Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired Immune


Deficiency Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang
dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. enam tahun kemudian
( 1989 ), AIDS sudah termasuk penyakit yang mengancam anak di amerika. Di seluruh
dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini,
yang berarti 1 orang setiap 10 detik, karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab
kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman
pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di
Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan
1995 maupun pada anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada
bulan Maret 1993 terdapat 4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah
kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak
dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak –
anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta orang,
lebih dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS.
Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000
diantaranya adalah anak usia dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru
pada 5 juta orang terutama di negara terbelakang atau berkembang, dengan angka
transmisi sebesar ini maka dari 37,8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun
2005, terdapat 2,1 juta anak- anak dibawah 15 tahun (WHO 2009).
Pada 2016, tercatat sudah ada lebih dari 36,7 juta jiwa yang hidup dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Jumlahnya pun terus meningkat sampai
sekarang.
Di Indonesia, jumlah pengidap terus bertambah setiap tahun. Keadaan ini adalah
tantangan berat untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) hingga
tahun 2030. Berdasarkan data Laporan Perkembangan HIV/AIDS Direktorat Jenderal
(Ditjen) Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI, pada 2010-2014, penderita HIV karena aktivitas
heteroseksual menduduki jumlah tertinggi.
Pada 2015-2017 faktor hubungan heteroseksual juga menjadi salah satu faktor
utama meningkatnya jumlah pengidap. Dalam data P2PL sepanjang 2016 hingga
trimester kedua 2017, jumlah pengidap laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
Kedua tahun menunjukkan, jumlah pengidap laki-laki hampir mencapai 65 persen dari
jumlah keseluruhan. Hingga Juni 2017, P2PL Kemenkes RI mencatat jumlah pengidap
HIV banyak berkumpul di provinsi besar Indonesia.
Angka pengidap HIV/AIDS di Kalimantan Selatan semakin mengkhawatirkan.
Data hingga Juni 2017, angka Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mencapai 1.864 orang.
Pengidap terbanyak adalah kelompok usia muda antara 20 sampai dengan 29 tahun.
Rekor tertinggi ODHA ditempati Banjarmasin dengan 647 orang, disusul Tanahbumbu
(294) dan Banjabaru di urutan ketiga (236 orang).
Oleh karena itu STIKES Sari Mulia mengadakan penyuluhan ke posyandu yang
ada di banjarmasin agar target dapat mengetahui dan memahami AIDS pada anak.
BAB II

TARGET DAN LUARAN

A. Target
Target yang ingin di capai melalui kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai
berikut :
1. Setelah dilakukan penyuluhan orang tua dapat meneyebutkan pengertian HIV/Aids
pada anak
2. Setelah di lakukan penyuluhan orang tua dapat menjelaskan cara penularan
HIV/Aids pada anak
3. Setelah di lakukan penyuluhan orang tua dapat menyebutkan faktor faktor yang
menyebabkan HIV/Aids pada anak
4. Setelah dilakukan penyuluhan orang tua dapat menyebutkan tanda dan gejala anak
yamg terkena Aids
5. setelah dilakukan penyuluhan orang tua dapat menerapkan pengobatan yang dapat
dilakukan untuk membantu memperlambat perjalanan penyakit HIV/AIDS pada anak

B. Luaran
Luaran yang diharapkan melaui kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai
berikut :
1. Menambah pengetahuan orang tua tentang HIV/AIDS pada anak
2. Menambah pengetahuan orang tua tentang pengobatan yang dapat dilakukan untuk
memperlambat perjalanan penyakit HIV/AIDS
3. Menambah pengetahuan orang tua terhadapat tanda dan gejala anak terkena
HIV/AIDS
BAB III
METODELOGI PELAKSANAAN

A. Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan berupa Penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang AIDS
pada anak di banjarmasin agar target dapat mengetahui dan memahami AIDS pada
anak.

B. Waktu dan tempat


Hari dan Tanggal : Senin, 5 november 2018
Pukul : 09.00-11.00 Wita
Tempat Kegiatan : Posyandu di Banjarmasin

C. Metode dan Media


Metode                          : Bermain dan Ceramah
Media                            : 1. Laptop
2. LCD
3.TOA
4.leaflet

D. Susunan kepanitiaan
Ketua : Umi Hanik Fetriyah, Ns., M.Kep
Anggota :1. Ahmad Arifin
2. Antika Cahyani
3. Faisal Amin
4. Isnaniah
5. Muji Palhadad
6. Nur Alisa
7. Silvi Yanti
8. Syiva Hermawinda
9. Yumi Baida Rahmah
10. Zhikri Samudera As-Sujud
E. Skema Kegiatan
a. Penyuluhan

KETERANGAN

1. : LCD

2. : Moderator

3. : meja

4. : pemateri

5. : Undangan

6. : Undangan

F. Pelaksanaan kegiatan
waktu Tahap kegiatan
kegiatan
penyuluh sasaran
5 menit Pembukaan 1. Membuka acara 1. Menjawab salam
dengan 2. Mendengarkan
mengucapkan penyuluh
salam kepada menyampaikan topik
sasaran dan tujuan
2. Menyampaikan 3. Menyetujui
topik dan tujuan kesepakatan waktu
penyuluhan kepada pelaksanaan
sasaran penyuluhan

3. Kontrak waktu 4. Menyampaikan

untuk kesepakatan pendapatnya tentang

pelaksanaan HIV/AIDS pada anak

penyuluhan
dengan sasaran
4. Menggali
kemampuan
sasaran tentang
HIV/AIDS pada
anak
5. Memberikan
apresiasi atas
semua jawaban
sasaran

10 Kegiatan inti 1. Menjelaskan 1. Memberikan kesempatan


menit materi kepada sasaran untuk
HIV/AIDS pada 2. enanyakan hal-hal yang
anak kepada belum di mengerti dari
sasaran dimulai materi yang dijelaskan
dari pengertian, penyuluh
penyebab,
macam-
macam,
pemeriksaan
penunjang,
pengobatan,
dan
pencegahan
penularan
HIV/AIDS pada
anak
2. Memberikan
kesempatan
kepada sasaran
untuk
menanyakan
hal-hal yang
belum di
mengerti dari
materi yang
dijelaskan
penyuluh

MTE 1. Memberikan 1. Mendengarkan dengan


10
menit kesempatan KARU seksama dan bertanya
dan CI institusi jika ada hal yang ingin
untuk memberikan ditanyakan
masukan atau
tambahan yang
perlu ditambahkan
5 menit Evaluasi/pen 1. Memberikan 1. Menjawab pertanyaan yang
utup pertanyaan kepada diajukan penyuluh
sasaran tentang 2. Mendengarkan kesimpulan
materi yang sudah 3. Menerima leaflet
disampaikan penyuluh Mendengarkan penyuluh
2. Menyimpulkan materi menutup acara dan menjawab
penyuluhan yang telah salam
disampaikan kepada
sasaran
3. Membagikan leaflet
Menutup acara dan
mengucapkan salam
serta terima kasih
kepada sasaran

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
A. Anggaran Dana
No Uraian Jumlah
1 Snack Rp. 1.000.000
2 Leaflet Rp. 400.000
3 Souvenir / hadiah Rp. 500.000
4 Transportasi Rp. 300.000
5 Spanduk Rp. 250.000
6 ATK Rp. 1.000.000
7 Kenang-kenangan Rp. 550.000
Jumlah Biaya Rp. 4.000.000

B. Jadwal Kegiatan

Jenis Kegiatan Tahun 2018


Minggu ke
1 2
Proposal
Penyusunan Proposal
Sosialisasi
Penulisan Laporan
Pengumpulan Laporan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, HIV/AIDs merupakan penyakit yang memiliki kasus
infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak – anak tertinggi
didunia adalah di Afrika. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan 1995 maupun
pada anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan
Maret 1993 terdapat 4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah
kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika.

2. Saran
Penyuluhan kesehatan ini perlu di selenggarakan secara terorganisir dan
berkelanjutan dengan kerjasama dari berbagai pihak yang berkaitan sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat akan hidup sehat sehingga derajat
kesehatan masyarakat dapat meningkat dan mencapai target yang telah
ditentukan oleh pemerintah.
Lampiran 1
Discharge Planning
Hal-hal yang harus diketahui ODHA dan keluarga sebelum pulang antara lain:
a. Pemahaman tentang cara penularan serta kontak social yang tidak menularkan HIV
b. Cara mencegah penularan, terutama seks aman
c. Nutrisi
d. Cara mencuci pakaian dan alat makan ODHA
e. Cara dekontaminasi cairan tubuh
f. Kegiatan pekerjaan sehari-hari ODHA
g. Obat-obat, manfaat serta cara minum obat
h. Cara menghindari infeksi
i. Pertolongan pertama terhadap demam, diare atau batuk
j. Gejala penyakit yang memerlukan pertolongan segera atau harus masuk RS
a) Panas atau demam. Pada keadaan ini ODHA dikompres, berikan obat anti
piretik. Jika 2 kali pemakaian tidak berhasil, bawa ke RS
b) Diare. Pada keadaan ini makanan harus diganti, berikan obat anti diare dan jika
masih diare bawa ke RS
c) Batuk. Berikan obat batuk, sedangkan semua kotoran dibuang ke dalam tempat
yang tertutup dan diberi desinfektan
d) Melena
e) Kejang dan pingsan
k. Kelompok dukungan
Lampiran 2. Biaya dan Jadwal Kegiatan

A. Anggaran Dana

No Uraian Jumlah
1 Snack Rp. 1.000.000
2 Leaflet Rp. 400.000
3 Souvenir / hadiah Rp. 500.000
4 Transportasi Rp. 300.000
5 Spanduk Rp. 250.000
6 ATK Rp. 1.000.000
7 Kenang-kenangan Rp. 550.000
Jumlah Biaya Rp. 4.000.000

B. Jadwal Kegiatan
Jenis Kegiatan Tahun 2018
Minggu ke
1 2
Proposal
Penyusunan Proposal
Sosialisasi
Penulisan Laporan
Pengumpulan Laporan
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas

No Nama/NIM Bidang Alokasi waktu Uraian tugas


keilmuan (Jam/Minggu)
1 Umi Hanik Keperawatan Minggu 1 Menyusun proposal,
Fetriyah,Ns.,M.Kep melaksanakan kegiatan
penyuluhan sampai selesai dan
menyusun laporan
2 Ahmad Arifin Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
laporan dan melaksanakan
kegiatan
3 Antika Cahyani Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
laporan dan melaksanakan
kegiatan
4 Faisal Amin Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
laporan dan melaksanakan
kegiatan
5 Isnaniah Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
laporan dan melaksanakan
kegiatan
6 Muji Palhadad Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
laporan dan melaksanakan
kegiatan
7 Nur Alisa Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
laporan dan melaksanakan
kegiatan
8 Silvi Yanti Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
laporan dan melaksanakan
kegiatan
9 Syiva Hermawinda Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
laporan dan melaksanakan
kegiatan
10 Yumi Baida Rahmah Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
laporan dan melaksanakan
kegiatan
11 Zhikri Samudera As- Keperawatan Minggu 1 Membantu ketua dalam menyusun
Sujud laporan dan melaksanakan
kegiatan
Lampiran 4. Satuan Acara Penyuluhan

A. Latar belakang
Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired Immune
Deficiency Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada
orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. enam tahun
kemudian ( 1989 ), AIDS sudah termasuk penyakit yang mengancam anak di
amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8000 orang
setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik, karena itu infeksi HIV
dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman
pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di
Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan
1995 maupun pada anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan
pada bulan Maret 1993 terdapat 4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan
seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988
terdapat 356 anak dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa
maupun pada anak – anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta orang,
lebih dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS.
Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000
diantaranya adalah anak usia dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi
baru pada 5 juta orang terutama di negara terbelakang atau berkembang, dengan
angka transmisi sebesar ini maka dari 37,8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS
pada tahun 2005, terdapat 2,1 juta anak- anak dibawah 15 tahun (WHO 2009).
Pada 2016, tercatat sudah ada lebih dari 36,7 juta jiwa yang hidup dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Jumlahnya pun terus meningkat sampai
sekarang.
Di Indonesia, jumlah pengidap terus bertambah setiap tahun. Keadaan ini adalah
tantangan berat untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) hingga
tahun 2030. Berdasarkan data Laporan Perkembangan HIV/AIDS Direktorat
Jenderal (Ditjen) Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, pada 2010-2014, penderita HIV karena
aktivitas heteroseksual menduduki jumlah tertinggi.
Pada 2015-2017 faktor hubungan heteroseksual juga menjadi salah satu faktor
utama meningkatnya jumlah pengidap. Dalam data P2PL sepanjang 2016 hingga
trimester kedua 2017, jumlah pengidap laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
Kedua tahun menunjukkan, jumlah pengidap laki-laki hampir mencapai 65 persen
dari jumlah keseluruhan. Hingga Juni 2017, P2PL Kemenkes RI mencatat jumlah
pengidap HIV banyak berkumpul di provinsi besar Indonesia.
Angka pengidap HIV/AIDS di Kalimantan Selatan semakin mengkhawatirkan.
Data hingga Juni 2017, angka Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mencapai 1.864
orang. Pengidap terbanyak adalah kelompok usia muda antara 20 sampai dengan
29 tahun. Rekor tertinggi ODHA ditempati Banjarmasin dengan 647 orang, disusul
Tanahbumbu (294) dan Banjabaru di urutan ketiga (236 orang).
Oleh karena itu STIKES Sari Mulia mengadakan penyuluhan ke posyandu yang
ada di banjarmasin agar target dapat mengetahui dan memahami AIDS pada anak.
B. Waktu dan tempat
Hari dan Tanggal : Senin, 5 november 2018
Pukul : 09.00-11.00 Wita
Tempat Kegiatan : Posyandu di Banjarmasin

C. Metode dan Media


Metode                          : Bermain dan Ceramah
Media                            : 1. Laptop
2. LCD
3.TOA
4.leaflet

D. Susunan kepanitiaan
Ketua : Umi Hanik Fetriyah, Ns., M.Kep
Anggota :1. Ahmad Arifin
2. Antika Cahyani
3. Faisal Amin
4. Isnaniah
5. Muji Palhadad
6. Nur Alisa
7. Silvi Yanti
8. Syiva Hermawinda
9. Yumi Baida Rahmah
10. Zhikri Samudera As-Sujud

E. Skema Kegiatan
a. Penyuluhan

KETERANGAN

7. : LCD

8. : Moderator

9. : meja

10. : pemateri

11. : Undangan

12. : Undangan

b. Pelaksanaan kegiatan
Waktu Tahap Kegiatan
kegiatan
penyuluh sasaran
5 menit Pembukaan 1. Membuka acara dengan 1. Menjawab salam
mengucapkan salam 2. Mendengarkan penyuluh
kepada sasaran menyampaikan topik dan
2. Menyampaikan topik dan tujuan
tujuan penyuluhan kepada 3. Menyetujui kesepakatan
sasaran waktu pelaksanaan
3. Kontrak waktu untuk penyuluhan
kesepakatan pelaksanaan 4. Menyampaikan
penyuluhan dengan pendapatnya tentang
sasaran HIV/AIDS pada anak
4. Menggali kemampuan
sasaran tentang HIV/AIDS
pada anak
5. Memberikan apresiasi atas
semua jawaban sasaran

10 Kegiatan inti 1. Menjelaskan materi 1. Memberikan kesempatan


menit HIV/AIDS pada anak kepada sasaran untuk
kepada sasaran dimulai 2. Menanyakan hal-hal yang
dari pengertian, penyebab, belum di mengerti dari
macam-macam, materi yang dijelaskan
pemeriksaan penunjang, penyuluh
pengobatan, dan
pencegahan penularan
HIV/AIDS pada anak
2. Memberikan kesempatan
kepada sasaran untuk
menanyakan hal-hal yang
belum di mengerti dari
materi yang dijelaskan
penyuluh

1. Memberikan kesempatan 1. Mendengarkan dengan


MTE
10 KARU dan CI institusi untuk seksama dan bertanya
menit memberikan masukan atau jika ada hal yang ingin
tambahan yang perlu ditanyakan
ditambahkan
5 menit Evaluasi/pen 1. Memberikan pertanyaan 1. Menjawab pertanyaan
utup kepada sasaran tentang yang diajukan penyuluh
materi yang sudah 2. Mendengarkan
disampaikan penyuluh kesimpulan
2. Menyimpulkan materi 3. Menerima leaflet
penyuluhan yang telah 4. Mendengarkan penyuluh
disampaikan kepada menutup acara dan
sasaran menjawab salam
3. Membagikan leaflet
Menutup acara dan
mengucapkan salam serta
terima kasih kepada
sasaran
Lampiran 5. Materi

A. Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyebabkan AIDS
(sindrom defisiensi imun akuisita). Virus merusak atau menghancurkan sel kekebalan
tubuh, sehingga sel kekebalan tubuh tidak mampu berperang melawan infeksi atau
kanker. Sekitar 3,2 juta anak-anak di bawah 15 tahun hidup dengan AIDS pada akhir
tahun 2013, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang
menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi
tertentu / keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh
(kekebalan) oleh virus yang disebut dengan HIV. Sedang Human Imuno Deficiency
Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian
mengakibatkan AIDS. HIV sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam limfosit yang disebut dengan T4 atau
sel T penolong. ( T helper ), atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam kelompok
retrovirus sub kelompok lentivirus. Juga dapat dikatakan mempunyai kemampuan
mengopi cetak materi genetika sendiri didalam materi genetik sel - sel yang
ditumpanginya dan melalui proses ini HIV dapat mematikan sel - sel T4 (Centre for
Disease Control and Prevention).
B. Etiologi
Kebanyakan infeksi HIV pada anak adalah diturunkan melalui ibu ke anak selama
kehamilan, persalinan, dan menyusui. Namun, terimakasih kepada rejimen pengobatan
pencegahan, sehingga insidensi penularan ibu-ke-anak untuk HIV menurun. Sejak pertengahan
tahun 1990, tes HIV dan rejimen obat pencegahan memberikan hasil 90% penurunan jumlah
anak yang terinfeksi HIV di Amerika Serikat. Kebanyakan kasus anak HIV/AIDS terkonsentrasi di
kawasan Afriksa Sub-Sahara.
Penyebab lain HIV meliputi:
a. Transfusi darah. Transfusi darah menggunakan darah yang terinfeksi atau suntikan
dengan jarum suntik yang tidak steril mampu menyebabkan infeksi HIV dan AIDS
pada anak. Di Amerika Serikat dan negara maju lainnya, masalah ini telah
sepenuhnya terelminasi, namun pada negara miskin hal ini masih terjadi.
b. Penggunaan obat terlarang dengan cara suntikan. Pada area Eropa Timur dan
Tengah, penggunaan obat suntik akan melanjutkan penyebaran HIV di antara orang-
orang muda yang hidup di jalanan. Penelitian di Ukraina, prilaku berisiko tinggi
seperti penggunaan jarum suntik bergantian, juga terjadi pada anak di bawah usia 10
tahun.
c. Transmisi seksual. Meksipun pada anak penularan dengan hubungan seks bukan
merupakan penyebab utama HIV/AIDS di antara anak-anak, hal ini terjadi ketika
anak-anak menjadi aktif secara seksual di usia awal-awalnya. Anak juga mampu
terinfeksi melalui tindakan kekerasan seksual atau pemerkosaan.
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
a) Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
Menyusui pada ibu pengidap HIV merupakan masalah penting dan selalu menjadi
perdebatan. Hal ini dikarenakan efek ganda dari pemberian ASI, yaitu sebagai
sumber nutrisi utama pada bayi dalam 6 bulan pertama kehidupannya; di sisi lain
juga sarana penularan HIV. Sejak ilmu pengetahuan mampu membuktikan bahwa
salah satu tahap penularan vertikal HIV pada anak adalah melalui air susu ibu,
berbagai langkah pencegahan kemudian diteliti dan dibakukan agar bayi yang
lahir dari ibu HIV ini mendapatkan yang terbaik.
Selama 16 tahun terakhir para ahli di dunia telah membuat berbagai kesepakatan
penting mengenai rekomendasi pemberian makan pada bayi yang terpapar infeksi
HIV dari ibunya. Awalnya dengan berusaha meniadakan paparan melalui laktasi
yang dilakukan di negara maju. Beberapa tahun kemudian pemberian ASI
diijinkan asal dalam waktu yang singkat dan dengan penghentian cepat.
Rekomendasi terakhir adalah mengijinkan pemberian ASI asalkan diberikan
secara eksklusif selama 6 bulan pertama dan boleh dilanjutkan hingga usia anak 2
tahun.
Panduan nasional maupun rekomendasi internasional dibuat umum, karenanya
tidak serta merta tepat atau relevan dengan situasi yang dihadapi suatu
masyarakat, kecuali bila sudah diadaptasikan menurut konteks budaya dan sosial
dimana perempuan dapat mengambil keputusan sendiri dalam hal pengasuhan
anaknya. Untuk mengetahui permasalahan kontroversi dalam pemberian ASI pada
bayi yang lahir dari ibu HIV akan dibahas mengenai risiko dalam ASI, berbagai
data penelitian penting dan simulasi penghitungan untung-rugi pemilihan laktasi
atau tidak.
b) Pemakaian obat oleh ibunya
c) Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
d) Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi. 

C. Patofisiologi
Virus AIDS menyerang sel darah putih ( limfosit T4 ) yang merupakan sumber
kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan memasuki sel T4 ,
virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menurun,
sehingga menyebabkan tubuh mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri,
jamur atau parasit). Hal ini menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV /
AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain,
organ yang sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. AIDS diliputi oleh
selaput pembungkus yang sifatnya toksik ( racun ) terhadap sel, khususnya sel otak dan
susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat menyebabkan kematian sel otak. Masa
inkubasi dan virus ini berkisar antara 6 bulan sampai dengan 5 tahun, ada yang mencapai
11 tahun, tetapi yang terbanyak kurang dari 11 tahun.
D. Manifestasi klinik
Banyak bayi dan anak hidup dengan HIV karena ibunya terinfeksi. Namun,
infeksi tidak mampu ditegakkan sampai bayi lahir. Gejala infeksi HIV bervariasi
berdasarkan umur dan inidividu masing-masing, namun berikut ini adalah gejala yang
sering terjadi:
1. Gagal bertumbuh sesuai chart standar untuk pertumbuhan
2. Kegagalan mencapai perkembangan sesuai milestone
3. Masalah otak dan sistem saraf, seperti kejang, susah jalan, nilai sekolah yang
buruk
4. Sering mengalami sakit, seperti infeksi telinga, flu, perut sakit, dan diare.
Karena HIV akan semakin parah, anak akan mengalami infeksi oportunistik. Hal
ini adalah infeksi yang jarang terkait kesehatan namun dapat mematikan pada pasien
HIV karena sistem kekebalan tubuhnya tidak bekerja secara layak. Infeksi oportunistik
yang seirng terjadi terkait HIV meliputi:
1. Pneumosistis pneumonia – infeksi jamur di paru-paru
2. Infeksi serius terkait sitomegalovirus (CMV)
3. Kondisi jaringan parut pada paru-paru yang disebut dengan limfositik interstitial
pneumonitis (LIP)
4. Oral trush (jamur pada mulut) atau iritasi popok (diaper rash) yang berat karena
infeksi jamur Candida

E. Penularan HIV dari ibu ke anak


Sebanyak 90% penularan pada anak berumur < 13 tahun terjadi pada saat perinatal,
artinya terjadi selama dalam kandungan, selama proses kelahiran dan sesudah kelahiran.
Pembuktian menunjukkan penularan dapat terjadi melalui plasenta, meskipun plasenta
tidak dapat ditembus oleh sel-sel ibu yang terinfeksi HIV, akan tetapi virus HIV yang
bebas masih dapat menembus pertahanan plasenta. Proses kelahiran merupakan porsi
terbesar terjadinya penularan karena selama proses tersebut ada kemungkinan bayi
menelan cairan yang terdapat di jalan lahir; perlukaan akibat gesekan sehingga
memungkinkan terdapatnya luka terbuka di kulit kepala bayi dan meningkatkan risiko
bersinggungan dengan cairan tubuh ibu. Sedangkan penularan pasca lahir yang paling
mungkin adalah melalui pemberian ASI mengingat di ASI dapat ditemukan virus bebas,
atau sel limfosit CD4 yang sudah terinfeksi oleh virus HIV.
Bila tidak dilakukan upaya pencegahan apapun, besarnya risiko penularan dari ibu ke
bayi sebesar 40%. Bila tidak dilakukan sesuatu maka dalam waktu singkat akan terdapat
banyak anak hidup yang tertular HIV dan akan menyebabkan beban kesehatan yang nyata
di seluruh dunia. Oleh karena itu dilakukan berbagai cara untuk mengurangi besarnya
transmisi perinatal ini dan WHO menjadikannya sebagai unsur dasar gerakan mengontrol
penyebaran infeksi HIV di dunia.
Sejak tahun 1996 ketika program pencegahan lengkap mulai dipublikasikan, angka
transmisi ini dapat diturunkan lebih dari 50%nya. Yang dikatakan pencegahan penularan
lengkap adalah mengobati ibu saat kehamilan dengan pemberian anti retroviral (ARV),
menghindari jalan lahir normal dengan melakukan operasi Caesar elektif dan tidak
memberikan ASI. Gerakan pencegahan ini kemudian dilakukan di seluruh dunia.
Akan tetapi langkah lengkap ini tidak mudah diterjemahkan dan diterapkan pada
berbagai kondisi sosial masyarakat. Di Afrika sudah sejak awal tidak lengkap karena
bedah Caesar adalah kemewahan, meskipun pemberian ARV saja yang sangat sederhana
terbukti mampu menurunkan angka penularan HIV. Namun demikian memilih cara
pemberian nutrisi pada bayi tidak sesederhana yang diperkirakan. Oleh karena itu sekitar
tahun 2000 WHO bersamasama UNICEF membuat panduan untuk pemberian laktasi
yang meliputi ASI eksklusif selama beberapa bulan pertama, dan pindah ke penggantinya
bila sudah memungkinkan dalam waktu yang singkat pula.
Kemudian muncul banyak laporan, juga dari Afrika, yang menyatakan bahwa bayi
yang mendapat ASI dalam waktu lebih singkat lebih mudah sakit dibandingkan dengan
bayi yang mendapat ASI lebih lama meskipun risiko tertular HIVnya lebih tinggi.
Penyetopan ASI dalam waktu 1 - 3 hari juga menyebabkan timbul beberapa masalah baik
pada ibu maupun pada bayi.
Setelah panduan pencegahan dan pemberian ASI dengan cara di atas memiliki
banyak efek buruk untuk populasi Afrika, dibuat rekomendasi baru pada tahun 2010 yang
menyatakan bahwa ibu-ibu yang mengikuti program pencegahan penularan HIV
diperbolehkan memberikan ASI kepada bayi yang dilahirkannya dengan cara
pemberiannya secara eksklusif dan dilindungi dengan pemberian ARV selama jangka
waktu menyusui.
Dampak dari rekomendasi ini tidak ada untuk masyarakat yang memilih untuk
memberikan susu formula sebagai bagian program pencegahan transmisi HIV. Untuk
masyarakat yang tidak dapat memilih pemberian susu formula maka kehadiran
rekomendasi ini berdampak pada lama pemberian ARV, penyediaannya dan konsekuensi
terhadap program perawatan, pengobatan dan dukungan terhadap orang dengan HIV
secara global. Negara maju menelaah rekomendasi ini dan dampaknya terhadap praktik
pencegahan transmisi HIV dari ibu ke anak yang selama ini mereka lakukan. Untuk
Inggris, pada pertemuan terakhir bulan April 2010, BHIVA (British HIV Association)
sedang membuat panduan seandainya ada ibu HIV positif yang berencana memberi ASI
pada bayinya. Masalah penting yang harus diawasi untuk keselamatan bayinya adalah
dengan melakukan pemberian ARV pada ibu selama periode menyusui, pengawasan
lebih ketat untuk pemberian ASI eksklusif dan efek samping obat dan diusahakan
sesingkat mungkin serta pemeriksaan kadar virus setiap bulan. Oleh karena itu syarat
tambahan untuk ibu yang diijinkan memberikan ASI adalah kepatuhan mengikuti
program yang diberikan oleh dokter.
Cara apapun yang dipilih selalu ada konsekuensinya. Memberi ASI artinya tetap
memaparkan bayi pada kemungkinan tertular infeksi HIV. Tidak memberi ASI
menyebabkan tujuan menurunkan angka mortalitas tidak tercapai karena anak-anak yang
lahir dari program pencegahan justru meninggal karena berbagai sebab akibat tidak
memperoleh ASI.

F. Pemcegahan
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi
kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan
HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada
kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian
pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah
menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan
satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis
tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa
persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
G. Klasifikasi
Secara umum kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi menjadi 4 stadium :
1. Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan serologik
ketika antibodi terhadap virus tersebut dan negatif menjadi positif. Waktu masuknya
HIV kedalam tubuh hingga HIV positif selama 1-3 bulan atau bisa sampai 6 bulan
( window period )
2. Stadium Asimptomatis ( tanpa gejala )
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukan gejala
dan adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
3. Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata
( persistent generalized lymphadenophaty ) dan berlangsung kurang lebih 1 bulan
4. Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai bermacam - macam
penyakit infeksi sekunder
H. Pengobatan
Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang
kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis
direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah
200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih
ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat
aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari
viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim
viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan
materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine,
delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan adanya anemia,
leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4 dibawah 200, fase
AIDS normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV ( tes Ellisa ) menunjukan
terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi anti HIV. Tes ini meliputi tes
Elisa, Lateks, Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa dan latex menunjukan
orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan positif harus dibuktikan dengan tes
western blot.
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 (dengan
polymerase chain reaction - PCR). Kulit dideteksi dengan tes antibody ( biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).
PRESENSI KEHADIRAN
PESERTA PENYULUHAN KESEHATAN
HIV/AIDS PADA ANAK
Tanggal : Kelas :
Tempat :

NO NAMA ANAK NAMA ORANG TUA TTD


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Banjarmasin, November 2018


Mengetahui,
Posyandu

(.............................................)

ABSENSI KEHADIRAN PANITIA PENYULUHAN KESEHATAN


STIKES SARI MULIA BANJARMASIN DI POSYANDU

NO NAMA TANDA TANGAN


1. Umi Hanik Fetriyah, Ns., M.Kep
2. Ahmad Arifin
3. Antika Cahyani
4. Faisal Amin
5. Isnaniah
6. Muji Palhadad
7. Nur Alisa
8. Silvi Yanti
9. Syiva Hermawinda
10. Yumi Baida Rahmah
11. Zhikri Samudera As-Sujud
Pembimbing :Umi Hanik Fetriyah, Ns., M.Kep

Banjarmasin, November 2018


Mengetahui,
Posyandu

(.............................................)

Anda mungkin juga menyukai