Anda di halaman 1dari 18

A.

DEFINISI

Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu
proses imunologis.

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus yang
seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakit-
penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus
Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus
(glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik.
Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering dijumpai pada pasien-pasien
dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan
myeloma). (Sukandar, 2010).

B. ETIOLOGI

Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan ini
dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus
sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin)
ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari
peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap
diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang
kurang baik.

Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :


1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus group A).
2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
4. Trombosis vena renalis.
5. Hipertensi Kronis
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.
C. KLASIFIKASI
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 :
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal
ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
- Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh
infeksi stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada
membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif seluler.
- Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak
glomerulus sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat uremia.
- Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju
perubahan sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut
dan kecil, kematian akibat uremia.
2. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
3. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.

Klasifikasi menurut sumber yang lain :

1. Congenital (herediter)
1.1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior.
Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal
kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Hilangnya
pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat
lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
1.2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Beberapa
kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai
dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
Klasifikasisindromnefrotikkonenital
- Idiopatik : sindrom nefrotik congenital tipe finlandia, sklerosis mesangal
difus, jenis lain
- sekunder : sifilis kongenital, infeksi perinatal, intoksikasi merkuri
- sindrom : sindrom drash dan sindrom malformasi lain

2. Glomerulonefritis Primer
2.1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang
tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif.
20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya
menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab,
sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga
penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2.2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah
pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai
pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai
lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan
hipertensi 30%.
2.3. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai
pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati
IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.
Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas
atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

3. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada
masa awal usia sekolah
Berdasarkan derajat penyakitnya :

- Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di
kapiler- kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring
atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonephritis pascastreptococcus ) tetapi dapat
timbul setelah infeksi lain. ( Corwin, Elizabeth J, 2009 )
- Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul
secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera
dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin)
dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah
diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah
pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap
diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka
panjang yang kurang baik. ( Corwin, Elizabeth, J. 2009 )
D. PATOFISIOLOGI

E. MANIFESTASI KLINIS
Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab,
dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan
berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis pasti.
- Hematuria
- Silinder sel darah merah didalam urin
- Proteinuria lebih dari 3-5 mg/hari
- Penurunan GFR
- Penurunan volume urin
- Retensi cairan
- Apabila keadaan tersebut disebabkan oleh glomerulonefritis pasca streptococcus akut,
akan dijumpai enzim-enzim streptococcus, misalnya antistreptolisin-O dan
antistreptokinase.
-
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
- Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
- Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
- Leukosituria serta torak selulet
- Granular
- Eritrosit(++)
- Albumin (+)
- Silinder lekosit (+).
- Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
- Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada
hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Menurut (Sukandar, 2010) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
mempunyai sasaran berikut: 

 Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG) 


 Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi 
 Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)  4.
Menentukan strategi terapi rasional
 Menentukan prognosis 

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan


pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2010). 

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik 


Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan
melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal (Sukandar,
2010). 
2. Pemeriksaan laboratorium 
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit
termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal (Sukandar, 2010).
- Pemeriksaan faal ginjal (LFG) 
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai
sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionuklida
(gamma camera imaging) hampir mendekati faal ginjal yang sebenarnya (Sukandar, 2010). 
- Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit 
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG) (Sukandar,
2010).
- Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
a. Diagnosis etiologi PGK
Beberapa pemeriksaan  penunjang  diagnosis,  yaitu  foto  polos  abdomen ,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan
Micturating Cysto Urography (MCU) (Sukandar, 2010).
b. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan  radiologi  dan  radionuklida  (renogram)  dan  pemeriksaan
ultrasonografi (USG)

G. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
5. Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
6. Malnutrisi
7. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani
komplikasi dengan tepat.
- Medis
a. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis
selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30
mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak
0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka
selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.
Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
c. Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
d. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

- Keperawatan
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
b. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu telah normal kembali.
c. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan
d. Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah
cairan yang diberikan harus dibatasi.

Transplantasi ginjal 
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut
(Sukandar, 2010) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: 
- Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah 
- Kualitas hidup normal kembali
- Masa hidup (survival rate) lebih lama
- Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi
penolakan.
- Biaya lebih murah dan dapat dibatasi. 

I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
 Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa
diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut,
ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang
mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai
hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
 Identitas
sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
 Riwayat penyakit
 Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus
(penyakit autoimun lain).
 Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan
seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah  dan diare yang dialami klien.
 Pemeriksaan Fisik
 Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
 Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
 Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
 Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine

 Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
 Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
 Pengkajian berpola
 Pola nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan
seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
 Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat
diekskresi  dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
 Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam
perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan  dan tekanan
darah mutlak selama 2  minggu dan mobilisasi  duduk dimulai  bila tekanan ddarah
sudah normaal selama 1 minggu. 
 Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
 Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.

 Persepsi diri :
Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan 
perawatan yang  lama.
 Hubungan peran :
Anak  tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh  serta anak mengalami
kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
 Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
 Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
 Hb menurun ( 8-11 )
 Ureum dan serum kreatinin meningkat.
o Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
o Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
 Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
 Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
 Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit Å, leukosit Å)
 Pemeriksaan darah
o LED meningkat.
o Kadar HB menurun.
o Albumin serum menurun (++).
o Ureum & kreatinin meningkat.
o Titer anti streptolisin meningkat.

B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah keperawatan


DS : Gangguan Keseimbangan
Faktor resiko dan etiologi
- klien mengeluh jarang Cairan
berkemih Reaksi implamasi pada
glomerulus
- klien mengeluh bagian
kaki terasa bengkak Glomerulonefritis

DO : Penurunan GFR
- klien tampak edema
Penurunan volume urine
- hipernatremia
- hipoalbuminemia Retensi air dan Na

Edema

Glomerulonefritis

Permeabilitas membrane
filtrasi turun

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik
membrane sel turun

Ekstravasasi cairan ke
intertisial

Edema
Kelebihan volume cairan

DS : Ketidakseimbangan nutrisi
Faktor resiko dan etiologi : kurang dari kebutuhan
- klien mengeluh mual
tubuh
dan muntah Reaksi implamasi pada
glomerulus
- klien mengeluh tidak
nafsu makan Glomerulonefritis

DO : Respon GIT
- hipoalbuminemia
Fetoruremia
- terjadi fluktuasi berat
badan Peradangan mukosa
saluran pencernaan
- klien tampak lemah
Anoreksia

Intek nutrisi tidak adekuat

Ketidakseimbangan nutrisi
: kurang dari kebutuhan
tubuh

DS : Resiko infeksi
Faktor resiko dan etiologi
- klien mengeluh gatal-
gatal pada kulit Reaksi implamasi pada
glomerulus
DO :
- klien tampak edema Glomerulonefritis

- hiperuremia Penurunan GFR


- klien tampak lemah
Penurunan volume urine

Retensi air dan Na

Edema

Retensi ureum pada darah


dn menyebar di jaringan
kulit

Gatal- gatal pada kulit


Tindakan klien untuk
mengatasi gatal pada kulit

Resiko terjadi luka pada


kulit

Resiko infeksi

C. Daftar Prioritas
Nama Klien :X
No. Reg :
No Tgl Muncul Diagnosa Keperawatan TTD

1. Gangguan Keseimbangan Cairan berhubungan dengan


gangguan mekanis meregulasi yang ditandai dengan :
- Klien mengeluh jarang berkemih
- Klien tampak edema
- Hipoalbuminemia
- Hipernatremia

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan faktor biologis yang
ditandai dengan
- Klien mengeluh tidak nafsu makan
- Klien mengeluh mual dan muntah
- Klien tampak lemah
- Terjadi fluktuasi berat badan
- Hipoalbuminemia

3. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis

D. Rencana Asuhan Keperawatan


 Diagnosa Keperawatan No. 1
Gangguan Keseimbangan Cairan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama …x24 jam edema pasien dapat
berkurang
Kriteria Hasil :
NOC : Fluid overload severity, Kidney function
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Tidak ada edema

2 24 jam intake dan output seimbang

3 Elektrolit urin dalam batas normal (Na


: 40-220 mEq /hari)

Intervensi NIC : Fluid management, Electrolyte management: hypernatremia

1. Monitor posisi edema klien


2. Monitor kadar albumin darah klien
3. Perbaiki status albumin darah klien
4. Kolaborasi pemberian deuritik
5. Monitor intake dan output urin 24
6. Monitor status hemodinamik

 Diagnosa Keperawatan No. 2


Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan :Setelah dilakukan intervensi selama …x24 jam status nutrisi klien teratasi
dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Nutritional status, Nutritional status : biochemical measure

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Intek nutrisi klien terpenuhi
2 Energy untuk beraktivitas terpenuhi
3 Ada peningkatan berat badan ( 2 kg)
4 Serum albumin dalam batas normal (>
3,5 mg/dl)

Intervensi NIC : Nutritional monitoring, Nutritional management

1. monitor mual dan muntah pasien


2. Anjurkan klien mengkonsumsi makan tinggi kalori dan protein
3. Monitor berat badan klien secar berkala.
4. kolaborasidenganahligiziuntuk diet TKTP

 Diagnosa Keperawatan No. 3


Resikoinfeksi
Tujuan : Setelah dilakuakan intervensi selama …x24 jam klien terhindar dari resiko
infeksi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Risk control: infectious process
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Pasien mampu mengidentifikasi
penyebab infeksi

2 Pasien mampu mengontrol lingkungan

3 Pasien mengenali tanda dan gejala


infeksi

Intervensi NIC : Infection protection

1. Ajarkan pasien cara untuk menghindari infeksi


2. anjurkan pasein dan keluarga untuk membatasi pengunjung
3. Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
4. Anjurkan klien untuk segera melaporkan apabila ada tanda infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC

Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC

Price, Sylvia. Wilson, Lorraine. 2005. PATOFISIOLOGI: KONSEP KLINIS PROSES PENYAKIT EDISI 6.
Jakarta: EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid:
I. Edisi: IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Dongoes, E. Marlyn, dkk.1999. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN EDISI 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Muttaqin, Arif. Sari, kumala.2011. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN.


Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai