Anda di halaman 1dari 9

A.

Kekurangan Energi Kronik (KEK)

1. Pengertian Energi Kronik (KEK)


Pada Ibu Hamil Masalah gizi pada ibu hamil masih sebagai fokus masalah
antara lain Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kurang Energy Kronik (KEK).
Kekurangan Energi Kronis (KEK) merupakan suatu keadaan dimana status gizi
seseorang buruk disebabkan karena kurangnya konsumsi pangan sumber energi
yang mengandung zat gizi makro yang berlangsung lama atau menahun.
Kehamilan merupakan suatu investasi yang perlu dipersiapkan, dalam proses ini
gizi memiliki peran penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan
janin.
Studi membuktikan bahwa ibu dengan status gizi kurang dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, melahirkan bayi dengan berat
badan lahir yang rendah, dan selanjutnya dapat berdampak pada malnutrisi
antargenerasi. Kenaikan berat badan hamil merupakan berat dari beberapa
komponen dalam tubuh ibu hamil yang mengalami perkembangan selama masa
kehamilan. Ibu dengan status gizi kurang (underweight) dengan IMT kurang
dari 18,5kg/m2 memiliki simpanan gizi yang kurang oleh karenanya pada saat
hamil harus menaikkan berat badannya lebih banyak dibandingkan ibu yang 6
normal atau gemuk. Rekomendasi kenaikan berat badan ibu selama kehamilan
berdasarkan status gizi ibu yaitu IMT prahamil ibu.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekurangan Energi Kronik (KEK)


a. Umur ibu
Umur ibu yang berisiko melahirkan bayi kecil adalah kurang dari 20
tahun dan lebih dari 35 tahun. Ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun
dikatakan memiliki risiko KEK yang lebih tinggi. Usia ibu hamil yang
terlalu muda, tidak hanya meningkatkan risiko KEK namun juga
berpengaruh pada banyak masalah kesehatan ibu lainnya (Stephanie dan
Kartikasari, 2016).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Stephanie dan Kartikasari (2016)
menyebutkan bahwa sebagian besar responden yang berada pada kategori
umur 20-35 tahun tidak mengalami KEK, dari 37 orang hanya 6 orang
(16,2%) yang mengalami KEK. Ibu dengan kategori umur >35 tahun, dari 7
orang terdapat 1 orang (10%) yang mengalami KEK. Kesimpulan dari
penelitian di atas yaitu umur ibu dapat mempengaruhi status gizi ibu pada
saat hamil.
b. Pendidikan
Rendahnya pendidikan seorang ibu dapat mempengaruhi terjadinya
risiko KEK, hal ini disebabkan karena faktor pendidikan dapat menentukan
mudah tidaknya seseorang untuk menyerap dan memahami pengetahuan gizi
yang diperoleh. Latar belakang pendidikan ibu adalah suatu faktor penting
yang akan berpengaruh terhadap status kesehatan dan gizi (Stephanie dan
Kartikasari, 2016). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Stephanie dan
Kartikasari (2016) menyebutkan bahwa ibu hamil yang memiliki pendidikan
SD ke bawah memiliki risiko KEK yang lebih tinggi dibandingkan ibu yang
memiliki latar belakang pendidikan SMP ke atas. Kesimpulan dari penelitian
di atas yaitu pendidikan dapat mempengaruhi terjadinya risiko KEK pada ibu.
c. Status ekonomi
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan
seseorangadalah tingkat keadaan ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli
keluarga. Keluarga yang memiliki pendapatan kurang, berpengaruh terhadap
daya beli keluarga tersebut. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan
makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pandapatan keluarga,
harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan
dan pekarangan (Stephanie dan Kartikasari, 2016).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Stephanie dan Kartikasari (2016)
menyebutkan bahwa sebagian besar responden yang berpendapatan di atas
UMR tidak mengalami KEK, hanya terdapat 2 orang responden (6,9%) yang
berpendapatan di atas UMR mengalami KEK. Responden yang
berpendapatan dibawah UMR terdapat 5 orang (10,6%) yang mengalami
KEK. Kesimpulan dari penelitian di atas yaitu status ekonomi dapat
mempengaruhi risiko KEK pada ibu hamil.
d. Status anemia
Status anemia dipengaruhi oleh adanya asupan makanan yang
mengandung zat besi (Fe) yang rendah sehingga mengakibatkan kadar Hb ibu
hamil rendah dan dapat menyebabkan ibu hamil tersebut kekurangan energy
kronis. Wanita hamil beresiko anemia jika kadar Hbnya <11 gr% (Putri, dkk.,
2015). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aminin, dkk. (2014)
menyebutkan bahwa ibu hamil dengan KEK lebih banyak yang anemia
dibadingkan ibu hamil yang tidak KEK. Hasil penelitian diketahui dari 31 ibu
hamil yang mengalami KEK, kejadian anemia lebih besar (88,9%)
dibandingkan yang tidak anemia (11,1%). Kesimpulan dari penelitian di atas
yaitu status anemia pada ibu dapat
mempengaruhi status KEK pada ibu hamil.

3. Tanda dan Gejala KEK


Kekurangan Energi Kronis (KEK) memberikan tanda dan gejala yang dapat
dilihat dan diukur. Tanda dan gejala KEK yaitu Lingkar Lengan Atas (LILA)
kurang dari 23,5 cm (Supariasa, 2013).

4. Akibat Kekurangan Energi Kronik (KEK)


Ibu yang mengalami Kurang Energi Kronik (KEK) selama masa
kehamilan akan berdampak negatif pada siklus kehidupan keturunannya. Ibu
KEK umumnya memiliki kenaikan berat badan hamil yang rendah (tidak
memadai untuk mendukung kehamilannya). Akibatnya berat badan bayi yang
dilahirkan rendah atau biasa disebut dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
yang ditandai dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram. (Fikawati,
2015).
Akibat lain yang ditimbulkan karena ibu menderita KEK saat kehamilan
adalah terus menerus merasa letih, kesemutan, muka tampak pucat, kesulitan
sewaktu melahirkan dan air susu yang keluar tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan bayi, sehingga bayi akan kekurangan air susu ibu pada waktu
menyusui. Akibat pada janin yang dikandung ibu adalah bisa menyebabkan
keguguran, pertumbuhan janin terganggu, perkembangan otak janin terhambat
hingga kemungkinan nantinya kecerdasan anak kurang, bayi lahir sebelum
waktunya (prematur) dan kematian pada bayi.

5. Pengaruh KEK terhadap Kehamilan


Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada saat kehamilan dapat berakibat pada
ibu maupun pada janin yang dikandungnya.
a) Terhadap ibu dapat menyebabkan risiko dan komplikasi antara lain :
anemia, perdarahan, berat badan tidak bertambah secara normal dan
terkena penyakit infeksi.
b) Terhadap persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama,
persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan.
c) Terhadap janin dapat mengakibatkan keguguran/abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) (Waryana, 2016).

6. Langkah penanganan KEK


Kekurangan Energi Kronik (KEK) dapat dicegah dan ditangani melalui
berbagai langkah, antara lain :
a) Menganjurkan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan yang
berpedoman umum gizi seimbang.
b) Hidup sehat.
c) Tunda kehamilan.
d) Memberikan penyuluhan mengenai gizi seimbang yang diperlukan oleh ibu
hamil (Supariasa, 2013).

7. Cara Penilaian Status Gizi


Secara garis besar, metode penilaian status gizi dibedakan menjadi dua yaitu
metode langsung dan tak langsung. Metode langsung dibagi menjadi empat,
yaitu klinis, biokimia, biofisik dan antropometri. Sedangkan metode tidak
langsung dibagi menjadi tiga, yaitu survei konsumsi, statistic vital, dan faktor
ekologi.
1) Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi mejadi empat yaitu klinis,
biokimia, biofisik dan antropometri. Penilaian status gizi secara klinis
adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketik cukupan zat gizi.
Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues)
seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang
dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penilaian status gizi
dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan anatar lain : darah, urine, tinja, dan
juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penentuan status gizi
secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur
dari jaringan.
Cara yang digunakan adala tes adaptasi gelap. Secara umum
antropometri artinya ukuran tubuh dimensi fisik manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri adalah berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropomentri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
beberapa parameter ukuran tunggal, antara lain :
a) Berat badan (BB),
b) Tinggi badan (TB),
c) Lingkar kepala (LK),
d) Lingkar lengan atas (LILA),
e) Lingkar dada (LD),
f) Lingkar pinggul (LP),
g) dan tebal lemak di bawah kulit (LLBK).
Pada penelitian ini parameter yang akan digunakan adalah
pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Pengukuran LILA juga sebagai
salah satu cara pengukuran antropometri untuk mengetahui keadaan gizi
ibu hamil dan WUS.
Pengukuran LILA cukup respresentatif, ukuran LILA ibu hamil
terkait erat dengan indeks masa tubuh (IMT) ibu hamil. Semakin tinggi
IMT ibu hamil diikuti pula dengan semakin tinggi ukuran LILA ibu.
Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan yang telah ditetapkan.
Terdapat tujuh langkah pengukuran LILA yang telah ditetapkan sebagai
berikut :
a) Tetapkan posisi bahu dan siku,
b) Letakkan pita antara bahu dan siku,
c) Tentukan titik tengah lengan,
d) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan,
e) Pita jangan terlalu ketat,
f) Pita jangan terlalu longgar,
g) Cara pembacaan skala benar.

Hal -hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah


pengukuran dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.
Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan
tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak
kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya tidak rata. Hasil
pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari 23.5 cm dan diatas
atau sama dengan 23.5 cm.

Apabila hasil pengukuran < 23.5 cm berarti risiko KEK dan ≥ 23.5 cm
berarti tidak berisiko KEK (Depkes RI, 1994). 2. Penilaian status gizi secara
tidak langsung : Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi mejadi tiga
yaitu survei konsumsi makanan, statistic vital dan faktor ekologi.

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara


tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi maknan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini
dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi. Pengukuran
status gizi dengan statistic vital adalah dengan menganalisis data beberapa
statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan
dan kematian akibat penyebab tertentu 20 dan data lainnya yang berhubungan
dengan gizi.

Penggunaanya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak


langsung pengukuran status gizi masyarakat. Ekologi merupakan suatu
pengetahuan yang mengkaji tentang hubungan timbal balik antara
organisme hidup dengan lingkungannya. Bengoa mengumpulkan bahwa
malnutrisi merupakan masalah ekonomi sebagai hasil interaksi beberapa
faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi
dan lain-lain.

2) Penilaian status gizi secara tidak langsung


Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi mejadi tiga yaitu
survei konsumsi makanan, statistic vital dan faktor ekologi. Survei
konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi maknan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei
ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
Pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan menganalisis
data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu 20 dan data lainnya
yang berhubungan dengan gizi.
Penggunaanya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat. Ekologi merupakan suatu
pengetahuan yang mengkaji tentang hubungan timbal balik antara
organisme hidup dengan lingkungannya. Bengoa mengumpulkan bahwa
malnutrisi merupakan masalah ekonomi sebagai hasil interaksi beberapa
faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi
dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai