Anda di halaman 1dari 11

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SATUAN ACARA PENYULUHAN


TEKNIK MENGURANGI NYERI PADA PASIEN POST OPERASI
APPENDISITIS DI BANGSAL PRINGGODANI
RS RAJAWALI CITRA BANTUL

Disusun oleh:

Antika Cahyani : 213203049


Nurlinda Juriati : 213203031
Ovilia Nabila : 213203032

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XVII


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN


TEKNIK MENGURANGI NYERI PADA PASIEN POST OPERASI
APPENDISITIS DI BANGSAL PRINGGODANI RS RAJAWALI CITRA
BANTUL

di sahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik,

( ) ( )

SATUAN ACARA PENYULUHAN


TEKNIK PENGURANGAN NYERI PASCA OPERASI

MATA AJAR :Dischardeplanning Appendisitis


HyperplasiaPOKOK BAHASAN :Teknik pengurangan nyeri
WAKTU :20 menit
HARI/TANGGAL :Sabtu, 20 November 2021
TEMPAT :Bangsal Pringgodani
SASARAN :Pasien post operasi dan keluarga pasien
PENYULUH : Nurlinda Juriati
Ovilia Nabila
Antika Cahyani

A. TOPIK PENDIDIKAN KESEHATAN


Pendidikan kesehatan membahas topic terkait dengan pentingnya teknik
pengurangan nyeri pasca operasi apendiktomi
B. LATAR BELAKANG
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang mengenai seluruh
organ tersebut (Price & Wilson, 2014). Apendisitis juga merupakan penyakit
bedah mayor yang paling sering terjadi. Walaupun dapat terjadi di setiap usia,
namun insiden yang paling sering terjadi adalah pada usia remaja dan dewasa
muda (Price & Wilson, 2014). Insiden terjadinya apendisitis akut di Amerika
Serikat pada tahun 2006 ditemukan sekitar 250.000 kasus. Apendisitis akut
terjadi 7% dari populasi Amerika Serikat, dengan insiden 1,1 kasus tiap 1000
orang per tahun (Eylin, 2015). Kasus apendiktomi di Valencia, Spanyol
selama periode 10 tahun (1998-2007) teridentifikasi terjadi 44.683 kasus
untuk apendiktomi (Andreu et.al., 2009). Menurut Depkes RI tahun 2009,
jumlah pasien yang menderita penyakit apendisitis di Indonesia berjumlah
sekitar 27% dari jumlah penduduk di Indonesia.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2009
apendisitis sendiri menduduki peringkat 10 penyakit rawat inap RSUD se-
Bali, tercatat 1156 kasus. Meningkat 87% pada tahun 2011 menjadi 2162
kasus dan menduduki peringkat 5 penyakit rawat inap RSUD se-Bali. Di
BRSU Tabanan pada 3 bulan terakhir (Juli - September 2013) terdapat 135
kasus apendisitis akut. Apabila dirataratakan terdapat 45 kasus apendisitis
akut dalam sebulan. Dari jumlah kasus sebanyak 135 orang, 69 orang pasien
dilakukan tindakan pembedahan atau apendiktomi dan dirawat di ruang
Bougenville (Juli– September 2013).
Apabila diagnosis apendisitis sudah jelas tindakan yang paling tepat
dilakukan adalah pembedahan apendiks. Pembedahan merupakan suatu
tindakan operatif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan
di obati dengan cara invasive. Pasien apendiktomi dapat mengalami
penurunan motilitas usus, hal ini dapat disebabkan oleh anestesi dan
manipulasi yang dilakukan pada saat pembedahan. Pasien yang belum pulih
motilitas ususnya setelah pembiusan dapat menderita ileus obstruktif atau
obstruksi intestinal bila dalam waktu tersebut diberikan asupan makanan
(Potter & Perry 2006). Semakin lama pemulihan peristaltik usus dari pasien
maka semakin lama juga pasien mendapatkan asupan nutrisi dan itu dapat
menimbulkan dampak negatif bagi proses penyembuhan pasien pasca operasi.
Semakin lama length of stay pasien di rumah sakit semakin buruk
penilaian terhadap rumah sakit tersebut. Hal itu dikarenakan length of stay
(LOS) merupakan salah satu indikator dari penilaian dalam akreditasi sebuah
rumah sakit. Semakin lama pemulihan pasien pasca operasi, semakin lama
pula pasien dalam posisi tirah baring. Semakin lama pasien tirah baring akan
meningkatkan terjadinya komplikasi seperti pembentukan thrombus sehingga
aliran balik vena mengalami hambatan (Windiarto, 2017). Intervensi yang
biasanya dilakukan pada pasien pasca pembedahan untuk mempercepat
pemulihan motilitas usus antara lain melakukan ambulasi dini pada pasien.
Namun, ambulasi dini memiliki peran kecil hingga tidak berarti dalam
pemulihan Postoperative ileus, meskipun memiliki kegunaan dalam
pencegahan atelektasis, pneumonia, dan trombisis vena dalam (Bailey, 2010).
Selain itu, penggunaan Nasogastric Tube (NGT) biasanya juga digunakan
untuk mempercepat pemulihan motilitas usus. Namun, studi terbaru
menunjukkan selang (NGT) tidak harus secara rutin dipasang setelah operasi
abdomen karena pemasangan selang NGT akan meningkatkan insiden
komplikasi paru termasuk pneumonia, atelektasis dan demam
Menanggapi hal ini, perlunya mencari jalan atau alternative lain untuk
mempercepat proses dari pemulihan motilitas usus usus pada pasien
apendiktomi. Pada umumnya panas memiliki efek terapeutik, meningkatkan
aliran darah ke bagian tubuh yang mengalami cedera (Potter & Perry 2006).
Menurut Sasmito (2011) dan Masanori (2016), kompres hangat dapat
memberikan efek berupa meningkatkan fungsi gastrointestinal, menurunkan
tingkat kecemasan, depresi serta tingkat amarah pada pasien. Selain itu,
kompres hangat juga efektif digunakan untuk mengoptimalkan fungsi saraf,
memperbaiki sirkulasi darah dan metabolisme tubuh serta merangsang
peningkatan sel darah putih.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah diberikan pendidikan kesehatan diharapkan keluarga dan pasien
dengan post operasi apendiktomi di bangsal pringgodani memahami
tentang teknik pengurangan nyeri.
2. Tujuan khusus
Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 20 menit diharapkan
keluarga dan pasien dengan apendiktomi di bangsal pringgodani mampu:
a) Menjelaskan proses penyembuhan luka post operasi
b) Menyebutkan faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
c) Menyebutkan manfaat dari kompres hangat
d) Memperaktekan pengurangan nyeri kompres hangat
D. WAKTU PELAKSANAAN
Penkes dilaksanakan pada :
1. Hari : Sabtu
2. Tanggal : 20 November 2021
3. Pukul : 11.00 WIB

E. TEMPAT
Bangsal Pringgodani
F. SASARAN
Pasien post operasi apendiktomi dan keluarga pasien
G. METODE
Ceramah, diskusi dan tanya jawab
H. MEDIA
Leaflet
I. SETTING TEMPAT

: moderator
: pemateri

: pembimbing
: fasilitator
: audience/ pasien dan keluarga

J. KEGIATAN PENKES
KEGIATAN KEGIATAN
NO TAHAP WAKTU
PENYULUH AUDIENS
a. Mengucapkan salam a. Menjawab salam
b. Memperkenalkan b. Memperhatikan saat
diri perawat menjelaskan
c. Menjelaskan tujuan tujuan dilakukannya
1 Pendahuluan d. Kontrak waktu dan penkes. 2 menit
tempat di
lakukannnya
penyuluhan

2 a. Menjelaskan a. Memperhatikan
pengertian luka post pemateri
operasi b. Mendengarkan
b. Menjelaskan proses pemateri
penyembuhan luka 15menit
c. Menyebutkan
manfaat darikompres
Tahap
2 hangat
Kerja
d. Memperaktekan
teknik pengurangan
nyeri kompres
hangat
1. a. Melakukan evaluasi a. Menjawab
secara keseluruhan: pertanyaan
1) Struktur b. Menjawab salam
3 Penutup 2) Proses 3Menit

3) hasil
b. Salam penutup

K. LAMPIRAN MATERI
MATERI EDUKASI KLIEN POST OPERASI APENDIKTOMI
1. Pengertian Apendiktomi
Penyakit usus buntu adalah peradangan yang terjadi pada usus
buntu atau appendicitis (Anggarani., et al, 2012). Usus buntu merupakan
organ berbentuk kantong kecil dan tipis, berukuran 5 hingga 10 cm yang
terhubung dengan usus besar. Saat menderita radang usus buntu,
penderita dapat merasa nyeri di perut kanan bawah. Jika dibiarkan infeksi
menjadi serius dan menyebabkan usus buntu pecah, sehingga
menimbulkan keluhan nyeri yang hebat hingga membahayakan nyawa
penderitanya. Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun
potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut
(Bahrudin, 2017).
2. Teknik pengurangan nyeri apendiktomi
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan
sinyal ke hypothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika
reseptor yang peka terhadap panas dihypotalamus dirangsang, system
effektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi
perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor
pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
hypotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Akibat dari
vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan aliran darah splanknik
(Pembuluh darah sistem gastrointestinal). Peningkatan aliran darah
tersebut sesuai teori yang di kemukakan Sherwood (2011) akan
membawa hormon-hormon yang telah dikeluarkan sel-sel kelenjar
endokrin seperti gastrin dan motilin dalam darah kemudian diedarkan.
Hormon-hormon ini akan menimbulkan efek eksitatorik disepanjang
dinding usus dan otot polos, maka akan terjadi motilitas usus.
3. Manfaat kompes hangat
Kompres hangat dapat memberikan efek berupa :
- Meningkatkan fungsi gastrointestinal
- Menurunkan tingkat kecemasan, depresi serta tingkat amarah pada
pasien
- Digunakan untuk mengoptimalkan fungsi saraf
- Memperbaiki sirkulasi darah dan metabolisme tubuh
- Merangsang peningkatan sel darah putih.
- kompres hangat yang mempunyai dampak fisologis yaitu oksigenasi pada
jaringan lancar sehingga dapat mengurangi kekakuan otot, memperlunak
jaringan fibrosa, memvasodilatasi serta memperlancar aliran darah ke
tubuh, sehingga bisa mengurangi atau menghilangkan nyeri
4. Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan nyeri pasca operasi yang tidak tepat dan akurat dapat
menimbulkan resiko komplikasi memicu respon stres, agar pasien yang
menjalani post operasi tidak nyeri berlebihan bisa dilakukan kompres dengan
menggunakan buli-buli hangat yang bersuhu 45-50,5ºC diatas simfisis pubis.
5. Proes Penyembuhan Luka
Luka adalah terputusnya kontinuitas struktur anatomi jaringan tubuh, dimana
fase penyembuhannya terdiri dari 3 tahap yaitu Fase Inflamasi yang dibagi
menjadi early inflammation (Fase haemostasis), dan late inflammation yang
terjadi sejak hari ke 0 sampai hari ke 5 pasca terluka. Fase Proliferasi, yang
meliputi tiga proses utama yakni: Neoangiogenesis, pembentukan fibroblast dan
re-epitelisasi, terjadi dari hari ke-3 sampai hari ke-21 pasca terluka. Fase
Maturasi terjadi mulai hari ke-21 sampai 1 tahun pasca luka.yang bertujuan
untuk memaksimalkan kekuatan dan integritas struktural jaringan baru pengisi
luka, pertumbuhan epitel dan pembentukan jaringan parut. Ketiga fase ini saling
mempengaruhi satu sama lain dan banyak sel dan sitokin yang berperan didalam
setiap fase. Banyaknya penelitian tentang proses penyembuhan luka untuk
mencapai hasil yang memuaskan dengan waktu yang lebih singkat dari fase
nomal menghasilkan teori proses penyembuhan luka yang semakin detail yang
akan dijelaskan dari aspek mekanisme seluler dan molekuler.
6. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
1. Nutrisi yang cukup
2. Perawatan luka yang baik
3. Istirahat
7. Makanan yang dianjurkan
- Tinggi kalori Tinggi protein : ikan salmon, telur, kacang kedelai, susu
rendah lemak, keju, dada ayam.
- Tidak menyebabkan gatal pada luka
- Cukup mineral dan vitamin
- Mudah dicerna
8. Komplikasi
Penatalaksanaan nyeri pasca operasi yang tidak tepat dan akurat dapat
menimbulkan resiko komplikasi memicu respon stres, agar pasien yang
menjalani post operasi tidak nyeri berlebihan bisa dilakukan kompres dengan
menggunakan air hangat yang bersuhu diatas simfisis pubis untuk mengurangi
nyeri
L. Evaluasi :
1. Evaluasi struktur : penyusunan SAP, persiapan klien, tempat, alokasi
waktu dan materi.
2. Evaluasi proses : Pengetahuan pasien dan keluarga yang telah
mendapatkan penyuluhan
3. Waktu pelaksanaan evaluasi
M. Instrumen evaluasi :
Daftar pertanyaan
1. Jelaskan pengertian apendisitis?
2. Sebutkan Hal-Hal yang harus diperhatian?
3. Peraktekan cara menangani nyeri apendiktomi?
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. (2017). Patofisiologi Nyeri (Pain). Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Malang (E-journal), 13(1), 7-13
Eylin. (2015). Karakteristik Pasien Dengan Diagnosis Histologi Pada
Kasus Apendisitis Berdasarkan Data Registrasi Di Departemen Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumahsakit Umum Pusat Nasional
Cipto Mangunkusumo Pada Tahun 2003- 2007. FK UI.2015
Masanori. (2016). Effect Lumbar Skin Warming on Gastric Motility and
Blood Pressure in Humans. Japanese Journal of Physiology, 53, 45-51, 2003
Potter, P. & Perry, A. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, dan Praktik. Ed 4. Jakarta : ECG Price, S. & Wilson, L. (2006).
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.6. Jakarta : EGC
Price, S. & Wilson, L. (2014). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Ed.6. Jakarta : EGC
Windiarto, N. (2017). Differences of Recovery time of Intestinal
Peristaltic on Surgical Patients with General Anesthesia Taken with Early
Ambulation of Active and Passive ROM in Wira Bhakti Tamtama Hospital
Semarang. (online), (http://eprints.undip.ac.id/10683/1/_ Artikel_.pdf, diakses 4
September 2013)

Anda mungkin juga menyukai