Model Pembelajaran RME Dalam Pecahan Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Peserta Didik Kelas 5 SD Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

Model pembelajaran RME dalam Pecahan untuk

meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik kelas 5 SD


menghadapi era revolusi industri 4.0
Oleh Michael Tamboch
Jurusan Pendidikan Dasar Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan
tamboch.m@gmail.com

Abstrak
Artikel membahas model pembelajaran RME dalam pecahan untuk meningkatkan kemampuan berpikir
peserta didik kelas 5 SD menghadapi era revolusi industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 adalah era dimana
setiap hal yang dilakukan manusia dapat berintegrasi dengan penggunaan digitalisasi alat. Untuk
mendukung program ini diperlukan kebiasaan sejak kecil agar murid tidak canggung menggunakan
teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
berbasis pustaka dimana seluruh data diambil dari studi kepustakaan. RME sendiri adalah metode yang
dikembangkan di Belanda mengenai model pembelajaran matematika yang realistic dengan benda-benda
yang nyata atau konstruk. Model ini cukup baik digunakan pada jenjang sekolah dasar kelas 5 dimana usia
anak sekitar 10-12 tahun karena pada masa ini anak memasuki tahap operasional konkret dimana setiap
proses belajar, anak harus melihat secara nyata objek benda yang dipelajarinya. Dalam bidang matematika,
salah satu materi yang diajarkan di kelas 5 yakni pecahan. Konsep pecahan adalah pengembangan dari
pembagian yang sudah diajarkan di kelas sebelumnya. Dengan melihat benda nyata secara langsung saat
belajar pembagian ditambah berbagai media video yang mendukung, diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir peserta didik.

Kata kunci: RME, pecahan, revolusi industri 4.0

Abstract
This article discusses the RME learning model in fractions to improve the thinking ability of 5th grade
students facing the era of industrial revolution 4.0. Industrial Revolution 4.0 is an era where everything that
humans do can integrate with the use of digitizing tools. To support this program, it is necessary to have a
habit from childhood so that students do not awkwardly use technology in everyday life. The method used
in this study is library-based research where all data is taken from library studies. RME is a method
developed in the Netherlands regarding learning models of mathematics that are realistic with objects that
are real or construct. This model is quite good to use in grade 5 elementary school where the age of children
is around 10-12 years because at this time the child enters the concrete operational stage where each learning
process, the child must see the object of the object being studied in real life. In the field of mathematics,
one of the material taught in class 5 is fractions. The concept of fractions is the development of the division
that has been taught in the previous class. By looking at real objects directly when learning division plus
various supporting media media, it is expected to improve students' thinking skills.
Keywords: RME, fraction, Revolution Industry 4.0

Pendahuluan
Definisi mengenai Industri 4.0 beragam karena masih dalam tahap penelitian dan
pengembangan. Kanselir Jerman, Angela Merkel (2014) dalam (Prasetyo
2018:19)berpendapat bahwa Industri 4.0 adalah transformasi komprehensif dari
keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan teknologi digital dan
internet dengan industri konvensional. Seperti kita ketahui, konsep mengenai link and
match antara sekolah dan dunia kerja haruslah sejalan dan terdapat sinkronisasi, untuk itu
para murid di sekolah sebaiknya sudah diperkenalkan dengan berbagai teknologi dalam
proses pembelajaran agar tidak mengalami kebingungan atau siap bekerja setelah lulus
sekolah.
Belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun
secara fisiologis. Psikologis berarti proses mental seperti berfikir sedangkan fisiologis
berarti aktivitas yang merupakan proses penerapan atau eskperimen membuat karya
(Rusman 2015:13). Untuk menunjang kemampuan fisiologis tersebut diperlukan media
yang dapat memudahkan murid dalam mengerjakan dan melakukan berbagai aktivitas
motorik. Untuk menjawab tantangan revolusi industri 4.0 media yang digunakan pun
tidak lagi hanya bersifat seadanya seperti penggunaan kertas, spidol dll namun juga media
elektronik seperti laptop, infocus, internet dan lain sebagainya.
Salah satu materi pelajaran dalam tematik di SD adalah Matematika. Matematika
merupakan ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern yang
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia,
perkembangan dibidang IPTEK dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit (Miedawati 2014 dalam
Simatupang dan Surya, 2017:1). Saat ini disatukan dalam satu pelajaran yang sudah
terintegrasi dalam pembelajaran tematik.
Selama ini pelajaran matematika saat masih berdiri sendiri kurang diminati. Hal
ini terlihat karena selama beberapa pertemuan, guru masih mengharuskan setiap murid
dalam menghafal rumus tanpa menjelaskan konsep dengan alat bantu yang nyata dapat
dilihat ataupun dipegang peserta didik. Sehingga timbullah anggapan bahwa pelajaran ini
merupakan salah satu pelajaran menghafal dan memecahkan masalah. Peserta didik
masih belum mampu menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Dalam hasil
pekerjaan di atas, peserta didik tidak dapat mengidentifikasi permasalahan. Siswa
langsung membuat alternatif penyelesaian masalah tanpa menganalisis permasalahan
dengan baik (Purba, Surya dan Syahputra, 2017:2). Dengan mengidentifikasi
permasalahan yang ada menggunakan RME ( Realistic Mathematic Education) peserta
didik akan terbantu dalam pemecahan masalah dan akan termotivasi untuk terus menggali
dan menambah rasa ingin tahu akan materi pecahan ini.

Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian berbasis pustaka. Penelitian ini mencoba mencari
berbagai data dari literatur yang ada (Purwanti, 2017:130). Literatur yang digunakan
mulai dari buku, berbagai artikel berbasis penelitian maupun pemikiran serta jurnal
lainnya. Berbagai pengetahuan yang didapatkan coba dihimpun dengan baik dan
dikolaborasikan dengan pengalaman dan pengetahuan penulis sebagai guru sekolah dasar
kelas 5. Materi pecahan dalam matematika sendiri merupakan suatu konsep dasar dalam
pembelajaran berikutnya, sehingga diperlukan kajian dan pemikiran yang mendalam
mengenai materi ini. Setelah semua data diambil, kemudian di analisis dan dievaluasi
dengan baik. Setelah proses tersebut selasai, hasil dari evaluasi tersebut dituangkan dalam
penulisan analisis deskriptif.
Hasil Penelitian
Untuk menghadapi revolusi industri 4.0 diperlukan suatu model pembelajaran
yang menggunakan perangkat digital dalam proses pembelajarannya. matematika dapat
menggunakan hal ini, seperti teleconference dengan murid lain saat proses pembelajaran
berlangsung, mengambil media dan informasi dari internet, membuat tayangan power
point yang menarik, membuat video yang kemudian di unggah kedalam berbagai platform
yang ada seperti youtube. Dengan membiasakan murid dalam menggunakan serta
memaksimalkan teknologi yang ada, diharapkan siap dalam ikut arus global menyambut
revolusi industri 4.0.
Matematika disadari sangat penting peranannya, oleh karena itu pelajaran
matematika perlu diberikan kepada peserta didik mulai dari pendidikan dasar hingga
keperguruan tinggi (Amalia dan Surya, 2017:9). Pernyataan ini sejalan dengan
penerapannya di Indonesia, yakni mulai sekolah dasar matematika sudah diajarkan.
Matematika membuat peserta didik menjadi lebih berpikir logis, sistematis dan struktur serta
dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu mata pelajaran yang
termasuk dalam USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) sebagai suatu bahan evaluasi saat
akan mengakhiri pembelajaran di kelas 6, salah satunya ialah matematika.Hal ini menunjukkan
bahwa pemerintah cukup serius melihat dan memahami pembelajaran matematika terutama di
tingkat sekolah dasar.
Dalam proses pembelajaran itu terdapat berbagai hal yang harus dipersiapkan
dengan baik. Untuk itu maka dibuat RPP (Rancangan Program Pembelajaran) yang berisi
Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), indikator, kegiatan awal, inti, penutup
pembelajaran hingga metode penilaian. Setiap pembelajaran yang ada sebaiknya
dirancang untuk mencapai seluruh indikator yang diharapkan. Untuk dapat melihat hal
ini diperlukan suatu metode yang dinamakan penilaian agar diperoleh pemahaman secara
utuh dan mendalam mengenai kemampuan murid dalam mencapai indikator tersebut.
Pecahan adalah suatu lambang yang memuat pasangan berurutan bilangan-
𝑝
bilangan bulat p (pembilang) dan q (penyebut) (q ≠ 0), ditulis dengan , untuk
𝑞
menyatakan nilai x yang memenuhi hubungan p:q= x ( Muhsetyo, dkk, 2015:4.5).
Pecahan sendiri merupakan pengembangan dari operasi hitung bilangan bulat dan
pembagian. Dimana ketika melakukan pembagian terdapat sisa atau tidak habis dibagi,
maka pecahan menjadi salah satu solusinya. Jenis pecahan sendiri ada beberapa macam,
mulai dari pecahan biasa yang hanya terdiri dari penyebut dan pembilang, pecahan
campuran selain memiliki penyebut dan pembilang terdapat juga bilangan bulat, pecahan
bentuk persen dan bentuk desimal. Peserta didik terkadang kesulitan memahami pecahan
dengan baik, sehingga guru harus menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk
digunakan di kelas.
Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan prinsip atau teori
pengetahuan. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya (Rusman, 2017:132-133). Setiap guru dapat memilih berbagai model
pembelajaran yang dianggap cukup relevan dan tepat digunakan dengan materi tertentu
di dalam proses pembelajaran. Bahkan bila memungkinkan dapat menggunakan
campuran dari berbagai model tersebut. Untuk materi pecahan di sekolah dasar kelas 5
akan digunakan model RME.
Realistic Mathematics Education (RME) is a Dutch learning approach first
introduced and developed by Freudenthal Institute in the Netherlands since 1970. RME
is based on the claim that the students work from the context that makes sense to enhance
the understanding of the mathematics (Dickinson & Hough, 2012 dalam Ardiyani,
Gunarhadi dan Riyadi, 2018:302). Model pembelajaran RME diperkenalkan pertama kali
di Belanda. Dengan model benda yang nyata saat mempelajari matematika diharapkan
peserta didik dapat lebih memahami dengan baik materi yang diajarkan oleh guru karena
melihat bendanya langsung secara nyata.
Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, tahap operasional konkret ketika
peserta didik berada di usia 6-12 tahun. Pada masa ini pikiran anak masih terbatas pada
objek –objek yang ia jumpai dari pengalaman-pengalaman langsung seperti berat benda,
warna ataupun strukturnya (Rusman, 2015:61). Peserta didik kelas 5 berada pada rentang
usia 10-12 tahun, sehingga termasuk dalam tahap operasional konkret. Pada tahap ini,
akan lebih mudah melakukan proses pembelajaran bila peserta didik melihat langsung
contoh benda yang nyata. Sehingga model pembelajaran RME pada materi pecahan cocok
untuk diterapkan di kelas 5 sekolah dasar.
Untuk menunjukkan bahwa siswa menguasai matematika ditandai dengan proses
pembelajaran dan hasil belajar matematika yang baik. Salah satu yang menyebabkan hasil
belajar yang baik adalah guru harus mempunyai strategi pembelajaran yang tepat
(Surya,2014:131). Model pembelajaran RME dianggap cukup tepat dalam memahami
dan mengatasi kebutuhan peserta didik maupun guru terutama dalam tingkat sekolah
dasar. Dengan pelatihan dan pembiasaan yang baik, RME dapat terus digunakan oleh
guru terutama beberapa materi matematika yang cukup tepat dikaitkan, salah satunya
yakni pecahan. Pecahan sendiri dapat dikaitkan dengan permasalahan yang ada di sekitar
peserta didik untuk dapat dipecahkan.
Peserta didik harus mampu berperan aktif dalam pemecahan masalah dalam
pembelajaran matematika. Peserta didik harus benar-benar mampu untuk mengkreasikan
masalah atau pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika (Fardani dan Surya,
2017:5). Guru dapat merancang dan mendorong peserta didik untuk benar-benar
memahami konsep pecahan dan menuntun untuk dapat menemukan masalah yang
berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. Karena jika pembelajaran matematika hanya
bertujuan memahami saja peserta didik kurang dapat menggunakan ilmu yang didapat
dalam memecahkan masalah di kemudian hari. Dalam kurikulum 2013 sendiri didorong
untuk dapat selalu pembelajarna diarahkan hingga mencapai berpikir tingkat tinggi
(HOTS) High Order Thinking Skill.
Dengan mengkaitkan model pembelajaran RME dengan materi pecahan pada
peserta didik kelas 5 sekolah dasar dapat dibuat berbagai cara. Guru bisa menggunakan
media sederhana seperti roti, kertas origami yang sudah dipotong simetris, satu lusin buku
ataupun pensil. Guru dapat mendorong peserta didik untuk mencoba membagi setiap roti
atau barang-barang tadi dengan jumlah yang sama banyak dan potongan yang adil.
Kemudian didorong untuk mencari permasalahan berkaitan materi pecahan yang sudah
diuji coba seperti membagi roti dengan adil walau jumlahnya tidak banyak atau
membagikan barang lainnya.
Setelah itu, agar lebih menarik setiap peserta didik dibagi dalam kelompok
tertentu. Hasil pembagian tersebut kembali dapat diterangkan dalam bentuk pecahan.
Guru dapat mulai menggunakan media tambahan seperti lcd untuk menayangkan
permasalahan lainnya seperti diskon saat berbelanja atau bentuk permasalahan lainnya.
Kemudian meminta tiap kelompok memikirkan suatu masalah yang dapat dipresentasikan
untuk dipecahkan dengan model RME tersebut. Saat presentasi, setiap kelompok dapat
memberikan komentar sebagai bahan evaluasi. Cara ini cukup efektif diterapkan di dalam
kelas, mengingat jumlah peserta didik yang cukup banyak dan juga dapat melatih rasa
tolong menolong antar sesama selain itu dapat menghemat waktu dibanding melakukan
presentasi secara individu.
Hasil presentasi peserta didik dapat diunggah ke berbagai kanal online seperti
youtube sehingga dapat bermanfaat bagi sekolah lain karena berbagi pengetahuan dan
model pembelajaran serta menunjukkan penggunaan media internet dalam hal yang
positif. Bila terdapat akses internet dan media yang cukup memadai, dapat dilakukan
teleconference antar sekolah yang kebetulan mempunyai materi atau jam belajar yang
sama sebagai sarana tukar pendapat dan pengalaman dari penggunaan RME dalam materi
ajar pecahan di sekolah dasar kelas 5.

Diskusi hasil penelitian


Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa penggunaan model pembelajaran
RME dengan materi pecahan di sekolah dasar kelas 5 tepat untuk digunakan. Selain sesuai
dengan teori belajar yang ada, peserta didik akan lebih mudah memahami materi ajar
dengan baik. Guru perlu merancang model pembelajaran sesuai kondisi kelas dan media
yang sekolah punya. Namun yang perlu menjadi tantangan ialah mengkaitkannya dengan
penggunaan teknologi saat atau sesudah proses pembelajaran sebagai suatu persiapan
menuju revolusi industri 4.0. Karena tidak semua sekolah memiliki akses internet yang
memadai untuk melakukan teleconference. Namun, bila tidak mempunyai akses yang
memadai, guru dapat mengunggah proses pembelajaran tersebut dalam kanal youtube dan
membagikan linknya kepada peserta didik.

Kesimpulan
Hasil pembahasan ini membuktikan bahwa matematika tidak hanya diajarkan
menggunakan model pembelajaran langsung saja. Banyak model pembelajaran yang
sesuai dan tepat digunakan dalam belajar, salah satunya adalah RME. Model
pembelajaran ini cocok diterapkan di sekolah dasar yang memiliki peserta didik di tahap
konstruk, sehingga memerlukan contoh benda yang nyata. Namun, tidak semua materi
dapat menerapkan model RME ini, guru perlu memilih materi apa saja yang sesuai
dengan model RME kemudian merancangnya sedemikian rupa agar menarik dan peserta
didik dpaat memahami materi dengan baik. Model ini memerlukan waktu yang cukup
banyak dibanding dengan pembelajaran langsung, sehingga perlu dipikirkan alokasi
waktu yang sesuai. Selain itu guru perlu melihat kesiapan sarana dan prasarana dalam
melakukan proses unggah video, teleconference ataupun penggunaan lcd saat
menayangkan berbagai model masalah yang berkaitan dengan pecahan. Akan lebih
mudah bila sekolah mempunyai fasilitas yang cukup lengkap sehingga dapat mendukung
kesiapan menghadapi revolusi industri 4.0.
Daftar Rujukan

Amalia, P., & Surya, E. (2017). Perbedaan Hasil Belajar Statistika antara Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT dengan TPS. Ju r n a l M a te m at i k a K r e a t i f - I n o v a t i f,
8(1), hal.9.

Ardiyani, S. M., & Riyadi, G. (Volume 9, No. 2, July 2018). REALISTIC MATHEMATICS
EDUCATION IN COOPERATIVE LEARNING VIEWED FROM LEARNING ACTIVITY. Journal
on Mathematics Education, hal.301-310.

Fardani, Z., & Surya, E. (n.d.). MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MEMBANGUN KARAKTER BANGSA. Journal
reserchgate, 12, hal.5.

Hoedi, Prasetyo, & Sutopo, W. (Volume 13 No.1, Januari 2018). industri 4.0: telaah klasifikasi
aspek dan arah perkembangan riset. Jurnal teknik industri, halaman 19.

Muhsetyo, G. (2015). Pembelajaran Matematika SD. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Purba, E. N., Surya, E., & Syahputra, E. (2017). ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA
MELALUI PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI FPB DAN KPK. hal.2.

Purwanti, D. (2017). The Thinking of Muhammad ibn Muhammad ibn Al Hasan (Al-Tusi) in
Trigonometri. INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH,
6(03), hal.130.

Rusman. (2015). Pembelajaran Tematik Terpadu. Jakarta: Rajawali Press.

Rusman. (2017). Model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru. Depok:


Rajagrafindo Persada.

Simatupang, R., & Surya, E. (2017). Pengaruh Problem Based Learning (PBL) Terhadap
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa. 1.

Surya, E. (2014). MEMICU VISUALISASI DAN KREATIVITAS DALAM PEMBELAJARAN


MATEMATIKA MEMBENTUK KARAKTER POSITIF SISWA. Jurnal Tematik, 4(2), hal.131.

Anda mungkin juga menyukai