Anda di halaman 1dari 14

1.

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh


jarak tanam dan pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada pertumbuhan
tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.).

1.2 Alat dan Bahan

1.2.1 Alat
Alat yang digunakan saat praktikum adalah :

 Cangkul : untuk mengolah tanah, membersihkan gulma, dan pengguludan.


 Gembor : untuk menyiram tanaman
 Ajir : untuk mmbantu perambatan tanaman
 Tugal : untuk membuat lubang tanam.

1.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk praktikum antara lain :

 Benih Buncis : bahan tanam


 Pupuk NPK : sebagai nutrisi tanaman
 ZPT : untuk mempercepat pertumbuhan tanaman.

1.3 Teknik Budidaya Tanaman


Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran buah yang termasuk
famili Leguminosae. Tanaman buncis cocok dibudidayakan dan berproduksi baik
pada dataran medium maupun dataran tinggi.
Tanaman buncis dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe merambat
(bersifat indeterminate) dan tipe tegak (berbentuk semak dan bersifat
determinate). Kultivar merambat memiliki percabangan yang lebih banyak dan
jumlah buku bunga yang lebih banyak, sehingga mempunyai potensi hasil yang
lebih besar. Tipe buncis rambat panjangnya dapat mencapai 3 meter dan mudah
rebah, sehingga memerlukan lanjaran/turus agar dapat tumbuh dengan baik. Tipe
tegak
umumnya pendek dengan tinggi tidak lebih dari 60 cm. Harga lanjaran yang
mahal di beberapa daerah pertanaman buncis rambat mendorong usaha beralih ke
buncis tegak.
Berbeda dengan buncis rambat, dalam budidaya buncis tegak tidak
diperlukan turus atau lanjaran, sehingga dapat menghemat biaya usaha tani kira-
kira sebesar 30%.
1. Varietas yang Dianjurkan
Varietas buncis tipe merambat yang dianjurkan antara lain adalah:
a). HORTI-1 dengan potensi hasil 32-48 ton/ha, rasa manis, bentuk bulat masif
berwarna hijau dan berserat halus, panjang buah 16-18 cm, umur panen 52-54
hari, peka terhadap karat daun dan antraknose, sesuai untuk ditanam di
dataran tinggi dan medium terutama pada musim kemarau
b). HORTI-2 dengan potensi hasil 24-37 ton/ha, rasa manis, bentuk bulat masif
berwarna hijau dan berserat halus, panjang buah 15-17 cm, umur panen 53-57
hari, tahan terhadap penyakit karat daun, sesuai untuk ditanam di dataran
tinggi dan medium terutama pada musim kemarau
c). HORTI-3 dengan potensi hasil 36 ton/ha, rasa manis, bentuk agak bulat masif
berwarna hijau dan berserat halus, panjang buah 15,5-17 cm, umur panen 55-
58 hari, tahan karat daun dan terutama pada musim kemarau.
d). Varietas buncis tegak misalnya FLO.
Kebutuhan benih per hektar sebesar 20-30 kg untuk buncis rambat, dan
untuk buncis tegak sebesar 40-60 kg/ha.

2. Pola Tanam
Di beberapa daerah tanaman buncis ditumpangsarikan dengan jagung dan
okra dengan memanfaatkan batang tanaman tersebut sebagai lanjaran.

3. Penyiapan Lahan
Pengolahan tanah dilakukan kurang lebih satu minggu sebelum tanam dan
dibuat bedengan dengan ukuran lebar 120-150 cm dan panjang disuaikan dengan
kondisi lahan, ketinggian bedengan 30 cm dan antara bedengan dibuat parit
selebar 50 cm.
4. Penanaman
a. Waktu tanam
Produksi dapat berkurang jika pada saat pembungaan terjadi hujan,
karena bunga akan berguguran, sehingga sebaiknya waktu tanam ditentukan
dengan mempertimbangkan hal tersebut, selain juga pemilihan varietas yang
tepat.
b. Jarak tanam dan populasi tanaman
Jarak tanam hendaknya mempertimbangkan produksi yang akan
dicapai, kemudahan pemeliharaan dan kemudahan saat panen. Jarak tanam
untuk buncis tegak 30x40 cm, sedangkan untuk buncis rambat 70 x 40 cm.
c. Cara penanaman
Kedalaman tanam berkisar 3-8 cm, dengan cara ditugal dan setiap
lubang tanam diisi dua biji.
5. Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang kuda atau ayam 15 ton/ha,
TSP 250 kg /ha dan KCl 250 kg /ha sebagai pupuk dasar. Pemberian pupuk
kandang dilakukan dengan cara disebar dan diratakan bersamaan dengan
pengolahan tanah. Pupuk N berupa Urea dan ZA dengan perbandingan 1:2
sebanyak 300 kg/ha diberikan pada umur 1 dan 3 minggu setelah tanam masing-
masing setengah dosis. Pemberian pupuk susulan dilakukan dengan cara
meletakkan pupuk dalam tanah yang telah ditugal sedalam 10 cm dan sekitar 10
cm dari tanaman. Setelah pupuk dimasukkan, lubang ditutup kembali dengan
tanah.
6. Pemeliharaan
a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan jika ada benih yang rusak atau tidak tumbuh, dan
dilakukan sampai sekitar 7-10 hari setelah tanam. Penyulaman dilakukan
agar jumlah tanaman per satuan luas tetap optimum sehingga target produksi
dapat tercapai.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma dengan tangan atau
menggunakan alat.
c. Pembumbunan
Pembumbunan bertujuan untuk menutup akar yang terbuka dan membuat
pertumbuhan tanaman menjadi tegak serta kokoh. Pembumbunan dilakukan
dengan cara menaikkan atau menimbunkan tanah pada pokok tanaman.
Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama.
d. Pengairan
Pengairan pada tahap awal dilakukan penyiraman setiap sore sampai benih
tumbuh, sedangkan penyiraman selanjutnya disesuaikan dengan kondisi
lahan pertanaman dan kondisi tanaman.
e. Pengguludan
Pengguludan adalah membuat tanah disekitar tanaman sedikit ditinggikan
dari tanah dasarnya. Peninggian guludan dapat dilakukan pada saat tanaman
berumur kurang lebih 20 dan 40 hari yang sebaiknya dilakukan pada saat
musim hujan. Tujuan dari pengguludan adalah utnuk memperbanyak akar,
menguatkan tumbuhnya, dan memelihara struktur tanah.
f. Pemasangan Ajir
Pelaksanaan pemasangan turus dapat dilakukan bersamaan dengan
peninggian guludan yang pertama. Untuk tanaman buncis yang merupakan
tipe tanaman merambat maka perlu diberikan turus atau rambatan supaya
pertumbuhan lebih baik. Biasanya turus atau lanjaran dibuat dari bambu
dengan ukuran panjang 2 m dan lebar 4 cm. Turus tersebut ditancapkan di
dekat tanaman. Setiap dua batang turus yang berhadapan diikat menjadi satu
pada bagian ujungnya, sehingga akan tampak lebih kokoh.
g. Pemangkasan atau Perempelan
Pemangkasan dimaksudkan untuk memperbanyak ranting sehingga akan
diperoleh buah yang banyak. Pemangkasan dilakukan bila tanaman berumur
2 minggu dan 5 minggu. Pemangkasan juga dimaksudkan untuk mengurangi
kelembaban di dalam tanaman sehingga dapat menghambat perkembangan
hama penyakit. Dan pucuk-pucuk tanaman yang baru dipangkas juga dapat
digunakan sebagai sayuran
7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Untuk mencegah serangan hama dan penyakit perlu diperhatikan sanitasi
lahan dan drainase yang baik dan kalau menggunakan pestisida, sebaiknya
menggunakan jenis pestisda yang aman dan mudah terurai seperti insektisida
biologi dan pestisida nabati. Dalam penggunaan pstisida harus tepat pemilihan
jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval maupun waktu aplikasinya.
Berikut hama dan penyakit pada tanaman buncis:
a. Hama
 Lalat kacang (Ophiomya phaseoli Tryon)
Gejala serangan yang disebabkan lalat kacang yaitu terdapat bintik-
bintik putih sekitar tulang daun, pertumbuhan tanaman yang terserang
terhambat dan daun berwarna kekuningan, pangkal batang terjadi
perakaran sekunder dan membengkak. Pengendalian dilakukan dengan
cara pergiliran tanaman yang bukan dari famili kacang-kacangan dan
penyemprotan pestisida.
 Kutu daun (Aphis cracivora Koch)
Gejala serangan yang disebabkan kutu daun pertumbuhan terlambat
karena hama mengisap cairan sel tanaman dan penurunan hasil panen.
Kutu bergerombol di pucuk tanaman dan berperan sebagai vektor virus.
Pengendalian dilakukan dengan rotasi tanaman dengan tanaman bukan
famili kacang-kacangan dan penyemprotan pestisida.
 Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Gejala serangan ulat grayak yaitu daun berlubang dengan ukuran tidak
pasti, serangan berat di musim kemarau, juga menyerang polong.
Pengendalian dilakukan dengan kultur teknis, rotasi tanaman, penanaman
serempak dan aplikasi pestisida.
 Penggerek biji (Callosobruchus maculatus L)
Gejala: biji dirusak berlubang-lubang, hancur sampai 90%. Pengendalian
dilakukan dengan membersihkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman
tempat persembunyian hama. Benih kacang panjang diberi perlakuan
minyak jagung 10 cc/kg biji.
 Ulat bunga (Maruca testualis)
Gejala serangan ulat bunga yaitu larva menyerang bunga yang sedang
membuka, kemudian memakan polong. Pengendalian dilakukan dengan
rotasi tanaman dan menjaga kebersihan kebun dari sisa-sisa tanaman dan
aplikasi peatisida.

b. Penyakit
 Penyakit mozaik (virus Cowpea Aphid Borne Virus/CAMV).
Gejala yang ditimbulkan penyakit ini yaitu pada daun-daun muda terdapat
gambaran mosaik yang warnanya tidak beraturan. Penyakit ditularkan oleh
vektor kutu daun. Pengendalian: gunakan benih sehat dan bebas virus,
semprot vector kutu daun dan tanaman yang terserang dicabut dan dibakar.
 Penyakit sapu (virus Cowpea Witches-broom Virus/Cowpea Stunt
Virus)
Gejala yang disebabkan penyakit sapu adalah pertumbuhan tanaman
terhambat, ruas-ruas (buku-buku) batang sangat pendek, tunas ketiak
memendek dan membentuk "sapu". Penyakit ditularkan melalui vektor
kutu daun. Pengendalian dilakukan dengan sama dengan pengendalian
penyakit mosaic.
 Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum)
Gejala penyakit layu bakteri adalah tanaman mendadak layu dan serangan
berat menyeabkan tanaman mati. Pengendalian dilakukan dengan rotasi
tanaman, perbaikan drainase dan mencabut tanaman yang mati.
 Penyakit antraknosa
Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
lindemuthianum, termasuk dalam famili Melanconiaccae. Gejala yang
ditimbulkan yaitu terdapat bercak-bercak kecil berwarna coklat karat pada
polong buncis muda, bercak hitam atau coklat tua di bagian batang
tanaman tua. Pengendalian dilakukan dengan penggunaan benih yang
bebas penyakit, pergiliran tanaman yang bertujuan untuk memotong siklus
hidup dan penyemprotan pestisida organik.
 Penyakit embun tepung
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Erysiphe polygoni, yang termasuk
dalam famili Erysiphaceae. Gejala yang tampak yaitu daun, batang, bunga
dan buah berwarna putih keabuan (seperti beludru). Pengendalian
dilakukan dengan memotong atau membakar bagian atau tanaman yang
terserang, dapat juga disemprot dengan pestisida organik dan
penghembusan dengan tepung belerang (Anonimous, 2011).

8. Panen dan Pascapanen


Pada kondisi pertanaman yang optimum, tanaman buncis tipe semak/tegak
dapat dipanen pada umur 60-70 hari, sedang tipe merambat umumnya
memerlukan 10-20 hari lebih lama untuk dapat dipanen. Pelaksanaan panen dapat
dilakukan secara bertahap, yaitu setiap 2-3 hari sekali. Hal ini dimaksudkan agar
diperoleh polong yang seragam dalam tingkat kemasakkannya. Pemetikan
dihentikan pada saat tanaman berumur lebih dari 80 hari, atau kira-kira sejumlah 7
kali panen. Bila dalam pelaksanaan budidaya tanaman buncis sudah baik, artinya
sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan diatas maka produksi perhektar dapat
mencapai 150 kuintal polong segar (Anonimous, 2011).
Interval panen pada buncis yaitu 4–5 kali panen, sehingga umur tanaman
hanya tiga bulan. Produksi polong buncis rambat mencapai 24-40 ton/ha.
Pemanenan dapat dilakukan saat tanaman berumur 2 bulan. Ciri-ciri Buncis siap
panen ialah warna polong agak muda dan suram, permukaan kulitnya agak kasar,
biji dalam polong belum menonjol, dan bila polong dipatahkan akan
menimbulkan bunyi letup.
Panen polong dilakukan pada saat polong masih muda dan bijinya kecil
belum menonjol ke permukaan polong dan biasanya itu terjadi pada saat 2-3
minggu sejak bunga mekar. Apabila panennya terlambat, hasilnya akan
meningkat, tetapi kualitasnya cepat menurun karena biji dalam polong
berkembang dan menyebabkan permukaan polong bergelombang.

Penyimpanan pada suhu 5-100C dan RH 95% dapat menjaga umur simpan
polong pada kualitas layak jual selama 2-3 minggu.

1.4 Deskripsi Perlakuan


Jarak tanaman yang digunakan adalah 40 x 25 cm, 50 x 25 cm, dan 60 x 25
cm. Perlakuan jarak tanam ini dimaksudkan untuk menghindari tumbuhnya
gulma, karena gulma akan lebih cepat tumbuh pada tanah yang subur. Jarak tanam
yang sesuai penerapannya hendaknya mempertimbangkan produksi yang akan
dicapai, kemudahan pemeliharaan dan kemudahan saat melakukan pemeliharaan.
Hormon tumbuhan, atau disebut juga dengan nama fitohormon, adalah
sekumpulan senyawa organik bukan hara, baik yang terbentuk secara alami
maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil dapat mendorong,
menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan dan atau pergerakan
tumbuhan. Hormon tumbuhan/fitohormon ini selanjutnya dikenal dengan nama
zat pengatur tumbuh (plant growt regulator) untuk membedakanya dengan
hormon pada hewan (Lindung, 2015). Pada saat ini dikenal lima kelompok utama
ZPT yaitu auksin (auxins), sitokinin (cytokinins), giberelin (gibberellins, GAs),
etilena (etena, ETH), dan asam absisat (abscisic acid, ABA). Auksin, Sitokinin,
dan Giberelin bersifat positif bagi pertumbuhan tanaman pada konsentrasi
fisiologis, etilena dapat mendukung maupun menghambat pertumbuhan, dan asam
absisat merupakan penghambat (inhibitor) pertumbuhan (Lindung, 2015) .
Peningkatan serapan hara dapat dilakukan melalui zat pengatur tumbuh. Zat
pengatur tumbuh yang bereaksi secara biologis mampu merangsang pertumbuhan
tanaman terutama tunas-tunas baru, mencegah kerontokan bunga dan buah serta
meningkatkan jumlah serta kualitas hasil (Lingga, 2001). Saat sekarang, telah
dilakukan inovasi pembuatan zat pengatur tumbuh sintetik yang mempunyai efek
fisiologis yang sama seperti zat pengatur tumbuh alami pada berbagai proses
metabolisme tanaman (Sumiati, 1989).
Penggunaan zat pengatur tumbuh akan efektif apabila penggunaannya tepat,
artinya waktu dan konsentrasi zat pengatur tumbuh sesuai dengan pertumbuhan
tanaman. Hal tersebut karena respons tanaman terhadap zat pengatur tumbuh
dipengaruhi oleh dosis, varietas dan stadium pertumbuhan tanaman. Aplikasi zat
pengatur tumbuh yang diimbangi dengan pemupukan dalam jumlah optimal dapat
meningkatkan hasil tanaman kacang buncis (Rihana, 2013).

1.5 Metode Perlakuan


Metode aplikasi ZPT pada perlakuan benih yaitu benih yang dibeli dari toko dan
diduga mengandung pestisida dicuci terlebih dahulu sampai bersih sebanyak 3–4
kali. Rendam benih dalam larutan ZPT dengan konsentrasi 10 ml per liter air
selama 5-15 menit. Kemudian dikering-anginkan di tempat yang teduh sebelum
dilakukan penanaman.

2. Hasil dan Pembahasan


2.1 Hasil
Tabel 1. Perlakuan jarak tanam (40 x 25 cm) tanpa ZPT (P1)
Tanaman 1 MST (25-04-15) 2 MST (02-05-15)
ke- Tinggi Daun Bunga Buah Tinggi Daun Bunga Buah
1 7 2 - - 11,5 3 - -
2 8 2 - - 11,5 5 - -
3 7 2 - - 8,5 5 - -
4 6,5 2 - - 8 2 - -
5 8 2 - 9,5 5 - -
6 7 2 - - 11 5 - -
Tanaman 3 MST (09-05-15) 4 MST (16-05-15)
ke- Tinggi Daun Bunga Buah Tinggi Daun Bunga Buah
1 15,5 5 - - 17 8 - -
2 11,5 5 - - 13 1 - -
3 8,5 5 - - 14 8 - -
4 9,5 7 - - 13 5 - -
5 10 5 - - 13 5 - -
6 11,5 5 - - 16 3 - -

Tabel 2. Perlakuan jarak tanam (40 x 25 cm) dengan ZPT (P2)


Pengamatan Tanaman ke Panjang Jumlah Daun
28 Maret Tanaman Tidak Tumbuh
7 April Tanaman Tidak Tumbuh
11 April Tanaman Tidak Tumbuh
18 April Tanaman Tidak Tumbuh
25 April Tanaman Tidak Tumbuh
2 Mei Tanaman Tidak Tumbuh
9 Mei Tanaman Tidak Tumbuh
16 Mei Tanaman Tidak Tumbuh

Tabel 3. Perlakuan jarak tanam (50 x 25 cm) tanpa ZPT (P3)


Tanaman Tanggal pengamatan
Ke- 24 April 9 Mei 2015 16 Mei 23 Mei 30 Mei
2015 2015 2015 2015
TT JD TT JD TT JD TT JD TT JD
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 8 - 11 1 16 3 17.5 4 18 4
2 9 - 14 1 17 2 - - - -
3 10 - 15 2 17 2 19 4 - -
4 6 - 7 1 9 1 10,5 3 - -
5 10 - 13 1 16 2 - - - -
6 9 - 13 - 13 4 13,5 4 - -

Tabel 4. Perlakuan jarak tanam (50 x 25 cm) dengan ZPT (P4)


Pengamatan Tanaman ke Panjang Jumlah Daun
28 Maret Tanaman Tidak Tumbuh
7 April Tanaman Tidak Tumbuh
11 April Tanaman Tidak Tumbuh
18 April Tanaman Tidak Tumbuh
25 April Tanaman Tidak Tumbuh
2 Mei Tanaman Tidak Tumbuh
9 Mei Tanaman Tidak Tumbuh
16 Mei Tanaman Tidak Tumbuh

Tabel 5. Perlakuan jarak tanam (60 x 25 cm) tanpa ZPT (P5)


Tanaman 1 Mst (25-04-15) 2 Mst (02-05-15)
Ke- Tinggi Daun Bunga Buah Tinggi Daun Bunga Buah
1 4,5 2 0 0 15 4 0 0
2 2,5 2 0 0 7 4 0 0
3 3 2 0 0 11,7 4 0 0
4 3,5 2 0 0 6,5 4 0 0
5 7,5 2 0 0 12 4 0 0
Tanaman 3 Mst (09-05-15) 4 Mst (16-05-15)
Ke- Tinggi Daun Bunga Buah Tinggi Daun Bunga Buah
1 17 4 0 0 22 5 0 0
2 8 4 0 0 Layu
3 12 4 0 0 12 6 0 0
4 8 4 0 0 Layu
5 14 4 0 0 16 6 0 0

Tabel 6. Perlakuan jarak tanam (60 x 25 cm) dengan ZPT (P6)


Pengamatan Tanaman ke Panjang Jumlah Daun
28 Maret Tanaman Tidak Tumbuh
7 April Tanaman Tidak Tumbuh
11 April Tanaman Tidak Tumbuh
18 April Tanaman Tidak Tumbuh
25 April Tanaman Tidak Tumbuh
2 Mei Tanaman Tidak Tumbuh
9 Mei Tanaman Tidak Tumbuh
16 Mei Tanaman Tidak Tumbuh

Tabel 7. Perlakuan jarak tanam 40 x 25 cm tanpa ZPT (P7)


Tanaman 1 Mst (25-04-15) 2 Mst (02-05-15)
Ke- Tinggi Daun Bunga Buah Tinggi Daun Bunga Buah
1 17,3 4 0 0 24 5 0 0
2 17,5 4 0 0 22,5 4 0 0
3 18 5 0 0 22,5 5 0 0
4 17,5 5 0 0 22,5 5 0 0
5 20 4 0 0 22,8 6 0 0
Tanaman 3 Mst (09-05-15) 4 Mst (16-05-15)
Ke- Tinggi Daun Bunga Buah Tinggi Daun Bunga Buah
1 26,5 8 0 0 27,3 10 0 0
2 24,8 7 0 0 25,5 8 0 0
3 27 8 0 0 27,8 10 0 0
4 24 8 0 0 Mati
5 27 11 2 0 28,2 12 2 1

2.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil yaitu perlakuan tanpa ZPT


memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan buncis dibandingkan dengan
perlakuan aplikasi ZPT. Hal ini ditunjukkan oleh tanaman dengan aplikasi ZPT
baik perlakuan 2, perlakuan 4 dan perlakuan 6 memiliki persentase tumbuh
sebesar 0%. Zat pengatur tumbuh yang diberikan tidak mampu merangsang
perkecambahan benih sehingga benih menjadi dorman atau mati yang dapat
disebabkan oleh inkompatibilitas bahan aktif ZPT pada benih buncis. Salah satu
indikator pertumbuhan pada tanaman yang mengalami fase dormansi adalah tidak
adanya bagian vegetatif artinya tanaman tidak aktif melakukan pembelahan sel.
Suatu benih mampu untuk berkecambah, tumbuh dengan cepat dan normal
dipengaruhi oleh hormon di dalam benih yaitu hormon endogen (Salisbury and
Ross, 1995). ZPT yang diberikan melalui benih akan berinteraksi dengan hormon
endogen tersebut. Apabila interaksi antara hormon endogen dan ZPT bersifat
antagonis maka akan menghambat perkecambahan dan pertumbuhan benih. Selain
itu faktor yang dapat menyebabkan rendahnya persentase tumbuh benih buncis
yaitu konsentrasi atau dosis hormon atau ZPT yang terlalu pekat untuk
perkecambahan benih buncis sehingga dapat mematikan embrio. Hal ini didukung
oleh pendapat Sutopo (1995) yang menyatakan bahwa untuk biji yang akan
dikecambahkan apabila semakin pekat konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
diberikan, akan berakibat kulit biji mudah rusak sehingga air yang dapat
diserap.lebih banyak. Menurut Hamidin (1983), kemampuan benih untuk
mempertahankan daya kecambah dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu umur benih,
tingkat kemasakan benih, susunan genetik, jumlah kerusakan, jumlah
mikroorganisme penyebab penyakit dan perlakuan benih.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa persentase tumbuh buncis
selama 4 MST yang mencapai 100 % terdapat pada perlakuan 1 dengan jarak
tanam 40 x 25 cm tanpa ZPT karena tidak terdapat tanaman layu atau mati.
Berdasarkan pengamatan pada paremeter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
bunga dan jumlah buah perlakuan terbaik terdapat pada P7 dengan perlakuan yang
sama dengan P1 namun letak bedengan yang berbeda. Tinggi tanaman pada
perlakuan 7 yaitu 28,2 cm dengan jumlah daun 12, jumlah bunga 2 dan jumlah
bunga 1. Hal ini dapat dikarenakan penyerapan unsur hara yang optimal melalui
aplikasi pupuk, jarak tanam yang sesuai dan ketersediaan air yang cukup melalui
penyiraman berkala sehingga semua tanaman dapat tumbuh. Penjelasan tersebut
diperkuat oleh Pranata (2004), unsur hara yang lengkap mampu merangsang
pertumbuhan tanaman dan memacu metabolisme tanaman dan Irfan (1995) yang
menyatakan bahwa jarak tanam yang baik ialah 40 x 50 cm atau 40 x 30 cm.

3. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa perlakuan tanpa ZPT
memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan buncis dibandingkan
dengan perlakuan aplikasi ZPT yang ditunjukkan oleh perlakuan 2, perlakuan
4 dan perlakuan 6 yang tidak mengalami pertumbuhan. Berdasarkan
pengamatan pada paremeter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga dan
jumlah buah perlakuan terbaik terdapat pada P7 dengan perlakuan jarak
tanam 40 x 25 cm tanpa ZPT.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011. Budidaya Buncis. (Online)


(http://agrocultural.blogspot.com/2011/03/budidaya-buncis.html).
Diakses tanggal 02 Juni 2015.

Irfan, 1995. Bertanam Kacang Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lindung. 2015. Teknologi Pembuatan Dan Aplikasi Bakteri Pemacu Pertumbuhan


Tanaman (PGPR) Dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). (Online)
(http://www.bppjambi.info/newspopup.asp?id=589) Diakses pada 4 Juni
2015.

Lingga, P dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi Revisi. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Pranata, A.S. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Rihana, S. 2013. Pertumbuhan dan hasil tanaman buncis pada berbagai dosis
pupuk kotoran kambing dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dekamon.
Jurnal Produksi Tanaman 1(4).

Salisbury, F.B & C.W Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. Jilid 3. Trans.

Setiawati, W. dkk. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Balitsa:


Bandung.

Sumiati, E. 1989. Pengaruh Zat pengatur Tumbuh terhadap Hasil Curd Brokol
(Brassica clerase var. Italica L).Kultivar Green Comet. Bull. Penel. Hort.
18 (1): 44-49. Sutopo, L. 1985. Teknologi benih. Jakarta: CV. Rajawali.

Anda mungkin juga menyukai