Anda di halaman 1dari 2

TEKNOLOGI PEMBUATAN TEPUNG PISANG

DAN PRODUK OLAHANNYA

Pisang (Musa paradisiaca) adalah salah satu komoditas hortikultura yang berpeluang
sangat tinggi sebagai bahan diversifikasi pangan, food security dan agribisnis di Indonesia.
Potensi ini bukan saja karena karbohidrat, nutrisi, mineral dan kandungan seratnya yang
sangat memenuhi persyaratan sebagai komoditi pangan dan makanan diet tetapi juga
permasalahan yang timbul pada saat panen raya dimana jumlah pisang melimpah dan
menumpuk terutama di sentra produksi pisang seperti di Propinsi Lampung. Pengolahan
pisang menjadi tepung merupakan alternatif diversifikasi komoditas pisang dalam
mengantisipasi hal tersebut dan mengurangi ketergantungan terhadap terigu serta produk
berbahan baku beras. Hal ini juga mendukung empat sukses Kementerian Pertanian yaitu
1). swasembada, 2). diversifikasi pangan (pemanfaatan sumber daya lokal), 3). peningkatan
nilai tambah dan 4) kesejahteraan petani.
Tepung pisang dapat digunakan sebagai formula kue, substitusi terigu dan makanan
bayi. Kegiatan dilakukan di laboratorium (penentuan formula) dan lapangan (implementasi
teknologi) yaitu di Desa Parda Suka, Kecamatan Ketibung, Kabupaten Lampung Selatan
dengan Petani Kooperator dua Kelompok Wanita Tani (KWT) yaitu Larasati dan Srikandi.
Kegiatan di laboratorium adalah penambahan sodium metabisulfit pada proses pembuatan
tepung yang bertujuan untuk mengatasi pencoklatan pada tepung pisang, dilakukan dengan
konsentrasi 0,1%, 0,2% dan 0,3% dan formula terbaik diaplikasikan pada 4 macam pisang
(pisang janten, pisang kepok manado, pisang muli dan pisang raja nangka) dalam 3
ulangan. Diversifikasi produk olahan tepung pisang sebagai tepung komposit menjadi
makanan bayi, biskuit rasa pisang, aneka snack dan bakery dilakukan dengan mencari
formula yang terbaik dengan beberapa variasi perlakuan penambahan tepung pisang dan
meminimalkan gula dalam adonan, sehingga mendapatkan produk olahan yang disukai
konsumen dengan menghemat penggunaan gula. Uji organoleptik dilakukan untuk melihat
preferensi tingkat kesukaan konsumen terhadap tepung dan aneka olahan tepung pisang
dengan kriteria aroma, warna, rasa, tekstur, kekenyalan dan penampilan. Analisis proksimat
dilakukan untuk melihat kandungan gizi dari tepung dan produk olahan yang dihasilkan.
Hasil uji organoleptik dan analisis kimia untuk formula terbaik pembuatan tepung
pisang adalah perendaman dalam 0,3% sodium metabisulfit dengan tingkat kesukaan
terhadap warna (53,33%), kesukaan terhadap tekstur (53,33%) dan kesukaan terhadap
aroma tepung pisang (26,67%). Hal ini didukung oleh analisis proksimat/kimia yang
menunjukkan bahwa perendaman dalam 0,3% sodium metabisulfit memberikan persentase
kandungan protein, serat kasar, derajat putih dan total gula lebih tinggi dibandingkan dari
perlakuan lainnya. Sedangkan kandungan lemaknya lebih rendah.
Hasil analisis rendemen terhadap 4 jenis pisang menunjukkan bahwa pisang janten
memberikan rendemen tertinggi dengan kisaran 35-36% diikuti oleh pisang raja nangka (20-
21%).
Hasil analisis uji organoleptik dari 4 jenis pisang yang diuji menunjukkan bahwa
pisang raja nangka mempunyai warna, tekstur, dan aroma yang paling disukai dibandingkan
dengan jenis pisang lainnya dengan skor warna 5,92 ; tekstur 5,69 dan aroma 5,31.
Berdasarkan pertimbangan beberapa aspek seperti rendemen, total gula, preferensi
kesukaan konsumen, ketersediaan bahan baku dan analisis usaha, maka pisang terbaik
untuk diolah menjadi tepung di Lampung adalah pisang raja nangka. Pengolahan pisang
raja nangka menjadi tepung pisang dapat meningkatkan nilai tambah > 15% dengan B/C
ratio sebesar 1,32 dan usaha ini layak untuk dikembangkan.
Gambar Pembuatan Tepung Pisang

pengupasan perebusan pengirisan

perendama penirisan gaplek pisang


n

penimbangan penggilingan pengayakan

Tepung pisang

Anda mungkin juga menyukai