Anda di halaman 1dari 7

Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap

rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu
berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar
serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat
mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan
sifat transportasinya.
    Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2
kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian
sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan
morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible
adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel
tidak dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan
hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel. 

B.    Penyebab Jejas Sel


Penyebab terjadinya jejas sel (cedera sel) :
1.    Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat dari :
a.    Iskemia (kehilangan pasokan darah)
Dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit vaskuler atau
bekuan didalam lumen.
b.    Oksigenisasi tidak mencukupi karena kegagalan kardiorespirasi. Misalnya
pneumonia.
c.    Hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah misalnya anemia, keracunan karbon
monooksida.
    Tergantung pada derajat keparahan hipoksi, sel-sel dapat menyesuaikan, terkena
jejas atau mati. Sebagai contoh, bila arteri femoralis menyempit, sel-sel otot skelet
tungkai akan mengisut ukurannya (atrofi). Penyusutan massa sel ini mencapai
keseimbangan antara kebutuhan metabolik dan perbekalan oksigen yang tersedia.
Hipoksi yang lebih berat tentunya akan menyebabkan jejas atau kematian sel.
2.    Faktor fisik
a.    Trauma
Trauma mekanik dapat menyebabkan sedikit pergeseran tapi nyata, pada organisasi
organel intrasel atau pada keadaa lain yang ekstrem, dapat merusak sel secara
keseluruhan.
b.    Suhu rendah
Suhu rendah mengakibatkan vasokontriksi dan mengacaukan perbekalan darah untuk
sel. Jejas pada pengaturan vasomotor dapat disertai vasodilatasi, bendungan aliran
darah dan kadang-kadang pembekuan intravaskular. Bila suhu menjadi cukup rendah
aliran intrasel akan mengalami kristalisasi.
c.    Suhu Tinggi
Suhu tinggi yag merusak dapat membakar jaringan, tetapi jauh sebelum titik bakar ini
dicapai, suhu yang meningkat berakibat jejas dengan akibat hipermetabolisme.
Hipermetabolisme menyebabkan penimbunan asam metabolit yang merendahkan pH
sel sehingga mencapai tingkat bahaya. 
d.    Radiasi
Kontak dengan radiasi secara fantastis dapat menyebabkan jejas, baik akibat ionisasi
langsung senyawa kimia yang dikandung dalam sel maupun karena ionisasi air sel
yang menghasilkan radikal “panas” bebas yang secara sekunder bereaksi dengan
komponen intrasel. Tenaga radiasi juga menyebabkan berbagai mutasi yang dapat
menjejas atau membunuh sel.
e.    Tenaga Listrik
Tenaga listrik memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh karena itu dapat
menyebabkan luka bakar dan dapat mengganggu jalur konduksi saraf dan berakibat
kematian karena aritmi jantung.
3.    Bahan kimia dan obat-obatan
    Banyak bahan kimia dan obat-obatan yang berdampak terjadinya perubahan pada
beberapa fungsi vital sel, seperti permeabilitas selaput, homeostasis osmosa atau
keutuhan enzim dan kofaktor. Masing-masing agen biasanya memiliki sasaran khusus
dalam tubuh, mengenai beberapa sel dan tidak menyerang sel lainnya. Misalnya
barbiturat menyebabkan perubahan pada sel hati, karena sel-sel ini yang terlibat dalam
degradasi obat tersebut. Atau bila merkuri klorida tertelan, diserap dari lambung dan
dikeluarkan melalui ginjal dan usus besar. Jadi dapat menimbulkan dampak utama
pada alat-alat tubuh ini. Bahan kimia dan obat-obatan lain yang dapat menyebabkan
jejas sel :
a.    Obat terapeotik misalnya, asetaminofen (Tylenol).
b.    Bahan bukan obat misalnya, timbale dan alkohol.
4.    Bahan penginfeksi atau mikroorganisme
    Mikroorganisme yang menginfeksi manusia mencakup berbagai virus, ricketsia,
bakteri, jamur dan parasit. Sebagian dari organisme ini menginfeksi manusia melalui
akses langsung misalnya inhalasi, sedangkan yang lain menginfeksi melalui transmisi
oleh vektor perantara, misalnya melalui sengatan atau gigitan serangga. Sel tubuh
dapat mengalami kerusakan secara langsung oleh mikroorganisme, melalui toksis yang
dikeluarkannya, atau secara tidak langsung akibat reaksi imun dan perandangan yang
muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme. 
5.    Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen. Antigen
endogen (misal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.
6.    Kekacauan genetik misalnya mutasi dapat menyebabkan mengurangi suatu enzim
kelangsungan.
7.    Ketidakseimbangan nutrisi, antara lain :
a.    Defisiensi protein-kalori.
b.    Avitaminosis.
c.    Aterosklerosis, dan obesitas.
8.    Penuaan.

C.    Proses Adaptasi Sel 


Adaptasi sel dibagi menjadi beberapa kategori yaitu :
1.    Atrofi
    Adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat terjadi akibat sel
atau jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang mengalami imobilisasi atau
pada keadaan tanpa berat (gravitasi 0). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat
penurunan rangsang hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan.
2.    Hipertrofi 
    Adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi merupakan suatu
respon adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel.
Terdapat 3 jenis utama hipertrofi yaitu :
a.    Hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel
secara sehat.
b.    Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit
c.    Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel
lain yang telah mati.
3.    Hiperplasia
    Adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat peningkatan
mitosis. Hiperplasia dapat terbagi 3 jenis utama yaitu :
a.    Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus selama
stadium folikuler pada siklus mentruasi.
b.    Hiperplasia patologis dapat terjadi akibat kerangsangan hormon yang berlebihan.
c.    hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi untuk mengganti
jumlah sel yang sebelumnya mengalami penurunan.
4.    Metaplasia
    Adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya. Metaplasia terjadi sebagai
respon terhadap cidera atau iritasi continue yang menghasilkan peradangan kronis
pada jaringan. 

5.    Displasia
    Adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang berbeda
ukuran, bentuk dan penampakannya dibandingkan sel asalnya.Displasia tampak terjadi
pada sel yang terpajan iritasi dan peradangan kronik.

D.    Proses Kematian Sel


    Akibat  jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel ( cellular death ). Kematian sel
dapat mengenai seluruh tubuh ( somatic death ) atau kematian umum dan dapat pula
setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel
tertentu saja. Terdapat dua jenis utama kematian sel, yaitu apoptosis dan nekrosis.
Apoptosis (dari bahasa yunani apo = “dari” dan ptosis = “jatuh”) adalah kematian sel
terprogram (programmed cell death), yang normal terjadi dalam perkembangan sel
untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah
sebagai respons dari beragam stimulus dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut
terjadi secara terkontrol dalam suatu regulasi yang teratur. 
1.    Apoptosis
    Adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular
yang menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya
pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan
sendirinya dan dimakan oleh oleh sel di sebelahnya. Apoptosis berperan dalam
menjaga jumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu mekanisme yang dapat
mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel
pembawa transkripsi DNA yang salah. 
    Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan terus berlanjut
sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi
isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang
mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan
seringkali menyebabkan apoptosis, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian
virus dan sel pejamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh
organisme hidup untuk melawan infeksi virus. 
Perubahan morfologi dari sel apoptosis diantaranya sebagai berikut :
a.    Sel mengkerut 
b.    Kondesasi kromatin 
c.    Pembentukan gelembung dan apoptotic bodies 
d.    Fagositosis oleh sel di sekitarnya 
2.    Nekrosis 
    Adalah kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh.
Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Faktor yang
sering menyebabkan kematian sel nekrotik adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi
yang menghasilkan toksin dan radikal bebas, dan kerusakan integritas membran
sampai pada pecahnya sel. Respon imun dan peradangan terutama sering dirangsang
oleh nekrosis yang menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis
sel dapat menyebar di seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu. Istilah
nekrobiosis digunakan untuk kematian yang sifatnya fisiologik dan terjadi terus-
menerus. Nekrobiosis misalnya terjadi pada sel-sel darah dan epidermis. Indikator
Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi organ, peradangan disekitar nekrosis, demam,
malaise, lekositosis, peningkatan enzim serum.

Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis yaitu :


a.    Disgestif enzimatik sel baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau
heterolysis(enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan
cacat jaringan yang diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abse.
b.    Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi protein
struktur dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel sehingga untuk
sementara morfologi sel dipertahankan.
Kematian sel menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan akhirnya organa
sitoplasma hilang karena dicerna oleh enzym litik intraseluler (autolysis).
3.    Akibat Kematian Sel
    Kematian sel dapat mengakibatkan gangren. Gangren dapat diartikan sebagai
kematian sel dalam jumlah besar. Gangren dapat diklasifikasikan sebagai kering dan
basah. Gangren kering sering dijumpai diektremitas, umumnya terjadi akibat hipoksia
berkepanjangan. Gangren basah adalah suatu area kematian jaringan yang cepat
perluasan, sering ditemukan di organ dalam dan berkaitan dengan infasi bakteri
kedalam jaringan yang mati tersebut. Gangren ini menimbulkan bau yang kuat dan
biasanya disertai oleh manivestasi sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangren
kering. Gangren ren gas adalah jenis gangren khusus yang terjadi sebagai respon
terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri anaerob yang disebut clostridium.
Gangren gas cepat meluas kejaringan disekitarnya sebagai akibat dikeluarkannya
toksin yang mematikan oleh bakteri yang membunuh sel-sel disekitarnya. Sel-sel otot
sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila terkena akan mengeluarkan gas hidrogen
sulfida yang khas. Gangren jenis ini dapat mematikan.
 

Anda mungkin juga menyukai