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah

Fixed Effect Model atau Random Effect Model yang paling tepat

digunakan. Uji Hausman dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Random Effect Model

Ha: Fixed Effect Model


Aturan pengambilan kesimpulan adalah jika probabilitas untuk Chi-Square

< 0,05 maka H0 ditolak dan model yang tepat adalah Fixed Effect. Dan jika

probabilitas untuk Chi-Square > 0,05 maka H0 diterima sehingga model

yang tepat digunakan adalah model Random Effect.

Tabel 4.3 Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 7.428034 3 0.0594

Dari hasil pengujian dengan uji Hausman diatas dapat dilihat hasil bahwa

nilai probabilitas Chi-Square adalah 0,0594 (> 0,05) artinya H0 diterima

dan Ha ditolak. Dengan demikian berdasarkan uji Hausman model yang

tepat untuk uji data panel ini adalah Random Effect Model. Maka

dilakukan uji berikutnya, yaitu uji Lagrange Multiplier.

3. Uji Lagrange Multiplier

Setelah dilakukan uji Hausman dengan hasil yang menunjukan bahwa

Random Effect Model yang tepat untuk regresi data panel, maka

selanjutnya dilakukan uji Lagrange Multiplier . Uji Lagrange Multiplier

untuk memilih apakah model Random Effect atau Common Effect yang

lebih tepat digunakan. Uji Lagrange Multiplier dilakukan dengan

hipotesis sebagai berikut :


H0 : Common Effect Model

Ha: Random Effect Model

Aturan pengambilan kesimpulan adalah jika probabilitas untuk Cross-

Section Breusch-Pagan < 0,05 maka H0 ditolak dan model yang tepat

adalah Random Effect. Dan jika probabilitas untuk Cross-Section Breusch-

Pagan > 0,05 maka H0 diterima sehingga model yang tepat digunakan

adalah model Common Effect.

Tabel 4.4 Hasil Uji Lagrange Multiplier

Lagrange Multiplier Tests for Random Effects


Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives

Test Hypothesis
Cross-s ectio... Tim e Both

Breusch-Pagan 9.699982 0.191123 9.891105


(0.0018) (0.6620) (0.0017)

Dari hasil pengujian dengan uji Lagrange Multiplier diatas dapat dilihat

hasil bahwa nilai probabilitas Cross-Section Breusch-Pagan adalah 0,0018

(< 0,05) artinya H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian pada uji

Hausman model yang tepat untuk uji data panel adalah adalah Random

Effect Model, sedangkan menurut uji Lagrange Multiplie model yang

tepat untuk uji data panel ini tetap Random Effect Model. Sehingga model

yang tepat untuk data panel adalah Random Effect Model.


4.1.4 Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikolineritas

Untuk mengetahui multikolineritas dalam suatu model adalah dengan

melihat koefisien korelasi hasil output uji multikolineritas. Jika terdapat

koefisien korelasi >0.80 maka terdapat gejala multikolineritas. Berikut

hasil output uji multikolineritas:

Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolineritas

BMEET FO IO

BMEET 1.000000 -0.223768 -0.016057


FO -0.223768 1.000000 0.116749
IO -0.016057 0.116749 1.000000

Berdasarkan pengujian terhadap nilai koefisien di atas, masing-masing

variabel mempunyai nilai koefisien (< 0,80) maka dapat disumpulkan

bahwa model tidak mengalami masalah multikolineritas.

2. Uji Heterokedastisitas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah data terjadi gejala

heterokedastisitas atau tidak. Jika nilai probabilitas variabel bebas < 0,05

maka terdapat masalah heterokedastisitas jika .> 0,05 maka tidak terdapat

masalah heterokedastisitas. Berikut hasil output uji heterokedastisitas:


Tabel 4.6 Hasil Uji Heterokedastisitas

Dependent Variable: RESABS


Method: Panel Least Squares
Date: 04/19/21 Time: 01:16
Sample: 2016 2019
Periods included: 4
Cross-sections included: 18
Total panel (balanced) observations: 72

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -17.72599 12.69249 -1.396573 0.1671


BMEET 21.88171 12.91896 1.693768 0.0949
FO 0.107079 0.062461 1.714327 0.0910
IO 0.102892 0.054232 1.897236 0.0620

Berdasarkan hasil uji heterokedastisitas menunjukan seluruh nilai

probabilitas variabel bebas BMEET, FO dan IO (> 0,05) sehingga

disimpulkan tidak terjadi masalah heterokedastisitas.

3. Uji Autokorelasi

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model yang

digunakan terdapat autokorelasi diantara variabel-variabel, dengan

mengacu kepada nilai Durbin Watson. Dimana jia nilai d mendekati 0, ini

menunjukan autokorelasi positif. Berikut hasil uji autokorrelasi:

Tabel 4.7 Hasil Uji Autokorelasi

R-squared 0.096084 Mean dependent var 1.787222


Adjusted R-squared 0.056206 S.D. dependent var 16.16835
S.E. of regression 15.70740 Sum squared resid 16777.13
F-statistic 2.409416 Durbin-Watson stat 2.136783
Prob(F-statistic) 0.074522
Diperoleh nilai DW sebesar 2,136783, yang kemudian mengacu kepada

tabel Durbin Watson dimana diperoleh nilai DL sebesar 1,5323, nilai DU

sebesar 1,3054, nilai 4-DU sebesar 2,2946 dan nilai 4-DL sebesar 2,4677.

Berdasarkan bagan autokorelasi, nilai DW yang sebesar 2,136783 berada

di antara > 2 - 4-DU yang artinya tidak ada autokorelasi.

4.1.5 Hasil Regresi dan Hipotesis

Tabel 4.8

Hasil Regresi Pada Variabel Rapat Dewan (BMEET),


Kepemilikan Asing (FO) Dan Kepemilikan Institusi (IO)
Variabel Variabel Koefisien
t-hitung Prob. Arah Ket.
Terikat Bebas Regresi

Konstanta 19.37908 1.048221 0.2982

Tidak
BMEET -5.106053 -0.284311 0.7770 (-)
Signifikan
ROA
FO -0.307341 -2.684872 0.0091 (-) Signifikan

Tidak
IO -0.005087 -0.055227 0.9561 (-)
Signifikan
R–Square 0.096084
Adjust RSquare 0.056206
F-Statistik 2.409416
F Signifikan 0.074522

Pada model EGLS nilai koefesien determinan (R 2) sebesar 0.096084.

Artinya variabel kinerja perusahaan (ROA) dapat dipengaruhi sebesar 9,60 persen

oleh variabel independen (BMEET, FO dan IO). Sedangkan sisanya 90,4 persen

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model penelitian ini.

Hasil pengujian regresi data panel menunjukan bahwa nilai F statistik

sebesar 2.409416 dengan nilai signifikansi (F signifikan) sebesar 0,074522 > 0,05.
Hasil tersebut menjelaskan bahwa tiga variabel independen yaitu BMEET, FO

dan IO secara bersamaan tidak berpengaruh secara simultan terhadap ROA pada

perusahaan Trade Service and Investment periode 2016-2019 di BEI.

Pada uji t variabel BMEET (X1) memiliki nilai t hitung sebesar -0,284311

dengan tingkat profitabilitas sebesar 0,7770 > 0,05 yang artinya secara persial

berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA. Variabel FO (X 2) memiliki

nilai t hitung sebesar -2,684872 dengan tingkat profitabilitas sebesar 0,0091 <

0,05 yang artinya secara persial variabel berpengaruh negatif signifikan terhadap

ROA. Variabel IO (X3) memiliki nilai t hitung sebesar -0,055227 dengan tingkat

profitabilitas sebesar 0,9561 > 0,05 yang artinya secara persial variabel

berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA.

Berdasarkan hasil pengujian regresi pada tabel 4.7 yang ditampilkan maka

model dari penelitian ini sebagai berikut:

Firm Perf = 19,37908-5,106053BMEET-0,30734IFO-0,005087IO+e

1) Pengaruh Board Meeting Terhadap Kinerja Perusahaan

Hasil pengujian peneliti menunjukkan nilai BMEET sebesar -5,106053

terhadap ROA dengan signifikansi sebesar 0,7770 > 0,05. Artinya model regresi

dalam penelitian ini berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA

(Hipotesis 1 ditolak).

2) Pengaruh Foreign Ownership Terhadap Kinerja Perusahaan


Hasil pengujian peneliti menunjukkan nilai FO sebesar -0,307341 terhadap

ROA dengan signifikansi sebesar 0,0091 < 0,05. Artinya model regresi dalam

penelitian ini berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA (Hipotesis 2

ditolak).

3) Pengaruh Institutional Ownership Terhadap Kinerja Perusahaan

Hasil pengujian peneliti menunjukkan nilai IO sebesar -0,005087 terhadap

ROA dengan signifikansi sebesar 0,9561 > 0,05. Artinya model regresi dalam

penelitian ini berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA (Hipotesis 3

ditolak).

Hipotesis Pernyataan Hasil

Hipotesis 1 Board Meeting berpengaruh positif signifikan terhadap Ditolak


kinerja perusahaan

Hipotesis 2 Foreign Ownership berpengaruh positif signifikan Ditolak


terhadap kinerja perusahaan

Hipotesis 3 Institutional Ownership berpengaruh positif signifikan Ditolak


terhadap kinerja perusahaan

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Board Meeting Terhadap Kinerja Perusahaan

Berdasarkan hasil regresi menunjukan bahwa board meeting berpengaruh

negatif tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan pada sektor Trade Service

and Investment di BEI periode 2016-2019. Hasil penelitian ini bertentangan

dengan hipotesis dan teori. Berdasarkan teori keagenan, Jansen dan Meckling

(1976) menyatakan bahwa frekuensi rapat dewan dianggap sebagai ukuran


kekuatan dan pemantauan yang efektif oleh dewan direksi. Semakin tinggi tingkat

frekuensi rapat dewan sepanjang tahun, maka semakin baik kinerja perusahaan.

Namun hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Aryani et al.,(2017) yang menunjukan adanya hubungan tidak signifikan antara

board meeting dan kinerja perusahaan atau tidak ada pengaruh satu sama lain.

Alasan ditemukannya hubungan yang tidak berpengaruh ini adalah rapat efektif

apabila dihadiri sebagian besar dewan komisaris. Selain itu meski berdasarkan

hasil statistik deskriptif menunjukan bahwa rapat dewan komisaris menunjukan

frekuensi rata-rata rapat adalah 89 persen, tapi berdasarkan data yang ditemukan

dalam laporan tahunan perusahaan, bahwa hampir setengah dari komisaris di

perusahaan sektor Trade Service and Investment di BEI tidak menghadiri rapat

secara langsung, tetapi mengirim seseorang untuk mewakili diri mereka di dalam

rapat seperti sekretaris pribadi mereka. Di temukan juga beberapa fakor lain

penyebab Rapat Dewan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan

juga disebabkan pergantian dewan komisaris sebelum masa jabatan dewan

komisaris itu sendiri berakhir, dengan alasan meninggal dan juga keinginan untuk

berhenti. Sehingga dewan komisaris mengalami ketidakefektifan dalam

pemantauan. Selanjutnya, Lipton dan Lorsch (1992) berpendapat bahwa waktu

terbatas yang dimiliki penyebut untuk menjalankan rapat adalah mungkin tidak

cukup untuk membahas masalah substansial dalam perusahaan.

Alasan bagaimana Baord Meeting berpengaruh negatif terhadap kinerja

perusahaan sejalan dengan penelitian Bathula (2008) yang menjelaskan bahwa


banyaknya rapat dewan komisaris akan memberikan tuntutan yang tidak wajar

kepada dewan komisaris. Selain itu, kurangnya sumber daya dan kompetensi

dewan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Meskipun rapat

dewan komisaris membawa banyak manfaat untuk perusahaan, namun banyaknya

rapat harus dibatasi karena mengadakan rapat dewan komisaris lebih dari sekali

sebulan tidak menjamin keuntungan finansial yang lebih besar. Dewan komisaris

akan lebih efektif dalam menyusun strategi bisnisnya dengan mengadakan rapat

tidak lebih dari 12 kali dalam setahun (Rodriguez, Fernandez et al., 2014).

4.2.2 Pengaruh Foreign Ownership Terhadap Kinerja Perusahaan

Berdasarkan hasil regresi data panel menunjukan bahwa Foreign

Ownership berpengaruh negatif signifikan terhadap Kinerja Perusahaan. Hasil ini

bertentangan dengan hipotesis dan teori. Seperti yang dikemukakan oleh

Oxelheim dan Randoy (2003) yang menyatakan bahwa pengaruh kepemilikan

asing bersifat kondisional tergantung pada syarat dan kondisi tertentu terkait

bagaimana tujuan atas kepemilikan mereka. Kepemilikan asing akan memiliki

tingkat pengaruh dan derajat keterlibatan yang berbeda tergantung pada

keberadaan direksi asing yang mereka rekomendasikan. Tanpa keterwakilan yang

semestinya dari pihak mereka di jajaran dewan direksi atau komisaris, maka peran

mereka sebagai pengawas luar dalam sistem governance akan terbatas. Anggota

jajaran dewan direksi atau komisaris asing diasumsikan mewakili kepentingan

investor asing. Keberadaan kepemilikan asing dan posisi mereka sebagai bagian

dari anggota dalam jajaran dewan direksi atau komisaris bersama-sama akan
membantu perusahaan dengan menyediakan keahlian global dan memberikan

pengawasan secara independen.

Berdasaarkan hasil statistik deskripsi, rata-rata kepemikan asing pada

perusahaan sektor Trade Service and Investment yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia menunjukan nilai persentase yang kecil, yaitu dengan nilai rata-rata

sebesar 36 persen. Kepemilikan asing yang rendah dan juga tidak adanya investor

asing yang terlibat di dalam jajaran direksi perusahaan, sama sekali tidak bisa

memberikan pengaruh yang cukup untuk melakukan pemantauan yang memadai.

4.2.3 Pengaruh Institutional Ownership Terhadap Kinerja Perusahaan

Berdasarkan hasil regresi menunjukan hasil bahwa Institutional

Ownership memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap Kinerja

Perusahaan. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, rata-rata kepemilikan institusi

menunjukan nilai rata-rata sebesar 60 persen kepemilikan dalam perusahaan

Trade Service and Investment di BEI tahun 2016-2019 dimiliki oleh pihak

institusi. Dengan tingkat kepemilikan pihak institusi yang bisa dikatakan lumayan

tinggi, seharusnya sesuai teori Jensen dan Meckling (1976) dimana semakin besar

kepemilikan institusi maka akan semakin besar kekuatan dan dorongan institusi

keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan

dorongan yang lebih besar untuk mengptimalkan nilai peruisahaan sehingga

kinerja perusahaan juga meningkat.

Hal ini disebabkan bahwa besar atau kecilnya kepemilikan institusional

atas perusahaan belum mampu mengontrol dan mengawasi tindakan kesempatan

manajer dalam menjalankan perusahaan. Apalagi biasanya pemegang saham


berinvestasi di banyak perusahaan untuk mendiversifikasi risiko. Mereka

berinvestasi untuk aliran dividen di masa depan daripada berinvestasi untuk masa

depan perusahaan. Dalam konteksnya, pemegang saham lebih suka menjual

saham mereka daripada hak pelaksanaan. Selain itu, pemegang saham yang

tersebar tidak memiliki kemampuan memantau manajemen secara efektif. Mereka

biasanya tidak memiliki cukup pengetahuan dan informasi untuk membuat

keputusan yang memenuhi syarat (Lee, 2008). Investor institusional tertentu

mungkin memiliki keterampilan untuk meningkatkan kinerja perusahaan

portofolio mereka, tetapi keterampilan ini mungkin langka di antara investor

institusi secara keseluruhan (Black, 1997).


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Rapat Dewan (board meeting) memiliki arah negatif tidak signifikan,

pada sektor trade service and investment yang terdaftar di BEI periode

tahun 2016-2019. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Aryani et al.,(2017) yang menunjukan adanya hubungan tidak

signifikan antara Board Meeting dan kinerja perusahaan atau tidak ada

pengaruh satu sama lain. Alasan ditemukannya hubungan yang tidak

berpengaruh ini adalah rapat efektif apabila dihadiri sebagian besar dewan

komisaris. Selanjutnya, Lipton dan Lorsch (1992) berpendapat bahwa

waktu terbatas yang dimiliki penyebut untuk menjalankan rapat adalah

mungkin tidak cukup untuk membahas masalah substansial dalam

perusahaan.

2. Kepemilikan asing (foreign ownership) memiliki arah negatif signifikan,

pada sektor trade service and investment yang terdafaftar di BEI periode

tahun 2016-2019. Seperti yang dikemukakan oleh Oxelheim dan Randoy

(2003) yang menyatakan bahwa pengaruh kepemilikan asing bersifat

kondisional tergantung pada syarat dan kondisi tertentu terkait bagaimana


tujuan atas kepemilikan mereka. Kepemilikan asing akan memiliki tingkat

pengaruh dan derajat keterlibatan yang berbeda tergantung pada

keberadaan direksi asing yang mereka rekomendasikan. Tanpa

keterwakilan yang semestinya dari pihak mereka di jajaran dewan direksi

atau komisaris, maka peran mereka sebagai pengawas luar dalam sistem

governance akan terbatas. Anggota jajaran dewan direksi atau komisaris

asing diasumsikan mewakili kepentingan investor asing.

3. Kepemilikan institusional (institutional ownership) memeliki arah negatif

tidak signifikan. Hal ini disebabkan bahwa besar atau kecilnya

kepemilikan institusional atas perusahaan belum mampu mengontrol dan

mengawasi tindakan kesempatan manajer dalam menjalankan perusahaan.

Apalagi biasanya pemegang saham berinvestasi di banyak perusahaan

untuk mendiversifikasi risiko. Mereka berinvestasi untuk aliran dividen di

masa depan daripada berinvestasi untuk masa depan perusahaan. Dalam

konteksnya, pemegang saham lebih suka menjual saham mereka daripada

hak pelaksanaan. Selain itu, pemegang saham yang tersebar tidak memiliki

kemampuan memantau manajemen secara efektif. Mereka biasanya tidak

memiliki cukup pengetahuan dan informasi untuk membuat keputusan

yang memenuhi syarat (Lee, 2008).

5.2 Saran
Dari hasil analisis terhadap kesimpulan dari penelitian ini, terdapat

beberapa saran yang dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan untuk

pertimbangan dalam pengambilan keputusan yaitu:

1. Perusahaan sebaiknya mengoptimalkan peran komisaris dalam rapat

dewan untuk memantau kinerja dari dewan direksi. Hasil penilitian ini

menunjukan minimnya kehadiran komisaris dalam rapat yang

dijadwalkan, diduga juga dewan komisaris merangkap jabatan yang lain atau

memiliki pekerjaan yang lain, sehingga memiliki waktu terbatas untuk

menjalankan fungsi pengawasan di perusahaan.

2. Perusahaan perlu mempertimbangkan investor asing yang memiliki saham

pada perusahaan, untuk berperan dalam tata kelola perusahaan.

Keberadaan kepemilikan asing dan posisi mereka sebagai bagian dari

anggota dalam jajaran dewan direksi atau komisaris bersama-sama akan

membantu perusahaan dengan menyediakan keahlian global dan

memberikan pengawasan secara independen.

3. Perusahaan sebaiknya menambahkan kebijakan yang bisa membersamai

kebijakan pemerintah soal dana investasi yang masuk, baik dari investor

asing maupun institutional. Kebijakan seperti terjaminnya keamanan bagi

investor. Agar investor lebih tertarik berperan aktif memantau kinerja

perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai