Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PPKN

POLITEKNIK NEGERI KUPANG

JURUSAN ELEKTRO

PRODI TEKNIK KOMPUTER JARINGAN

2021

OLEH :

NAMA : YUSUF ARIMATIA BOLANG

NIM : 2024735929

KELAS : 2D/D3 TEKNIK LISTRIK

MATA KULIAH : PPKN

PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK


JURUSAN ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI KUPANG
BAB I
PENDAHALUAN
A.Latar Belakang
Piagam Jakarta memang dijadikan Pembukaan UUD 1945. Namun ada tujuh kata yang
dihapus. Tujuh kata itu yakni, ".dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya." Penghapusan tujuh kata itu dari Pembukaan UUD 1945 terjadi setelah
proklamasi kemerdekaan. Pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, Moh Hatta didatangi oleh
Maeda, seorang perwira angkatan laut Jepang. Maeda menyampaikan keberatan para tokoh
Indonesia bagian Timur atas pemakaian kata-kata tersebut, sebab berarti rumusan itu tidak
berlaku bagi pemeluk agama lain. Untuk menghindari perpecahan, esoknya sebelum sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Hatta berbincang dengan tokoh-tokoh
Islam.
Paham khilafah adalah sebuah system kepemimpinan umum di mana dalam penerapannya
menggunakan hokum syariat islam sebagai dasarnya

Indonesia adalah negara yang memiliki budaya yang beraneka ragam, hal ini terjadi karena
Indonesia terdiri dari ratusan pulau-pulau dimana masing-masing pulau memiliki budayanya
sendiri. Namun, seiring berjalanannya waktu banyak budaya dari Indonesia yang terancam
punah karena terkikis oleh waktu. Ada begitu banyak faktor yang menyebabkan budaya
Indonesia berada dalam ancaman kepunahan. Faktor-faktor tersebut berasal dari eksternal
maupun internal.
BAB II
Pembahasan

A.Piagam Jakarta

Piagam Jakarta adalah rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Rancangan ini dirumuskan oleh Badan Penyelidikan
Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.

Piagam ini mengandung lima sila yang menjadi bagian dari ideologi Pancasila, tetapi pada
sila pertama juga tercantum frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya". Frasa ini, yang juga dikenal dengan sebutan "tujuh kata", pada
akhirnya dihapus dari Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu badan yang ditugaskan untuk mengesahkan UUD
1945. Tujuh kata ini dihilangkan atas prakarsa Mohammad Hatta yang pada malam
sebelumnya menerima kabar dari seorang perwira angkatan laut Jepang bahwa kelompok
nasionalis dari Indonesia Timur lebih memilih mendirikan negara sendiri jika tujuh kata
tersebut tidak dihapus. Pada tahun 1950-an, ketika UUD 1945 ditangguhkan, para perwakilan
partai-partai Islam menuntut agar Indonesia kembali ke Piagam Jakarta. Untuk memenuhi
keinginan kelompok Islam, Presiden Soekarno mengumumkan dalam Dekret Presiden 5 Juli
1959 (yang menyatakan kembali ke UUD 1945) bahwa Piagam Jakarta "menjiwai" UUD
1945 dan "merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut". Makna dari
kalimat ini sendiri terus memantik kontroversi sesudah dekret tersebut dikeluarkan.
Kelompok kebangsaan merasa bahwa kalimat ini sekadar mengakui Piagam Jakarta sebagai
suatu dokumen historis, sementara kelompok Islam meyakini bahwa dekret tersebut
memberikan kekuatan hukum kepada "tujuh kata" dalam Piagam Jakarta, dan atas dasar ini
mereka menuntut pengundangan hukum Islam khusus untuk Muslim.

Piagam Jakarta kembali memicu perdebatan selama proses amendemen undang-undang dasar
pada masa Reformasi (1999–2002). Partai-partai Islam mengusulkan agar "tujuh kata"
ditambahkan ke dalam Pasal 29 UUD 1945, yaitu pasal yang mengatur soal kedudukan agama
dalam negara dan kebebasan beragama. Namun, usulan amendemen dari partai-partai Islam tidak
mendapatkan

merumuskan undang-undang dasarnya. BPUPK terdiri dari 62 anggota, dengan 47 dari antaranya
berasal dari golongan kebangsaan dan 15 dari golongan Islam. Wakil-wakil kelompok Islam
meyakini bahwa undang-undang dasar Indonesia sepatutnya dilandaskan pada syariat. BPUPK
menggelar sidang resmi pertamanya di Jakarta dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945Dalam
sidang ini, Soekarno menyampaikan pidatonya yang terkenal, "Lahirnya Pancasila", pada tanggal
1 Juni 1945. Pidato ini menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ] dengan
"ketuhanan" sebagai sila kelimanya. Terkait sila ini, Soekarno menjelaskan:

Sebelum memasuki masa reses, BPUPK membentuk sebuah Panitia Kecil yang terdiri dari
delapan anggota dengan Soekarno sebagai ketuanya. Panitia ini bertugas mengumpulkan usulan-
usulan dari anggota-anggota BPUPK lainnya untuk dibahas kelak. Untuk mengurangi
ketegangan antara kelompok kebangsaan dengan Islam, Soekarno membentuk Panitia Sembilan
pada tanggal 18 Juni 1945. Panitia yang diketuai oleh Soekarno ini bertugas merumuskan
mukadimah undang-undang dasar Indonesia yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Sesuai
namanya, panitia ini terdiri sembilan anggota, dengan empat anggota berasal dari kelompok
Islam dan lima dari kelompok kebangsaan. Kesembilan anggota tersebut adalah:

Sidang Resmi Kedua BPUPK

Sidang Resmi Kedua BPUPK dari 10 hingga 17 Juli 1945

Sesuai dengan saran dari Panitia Sembilan, BPUPK menggelar sidang resmi keduanya dari 10
hingga 17 Juli 1945 di bawah kepemimpinan Soekarno. Tujuannya adalah untuk membahas
permasalahan terkait undang-undang dasar, termasuk rancangan mukadimah yang terkandung
dalam Piagam Jakarta. Pada hari pertama, Soekarno melaporkan hal-hal yang telah dicapai
selama pembahasan pada masa reses, termasuk Piagam Jakarta. Ia juga mengabarkan bahwa
Panitia Kecil telah menerima Piagam Jakarta secara bulat. Menurut Soekarno, piagam ini
mengandung "segenap pokok-pokok pikiran yang mengisi dada sebagian besar daripada
anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai [BPUPK]".

Pada hari kedua sidang (tanggal 11 Juli), tiga anggota BPUPK menyampaikan penolakan mereka
terhadap tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Salah satunya adalah Johannes Latuharhary, seorang
anggota beragama Protestan yang berasal dari Pulau Ambon. Ia merasa bahwa tujuh kata dalam
Piagam Jakarta akan menimbulkan dampak yang "besar sekali" terhadap agama lain. Ia juga
mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tujuh kata tersebut akan memaksa suku Minangkabau
untuk meninggalkan adat istiadat mereka dan juga berdampak terhadap hak tanah yang
berlandaskan pada hukum adat di Maluku.[28] Dua anggota lain yang tidak setuju dengan tujuh
kata adalah Wongsonegoro dan Hoesein Djajadiningrat. Menurut mereka, tujuh kata dapat
menimbulkan fanatisme karena seolah memaksakan umat Islam untuk menjalankan hukum
syariat. Salah satu anggota Panitia Sembilan, Wahid Hasjim, menampik kemungkinan terjadinya
pemaksaan karena adanya dasar permusyawaratan. Ia juga berkomentar bahwa meskipun ada
anggota yang menganggap tujuh kalimat itu "tajam", ada pula yang menganggapnya "kurang
tajam"

Dua hari sesudahnya, pada 13 Juli, Hasjim menggagas perubahan Pasal 4 Rancangan Undang-
Undang Dasar agar Presiden Indonesia harus beragama Islam. Ia juga mengusulkan agar Pasal 29
Rancangan Undang-Undang Dasar (yang berkaitan dengan agama) diamendemen untuk
menjadikan Islam sebagai agama negara ditambah dengan klausa yang menjamin kebebasan
beragama untuk kaum non-Muslim. Menurutnya, hal ini diperlukan karena hanya agama yang
dapat membenarkan penggunaan kekuatan untuk mengambil nyawa dalam konteks pertahanan
nasional.[30][31] Anggota BPUPK lainnya, Otto Iskandardinata, menentang usulan agar Presiden
Indonesia harus Muslim, dan mengusulkan agar tujuh kata di Piagam Jakarta diulang dalam
Pasal 29 Rancangan Undang-Undang Dasar

B.Mengapa paham kkhilafah bahaya bagi NKRI

Paham Khilafah adalah sebuah sistem kepemimpinan umum di mana dalam penerapannya
menggunakan hukum syariat Islam sebagai dasar. Khilafah merupakan sistem Pemerintahan
yang populer diterapkan pada masa awal kejayaan Islam setelah wafatnya nabi Muhammad
SAW.

Secara umum sebuah sistem pemerintahan bisa disebut sebagai Khilafah apabila menerapkan
Islam sebagai ideologi, syariat sebagai dasar hukum, serta mengikuti cara kepemimpinan Nabi
Muhammad dan Khulafaur Rasyidin dalam menjalankan pemerintahan.

Meskipun dengan penamaan atau struktur yang berbeda, namun tetap berpegang pada prinsip
yang sama, yaitu sebagai otoritas kepemimpinan umat Islam di seluruh dunia.

Lalu, bagaimanakah sistem pemerintahan Khilafah dan bagaimanakah sejarahnya? Berikut


ulasan selengkapnya melansir dari berbagai sumber (28/1/2021):
Arti kata khilafah berasal dari kata kha-la-fa, yang berarti menggantikan. Seperti yang sudah
dijelaskan di atas, pada dasarnya khilafah meiliki arti sebuah sistem kepemimpinan umum
bagi umat musilm di seluruh dunia. Kepemimpinan Khilafah dipimpin oleh Khalifah, dapat
juga disebut Imam atau Amirul Mukminin.

Gambaran penerapan arti khilafah adalah ketika sebuah Negara Khilafah berdiri atas
persetujuan seluruh umat Islam, dibai'at lah seorang Khalifah. Setelah dibai'atnya khalifah
secara sah, maka pendirian Negara Khilafah maupun pembai'atan Khalifah lain setelahnya
menjadi tidak sah. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad tentang pembai'atan Khalifah.

Sejarah Khilafah

1. Khilafah Pertama

Sistem Khilafah diterapkan di era awal-awal berkembangnya agama Islam. Setelah Nabi
Muhammad SAW wafat pada tahun 632, terjadi kekosongan pemimpin umat Islam
setelahnya. Posisi khalifah kemudian diduduki oleh sahabat-sahabat nabi.

Masa kekhalifahan pertama di mulai oleh Abu bakar (632-634), Umar bin Khattab(634-
644), Utsman bin 'Affan (644-656), dan Ali bin Abi Thalib (656-661). Masa inilah yang
disebut juga masa Kekhalifahan Rashidun.

Khalifah keempat, Ali, tidak seperti tiga sebelumnya, berasal dari klan yang sama dengan
Muhammad (Bani Hasyim), dianggap oleh Muslim Syiah sebagai khalifah dan imam sah
pertama setelah Muhammad.

Ali memerintah selama Fitna Pertama (656-661), perang saudara terjadi antara para
pendukung Ali dan para pendukung khalifah sebelumnya, serta terjadinya para
pemberontak di Mesir. Perang menyebabkan pembentukan Kekhalifahan Umayyah di
bawah Muawiyah I pada tahun 661.

2. Khilafah Kedua

Kemudian, kekhalifahan kedua yakni kekhalifahan umayyah yang diperintah oleh bani
Umayya, klan Mekah yang diturunkan dari Umayyah bin Abd Shams. Khilafah
melanjutkan penaklukan Arab, menggabungkan Kaukasus, Transoxiana, Sindh, Maghreb
dan Semenanjung Iberia (Al-Andalus) ke dalam dunia Muslim.

3. Khilafah Ketiga

Kemudian, muncul revolusi Abbasiyah dari 746-750, yang dimana muncul akibat dari
pencopotan hak pilih Muslim non-Arab, Kekhalifahan Abbasiyah didirikan pada 750.

Kekhalifahan Abbasiyah diperintah oleh Abbasiyah, sebuah dinasti asal Mekah yang
diturunkan dari Hasyim, kakek buyut Muhammad. Pada masa ini, Khalifah al-Mansur
mendirikan ibu kota kedua Baghdad pada tahun 762 yang menjadi pusat ilmiah, budaya
dan seni utama, seperti halnya wilayah secara keseluruhan selama periode yang dikenal
sebagai Zaman Keemasan Islam.

Dari abad ke-10, pemerintahan Abbasiyah menjadi terbatas di daerah sekitar Baghdad.
Dari 945 hingga 1157, kekhalifahan Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Buyid dan
kemudian Seljuq. Pada 1250, pasukan non-Arab yang diciptakan oleh Abbasiyah yang
disebut Mamluk berkuasa di Mesir. Pada 1258, Kekaisaran Mongol menguasai Baghdad,
mengakhiri kekhalifahan Abbasiyah, dan pada 1261 Mamluk di Mesir mendirikan kembali
Kekhalifahan Abbasiyah di Kairo.

Meskipun kurang dalam kekuatan politik, dinasti Abbasiyah terus mengklaim otoritas
dalam urusan agama sampai penaklukan Ottoman atas Mamluk Mesir pada 1517.

4. Khilafah Keempat

Selanjutnya, kekhalifahan besar yang keempat yaitu kekhalifahan Utsmaniyah. Didirikan


setelah penaklukan mereka atas Mamluk Mesir pada tahun 1517. Penaklukan tersebut
memberikan kontrol kepada Ottoman atas kota-kota suci Mekah dan Madinah, yang
sebelumnya dikendalikan oleh Mamluk.

Utsmani secara bertahap mulai dipandang sebagai pemimpin de facto dan perwakilan dari
dunia Muslim. Setelah kekalahan mereka dalam Perang Dunia I, kekaisaran mereka
dipartisi oleh Inggris dan Republik Ketiga Prancis, dan pada 3 Maret 1924, Presiden
pertama Republik Turki, Mustafa Kemal Atatürk, sebagai bagian dari reformasinya, secara
konstitusional menghapuskan institusi negara kekhalifahan.

Beberapa negara lain yang ada sepanjang sejarah menyebut diri mereka sebagai
kekhalifahan, termasuk kekhalifahan Isma'ili Fatimid di Afrika Timur Laut (909–1171),
Kekhalifahan Umayyah dari Córdoba di Iberia (929-1031), kekhalifahan Berber Almohad
di Maroko (1121) –1269) dan Kekhalifahan Fula Sokoto di Nigeria utara saat ini (1804–
1903).

Struktur Pemerintahan dalam Khilafah

Sistem Pemerintahan Khilafah, dipimpin oleh seseorang yang disebut sebagai khalifah.
Khalifah diangkat oleh umat melalui bai’at. Seorang khalifah bisa dikoreksi dan diprotes
oleh umat jika kebijakannya menyimpang dari ketentuan syariat.

Khalifah juga dibantu oleh para pembantu khalifah di berbagai bidang seperti
pemerintahan, administrasi, kota, keamanan, perindustrian, peradilan, kesehatan, keuangan,
penerangan, dan majelis umat.

Cabang Islam Sunni menetapkan bahwa sebagai kepala negara, seorang khalifah dapat
berkuasa dengan salah satu dari empat cara baik melalui pemilihan, melalui pencalonan
atau melalui seleksi oleh komite.
Namun, para pengikut Islam Syiah percaya bahwa seorang khalifah haruslah seorang imam
yang dipilih oleh Tuhan dari Ahl al-Bayt (merujuk pada keluarga nabi Muhammad SAW).

C.Budaya lokal semakin terancam hilang karena budaya asing .Apa yang harus kita
Lakukan?

1. Mempelajari Budaya Lokal 

Salah satu cara untuk melestarikan budaya lokal yaitu dengan memahami budaya itu
sendiri. Anda harus mengetahui berbagai macam informasi berkaitan dengan budaya Anda
dari berbagai sumber, mulai dari ensiklopedi, buku, bahkan surat kabar. Apalagi, sudah
banyak literatur yang membahas tentang kebudayaan Indonesia. 

Selain dari literature cetak, Anda juga bisa mempelajari budaya lewat kemudahan akses
internet yang ada. Misalnya saja jika Anda orang Jawa yang ingin mengetahui seluk beluk
budaya Jawa, maka bisa membaca infonya lewat situs tertentu. 

Dengan begitu, Anda bisa mengetahui budaya apa saja yang harus dilestarikan dalam era
globalisasi agar tidak punah. 

2. Mengikuti Kegiatan Budaya Asal

Setelah mengetahui berbagai informasi dan karakteristik dari budaya lokal Anda,
selanjutnya yaitu mengikuti kegiatan budaya tersebut. Hal ini merupakan salah satu contoh
dalam upaya melestarikan budaya Indonesia. 

Anda bisa mengikuti kegiatan budaya dengan terlibat langsung dalam sebuah kontes.
Misalnya saja, menjadi peserta atau penonton kegiatan budaya tersebut. 

Sebagai contoh, Anda bisa mengikuti kegiatan budaya Banyumas yang mementaskan
kentongan. Alangkah baiknya jika Anda menjadi pemain kentongan tersebut agar
merasakan pengalaman yang mengesankan. Selain itu, kegiatan budaya juga dapat
menambah rasa kecintaan pada suatu kultur yang ada di Indonesia. 

3. Mengenalkan Produk Budaya Ke Kancah Internasional 

Selain itu, Anda juga bisa melestarikan budaya dengan cara mengenalkan berbagai
kesenian dan budaya melalui jejaring sosial. Anda bisa memperkenalkan budaya khas
Indonesia ke dunia luar hanya dengan postingan foto di media sosial. 

Caranya bisa dilakukan dengan posting foto kesenian lokal yang dilengkapi dengan
deskripsi dua bahasa, yaitu bahasa daerah dan inggris. 

Tidak hanya itu saja, Anda juga bisa memilih upaya melestarikan budaya Indonesia
dengan cara memperkenalkan budaya lokal di kancah internasional. Caranya yaitu
mengenakan produk budaya lokal. 
Jika berada di luar negeri, maka cukup kenakan produk asli Indonesia untuk
memperkenalkan budaya lokal. Selain itu, Anda juga harus memilih produk dari
Indonesia ketimbang luar negeri. 

4. Jadikan Budaya Sebagai Identitas

Menjadikan budaya lokal sebagai identitas menjadi salah satu cara untuk melestarikannya.
Sebab, Anda memiliki rasa bangga terhadap budaya lokal yang dimiliki di tengah tengah
globalisasi. 

Dengan begitu, Anda tidak akan mudah terpengaruh atau ikut ikutan terhadap adanya
budaya asing yang masuk ke negara Indonesia. 

5. Mengekspor Barang Kesenian 

Bagi Anda yang seorang pebisnis, maka bisa ikut serta mempromosikan kebudayan lokal
melalui produk kesenian yang dijual. Anda dapat mengembangkan usaha yang sedang
digeluti agar sampai ke pasar internasional. 

Jika sudah menembus pasar internasional untuk mengekspor produk kesenian, berarti
Anda sudah mencoba upaya melestarikan budaya Indonesia. 

Kebudayaan merupakan salah satu identitas bagi suatu masyarakat. Selain itu, budaya
bisa mempersatukan, memenuhi kebutuhan, dan lain sebagainya. Sehingga, sangat Untuk
itu, Anda bisa melakukan beberapa cara mulai dari mengenal budaya itu sendiri, ikut
dalam kegiatan, memilih produk lokal, hingga mengekspor produk lokal ke luar negeri. 

BAB III
PENUTUP

Daftar pustaka ; https://www.kompas.com/skla/200/02/07100000769/piagam-


jakarta~https;//www.kompassiana.com.emmaminulah/5f2fff72e904f7333e/bahaya-
ideologi-khilaf~https:daiitsu.co.id\tips\and-event\tips-sahabat\detail-content\begini-upaya-
melestarikan-indonesia.

Anda mungkin juga menyukai