Kerangka Acuan COVID
Kerangka Acuan COVID
UPBJJ : JAKARTA
Cerita Jurnalis dari Lapangan Sedikitnya 96 wartawan dan pekerja media elektronik dinyatakan
positif COVID-19. Sebagian besar dari jumlah tersebut adalah wartawan dari Jakarta dan
Surabaya—bukan kebetulan jika kedua daerah tersebut juga yang menjadi episentrum pandemi
nasional.
Contoh di atas hanya salah satu risiko yang dihadapi oleh jurnalis di masa pandemi. COVID-19
mengakibatkan disrupsi di segala bidang, tidak terkecuali jurnalisme dan industri media. Di saat
yang sama, publik memerlukan good journalism lebih dari sebelumnya, di tengah distorsi dan
tidak transparannya informasi mengenai pandemi.
Tantangan pertama adalah mobilitas dan keselamatan. Lanskap ruang media berubah drastis.
Di awal pecahnya wabah, jurnalis dan redaksi beralih melakukan reportase jarak jauh (remote
reporting). Ketika investigasi lapangan diperlukan, para jurnalis menghadapi risiko penularan
COVID-19, terutama saat melakukan pelaporan dari rumah sakit maupun zona merah.
Tantangan kedua, dengungan dan kebisingan di ruang siber. Berita pandemi yang objektif kerap
tidak tersampaikan ke publik, yang pandangannya dikaburkan oleh hoaks dan cuitan pengguna
media sosial dari berbagai arah dan perspektif. Dalam kasus tertentu, bahkan produk
jurnalisme foto/investigatif yang baik boleh jadi dipelintir untuk mempromosikan opini pihak
tertentu.
Tantangan ketiga terkait dengan data dan informasi. Data mengenai COVID19 di Indonesia
terkesan berlimpah, namun sebetulnya terserak dan minim transparansi. Keterbukaan
pemerintah dalam merilis informasi dan jumlah pasien positif pun disangsikan.
Tantangan keempat ada pada keberlangsungan industri media. COVID-19 berdampak negatif
pada pertumbuhan ekonomi. Konsekuensinya, aktivitas periklanan menurun. Iklan menjadi
sumber pemasukan dengan porsi besar bagi industri media. Untuk menyesuaikan keadaan,
beberapa media elektronik dan cetak merampingkan jumlah wartawan—yang turut berdampak
pada kesejahteraan profesi jurnalis.
Baru-baru ini, pemerintah memastikan pemberian insentif bagi industri media, di antaranya
penghapusan pajak kertas koran dan penghasilan, penangguhan beban listrik, dan pengalihan
anggaran iklan untuk media lokal. Namun, masih perlu ditinjau seberapa besar dan seberapa
jauh insentif tersebut dapat membantu industri media dan jurnalis bertahan di tengah
ketidakpastian.
Pada akhirnya, beragam tantangan yang dihadapi oleh jurnalis, redaksi, dan media tersebut
melahirkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan, seperti:
baru/digital?