BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1. Rumusan Masalah............................................................................................3
1.2. Tujuan...............................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................4
2.1. Media Online dan Karakteristiknya....................................................................4
2.2 Perkembangan Media Online................................................................................5
2.3. Hoax.......................................................................................................................7
2.4. Hubungan Antara Media (berita) Online, Hoax, dan Jurnalis..........................7
BAB III...........................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14
i
BAB I
PENDAHULUAN
Zaman terus beregerak ke arah yang lebih maju, begitu juga dengan
kebutuhan kita akan informasi. Kini kebutuhan akan informasi seakan sejajar
dengan kebutuhan primer seperti makan dan minum. Informasi menjadi barang
yang sangat penting karena menunjang kebutuhan kita untuk menambah
pengetahuan berupa ilmu atau peristiwa-peristiwa yang telah, tengah, maupun
akan terjadi. Tentu dalam menyampaikan sebuah informasi memerlukan sebuah
media. jika zaman dahulu media informasi hanya berupa penyebaran pesan
melalui ucapan dari orang lain (word of mouth) maupun media-media tradisional
lainnya seperti papan pengumuman atau Acta Diurna, dengan perkembangan
teknologi yang semakin berkembang, pada permulaan revolusi industri kita
dimudahkan dengan temuan mesin cetak Guttenberg yang membantu masyarakat
pada masa itu dalam memproduksi surat kabar yang pastinya berisi informasi
dengan jumlah yang banyak dengan waktu yang jauh lebih efektif dibanding
sebelumnya.
Dengan perkembangan teknologi yang kian meningkat dengan signifikan,
memasuki era modern, media-media digital mulai bermunculan. Misalnya, dalam
bidang media massa, terdapat televisi dan radio. Kemunculan kedua hal tersebut
tentunya membawa perubahan pada masyarakat dalam hal konsumsi media. Jika
sebelumnya masyarakat pada masa itu biasa mendapat informasi lewat koran
cetak. Tetapi setelah kemunculan televisi dan radio, masyarakat mempunyai
media yang dapat menyampaikan informasi secara langsung. Berbeda dengan
koran, kedua hal tersebut dapat memberi informasi pada masyarakat dihari yang
sama dengan suatu “Peristiwa”, sedangkan koran hanya bisa memberikan
informasinya satu hari setelah “peristiwa”.
Kini di zaman konvergensi media memungkinkan kita untuk mengakses
informasi dengan hanya hanya bermodalkan seperangkat gawai beserta
penunjangnya seperti koneksi internet dan jaringan, maka kita dapat menerima
asupan informasi dengan semudah itu. Hal itu bisa dilihat dari kemunculan media
(berita) online. Media online dinilai membuat seseorang dapat dengan mudah
mendapatkan informasi. Namun dibalik kemudahan yang diterima, terdapat juga
1
beberapa dampak dari media (berita) online. Sebenarnya kemunculan hoax atau
berita palsu atau disinformasi bukan disebabkan oleh lahirnya media online.
Walaupun demikian, kehadiran media online dapat menyebabkan cepatnya
penyebaaran informasi tersebut, namun disisi lain kehadiran beragamnya alternatif
media online memudahkan seseorang untuk melakukan cross check atau
memeriksa keabsahan atau kebenaran suatu informasi. Contoh kasusnya dalam
konteks Pandemi Covid-19, Menkominfo menyebut per 18 April 2020 terdapat
554 isu hoax mengenai Covid-19 yang tersebar diberbagai platform (Nafi’an,
2020). hoax bisa menimbulkan keresahan dan kepanikan yang dapat merugikan
orang banyak, selain itu hoax yang berisi menyepelekan Corona berpotensi
menyebabkan ketidakpercayaan dan ketidakdisiplinan untuk melakukan tindakan
preventif Covid-19. Kasus ekstremnya seperti di Iran, akhir Maret lalu sebanyak
300 orang meninggal akibat informasi keliru yang percaya bahwa mengonsumsi
alkohol dengan kandungan methanol di dalamnya bisa menyembuhkan Covid-19
(Alam, 2020). Contoh lain, April lalu, Presiden Amerika, Trump memberikan
pernyataan di depan awak media (walaupun setelah pernyataan tersebut memakan
korban, Trump beralasan bahwa pernyataanya itu sarkastik) “ I see the
disinfectant where it knocks it out in a minute,”jelasnya, ia melanjutkan. “One
minute! And is there a way we can do something, by an injection inside or almost
a cleaning? Because you see it gets in the lungs and it does a tremendous number
on the lungs, so it’d be interesting to check that. So, that you’re going to have to
use medical doctors with, but it sounds interesting to me” pernyataan tersebut
mengundang reaksi yang luar biasa, Pada 18 jam terkahir usai Trump memberikan
pernyataan tersebut, terjadi kenaikan kasus keracunan disinfektan. Terdapat 30
kasus kemungkinan teracuni disinfektan antara 18 Jam tersebut, begitulah laporan
dari Poison Control Center (sub bagian departemen kesehatan kota) (Azizah,
2020). Namun setelah yang dijelaskan sebelumnya bahwa keberadaan media
online memudahkan seseorang untuk melakukan cross check terhadap kualitas
informasi, dalam merespon kasus Trump tersebut, media online melakukan hal
yang sangat baik dengan menentang pendapat yang keliru tersebut. Seperti terlihat
pada judul berita yang diterbitkan oleh The Guardian “ ‘Please don’t inject
bleach’: Trump’s wild coronavirus calims prompt disbelief ” atau bisa dilihat juga
2
dari judul artikel yang diterbitkan oleh CBS News “ Coronavirus cannot be cured
by drinking bleach or snorting cocaine, despite social media rumors”. Kehadiran
media berita online juga memunculkan masalah serius pada jurnalis dan praktik
jurnalisme.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Media Online dan Karakteristiknya
Media online- disebut juga cybermedia (media siber), internet media
(media internet), dan new media (media baru)- dapat diartikan sebagai media yang
tersaji secara online di situs web (webseite) internet. Media daring merupakan
sebuah platform baru yang memungkinkan distribusi informasi dilakukan tanpa
halangan spasial yang sebelumnya banyak menghalangi koran atau majalah cetak.
Watak dari media daring adalah bisa diakses dari mana pun sepanjang sang
pengguna atau pembaca memiliki jaringan internet yang akan mengantarkannya
ke ranah world wide web (Rahmawati & Anindhita, 2016). Pedoman Pemberitaan
Media Siber (PPMS) yang dikeluarkan Dewan Pers mengartikan media siber
sebagai “segala bentuk media yang menggunakan wahan internet dan
melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang
Pers dan Standar perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers “. Media online
bisa dikatakan sebagai media “generasi ketiga’ setelah media cetak- koran,
tabloid, majalah, buku-dan media elektronik- radio, televisi, dan film atau video.
Dalam perspektif studi media atau komunikasi massa, media online menjadi objek
kajian teori “media baru” (new media), yaitu istilah yang mengacu pada
permintaan akses ke konten (informasi) kapan saja, di mana saja, pada setiap
perangkat digital serta umpan balik pengguna interaktif, partisipasi kreatif, dan
pembentukan komunitas sekitar konten media, juga aspek generasi “real-time”
(Romli, 2012). New media merupakan penyederhanaan istilah terhadap bentuk
media diluar lima media massa konvensional- televisi, radio, majalah, koran, dan
film-.
4
Multimedia : dapat memuat atau menyajikan berita atau informasi dalam
bentuk teks, audio, video, grafis, dan gambar secara bersamaan
Aktualitas : berisi info aktual karena kemuadahan dan kecepatan penyajian
Cepat : begitu mengudara, bisa diakses seketika oleh semua orang
Update : pembaruan informasi dapat dilakukan dengan cepat baik dari sisi
konten maupun redaksional misalnya kesalahan ketik atau ejaan.
Kapasitas luas : halaman web bisa menampung konten dengan naskan
yang sangat panjang
Fleksibilitas : pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan di mana
saja, juga jadwal terbit bisa kapan saja
Luas : menjangau seluruh dunia yang memiliki akses internet
Interaktif : adanya fasilitas kolom komentar
Terdokumentasi : informasi tersimpan di arsip dan dapat ditemukan
melalui tautan
Hyperlinked : terhubung dengan sumber lain (links) yang berkaitan dengan
informasi tersaji.
2.2 Perkembangan Media Online
5
Lahirnya Republika Online merupakan akibat dari ketidakmauan Republika
terhadap tertinggal perkembangan zaman. Mereka ingin mempublikasi bukan
hanya foto dan teks, melainkan bisa mencakup multi media. Selain itu, tujuan dari
didirikannya Republika Online adalah untuk melayani pembaca yang tidak dapat
dijangkau oleh koran (cetak), mereka ingin penyebaran informasinya luas karena
mereka mengincar pembaca dari mancangera.
Menurut data yang didapat dari Dewan Pers, per tahun 2017 Indonesia
memiliki 1.755 situs berita (online), hal tersebut menunjukan perkembangan
media online di indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
John Murrell selaku Online Editor Mercury Center tidak menduga media
online dapat bersaing dengan media cetak. Ia berpendapat demikian karena
terdapat perbedaan mendasar pada saat itu antara koran cetak dan online, koran
cetak lebih murah, mudah dibawa (portable), serta bagian-bagainnya dapat
6
dipisah-pisahkan, sedangkan media online pada saat itu hanya bisa diakses
melalui komputer sehingga tidak portable.
2.3. Hoax
Salah satu masalah yang muncul adalah hoax (berita bohong atau palsu,
disinformasi). Istilah hoax pertama kali dikenalkan oleh MacDougall pada tahun
1958 dalam bukunya yang berjudul Hoaxes. Utami dalam jurnalnya mengutip
MacDougall (1958) yang mendefinisikan hoax sebagai “deliberately concocted
untruth made to masquerade truth” (Utami, 2018), lebih lanjut ia
mengindikasikan definisi dari Mac Dougall tersebut “attempts to distinguish hoax
from honest errors in observation or judgment to which everyone is subject”
(mencoba untuk memisahkan hoax dari kesalahan jujur (tidak disengaja) dalam
pengamatan atau penilaian yang menjadi subyek semua orang), Dougall
menyatakan bahwa hoax tidak memiliki basis pada fakta, namun apakah penulis
tersebut mempunyai niat untuk membuat orang-orang menerima hoax tersebut
sebagai fakta itu tidak penting bagi definisi yang telah ia buat (Utami, 2018).
Berbeda dengan Mac Dougall, Kusman memandang hoax sebagai “ false
information designed to influence or provoke an audience into acting in
accordance with the interest of the creator and circulated through social media”
(Utami, 2018). Penelitian mengenai hoax mempunyai beragam perspektif,
Wardani (2017) meniliti hoax lewat perspektif bahasa. Ia meneliti bagaimana
manipulasi informasi dalam hoax contents dilakukan oleh bahasa. Ia
menyimpulakan bahwa manipulasi bahasa bertujuan untuk menyebarkan
ketakutan dan rasa panik diantara massa (Utami, 2018). Merujuk pada Reuters
(2017) mendefinisikan berita bohong atau hoax dengan sulit karena sering
diaplikasikan pada tiga kategori berbeda yaitu, (1) news that is made up or
'invented' to make money or discredit others; (2) news that has a basis in fact, but
is ‘spun’ to suit a particular agenda; and (3) news that people don’t feel
comfortable about or don’t agree with (Martens, Aguiar, Gomez-Herrera, &
Mueller-Langer, 2018).
7
2.4. Hubungan Antara Media (berita) Online, Hoax, dan Jurnalis
8
menyebutkan “ Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk
memeroleh informasi”. Akibat tidak disiplin verifikasi inilah berita yang dimuat
terdapat data yang tidak akurat bahkan berita hoax sekalipun. Yang menjadi pihak
yang dirugikan dari produksi berita yang tidak akurat atau hoax adalah bukan
hanya institusi media tersebut saja, melainkan masyarakat juga. Salah satu contoh
kasusnya, pada tahun 2011 pemberitaan mengenai Imanda Amalia membuat
heboh Indonesia. Di berbagai media online diberitakan bahwa Imanda Amalia
“gugur” di Mesir ditengah pergolakan politik disana, hal ini membuat pihak KBRI
di Mesir kalang kabut mencari Imanda. Padahal Imanda sehat walafiat, Ia sendiri
bingung mengapa namanya terdapat dalam pemberitaan ini. Ternyata setelah
ditelusuri semua media online merujuk pada suatu lama facebook. Mengapa
masyarakat atau orang cenderung mempercayai atau terperangkap pada berita
palsu, berita bohong, atau hoax ? beberapa menyatakan bahwa bias konfirmasi
adalah adalah akar permasalahannya, hal itu mengindikasikan bahwa kita hanya
mencari informasi yang hanya ingin kita yakini bahwa informasi tersebut ada atau
benar. Mencari informasi dengan niat tersebut sangat mengabaikan fakta fakta
atau informasi yang berseberangan dengan apa yang mereka ingin ketahui, oleh
karena itu bias konfirmasi ini hanya menguatkan seseorang pada persepsi(yang
ingin dipercayai)nya. Syam Sundar, Professor Komunikasi dan Co- Director of
the Media Effect Research Laboratory, Pennsylvania State University, Ia meneliti
sisi psikologis konsumsi media online lebih dari 20 tahun, dan salah satu
penemuannya adalah pembaca media online tidak terlihat terlalu peduli dengan
pentingnya sumber jurnalistik (Sundar, 2016).
Kecepatan produksi berita ini juga punya andil besar dalam penghidupan
sebuah media online karena berhubungan erat dengan traffic. Traffic adalah
aktivitas pada satu halaman situs yang dihasilkan dari kunjungan pengguna
internet dan aktivitas pengguna internet di halaman itu. Semakin banyak sebuah
situs dikunjungi dan semakin banyak aktivitas yang dilakukan pengguna internet
di laman-laman situs itu, maka traffic situs itu semakin tinggi. General Manager
Kompas.com Dhanang Radityo menjelaskan, termasuk di dalam traffic adalah
visit , unique visitor, pageview, dan length of visit. Trafficlah yang menjadi alat
tawar media dengan pengiklan dan dari iklan lah media online mendapatkan laba
9
atau penghasilan. Demi traffic yang baik, tidak sedikit media online yang
menggunakan judul berita yang clickbait agar dikunjungi oleh pembaca. Selain itu
masalah yang dimunculkan dari traffic ini adalah konten atau isu yang diangkat
menjadi berita di media online. Banyak isu-isu yang tidak etis yang ditampilkan.
Contohnya saja pada pemberitaan kasus bunuh diri Sulli F(x), ada suatu media
online yang berusaha mengekspoitasi nama Sulli untuk menaikan traffic
portalnya. Disaat yang lain mengabarkan tentang kasus bunuh diri Sulli, media
tersebut malah memberitakan tentang “potret seksi” Sulli. Sudah jelas ini tidak
etis. Setelah beberapa waktu artikel tersebut dicabut dari portal beritanya karena
banyak netizen di berbagai sosial media “mengutuk” keras artikel tersebut.
Kredibilitas menjadi hal yang sangat penting dalam industri media. Dalam
buku Jurnalitik Online disebutkan bahwa menurut berbagai survei di Amerika,
seperti dilaporkan Cassidy (2007) dalam “Online news credibility : An
exampination of the perceptions of newspaper journalists”, selama dua dekade
terakhir, kepercayaan punlik terhadap media massa menurun (Project for
excellence in journalism, 2006).seharusnya berbagai media online
10
mempertimbangkan hal ini karena bagaimanapun kredibilitas suatu media sangat
menentukan pembaca (masyarakat) dalam memilih media yang dipilihnya sebagai
sumber informasi. Dengan demikian seharusnya media menjaga kualitas beritanya
dengan mengedepankan akurasi berita karena kegagalan dalam menjaga kualitas
berita akan berdampak buruk bagi media tersebut.
Kehadiran media online bukan menjadi hal yang buruk, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa munculnya beragam media online meruntuhkan
monopoli informasi oleh suatu lembaga atau perusahaan yang menjadikan
munculnya berbagai sumber untuk mendapatkan berita sehingga memudahkan
untuk mengakses informasi maupun melakukan crosscheck terhadap suatu
informasi atau berita. Namun telah disinggung sebelumnya bahwa kehadiran
media online juga membawa dampak buruk, seperti yang telah dipaparkan bahwa
orientasi media online terhadap traffic website menyebabkan beberapa masalah
seperti membuat judul berita click bait, misinformasi atau misleading bahkan
hoax, menaikan berita yang kurang penting, tidak disiplin verifikasi informasi
karena para wartawan jurnalis dipaksa untuk menerbitkan sekian banyak artikel
perhari demi mengejar traffic. Guna mengatasi ini opsi yang bisa diambil adalah
tidak menjadikan traffic atau pengiklan untuk mencari laba. Dengan sistem
berlangganan (membayar) media dapat mengurangi ketergantungan mereka atas
iklan dan menyerahkan pencarian laba utama atau agensi pada khalayak
(Imanuddin, 2018). Dengan menghilangkan ketergantungan media pada
pengiklan- yang berarti berfokus pada pengejaran traffic, media cukup leluasa
untuk mengolah informasi dengan benar sehingga kualitas suatu berita yang
dianggap dapat dikatakan baik.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Media online- disebut juga cybermedia (media siber), internet media
(media internet), dan new media (media baru)- dapat diartikan sebagai media yang
tersaji secara online di situs web (webseite) internet. Perkembangan media online
di Indonesia ditandai dengan munculnya Republika online pada 17 Agustus 1994.
Hal ini menjadi tonggak bagi media massa konvensional dan membuat versi
onlinenya. Detikcom (detik.com) menjadi tonggak bagi media online murni
(bukan versi online dari sebuah media cetaknya) di Indonesia, mereka melahirkan
konsep baru dalam jurnalisme. Kusman memandang hoax sebagai “ false
information designed to influence or provoke an audience into acting in
accordance with the interest of the creator and circulated through social media”
(Utami, 2018).
12
menanggulangilnya adalah dengan literasi digital, dengan literasi digital
masyarakat diharapakan dapat mencari dan mempercayai informasi yang akurat
dan kredibel.
Traffic juga menjadi kunci bagi penghasilan suatu media online namun
ternyata traffic menjadi teror bagi pelaku media (jurnalis) karena dengan
mengejar tranffic konten atau isi berita biasanya menjadi kurang etis, tidak
verifikasi, dan banyak yang menganggap tidak layak. Dalam hal ini pemakaian
judul berita yang clickbait juga bermain pada praktik dalam pengejaran traffic.
13
DAFTAR PUSTAKA
Alam, S. O. (2020). Termakan Hoax Metanol untuk Obat Corona, 300 Warga Iran
Dikabarkan Tewas. Retrieved May 5, 1BC, from
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4958071/termakan-hoax-
metanol-untuk-obat-corona-300-warga-iran-dikabarkan-tewas
Martens, B., Aguiar, L., Gomez-Herrera, E., & Mueller-Langer, F. (2018). The
digital transformation of news media and the rise of disinformation and fake
news. Seville. Retrieved from
14
https://ec.europa.eu/jrc/sites/jrcsh/files/jrc111529.pdf
Nafi’an, M. I. (2020). Menkominfo: Ada 554 Isu Hoax soal COVID-19, 89 Orang
Jadi Tersangka. Retrieved May 5, 1BC, from https://news.detik.com/berita/d-
4982087/menkominfo-ada-554-isu-hoax-soal-covid-19-89-orang-jadi-
tersangka
Sundar, S. (2016). Why do we fall for fake news? Retrieved June 16, 2020, from
https://theconversation.com/why-do-we-fall-for-fake-news-69829
15