TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan
Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
ARIE GANTI
157011044/M.Kn
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Yang menyatakan
Arie Ganti
Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak
menyimpan, mengalih media / memformatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tesis saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Medan,
Yang menyatakan
Arie Ganti
I. IDENTITAS PRIBADI
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
besarnya kepada Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum, selaku ketua komisi
memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan arahan dan
Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., Mhum., selaku Dekan Fakultas Hukum
4. Dr. Eddy Ikhsan, SH., MA., selaku Sekretaris Program Studi Magister
5. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., Cn., dan Dr. Yefrizawati, SH.,
waktu dalam penyelesaian tesis ini, Bapak Kepala Desa Tanjung Pulo
Putri Dewi Tulus SH, Sri Elpina Nainggolan SH, Jusmar Siagian SH,
Faisal Dasyah Surbakti SH, Reny Elisa Lumban Gaol SH, Franky
Tambunan SH, Fendy SH, Fith Riyanto SH, Mahmudin Lubis SH,
Satelita Pinem SH, Andy Aprianta Sitepu SH, Rori Eka Putra Sitepu SH.
angkatan 2015.
Penulis sangat sadar karena doa dan dukungan dari orang-orang yang
terkasih, tesis ini dapat terselesaikan pada waktu yang tepat. Teruntuk orangtua
Penulis yaitu Drs. Ramlan Kaban, M.Pd dan Inderawati Singarimbun, Amk serta
abang penulis yaitu Daniel Ramindra Kaban, SE, dan Edward Dwi Putra Kaban.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kasih sayang kalian, semoga selalu
memberkati kita semua dan dengan segala kerendahan hati Penulis berharap tesis
ii
13. Merga Silima : Lima marga yang terdapat dalam Suku Karo
Merga Silima
iii
27. Singalo Ulu Emas : Saudra ibu kita (laki-laki) yang laki-laki.
iv
Sesama Sembiring……………………………………………. 48
A. Latar Belakang
merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari
abad keabad. Oleh karena itu, maka tiap bangsa di dunia ini memiliki adat
Sampai saat ini keanekaragaman hukum adat dalam suatu masyarakat adat
sebagai hukum yang tidak tertulis tetap diakui sebagai hukum yang hidup (living
law).Selain itu, hukum adat mempunyai sifat dinamis artinya mudah berubah dan
Masyarakat hukum adat dibentuk dan diintergrasikan oleh sifat dan corak
tanggul penahan air, sistem irigasi atau semua kegiatan yang dianggap akan
unsur magis serta merupakan urusan seluruh masyarakat, bukan hanya ikatan
perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
1
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, CV Haji Masagung,
Jakarta, 2004, h. 13.
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
keluarga yang berbahagia dan kekal.Untuk itu suami istri perlu saling membantu
asas berikut :3
pencatatan sipil;
isteri;
hal ini melahirkan hak dan kewajiban di antara mereka yang termasuk
kehidupan seseorang karena ikatan perkawinan yang timbul antara seorang laki-
laki dan perempuan menimbulkan hubungan lahiriah dan spritual. Dari sebuah
garis keturunan dari sistem kekeluargaan yangdianut oleh masyarakat hukum adat.
memberikan definisi bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga yang bahagia) dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
4
Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 1981, h. 107.
perkawinan, yaitu :5
Maha Esa, Perkawinan merupakan perikatan yang suci. Perikatan tidak dapat
pasangan suami-istri tetapi dapat membentuk rumah tangga yang bahagia, rumah
tangga yang rukun, aman dan harmonis antara suami-istri.Perkawinan salah satu
adalah sebuah makna yang bersifat sakral, suci, dan merupakan kewajiban bagi
5
Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga Harta-Harta Benda dalam Perkawinan, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016, h. 43.
6
Ibid.
keluarga besaar. Pengaruh Hindu dalam perkawinan adat karo adalah perempuan
eksogami, yaitu seorang pria harus mencari istri di luar marga dan dilarang kawin
dengan wanita yang semarga.Marga merupakan identitas diri yang dibawa oleh
Dikatakan sakral dalam pemahaman adat Karo bermakna pengorbanan bagi pihak
kepada orang lain pihak pengantin laki-laki (pihak sipempoken), sehingga pihak
laki-laki juga harus menghargainya dengan menanggung semua biaya acara adat
laki-laki dengan perempuan atau dipersatukanya dua sifat keluarga yang berbeda
melalui hukum. Suku Karo memiliki sistem kekerabatan yang bersifat patrilinial
Suku Karo memiliki lima rumpun marga atau disebut Merga Silimayaitu :
1. Ginting
2. Karo-Karo
7
Sarjani Tarigan, Dinamika Orang Karo, Budaya Dan Modernisme, Balai Adat Budaya
Karo Indonesia, Medan, 2008, h. 68
3. Perangin-Angin
4. Sembiring
5. Tarigan8
Khusus bagi marga Sembiring boleh kawin semarga itupun dari klan
Kembaren tidak boleh kawin dengan Sembiring manapun karena ada anggapan
Sistem kekerabatan dalam Suku Batak Karo terdapat ikatan yang disebut
Rakut Sitelu (tiga kedudukan dalam satu kelompok yang utuh dan
satu marga.
8
M. Ukur Ginting, Adat Karo Sirulo, Kalangan Sendiri, Medan, 2008, h. 1.
9
Darwan Prinst, Adat Karo, Bina Media Perintis, Medan, 2004, h. 75.
mempertahankan tradisi leluhurnya dari pengaruh budaya luar, bukan berarti Suku
Karo anti terhadap budaya luar, banyak nilai nilai budaya luar juga diterima dan
Hukum adat merupakan hukum yang hidup dan berkembang dalam suatu
―Adat adalah tingkah laku yang oleh dan dalam suatu masyarakat (sudah,
sedang, akan) diadatkan.Dan adat ini ada yang tebal ada yang tipis dan
senantiasa menebal dan menipis.Aturan-aturan tingkah laku manusia dalam
masyarakat seperti yang dimaksudkan tadi adalah aturan-aturan adat.Akan
tetapi dari aturanaturan tingkah laku itu ada pula aturan-aturan tingkah laku
yang merupakan aturan hukum.‖10
pengaruhnya dalam mewujudkan kehidupan yang lebih maju, damai, aman, tertib,
adil, dan sejahtera. Sanksi bagi yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)
sistem perkawinannya adalah sistem eksogami murni seperti pada Batak lainnya,
untuk marga tertentu dikenal pula sistem eleutherogami terbatas yaitu pada Marga
10
Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1979,
h. 11.
kawin dengan orang tertentu dari marga yang sama namun tertentu pula asal
MergaSembiring, antara Brahmana dan Meliala antara Pelawi dan Depari dan
dikenal, kecuali antara Sebayang dan Sitepu atau antara Sinulingga dan Tekang
yang disebut sejanji atau berdasarkan perjanjian.Karena pada tempo dulu mereka
terbatas ini menunjukkan bahwa merga bukan sebagai hubungan genealogis dan
selama ini muncul adanya anggapan bahwa setiap perkawinan adat Karo harus
11
Ibid, h. 74.
B. Rumusan Masalah
akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai
berikut :
klan Sembiring pada masyarakat Karo di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Tiga
Nderket ?
masyarakat Karo di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Tiga Nderket ditinjau dari
hukum adat ?
Kabupaten Karo?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Praktis
Magister Kenotariatan.
2. Teoritis
Kabupaten Karo.
E. Keaslian Penelitian
belum pernah dilakukan, akan tetapi ditemukan beberapa judul tesis yang
di desa Lingga?
2. Tesis atas nama Frans Sory Melando Ginting, NIM : 077011023/M.kn dengan
judul ―Perkembangan Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Adat Batak Karo
batak karo di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda),
adat batak karo di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa
Utara?
3. Tesis atas nama Abi Yaser Handito, Nim 097011041/M.kn dengan judul
Kepada Anak Dalam Hukum Waris Adat Batak Karo (Studi Kecamatan
Kecamatan Berastagi?
semasa hidupnya kepada anak menurut hukum waris adat Batak Karo di
Kecamatan Berastagi?
judul dan permasalahan dalam penelitian ini tidak memiliki kesamaan dengan
judul dan permasalahan yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini di fokuskan
kepada permasalahan peralihan jual beli tanah dan bangunan yang pihak
pertamanya sudah bercerai, maka penelitian ini asli baik, dari segi materi maupun
1. Kerangka Teori
(problem) yang bagi pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang
peneliti.12
yang tertinggi. 13 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari
defenisi;
12
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, h. 80.
13
Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, h. 254.
14
Ibid, h. 253.
15
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1981, h. 121.
padapengetahuan peneliti.
terdahulu.17
mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan
lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk
pemikiran, atau butir-butir pendapat, teori, tesis, dari para penulis ilmu hukum di
16
Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT. Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2010, h. 134.
17
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, h.19.
18
Snelbecker dalam Lexy J.Moloeng, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja
Rosdakarya,Bandung,2002, h. 34.
Sejalan dengan kegunaaan teori yang disebut diatas, teori yang digunakan
menjadi inti pemikiran dalam sociological jurisprudence adalah hukum yang baik
adalah hukum yang hidup di dalam masyarakat sebab jika ternyata tidak maka
terdapat perbedaan antara hukum positif disatu pihak dengan hukum yang hidup
didalam masyarakat dipihak lain yang mana perkembangan hukum itu tidak hanya
terletak pada undang-undang, ilmu hukum ataupun putusan hakim tetapi pada
berorientasi pada nilai-nilai dan asas-asas hukum serta teori living law
demikian, hakim dituntut melihat hukum sebagai proyek yang selalu harus diolah,
19
M. Solly Lubis, Op.Cit. h. 80.
20
Sahman. R. Otje, Ikhtisar Filsafat Hukum, Armiko,Bandung, 1999, h. 52
21
Muhammad Arifin, Teori dan Filsafat Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994, h.
191
dan digarap menuju kepada hukum yang dinamis, optimal, untuk mewujudkan
keadilan dengan legitimasi yang berorientasi pada asas-asas hukum dan nilai-nilai
dalam tatanan itu.Kekuatan mengikat hukum yang hidup itu tidak ditentukan oleh
kewibawaan negara. Memang semua hukum dalam segi ekstrennya dapat diatur
itu.23
diolah dan digarap lebih lanjut lagi. Bahwa usaha-usaha yang demikian
bergantung pada berbagai faktor, baik yang bersifat hukum maupun non-
walaupun itu adalah kebijakan yang dimuat dalam peraturan atau aturan hukum
22
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, sinar grafika, Jakarta, 2009, h, 87.
23
Markus, Y, Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,
Genta Publishing, Yogyakaarta, 2010, h. 142
terwujudnya keadilan dan legitimasi yang berorientasi pada asas-asas hukum dan
2. Konsepsi
Konsep adalah pemahaman yang terbangun dalam akal dan pikiran peneliti
diartikan sebagai suatu kata yang menyatukan abstrak yang digeneralisasikan dari
hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.Oleh karena itu untuk
secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan
disamping yang lainnnya, seperti asas dan standar.Oleh sebab itu kebutuhan untuk
membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting
dalam hukum.25
Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
24
H. Zainuddin Ali, Op. Cit, h, 89.
25
Sumardi Surya Brata, Metodelogi Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998,
h. 4.
26
Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta,1985, h. 100.
c. Sembiring adalah urutan ke-4 (empat) dalam 5 (lima) marga Suku Batak
e. Karoadalah nama dari salah satu suku sub Batak yang tinggal didataran
tinggi Karo, Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Dairi, Alas, Keluat, serta
terikat satu sama lain karena merasa bertempat kedudukan di suatu daerah
yang sama.29
G. Metode Penelitian
Kata metode berasal dari bahasa Yunani ―methods‖ yang berarti cara atau
jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara
kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.30
27
Darwan Prinst, Op.Cit, h. 82.
28
S.K. Ginting, E.P. Ginting, Bujur Surbakti, Kamus Karo Indonesia, Yayasan Merga
Silima, Jakarta, 1996, h. 157
29
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, h.
117.
30
Koenjtaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1997, h.16.
sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
Dalam penelitian ini akan digunakan jenis penelitian yuridis empiris, yaitu
suatu penelitian hukum yang mempergunakan data primer yaitu data yang didapat
interaksi sosial didalam masyarakat yang berfungsi sebagai sumber utama untuk
masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian
31
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo,
Persada, Jakarta, 2001, h . 42.
32
Roni Hanitijo, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghia Indonesia, Jakarta, 1988,
h. 105.
33
Zainuddin Ali, Op.Cit, h 79
34
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, h. 112
keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau
mengenai gejala yuridis yang ada atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi
dalam masyarakat. Pada penelitian ini, peneliti biasanya sudah memperoleh data
awal atau mempunyai pengetahuan awal tentang masalah yang akan diteliti.35
gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara bagaimana menjawab
tersebut.36
2. Lokasi Penelitian
Desa Tanjung Pulo Kecamatan Tiga Nderket Kabupaten Karo. Adapun alasan
pemilihan lokasi untuk penelitian ini karena Desa Tanjung Pulo merupakan salah
satu desa dengan komposisi penduduk yang beragam (heterogen), yang telah
mempengaruhi corak dan gaya hidup masyarakat Karo. Selain itu juga
klan sembiring, sehingga diharapkan di Desa Tanjung Pulo akan lebih mudah
35
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, h. 14.
36
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, h. 30.
ditetapkan sebagai populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Karo yang
bermarga sembiring dan tinggal di Desa Tanjung Pulo kecamatan Tiga Nderket
a. Responden
b. Informan
yaitu:
Kabupaten Karo.
5. Sumber Data
1. Data Primer, data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik melalui
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-
Bahan hukum primer adalah satu sumber hukum yang penting bagi
hasil-hasil penelitian, hasil karya pakar hukum, buku teks, buku bacaan
sumber data elektronik dari internet dan lain-lain yang relevan dengan
penelitian ini.
penting.
7. Analisa Data
data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
data.37Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yaitu
37
Lexy J. Moleong, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,
h.101.
terhadap semua data yang telah dikumpulkan (bahan hukum primer, sekunder, dan
klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian
ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula. Selanjutnya ditarik
yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang
38
Mukti Fajar Dan Yuliato Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, h. 109.
Tabel 1
Skema Merga Silima
Ginting Karo-karo Perangin- Tarigan Sembiring
angin
Munte Purba Bangun Girsang Kembaren
Manik Sinulingga Pinem Cingkes Keloko
Sinulingga Kaban Sebayang Sibero Sinulaki
Sini-suka Sitepu Sinurat Silangit Sinupayung
Jawak Barus Pencawan Tua Brahmana
Tumangger Surbakti Singarimbun Jampang Guru kinayan
Capah Tambak Colia
Muham
Pandia
Depari
Bunuaji
Milala
Pelawi
Tekang
Sumber data: Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua adat karo
25
orang yang rimpal (berimpal) ialah antara laki-laki dengan anak perempuan saudara
pranata, yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dengan seorang wanita, tetapi
juga mengikat dalam suatu hubungan tertentu, kaum kerabat dari kaum laki-laki
dengan kaum kerabat dari si wanita.Perkawinan semacam ini dianggap baik sebab
garis itu tetap berkelanjutan disamping warisan tetap pada kelompok ini;
jawab penuh dalam urusan keluarga dari orang tua yang memiliki anak
laki-laki tadi;
Hal ini berarti sifat religius dari perkawinan pada masyarakat Karo terlihat
dengan adanya perkawinan yang tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang
39
Ibid, h. 116.
mendapatkan keturunan, memperkuat tali kekerabatan dan hak waris jatuh kepada
anak laki-laki langsung, tidak akhirnya kepada orang lain, walaupun masih saudara
perkawinan bagi orang Karo adalah untuk memperoleh pengakuan dari kerabatnya
Sesuai dengan tujuan perkawinan diatas, dalam adat istiadat masyarakat Karo
telah digariskan suatu aturan yang berkaitan dengan ―siapa boleh kawin dengan siapa
dan siapa yang tidak boleh dikawini‖.Dalam tatanan adat masyarakat Karo, telah
digariskan beberapa aturan berupa larangan kawin. Aturan –aturan tersebut antara
lain seorang laki-laki dan gadis yang seketurunan marga, sama sekali tidak dapat
dibenarkan kawin, kecuali cabang anak marga Peranginangin Sebayang dapat kawin
dengan anak marga lain dari marga induk marga Peranginangin, misalnya marga
marga ini sama-sama anak cabang dari marga Peranginangin lain. Beberapa cabang
dari induk marga Sembiring juga ada yang dapat dibenarkan saling kawin, misalnya
lainnya yang sudah merupakan tradisi bagi masyarakat Karo adalah laki-laki atau
gadis dari marga Sebayang tidak dibenarkan kawin dengan marga Sitepu dari induk
marga Karo-karo. Jadi walaupun mereka ini berbeda marga tetapi mereka tidak boleh
Selain larangan kawin semarga sebagaimana disebutkan diatas, masih ada lagi
pantangan kawin atau yang menurut istilah Karo disebut la arus (melawan arus)
a. Sepemeren(ibu bersaudara)
b. Erturang impal ( ibu sigadis bersaudara dengan ayah jejaka dan yang
sederajat.
pamannya)
a. Maba Belo Selambar yang berarti membawa sekapur sirih adalah upacara
peminangan gadis menurut adat Karo. Dalam acara bersifat setengah resmi
ini, kerabat langsung pihak laki-laki, orang tua dan anak beru mereka datang
keluarga dari kedua mempelai. Selain itu, acara nggalari hutang man
perkawinan adat, pada malam harinya diadakan mukul yaitu kedua pengantin
makan bersama dalam satu piring di kamar pengantin dengan hanya dihadiri
kerabat terdekat. Menurut adat Karo, mukul ini merupakan ―materai‖ sahnya
Adakalanya satu fakta bahwa pada setiap zaman adat istiadat atau kebudayaan
sesuatu suku bangsa, apalagi suku bangsa itu bersentuhan dengan lain suku
mengalami perubahan. Sudah barang tentu perubahan kebudayaan atas adat istiadat
41
Tridah Bangun, Manusia Batak Karo, Jakarta, Inti Indayu, 1986, h. 48-49.
pada satu suku berbeda dengan suku lain dan pada satu zaman yang tertentu pula. Ini
tergantung dari beberapa factor yang meresap kepada suku tersebut seperti bidang
tehnik, ekonomi, sosial bahkan politik.Demikan juga dalam hal sikap sesuatu suku
terhadap adat istiadat berbeda, ada memegangnya secara ketat, tapi ada juga agak
longgar.
Dalam kaitan dengan adat istiadat itu, maka masyarakat Karo sudah sejak
dulu kala terikat adat istiadat mereka.Ikatan kekeluargaan atau kekerabatan pada
masyarakat Karo dilaksanakan agak keras, dalam arti dijalankan dengan suka rela dan
patuh oleh setiap anggota masyarakat.Jarang sekali ada yang berani secara terang-
terangan melanggar ketentuan adat istiadat walau adat itu sendiri tidak tertulis, namun
Adat istiadat diwariskan secara begitu saja kepada keturunan atau generasi
penerus, bukan diajarkan oleh orang tua kepada anaknya, jadi generasi anak atau
penerus belajar dari praktek sehari-hari dari adat istiadat itu, baik dalam upacara
macam-macam lagi. Jadi para anggota masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan
adat istiadat itu umunya adalah terdiri dari praktisis di lapangan. Maka tidaklah
orang tuanya yang tinggal di kota—kota besar di mana sudah jarang dilakukan
upacara adat, menjadi asing bagi mereka apa yang dimaksud dengan adat istiadat itu.
Padahal salah satu pertanda seseorang dianggap sebagai orang Karo adalah apabila
dianya termasuk dalam kelompok Merga Silima, Sangkep, atau Rakut Sitelu, Tukur
Siwaluh, Perkade-kade si12 atau 18 dan masih menggunakan adat istiadat Karo
Maka adat istiadat pada masyarakat karo dari dulu hingga sekarang, dengan
tidak mengabaikan perubahan-perubahan yang terjadi secara lamban tapi pasti, selalu
menjadi pegangan para anggota masyarakat tersebut yaitu tentang hidup berkeluarga,
berkerabat, dan bermasyarakat, di mana dalam hal ini terangkum segala kegiatan
social budaya mereka. Tercakuplah dalam lingkaran adat ini hampir semua kegiatan
manusia mulai dari dalam janin sampai upacara 7 bulanan lagi bagi kelahiran anak
kematian, mendirikan dan memasuki rumah adat, susunan kekerabatan dalam rakut si
telu, hal-hal yang harus dilakukan atau dipantangkan, gotong royong dan bermacam-
macam lagi. Pokoknya aspek-aspek kehidupan, baik individu atau keluarga dalam
biasanya tidak terlepas dari adat istiadat dan dilaksanakan agak ketat. Bahwa adat
istiadatdihormati oleh masyarakat tertentu yang merupakan hukum adat tidak tertulis,
sebenarnya bukan hanya berlaku pada masyarakat karo saja, tapi seluruh suku-suku di
42
ibid
harus menikah dengan orang lain di luar klannya. Sedangkan bentuk perkawinannya
adalah dengan perkawinan jujur yaitu pemberian uang atau barang dari pihak laki-laki
4. Larangan Perkawinan
43
Aswin Peranginangin, Hukum Perdata Adat Karo Dalam Rangka Pembentukan Hukum
Nasional, Bandung, Tarsito, 1978, h. 30-31
a. Berasal dari satu marga, kecuali untuk Marga Sembiring dan Perangin-
angin.
untuk perempuan hal ini diukur dengan sudah akil balig dan telah
larangan terhadap perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Bahkan ada daerah
daerah lain perkawinan antara anggota kerabat yang dilarang justru dianjurkan.
perbedaan klan antara calon mempelai laki-laki dengan perempuan sehingga pihak
44
Ibid
keluarganya. Oleh karena itu, dikenal beberapa larangan perkawinan, yaitu larangan
kawin dengan keluarga dari marga yang sama atau larangan kawin timbal balik antara
dua kelurga yang walaupun berbeda klan tetapi telah atau pernah terjadi hubungan
berulang searah dari satu sumber bibit, pihak penerima dara (boru, anak beru)
dianjurkan dan dikehendaki untuk tetap mengambil dara dari pemberi dara (hula-
dari paman saudara ibunya.Tetapi tidak dibenarkan adanya perkawinan antara anak
bersaudara ibu.46
dataran tinggi dengan letak ketinggian kira-kira 1300 meter di atas permukaan laut.
Lingkungan alam tanah Karo yang berbukit-bukit merupakan bagian dari pegunungan
Bukit Barisan mempunyai curah hujan yang cukup tinggi sehingga iklimnya dingin.
Di tanah Karo yang merupakan bukit-bukit itu dijumpai beberapa sungai yaitu
Lau Biang yang bermuara di Selat Malaka dan merupakan pangkal dari Sungai
45
R.Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, Bandung,
Alumni, 2002, h. 177.
46
Hilman Hadikusuma, Op. cit, h. 100.
Wampu dan Lau Bengap yang bermuara di Samudera Hindia yang mengalir melalui
jumlah penduduk sebanyak 284.110 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 68.
168.
Kabupaten Karo dibagi atas 13 kecamatan dan salah satu diantaranya adalah
Nderket luasnya 16.038 Ha terdiri dari satu kelurahan dan 10 desa. Desa Tanjung
47
Hasil Wawancara dengan Karta Ginting, Sekertaris Desa Tanjung Pulo, Tanggal 22 Mei
2017.
48
Hasil Wawancara dengan Karta Ginting, Sekertaris Desa Tanjung Pulo, Tanggal 22 Mei
2017.
49
Hasil Wawancara dengan Karta Ginting, Sekertaris Desa Tanjung Pulo, Tanggal 22 Mei
2017.
Penduduk Desa Tanjung Pulo pada bulan Desember 2016 berjumlah 427 jiwa
yang terdiri dari 90 kepala keluarga, yang terdiri dari 179 orang laki-laki dan 248
orang perempuan.
adanya kelahiran, kematian, atau migrasi baik yang datang maupun yang pergi.
lain untuk berdagang, menuntut ilmu, untuk mengusahakan daerah pertanian baru,
Penduduk Desa Tanjung Pulo sudah banyak yang memeluk agama seperti
Tabel 2
Islam 68 28, 00
Sumber data : diolah dari data monografi desa tanjung pulo bulan desember 2016
50
Ibid
Menurut data monografi Desa Tanjung Pulo Bulan Desember 2016, jumlah
penduduk yang beragama Islam adalah 68 orang (28%), Kristen Protestan adalah 102
Dibata Mula Jadi yang mempunyai tiga perwujudan yaitu Dibata Kaci-kaci, Dibata
Namun sejak datangnya agama ke tanah Karo maka lambat laun penganut
kepercayaan perbegu ini hilang, tetapi dari hasil temuan di lapangan menyatakan
bahwa masih ada masyarakat Karo yang menganut kepercayaan perbegu terutama
Penduduk Desa Tanjung Pulo menurut mata pencahariannya dapat dilihat dari
Tabel 3
51
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017
52
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017
Dilihat dari tabel di atas dapat diketahui bahwa bertani adalah pekerjaan
Tanah Karo, masyarakatnya hanya terdiri dari bangsa tanah yang menumpang dan
datang dari luar.Pada waktu itu pimpinan diangkat dari marga tanah dibantu oleh
senina dan anak berunya yang lama kelamaan medirikan suatu kesain dan
pimpinannya tetap berasal dari keluarga bangsa tanah itu.Beberapa kesain tersebut
mengadakan perserikatan yang disebut urung dengan pimpinannya yang disebut bapa
antara urung- urung yang terdapat di tanah Karo maka utusan Raja Aceh yang disebut
Tuan Kita meresmikan empat kerajaan adat yang disebut Sibayak yang diperintah
oleh empat orang raja yang mempunyai luas daerah yang berbeda-beda yaitu : 54
53
Darwan Prinst, Op.Cit, h. 1
54
Ibid, h.1-3.
1890 Belanda masuk ke tanah Karo dengan tujuan berdagang sekaligus melancarkan
politik devide et impera yang membuat perselisihan antar urung terjadi kembali
disusul dengan kedatangan Jepang pada tahun 1942 yang semakin menambah
yang bersifat animisme yang dipengaruhi oleh agama Hindu yang dapat terlihat
kebesaran Tuhan sebagai pencipta langit dan bumi termasuk seluruh isinya, mereka
juga percaya akan adanya kekuatan-kekuatan lain seperti roh-roh halus dari nenek
dukun.55
Suku bangsa Haru yang mendiami daerah Karo sekarang ini kemudian disebut
suku bangsa Haro lalu sampai sekarang ini dinamai suku bangsa Karo dimana ejaan
―u‖ banyak terdapat dalam kata-kata bahasa Haru berubah dengan ejaan ―o‖
sedangkan ejaan ―h‖ berubah menjadi ―k‖ sehingga Haru berubah menjadi Karo
karena pengaruh situasi dan lingkungan. Suku bangsa Karo mempunyai bahasa
sendiri yaitu bahasa Karo, mempunyai aksara sendiri, tari-tarian sendiri dengan alat-
alat musiknya sendiri dan adat istiadatnya serta sistem marga yang turun menurun
sebagai asalnya.56
perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo sudah dilakukan
sejak dulu, namun tidak ada yang dapat memberikan keterangan yang pasti tahun
55
Ibid, h. 4
56
Ibid, h 5
berapa perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo pertama
kali terjadi. 57
Dari hasil dari wawancara dengan Malem Ukur Ginting, salah satu pengetua
adat menyatakan bahwa perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat
Karo sebenarnya terjadi karena adanya perbedaan keturunan dalam klan Sembiring.
Dimulai dengan masuknya bangsa India Tamil yang lebih dikenal dengan nama India
mempunyai kulit berwarna hitam sehingga dipanggil oleh masyarakat Karo setempat
dengan si mbiring yang artinya si hitam sedangkan marga Sembiring sendiri memang
telah ada.58
Belakang yang telah menetap lama di wilayah Karo dan kemudian menjadi marga
bagi marga Sembiring asli yang berasal dari Bangko, Jambi sehingga
konsekwensinya adalah harus mengikuti segala aturan yang ada pada adat Karo.59
yang hitam, jelek, dan pesek maka orang Karo asli jarang bahkan kadang tidak ada
yang mau kawin dengan mereka sehingga setelah diadakan musyawarah antara orang
57
Hasil wawancara dengan Pindon Sembiring, Responden, Tanggal 20 Mei 2017
58
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017
59
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017
India Belakang yang telah bermarga Sembiring dengan pengetua adat akhirnya
Marga Sembiring yang ada pada masyarakat Karo secara umum membagi diri
a. Sembiring Kembaren, (asal usul marga ini dari Kuala Ayer Batu,
yang menyebar ke Liang Melas, seperti Kuta Mbelin, Sampe Raya, Pola
Merahe, Rih Tengah, dan lain-lain. Marga ini juga tersebar luas di
di Rumah Tualang sebuah desa yang sudah ditinggalkan antara Pola Tebu
60
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017
61
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017
a. Sembiring Brahmana
Menurut cerita lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah
seorang keturunan India yang bernama Megitdan pertama kali tinggal di Talu
ke Limang.
62
Darwan Prinst, Op.Cit, h. 35
63
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017
(Buloh Kanayan Ersurat).Daun bambu itu bertuliskan aksara Karo yang berisi
obat-obatan.Di kampung itu menurut cerita dia mengajar ilmu silat (Mayan)
c. Sembiring Colia
Merga Sembiring Colia, juga menurut sejarah berasal dari India, yakni
d. Sembiring Muham
Merga ini juga dikatakan sejarah, berasal dari India, dalam banyak
Mereka inilah yang disebut Sembiring Lima Bersaudara dan itulah asal kata
nama kampung Limang. Menurut ahli sejarah Karo. Pogo Muham, nama
e. Sembiring Pandia
f. Sembiring Keling
tetapi naas, hujan turun dan lunturlah tepung beras itu, karenanya terpaksalah
g. Sembiring Depari
daerah Kabupaen Karo nama kecil (Gelar Rurun) anak laki-laki disebut
menjadi Sembiring Busok.Sembiring Busok ini terjadi baru tiga generasi yang
h. Sembiring Bunuaji
i. Sembiring Milala
j. Sembiring Pelawi
menurut cerita, daerahnya sampai ke tepi laut di Berandan, seperti Titi Pelawi
dan Lau Pelawi.Di masa penjajahan Belanda daerah Bekancan ini masuk
k. Sembiring Sinukapor
l. Sembiring Tekang
Sembiring Milala. Kedekatan kedua merga ini juga terlihat dari nama Rurun
anak-anak mereka. Rurun untuk merga Milala adalah Jemput (laki-laki di Sari
Man Biang sebenarnya menurut Malem Ukur Ginting, seorang pengetua adat adalah
merupakan kelanjutan kisah dari pelarian Sembiring Keling setelah menipu Raja
adalah seekor kerbau yang dicat dengan tepung beras. Namun, pada saat
bersumpah siapapun yang dapat menolongnya akan diberi imbalan yang sesuai.
seberang dan dapat meloloskan diri dari kejaran pasukan Raja Aceh. Setelah
64
Ibid, h. 36-40
65
Hasil Wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017.
Akibat dari sumpahnya akhirnya semua Marga Sembiring yang berasal dari
yaitu apabila ada keturunan Sembiring Simantangken Biang yang memakan anjing
Sembiring adalah faktor agama, dan faktor cinta, seperti terlihat pada table dibawah
ini:
Tabel 4
Agama 2 2
Cinta 1 1
Jumlah Total 3 3
66
Hasil Wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017.
67
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei 2017
kala itu.Aliran Protestan sangat menekankan ajaran agama menurut kitab suci, namun
Selanjutnya ke Kabanjahe dan wilayah lain di dataran tinggi tanah Karo, seterusnya
kedaerah Pancur batu tahun 1927. Sedangkan kedaerah Langkat dimulai penginjilan
tahun 1921.Gereja pertama ditahbiskan tahun 1929, dua orang putra karo
sesuatu yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan menurut
menurut adat, suatu perkawinan itu tidak harus diupacarakan secara besar-
perkawinan menurut agama, yang penting segala persyaratan telah terpenuhi dan
melakukan pemberkatan digereja saja sudah cukup dan dianggap sah setelah
melakukan pemberkatan.69
Adat dengan agama yang dianut anggota masyarakat, segitu jauh tidak
68
Marin, Orang Karo Diantara Orang Batak, Sora Mido, Jakarta, 2004, h.37.
69
Ibid
adat tidak dapat dihilangkan dari masyarakat karena adat telah mendarah daging
saling tolong menolong dalam menanggung beban juga untuk mempraktekkan dan
menjalankan cara hidup yang tulus, istri harus menghormati suaminya dan suaminya
Agama yang dianut masyarakat Karo saat ini akan selalu berusaha untuk
menyelaraskan diri dengan adat yang ada dikampung tersebut demi terjalinnya
hubungan yang baik antara adat dan agama. Proses perkawinan yang dilakukan secara
Tujuan perkawinan menurut hukum agama, berbeda antara agama yang satu
dan agama yang lain. Menurut hukum Islam tujuan perkawinan yang sah dalam
masyarakat adalah mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur. Jadi tujuan
70
Ridwan Piliang, Perilaku Perkawinan Dalam Membangun Rumsh Tangga Bahagia, Perdana
Publishing, Medan, 2011, h.37.
71
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar MajuBandung, 2007, h. 23.
pemberkatan di gereja dengan mengikuti peraturan yang telah ditentukan oleh gereja
karena cinta.72
Kalau dilihat secara adat, perkawinan semarga dalam Klan sembiring tidak
boleh dilakukan namun jika sudah saling menyayangi dan mencintai kenapa harus
72
Hasil wawancara dengan Darmina Br. Sembiring Meliala, Masyarakat Desa Tanjung Pulo
Kecamatan Tiga Nderket Kabupaten karo, Tanggal 22 Mei 2017.
73
Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung, Citra Aditya Bakti,
1991, h. 1
74
ibid
yang akan dapat menjadi pedoman bagi warga masyarakat dalam masa
perubahan sosial dapat bersumber pada masyarakat itu sendiri dan yang
yang bersumber pada masyarakat itu sendiri adalah antara lain, bertambah dan
faktor yang mendorong atau menunjang dan yang menghambat. Diantara faktor-
faktor yang mendorong dapatlah disebutkan kontak dengan kebudayaan lain, sistem
pendidikan yang maju, toleransi terhadap prilaku yang menyimpang, stratifikasi yang
adanya faktor-faktor yang menghambat seperti kurangnya atau tidak ada hubungan
tertanam dengan kuat sekali, rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi
ideologis dan mungkin juga adat istiadat yang melembaga dengan kuat.
berawal dari peranan ajaran agama yang dianut dalam masyarakat yang
perubahan-perubahan sosial adalah hasil dari proses yang amat kompleks, dimana
antara semua faktor terdapat hubungan saling mempengaruhi dan saling menentukan.
ekonomi. Pendapat Weber mengenai yang disebut belakangan ini bersifat negatif
dan perubahan sosial lebih dulu perlu dilihat tempat hukum itu di dalam kerangka
itu bertitik tolak dari tindakan individu bahkan juga dapat dikatakan bahwa teori
75
Ibid
76
Satcipto Rahardjo..Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung, Alumni, 1983, h. 295.
Pada teori Parsons, tindakan individu pada tempatnya yang pertama tidaklah
dilihat sebagai suatu kelakuan biologis melainkan sebagai suatu kelakuan bermakna.
Tindakan seseorang itu senantiasa ditempatkan dalam suatu kaitan (sosial) tertentu
atau dengan perkataan lain merupakan tindakan yang berstruktur. Dengan demikian,
perhatian Parsons tertuju pada penyusunan konsep yang lengkap mengenai sistem
tindakan dan melihat sistem sosial sebagai suatu sistem yang terbuka yaitu yang
selalu mengalami proses saling pertukaran dalam bentuk masukan, dan keluaran
dengan lingkungannya.78
karena sifat hakekat dari prilaku-prilaku sosial. Artinya karena manusia selalu
mengadakan interaksi dengan sesamanya dan dengan adanya gerak serta tujuan dari
77
Ibid
78
Ibid. h. 25-30.
Desa Tanjung Pulo Kecamatan Tiga Nderket ini sama seperti perkawinan pada
masyarakat karo pada umumnya. Di kalangan orang Karo, Merga Silima, Rakut
Sitelu, Tutur Sepuluhsada (berasal dari tutur siwaluh dengan tambahan 3 tutur/
panggilan secara umum yang dapat diberikan kepada setiap orang karo, dan
prosesi awal pernikahan yaitu maba belo selambar/ ngembah belo selambar yang
3. Sembuyak adalah orang-orang yang bersaudara (satu ayah, ibu) satu kakek
79
Hasil wawancara dengan Karta Bangun, Sekertaris Desa Tanjung Pulo Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 20 Mei 2017
55
8. Senina sepengalon adalah anak perempuan yang kawin dengan pria yang
9. Anak beru adalah permpuan yang mengambil isteri atau keluarga atau marga
tertentu.
11. Anak beru singukuri adalah anak beru dari anak beru menteri.
Senina sepemeren dan senina sepaaribanen adalah anak dari puang (dari
berasal dari diri sendiri/ keluarga pihak laki-laki pelamar.Tutur siwaluh atau
Jika akan diadakan perkawinan, maka harus tertulis jelas Sijalapen atau
80
Hasil wawancara dengan Karta Bangun, Sekertaris Desa Tanjung Pulo Kecamatan Tiga
Nderket Kabupaten Karo, Tanggal 20 Mei 2017
e. Anak beru singerana adalah anak beru taneh yang telah begitu lama
f. Anak beru cekoh baka adalah anak beru yang secara langsung dapat
cekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala
mama.
keluarga dan dalam keluarga menjadi anak beru iangkip atau anak beru
iperdemui.
a. Gelar Bapa Simupus adalah nama ayah kandung/ nama kakek dari
ayah;
d. Anak beru singerana adalah anak beru langsung dari empung. Tapi
lambat laun anak beru tersebut dinyatakan ialah anak beru setingkat
nenek. Anak beru tersebut tetap dihargai termasuk saudara anak dan
cucunya;
e. Anak beru cekoh baka adalah anak beru yang secara langsung dapat
dalam keluarga itu dia menjadi anak beru iangkip atau anak beru
iperdemui;
Selain itu perlu juga diketehui Batang Tumba atau yang menerima mas
yang kawin;
Prosesi dan berbagai macam varian yang komplek dari sistem perkawinan
dalam adat Karo diatas akan sangat jarang ditemukan dewasa ini, bahkan mungkin
hampir tidak ada lagisecara umum yang masih berlangsung secara kronologis
Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak
adalah suatu upacara untuk meminang seorang gadis menurut adat Karo
82
Hasil wawancara dengan Karta Bangun, Sekertaris Desa Tanjung Pulo Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 20 Mei 2017
beserta seluruh anak saudara terdekat yang sudah ada peranannya masing-
perempuan dan untuk sarana Mbaba Belo Selambar tersebut pihak pria
membawa :
83
Hasil wawancara dengan Karta Bangun, Sekertaris Desa Tanjung Pulo Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 20 Mei 2017
Pada acara maba belo selambar terdapat tiga tingkatan, yaitu :84
merupakan suatu upaca untuk meminang seorang gadis menurut adat Karo
beserta seluruh sanak saudara terdekat yang sudah ada peranannya masing-
c. Nganting Manuk
wanita guna membicarakan gantang tumba/ unjuken ras mata kerja yang
artinya adalah tentang masalah pesta daan pembayaran (uang mahar) yang
kekerabatan patrilenal adalah eksogami, yaitu pada prinsipnya orang Batak harus
kawin dengan marga yang lain, atau dengan kata lain bahwa pada prinsipnya
pertahankan oleh para ketua adat dan orang tua sampai saat ini.
antara marga yang berbeda. Dengan kata lain bahwa tidak selalu bahwa marga
laki bermarga Sembiring kawin dengan wanita beru Ginting.Dalam hal ini jelas
bahwa laki-laki yang mau kawin berasal dari marga yang berbeda, dengan marga
si wanita.Seandainya wanita yang bermarga Ginting itu punya adik laki-laki maka
adik wanita tersebut tidak diperbolehkan kawin dengan seorang wanita saudara
dari kakak iparnya tadi.Walaupun laki-laki dalam hal ini berbeda marga dengan
connibium.
85
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei
2017
Sembiring diperbolehkan menikah dengan orang tertentu dari marga yang sama
asal klannya berbeda. Misalnya dalam Marga Perangin-nangin antara Bangun dan
terbagi atas dua bagian yaitu antara Sembiring Siman Biang dengan Sembiring Si
Sembiring Keloko sampai saat ini tidak diperbolehkan adanya perkawinan dengan
kecuali antara Sebayang dan Sitepu atau antara Sinulingga dengan Sembiring
Tekang yang disebut sejanji atau berdasarkan perjanjian, karena pada tempo dulu
terjadi hanya pada merga Sembiring Milala dan merga Sembiring Depari.
Milala dan Sembiring Depari terjadi oleh latar belakang berupa legenda.88
86
Hasil wawancara dengan Karta Bangun, Sekertaris Desa Tanjung Pulo Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 20 Mei 2017
87
Hasil wawancara dengan Karta bangun, Sekertaris Desa Tanjung Pulo Kecamatan Tiga
Nderket Kabupaten Karo, Tanggal 20 Mei 2017.
88
Hasil wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Pengetua Adat Karo, Tanggal 20 Mei
2017.
Sembiring Depari adalah satu nenek moyang yang berasal dari India.Milala dan
berasal dari ritual yang disebut Ngombak.Ritual ini dilaksanakan bagi orang-orang
di sungai melalui sebuah perahu mini yang dihiasi. Pada prosesi menghanyutkan
abu jenazah, maka akan diikuti pula oleh ritual meratapi kepergian anggota
keluarga yang telah meninggal dunia tersebut. Agar prosesi penghanyutan abu
jenazah dan ritual meratapi dapat berjalan dengan maksimal ketika ada diantara
anggota keluarga yang meninggal dunia, maka maka para anggota keluarga dari
menghanyutkan batang pisang yang dijadikan sebagai simbol dari pada mayat
sehingga hal ini membuat kelompok lain di luar marga ini merasa takut dan risih
masyarakat, muncul pula larangan dari masyarakat luar agar tidak mengawini para
tidak ada lagi merga lain yang mau menikah dengan kelompok Sembiring
Singombak, sehingga pada akhirnya semua anak gadis dan anak jejaka mereka
sulit untuk mendapatkan pasangan hidup. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
pertemuan untuk membuat suatu kesepakatan supaya atara merga mereka dapat
Singombak menjadi dua bagian, yaitu menjadi Sembiring Milala dan Sembiring
itu pula dibuat kesepatakan, bahwa antara Sembiring Milala dan Sembiring Depari
terbagi dalam klan-klan yang kecil disebut klan/clan, dan kesatuan yang terkecil
berdasar pandangan yang bersifat religio magis, melalui garis ayah laki-
untuk mempertahankan garis bapak itu, yaitu kawin jujur atau sering disebut
eksogami jujur.
peraturan satu dengan yang lainnya berbeda hukum adat umpamanya, untuk
melakukan perkawinan sangat banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh orang
yang hendak melangsungkan perkawinan, oleh karena hukum adat banyak aturan-
aturannya yang diambil dari hukum agama disamping ketentuan adat semata-
mata.
tidak dilakukan tanpa menghiraukan ketentuan adat belum dianggap sebagai suatu
bahkan sekarang di semua lingkungan adat peran agama merupakan yang sangat
dominan sebab bagaimanapun juga acara puncak dari suatu perkawinan (akad
nikah) dilakukan atas dasar ketentuan agama akan tetapi walaupun demikian
ditentukan oleh hukum adat agar dapat terhindar dari penyimpangan dan
pelanggaran yang tidak diinginkan, yang akan menjatuhkan martabat keluarga dan
kerabat bersangkutan.89
Perkawinan ini disertai dengan pemberian uang jujur sebagai pelepas calon
istri serta pengganti keseimbangan lahir dan bathin dari keluarga laki-laki kepada
keluarga calon istri.Uang jujur tersebut diserahkan oleh keluarga pihak calon
89
Hasil wawancara dengan Karta Bangun, Sekertaris Desa Tanjung Pulo Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 20 Mei 2017
suami kepada keluarga pihak calon istri maka dengan demikian lepaslah sudah
wanita tersebut dari keluarga asalnya dan masuk ke dalam keluarga suami.90
maka si anak yang lahir itu tidak menuruti marga dari si perempuan melainkan
menuruti marga dari laki-laki yang menjadi suami si perempuan itu (ayah si anak
tersebut).Dan inilah sebenarnya yang menjadi inti dari masyarakat patrilineal yang
akibat karena jika tidak, tanpa jujur maka tidak ada perkawinan menurut hukum
eksogami jujur ini maka dipertahankan pula garis keturunan bapak itu.
meliputi : Maba Belo Selambar yaitu upacara meminang gadis menurut adat Karo
90
IGN Sugangga, Hukum Adat Waris Pada Masyarakat Hukum Adat Yang Bersistem
Patrilineal Di Indonesia.1988, h. 11
besarnya unjuken (uang jujur) yaitu mas kawin yang harus diterima oileh pihak
perempuan, Kerja Nereh Empo adalah hari yang telah ditentukan untuk
belah pihak hadir untuk memuliakan pesta perkawinan dan terakhir adalah Mukul
yang dilakukan pada malam hari setelah pesta perkawinan dilaksanakan sebagai
acara puncak yang merupakan bagian terpenting karena dihadiri oleh rakut sitelu
berperan adalah sangkep enggeloh yang terdiri dari Merga Silima, Rakut Sitelu
dan Tutur Siwaluh, misalnya dalam perkawinan, kelahiran, kematian dan lain-
lain.92
Merga Silima adalah lima marga yang terdapat dalam Suku Karo, yaitu :93
a. Marga Ginting, terdiri dari sembilan klan, yaitu : Ginting Pase, Ginting
91
Darwan Prinst, Op.Cit, h. 294
92
Hasil Wawancara dengan Daniel Sitepu, Kepala Desa Tanjung Pulo Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 21 Mei 2017
93
Darwan Prinst, Op. Cit, h. 26-42
e. Marga Tarigan, terdiri dari lima belas klan, yaitu : Tarigan Tua,
Rakut Sitelu adalah sebagai perwujudan lebih lanjut dari adanya Merga
Silima sehingga masyarakat Karo membagi diri atas tiga kelompok menurut
94
Ibid, h. 286
95
ibid
istri dari keluarga/marga tertentu, yang secara umum dapat dibagi atas
keluarga kita.
2) Anak Beru Dareh/Anak Beru Ipupus adalah anak dari bibi atau
anak dari saudari kita atau yang lahir dari ibu yang berunya
3) Anak Beru Cekoh Baka adalah anak beru yang telah kawin
96
Ibid, h.. 287
mendirikan kuta.97
dengan Marga Ketaren. Oleh karena itu anak beru dari Marga
2) Anak Beru Menteri adalah anak beru dari anak beru, dalam
lape-lape.
3) Anak Beru Ngikuri adalah anak beru dari anak beru menteri. 98
97
Ibid, h. 287-288
98
Ibid, h. 288-289
agung).
bere-bere.
99
Ibid, h. 289-291
kelam-kelam;
ciken-ciken.
menjadi kampah;
yaitu:
puang kalimbubu.
100
Ibid, h. 46-55.
kepada setiap orang Karo, sedangkan untuk yang kedelapan adalah penghargaan
a. Sembuyak;
c. Anak Beru (Angkip, Dareh, Cekuh Baka, Cekuh Baka Tutup, Tua,
h. Teman Meriah.
tertentu, yang dikelilingi oleh senina, anak beru dan kalimbubunya.Sukut dalam
pesta perkawinan akan menerima uang jujuran berupa bena emas (erdemu bayu)
atau batang unjuken (petuturken), misalnya dalam perkawinan sukut adalah orang
101
Darwan Prinst, Sejarah dan Kebudayaan Karo, Medan , Cv. Yrama, 1984, h. 69.
disamakan dengan fungsi trias politiqa (pemisahan kekuasaan pada tiga badan),
seperti digambarkan oleh Montesqieu dalam bukunya L’spirit des loi, yaitu :
102
Ibid, h. 67.
103
Hasil Wawancara dengan Daniel Sitepu, Kepala Desa Tanjung Pulo Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 21 Mei 2017
104
Hasil Wawancara dengan Daniel Sitepu, Kepala Desa Tanjung Pulo Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 21 Mei 2017
rela seperti terjadi apabila puteri kalimbubu mendapat aib dan tidak
b. Kalimbubu
berselisih masih tidak ada yang mau mengalah. Hal ini sesuai
3) Senina
kenangan.
b. Kalimbubu, yaitu :
(diprioritaskan).
c. Senina, yaitu :
Pada perkawinan dalam masyarakat Karo, saat sebelum upacara dan saat
menentukan apakah perkawinan itu sudah berjalan atau belum sesuai dengan
adat.Pada saat ini peran rakut sitelu amat menentukan dalam pelaksanaan
perkawinan.105
khususnya sembiring dengan sembiring tidak dilarang, akan tetapi tidak semua
marga sembiring bisa kawin dengan sembiring yang lain. Adapun berbagai alasan
yang didapat karena asal usul marga sembiring di kabupaten Karo tidak sama.
105
Hasil Wawancara dengan Daniel Sitepu, Kepala Desa Tanjung Pulo Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 21 Mei 2017
berasal dari Batak Toba, misalnya disana marga silalahi, haloho. Sedangkan
sembiring brahmana, sembiring guru kinayan, sembiring pelawi, ini berasal dari
india (Pakistan). Istilah brahmana langsung diambil alih dari kasta brahmana di
India.Hal ini dapat dibuktikan dari postur tubuh (face muka) yang memang mirip
dengan orang Tamil. Oleh karena itu terhadap marga sembiring yang bukan
berasal dari Batak Toba boleh saling kawin dengan yang berasal dari Batak Toba
Akan tetapi harus diperhatikan bahwa dalam adat Karo, ada marga
sembiring yang sudah disahkan sebagai senina kuranan (senina sebagai perantara
dan menjadi juru bicara dari marga sembiring yang lainnya. Seperti contoh
sembiring meliala adalah senina kuranan (juru bicara ) dari sembiring kembaren,
sembiring keloko, sembiring sinulaki dalam peristiwa adat, baik itu sukacita
ikut juga dipengaruhi sehingga harus dibuat jalan keluar dari peristiwa adat yang
terjadi.Contohnya saja pada tahun 2013 yang lalu di Desa Tanjung Pulo
(sebuah kain sarung sebagai tanda dia beritikad baik untuk mengawini perempuan
tersebut. Oleh karena itu dalam adat karo ada jalan keluarnya yaitu I pedalan
106
Hasil Wawancara dengan Pindon Sembiring, Penduduk Desa Tanjung Pulo
Kecamatan Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 22 Mei 2017
misalnya: pinang, rokok, gambir, tembakau yang disampaikan oleh anak beru
laki-laki kepada sukut atau yang semarga dengan bapak atau orang tua dari
(diperbolehkan),107
dalam klan Sembiring juga melalui tahap-tahap yang sama seperti perkawinan
pada umumnya yang terjadi pada masyarakat Karo yaitu tetap melewati tahap
Maba Belo Selambar, Nganting Manuk, Kerja Nereh Empo dan Mukul.
yang luas.Bukan hanya sekedar saat dimana seorang laki-laki dan seorang wanita
datang ke catatan sipil bagi orang yang bukan beragama islam dan saat datang ke
kantor urusan agama bagi orang yang beragama islam. Proses yang terjadi
sebelum upacara itu dan sesudah upacara adalah merupakan hal yang penting
bapak, keturunan pihak bapak dinilai lebih tinggi serta hal-haknya pun lebih
banyak.
107
Hasil Wawancara dengan Daniel Sitepu, Kepala Desa Tanjung Pulo, Kecamatan
Tiganderket Kabupaten Karo, Tanggal 21 Mei 2017
―Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
Pengertian diatas merupakan pengertian yang paling dasar dan hakiki dari
suatu perkawinan.Ikatan lahir dan batin dimaksudkan bahwa perkawinan itu tidak
hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau ikatan batin saja tetapi harus kedua-
duanya.
seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami
itusendiri tidaklah sekedar sesuatu kegiatan dua insan yang berbeda hanya terbatas
perkawinan masyarakat Karo pada umumnya. Hal ini dapat terjadi karena
perkawinan semarga dalam klan Sembiring telah diakui dan diterima dalam
masyarakat Karo, yaitu apabila telah melewati tahapan Maba Belo Selambar yang
waktu perkawinan, persiapan perkawinan, besarnya unjuken atau mas kawin yang
harus diterima pihak perempuan, dan lain sebagainya. Per nikahan secara agama
juga dapat dilakukan sekaligus dalam tahapan ini, Kerja Nereh Empo atau upacara
dari kedua mempelai yang dapat dilakukan sekaligus dengan acara nggalari
hutang man kalimbubu atau membayar hutang pada pihak wanita. Dan tahapan
terakhir yaitu Mukul sebagai syarat sahnya perkawinan, yang dilaksanakan pada
diakui apabila telah dilakukan menurut tata cara perkawinan adat karo yaitu telah
tentang upacara perkawinan), kerja nereh empo (pesta adat), dan mukul (syarat
sahnya perkawinan).
tidak dapat ketinggalan perhatian umum terhadap kedudukan suami isteri dalam
masyarakat secara yang ditujukan kepada prinsip persamaan hak dan persamaan
kewajiban.108
garis keturunan dari garis laki-laki. Untuk tetap dapat mempertahankannya maka
atau uang yang dapat dilakukan pada saat perkawinan maupun setelah perkawinan
dilepaskan dari ikatan klannya dan dimasukkan ke dalam klan suaminya sehingga
suami.109
terbatas namun tetap mempertahankan sistem jujur sehingga istri tetap masuk
klan suami.
antara suami dengan isteri, terutama yang menyangkut soal hak dan
108
R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sumur bandung,
Jakarta,1991, H. 64.
109
Hasil wawancara dengan Daniel Sitepu, Kepala Desa Tanjung Pulo, Kecamatan Tiga
Nderket Kabupaten Karo, Tanggal 21 Mei 2017
85
―Antara suami dan isteri diberikan hak dan kedudukan yang seimbang baik
masyarakat‖.
―Adanya hak dan kedudukan yang seimbang ini dibarengi dengan suatu
kewajiban yang sama pula untuk membina daan menegakkan rumah tangga yang
hormat menghormati, setia dan member bantuan lahir batin.Suatu rumah tangga
yang dibina, haruslah mempunyai tempat kediaman yang tetap, yang untuk itu
hukum.Umpamanya seorang isteri dapat saja mengadakan perjanjian, jual beli dan
Berdasarkan kodrat dan untuk pembagian kerja, maka antara suami dan
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
110
Hasil wawancara dengan Daniel Sitepu, Kepala Desa Tanjung Pulo, Kecamatan Tiga
Nderket Kabupaten Karo, Tanggal 21 Mei 2017
sedangkan isteri adalah ibu rumah tangga.Isteri sebagai ibu rumah tanga, tentulah
berarti perempuan tersebut mengikatkan diri pada perjanjian untuk ikut pihak
suami, baik pribadi maupun harta benda yang dibawa akan tunduk pada hukum
adat suami, kecuali ada ketentuan lain yang menyangkut barang-barang bawaan
istri tertentu.
janda melakukan tindakan hukum berupa pengembalian uang jujur yang semula
Akibat hukum yang terjadi dari sistem ini adalah istri karena
yang ada milik bapak (suami) yang nantinya diperuntukkan bagi anak-anak
keturunannya.
111
Ibid, h. 73
berdasar pandangan yang bersifat religio magis, melalui garis ayah laki-
untuk mempertahankan garis bapak itu, yaitu kawin jujur atau sering disebut
eksogami jujur. Ini berarti suatu keharusan, laki-laki dan perempuan itu berlainan
klan, dengan pemberian barang yang bersifat religio magis itu, perempuan
dilepaskan dari ikatan klannya dan dimasukkan ke dalam klan suaminya dan
eleutherogami terbatas namun tetap mempertahankan sistem jujur yaitu istri tetap
Dalam hal perkawinan melaahirkan anak, maka kedudukan anak serta bagaimana
Sebelum sampai pada persoalan hak dan kewajiban antara orang tua dan
disebutkan dalam pasal 42, 43, dan 44, yang terpenting adalah pernyataan bahwa
112
H.M. Anshary, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015,
h. 12.
yang dianggap anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat
perkawinan yang sah. Tentang hak dan kewajiban antara orang tua dan anak diatur
kewajiban yang timbal balik antara anak dan orang tua dipengaruhi oleh susunan
ayah ibunya dan ada tidaknya pertalian adat diantara sianak dan orang tua.Dalam
diutamakan adalah kewangsaan ayah dan pada umumnya berlaku adat perkawinan
kekerabatan suami.114
Ditentukan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka
sebaik-baiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri dan terus
walaupun perkawinan antara orang tua itu putus.Disamping kewajiban itu, orang
tua menguasai pula anknya sampai anak berumur 18 tahun atau belum pernah
kawin.Kekuasaan itu juga meliputi untuk mewakili anak tersebut mengenai segala
dicabut atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus
keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang,
dengan alasan kalau orang tua tersebut sangat melalaikan kewajibannya atau
113
Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghia Indonesia, Jakarta, 1976, h. 34
114
Hilman Hadikusuma, Hukum Kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta, 1987, h. 33
115
Waluyudi, Hukum Perlindungan Anak, Mandar Maju, Bandung, 2009, h. 8.
Kekuasaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu selama mereka berdua
menghormati dan mentaati kehendak orang tua yang baik.Dan apabila anak telah
orang seorang dan orang lain. Dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan
darah, jadi yang tunggal leluhur, adalah keturunan yang seorang dari yang lain.
Sedangkan apabila dilihat dari sudut kekerabatan adat maka istilah orang tua
sebenarnya dapat dibedakan antara orang tua dalam arti sempit yaitu ibu dan ayah
biologis dan orang tua dalam arti luas yaitu termasuk pula saudara sekandung
ayah menurut garis lelaki atau saudara sekandung ibu menurut garis wanita. Di
lingkungan masyarakat kebapakan jika orang tua tidak dapat mengurus kehidupan
anak-anaknya, maka tanggung jawab itu beralih dengan sendirinya kepada paman
jawab maka tanggung jawab itu beralih kepada paman saudara sekakek dan
seterusnya. Sehingga selama rasa tanggung jawab kekerabatan itu masih kuat
berlaku, maka selama itu akan kecil sekali kemungkinan terjadinya anak-anak
yang tidak terurus. Sedangkan hubungan anak-anak dengan ibunya dan kerabat
ibunya menurut hukum adat Karo secara hukum tidak ada, tetapi secara moral
116
Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, h. 21.
kerabat ibunya.
Menurut hukum adat Karo, bukan saja kedua orang tua yang wajib
memelihara dan mendidik anak-anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan tapi
kewajiban itu juga dapat diberikan kepada saudara-saudara laki-laki dari ayahnya.
Demikian juga halnya dalam perkawinan semarga dalam Klan Sembiring karena
tetap memakai sistem perkawinan dalam bentuk jujur maka anak-anak yang
anak dengan ibunya dan kerabat ibunya secara hukum tidak ada, tetapi secara
dalam klan Sembiring dengan kerabat ayahnya sangat erat karena posisi kerabat
tanggung jawab ayah apabila ayahnya itu meninggal dunia. Selain itu, anak-anak
tersebut dapat juga bertindak sebagai ahli waris dalam keluarga kerabat ayahnya
adat Karo secara hukum tidak ada, tetapi secara moral menyatakan bahwa anak-
anak yang dilahirkan dari perkawinan itu mempunyai kewajiban untuk mengabdi
Disamping soal hak dan kewajiban, persoalan harta benda atau harta
dan suatu ikatan perkawinan. Salah satu syarat untuk tetap hidup manusia
menghasilkan upah dan dari upah dibelikan makanan pakaian dan keperluan
bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta bawaan dari masing-
masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing suami dan
isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan
117
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,
Jakarta, Sinar Grafika, 2006, h. 369.
118
Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Indonesia Legal Center
Publishing, Jakarta, 2011, h. 35
perkawinan putus maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya masing-
dasar materiil bagi kehidupan keluarga tersebut. Harta tersebut dinamakan harta
sebagai warisan
b. Harta suami dan isteri yang didapatkan atas hasil usahanya sebelum
perkawinan
Harta perkawinan menurut hukum adat adalah semua harta yang dikuasai
suami dan isteri selama mereka terikat dalam perkawinan, baik harta kerabat yang
dikuasai, maupun harta perseorangan yang berasal dari harta warisan, hibah, harta
penghasilan sendiri, harta pencarian hasil bersama suami dan isteri, dan barang-
barang hadiah.121
tersebut terjadi pada saat mereka (suami istri baru) memisahkan diri dari orang tua
yang laki-laki. Pada saat mereka memisahkan diri dari orang tua laki-laki,
119
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan Upacara
Adatnya, Citra Aditya Bakti, Bndung, 2003, h. 155
120
Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Keluarga, Alumni, Bandung, 1980, h. 61.
121
Sonny Dewi Judiasih, Harta Benda Perkawinan, PT. Refika Aditama, Bandung, 2015,
h. 7.
biasanya orang tua laki-laki akan memberikan modal sebagai bekal untuk mereka
berupa pemberian tanah, sawah, ladang, kebun yang akan masuk menjadi harta
kekayaan berupa pemberian orang tuanya misalnya berupa perhiasan dari emas
atau alat-alat rumah tangga yang nantinya juga masuk menjadi harta kekayaan
Kedua macam harta yang tersebut di atas merupakan pemberian dari kedua
orang tua mereka masing-masing yaitu dari orang tua laki-laki dan orang tua
Disamping itu, ada juga harta yang didapat setelah mereka memisahkan
diri dari tempat tinggal orang tua laki-laki atau harta yang didapat selama
perkawinan yang disebut Harta Bekas Encari (Harta Bersama).Harta seperti ini
tidak dipersoalkan dari pihak mana yang mencari, artinya baik yang diusahakan
oleh suami ataupun istri selama perkawinan, termasuk harta bekas encari dan
Jadi, dalam setiap rumah tangga pada masyarakat Karo terdiri dari Harta
Ibaba (Harta Bawaan) baik harta bawaan suami maupun harta bawaan istri dan
perkawinan yang biasanya merupakan pemberian dari orang tua kedua belah
pihak tetap menjadi harta bawaan sedangkan untuk harta yang didapat selama
perkawinan menjadi harta bersama. Apabila terjadi perceraian maka harta bawaan
kembali menjadi masing-masing pihak suami istri tetapi khusus untuk harta
rumah tangga.
pasal 37. Ditentukan bahwa tentang harta benda yang diperoleh selama
memperoleh harta karena hadiah atau warisan, maka harta tersebut tetap masing-
dengan persetujuan salah satu pihak. Sedangkan mengenai harta bawaan, suami
yangdimaksud dengan hukumnya itu adalah hukum agama, hukum adat, dan
hukum-hukum lainnya.122
122
Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Graha Indonesia, Jakarta, 1976, h. 35
perkawinan, namun ada satu hal yang perlu dicatat adalah akibat hukum dari suatu
perkawinan terhadap harta benda yang diperoleh suami istri sebelum dan sesudah
perkawinan adalah timbulnya lebih dari satu kelompok harta dalam perkawinan
Hal ini menyebabkan harta bawaan yang dibawa oleh istri bukan
merupakan harta bersama sehingga apabila terjadi perceraian istri masih dapat
memiliki kembali harta bawaannya, tetapi tidak dapat meminta bagian dari harta
bersama.
123
Ibid
124
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, PT. Refika
Aditama, Bandung, 2013, h. 107.
masih dianut oleh kelompok masyarakat tertentu, dapat juga ikut membantu sesuai
kadar kepatuhan para warganya.125
karena adanya keyakinan bahwa mereka masih memiliki hubungan darah karena
Tiap-tiap individu suku Karo membawa tutor yang melekat dalam dirinya
yang diwarisinya dari pihak ayah dan ibunya. Ini membuktikan bahwa orang karo
menarik garis keturunan secara bilateral dari kebapakan dan keibuan sekaligus.
125
Moch Isnaeni, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung, PT. Refika Aditama, 2016,
h.58.
126
Sarjani Tarigan, Dinamika Orang Karo, Balai Adat Budaya Karo Indonesia,,
Kabanjahe, 2010, H. 121.
127
Hasil Wawancara dengan Malem Ukur Ginting, Tokoh Adat, Tanggal 20 Mei 2017
berupa dibuang dari kelompok masyarakat adat setempat dan sanksi adat berupa
akibat hukum layaknya perkawinan pada umumnya yaitu apabila dilakukan sesuai
dengan jalurnya yaitu baik menurut adat, agama dan hukum nasiaonal maka sah
A. Kesimpulan
1. Pada dasarnya perkawinanan antara merga Sembiring yang umum terjadi hanya
pada merga Sembiring Milala dan Sembiring Depari, sedangkan merga Sembiring
yang lain dilarang untuk saling menikah. Namun dari hasil penelitian pada
masyarakat Karo di desa Tanjung Pulo Kecamatan Tiga Nderket Kabupaten Karo,
jika terjadi perkawinan antara Sembiring, hal ini disebabkan karena faktor
2. Kedudukan hukum adat karo dalam perkawinan sesama marga sembiring dianggap
sah dan diakui apabila telah dilakukan menurut tata cara perkawinan adat karo
(musyawarah tentang upacara perkawinan), kerja nereh empo (pesta adat), dan
99
membawa tutur yang melekat dalam dirinya yang diwarisinya dari pihak ayah dan
ibunya.
B. Saran
masyarakat dan beserta ketua adat untuk melakukan sosialisasi yang ada pada
2. Perkawinan semarga dalam Klan sembiring pada dasarnya memang diakui karena
pergeseran agama. Namun untuk hukum yang hidup dalam masyarakat karo
khususnya marga sembiring sebaiknya tidak bergeser sehingga hukum yang hidup
walaupun anak tersebut lahir dari perkawinan semarga. Sedangkan untuk harta
a. Buku
Arifin, Muhammad, Teori dan Filsafat Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994.
Brata, Sumardi Surya, Metodelogi Penelitian, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1998.
Fajar, Mukti, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2010.
Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, PT. Refika
Aditama, Bandung, 2013.
Hage, Y, Markus, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,
Genta Publishing, Yogyakaarta, 2010.
Hanitijo, Roni, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1988.
Isnaeni, Moch, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung, PT. Refika Aditama, 2016.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1994.
Kharlie, Tholabi Ahmad, Hukum Keluarga Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2013.
Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, PT. Sofmedia, Medan, 2012.
Soekanto, Soerjono, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Cv. Rajawali, Jakarta, 1985.
___________, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung. Citra Aditya Bakti,
1991.
Sudiyat Iman, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 1981.
Surbakti, Bujur, S.K. Ginting, E.P. Ginting, Kamus Karo Indonesia, Yayasan Merga
Silima, Jakarta, 1996.
Tarigan, Sarjani, Dinamika Orang Karo, Budaya Dan Modernisme, Balai Adat
Budaya Karo Indonesia, Medan, 2008.
Wignjodipoero, Surojo ,Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, Cv. Haji Masagung,
Jakarta, 2004.
B. Peraturan Perundang-Undangan