Amrizal
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
e-mail: amrizal@uin-suska.ac.id
Abstrak
Penelitian ini ingin menemukan jawaban tentang bagaimana keberadaan buku kuning buku di pesantren Darun
Nahdhah, Darel Hikmah, dan Babussalam dalam ruang lingkup perubahan sosial. Secara umum, ketiga
pesantren tersebut telah merespon positif perubahan sosial, untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap
sistem pendidikan, termasuk untuk menjaga tradisi studi buku kuning tersebut. Dengan kata lain, identitas
pesantren dengan buku kuning masih menempel di sekolah masing-masing. Namun, keberadaannya berbeda.
Diantaranya, ada yang membuat studi tentang buku kuning sebagai co curriculer, bersama dengan kurikulum
lainnya, maka ada juga yang membuatnya hanya melakukan aktivitas ekstra atau ekstra kurikuler tambahan.
Kata kunci: Pesantren, Kitab kuning, Perubahan Sosial.
Abstract
This study wants to find answers about how the existence of stsudy of the yellow book (kitab kuning) at pesantren
Darun Nahdhah, Darel Hikmah, and Babussalam within the scope of social change. In general, the three pesantren
have responded positively to social change, to make changes and adjustments to the education system, including in
order to maintain the tradition of the study of the yellow book. In other words, the identity of pesantren with yellow
book still attached at their respective schools. However, its existence is different. Among them, there were made studies
of yellow book as co curriculer, together with other curriculum, then there is also making it only limited additional or
extra curricular activities.
sistem pendidikan pesantren. Bahkan bisa dika- menemukan relevansinya dengan perkembang-
takan, sejak pertengahan abad ke-19 kajiannya an kontemporer. Pertama, keilmuan pesantren
sudah menjadi massal dan permanen sejak muncul sebagai upaya pencerahan bagi kelang-
ulama Nusantara, khususnya Jawa, kembali dari sungan peradaban manusia di dunia. Kedua,
program belajarnya di mekah (Abdurrahman pesantren dipandang sebagai lembaga pendi-
Wahid, 1984: 8). dikan, maka kurikulum pengajarannya setidak-
Namun, waktu bisa berubah. Ketika kebu- nya memiliki orientasi terhadap dinamika keki-
dayaan dan sistem sosial mengalami perubahan, nian Amin Haedari, dkk., 2004: 78-79). Sebab
maka pendidikan pun ikut berubah atau ditun- inilah, perlu dibangun manajemen pesantren
tut untuk berubah. Karena pendidikan meru- yang lebih memberdayakan sumber daya manu-
pakan subsistem kebudayaan atau subsistem so- sia agar siap menghadapi gejala modernitas.
sial. Bila perubahan sosial dianggap linier, maka Di antara problem yang dihadapi dunia
perubahan ini telah berproses dari era tradi- pesantren adalah sikap para pengampuh
sional (pramodern) ke modern. pesantren terhadap perubahan sosial yang
Bagi sebagian kalangan, perubahan sosial ki- berpengaruh terhadap keinginan mereka untuk
ni menuju era postmodern sekalipun masih ber- berubah seiring dengan perubahan dimaksud.
sifat gejala, namun beberapa wacana postmo- Maka dalam hal ini, modernisasi pendidikan di
dern tengah memasuki percaturan dan dinamika dunia pesantren mengalami kendala, atau
budaya global, antara lain: wacana pluralisme, menghadapi tantangan yang cukup kompleks.
multikulturalisme, liberalisme, relativisme, fundamen- Hal ini terlihat dari pola pengelolaan pesantren
talisme, back to nature, postpositivisme, dan yang beragam ketika merespon gagasan tentang
sebagainya. modernisasi pendidikan.
Di dalam arus perubahan, pesantren dengan Atmaturida mengkategorikan sikap pondok
segala keunikan yang dimilikinya masih diha- pesantren tersebut kepada tiga sikap, antara lain:
rapkan menjadi penopang berkembangnya sis- (a) Pondok pesantren yang menolak sistem baru
tem pendidikan di Indonesia. keaslian dan ke- dan tetap mempertahankan sistem tradisional-
khasan pesantren di samping sebagai khazanah nya; (b) Pondok pesantren yang memperta-
tradisi budaya bangsa, juga merupakan kekuatan hankan sistem tradisionalnya, dan memasukkan
penyangga pilar pendidikan untuk memuncul- sistem baru dalam bentuk sekolah yang berco-
kan pemimpin bangsa yang bermoral. Oleh rak klasikal, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Mad-
sebab itu, arus globalisasi mengandaikan tun- rasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Ins-
tutan profesionalisme dalam mengembangkan titut/Sekolah Tinggi; (c) Pondok pesantren
sumber daya manusia yang bermutu. Realitas yang tetap mengajarkan kitab klasik, namun di
inilah yang menuntut adanya manajemen lingkungan pondok menyelenggarakan sekolah
penge-lolaan lembaga pendidikan sesuai tuntu- umum, seperti SD, SMP, SMA dan Universitas
tan zaman. Signifikansi professionalisme mana- (Atmaturida, 2001: 28).
jemen pendidikan menjadi sebuah keniscayaan Berdasarkan studi yang penulis lakukan,
di tengah dahsyatnya arus industrialisasi dan pengalaman beberapa pesantren di Pulau Jawa
perkembangan teknologi modern (Abdurrah- dapat dikatakan sedikit berbeda dengan peng-
man Wahid, 1984: 8). alaman masyarakat Riau. Riau sebagai provinsi
Dalam memahami gejala modernitas yang yang berpenduduk mayoritas muslim dan
kian dinamis, pesantren sebagaimana diistilah- mengidentikkan dirinya dengan negeri melayu,
kan Gus Dur sebagai ¶VXE NXOWXU· memiliki dua memiliki sejarah panjang dalam tradisi kepesan-
tanggung jawab secara bersamaan, yaitu sebagai trenan, khusunya tradisi kajian kitab klasik atau
lembaga pendidikan agama Islam dan sebagai kitab kuning.
bagian integral masyarakat yang bertanggung Kampar merupakan salah satu kabupaten di
jawab terhadap perubahan dan rekayasa sosial Riau yang dianggap amat kental dengan tradisi
(Amin Haedari, dkk., 2004: 76). Dalam kaitan- ini, bahkan menyatakan dirinya sebagai serambi
nya dengan respon keilmuan pesantren terha- Mekkahnya Riau. Kabupaten Kampar dapat di-
dap dinamika modernitas, setidaknya terdapat katakan sebagai pusat pesantren tradisionil,
dua hal utama yang perlu diperhatikan. Kedua- yang telah melahirkan banyak tokoh keagamaan
nya merupakan upaya kultural keilmuan pesan- di Riau. Di antara pesantren yang tua di
tren, sehingga peradigma keilmuannya tetap Kampar misalnya Pesantren Darun Nahdhah,
74
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88
Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah juga berarti nilai-nilai yang dipahami, dihayati,
Islamiyah Tg. Berulak, Pesantren Darus Salam diamalkan, dan melekat pada seluruh kom-
Batu Bersurat, dan sebagainya. Masing-masing ponen pesantren sebagaimana tersebut di atas.
mempertahan-kan ciri tradisionalismenya dan Dalam kaitan ini, berdasarkan hasil pene-
menyatakan dirinya sebagai penegak mazhab litian para ahli menunjukkan bahwa tradisi yang
SyafiÆiah. ada di pesantren tersebut antara lain: (1) tradisi
Belakangan, didirikan pesantren yang telah rihlah ilmiah, (2) meneliti, (3) menulis kitab, (4)
´WHUPRGHUQLVDVLNDQµ GL 3HNDQEDUX, antara lain; mem-baca kitab kuning, (5) praktek thariqat, (6)
Pesantren Dar al-Hikamah, Pesantren Babus peng-hafal, (7) berpolitik, dan (8) tradisi ber-
Sa-lam, Pesantren Teknologi Riau, dan sebagai- bahasa Arab, dan (9) tradisi yang bersifat sosial
nya. Pesantren Babus Salam misalnya, menerap- keagamaan lainnya(Abuddin Nata, 2013:315).
kan sistem sekolahan di lingkungan Pesantren, Adapun istilah kajian berasal dari kerja ngaji,
seperti SMP dan SMA. Pesantren Dar al- GDQ LVWLODK ´QJDMLµ DGDODK SURVHV EHUJXUXQ\D
Hikmah mengidentikkan dirinya (dan ber- seorang santri terhadap kiai. Menurut Cak Nur,
afiliasi) dengan pesantren modern di Jawa, mgaji adalah bentuk kata kerja aktif dari
seperti Pesantren Dar al-Salam di Gontor, Dar SHUNDWDDQ ´NDML, yanJ EHUDUWL ´PHQJLNXWL MHMDN
al-Najah di Jakarta, dan sebagainya. haji. Yaitu belajar agama dengan bahasa Arab.
Merujuk kepada kategori Atmaturida dan Tampaknya, karena keadaan pada abad-abad
Maghfurin di atas, agaknya tidak ada di antara lalu memaksa orang untuk tinggal lama di tanah
pesantren di Riau, seperti disebutkan di atas, suci, sehingga memberi kesempatan padanya
yang mempertahankan kemurnian tradisi pesan- untuk belajar agama di Makkah, yang kelak
tren. Berhadapan dengan modernisasi yang diajarkan kepada orang lain ketika pulang. Yang
amat pesat, pesantren-pesantren tersebut perlu dicatat di sini adalah hampir rata-rata
merespon-nya dengan mengadakan perubahan orang-orang yang menjadi pengasuh di pondok
atau pemba-haruan, namun respon mereka pesantren, dulunya adalah orang yang pernah
bervariasi. Untuk mengetahui respon tersebut, mengenyam pendidikan di kota suci. Tokoh
penulis akan mengambil tiga pesantren di utama pendidikan seperti KH. Kholil Bang-
provinsi Riau yang memiliki latarbelakang kalan, KH. Nawawi al-Bantani, KH. Mahfudz
berbeda, yaitu Darun Nahdhah di Bangkingan, al-Tirmasi, bahkan KH. Hasyim al-¶$V\ari,
Darel Hikmah dan Babussalam di Pekanbaru. mereka semua adalah orang-orang yang meng-
enyam pendidikan di Makkah dalam kurun
waktu yang lama(Amin Haedari, dkk., 2004: 5).
TRADISI PESANTREN DAN KAJIAN
Selain itu Cak Nur juga menduga bahwa
KITAB KUNING
QJDML EHUDVDO GDUL EHQWXN NHUMD DNWLI ´DMLµ \ang
Pengertian Tradisi, Kajian, dan Kitab EHUDUWL ´WHUKRUPDWµ, ´PDKDOµ, ´NDGDQJ-kadangµ.
Kuning Keter-kaitan itu bisa dibuktikan dengan adanya
Kata tradisi berasal dari bahasa Inggris, tradition kata aji-aji yang berarti ´MLPDWµ. Jadi ngaji dalam
yang berarti tradisi(John M. Echols dan Hassan KDO LQL EHUDUWL ´mencari sesuatu yang berhargaµ,
Shadily, 1980: 599). Dalam bahasa Indonesia, atau menjadikan diri terhormat, atau berharga.
tradisi diartikan sebagai segala sesuatu (seperti Untuk memutuskan mana pernyataan yang
adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dan lebih benar dari kedua arti berbeda tersebut
sebagainya) yang turun temurun dari nenek tidak memiliki data sejarah yang pasti. Namun
moyang hingga anak cucu(W. J. S. Poerwadar- demikian, seluruh alasan yang diungkapkan
minta, 1991: 1089). sangat logis dan mengarah kepada kemuliaan
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pesantren, kiai, santri, dan pengajian.
yang dimaksud dengan tradisi pesantren adalah
segala sesuatu yang dibiasakan, dipahami, diha- Tradisi kitab Kuning di Pesantren
yati, dan dipraktekkan di pesantren, yaitu Dalam konteks tradisi membaca kitab kuning,
berupa nilai-nilai dan implementasinya dalam seorang peneliti asal Belanda, Martin van
kehidupan sehari-hari, sehingga membentuk Bruinessen, telah menunjukkan dengan jelas
kebudayaan dan peradaban yang memebeda- tentang adanya tradisi membaca kitab kuning di
kannya dengan tradisi yang terdapat pada Pesantren. Melalui bukunya yang berjudul
lembaga pendidikan lainnya. Tradisi pesantren Yellow Book (kitab kuning), Bruinessen meng-
75
Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....
informasi-kan bahwa kitab-kitab karangan para rakatan pada umumnya. Kuatnya pengaruh
kiai sebaga-imana tersebut di atas, khususnya ajaran ahl al-Sunnah wa al--DPD·DK GL NDODQJDQ
karya Nawawi al-Bantani dan Mahfudz al- umat Islam, yang dicirikan dengan penggunaan
Tirmizi telah menjadi kitab rujukan utama yang SDKDQ $V\·DUL\ah dalam bidang teologi, peng-
dipelajari di pesantren-pesantren di Pulau Jawa gunaan paham al-6\DIL·L GDODP ELGDQJ )LTK, dan
dan sekitarnya (Martin van Bruinessen, 1999: penggunaan Tasawuf al-Ghazali dan Imam al-
27). Junaid dalam bidang tasawuf terjadi karena
Dalam dunia pesantren, posisi kitab kuning pengaruh dari tradisi membaca kitab kuning
sangat strategis karena kitab kuning dijadikan oleh para kiai di pesantren, serta ceramah-
sebagai text book, references, dan kurikulum dalam ceramah yang mereka sampaikan di masyarakat
sistem pendidikan pesantren. Selain sebagai (Abuddin Nata: 321-322). Kitab-kitab kuning
pedoman bagi tatacara keberagamaan, kitab yang diajar-kan di pesantren memiliki tingkatan-
kuning difungsikan juga oleh kalangan pesan- tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut diten-
tren sebagai referensi universal dalam menyi- tukan oleh keadaan santri; tingkat pemula
kapi segala tantangan kehidupan (Abdullah Aly, (awwaliyah), tingkat menengah (wushtha), dan
2011: 185). Menurut Affandi Mochtar (Said tingkat tinggi (`aly). Ada juga tingkatan itu
Aqiel Sirajd, 1999: 235-236), ada 2 alasan ditentukan pola penyajian kitan itu sendiri,
penting yang mendasari pentingnya posisi kitab seperti pola matan, syarah, dan khasyiyah. Pola
kuning sebagai referensi dan kurikulum dalam lain dalam penyajian kitab yang tampaknya
sistem pendidikan pesantren. Pertama, kebe- memperkuat kecende-rungan pembagian ting-
naran kitan kuning bagi kalangan pesantren katan itu adalah kitab-kitab jenis mukhtashar
merupakan referensi yang kandungannya sudah yang merupakan ringkasan dari kitab yang ada,
tidak perlu dipertanyakan lagi. Kenyataan mubassathah atau mutawassithah yang tampaknya
bahwa kitab kuning yang ditulis sejak lama dan berisi tambahan penjelasan, dan muthawwalah
terus dipakai dari masa ke masa menunjukkan yang memberikan tambahan penjelasan yang
bahwa kitab kuning sudah teruji kebenarannya lebih banyak, namun bukan syarah atau bukan
dalam sejarah yang panjang. Kitab kuning pula khasiyah.
dipandang sebagai pemasok teori dan ajaran
yang bersandar pada al-Quran dan Hadis Nabi. Sebaran Kitab Kuning di Pesantren
Kedua, bahwa kitab kuning penting pesantren Adapun kitab-kitab kuning yang beredar di
untuk memfasilitasi proses pemahaman keaga- pesantren-pesantren memiliki beberapa kajian
maan yang mendalam sehingga mampu meru- sebagai berikut (Wahid, dkk. : 241-244):
muskan penjelasan yang segar tetapi tidak (a) Bidang Bahasa Arab
ahistoris mengenai ajaran Islam, al-Quran, dan Kitab kuning dalam disiplin bahasa Arab
Hadis Nabi. berkaitan erat terutama dengan masalah-
Pelestarian pengajaran kitab kuning di pesan- masalah nahwu, shorf dan balaghah. Kitab
tren telah berjalan terus-menerus, dan secara kuning shorf paling dasar bagi para pemula
kultural telah menjadi ciri khusus pesantren adalah Al-Bina wa Al-Asas karya Mulla Al-
sam-pai saat ini. Di sini peran kelembagaan Danqari, kemudian dilanjutkan kitab Al-
pesantren dalam meneruskan tradisi keilmuan Tashrif buah karya Ibrahmin Al-Zanzani
klasik sa-ngatlah besar. Pengajaran-pengajaran atau kitab Al-Maqshud. Dalam bidang ini,
kitab klasik tersebut pada gilirannya telah kitab dalam bahasa jawa pun beredar
menumbuhkan warna tersendiri dalam bentuk misalnya kitab Al-Amsilah Al-Tashrifiyyah
paham dan sis-tem nilai tertentu. Sistem nilai ini NDU\D 0XKDPPDG 0D·VKXP ELQ $OL, asal
berkembang secara wajar dan mengakar dalam Lasem, Jawa Tengah dan shorf Mlangi hasil
kultur pesan-tren, baik yang berbentuk dari anggitan Kyai Nur Iman dari Mlangi,
pengajaran kitab-kitab klasik maupun yang lahir Yogyakarta. Setelah itu setingkat lebih
dari pengaruh lingkungan pesantren (Yasmadi, tinggi ada kitab kuning syarh (komentar)
2005: 90). atas Al-Maqshud yaitu Hall Al-Maqal karya
Melalui tradisi membaca kitab kuning ini,
Muhammad Ullays (w. 1881 M) dan
para kiai pesantren telah berhasil mewarnai komentar atas Al-Tashrif yaitu Kaylani karya
corak kehidupan keagamaan masyarakat pada Ali Ibn Hisyam Al-Kaylani. Sedangkan
khususnya dan kehidupan sosial kemasya- dalam bidang Nahwu, kitab kuning pemula
76
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88
adalah Al-Awamil Al-Miah karya Abd Al- merupakan syarkh atas Minhaj yaitu Tuhfah
Qahir Ibn Abdirrahman Al-Jurjani (w. 471 Al-Muhtaj karya Ibn Hajar Al-Haytami (w.
H), Al-Muqaddimah Al-Ajrumiyyah karya 973 H/1565-6 M) dan Nihayah Al-Muhtaj
Abu Abdillah Ibn Dawud Al-Shanhaji bin karya Samsuddin Al-Romli (w. 1004
Ajrum (w. 723 H). Kemudian kajian nahwu H/1595-6 M). Begitu juga Mughni Al-
tingkat menengah menggunakan Al-Durar Muhtaj karya Khatib Al-Syarbini (w.
Al-Bahiyyah \DQJ GLNHQDO GHQJDQ ¶Imrithi 977H/1569-70 M), Kanz Al-Raghibin yang
karangan Syarf Ibn Yahya Al-Anshari Al- lebih dikenal dengan Al-Mahalli karya
Imrithi dan lebih tinggi lagi menggunakan Jalaluddin Al-Mahalli (w. 864 H/1460 M)
kitab kuning Al-Mutammimah karya dan Minhaj Al-Thullab karya Zakariyya Al-
Samsuddin Muhammad bin Muhammad Anshari (w. 926 H1520 M). Generasi ketiga
Al-5X·\DQL $O-Khatabi dan Alfiyyah Ibn dari kitab Al-Muharrar adalah karya Al-
Malik beserta kitab kuning syarkh yang Anshari, Fath Al-Wahhab yang merupakan
dikenal dengan Ibn Aqil anggitan Abdullah ringkasan dari karyanya sendiri yaitu Minhaj
bin Abdirrahman Al-Aqil. Adapun yang Al-Thullab. Kitab kuning lainnya dari
membahas balaghah sekurang-kurangnya generasi ini hanya merupakan ringkasan
ada tiga kitab kuning yang terkenal yaitu dan intisari dari kitab kuning generasi
Al-Jauhar Al-Maknun karya Abdurrahman sebelumnya. Sementara itu dari kitab Fath
Al-Akhdari (w. 920 H/1514 M), Al-Mursyid Al-Wahab lahir dua kitab hasyiyah (komentar
Ala Uqud Al--XPDQ IL ¶,OP $O-Maani wa Al- atas komentar), masing-masing oleh
Bayan karya Jalaluddin Al-Suyuthi yang Bujayrimi (w. 1221 H/1806 M) dan Jamal
meupakan edisi nadzm dari ¶,OP $O-0D·DQL (w. 1204 H/1780-90 M).
wa Al-Bayan karya Sirajuddin Al-Sakkaki Adapun dari kitab Ghayah wa Al-Taqrib
dan Al-Risalah Al-Samarqandiyyah karya karya Abu Syuja juga lahir dan berkembang
Abu Al-Qasim Al-Samarqandi. sejumlah kitab kuning di lingkungan
(b) Bidang Ilmu Mantiq pesantren. Dari kitab ini muncul Al-,TQD·
Kitab kuning yang paling terkenal dalam karya Syarbini (w. 977 H/1569-70 M),
masalah ini adalah Al-Sulam Al-Munawarraq Kifayah Al-Akhyar karya Al-Dimasyqi (w.
IL ¶,OP $O-Manthiq karya Al-Akhdar, 829 H/1426 M0 danb Fath Al-Qarib karya
pengarang kitab Al-Jauhar Al-Maknun. Ibn Qasim (w. 918 H/1512 M). Garis lain
Komentar atas kitab kuning ini dibuatnya GDUL ILTK 6\DIL·L DGDODK .LWDE Qurrah Al-
sendiri dalam Idat Al-0XEKDP PLQ 0D·DQL ¶$\Q karya Al-Malibari. Dari sini lahirlah
Al-Sulam. Selain itu ada satu lagi kitab Nihayah Al-Zayn karya Syaikh Nawawi Al-
kuning manthiq yang selalu dikaji di Bantani dan Fath Al-0X·LQ karya lanjutan
pesantren yaitu Isaghuzi, karya Atsiruddin Al-Malibari sendiri. Kemudian dua kitab
Mufadhdhal Al-Bahri (w. 663 H/1264 M). kuning lain lahir dari Fath Al-0X·LQ yaitu
,·DQDK $O-Thalibin karya Sayyid Bakri (w.
(c) Bidang Ilmu Fiqh; 1893 M) dan Tarsyih Al-Mustafidin karangan
Adapun kitab kuning dalam bidang fiqh Alwi Al-Saqqaf (w. 1916 M).
hampir semua yang beredar termasuk Dalam daftar Van Den Berg ada garis lain
dalam kriteria fiqh MaG]KDE 6\DIL·L. Van yakni kitab kuning elementer abad ke 9 H,
Bruinessen mengungkapkan bahwa karya- yaitu kitab Muqaddimah Al-Hadhramiyyah
NDU\D ILTK 6\DIL·L EHUDVDO DWDX PHUXSDNDQ karya Abdullah bin Abdul Karim ba-
kreasi lanjutan dari tiga kitab kuning yang Fadhal. Dari garis ini lahir Minhaj Al-Qawim
muncul sebelumnya yaitu Al-Muharrar karya Ibn Hajar, yang kemudian pada abad
karya Al-5DIL·L Z. 625 H/1226 M), Al- ke 18 melahirkan Al-Hawasyi Al-Madaniyyah
Taqrib NDU\D $EX 6\XMD· $O-Isfahani (w. 593 karya Muhammad bin Sulayman Al-Kurdi.
H/1197 M) dan Qurrah Al-Ayn karangan Melalui garis ini, kitab kuning yang paling
Al-Malibari (w. 9756 H/1567 M). Dari terkenal dan beredar di hampir seluruh
garis Al-Muharrar lahir Minhaj Al-Thalibin pesantren di Jawa hanya kitab Minhaj Al-
karya Abu Zakariyya Yahya An-Nawawi (w. Qawim yang kandungannya terbatas pada
676 H/1277-8 H). Kemudian generasi fiqh ibadah saja. Adapun dua kitab
berikutnya kitab-kitab kuning yang ada komentar lagi atas kitab Al-Muqadddimah
77
Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....
78
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88
dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada secara konkret, pesan-tren merespon tantangan
masyarakat yang sudah maju kesepakatan itu dalam berbagai bentuk.
bersama tersebut dido-kumentasikan dalam Pertama, pembaruan substansi atau isi pendi-
sebuah undang-undang atau peraturan. dikan pesantren dengan memasukkan subjek-
Sedangkan pada masyarakat yang belum maju subjek umum dan ketrampilan (vacational).
atau tradisional, kesepakatan ter-sebut belum Kedua, pembaruan metodologi seperti klasikal
dituliskan, melainkan masih berupa bentuk dan penjenjangan; ketiga, pelembagaan, seperti
ucapan atau perbuatan yang dibina dan diawasi kepemimpinan pesantren, diversifikasi lembaga
pelaksanaannya oleh pemangku adat. pendidikan; dan keempat, pembaruan fungsi dari
Masyarakat yang melanggar undang-undang dan fungsi pendidikan mencakup fungsi sosial
peraturan akan dikenakan sanksi baik perdata ekonomi.
maupun pidana. Demikian pula orang yang me- Sebagai bukti empirik yang bisa dilihat seka-
langgar adat istiadat yang berlaku di masyarakat rang adalah banyaknya pesantren yang menggu-
juga akan dikenai sanksi yang dilaksankan oleh nakan sistem klasikal, serta pengaturan kuriku-
pemangku adat. lum. Bahkan sebagai bentuk negosiasi.
Adapun perubahan sosial merupakan per- Kebanya-kan pesantren yang berdiri sekarang
alihan dari suatu keadaan masyarakat pada suatu ini menggu-nakan dua sistem pembelajaran
keadaan yang baru. Atau bisa juga dikatakan sekaligus. Sistem klasikal yang disesuaikan
sebagai perubahan satu realitas ke dalam bentuk dengan kurikulum pemerintah yang dilakukan
realitas yang lain, yang berbeda dengan realitas pada jam sekolah biasa, mulai dari jam tujuh
asasnya. Ada atau tidaknya suatu perubahan di sampai setengah dua(an); dan selebihnya
da-lam masyarakat hanya dapat dilihat dari pengajian wetonan, pada waktu-ZDNWX ED·GD
gejala-gejala yang tampak. Di antara gejala- shalat, seperti pasca Ashar, Maghrib, ,V\D·, dan
gejala tersebut, yaitu: depersonalisasi, adanya Subuh.
frustasi dan apathy (kelumpuhan mental), Lebih dari itu, beberapa pondok pesantren
pertentangan-pertentangan, dan perbedaan- bahkan mulai menerapkan sistem pembelajaran
perbedaan penda-pat mengenai norma-norma modern secara penuh, di mana pola pembela-
susila yang hingga kini dianggap mutlak, adanya MDUDQ VHPDFDP WD·OLP, wetonan dan sorogan
pendapat-pendapat yang tidak disetujui oleh ditiadakan sama sekali. Contoh kasus seperti:
banyak orang, terjadinya jarak antara generasi Pondok pesantren Gontor, Wali Songo Ngabar,
(generation gap), dan lain-lain (Astrid S. Susanto, Al Zaitun, dan lain-lain.
1979: 178). Tentang penolakan pesantren terhadap bu-
daya manajemen dan profesionalitas, tampak-
Sebab dan Akibat Perubahan Sosial nya juga bukanlah sesuatu yang mutlak. Dalam
Pada 1920-an, terjadi tiga pembaruan penting laju perkembangan pondok pesantren secara
yang diadopsi oleh banyak pesantren, terpe- gradual, pondok-pondok pesantren ini juga
ngaruh oleh kemajuan pendidikan Islam dari mulai meng-gunakan sistem organisasi dalam
Timur Tengah dan persaingan dengan sistem manajemen pondok. Kiai yang pada mulanya
pendidikan Belanda (Jones, Sidney, 1991: 20). sebagai poros dari struktur keorganisasian
Pertama, pembukaan beberapa pesantren untuk secara pelan-pelan mulai bergeser. Proses
santri perempuan. Kedua, penggunaan sistem pergeserannya pun terdiri dari beberapa
madrasah, sejenis sekolah Islam yang diadopsi tahapan. Pada tahapan pertama, jika pada
dari Timur Tengah yang memformalkan pendi- mulanya seluruh manajemen berada dalam
dikan pesantren melalui penggunaan sistem tangan kiai, sekarang seorang kiai mulai
kelas bertingkat-tingkat. Ketiga, penambahan mengangkat beberapa badal yang disebut
beberapa pengajaran umum seperti Matamatika pengurus juga seorang kepala pondok/lurah.
dan Bahasa Indonesia pada kurikulum. Pada tahap ini, sudah mulai ada pembagian
Menurut Suwendi, sebagai respon terhadap fungsi keorganisasian, dalam arti tidak setiap
gerakan reformasi Islam tersebut, pesantren kegiatan harus melibatkan peran kiai secara
penuh. Namun demikian, peran kiai masih
me-lakukan sejumlah akomodasi dan
adjustment yang dianggap tidak hanya tampak kuat. Pengurus menjalankan fungsi,
mendukung konti-nuitas pesantren tetapi juga tetapi tidak begitu substansial.
bermanfaat bagi para santri. Dalam wujudnya
79
Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....
Pada tahapan kedua, masuknya pengajar- Selain itu, muncullah sekolah-sekolah agama
pengajar klasikal selain kiai di pondok pesan- (ibtidaiyah, Tsanawiyah, ¶$OL\DK VHUWD VHNRODK-
tren. Secara otomatis kiai mulai membutuhkan sekolah umum dari rahim pesantren sendiri.
bantuan dari luar pondok yang difungsikan Sayangnya, tidak selamanya harapan sesuai
untuk mengajar pelajaran-pelajaran tertentu dengan kenyataan. Terbukti, dengan dibukanya
yang tidak dikuasainya. Pun secara otomatis pendidikan agama dari rahim pesantren inilah
manajemen pada tingkat ini lebih profesional. secara otomatis telah mengurangi jam pengajian
Pada tahap ketiga, telah mulai dibentuk yang dilakukan seorang kiai dalam pesantren.
yayasan di mana selain pondok pesantren juga Masuknya pola pembelajaran dengan kurikulum
berdiri sekolah-sekolah umum. Baik Madrasah modern dan pelajaran-pelajaran umum sesuai
,EWLGD·L\DK 0, VHWLQJNDW 6', Madrasah dengan ditentukan oleh pemerintah, membuat
Tsanawiyah (MTs) setingkat SMP, atau semakin berkurangnya jam baca kitab kuning
0DGUDVDK ¶$OL\DK VHWLQJNDW 60$. Beberapa oleh seorang kiai dan santrinya. Banyak
urusan setiap lembagaa di bawah yayasan itu, pesantren akhirnya menjadi pondok yang
memiliki kebijakan sendiri. Namun demikian, ´VHUED QDQJJXQJµ, alias kemampuan baca
peran kiai sebagai kepala yayasan juga masih kuning santrinya kurang bisa dipertanggung-
banyak melakukan intervensi pada hal-hal jawabkan, sementara kemampuan penyerapan
tertentu; misalnya banyaknya ² kalau tidak pelajaran umum juga belum bersaing dengan
semuanya ² kepala sekolah di bawah yayasan sekolah umum di luar pesantren.
tersebut merupakan anak atau kerabat dari kiai Lebih jauh, akibatnya adalah defungsional-
tersebut. isasi pondok pesantren. Bila awalnya orang
Pada tahap terakhir, hampir sama sengan pergi ke pesantren dengan niatan untuk
tahap ketiga, yaitu pondok pesantren melem- mendalami ilmu-ilmu keagamaan, justru
bagakan dirinya sendiri menjadi yayasan; hanya berbalik arah. Pesantren seakan menjadi
pimpinan pusat tidak lagi terletak pada seorang ´WHPSDW NRVµ ansich dan tempat kedua setelah
kiai tunggal. Pada tahap ini, model kepemim- pendidikan formal itu sendiri. Orang-orang
pinan kharismatik mulai tercerabut dari akarnya, yang belajar ke pesantren tidak lagi mereka yang
di mana munculnya pondok pesantren didasar- benar-benar ingin belajar agama, dan niatnya
kan atas organisasi modern yang berpijak pada pun tidak semata-mata untuk mendalami ktab
sistem birokrasi yang rasional. Sementara itu kuning belaka tetapi mejadi macam-macam.
posisi kiai tidak lagi di puncak pimpinan tapi Pada saat ini ada kebutuhan besar untuk
sudah berada di bawah naugan organisasi. Pada sistem pendidikan nasional yang baru dan ba-
pola ini, siapa yang akan jadi pimpinan akan nyak siswa pindah dari pesantren dan madrasah
dipilih dalam musyawarah tahunan. Salah satu ke sistem pemerintah. Dampak perubahan ini
contoh dari pondok pesantren yang menggu- adalah pesantren semakin terus-menerus me-
nakan metode ini adalah Pondok Pesantren As- nambah kurikulum umum pada kurikulum aga-
6\DIL·L\DK GL -DNDUWD \DQJ VXGDK PHQMDGL \D\DVDQ ma, seringkali melalui peningkatan pembangun-
sejak tahun 1963 (Muhammad Jamilun, 2002: an sekolah madrasah di pesantren (Hefner.
47). 2009, 64-65).
Dalam perkembangan selanjutnya, peranan Pada tahun 1958, untuk menyatukan sistem
pesantren terdesak oleh munculnya sekolah- madrasah swasta dan meningkatkan mutu
sekolah agama dan sekolah-sekolah umum baik pendi-dikannya, DEPAG menciptakan Kuriku-
di tingkat dasar maupun tingkat perguruan lum Madrasah Wajib Belajar. Akan tetapi,
tinggi. Realitas seperti ini kemudian membuat madrasah terus menjaga kurikulum tersendiri,
kecenderungan orang tua untuk lebih memilih jadi sebagai upaya untuk meningkatkan pengua-
sekolah agama atau sekolah uum bagi anak- ksaan peme-rintah atas pendidikan Islam dan
anaknya. Pun, kecenderungan ini mau tidak mengim-plementasikan kurikulum tersebut,
mau, membuat beberapa pesantren merombak DEPAG mulai mendirikan madrasah negeri
sedikit pola pembelajarannya untuk menyesuai- yang diurus oleh pemerintah. Walaupun sudah
kan de-ngan zaman yang menghendakinya, ada madrasah swasta, namun upaya pemerintah
Maka hasil-nya, selain masih mempertahannkan ini mencoba mempengaruhi madrasah swasta
pola pem-belajaran lama, beberapa pesantren untuk meng-adopsi sistem pemerintah. Pada
mulai ber-benah diri untuk fastaqul khairat. tahun 1975 dikeluarkan Surat Keputusan
80
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88
Bersama (SKB) tiga menteri untuk menya- ga banyak hal didasarkan pada pertimbangan-
makan kurikulum mad-rasah melalui implemen- pertimbangan yang lebih rasional, termasuk
tasi kurikulum nasional. DEPAG memutuskan dalam menyikapi ajaran agamanya. Keempat,
bahwa kurikulum ini akan termasuk 70% tumbuhnya sikap dan orientasi hidup pada
pelajaran umum (termasuk ilmu alam, ilmu kebendaan atau sikap hidup materialistik. Se-
sosial, kebudayaan dan bahasa) dan 30% hingga ukuran-ukuran hidup kebendaan
pelajaran beragama (ilmu keagamaan secara menjadi lebih dominan dibandingkan dengan
umum dan fiqih). Madrasah yang me-nerima hidup batin.
perubahan ini bisa menerima dana dari Kelima, tumbuhnya mobilitas penduduk yang
pemerintah dan siswanya bisa mengambil ujian semakin cepat, sehingga mempercepat proses
nasional untuk pendidikan tinggi (Zuhdi: 20). urbanisasi. Keenam, tumbuhnya sikap hidup yang
individualistik, sehingga merenggangkan silatur-
Tradisi Pesantren dalam Tantangan rahmi dan kebersamaan. Ketujuh, munculnya
Globalisasi VLNDS KLGXS \DQJ FHQGHUXQJ ´SHUPLVLIµ, yaitu
Globalisasi adalah kata yang digunakan untuk sikap hidup yang longgar terhadap berbagai
PHQJDFX NHSDGD ´EHUVDWXQ\Dµ EHUEDJDL QHJDUD bentuk penyimpangan, termasuk penyimpangan
dalam globe menjadi satu entitas. Globalisasi terhadap ajaran agamanya.
se-cara istilah berarti perubahan-perubahan Berhadapan dengan modernitas, kalangan
struktural dalam seluruh kehidupan negara santri merupakan kalangan yang paling lama
bangsa yang mempengaruhi fundamen- me-lakukan reaksi penerimaan. Gaung kejayaan
fundamen dasar pengaturan hubungan antara yang ditawarkan tidak juga membuat mata ter-
manusia, organisasi-organisasi sosial, dan belalak untuk segera mengambil mentah-
pandangan-pandangan dunia(Azyumardi Azra, mentah tradisi modernitas itu. Namun demikan,
Pendidikan, 1999: 44). bukan berarti orang-orang santri lantas bersikap
Memahami pengaruh proses globalisasi ini proteksionis dan apatis terhadap laju
adalah sangat penting pada topik pesantren. perkembangan zaman yang telah dihembuskan
Ketika kita membahas perubahan-perubahan oleh modernitas.
pada pendidikan pesantren di Indonesia, kita Dengan berpegang teguh pada prinsip
harus mengakui proses-proses perubahan sosial DGLJXPµal-MuhafazhDK ¶DOD DO-Qadim al-Shaalih wa
yang lebih luas daripada masyarakat Islam di al-Ahzdu bi al-Jadid al-$VKODKµ kalangan
Indonesia saja. Walaupun ada beberapa peng- pesantren coba mulai memilah-milah antara
ikut Islam yang mencoba menolak perubahan satu persatu dari gebyar modernitas untuk dicari
dan pengaruh dari masyarakat luar, tidak ada sarinya; mana yang bisa digunakan, dan mana
seorang yang berhasil dalam proses meng- yang tidak. Sayangnya, tindakan yang begitu
abaikan pengaruh-pengaruh ini (Roy: 270). berhati-hati ini, membuat kalangan pesantren
Modernisasi telah membawa dampak begitu dinilai terlalu lam-ban hingga akhirnya dituding
besar bagi berlangsungnya sebuah realitas sosial. oleh orang luar pesantren sebagai masyarakat
Ada beberapa fenomena ² seperti yang dieks- yang apatis terhadap kemajuan zaman.
plorasi A. Malik Fadjar (A. Malik Fadjar, 1988: Namun demikian, masih juga ada kalangan
218) yang bisa diungkap mengenai implikasi pesantren yang dengan terang bersiap apatis
dari modernisasi. Pertama, berkembangnya mass terhadap modernitas. Ada beberapa alasan
culture karena pengaruh kemajuan mass media. reaksi mereka antara lain: pertama, kemunculan
Seperti televisi, hingga arus informasi tidak lagi mo-dernitas yang dari Barat sangat tidak bisa
bersifat lokal, tetapi nasional bahkan global. Hal lepas dari dunia Barat itu sendiri. Kalangan ini
ini akan berdampak pada kondisi keragaman men-curigai bahwa modernisasi sama halnya
atau pun heterogenitas nilai dalam masyarakat, dengan westernisasi. Kedua, perkembangan ilmu
yang akan berpengaruh terhadap nilai-nilai penge-tahuan dan teknologi yang demikian
agama yang ada dalam masyarakat. pesatnya di zaman modern ² di Barat,
Kedua, tumbuhnya sikap hidup yang lebih menyebabkan ketimpangan luar biasa antara
masyarakat Islam dengan masyarakat modern.
terbuka sehingga memungkinkan terjadinya
proses perubahan dalam berbagai bidang Dan pada akhirnya, mereka mempertentangkan
kehidupan, termasuk kehidupan beragama. antara tradisi dan modernitas menjadi sesuatu
Ketiga, tumbuhnya sikap hidup rasional, sehing-
81
Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....
yang tak beralasan; mengingat pada dasarnya untuk menghormati santri yang besar begitu
tradisi sendiri bersifat dialogis dan berkembang. pun sebaliknya seorang santri yang besar
Sebagaimana yang dikatakan Arkoun, bahwa diharapkan untuk menyayangi yang kecil.
sikap proteksionisme beberpa kalangan Islam Dengan demikian, pola pembelajaran di
terhadap modernitas bisa saja disingkirkan jika pesantren tidak mengenal klasifikasi rangking
mereka konsisten memperlakukan tradisi kelas karena hanya akan mencerabut sifat
VHEDJDL ´a living dialogue grounded in common kemanusiaan anak didik belaka. Siswa seakan
IUHIHUHQFH WR SDUWLFXODU FUHDWLYH HYHQWµ, maka usaha menjadi robot yang setiap hari disuguhi
modernisasi sebagai suatu bentuk tindakan persaingan-persaigan tanpa ada rasa cinta kasih.
kultural menjadi amat penting, dan juga dapat Ketiga, pesantren juga mengajarkan rasa tang-
berlangsung dalam perangkat tradisi yang gungjawab yang tinggi, terlebih pada santri-
dinamis (dialogis). Sebab, pada dasarnya setiap santri yang sudah lama di pondok pesantren.
tradisi tidak menentang kemajuan. Pola seperti Peng-angkatan beberapa santri yang dianggap
inilah yang secara persis terjadi di Barat dalam cukup capable untuk menjadi badal atau wakil
permulaan modernisasi (Suadi Putro, 1998: 45). sang kiai, merupakan pola pembelajaran
Kemudian, menghadapi krisis kemanusiaan kepemimpinan yang sangat efektif. Pada fase
seperti inilah ternyata lembaga pondok pesan- inilah seorang santri dituntut tidak hanya belajar
tren menjadi semacam jawaban yang ditunggu- bersikap profesional dengan berbagai macam
tunggu- kalau tidak disebut sebagai sebuah so- admin-istrasinya. Lebih dari itu, naluri mendidik
lusi. Tanpa merendahkan sistem pendidikan dan rasa peduli terhadap adik santri juga mulai
yang ada, tampaknya pembelajaran yang dite- diajarkan. Ilmu adalah praktis bukan pada
rapkan di pondok peantren ²masih- lebih tataran kognitif saja.
efektif dibandinkan dengan pendidikan umum Keempat, proses interaksi antar santri yang
lainnya. begitu beragam dalam pondok pesantren,
Beberapa hal yang bisa dijadikan alasan lengap dengan perilaku hariannya, lebih meng-
antara lain (Amin Haedari, 2004: 30-32):pertama, ajarkan sikap sosial dibandingkan dengan pem-
dengan menggunakan sistem pembelajaran pon- belajaran di sekolah umum. Dalam kehidupan
dok pe-santren ternyata lebih memungkinkan pesantren, seorang santri sudah dilatih sejak
tercapai-nya target pembelajaran pendidikan dini untuk bekerjasama dengan sesama, tidak
siswa pada tiga aspek potensi; (1) aspek kognitif langsung se-cara praktek. Kegiatan harian
dapat diperoleh dengan menggunakan sistem semisal mem-persiapkan makanan dilakukan
pembelajaran harian yang diberikan oleh se- bersama-sama.
orang kiai. Karena, sistem pembelajaran di Kelima, pondok pesantren juga mengajarkan
dalam kelas atau pun di dalam pondok inilah kehidupan disiplin untuk para santri. Minimal
yang telah menjadi sarana pemberian pengertian sehari lima kali seorang santri dikontrol (meng-
berbagai macam disiplin ilmu yang diajarkan di ajak tapi condong ke arah perintah) untuk men-
sana. (2) dan (3) aspek afektif dan psikomotor MDODQNDQ LEDGDK VKDODW IDUGKX VHFDUD EHUMDPD·DK.
dapat diperoleh dengan praktek harian. Realitas Keenam, dalam dunia pesantren, aspek
di lapangan menunjukkan bahwa pada kemandirian betul-betul ditekankan. Dua puluh
kenyataan-nya, kehidupan seorang kiai yang empat jam, ia lalui setiap harinya dalam sebuah
disaksikan oleh santri dan praktek tauladan kiai asrama yang terpisah dengan orang tua. Segala
dalam meng-amalkan disiplin ilmu yang dimi- macam aktivitas dilakukan secara mandiri.
likinya meru-pakan pembelajaran terbesar da- HASIL PENELITIAN
lam rangka pencapaian dua potensi tersebut. Pesantren Darun Nahdhah
Selain itu, kehidupan bersama antara kiai dan
santri, pada akhirnya lebih menumbuhkan Sekilas tentang Pesantren Darun Nahdhah
hubungan emo-sional di antara keduanya. Per- Pondok Pesantren Darun Nahdhah Thawalib
hatian yang besa yang dberikan kiai kepada Bangkinang merupakan kelanjutan dari
santrinya merupakan nilai plus yang tidak 0DGUDVDK 'DDUXO 0X·DOOLPin pimpinan H. Syeh
dimiliki oleh lembaga-lembaga pendidikan lain. Abdul Malik yang didirikan pada tahun 1923.
Kedua, tradisi kasih sayang dan saling meng- Pesantren ini menggunakan sistem pendidikan
hormati merupakan acuan yang dijadikan stan- khalaqah dan klasikal. Pada awalnya, ia hanya
dar utama. Seorang santri yang kecil diwajibkan diperuntukkan bagi santri laki-laki. Sebenarnya
82
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88
ketika itu pesantren telah banyak mengalami ke- ijazah Madrasah Aliyah Kemeterian Agama bagi
majuan. Namun ketika Jepang masuk ke calon mahasiswa barunya, maka Darun Nadhah
wilayah tersebut 21 Maret 1942, membuat merubah sistem pendidikannya dengan menga-
NHJLDWDQ 'DUXO 0X·DOOLPLQ WHUKHQWL WRWDO. dopsi kurikulum madrasah, dengan harapan
Kurang lebih enam tahun kegiatan Madrasah para alumninya bisa melanjutkan pendidikannya
'DUXO 0X·DOOLPLQ WHUKHQWL, almarhum Abuya H. ke jenjang yang lebih tinggi.
M. Nur Mahyuddin, salah seorang murid almar- Konsekuensi logis dari masuknya sistem
hum Syekh Abdul Malik mengambil prakarsa madrasah pada pesantren Darun Nahdhah ber-
untuk menghidupkan kembali Madrasah. pengaruh pada pergeseran penggunaan sumber
Setelah melalui musyawarah, akhirnya pada belajar. Pada sumber belajar yang digunakan
tanggal 11 Januari 1948 disepakati untuk oleh para santri tidak lagi terbatas pada kitab-
menghidupkan kembali pondok tersebut kitab Islam klasik (kitab kuning). Buku-buku Is-
dengan nama Daarun Nahdhah Thawalib lam kontemporer yang diterbitkan dalam ba-
Bangkinang (PPDN-TB). Pendirian tersebut hasa Indonesia juga telah memasuki pesantren
ditandai dengan penerimaan santri baru untuk Daarun Nahdhah. Hal ini berarti para santri
Ibtidaiyah. Barulah pada tanggal 18 Agustus memiliki sumber belajar lain sebagai komple-
1948 pesantren tersebut membuka jenjang men dari kitab kuning. Hal demikian telah me-
pendidikan Tsanawiyah dan Aliyah. ngurangi intensitas kajian dan perhatian santri
Adapun kegiatan pendidikan formal yang ter-hadap kitab kuning. Walaupun de-mikian,
dilasanakan pesantren Darun Nahdhah saat ini secara formal pesantren ini tidak mengabaikan
meliputi jenjang Tsanawiyah dengan 1048 santri kajian kitab kuningtapi masih menjadikan
dan Aliyah dengan 446 santri, yang saat ini para sebagai referensi pokok atau kurikulum inti
santri terdiri dari laki-laki dan perempuan. (core curriculum) dalam sistem pendidikannya.
Tenaga pengajar/guru berjumlah 91 orang, 15% Dengan demikian, Darun Nahdhah dapat di-
berpendidikan S2, 75% berpendidikan S1 dari katakan menerapkan kurikulum terpadu dalam
berbagai disiplin ilmu, selebihnya para pegawai sistem pendidikannya; kurikulum madrasah di
tamatan S1 dan SLTA. bawah naungan Kementerian Agama dan kuri-
Sejak masa berdirinya sampai saat ini Darun kulum pesantren (baca: kitab kuning). Untuk ti-
Nahdha telah melakukan perubahan mendasar dak menggeser kedudukan kitab kuning dalam
pada sistem pendidikannya; (1) Sejak tahun kurikulum pesantren maka kurikulum madrasah
1970 pesantren ini telah memasukkan sistem pada matapelajaran Fiqh, Akidah Akhlak, Qur-
madra-sah (di bawah naungan Kementerian an Hadis, Sejarah Kebudayaan Islam, dan
Agama) ke dalam sistem pendidikan bahasa Arab materi-materinya diambil dari
pendidikannya, baik untuk tingkat Tsanawiyah kitab-kitab kuning.
maupun Aliyah. (2) Sejak tahun 2010 pesantren Adapun mata pelajaran yang berbasis kitab
ini telah memangkas masa studi bagi para kuning yang diajarkan di Darun Nahdhah
santrinya, dari tujuh tahun menjadi enam tahun adalah:
(tiga tahun untuk Tsanawiyah dan tiga tahun 1) Tingkat Tsanawiyah
untuk Aliyah). Fiqih, Tauhid, Tafsir, Tarikh, Ushul Fiqih,
Hadits, Musthalah Hadits, 4DZD·LG DO-
Kurikulum Pesantren Darun Nahdhah Lughah al-Arabiyah (nahwu dan sharaf).
Pondok Pesantren Darun Nahdhah pada awal 2) Tingkat Aliyah
berdirinya lebih dikategorikan sebagai pesantren Seluruh matapelajaran-matapelajaran di atas
salaf atau tradisional karena lebih menguta- ditambah dengan matapelajaran Balaghoh,
makan pengajian kitab kuning atau lebih bero- Mantiq, Tarikh Tasyrik.
rientasi pada pengajaran pengetahuan agama Pengajaran seluruh materi di atas dilakukan
(tafaqquh filaddin) daripada pengetahuan umum, GHQJDQ SHQGHNDWDQ TDZD·LG WDUMDPDK.
dengan metode sorogan atau bandongannya.
Dengan demikian posisi kitab kuning pada saat Sebaran Kitab Kuning di Darun Nahdhah
itu sangat strategis. 1) Bidang Fiqh
Namun sejak tahun 1970 sebagai respon Nihayat al-Zain, Safinah al-Najah, )DWKXO 0X·LQ,
terhadap kebijakan IAIN Sulthan Syarif Qasim Kasyifat Al-Saja, Taqrib, Fath al-Qarib, Kifayatu
Pekanbaru ketika itu yang mempersyaratkan al-Akhyar, Iqna, Hasyiyah Bajuri, Minhaj al-
83
Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....
Thalibin, Minhaj al-Thullab, Mughni al-Muhtaj, Irsyadul Ibad, Kasyfus Saja, Dalilul Khairat,
Nihayah al-Muhtaj, Fathal-Wahhab, Minhaj al- Hidayatul Adkiya, Sairus Salikin, Hidayatus
Qawim, Sullam al-Taufiq, Syarah Sittin, Zubad, Salikin, Tanbihul Gafilin, Mudrajus suhud, Irsyad
Mawahib as-Shamad, Riyadal-%DGL·DK, Rohabi- al Fuhul, Zurratun Nasihin, Sabilul Izkar,
yah, Bugyah at- Mustarsyidin, Bidayah Al Hida- 0DXL]DWXO 0X·minin, Insan Kamil, Al Maftuhah
yah, Al Mahali, Tahrir, Sulam al-Munajat, Uqud Arabi, Fathu Rabb Al bariyah. Dan dalam
al-Lujain, Muhadzab, Fiqh al-Wadih, Tuhfatut bidang akhlak diajarkan: Matan/ syarah
Tulab, Nailu al-Author, Safinat as-Salah, Sulam 7D·OLPXOPXWD·DOOLP, Ahlak lil Banin, Akhlak lil
as- Safinah. Banat, Munadorotul walidiyah, Wasaya, ¶,GRWX
2) Bidang ushul fiqih QQDVL·in, OV·DGXU 5DILT, Tafrihatul Wildan, Wa
Waraqat/Syarah Al-Waraqat, Lathaifulisyarah, saya, NasaihulIbad, Qamiut Tugyan, Taisirul
Gayatulwusul, -DP·XO -DZDPL·, Lubbul Usul, Al Khalaq, Nazmul Matlab, Nazmul Akhlaq,
/XPD·, Al-Asybah wa Al-Nadhair. Tahliyah, Makarjmul Akhlak, Washiyah Al
3) Bidang Nahwu Mustofa.
Matan/Syarh Jurumiyah, Mukhtasar Jiddan,
0XOKDWXO·LUDE, ¶OPULWL, Alfiyah lbnu Malik, Mu- Tidak semua kitab-kitab tersebut diajarkan
tamimah, 4RZDLGXO O·rab, Awamil, Fathu Rabul kyai atau ustadz/ustazdah atau dipelajari sendiri
Bariyyah, Al Kawakib al- Duriyyah, Qatrun oleh santri/wati, tapi hanya sebagian kecil saja.
Nada, Alfiyah Khudari, Syuzurud dahab. Di antara kitab-kitab yang dipelajari adalah
4) Bidang sharaf seperti pada tabel berikut:
Nadom Maqsud, Kitabu Tasrif, Kailani, Matan
Kailani, Al Bina Wal Asas, Tashilul Amani, No
Mata
Nama Kitab
Kelas &
Pelajaran Ket
Kafrawi, Mugni Labib. 1 Hadits Al-Arbain al-Nawawiyah V
5) Bidang balaghoh Bulughul Marom VI
Matan Jauharul Maknun, Syarah Jauharul 2 Tajwid Zad Mubtadi I & II
Aqidah al Awam III
Maknun, dan Uquduj Zuman. Matan Ibrahim al-Bajuriy IV
6) Bidang tafsir Al-Kharidah al-Bahiyah V
Jalalain, Munir, lbnuKasir, Tafsir Yasin, Al As-Sanusiyah VI
3 Fiqh Fasalatan I
Tahbir, Baidowi, Jamiul Bayan/ Tabari, Al Hidayah al-Mubtadi
Kazin. Safinah al-Salah II
7) Bidang ilmu tafsir Tanwir al-Hija III
Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran, Asbabun Sullam at-Taufiq IV
Fath al-Qarib V dan VI
Nuzul, Ilmut Tafsir, $O %XUKDQ IL 8OXPLO4XU·an, Uyun al-Masail li an-Nisa VI
Al ltqan, Itmamu Diraya. 4 Nahwu Al-Awamil III
8) Bidang hadits dan ilmuhadits Al-Jurumiyah IV
Al-Fushul al-Fikriyah V
$UED·in nawawi, Tanqihul qaul, Riyadussalihin, Al-Amriti VI
Adzkarunnawawi, Sahih Buchori, Durratunnasi- 5 Sharf Al-Amsilah al-Tasrifiyah dan III
hin, Syarah NadzomBaiquniyah, Minhaj Dzawin- Qaidah Nasar
Al-Amsilah al-Tasrifiyah, Al- IV
nazhar, Alfiyah Suyuti, Al Muwato, Usfuriyah, Qawaid al-Sarfiyah dan al-,·ODO
Majalisus Saniyah, Tanqihul Qaul, Sunan Al-Amsilah al-Tasrifiyah V
Tirmizi, Sunan Nasal, Sunan Abu daud, Sunan Al-,·ODO V
Al-Maqsud VI
lbnu Majah, Sahih Muslim, $O MDPL· $V 6DJLU. 6 Ilmu Tajwid Fath al-Rahman II
9) Bidangtauhid Hidayah al-Sibyan III
Matan Tijanuddirari, SyarhTijanuddirari, ¶$TL- Tuhfah al-Atfal IV
Al-Jazariyah V
datul Awam, Umul Barahin, Sanusiyah, 6\X·EXQ 7 Ilmu Akhlak Nazm al-Akhlak I
Iman, Qatrul Gais, Qamiuttugyan, Kifayatul Nazm al-Matlab II
Awam, Bahjatul Wasail, Nuruz Zulum, Wasaya III
Daqaiqul Akhbar, Kharidatul Bahiyah, Fathul Tahliyah IV
Taisir al-Khallaq V
Majid, Dasuki, Hudhud, Syarqowi, Usuluddin. 8 Ilmu Imla Qawaid al-Imla VI
10) Bidang tasawuf 9 Ilmu khat Mabadi Qiraah Asriyah I dan II
Hikam/Syarh, lhya Ulumuddin, Risalah Muawa- 10 Bahasa Arab 5D·VXQ VLUDK I
Mabadi Muhawarah li al-Atfal II
nah, Nasaihuddiniyah, Sirajuttalibin, Bidayatul- 7D·OLP DO-lughah al-Arabiyah III s. d V
hidayah, Tanwirul Qulub, Salalimul Fudhala,
84
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88
85
Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....
86
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88
yang signifikan. Hal tersebut terlihat pada (formal) dengan kurikulum umum (Diknas).
peningkatan status yang tadinya TERDAFTAR Perubahan ini dilakukan sebagai jawaban dari
menjadi DISAMAKAN pada tahun 1996. Di asumsi masyarakat bahwa pesantren identik
tahun 2002 statusnya tergolong sekolah dengan kitab kuningnya; bahwa ternyata
potensial sesuai SK Mendiknas RI No. Babussalam selalu mendapat undangan untuk
287/C/KEP/PM/2003. Dan pada tahun 2005, mengikuti Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK)
Badan Akreditasi Nasional Provinsi Riau telah baik tingkat lokal maupun nasional.
melakukan akreditasi terhadap SMP Berikut ini kitab-kitab kuning yang
Babussalam dengan hasil predikat A (Amat digunakan:
Baik). Kembali di tahun 2011 Badan Akreditasi
Nasional Provinsi iau melakukan akreditasi No Bidang Studi Nama Kitab Jenjang
1 Tafsir Tafsir Jalalain SMP
terhadap SMP Babusslam dengan memperoleh Tafsir al-Qurtuby SMA
hasil predikat "Akeditasi A (nilai 98, 78)". 2 Hadis $UED·LQ 1DZDZL SMP
Arba;in Nawawi SMA
Kemudian tahun 1988 Babussalam meng- 3 Fiqh Shofwatun Najah SMP
embangkan lembaga pendidikannya dengan Kasyfi al-6DMD· SMP
mendirikan Sekolah Menengah Atas (SMA). 4 SKI Khalashoh Nurul SMP
Yaqin
Dengan gedung sekolah yang terpusat seba- Syiroh Nabawiyah SMA
nyak 3 lantai, menjadikan SMA Babussalam 5 Nahwu Matan Jurumiyah SMP
Imrity SMA
salah satu unit pendidikan yang dilengkapi 6 Sharaf Amtsilah Tashrifiyah SMP
dengan fasilitas laboratorium memadai (Lab. Tashriful Wadhihah SMA
7 Akidah Aqidatul Awam SMP
komputer, lab. fisika, lab. kimia, lab. Biaologi SMA
dan lab. bahasa). Dalam pengelola-annya, SMA 8 Muhadatsah Al-Hiwar lil Mubtadiin SMP
Babussalam selalu berorientasi pada mutu Al-Hiwar lil Mubtadiin SMA
87
Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....
(MAN) bagi tamatan pesantren yang ingin Echols, J. M. dan Shadily, H. 1980. Kamus Inggris
melanjutkan studinya; pesantren Darel Hikmah Indonesia, Jakarta: Gramedia.
telah merubah tradisi kitab kuningnya dari
Fadjar, A. M.. 1998. Visi Pembaharuan Pendidikan
program tambahan/pelengkap ke program inti
Islam, Jakarta: LembagaPengembangan Pendidikan
(ekstrakurikuler ke kurikuler) disebabkan mi-
dan Penyusunan Naskah Indonesia, LP3NI.
nimnya sumber daya manusia (guru) yang
mampu mengampu kajian-kajian kitab kuning; Haedari, Amin dkk. 2004. Masa Depan Pesantren
Babussalam pun telah membuat perubahan ter- dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
hadap kurikulum agamanya, GDUL ´NLWDE SXWLKµ Kompleksitas Global, Jakarta: IRD Press.
(kurikulum keagamaan madrasah) ke kitab Haedari, A. 2004. Panorama Pesantren dalam
kuning. Alasannya sangat pragmatis dan seder- Cakrawala Modern, Jakarta: Diva Pustaka.
hana. Yaitu untuk menjawab tantangan eks-
ternal untuk bisa mengikuti perlombaan Musa- Jamilun, Muhammad. 2004. Pesantren dan
baqah Qiraatul Kutub (MQK). Otentisitas Pendidikan Kita. Jakarta: Pesantren,
Sekali lagi, sebuah penelitian membuktikan edisi V/th. 1.
bahwa tradisi kajian kitab kuning di pesantren- Jones, S. 1991. "The Javanese Pesantren:
pesantren tidak dibawa hanyut oleh masa. Dari between elite and peasantry" in Reshaping Local
awal-awal munculnya sampai saat ini, pesantren Worlds: formal education and cultural change in
masih mampu mempertahankan tradisi terse- Southeast Asia, edited by Charles Keyes. New
but. Adanya perubahan sosial yang menyebab- Haven: Yale Center for International and Area
kan lahirnya ragam visi dan misi pada awal Studies.
berdirinya sebuah pesantren - walaupun, misal-
nya, keluar dari karakteristik sebuah pesantren; Mochtar, A. 1999. ´7UDGLVL .LWDE .XQLQJ
tanpa kiai, tanpa kitab kuning, dan lain-lain ² 6HEXDK 2EVHUYDVL 8PXPµ, dalam Said Aqiel
belum lagi mampu menghilangkan imej bahwa Sirajd (ed. ), Pesantren Masa Depan: Wacana
pesantren identik dengan kitab kuning. Hasil Pemberdayaan dan Tranformasi Pesantren, Bandung:
penelitian ini menunjukkan, untuk kasus pesan- Pustaka Hidayah.
tren darel Hikmah dan pesantren Babussalam, Nata, A. 2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam
akhirnya, come back-nya pesantren-pesantren Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, Jakarta: PT
´\DQJ WHUVHVDW MDODQµ. Artinya, tradisi kajian ki- Rajagrapindo Persada.
tab kuning yang pada awalnya tidak ada, atau di-
perlakukan sebagai kegiatan tambahan atau Poerwadarminta, W. J. S. 1991. Kamus Umum
ekstrakurikuler, pada akhirnya kembali ada dan Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
diperlakukan sebagai core curriculum. Putro, S. 1998. Muhammad Arkoun tentang Islam
dan Modernitas, Jakarta: Paramadina.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Steenbrink, K. A. 1984. Beberapa Aspek Tentang
Aly, A. 2011. Pendidikan Islam Multikultural di Islam di Indonesia Abad ke-19, Jakarta, Bulam
Pesantren, Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Bintang.
Atmaturida. 2001. Sistem Pengelolaan Pondok Susanto, A. S. 1979. Pengantar Sosiologi dan
Pesantren, Yogyakarta: Universitas Negeri perubahan Sosial, Bandung: Binacipta.
Yogyakarta
Wahid, Abdurrahman. 1984. Asal-Usul Tradisi
Azra, A. 1999. Pendidikan Islam, Tradisi dan Keilmuan di Pesantren, GDODP ´3HVDQWUHQµ -XUQDO,
Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logas No. Perdana.
Wacana Ilmu.
Wahid, M. dkk. (ed. ), 1999. Pesantren Masa
Bruinessen, M. V. 1999. Kitab Kuning Pesantren Depan: wacana Pemberdayaan Dan Traspormasi
dan Tarekat Tradisi-tradisi Islam Indonesia, Pesantren, Bandung, Pustaka Hidayah.
Bandung: Mizan.
Yafie, A. 1988. Kitab Kuning: Produk Peradaban
DEPAG RI, 2001. Pola Pembelajaran di Pesantren, Islam, dalam Å3HVDQWUHQµ MXUQDO 9RO. VI (1).
Jakarta, DEPAG.
Yasmadi. 2005. Modernisasi Pesantren, Ciputat:
Ciputat Press
88