Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data panel
yang akan mengkaji pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja
daerah di Kalimantan Barat. Model regresi panel data digunakan untuk menaksir
dan menjelaskan hubungan dan pengaruh variabel-variabel independen terhadap
variabel dependen.
4.1.1 Spesifikasi Model

Untuk dapat melihat regresi data panel yang tepat dijadikan penelitian
maka akan di uji dengan mengunakan pengujian Uji Chow (pool vs fixed effect)
dan Husmant test.

Dasar pengambilan keputusan menggunakan chow-test yaitu:

a) Jika H0 diterima, maka model pool (common).

b) Jika H0 ditolak, maka model fixed effect.

Tabel 4.1
Hasil Pengujian Uji Chow (pool vs fixed effect)

Redundant Fixed Effects Tests


Pool: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic   d.f.  Prob. 

Cross-section F 2.005486 (13,54) 0.0380

Sumber : Data Olahan Eviews 8, 2017

Dari tabel 4.1 hasil uji chow dapat dilihat bahwa nilai prob sebesar 0,0380
yang artinya lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model fixed
effect lebih tepat digunakan dari pada model common effect. Dengan demikian

31
32

apabila model fixed effect digunakan maka perlu dilakukan lagi pengujian
Hausman Test, apabila uji Hausmant Test lebih baik digunakan maka akan
mengunakan uji Hausmant Test dan sebaliknya. Sehinga perlu dilakukan
pengujian Hausman Test.

Dasar pengambilan keputusan menggunakan uji Hausman Test


(Random Effect vs Fixed Effect), yaitu:

a) Jika H0 diterima, maka model random effect.

b) Jika H0 ditolak, maka model fixed effect.

4.2
Hasil Uji Hausman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 

Cross-section random 5.730283 2 0.0470

Sumber : Data olahan E-views 8, 2017

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa hasil uji Hausman Test dengan
nilai probabilitas 0,0470 lebih kecil dari 0,05 dapat disimpulkan model Hausman
Tes tidak tepat digunakan maka model yang tepat digunakan adalah fixed effect.

4.1.2 Pengujian Model Regresi Linear Berganda


Model terbaik untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
fixed effect dengan metode Panel Least Square (PLS). Untuk melihat pengaruh
pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja daerah, dapat dilakukan dengan
menguji hipotesis dengan mengunakan model Regresi Linier Berganda.
Adapun formulasinya adalah sebagai berikut:

 Regresi linier multiple/Regresi berganda

Y= βo + β1X1 + β2X2 + ε
33

Berdasarkan hasil estimasi persamaan pengaruh pajak daerah dan retribusi


daerah terhadap belanja daerah di Kalimantan Barat, sebagaimana terlihat dalam
tabel 4.3
Tabel 4.3
Hasil Regresi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Daerah
di Kalimantan Barat Periode 2010-2014
Menggunakan Fixed Effect

Variable Coefficient Std. Error


C 6.939020 0.537910
PD? -0.028882 0.080529
RD? 0.329756 0.114139
Sumber: Data Olahan Eviws 8 2017
Hasil perhitungan pada table 4.3 koefisien regresi linier berganda diatas
maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :
Y = 6,939020 – 0,028882X1 + 0,329756X2 + e
Berdasarkan persamaan regresi, Konstanta (c) sebesar 6,939020 artinya jika
pajak daerah dan retribusi daerah tidak mengalami perubahan atau tetap maka
belanja daerah sebesar 6,94 triliun.

1. Pajak daerah (X1)


Berdasarkan hasil regresi, diperoleh nilai koefisien untuk pajak daerah
sebesar -0,028882. Artinya jika pajak daerah naik satu miliar rupiah maka
belanja daerah mengalami penurunan sebesar 0,028882 miliar, dengan
asumsi retribusi daerah tetap.
2. Retribusi daerah (X2)
Berdasarkan hasil regresi, diperoleh nilai koefisien untuk retribusi
daerah sebesar 0.329756. Artinya jika retribusi daerah naik satu miliar rupiah
maka belanja daerah mengalami peningkatan sebesar 0,329756 miliar, dengan
asumsi pajak daerah tetap.

4.1.3 Uji Statistik


34

1. Uji t-statistik
Uji t statistik dilakukan untuk menguji signifikansi variabel independent
terhadap variabel dependent secara individual, hal ini dilakukan dengan
membandingkan t hitung dengan t tabel pada level of signifikan 5%

Hipotesis :

Ho : β1 = β2 = 0 artinya tidak ada pengaruh signifikan variabel independent


terhadap variabel dependent.

Ha : β1 ≠ β2 ≠ 0 artinya ada pengaruh signifikan variabel independent terhadap


variabel dependent.

Kreteria penegambilan keputusan:

Jika t-hitung ≤ t-tabel maka Ho diterima Ha ditolak

Jika t-hitung ≥ t-tabel maka Ha diterima Ho ditolak.

Tabel 4.4
Uji t-statistik mengunakan fixed effect
Probabilitas dan Alpha

Pengaruh Variabel t-statistik Probabilitas Alpha Keputusan


Pajak daerah
Tidak
terhadap belanja -0.358648 0.7213 0,05
Signifikan
daerah
Retribusi daerah
terhadap belanja 2.889068 0.0056 0,05 Signifikan
daerah
Sumber : Hasil Olahan E-views8 2017

Berdasarkan tabel 4.4 pengolahan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat


sebagai berikut :

Pajak daerah terhadap belanja daerah berpengaruh tidak signifikan karena


nilai probabilitas sebesar 0,7213 lebih besar dari 0,05. Artinya Kenaikan ataupun
penurunan pajak daerah tidak memberikan dampak nyata terhadap peningkatan
35

belanja daerah di Kalimantan Barat. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan hipotesis yang telah peneliti ajukan atau dengan kata lain hipotesis
pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah di tolak.

Retribusi daerah terhadap belanja daerah berpengaruh signifikan karena


nilai probabilitas sebesar 0,0056 lebih kecil dari 0,05. Artinya Kenaikan retribusi
daerah memberikan dampak nyata terhadap peningkatan belanja daerah di
Kalimantan Barat. Dengan demikian hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis
yang diajukan atau dengan kata lain hipotesis retribusi daerah berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah diterima.

2. Uji f-statistik

Uji F digunakan untuk melihat semua pengaruh variabel secara bersama-


sama terhadap variabel terikatnya. Uji signifikan dilakukan dengan tingkat
kepercayaan 95% atau signifikan α = 0,05. jka nilai probabilitas F statistik
menunjukkan nilai < 0,05 artinya terdapat pengaruh signifikan secara serempak
antara variabel bebas dan terikatnya. Namun apabila nilai probabilitas
menunjukkan angka > 0,05 maka terdapat pengaruh yang tidak signifikan secara
serempak antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
Hipotesis :

Ho : β1 = β2 = 0 artinya variabel independent secara simultan (bersama-sama)


tidak ada pengaruh terhadap variabel dependent.

Ha : β1 ≠ β2 ≠ 0 artinya variabel independent secara simultan (bersama-sama)


berpengaruh terhadap variabel dependent.

Kreteria pengambilan keputusan:

Jika F-hitung ≤ F-tabel maka Ho diterima Ha ditolak

Jika F-hitung > F-tabel maka Ha diterima Ho ditolak

Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran II) nilai F statistik sebesar 3.122255


dengan nilai prob (Fstatistik) sebesar 0.001078 kurang dari 0,05 (probabilitas <
36

0,05) yang berarti variabel pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-
sama berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah di Kalimantan Barat tahun
2010 hingga 2014.

3. Koefisien Determinasi (R2)


Untuk mengukur besarnya persentase sumbangan variabel bebas terhadap
variasi naik turunya variabel terikat, dalam penelitian ini digunakan uji koefisien
determinasi ( R2). Nilai koefisien determinasi terletak antara 0 – 1, semakin nilai
koefisien determinasi mendekati nilai nol maka semakin bias kemampuan model
dalam menerangkan keberadaan variabel terikatnya, sebaliknya semakin nilai
(R2) mendekati 1 maka akan semakin baik kemampuan model dalam
menerangkan keberadaan variabel terikat.
Nilai R-squared pada model ini sebesar 0.464465 artinya sebesar 46,44%
dari nilai belanja daerah sebagai variabel terikat di pengaruhi oleh pajak daerah
dan retribusi daerah sebagai variabel bebas. Sedangkan selebihnya sebesar
53,56% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model yang diteliti.

4.2 Pembahasan

Kemampuan keuangan daerah digunakan untuk membiayai belanja tidak


langsung dan belanja langsung. Secara rinci realisasi anggaran belanja tidak
langsung dan belanja langsung dapat dilihat dari daftar program berikut :

1. Meningkatkan kapasitas dan profesionalisme aparatur pemerintah


daerah dan desa serta lembaga pemerintah.
2. Meningkatkan kemampuan pengelolaan keuangan dan kekayaan
daerah
3. Meningkatkan pelayanan publik
4. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
5. Meningkatkan kualitas pendidikan
37

6. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan


pendapatan
7. Meningkatkan ketahanan pangan daerah
8. Meningkatkan jumlah pengunjung objek wisata
9. Menurunkan tingkat pengangguran
10. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin
11. Meningkatkan kesiagaan masyarakat terhadap bencana

Belanja langsung dibagi menjadi anggaran yang digunakan untuk


penyelenggaraan program/kegiatan yang utama dan anggaran untuk belanja
langsung program/kegiatan pendukung. Jumlah anggaran untuk program/kegiatan
utama sebesar 48% dari total belanja langsung. Sedangkan anggaran untuk
program/kegiatan pendukung sebesar 52% dari total belanja langsung.

Tabel 4.5
Belanja Dearah Provinsi Kalimantan Barat periode 2010-2014
Dalam (ribu rupiah)

Belanja Tidak Langsug Belanja Langsung Belanja


Tahun
Realisasi % Realisasi % Daerah
2010 774.185.007 45,53 926.017.322 54,47 1.700.202.329
2011 930.490.053 46,61 1.065.833.492 53,39 1.996.323.545
2012 1.803.799.149 59,26 1.240.157.755 40,74 3.043.956.904
2013 1.764.246.630 53,52 1.532.360.119 46,48 3.296.606.749
2014 2.064.408.105 56,51 1.588.506.035 43,49 3.652.914.140
Rata-rata 7.337.128.944 52 6.352.874.723 48 13.690.003.667
Sumber : BPS Kalimantan Barat 2017

Tabel 4.5 menunjukan secara rata-rata selama periode lima tahun anggaran
belanja daerah provinsi Kalimantan Barat lebih dari setengah dihabiskan untuk
belanja tidak langsung sebesar 52% dan sisanya untuk belanja langsung hanya
sebesar 48%.

Penelitian ini dilakukan di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat


untuk mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja
daerah selama periode lima tahun dari 2010-2014 yang berupa data panel terdiri
38

dari 14 kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat. Data diperoleh dari Badan


Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat, data yang sudah diperoleh kemudian
diolah mengiakan program e-views 8 untuk melihat pengaruh antar variabel
dilakukan uji statistik.

4.2.1 Pajak daerah terhadap belanja daerah

Pajak daerah merupakan sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari
penarikan pajak yang dilakukan oleh pemerintah daerah, yang bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, adapun gambaran pajak
daerah di Provisi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Grafik 4.1 berikut ini :

Grafik 4.1
Pajak Daerah Provinsi Kalimantan Barat

Pajak Daerah
629,948,398
700,000,000
600,000,000
462,272,091
500,000,000
356,342,548
400,000,000
300,000,000 171,790,839
200,000,000 92,951,889
100,000,000
0
2,010 2,011 2,012 2,013 2,014

Sumber : Data Olahan, BPS Kalimantan Barat, 2017


Grafik 4.1 menunjukan bahwa pajak darah di provinsi Kalimantan Barat
selama lima tahun terakhir ini selalu mengalami peningkatan yang sangat
signifikan, ditahun 2010 hanya sebesar Rp. 92.951889 sedangkan di tahun 2014
meningkat secara drastis menjadi sebesar Rp. 629.948.398. hal ini menunjukan
bahwa kesadaran akan membayar pajak meningkat dan pemerintah terkait
menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak daerah berpengaruh tidak
signifikan terhadap belanja daerah di Kabupaten/kota Kalimantan Barat. Hal ini
dibuktikan dengan uji t yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,7213 lebih
39

besar dari (0,05). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesisi bahwa pajak
daerah berpengaruh terhadap belanja daerah.
Hasil dari analisis data dalam penelitian ini menjelaskan bahwa jika
variabel pajak daerah bertambah satu miliar maka variabel belanja daerah akan
mengalami penurunan sebesar 0,028882 miliar. penelitian ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan Yulianus (2016) yang mengatakan
bahwa pajak daerah tidak berpegaruh terhadap belanja daerah. Penelitian ini tidak
sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Friedman yang menyatakan bahwa
kenaikan dalam pajak akan meningkatkan belanja daerah.
Kurang sesuainya hasil penelitian ini dengan landasan teori bukan berarti
bahwa penelitian ini tidak mengikuti kaidah metodologi penelitian dan
ekonometrika yang benar. Pemilihan variabel penelitian sudah sesuai dengan
dasar teori keuangan daerah bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan
sumber pendapatan asli daerah yang benar-benar murni berasal dari sumber daya
dan potensi yang ada di daerah tersebut.
Semangat otonomi daerah memberikan kebebasan sebesarnya kepada
seluruh stakeholder di daerah terutama pemerintah daerah (kabupaten/kota) untuk
menggali semua potensi dan sumber daya yang ada di daerah untuk dijadikan
sebagai sumber pendapatan asli daerah terutama melalui pajak daerah. Salah satu
tujuan otonomi daerah adalah tercapainya kemandirian fiskal di daerah.
Kemandirian fiskal mengandung makna bahwa dengan semakin bertambahnya
usia otonomi daerah maka ketergantungan pemerintah daerah terhadap aliran dana
transfer dari pemerintah pusat seharusnya semakin berkurang digantikan dengan
kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada dasarnya lebih banyak
bersumber dari pajak daerah. Dengan kata lain pajak daerah dalam semangat
kemadirian fiskal seharusnya semakin diberi peranan yang lebih besar dalam
pembiayaan pembangunan di daerah yang dalam hal ini terwujud dalam belanja
daerah.
Hasil penelitian yang tidak signifikan ini dikaitkan dengan kebijakan
pembangunan wilayah di provinsi Kalimantan Barat selama lima tahun terakhir
maka dapat dikatakan bahwa sejak bergulirnya era otonomi daerah, pemerintah
40

daerah provinsi Kalimantan Barat belum mampu menjadikan pajak daerah sebagai
bagian yang terpenting dari Pendapatan Asli Daerah dalam rangka membiayai
pembangunan daerah, sehingga kontribusi dan pengaruh pajak daerah terhadap
pembiayaan pembangunan daerah masih sangat minim. Jelas bahwa selama ini
pemerintah provinsi Kalimantan Barat sangat tergantung dan berharap pada aliran
dana transfer (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil)
untuk membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah. Dengan demikian,
tidak signifikannya hasil penelitian ini membuktikan fakta yang sesungguhnya
yang terjadi dalam pengelolaan keuangan daerah di provinsi Kalimantan Barat
bahwa pemerintah daerah belum mampu menjadikan pajak daerah sebagai sumber
pembiayaan pembangunan yang penting.

4.2.2 Retribusi daerah terhadap belanja daerah

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa


atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Gambaran umum
retribusi daerah di Provisi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Grafik 4.2 berikut
ini :

Grafik 4.2
Retribusi Daerah Provinsi Kalimantan Barat

Retribusi Daerah
250,000,000 214,138,870
188,883,663
200,000,000 160,897,543

150,000,000 110,586,959
78,812,666
100,000,000
50,000,000
0
2010 2011 2012 2013 2014

Sumber : Data olahan, BPS Kalimantan Barat, 2017


41

Grafik 4.2 menunjukan bahwa selama periode lima tahun terakhir retribusi
daerah di provinsi Kalimantan Barat selalu mengalami peningkatan yang
signifikan, terlihat bahwa ditahun 2010 hanya sebesar Rp. 78.812.666 kemudian
ditahun 2014 menjadi Rp. 214.138.870. hal ini membuktikan bahwa retribusi di
Kalimantan Barat sudah berjalan sebagaimana mestinya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa retribusi daerah berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah di Kabupaten/kota Kalimantan Barat. Hal ini
dibuktikan dengan uji t yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,0056 lebih
kecil dari (0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis bahwa retribusi
berpengaruh terhadap belanja daerah.
Hasil dari analisis data dalam penelitian ini menjelaskan bahwa jika
variabel retribusi daerah bertambah satu miliar maka variabel belanja daerah akan
mengalami peningkatan sebesar 0,329756 miliar. penelitian ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan Pangabean (2009 yang mengatakan
bahwa retribusi daerah berpegaruh terhadap belanja daerah se kabupaten
Indonesia dan tidak sejalan dengan penelitian Renidia (2014) yang menyatakan
retribusi daerah berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja daerah di
Yogyakarta.
Peningkatan retribusi daerah akan meningkatkan belanja daerah. Antara
lain retribusi daerah adalah retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, retribusi
pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan, retribusi pelayanan pasar,
retribusi pelayanan parkir pingir jalan. Dari retribusi yang didapat akan
menambah pendapatan asli daerah provinsi Kalimantan Barat dan ketika
pendapatan asli daerah meningkat maka akan meningkatkan belanja daerah yang
akan berdampak pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Fenomena yang ada menyebutkan pengendalian dan pengelolaan
penerimaan daerah di provinsi Kalimantan Barat yang belum memadai
dikarenakan penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib,
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Dalam rangka meningkatkan
pendapatan daerah, sektor retribusi daerah merupakan sektor yang sangat besar
untuk digali dan diperluas pengelolaannya, karena retribusi daerah dipungut atas
42

balas jasa yang disediakan pemerintah. Pelaksanaan pemungutan retribusi daerah


dilakukan diluar waktu yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan,
selama pemerintah daerah dapat menyediakan jasa atas pungutan dasar
persetujuan pemerintah pusat. Tetapi potensi perolehan pajak industri manufaktur
masih belum optimal selama ini mayoritas kantor pusat industri manufaktur ada di
jakarta, akibatnya pajak dan retribusi pun menjadi masuk ke pusat. Retribusi
adalah pembayaran wajib atas jasa tertentu yang diberikan oleh daerah, jasa
tersebut dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang
menikmati balas jasa dari daerah (Siahaan, 2013:5).
Maka dari itu, retribusi daerah sebagai sumber penerimaan yang dapat
diandalkan dan digali potensinya oleh daerah untuk belanja daerah atau dengan
kata lain membantu dalam pembiayaan dan pembangunan pada setiap kab/kota
provinsi Kalimantan Barat. Menunjukkan bahwa hasil penelitian ini menjawab
fenomena yang terjadi bahwa retribusi daerah dapat ditingkatkan dalam
pengelolaan dan pengendaliannya untuk menunjang belanja daerah dalam
pembiayaan dan pembangunan daerah.

4.2.3 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Daerah

Berdasarkan hasil penelitian diketahui secara simultan terdapat pengaruh


variabel pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja daerah, ini dibuktikan
dengan nilai probabilitas sebesar 0.001708, hal ini didukung dari nilai koefisien
determinasi sebesar 46,44% yang menunjukkan bahwa variabel belanja daerah
dapat dijelaskan oleh variabel pajak daerah dan retribusi daerah, sedangkan
sisanya 53,56% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi & Elva (2012)
yang menyimpulkan bahwa hasil menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara pajak daerah terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten
Madiun.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh


Rudiansya (2003) bahwa Kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah masih
43

fluktuatif. Dalam Harianto (2007) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah yang
semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanannya kepada publik.

Fenomena yang ada menyebutkan pengendalian dan pengelolaan


penerimaan daerah di Provinsi Kalimantan Barat yang belum memadai
dikarenakan penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib,
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Dalam rangka meningkatkan
pendapatan daerah, sektor retribusi daerah merupakan sektor yang sangat besar
untuk digali dan diperluas pengelolaannya, karena retribusi daerah dipungut atas
balas jasa yang disediakan pemerintah. Sedangkan pajak daerah dan retribusi
daerah merupakan primadona untuk penerimaan daerah yang penerimaannya
dapat diandalkan dan dioptimalkan sesuai dengan kemampuan di tiap-tiap
kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat yang diketahui bahwa setiap
kabupaten/kota memiliki potensi yang berbeda-beda.

Maka dari itu, pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber
penerimaan yang dapat diandalkan dan digali potensinya oleh daerah untuk
belanja daerah atau dengan kata lain membantu dalam pembiayaan dan
pembangunan pada setiap kab/kota. Ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini
menjawab fenomena yang terjadi bahwa pajak daerah dan retribusi daerah dapat
ditingkatkan dalam pengelolaan dan pengendaliannya untuk menunjang belanja
daerah dalam pembiayaan dan pembangunan daerah.

Anda mungkin juga menyukai