Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data panel
yang akan mengkaji pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja
daerah di Kalimantan Barat. Model regresi panel data digunakan untuk menaksir
dan menjelaskan hubungan dan pengaruh variabel-variabel independen terhadap
variabel dependen.
4.1.1 Spesifikasi Model
Untuk dapat melihat regresi data panel yang tepat dijadikan penelitian
maka akan di uji dengan mengunakan pengujian Uji Chow (pool vs fixed effect)
dan Husmant test.
Tabel 4.1
Hasil Pengujian Uji Chow (pool vs fixed effect)
Dari tabel 4.1 hasil uji chow dapat dilihat bahwa nilai prob sebesar 0,0380
yang artinya lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model fixed
effect lebih tepat digunakan dari pada model common effect. Dengan demikian
31
32
apabila model fixed effect digunakan maka perlu dilakukan lagi pengujian
Hausman Test, apabila uji Hausmant Test lebih baik digunakan maka akan
mengunakan uji Hausmant Test dan sebaliknya. Sehinga perlu dilakukan
pengujian Hausman Test.
4.2
Hasil Uji Hausman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: Untitled
Test cross-section random effects
Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa hasil uji Hausman Test dengan
nilai probabilitas 0,0470 lebih kecil dari 0,05 dapat disimpulkan model Hausman
Tes tidak tepat digunakan maka model yang tepat digunakan adalah fixed effect.
Y= βo + β1X1 + β2X2 + ε
33
1. Uji t-statistik
Uji t statistik dilakukan untuk menguji signifikansi variabel independent
terhadap variabel dependent secara individual, hal ini dilakukan dengan
membandingkan t hitung dengan t tabel pada level of signifikan 5%
Hipotesis :
Tabel 4.4
Uji t-statistik mengunakan fixed effect
Probabilitas dan Alpha
belanja daerah di Kalimantan Barat. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan hipotesis yang telah peneliti ajukan atau dengan kata lain hipotesis
pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah di tolak.
2. Uji f-statistik
0,05) yang berarti variabel pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-
sama berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah di Kalimantan Barat tahun
2010 hingga 2014.
4.2 Pembahasan
Tabel 4.5
Belanja Dearah Provinsi Kalimantan Barat periode 2010-2014
Dalam (ribu rupiah)
Tabel 4.5 menunjukan secara rata-rata selama periode lima tahun anggaran
belanja daerah provinsi Kalimantan Barat lebih dari setengah dihabiskan untuk
belanja tidak langsung sebesar 52% dan sisanya untuk belanja langsung hanya
sebesar 48%.
Pajak daerah merupakan sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari
penarikan pajak yang dilakukan oleh pemerintah daerah, yang bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, adapun gambaran pajak
daerah di Provisi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Grafik 4.1 berikut ini :
Grafik 4.1
Pajak Daerah Provinsi Kalimantan Barat
Pajak Daerah
629,948,398
700,000,000
600,000,000
462,272,091
500,000,000
356,342,548
400,000,000
300,000,000 171,790,839
200,000,000 92,951,889
100,000,000
0
2,010 2,011 2,012 2,013 2,014
besar dari (0,05). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesisi bahwa pajak
daerah berpengaruh terhadap belanja daerah.
Hasil dari analisis data dalam penelitian ini menjelaskan bahwa jika
variabel pajak daerah bertambah satu miliar maka variabel belanja daerah akan
mengalami penurunan sebesar 0,028882 miliar. penelitian ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan Yulianus (2016) yang mengatakan
bahwa pajak daerah tidak berpegaruh terhadap belanja daerah. Penelitian ini tidak
sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Friedman yang menyatakan bahwa
kenaikan dalam pajak akan meningkatkan belanja daerah.
Kurang sesuainya hasil penelitian ini dengan landasan teori bukan berarti
bahwa penelitian ini tidak mengikuti kaidah metodologi penelitian dan
ekonometrika yang benar. Pemilihan variabel penelitian sudah sesuai dengan
dasar teori keuangan daerah bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan
sumber pendapatan asli daerah yang benar-benar murni berasal dari sumber daya
dan potensi yang ada di daerah tersebut.
Semangat otonomi daerah memberikan kebebasan sebesarnya kepada
seluruh stakeholder di daerah terutama pemerintah daerah (kabupaten/kota) untuk
menggali semua potensi dan sumber daya yang ada di daerah untuk dijadikan
sebagai sumber pendapatan asli daerah terutama melalui pajak daerah. Salah satu
tujuan otonomi daerah adalah tercapainya kemandirian fiskal di daerah.
Kemandirian fiskal mengandung makna bahwa dengan semakin bertambahnya
usia otonomi daerah maka ketergantungan pemerintah daerah terhadap aliran dana
transfer dari pemerintah pusat seharusnya semakin berkurang digantikan dengan
kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada dasarnya lebih banyak
bersumber dari pajak daerah. Dengan kata lain pajak daerah dalam semangat
kemadirian fiskal seharusnya semakin diberi peranan yang lebih besar dalam
pembiayaan pembangunan di daerah yang dalam hal ini terwujud dalam belanja
daerah.
Hasil penelitian yang tidak signifikan ini dikaitkan dengan kebijakan
pembangunan wilayah di provinsi Kalimantan Barat selama lima tahun terakhir
maka dapat dikatakan bahwa sejak bergulirnya era otonomi daerah, pemerintah
40
daerah provinsi Kalimantan Barat belum mampu menjadikan pajak daerah sebagai
bagian yang terpenting dari Pendapatan Asli Daerah dalam rangka membiayai
pembangunan daerah, sehingga kontribusi dan pengaruh pajak daerah terhadap
pembiayaan pembangunan daerah masih sangat minim. Jelas bahwa selama ini
pemerintah provinsi Kalimantan Barat sangat tergantung dan berharap pada aliran
dana transfer (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil)
untuk membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah. Dengan demikian,
tidak signifikannya hasil penelitian ini membuktikan fakta yang sesungguhnya
yang terjadi dalam pengelolaan keuangan daerah di provinsi Kalimantan Barat
bahwa pemerintah daerah belum mampu menjadikan pajak daerah sebagai sumber
pembiayaan pembangunan yang penting.
Grafik 4.2
Retribusi Daerah Provinsi Kalimantan Barat
Retribusi Daerah
250,000,000 214,138,870
188,883,663
200,000,000 160,897,543
150,000,000 110,586,959
78,812,666
100,000,000
50,000,000
0
2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 4.2 menunjukan bahwa selama periode lima tahun terakhir retribusi
daerah di provinsi Kalimantan Barat selalu mengalami peningkatan yang
signifikan, terlihat bahwa ditahun 2010 hanya sebesar Rp. 78.812.666 kemudian
ditahun 2014 menjadi Rp. 214.138.870. hal ini membuktikan bahwa retribusi di
Kalimantan Barat sudah berjalan sebagaimana mestinya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa retribusi daerah berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah di Kabupaten/kota Kalimantan Barat. Hal ini
dibuktikan dengan uji t yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,0056 lebih
kecil dari (0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis bahwa retribusi
berpengaruh terhadap belanja daerah.
Hasil dari analisis data dalam penelitian ini menjelaskan bahwa jika
variabel retribusi daerah bertambah satu miliar maka variabel belanja daerah akan
mengalami peningkatan sebesar 0,329756 miliar. penelitian ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan Pangabean (2009 yang mengatakan
bahwa retribusi daerah berpegaruh terhadap belanja daerah se kabupaten
Indonesia dan tidak sejalan dengan penelitian Renidia (2014) yang menyatakan
retribusi daerah berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja daerah di
Yogyakarta.
Peningkatan retribusi daerah akan meningkatkan belanja daerah. Antara
lain retribusi daerah adalah retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, retribusi
pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan, retribusi pelayanan pasar,
retribusi pelayanan parkir pingir jalan. Dari retribusi yang didapat akan
menambah pendapatan asli daerah provinsi Kalimantan Barat dan ketika
pendapatan asli daerah meningkat maka akan meningkatkan belanja daerah yang
akan berdampak pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Fenomena yang ada menyebutkan pengendalian dan pengelolaan
penerimaan daerah di provinsi Kalimantan Barat yang belum memadai
dikarenakan penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib,
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Dalam rangka meningkatkan
pendapatan daerah, sektor retribusi daerah merupakan sektor yang sangat besar
untuk digali dan diperluas pengelolaannya, karena retribusi daerah dipungut atas
42
fluktuatif. Dalam Harianto (2007) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah yang
semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanannya kepada publik.
Maka dari itu, pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber
penerimaan yang dapat diandalkan dan digali potensinya oleh daerah untuk
belanja daerah atau dengan kata lain membantu dalam pembiayaan dan
pembangunan pada setiap kab/kota. Ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini
menjawab fenomena yang terjadi bahwa pajak daerah dan retribusi daerah dapat
ditingkatkan dalam pengelolaan dan pengendaliannya untuk menunjang belanja
daerah dalam pembiayaan dan pembangunan daerah.