Anda di halaman 1dari 5

Karya : UswahKhazhana09

“Ku Temukan Arti Kehidupan Di Pesantren”

“Tik..tok..tik..tok…kring..kring” Haduh, itu dia teman, suara deringan yang paling tidak ku
sukai. Suara jam alarm itu menandakan waktu dimana aku beserta santri-santri yang lain harus
bergegas bangun dari tidur untuk melaksanakan kewajiban kami sebagaimana mestinya seorang
santri. Padahal baru tadi rasanya mata ini ku pejamkan setelah seharian beraktivitas penuh di
pesantren, mulai dari berjamaah, ngaji, musyawarah, dan lainnya. Belum lagi pekerjaan
pribadiku yang semuanya harus dikerjakan sendiri, cuci pakaian, bersihin kamar, alat belajar dan
kebutuhan lainnya. Sesak rasanya hati ini kalau sudah teringat keluarga di rumah, rasanya ingin
cepat-cepat pulang ke kampung halaman. Suasana pesantren yang begitu kental dengan
keagamaan dan penerapan kedisiplinan yang tinggi membuatku merasakan sesuasana yang jauh
berbeda dibandingkan suasana rumah, hal inilah yang membuatku tidak betah di pesantren.

Namaku Ahmad Zain Irsyad, teman-teman memanggilku cak Zain,


mereka bilang panggilan itu cocok dan sesuai dengan gestur
tubuhku yang gagah dan tentunya tampan hehe. Jam menunjukan
pukul 05:49 matahari pagi sudah mulai menampakan cahayanya,
tetesan embun mulai tersingkir oleh biasan sang mentari. Di waktu
itu juga sembari mengisi waktu luang aku beserta teman
sekamarku duduk santai ditemani kopi dan cemilan alakadarnya.
Ditengah kebersamaan kami yang hanya terdengar seruputan kopi
hangat dan kresekan suara plastik cemilan Azka memecah
keheningan dengan melontarkan pertanyaan kepadaku
Azka : “ Cak, gimana? Sudah betah di pesentren ini” tanyanya sembari
mengunyah cemilan dalam mulutnya.

Aku : (sambil menarik hidung Azka) heduh, Azka kalau mulut penuh
itu gak usah ngomong gak baik, nanti malah muncrat ke kita lagi
hehe, yah sebenarnya sih belum, cuma aku mulai terbiasa kok.

Azka : Hehe maaf, oh bagus deh kalau begitu, memang gak mudah sih
cak dulu aja nih yah aku juga susah beradaptasinya, apalagi
kamu cak cak yang hidupnya selalu dimanja dan disayang orang
tua lebih tepatnya anak kesayangan hehe anak tunggal lagi.
(dengan nada bicara yang sedikit mengejek)

Aku : Bisa aja kamu Azka

Itulah, hal yang membuatku belum betah di pesantren, yaa itu sebab semuanya harus
dikerjakan sendiri, belum lagi harus bergantian dengan santri yang lain, padahal jika di rumah
apa yang aku inginkan bisa terwujud tanpa harus menunggu lama, bahkan untuk memasang
kancing bajuku saja mamah yang pasangkan.

Hari demi hari ku lalui, tanpa di sadari Juni berganti Juli, tak terasa sudah 1 bulan aku di
pesantren, hiruk pikuk perjalananku di pesantren membuatku merasa lebih baik tiap harinya,
setelah dirasa aktivitas pesantren tidaklah buruk, aku menjadi mandiri, dan bisa bertanggung
jawab dengan diriku sendiri tapi tetap saja aku belum sepenuhnya betah dan masih ingin pulang
ke rumah.

Aku : Duh!, tak terasa yah, sudah 1 bulan aku di pesantren, ternyata susah juga kalau
harus hidup disipilin, semua hal harus dkerjakan sendiri, (sambil bernyanyi),
“masak masak sendiri, makan makan sendiri” eh, tapi makan rame-rame sih “ cuci
baju sendiri, tidurpun sen..” eh, tidurpun rame-rame juga sih hehe.
Di tengah-tengah keasyikanku bersenandung tanpa arah aku melihat salah
satu santri cilik yang sedang membawa banyak sekali pakaian, dia tanpak kesulitan
membawa tumpukan pakaian itu, dan rasanya semua pakaian itu bukan miliknya,
untuk menjawab rasa penasaranku aku menghampiri santri cilik itu dan bertanya
kepadanya

Aku : Assalamualaikum dik, boleh aku bantu?

Adik santri : Waalaikumsalam kak, maaf kakak ini siapa yah? (tanyanya sopan sambil
menurunkan pakaian kotor itu)

Aku : Namaku Ahmad Zain Isryad,biasa dipanggil Cak


Zie, namamu?

Adik santri : Oh iya cak, namaku Moch, Ziyan Syafiq


Hariri, tidak usah repot cak Ziyan bisa sendiri,
terimakasih cak (tolaknya sopan)

Aku : jika boleh tau ini semua pakaianmu?

Adik santri : Oh, bukan cak, ini baju teman-teman santri lain yang Ziyan cucikan

Aku : Loh! Kamu kok mau disuruh-suruh, ya ampun, siapa yang nyuruh kamu?

Adik santri : Bukan disuruh-suruh cak, Ziyan sengaja menjadi tukang cuci di sela
waktu luang, untuk membantu kebutuhan sehari-hariku di pesantren.

Aku : Loh!, memangnya kamu tidak dikirimi setiap bulan oleh orang tuamu,

Adik santri : Tidak Cak, Ziyan sengaja meminta orang tua Ziyan untuk tidak memberi
kiriman setiap bulan, Ziyan meminta untuk dikirimi saat Ziyan sangat
butuh saja, Ziyan tidak ingin orang tua Ziyan diberatkan, Ayah Ziyan
hanya seorang pekerja serabutan yang hasilnya tidak seberapa, ibu Ziyan
juga hanya seorang buruh cici yang tidak setiap hari ada yang
membutuhkan jasanya.

Seketika aku tertegun, tubuhku terasa lemas dan pikiranku seketika menjadi tidak
karuan, hatiku bertanya bagaimana sosok santri cilik seperti Ziyan bisa memiliki
pemikiran yang begitu dewasa, sedangkan aku?, aku tidak pernah memikiran bagaiamana
susahnya orang tuaku mencari nafkah, aku hanya bisa menghamburkan uang, membeli
sesuatu tidak begitu diperlukan, tidak pernah membantu orang tua, selalu ingin dituruti,
ya Allah, begitu banyaknya kekurangan dalam diri ini.

Adik santri : Cak, ada apa? (celetukan Ziyan seketika membuyarkan lamunanku”

Aku : Tidak apa Ziyan, oh iya ikut cacak sebentar bisa?

Adik santri : boleh cak, tapi Ziyan ingin menaruh pakaian ini sebentar,

Setelah menaruh pakainnya aku membawa Ziyan ke ruang administrasi untuk


membantunya melunasi pembayaran pesantren, Ziyan terus menolak, dengan sdikit
paksaan akhirnya dia mau menerima bantuanku, aku juga meminta ayahku untuk stiap
bulan nya memberikan kiriman lebih untuk ku berikan kepada ziyan.

Adik santri : MashaAllah, terimakasih banyak cak sudah membantu Ziyan, entah

bagaiamana cara Ziyan untuk membalasnya.

Aku : Aku iklhas Ziyan, tapi jika kamu ingin membalas bantuanku kamu hanya
perlu membalasnya dengan kamu belajar yang rajin dan selalu berusaha
lebih baik lagi, jangan lupa juga do’akan cacak supaya bisa lebih baik lagi
dalam segala hal.

Adik Santri : Aamin,, Do’a selalu cak

Setelah menyelesaikan pembayaran Ziyan, aku


langsung bergegas ke kamar lalu duduk termenung di
depan pintu kamar sembari menatap hamparan langit
yang kosong ucapku lirih “ Ya Allah, betapa
beruntungnya hamba hidup dengan segala kecukupan,
dan kasih sayang keluarga, tetapi tetap saja diri ini
mengeluh menandakan betapa tidak bersyukurnya hamba
atas nikmatmu, tanpa hamba sadari banyak diluar sana
orang-orang yang kehidupannya tidak semewah diri
hamba tapi mereka pandai bersyukur, ampuni hamba ya Allah, Astaghfirullahaladzim”.
Semenjak hari itu aku selalu berusaha mendidik diriku untuk lebih baik lagi, aku
tidak lagi mengeluh perihal kurangnya tidurku, aku lebih suka menghabiskan waktu
luang dengan mengaji dan bermusyawarah dengan teman-teman, aku tidak lagi
memikirkan untuk segera pulang ke rumah, aku senang melakukan sesuatu dengan
mandiri, ditambah bimbingan dan barokah para kiyai yang selalu menjadi penambah
semangatku dalam menuntut ilmu di pesantren ini, dan menjadikan pesantren ini
sebagai naunganku dalam mencari ridho Allah. Alhmadulillah melalui pesantren ini aku
bisa menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai