Anda di halaman 1dari 2

Membeli Masker

DUA PEREMPUAN SEDANG BERADA DALAM SATU KAMAR INDEKOS. NIA SEDANG BERSIAP UNTUK
PERGI BELANJA KEBUTUHAN BULANAN, SEDANGKAN BELA MASIH MENGERJAKAN TUGAS KULIAH
DARING.

Nia: “Aku mau belanja sayur, kamu kuliah sampai jam berapa?”

Bela: “Hari ini ada tiga mata kuliah, paling baru selesai sore. Kamu gak ada kelas daring?”

Nia “Gak ada, tugas doang. Nanti habis ini aku kerjain. Kamu mau nitip-nitip gak?”

Bela: “Nitip masker dong. Yang warna putih. Beli satu pack ya. Bentar, ini uangnya. Kembaliannya
buat beli cimol aja nanti kita makan berdua.”

NIA MEMBAWA TAS, MEMAKAI JAKET DAN MASKER, LALU KELUAR DARI PANGGUNG. SEMENTARA
BELA TETAP DI PANGGUNG. LAMPU MATI.

LAMPU MENYALA, NIA DATANG.

Nia: “Assalammu'alaikum!”

Bela: “Walaikumsalam! Kok cepet?”

Nia: “Ya iya, kan cuma beli sayur di warung gang sebelah.”

Bela: “Lah ke situ doang sampai pakai baju ribet. Pakai jaket, pakai masker.”

Nia: “Belaaa… ini kan lagi pandemi. Kita harus jaga-jaga dong. Meski cuma keluar rumah deket-
deket aja, kita tetep kudu waspada.”

Bela: “Iya… iyaaa… Mana sini cimolnya aku pengen ngemil.”

Nia: “Sepanjang jalan gak nemu tukang cimol. Pedagang-pedagang kaki lima lainnya juga gak ada.
Yang buka cuma toko kelontong, tukang sayur, sama supermarket.”

Bela: “Yaaah… aku pengen banget cimol. Ke mana sih tukang cimolnya. Gak pengen duit apa?”

Nia: “Mungkin dia lagi kesusahan. Sejak Covid-19 kan orang-orang diminta karantina di rumah.
Sementara dia kehilangan pelanggan, mencari nafkah tambahan susah.”

Bela: “Duh iya ya. Kasihan Pak Cimol. Semoga dia dan keluarganya baik-baik aja. Kita juga karena
Covid-19 jadi terpaksa di kosan terus. Gak bisa pulang kampung karena rawan jadi penyebar virus.
Siapa sih yang gak susah karena virus? Gak ada!”

Nia: “Lah kok jadi ngegas gitu? Haduuuh. Ini maskermu!”


NIA MELEMPARKAN SEKOTAK MASKER PADA BELA. BELA MEMBOLAK-BALIK KOTAK ITU. KEMUDIAN
MEMBUKA ISINYA.

Bela: “Nia!!! Ini kan masker bengkoang buat perawatan wajah. Yang aku maksud itu masker yang
buat cegah virus. Yang buat nutupin hidung dan mulut! Yang biasa dipakai dokter-dokter gitu. Masa
nanti aku keluar rumah pakai ini?”

Nia: “Yah gimana dong?”

Bela: “Balikin ke toko bisa gak ya?”

Nia: “Udah kamu buka begitu, ya gak bisa. Lagian kita kan udah punya banyak masker, Bel.”

Bela: “Itu kan masker kain. Bosen aku sama masker modelnya gitu-gitu aja. Pengen coba yang sekali
pakai. Kalau yang biasa dipakai dokter pasti lebih nyaman daripada masker yang habis pakai-cuci-
pakai-cuci.”

Nia: “Masker medis itu ya buat tenaga medis, atau orang yang sakit. Kita yang di rumah, cukup pakai
masker kain. Selain hemat, kita juga bisa membantu tenaga medis dengan tidak menghabiskan
ketersediaan masker. Bayangin kalau tenaga medis kekurangan masker, terus ternyata habis dibeli
sama orang-orang, pas mau nangani pasien, malah mati duluan kena korona. Ngeri gak tuh?”

Bela: “Iya juga sih. Tapi masa pemerintah gak ngasih bantuan masker sih ke tenaga medis?”

Nia: “Ya kali nunggu pemerintah keburu mati duluan satu Indonesia.”

Bela: “Hus! Gak boleh gitu.”

Nia: “Daripada capek debat, mending kita maskeran bareng aja. Lumayan bisa perawatan selama
karantina. Nanti kelar pandemi, kita glowing gitu.”

Bela: “Dasar! Bisa ae lu. Pasti ini sengaja belinya salah.”

NIA MENJULURKAN LIDAHNYA. MEREKA TERTAWA BERSAMA. LAMPU PANGGUNG MATI.

Anda mungkin juga menyukai