2. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan
faktor penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan
tuberkulosa.
a. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis
virus.Meningitis ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit
yang di sebabkan virus seperti gondongan, herpes simpleks dan
herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis
bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh
korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari
jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang
terlibat.
3. Penyebab
Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman
secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat
pula sebagai perluasan kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di
dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis,
trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).
Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :
a. Bakteri
Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh
flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan
Escherichia collimerupakan patogen yang sangat penting bagi
kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih
haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan
penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan
mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus
imunodefisiensi manusia (HIV).
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi
imunoglobin dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury
yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani,
2010).
4. Patofisiologi
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro
spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari
peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi
yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui
sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat
melalui trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral
atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur
dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan
antara Cerebral spinal fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya
mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan
menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel,
dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada
ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan
obstruksi pada CSF dan menimbulkan Hidrosefalus.
g) Sianosis
a) Demam
c) Vomitus
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam
penegakan diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya
jika disertai dengan keadaan mirip syok
m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis
pneumokokus).
Sesak nafas
Keringat MK: Ketidakefektifan
berlebihan bersihan jalan nafas
MK : pola nafas tidak efektif
MK : kekurangan
Volume cairan Diaphoresis
Sumber: Price & Wilson (2006) , Muttaqin (2008) & Suriadi & Yuliani (2010).
7. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
a. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat,
sebagai kompensasi tubuh pernapasan akan mengalami
peningkatan pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan
terutama pada jaringan perifer. Pasien meningitis sering terjadi
peningkatan TIK yang dapat menyebabkan terjadinya koma. Pasien
koma pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat
gangguan kebutuhan O2 (Brunner & Suddart, 2013).
b. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan
menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan
“set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan pada “set
poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan
meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh
meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik
jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan
hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri.
Keluhan yang muncul pada anak meningitis adalah kejang atau
bahkan penurunan kesadaran serta positifnya pemeriksaan
ransangan meningeal pada anak (Muttaqin, 2008).
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari
kekurangan cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau
diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus,
diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat
di ulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila
kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam
berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama
diberikan secara intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis
awal untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg
dan di atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan
rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari
di bagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari
di bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg
BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10
pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila
ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut
di lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal
pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di
atas atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil
biakan dan uji resisten kuman.
2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian
kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan
kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi
dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan
fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan
INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat
digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan
dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di
teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling
sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa
prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/
hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1
mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid
seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk
menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah
gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman
dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan
tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering
cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu
pemasukan O2perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain
itu pasien koma juga mengalami inkontinensia urine maka perlu di
pasang penampung urine. Kebersihan kulit perlu di perhatiakn
terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh
karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi
dahulu dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan
perawatan untuk mencatat hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde
tetapi untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi
dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl
0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan
secara cermat dan setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul
berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan kecukupan
cairan atau tidak.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang
berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
2) Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30
x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan
normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5
tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
3) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak
yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan
meningeal pada anak dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku.
Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk
mengetahui apakah ada pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk,
2009).
4) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil
biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan
kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin
akan di temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
5) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
6) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses
evaporasi.
7) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan
meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di
sebabkan oleh infeksi E.colli.
8) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu
penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang
dilakukan dan biasanya tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.
b) Jantung
penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut
jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100-
140x/i).
9) Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
10) Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut
anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat
gerak.
11) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
12) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung
lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan.
Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
13) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat
gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
14) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d
hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang
sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin,
2008).
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/µL).
b) Pewarnaan gram CSS
c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial
dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa
biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari
nilai serum glukosa).
d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan
pada meningtis virus protein sedikit meningkat.
Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak
3. Intervensi Keperawatan
Bulechek (2009) dan Moorhead (2009), menjelaskan teori rencana
keperawatan yang dapat dilakukan untuk diagnosa keperawatan diatas adalah :
Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan
output
4. Monitor suhu dan
jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
2. Kekurangan a. Keseimbangan Manajemen cairan
volume cairan cairan 1. Timbang BB setiap
Kriteria hasil : hari dan monitor status
Batasan 1) Tekanan darah pasien
karakteristik 2) Keseimbangan 2. Hitung atau timbang
a. Haus intake output dalam popok dengan baik
b. Kelemahan 24 jam 3. Jaga dan catat intake
c. Kulit kering 3) Berat badan stabil dan output
d. Membran 4) Turgor kulit 4. Monitir status hidrasi
mukosa kering 5) Kelembaban 5. Monitor hasil
e. Peningkatan membran mukosa laboratorium yang
frekuensi nadi 6) Serum elektrolit relevan dengan dengan
f. Peningkatan 7) Hematokrit retensi cairan
hematokrit 8) Edema perifer 6. Monitor status
g. Peningkatan 9) Bola mata cekung hemodinamik
kosentrasi urine dan lembek 7. Monitor tanda-tanda
h. Peningkatan 10) Kehausan vital
suhu tubuh 11) Pusing. 8. Berikan terapi IV
i. Penurunan berat seperti yang
badan tiba-tiba b. Dehidrasi ditentukan
j. Penurunan Kriteria hasil : 9. Berikan cairan dengan
haluan urine 1) Warna urine keruh tepat
k. Penurunan 2) Fontanela cekung 10. Tingkatkan asupan
pengisian vena 3) Nadi cepat dan oral
l. Penurunan lambat 11. Dukung pasien dan
tekanan darah 4) Peningkatan BUN keluarga untuk
m. Penurunan blood urea Nitrogen) membantu dalam
turgor kulit. 5) Peningkatan suhu pemberian makan
tubuh. dengan baik
Faktor yang 12. Berikan produk-
berhubungan produk darah.
a. Kegagalan
mekanisme Manajemen elektrolit
regulasi 1. Monitor nilai serum
b. Kehilangan elektrolit abnormal
cairan aktif. 2. Monitor manifestasi
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Pertahankan
kepatenan akses IV
4. Berikan cairan sesuai
resep, jika diperlukan
5. Ambil spesimen
sesuai order untuk
dapat melakukan
analisis level elektrolit
(ABG, urine, dan level
serum) dengan tepat
6. Konsultasikan dengan
dokter jika tanda-tanda
dan gejala
ketidakseimbangan
cairan dan/elektrolit
menetap atau
memburuk
7. Monitor respon pasien
terhadap terapi
elektrolit yang
diberikan.
Manajemen muntah
1. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
menyebabkan atau
berkontribusi terhadap
muntah (obat-obatan
dan prosedur)
2. Posisikan untuk
mencegah aspirasi
3. Tunggu minimal 30
menit setelah episode
mutah sebelum
menawarkan cairan
kepada pasien
4. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari
penyebab perubahan
vital sign.
4. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas
bersihan jalan nafas kepatenan jalan 1. Pastikan kebutuhan
nafas oral suctioning
Batasan Kriteria hasil: 2. Auskultasi suara nafas
karakteristik 1) Frekuensi sebelum dan sesudah
a. Batuk yang pernapasan suctioning
tidak efektif 2) Irama pernapasan 3. Informasikan pada
b. Gelisah 3) Kemampuan untuk klien dan keluarga
c. Dispnea mengeluarkan tentang suctioning
d. Mata terbuka sekret 4. Monitor status oksigen
lebar 4) Penggunaan otot pasien
e. Perubahan pola bantu pernapasan 5. Berikan oksigen
nafas 5) Batuk. dengan menggunakan
f. Sianosis nasal untuk
g. Sputum dalam b. Status pernapasan memfasilitasi suction
jumlah yang Kriteria hasil: nasotrakeal
berlebihan 1) Kedalaman
h. Suara nafas inspirasi Manajemen jalan nafas
tambahan 2) Suara auskultasi 1. Buka jalan nafas.
nafas 2. Posisikan pasien untuk
Faktor yang 3) Kepatenan jalan memaksimalkan
berhubungan nafas ventilasi.
a. Infeksi 4) Kapasitas vital 3. Lakukan fisioterapi
b. Difungsi dada bila perlu
neuromuskular 4. Auskultasi suara nafas
c. Mukus , catat adanya suara
berlebihan tambahan
d. Benda asing di 5. Monitor respirasi dan
jalan nafas. status O2
Manajemen batuk
1. Bantu pasien untuk
mengatur posisi
duduk.
2. Dorong pasien untuk
melakukan latihan
nafas dalam
3. Dorong pasien untuk
tarik nafas dalam
selama dua detik dan
batukkan, lakukan dua
atau tiga kali berturut
turut
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
5. Nyeri akut a. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian
Batasan
1) Nyeri yang di nyeri secara
karakteristik laporkan komprehensif
2) Panjangnya episode termasuk lokasi,
a. Diaforesis
nyeri karakteristik, durasi,
b. Ekspresi wajah 3) Ekspresi nyeri wajah frekuensi, kualitas dan
4) Berkeringat faktor presipitasi
nyeri
berlebihan 2. Observasi reaksi
c. Keluhan tentang 5) Kehilangan nafsu nonverbal dari
makan. ketidaknyamanan
karakteristik
3. Gunakan teknik
nyeri dengan b. Kontrol nyeri komunikasi terapeutik
Kriteria hasil : untuk mengetahui
menggunakan
1) Mengenali kapan pengalaman nyeri
standar nyeri terjadi pasien
2) Menggambarkan 4. Kaji kultur yang
instrumen nyeri
faktor penyebab mempengaruhi respon
d. Mengekspresika 3) Menggunakan nyeri
tindakan pencegahan 5. Kontrol lingkungan
n perilaku
4) Menggunakan yang dapat
(gelisah,mereng tindakan pengurangan mempengaruhi nyeri
nyeri tanpa analgesik. seperti suhu ruangan,
ek, menangis,
pencahayaan dan
waspada) c. Status kenyamanan kebisingan
Kriteria hasil : 6. Kurangi faktor
e. perubahan pada
1) Nyeri berkurang presipitasi nyeri
parameter 2) Kecemasan 7. Pilih dan lakukan
berkurang penanganan nyeri
fisiologis
3) Stres berkurang (farmakologi, non
(mis.,tekanan 4) Ketakutan berkurang. farmakologi,
interpersonal)
darah, frekueni
8. Ajarkan tentang teknik
jantung, non farmakologi
9. Berikan analgetik
frekuensi
untuk mengurangi
pernapasan) nyeri
10. Evaluasi tingkat
f. perubahan
keefektifan kontrol
selera makan nyeri
11. Tingkatkan istirahat
Faktor yang
12. Monitor penerimaan
berhubungan pasien tentang
manajemen nyeri.
Agen cedera
biologis (infeksi,
iskemia). Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
5. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan
gejala.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan, dan
kelola menurut resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.
Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.
Manajemen muntah
1. Kaji emesis terkait
dengan warna,
konsistensi, akan
adanya darah, waktu
dan sejauh mana
kekuatan emesis.
2. Ukur atau perkirakan
volume
emesis.pastikan obat
antiemetik yang di
berikan untuk
mencegah muntah bila
memungkinkan
3. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.
4. Monitor efek
manajemen muntah
secara menyeluruh.
Pengaturan posisi
1. Jelaskan kepada
pasien badan pasien
akan di balik
2. Jangan menempatkan
pasien pada posisi
yang bisa
meningkatkan nyeri.
3.
8. Resiko cidera a. Kontrol resiko Manajemen lingkungan
Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan
Faktor resiko
1) Klien terbebas dari yang aman untuk
1) Eksternal cidera pasien
2) Klien mampu 2. Identifikasi kebutuhan
a) Gangguan
menjelaskan cara keamanan pasien
fungsi atau metode untuk sesuai dengan kondisi
mencegah cidera fisik
kognitif
3) Klien mampu 3. Dan fungsi kognitif
b) Agens menjelaskan faktor pasien dan riwayat
resiko dari penyakir dahulu
nosokomial
lingkungan pasien
2) Internal 4) Menggunakan 4. Memasang side rail
fasilitas kesehatan tempat tidur
a) Hipoksia
yang ada 5. Menyediakan tempat
jaringan 5) Mampu mengenali tidur yang aman dan
perubahan status bersih
b) Gangguan
kesehatan. 6. Membatasi
sensasi pengunjunng
b. Kejadian jatuh 7. Memberikan
(akibat dari
1) Jatuh dari tempat penerangan yang
cedera tidur cukup
2) Jatuh saat di 8. Berikan penjelasan
medula
pindahkan. pada pasien dan
spinalis, dll) keluarga atau
pengunjung adanya
c) Malnutrisi. perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi resiko
jatuh
2. Sediakan pengawasan
ketat dan /atau alat
pengikatan
Betz, Cecily Lynn & Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku keperawatan Pediatri: Edisi 5.
Jakarta: EGC
Brunner & Suddart. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Edisi 12. Jakarta: EGC.
Bulechek, et.al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Ke-6 Singapore:
Elsevier
Meadow, Sir Roy & Newell, Simon J. 2005, Pediatrika. Jakarta: Erlangga
Muttaqin, Arif. 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2014. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017. (Budi Anna
Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC
Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Poses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada anak/ Sujono Riyadi &
Sukarmin – Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu
Suariadi & Yuliani, Rita. 2010, Asuhan Keperawatan Pada Anak: Edisi 2. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Wong, Donna L., dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Volume 2. Jakarta: EGC