S Al-Hasyr ayat 9
Artinya :
Mufradat
اصة
َ صَ ال َخ = kebutuhan, ia berasal dari Khasasah Bait, yaitu celah-celah yang
tersisa diantara tiang-tiang, juga setiap lubang dari pengayak, pintu, awan dan
tirai.1
Asbabun Nuzul
Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Zaid ibnul Asham bahwa suatu ketika
orang-orang Anshar berkata,”Wahai Rasulullah, berikanlah sebagian dari tanah
yang kami miliki ini kepada saudar-sudara kami, kaum Muhajirin.” Rasulullah
lalu menjawab,”Tidak. Akan tetapi, kalian cukup menjamin kebutuhan makan
mereka serta memberikan setengah dari hasil panen kalian. Adapun tanahnya
maka ia tetap menjadi hal milik kalian.” Orang-orang Anshar lalu menjawab,”Ya,
kami menerimanya.” Allah lalu menurunkan ayat ini.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata,”Suatu hari,
seseorang datang kepada Rasulullah seraya berkata,”Wahai Rasulullah, sekarang
ini saya sangat kelaparan. ”Rasulullah lalu menanyakan kepada istri-istrinya
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sygma
1
1
apakah memiliki persediaan makanan, namun tidak ada apapun pada mereka.
Rasulullah lantas berkata kepada sahabat-sahabatnya, ”Adakah di antara kalian
yang mau menjamunya malam ini? Semoga Allah merahmati yang menjamu
tersebut.” Seorang laki-laki dari kalangan Anshar lalu berdiri dan berkata,”Wahai
Rasulullah, saya yang akan menjamunya.”2
Laki-laki itu lantas pulang ke rumah dan berkata kepada istrinya,”Saya telah
berjanji akan menjamu seorang tamu Rasulullah. Oleh karena itu, keluarkanlah
persediaan makananmu.” Akan tetapi, sang istri menjawab,”Demi Allah, saya
tidak punya makanan apapun kecuali sekedar yang akan diberikan kepada anak-
anak kita.” Laki-laki itu lantas berkata,”Kalau begitu, jika nanti anak-anak kita
telah terlihat ingin makan malam maka berusahalah untuk menidurkan mereka.
Setelah itu, hidangkanlah makanan untuk mereka itu (kepada sang tamu) dan
padamkan lampu.” Adapun kita sendiri akan tidur dengan perut kosong pada
malam ini ! sang istri lalu mengikuti instruksi suaminya itu.
Pada pagi harinya, laki-laki itu bertemu dengan Rasulullah. Beliau lantas
berkata kepada para sahabat, ”Sesungguhnya Allah telah terkagum-kagum atau
tersenyum dengan apa yang dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah. Allah lantas
menurunkan ayat, ”.....dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya
sendiri, meskipun mereka juga memerlukan.....”3
Tafsir Al Maragi
Allah memuji dan menyanjung orang-orang Anshar yang merelakan harta
fai’ itu diberikan kepada orang-orang Muhajirin, meskipun mereka tidak
menerimanya. Firman- Nya:
ص ُدو ِر ِه ْم ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ
ُ اج َر إِل َْي ِه ْم َواَل يَج ُدو َن في
َ يما َن من َق ْبل ِه ْم يُحبُّو َن َم ْن َه َ َِّار َواإْل
َ ين َتَب َّو ُؤوا الد َ َوالذ
ِ ِ
ٌاصة
َ ص َ اجةً ِّم َّما أُوتُوا َو ُي ْؤث ُرو َن َعلَى أَن ُفس ِه ْم َول َْو َكا َن بِ ِه ْم َخ
َ َح
Dan orang-orang yang tinggal di Madinah dan hati mereka telah dipenuhi
kecintaan iman sebelum kedatangan orang-orang Muhajirin. Mereka mempunyai
2
sifat-sifat mulia dan akhlak luhur yang menunjukkan kemuliaan jiwa dan
keluhuran budi. Mereka adalah:
1) Mencintai orang-orang Muhajirin dan menginginkan kebaikan untuk
orang-orang Muhajirin itu sebagaimana halnya mereka menginginkan
kebaikan untuk diri mereka sendiri. Rasulullah telah mempersaudarakan
antara mereka dengan orang-orang Muhajirin itu dan menempatkan orang-
orang Muhajirin di rumah-rumah orang-orang Anshar untuk tinggal
bersama.
2) Mereka tidak menginginkan sedikitpun dari harta fai dan lain-lain yang
diberikan kepada orang-orang Muhajirin.
3) Mereka mendahulukan orang-orang yang membutuhkan di atas diri
mereka sendiri dan memulai dengan orang lain sebelum diri mereka
sendiri. Sehingga orang yang mempunyai dua orang istri diantara mereka
itu menceraikan salah seorang dari keduanya, dan mengawinkannya
dengan salah seorang dengan kaum Muhajirin.
Telah dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasai
dari Abu Hurairah ia berkata, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah saw
lalu dia berkata, ”Aku telah ditimpa kepayahan.” Lalu beliau menanyakan kepada
istri-istri beliau, tetapi beliau tidak mendapatkan apa-apa kepada mereka. Maka
kata Rasulullah saw. ”Tidak adakah seorang laki-laki yang hendak menjamu
orang ini pada malam ini? Semoga ia dirahmati Allah.” Maka kata Abu Talhah,
”Aku wahai Rasulullah,” Lalu ia pulang kepada keluarganya untuk mengatakan
kepada istrinya, ”Hormatilah tamu Rasulullah ini.” Istrinya menjawab,”Demi
Allah, aku tidak mempunyai apa-apa selain dari makanan anak-anak.” Maka kata
Abu Talhah,”Apabila anak-anak hendak makan malam, maka tidurkanlah mereka,
lalu naiklah engkau lalu padamkan lampu, dan kita jamu tamu Rasulullah pada
malam ini.” Lalu istrinyapun melakukan yang demikian. Tatkala pagi harinya
tamu itu menghadap Rasulullah saw. Maka beliau mengatakan,”Allah kagum
terhadap si Fulan dan si Fulanah, dan menurunkan untuk mereka berdua:
ِ ِ
ٌاصة
َ صَ َو ُي ْؤث ُرو َن َعلَى أَن ُفس ِه ْم َول َْو َكا َن بِ ِه ْم َخ
Kemudian Allah menjelaskan akibat buruk dari kebakhilan, Firman-Nya:
3
ك ُه ُم ال ُْم ْفلِ ُحو َن
َ َِو َمن يُو َق ُش َّح َن ْف ِس ِه فَأ ُْولَئ
Dan barangsiapa yang menjaga diri mereka dari keserakahan dan
kebakhilan terhadap harta, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung dalam
segala tuntutan dan selamat dari segala ketidakbaikan.
Telah dikeluarkan oleh at-Tirmidzi, Abu Ya’la dan Ibnu Mardawaih dari
Anas secara marfu’, ”Tidak akan bertemu untuk selama-lamanya kesengsaraan di
jalan Allah dengan asap neraka jahannam pada hati seorang hamba. Dan tidak
bertemu pula untuk selama-lamanya antara iman dengan kebakhilan pada hati
seorang hamba.”4
Tafsir Al Munir
Allah SWT memuji kaum Anshar menyatakan keutamaan dan kemuliaan
mereka, kebersihan mereka dari perasaan hasud, sikap mereka yang lebih
mengutamakan kaum Muhajirin atas diri mereka sendiri meskipun mereka sedang
butuh, serta sikap mereka yang rela dan menerima dengan lapang dada kaum
Muhajirin diberi dari harta fai,5
“Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah
beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai
orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka
(Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri,
meskipun mereka juga memerlukan.” (al-Hasyr: 9)
4
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, ahli bahasa Bahrun Abu
Bakar, dkk., (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 67-69
5
Abdul Hayyie, dkk. Terj. Tafsir Al Munir Jilid 14 Wahbah Az-Zuhaili, (Jakarta: Gema Insani,
2013), hlm. 459
4
dan menerima kenyataan itu dengan senang hati dan penuh lapang dada, padahal
kaum Muhajirin tinggal di rumah-rumah mereka. Mereka juga lebih
mengutamakan dan memprioritaskan kaum Muhajirin atas diri mereka sendiri
dalam hal-hal keduniawian, walaupun sebenarnya mereka juga sedang butuh dan
mengalami kesulitan ekonomi sendiri.
6
Ibid., hlm. 460
7
Ibid., hlm. 461
5
لَن تَنَالُوا ا ْلبِ َّر َحتَّى تُنفِقُوا ِم َّما ت ُِحبُّونَ َو َما تُنفِقُوا ِمن ش َْي ٍء فَإِنَّ هَّللا َ بِ ِه َعلِي ٌم
Artinya:
Mufradat
Asbabun Nuzul
Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata; Telah menceritakan
kepadaku Malik dari Ishaq bin 'Abdullah bin Abu Thalhah bahwasanya dia
mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Abu Thalhah adalah orang
Anshar yang paling banyak pohon kurmanya. Dan harta yang paling ia sukai dari
harta miliknya adalah Bairuha` (kebun) yang berhadapan dengan masjid. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam biasa masuk ke dalamnya untuk minum airnya yang
jernih segar. ketika turun ayat: "Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan
kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang
kamu cintai. Maka Abu Thalhah berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah
telah berfirman: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai, dan
harta yang paling aku sukai adalah Bairuha`, maka ia sekarang adalah sedekah
bagi Allah 'azza wajalla. Dan aku mengharap kebaikan dan simpanannya di sisi
Allah. Wahai Rasulullah, sekarang aturlah ia sesukamu." Maka Nabi shallallahu
6
'alaihi wasallam pun bersabda: "Amboi, itu adalah harta yang menguntungkan, itu
adalah harta yang menguntungkan! Aku telah mendengar apa yang telah kamu
katakan, namun aku melihat sepertinya lebih baik itu engkau sedekahkan untuk
kerabat-kerabatmu." Lalu Abu Thalhah berkata; "Wahai Rasulullah, aku akan
melakukannya." Maka Abu Thalhah pun membagi-bagikan kepada kerabat dan
anak-anak pamannya." 'Abdullah bin Yusuf dan Rauh bin 'Ubadah berkata; 'Itulah
harta yang rabih (menguntungkan). Telah menceritakan kepadaku Yahya bin
Yahya dia berkata; Aku membaca Hadits Malik dengan lafazh; 'Maal Rayih.'
(harta yang menguntungkan). Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
'Abdullah Al Anshari dia berkata; Telah menceritakan kepadaku Bapakku dari
Tsumamah dari Anas radliallahu 'anhu berkata; 'Maka harta itu dibagikan kepada
Hassan dan Ubay, dan akupun termasuk kerabat yang paling dekat dengannya
namun dia tidak memberikannya kepadaku sedikit pun.”8
Tafsir Jalalain
(Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian) artinya pahalanya yaitu
surge (sebelum kamu menafkahkan) menyedekahkan (sebagian dari apa yang
kamu cintai) berupa harta bendamu (dan apa yang kamu nafkahkan dari sesuatu
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya) dan akan membalasnya.9
8
Shahih Bukhari dengan nomor 4189 (hadis dengan sanad dan matan yang sama juga
terdapat dalam kitab Fathul Bari)
9
Jalal al-Din Muhammad ibn Ahmad al-Mahalli & Jalal al-Din Abdur Rahman ibn Abi
Bakar al-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain (Surabaya: Darul Ilmu), hlm. 57
10
Ibid.,
7
sehubungan dengan firman-Nya: Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna). (Ali Imran: 92)
8
Hadits ini diketengahkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Di
dalam kitab Shahihain disebutkan: Bahwa sahabat Umar mengatakan, “Wahai
Rasulullah, aku belum pernah memperoleh harta yang paling aku cintai dari
semua harta yang ada padaku selain bagianku dari ganimah Khaibar. Apakah yang
harus aku lakukan terhadapnya menurutmu?” Maka Rasuiullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab: Tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah (di jalan Allah)
buah (hasil)nya.
Tafsir Al Azhar
Tafsir al-Azhar menjelaskan surat Ali-Imran ayat 92 dengan menyatakan
bahwa setelah ayat ini turun, maka sangat besar pengaruhnya kepada
sahabat-sahabat Nabi Saw dan selanjutnya menjadi pendidikan batin yang
mendalam di hati kaum muslimin yang hendak memperteguh keimanannya
melalui wakaf.12
12
Hamka, Tafsir Al Azhar, Juz IV, (Jakarta: PT Pustaka Panji Mas, 1999), hlm. 8