Anda di halaman 1dari 3

Abortus Habutualis

Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih secara berturut-turut. Penyebab dari abortus habitualis
pada sebagian besar kasus belum diketahui. Namun pada umumnya abortus habitualis terjadi karena
inkompetensi serviks, yaitu suatu keadaan dimana serviks tidak dapat menahan beban untuk menutup
selama kehamilan, terutama ketika kehamilan melewati trimester pertama sehingga serviks yang
membuka ini (inkompenten) menyebabkan terjadinya pengeluaran hasil konsepsi.

Akan tetapi penting untuk mengetahui penyebab yang mungkin mendasari untuk menentukan prognosis
dari kehamilan selanjutnya.

Faktor penyebab

1. Faktor Genetik
Penelitian yang menilai adanya hubungan antara kelainan kromosom dengan kejadian abortus
habitualis memberikan hasil yang bervariasi. Pasangan yang salah satu pasangannya merupakan
kromosom pembawa abnormal, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami abortus
berulang dengan janin menunjukan kariotipe yang abnormal. Tipe terbanyak dari kelainan
kromosom pada orangtua adalah balanced translocation atau robertsonian translocation yaitu
jumlah kromosom hanya 45 tetapi seluruh informasi genetik tetap utuh. Hasil kontrasepsi dari
pasangan orang yang memiliki resiko tinggi mengalami translokasi yang tidak seimbang
(unbalance translocation), umumnya mengalami abortus pada trimester pertama. Prevalensi
kromosom abnormal pada pasangan orang tua yang mengalami abortus berulang dilaporkan
sekitar 3 sampai 5%.
2. Faktor endokrin
Telah lama diketahui bahwa diabetes melitus merupakan faktor penting dalam terjadinya
abortus berulang. Diabetes melitus yang tidak terkontrol meningkatkan resiko terjadinya
abortus pada trimester awal, dan telah terdapat bukti nyata bahwa DM yang terkontrol baik
tidak dihubungkan dengan abortus.
Disfungsi tiroid telah dilaporkan berhubungan dengan abortus berulang, tetapi bukti langsung
yang mendukung hal tersebut masih kurang, tes fungsi tiroid dari perempuan dengan abortus
berulang jarang yang abnormal. Tampaknya lebih dihubungkan dengan anti tiroid antibodi.
3. Infeksi dan penyakit ibu
Perempuan hamil yang mengalami infeksi yang ditandai dengan demam tinggi akibat infeksi
seperti influenza, pielitis, malaria merupakan predisposisi untuk mengalami abortus. Infeksi
spesifik seperti sifilis, listeria monocytogenes, mycoplasma SPP dan toksoplasma gondii juga
dapat menyebabkan abortus tetapi tidak ditemukan kan bukti bahwa organisme tersebut
menyebabkan abortus habitualis, utamanya pada trimester kedua.
4. Faktor anatomi
Sekitar ar-15 sampai 30% anomali uterus menyebabkan abortus berulang. Secara klinis,
inkompetensi serviks menyebabkan abortus spontan pada trimester kedua atau persalinan
prematur dini. Abortus cenderung cepat terjadi di tanpa nyeri dan kurang mengalami
perdarahan.
5. Faktor autoimun
Penyakit autoimun seperti systemic lupus erythematosus (SLE) dan sindrom antifosfolipid
merupakan kelainan imunologi yang dihubungkan dengan abortus habitualis. Abortus pada awal
kehamilan jarang ditemukan pada ada perempuan yang menderita SLE tetapi insiden meningkat
2 sampai 4 kali pada abortus lanjut. Hampir semua kematian janin pada SLE dihubungkan
dengan antiphospholipid antibody.
6. Defet trombofilik
Activated protein C resistance (APCR) merupakan jenis terbanyak dari defek trombofilik, dengan
prevalensi sekitar 3 sampai 5%. Sekitar 90% kasus disebabkan karena mutasi pada faktor v
leiden. Perempuan dengan abortus habitualis sekitar 20% mengalami APCR. Dilaporkan bahwa
hyperhomocysteinaemia juga berhubungan dengan abortus berulang dengan prevalensi sekitar
12-21 persen. Merupakan keadaan dengan peningkatan kadar homosistein darah yang
dihubungkan dengan trombosis dan penyakit vaskuler prematur, juga dapat disebabkan
kekurangan asam folat.
7. Faktor alloimun
Penelitian terhadap kemungkinan dasar imunologi pada abortus berulang telah diteliti
berdasarkan hipotesis bahwa terdapat kegagalan dari respon imun protektif atau ekspresi dari
relatif antigen non imunogenik oleh sitotofoblas menyebabkan terjadinya reaksi penolakan
terhadap allograft janin. Hal tersebut dihubungkan dengan peningkatan human leukosit antigen
(HLA) yang dicuri dicurigai merupakan faktor predisposisi terjadinya abortus habitualis.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan abortus habitualis dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Apabila penyebabnya nya
dicurigai karena adanya inkompetensi serviks, maka tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan
fiksasi pada serviks agar dapat menahan beban kehamilan dengan perkembangannya kehamilan.
Operasi dilakukan oleh dokter obgyn pada kehamilan 12-14 minggu. Idealnya juga dilakukan
pemeriksaan USG untuk melihat ada tidaknya kelainan anatomi.

Abortus infeksiosus atau abortus septik

Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai dengan infeksi pada alat genital, sedangkan abortus
septik adalah abortus yang disertai dengan penyebaran infeksi pada peritonium dan/atau pembuluh
darah.

Abortus infeksiosus dan abortus septik adalah komplikasi abortus yang paling sering terjadi, apalagi jika
selama tindakan penanganan abortus tidak memperhatikan teknik aseptik dan aseptik.

Tanda dan gejala

1. Panas tinggi
2. Perdarahan pervaginam yang berbau
3. Takikardia
4. Ibu tampak sakit dan lelah
5. Uterus membesar dan teraba lembut disertai nyeri tekan

Bila sampai terjadi sepsis dan syok (abortus septik) maka ibu akan mengalami panas tinggi, menggigil,
tekanan darah menurun, dan tampak lelah. Pada pemeriksaan laboratorium, baik abortus infeksiosus
maupun abortus septik, menunjukkan hasil kadar leukosit yang tinggi.

Penatalaksanaan

Pengelolaan ibu dengan abortus infeksiousus dan abortus septik adalah pemberian cairan infus dan
antibiotika yang adekuat, selain itu juga dibarengi dengan pemberian uterotonika. Curretage dilakukan
setelah keadaan ibu membaik minimal 6 jam jam setelah pemberian antibiotika. Pemberian antibiotika
dilanjutkan hingga 2 hari setelah ibu bebas demam, apabila tidak menunjukkan hasil maka antibiotika
ditingkatkan pada level yang lebih tinggi. Jika dikawatirkan terjadi tetanus, maka pemberian ATS (anti
tetanus serum) dan irigasi kanalis cervicalis dengan cairan H2O 2 (hidrogen peroksida) perlu dilakukan.
Apabila semua cara tersebut telah dilakukan kan dan keadaan ibu tetap buruk, maka histerektomi total
perlu dilakukan secepatnya.

Anda mungkin juga menyukai