Anda di halaman 1dari 3

DISKUSI 4 BAHASA INDONESIA

NAMA : BATHIN PAJRIN (043631607)

JURUSAN : ILMU HUKUM

UPBJJ : JAKARTA

Kerangka Acuan COVID-19:

Cerita Jurnalis dari Lapangan Sedikitnya 96 wartawan dan pekerja media elektronik dinyatakan
positif COVID-19. Sebagian besar dari jumlah tersebut adalah wartawan dari Jakarta dan
Surabaya—bukan kebetulan jika kedua daerah tersebut juga yang menjadi episentrum pandemi
nasional.

Contoh di atas hanya salah satu risiko yang dihadapi oleh jurnalis di masa pandemi. COVID-19
mengakibatkan disrupsi di segala bidang, tidak terkecuali jurnalisme dan industri media. Di saat
yang sama, publik memerlukan good journalism lebih dari sebelumnya, di tengah distorsi dan
tidak transparannya informasi mengenai pandemi.

Tantangan pertama adalah mobilitas dan keselamatan. Lanskap ruang media berubah drastis.
Di awal pecahnya wabah, jurnalis dan redaksi beralih melakukan reportase jarak jauh (remote
reporting). Ketika investigasi lapangan diperlukan, para jurnalis menghadapi risiko penularan
COVID-19, terutama saat melakukan pelaporan dari rumah sakit maupun zona merah.

Tantangan kedua, dengungan dan kebisingan di ruang siber. Berita pandemi yang objektif kerap
tidak tersampaikan ke publik, yang pandangannya dikaburkan oleh hoaks dan cuitan pengguna
media sosial dari berbagai arah dan perspektif. Dalam kasus tertentu, bahkan produk
jurnalisme foto/investigatif yang baik boleh jadi dipelintir untuk mempromosikan opini pihak
tertentu.
Tantangan ketiga terkait dengan data dan informasi. Data mengenai COVID19 di Indonesia
terkesan berlimpah, namun sebetulnya terserak dan minim transparansi. Keterbukaan
pemerintah dalam merilis informasi dan jumlah pasien positif pun disangsikan.

Tantangan keempat ada pada keberlangsungan industri media. COVID-19 berdampak negatif
pada pertumbuhan ekonomi. Konsekuensinya, aktivitas periklanan menurun. Iklan menjadi
sumber pemasukan dengan porsi besar bagi industri media. Untuk menyesuaikan keadaan,
beberapa media elektronik dan cetak merampingkan jumlah wartawan—yang turut berdampak
pada kesejahteraan profesi jurnalis.

Baru-baru ini, pemerintah memastikan pemberian insentif bagi industri media, di antaranya
penghapusan pajak kertas koran dan penghasilan, penangguhan beban listrik, dan pengalihan
anggaran iklan untuk media lokal. Namun, masih perlu ditinjau seberapa besar dan seberapa
jauh insentif tersebut dapat membantu industri media dan jurnalis bertahan di tengah
ketidakpastian.

Pada akhirnya, beragam tantangan yang dihadapi oleh jurnalis, redaksi, dan media tersebut
melahirkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan, seperti:

1. Mobilitas dan keselamatan


a. Bagaimana praktik jurnalisme dilakukan di saat pemerintah menggaungkan
penerapan adaptasi kebiasaan baru?
b. Bagaimana mempertahan ketepatan, ketajaman, dan relevansi berita saat para
jurnalis hanya bisa melakukan reportase jarak jauh?
c. Bagaimana pemerintah dan perusahaan media dapat menjamin keselamatan
jurnalis ketika terjun ke lapangan di masa COVID-19?
2. Kebisingan ruang siber
a. Bagaimana jurnalis dapat membantu memvaksinasi publik terhadap infodemi,
misinformasi, dan disinformasi?
b. Apa yang bisa jurnalis lakukan di media sosial dalam menghadapi polarisasi
pendapat publik oleh pendengung (buzzer)?
3. Data dan informasi
a. Bagaimana jurnalis memverifikasi data terkait pelaporan kasus COVID-19?
b. Apa saja tantangan jurnalis dalam memperoleh data, menganalisis data, dan
membuat narasi berdasarkan data?
4. Keberlangsungan industri media
a. Disrupsi apa saja yang dirasakan industri media di masa COVID-19?
b. Bagaimana industri media menyesuaikan strategi keberlangsungan secara tepat
untuk merespons disrupsi tersebut?
c. Bagaimana telah COVID-19 mempengaruhi periklanan dan mengubah model
bisnis media?
d. Dalam penulisan hard news, terutama mengenai COVID-19, bagaimana media
mengambil keputusan mengenai kanal penayangan? (daring vs cetak)
e. Bagaimana COVID-19 mempengaruhi laju transisi media tradisional ke media

baru/digital?

Anda mungkin juga menyukai