Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1. Rumusan Masalah............................................................................................3
1.2. Tujuan...............................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................4
2.1. Media Online dan Karakteristiknya....................................................................4
2.2 Perkembangan Media Online................................................................................5
2.3. Hoax.......................................................................................................................7
2.4. Hubungan Antara Media (berita) Online, Hoax, dan Jurnalis..........................7
BAB III...........................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14

i
BAB I

PENDAHULUAN
Zaman terus beregerak ke arah yang lebih maju, begitu juga dengan
kebutuhan kita akan informasi. Kini kebutuhan akan informasi seakan sejajar
dengan kebutuhan primer seperti makan dan minum. Informasi menjadi barang
yang sangat penting karena menunjang kebutuhan kita untuk menambah
pengetahuan berupa ilmu atau peristiwa-peristiwa yang telah, tengah, maupun
akan terjadi. Tentu dalam menyampaikan sebuah informasi memerlukan sebuah
media. jika zaman dahulu media informasi hanya berupa penyebaran pesan
melalui ucapan dari orang lain (word of mouth) maupun media-media tradisional
lainnya seperti papan pengumuman atau Acta Diurna, dengan perkembangan
teknologi yang semakin berkembang, pada permulaan revolusi industri kita
dimudahkan dengan temuan mesin cetak Guttenberg yang membantu masyarakat
pada masa itu dalam memproduksi surat kabar yang pastinya berisi informasi
dengan jumlah yang banyak dengan waktu yang jauh lebih efektif dibanding
sebelumnya.
Dengan perkembangan teknologi yang kian meningkat dengan signifikan,
memasuki era modern, media-media digital mulai bermunculan. Misalnya, dalam
bidang media massa, terdapat televisi dan radio. Kemunculan kedua hal tersebut
tentunya membawa perubahan pada masyarakat dalam hal konsumsi media. Jika
sebelumnya masyarakat pada masa itu biasa mendapat informasi lewat koran
cetak. Tetapi setelah kemunculan televisi dan radio, masyarakat mempunyai
media yang dapat menyampaikan informasi secara langsung. Berbeda dengan
koran, kedua hal tersebut dapat memberi informasi pada masyarakat dihari yang
sama dengan suatu “Peristiwa”, sedangkan koran hanya bisa memberikan
informasinya satu hari setelah “peristiwa”.
Kini di zaman konvergensi media memungkinkan kita untuk mengakses
informasi dengan hanya hanya bermodalkan seperangkat gawai beserta
penunjangnya seperti koneksi internet dan jaringan, maka kita dapat menerima
asupan informasi dengan semudah itu. Hal itu bisa dilihat dari kemunculan media
(berita) online. Media online dinilai membuat seseorang dapat dengan mudah
mendapatkan informasi. Namun dibalik kemudahan yang diterima, terdapat juga

1
beberapa dampak dari media (berita) online. Sebenarnya kemunculan hoax atau
berita palsu atau disinformasi bukan disebabkan oleh lahirnya media online.
Walaupun demikian, kehadiran media online dapat menyebabkan cepatnya
penyebaaran informasi tersebut, namun disisi lain kehadiran beragamnya alternatif
media online memudahkan seseorang untuk melakukan cross check atau
memeriksa keabsahan atau kebenaran suatu informasi. Contoh kasusnya dalam
konteks Pandemi Covid-19, Menkominfo menyebut per 18 April 2020 terdapat
554 isu hoax mengenai Covid-19 yang tersebar diberbagai platform (Nafi’an,
2020). hoax bisa menimbulkan keresahan dan kepanikan yang dapat merugikan
orang banyak, selain itu hoax yang berisi menyepelekan Corona berpotensi
menyebabkan ketidakpercayaan dan ketidakdisiplinan untuk melakukan tindakan
preventif Covid-19. Kasus ekstremnya seperti di Iran, akhir Maret lalu sebanyak
300 orang meninggal akibat informasi keliru yang percaya bahwa mengonsumsi
alkohol dengan kandungan methanol di dalamnya bisa menyembuhkan Covid-19
(Alam, 2020). Contoh lain, April lalu, Presiden Amerika, Trump memberikan
pernyataan di depan awak media (walaupun setelah pernyataan tersebut memakan
korban, Trump beralasan bahwa pernyataanya itu sarkastik) “ I see the
disinfectant where it knocks it out in a minute,”jelasnya, ia melanjutkan. “One
minute! And is there a way we can do something, by an injection inside or almost
a cleaning? Because you see it gets in the lungs and it does a tremendous number
on the lungs, so it’d be interesting to check that. So, that you’re going to have to
use medical doctors with, but it sounds interesting to me” pernyataan tersebut
mengundang reaksi yang luar biasa, Pada 18 jam terkahir usai Trump memberikan
pernyataan tersebut, terjadi kenaikan kasus keracunan disinfektan. Terdapat 30
kasus kemungkinan teracuni disinfektan antara 18 Jam tersebut, begitulah laporan
dari Poison Control Center (sub bagian departemen kesehatan kota) (Azizah,
2020). Namun setelah yang dijelaskan sebelumnya bahwa keberadaan media
online memudahkan seseorang untuk melakukan cross check terhadap kualitas
informasi, dalam merespon kasus Trump tersebut, media online melakukan hal
yang sangat baik dengan menentang pendapat yang keliru tersebut. Seperti terlihat
pada judul berita yang diterbitkan oleh The Guardian “ ‘Please don’t inject
bleach’: Trump’s wild coronavirus calims prompt disbelief ” atau bisa dilihat juga

2
dari judul artikel yang diterbitkan oleh CBS News “ Coronavirus cannot be cured
by drinking bleach or snorting cocaine, despite social media rumors”. Kehadiran
media berita online juga memunculkan masalah serius pada jurnalis dan praktik
jurnalisme.

1.1. Rumusan Masalah


1. Apa itu media online beserta karakteristiknya ?
2. Bagaimana perkembangan media online ?
3. Apa itu hoax?
4. Bagaimana hubungan antara media online, masyarakat dan jurnalis ?
1.2. Tujuan
1. Mengetahui apa itu media online beserta karakteristiknya
2. Mengetahui perkembangan media online
3. Mengetahui penjelasan mengenai hoax
4. Mengetahui hubungan antara media online, sikap dan perilaku masyarakat dan
jurnalis

3
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Media Online dan Karakteristiknya
Media online- disebut juga cybermedia (media siber), internet media
(media internet), dan new media (media baru)- dapat diartikan sebagai media yang
tersaji secara online di situs web (webseite) internet. Media daring merupakan
sebuah platform baru yang memungkinkan distribusi informasi dilakukan tanpa
halangan spasial yang sebelumnya banyak menghalangi koran atau majalah cetak.
Watak dari media daring adalah bisa diakses dari mana pun sepanjang sang
pengguna atau pembaca memiliki jaringan internet yang akan mengantarkannya
ke ranah world wide web (Rahmawati & Anindhita, 2016). Pedoman Pemberitaan
Media Siber (PPMS) yang dikeluarkan Dewan Pers mengartikan media siber
sebagai “segala bentuk media yang menggunakan wahan internet dan
melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang
Pers dan Standar perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers “. Media online
bisa dikatakan sebagai media “generasi ketiga’ setelah media cetak- koran,
tabloid, majalah, buku-dan media elektronik- radio, televisi, dan film atau video.
Dalam perspektif studi media atau komunikasi massa, media online menjadi objek
kajian teori “media baru” (new media), yaitu istilah yang mengacu pada
permintaan akses ke konten (informasi) kapan saja, di mana saja, pada setiap
perangkat digital serta umpan balik pengguna interaktif, partisipasi kreatif, dan
pembentukan komunitas sekitar konten media, juga aspek generasi “real-time”
(Romli, 2012). New media merupakan penyederhanaan istilah terhadap bentuk
media diluar lima media massa konvensional- televisi, radio, majalah, koran, dan
film-.

Romli menambahkan bahwa karakteristik sekaligus keunggulan media online


dibandingkan media konvensional identik dengan karakteristik jurnalistik online,
antara lain ;

4
 Multimedia : dapat memuat atau menyajikan berita atau informasi dalam
bentuk teks, audio, video, grafis, dan gambar secara bersamaan
 Aktualitas : berisi info aktual karena kemuadahan dan kecepatan penyajian
 Cepat : begitu mengudara, bisa diakses seketika oleh semua orang
 Update : pembaruan informasi dapat dilakukan dengan cepat baik dari sisi
konten maupun redaksional misalnya kesalahan ketik atau ejaan.
 Kapasitas luas : halaman web bisa menampung konten dengan naskan
yang sangat panjang
 Fleksibilitas : pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan di mana
saja, juga jadwal terbit bisa kapan saja
 Luas : menjangau seluruh dunia yang memiliki akses internet
 Interaktif : adanya fasilitas kolom komentar
 Terdokumentasi : informasi tersimpan di arsip dan dapat ditemukan
melalui tautan
 Hyperlinked : terhubung dengan sumber lain (links) yang berkaitan dengan
informasi tersaji.
2.2 Perkembangan Media Online

Mercury Center adalah media cetak pertama yang online di Amerika


Serikat, mulai tayang sejak 1993. Media tersebut merupakan pelopor dari media
daring yang pastinya terjadi karena hadirnya internet. Secara global, kehadiran
internet mulai menggeser dominasi media cetak. Kini hampir seluruh media
konvensional mempunyai media onlinenya sendiri. Sebut saja kisah Newsweek,
majalah mingguan asal Amerika Serikat yang telah terbit sejak 1933 yang
akhirnya beralih sepenuhnya ke digital (online). Kisah dari Indonesia, Kompas
Online (kompas.co.id) muncul pada 22 Agustus 1997, pada awalnya ini
merupakan versi online dari Harian Kompas.

Perkembangan media daring Indonesia terekam dalam publikasi Aliansi


Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, berjudul Media Online: Pembaca, Laba, dan
Etika yang ditulis kedua awaknya, J. Heru Margianto dan Asep Syaefullah. Dalam
terbitan itu disebutkan, media pertama yang hadir dalam internet adalah
Republika Online. Republika Online pertama kali terbit pada 17 Agustus 1994.

5
Lahirnya Republika Online merupakan akibat dari ketidakmauan Republika
terhadap tertinggal perkembangan zaman. Mereka ingin mempublikasi bukan
hanya foto dan teks, melainkan bisa mencakup multi media. Selain itu, tujuan dari
didirikannya Republika Online adalah untuk melayani pembaca yang tidak dapat
dijangkau oleh koran (cetak), mereka ingin penyebaran informasinya luas karena
mereka mengincar pembaca dari mancangera.

Detikcom (detik.com) adalah media online murni (tidak memiliki versi


cetaknya) di Indonesia yang lahir pertama kalinya pada 9 Juli 1998.
Penggagasnya adalah Budiono Darsono, Yayan Sopyan, Abdul Rahman, dan Didi
Nugrahadi. konsep yang digagas Budiono Darsono itu adalah sebuah media baru
yang mengoptimalkan internet, mampu memberikan informasi secepat mungkin,
tak seperti koran yang harus ditulis, disunting, dan dicetak sebelum terbit. Pemicu
lain yang melahirkan Detikcom, adalah situasi sosial politik di Indonesia pada
1998 yang sedang panas. Gerakan Reformasi yang juga dipantau media
internasional, menjadi sumber berita yang nyaris tak ada habisnya. Budiono,
sebelumnya pewarta di Tabloid Detik, tergugah untuk membuat laporan cepat
lewat internet (Paramita, 2015). Demi kecepatan menerbitkan berita, Detikcom
kemudian memang tidak selalu mengikuti pakem baku jurnalistik, melengkapi
berita dengan unsur 5W + 1H. Cukup dengan 3W: What, When, dan Where,
informasi disajikan untuk pembaca. Pemutakhiran informasi dilakukan melalui
artikel berikutnya. Namun konsep inilah yang membuat Detikcom saat itu
melenggang nyaris tanpa saingan. Masih menurut Abdul Rahman, Detikcom
sempat melewati rekor kunjungan situs Kompas Online pada Agustus 1999.

Menurut data yang didapat dari Dewan Pers, per tahun 2017 Indonesia
memiliki 1.755 situs berita (online), hal tersebut menunjukan perkembangan
media online di indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

John Murrell selaku Online Editor Mercury Center tidak menduga media
online dapat bersaing dengan media cetak. Ia berpendapat demikian karena
terdapat perbedaan mendasar pada saat itu antara koran cetak dan online, koran
cetak lebih murah, mudah dibawa (portable), serta bagian-bagainnya dapat

6
dipisah-pisahkan, sedangkan media online pada saat itu hanya bisa diakses
melalui komputer sehingga tidak portable.

2.3. Hoax

Salah satu masalah yang muncul adalah hoax (berita bohong atau palsu,
disinformasi). Istilah hoax pertama kali dikenalkan oleh MacDougall pada tahun
1958 dalam bukunya yang berjudul Hoaxes. Utami dalam jurnalnya mengutip
MacDougall (1958) yang mendefinisikan hoax sebagai “deliberately concocted
untruth made to masquerade truth” (Utami, 2018), lebih lanjut ia
mengindikasikan definisi dari Mac Dougall tersebut “attempts to distinguish hoax
from honest errors in observation or judgment to which everyone is subject”
(mencoba untuk memisahkan hoax dari kesalahan jujur (tidak disengaja) dalam
pengamatan atau penilaian yang menjadi subyek semua orang), Dougall
menyatakan bahwa hoax tidak memiliki basis pada fakta, namun apakah penulis
tersebut mempunyai niat untuk membuat orang-orang menerima hoax tersebut
sebagai fakta itu tidak penting bagi definisi yang telah ia buat (Utami, 2018).
Berbeda dengan Mac Dougall, Kusman memandang hoax sebagai “ false
information designed to influence or provoke an audience into acting in
accordance with the interest of the creator and circulated through social media”
(Utami, 2018). Penelitian mengenai hoax mempunyai beragam perspektif,
Wardani (2017) meniliti hoax lewat perspektif bahasa. Ia meneliti bagaimana
manipulasi informasi dalam hoax contents dilakukan oleh bahasa. Ia
menyimpulakan bahwa manipulasi bahasa bertujuan untuk menyebarkan
ketakutan dan rasa panik diantara massa (Utami, 2018). Merujuk pada Reuters
(2017) mendefinisikan berita bohong atau hoax dengan sulit karena sering
diaplikasikan pada tiga kategori berbeda yaitu, (1) news that is made up or
'invented' to make money or discredit others; (2) news that has a basis in fact, but
is ‘spun’ to suit a particular agenda; and (3) news that people don’t feel
comfortable about or don’t agree with (Martens, Aguiar, Gomez-Herrera, &
Mueller-Langer, 2018).

7
2.4. Hubungan Antara Media (berita) Online, Hoax, dan Jurnalis

Perkembangan teknologi yang sangat signifikan mengakibatkan perubahan


dalam hal produksi maupun konsumsi suatu berita. Hampir seluruh media kini
memanfaatkan internet dengan mengeluarkan portal online media tersebut. Tentu
di era konvergensi media ini, suatu berita atau informasi bisa dinikamati melalui
smartphone atau komputer selama memiliki konektivitas dengan internet. Namun
akibat dari perkembangan ini yang memunculkan media online, justru
memerlihatkan beberapa dampak bagi masyarakat, jurnalis, maupun jurnalisme itu
sendiri.

Kecepatan merupakan salah satu hal yang termasuk kedalam karakteristik


media online, belakangan ini membawa beberapa dampak yang serius tehadap
pembaca (masyarakat), jurnalis, dan jurnalisme. Menurut Arifin Asydhad selaku
Pemimpin Redaksi Detik.com berpendapat bahwa jika media online tidak
mengabarkan dengan cepat, maka bukan media online namanya. Lebih lanjut ia
menambahkan kecepatan dalam media online sangat penting karena kompetitor
media online bukan hanya sesama media online, melainkan dengan media sosial,
jika media online tidak cepat, maka akan dilahap habis oleh media sosial. Atas
nama kecepatan media online seakan memangkas proses verifikasi dalam
mempublikasikan suatu berita. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dalam
publikasinya menggambarkan betapa minimnya proses verifikasi dalam media
online “Isi berita bukan lagi hasil akhir dari sebuah disiplin verifikasi jurnalistik,
tapi justru proses verifikasi itu sendiri adalah berita. Informasi mengalir deras,
sepotong-demi sepotong, sementara substansi kebenar-an terasa tidak jelas.
Dogma jurnalistik tradisional yang diwariskan turun temurun dari generasi ke
generasi “get it first, but first get it truth” seolah berubah menjadi “get it first, just
get it first”(Margianto & Syaefullah, 2014). AJI menganggap hal ini
(mementingkan kecepatan) seolah tak memedulikan hak masyarakat untuk
memeroleh informasi yang benar. Mereka menganggap hal tersebut sebagai
pelanggaran terhadap Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) butir1 yang

8
menyebutkan “ Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk
memeroleh informasi”. Akibat tidak disiplin verifikasi inilah berita yang dimuat
terdapat data yang tidak akurat bahkan berita hoax sekalipun. Yang menjadi pihak
yang dirugikan dari produksi berita yang tidak akurat atau hoax adalah bukan
hanya institusi media tersebut saja, melainkan masyarakat juga. Salah satu contoh
kasusnya, pada tahun 2011 pemberitaan mengenai Imanda Amalia membuat
heboh Indonesia. Di berbagai media online diberitakan bahwa Imanda Amalia
“gugur” di Mesir ditengah pergolakan politik disana, hal ini membuat pihak KBRI
di Mesir kalang kabut mencari Imanda. Padahal Imanda sehat walafiat, Ia sendiri
bingung mengapa namanya terdapat dalam pemberitaan ini. Ternyata setelah
ditelusuri semua media online merujuk pada suatu lama facebook. Mengapa
masyarakat atau orang cenderung mempercayai atau terperangkap pada berita
palsu, berita bohong, atau hoax ? beberapa menyatakan bahwa bias konfirmasi
adalah adalah akar permasalahannya, hal itu mengindikasikan bahwa kita hanya
mencari informasi yang hanya ingin kita yakini bahwa informasi tersebut ada atau
benar. Mencari informasi dengan niat tersebut sangat mengabaikan fakta fakta
atau informasi yang berseberangan dengan apa yang mereka ingin ketahui, oleh
karena itu bias konfirmasi ini hanya menguatkan seseorang pada persepsi(yang
ingin dipercayai)nya. Syam Sundar, Professor Komunikasi dan Co- Director of
the Media Effect Research Laboratory, Pennsylvania State University, Ia meneliti
sisi psikologis konsumsi media online lebih dari 20 tahun, dan salah satu
penemuannya adalah pembaca media online tidak terlihat terlalu peduli dengan
pentingnya sumber jurnalistik (Sundar, 2016).

Kecepatan produksi berita ini juga punya andil besar dalam penghidupan
sebuah media online karena berhubungan erat dengan traffic. Traffic adalah
aktivitas pada satu halaman situs yang dihasilkan dari kunjungan pengguna
internet dan aktivitas pengguna internet di halaman itu. Semakin banyak sebuah
situs dikunjungi dan semakin banyak aktivitas yang dilakukan pengguna internet
di laman-laman situs itu, maka traffic situs itu semakin tinggi. General Manager
Kompas.com Dhanang Radityo menjelaskan, termasuk di dalam traffic adalah
visit , unique visitor, pageview, dan length of visit. Trafficlah yang menjadi alat
tawar media dengan pengiklan dan dari iklan lah media online mendapatkan laba

9
atau penghasilan. Demi traffic yang baik, tidak sedikit media online yang
menggunakan judul berita yang clickbait agar dikunjungi oleh pembaca. Selain itu
masalah yang dimunculkan dari traffic ini adalah konten atau isu yang diangkat
menjadi berita di media online. Banyak isu-isu yang tidak etis yang ditampilkan.
Contohnya saja pada pemberitaan kasus bunuh diri Sulli F(x), ada suatu media
online yang berusaha mengekspoitasi nama Sulli untuk menaikan traffic
portalnya. Disaat yang lain mengabarkan tentang kasus bunuh diri Sulli, media
tersebut malah memberitakan tentang “potret seksi” Sulli. Sudah jelas ini tidak
etis. Setelah beberapa waktu artikel tersebut dicabut dari portal beritanya karena
banyak netizen di berbagai sosial media “mengutuk” keras artikel tersebut.

Akibat kecepatan dan traffic inilah para jurnalis diekspoitasi tenaganya. Di


berbagai media online para jurnalis diberi kuota untuk memproduksi 7-15 berita
setiap harinya. Dengan fakta demikian, tidak adanya kemewahan waktu yang
dipunyai, jurnalis perlu mengorbankan analisis yang lebih mendalam terhadap
suatu isu atau informasi yang akan dinaikan sebagai berita. Pernyataan petugas
pemerintah, humas, percakapan media sosial , sampai pernyataan figur publik
terpaksa dijadikan wartawan sebagai rujukan atau sumber utama (andalan)
(Imanuddin, 2018). Media online seperti mengalami penurunan bahkan merudksi
kerja sehingga menyaru dengan kerja influencer atau selebgram yang justru
mengikis sendiri otoritas mereka sebagai gatekeeper informasi (Imanuddin, 2018).
Dengan sistem kerja yang seperti demikian, bukan menjadi hal yang aneh bila
terdapat kesalah-kesalah fakta atau data dalam berita. Kuota berita yang sekian
banyak juga mendorong para jurnalis untuk membuat berita yang tidak etis seperti
kasus-kasus diatas. Verifikasi nampaknya akan menjadi hambatan yang sangat
besar bagi para jurnalis apabila ditugaskan untuk membuat berita sekian banyak.

Kredibilitas menjadi hal yang sangat penting dalam industri media. Dalam
buku Jurnalitik Online disebutkan bahwa menurut berbagai survei di Amerika,
seperti dilaporkan Cassidy (2007) dalam “Online news credibility : An
exampination of the perceptions of newspaper journalists”, selama dua dekade
terakhir, kepercayaan punlik terhadap media massa menurun (Project for
excellence in journalism, 2006).seharusnya berbagai media online

10
mempertimbangkan hal ini karena bagaimanapun kredibilitas suatu media sangat
menentukan pembaca (masyarakat) dalam memilih media yang dipilihnya sebagai
sumber informasi. Dengan demikian seharusnya media menjaga kualitas beritanya
dengan mengedepankan akurasi berita karena kegagalan dalam menjaga kualitas
berita akan berdampak buruk bagi media tersebut.

Kehadiran media online bukan menjadi hal yang buruk, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa munculnya beragam media online meruntuhkan
monopoli informasi oleh suatu lembaga atau perusahaan yang menjadikan
munculnya berbagai sumber untuk mendapatkan berita sehingga memudahkan
untuk mengakses informasi maupun melakukan crosscheck terhadap suatu
informasi atau berita. Namun telah disinggung sebelumnya bahwa kehadiran
media online juga membawa dampak buruk, seperti yang telah dipaparkan bahwa
orientasi media online terhadap traffic website menyebabkan beberapa masalah
seperti membuat judul berita click bait, misinformasi atau misleading bahkan
hoax, menaikan berita yang kurang penting, tidak disiplin verifikasi informasi
karena para wartawan jurnalis dipaksa untuk menerbitkan sekian banyak artikel
perhari demi mengejar traffic. Guna mengatasi ini opsi yang bisa diambil adalah
tidak menjadikan traffic atau pengiklan untuk mencari laba. Dengan sistem
berlangganan (membayar) media dapat mengurangi ketergantungan mereka atas
iklan dan menyerahkan pencarian laba utama atau agensi pada khalayak
(Imanuddin, 2018). Dengan menghilangkan ketergantungan media pada
pengiklan- yang berarti berfokus pada pengejaran traffic, media cukup leluasa
untuk mengolah informasi dengan benar sehingga kualitas suatu berita yang
dianggap dapat dikatakan baik.

11
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Media online- disebut juga cybermedia (media siber), internet media
(media internet), dan new media (media baru)- dapat diartikan sebagai media yang
tersaji secara online di situs web (webseite) internet. Perkembangan media online
di Indonesia ditandai dengan munculnya Republika online pada 17 Agustus 1994.
Hal ini menjadi tonggak bagi media massa konvensional dan membuat versi
onlinenya. Detikcom (detik.com) menjadi tonggak bagi media online murni
(bukan versi online dari sebuah media cetaknya) di Indonesia, mereka melahirkan
konsep baru dalam jurnalisme. Kusman memandang hoax sebagai “ false
information designed to influence or provoke an audience into acting in
accordance with the interest of the creator and circulated through social media”
(Utami, 2018).

Kecepatan merupakan salah satu hal yang termasuk kedalam karakteristik


media online, belakangan ini membawa beberapa dampak yang serius tehadap
pembaca (masyarakat) dan jurnalis. Kecepatan dalam menerima informasi
memang penting, namun terdapat hal yang lebih penting dari itu, yaitu kebenaran.
Dengan aturan kecepatan yang dimainkan media online sekarang ini, maka proses
verifikasi dalam media tersebut seolah menjadi hilang dan itulah yang menjadi
sumber dari berita yang faktanya atau datanya keliru bahkan hoax dan itu menjadi
hal yang sangat merugikan bagi masyarakat dan media tersebut. mengingat hoax
dapat menyebabkan beragam dampak negatif yang serius maka untuk

12
menanggulangilnya adalah dengan literasi digital, dengan literasi digital
masyarakat diharapakan dapat mencari dan mempercayai informasi yang akurat
dan kredibel.

Traffic juga menjadi kunci bagi penghasilan suatu media online namun
ternyata traffic menjadi teror bagi pelaku media (jurnalis) karena dengan
mengejar tranffic konten atau isi berita biasanya menjadi kurang etis, tidak
verifikasi, dan banyak yang menganggap tidak layak. Dalam hal ini pemakaian
judul berita yang clickbait juga bermain pada praktik dalam pengejaran traffic.

Bagaimanapun kredibilitas suatu media menjadi hal yang penting. Dengan


kondisi di media online yang carut marut (dipenuhi berita kurang verifikasi
bahkan hoax) maka kredibilitas masyarakat terhadap suatu media online juga akan
menurun. Oleh karena itu banyak yang berharap media tetap menjaga kualitasnya
dibanding hanya mengandalkan kecepatan suatu informasi. Tetapi hal tersebut
menjadi sulit karena jika media online tidak mempunyai unsur kecepatan, maka
media online akan dilahap oleh media sosial. Salah satu yang menjadi bahan
pertimabangan untuk mengembalikan kualitas informasi media online adalah
dengan menerapkan sistem berlangganan. Dengan sistem berlanggan media online
mengurangi ketergantungannya pada pengiklan-yang mana mencari traffic tinggi.
Dengan menghilangkan ketergantungan media pada pengiklan- yang berarti
berfokus pada pengejaran traffic, media cukup leluasa untuk mengolah informasi
dengan benar sehingga kualitas suatu berita yang dianggap dapat dikatakan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA
Alam, S. O. (2020). Termakan Hoax Metanol untuk Obat Corona, 300 Warga Iran
Dikabarkan Tewas. Retrieved May 5, 1BC, from
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4958071/termakan-hoax-
metanol-untuk-obat-corona-300-warga-iran-dikabarkan-tewas

Azizah, K. N. (2020). Puluhan Orang Keracunan Disinfektan Usai Ikuti “Saran”


Trump Obati Corona. Retrieved June 16, 1BC, from
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4992063/puluhan-orang-
keracunan-disinfektan-usai-ikuti-saran-trump-obati-corona

Imanuddin, F. (2018). Kegagapan Digital dan Bunuh Diri Perlahan Jurnalisme.


Retrieved June 16, 1BC, from
https://www.remotivi.or.id/amatan/475/kegagapan-digital-dan-bunuh-diri-
perlahan-jurnalisme

Margianto, J. H., & Syaefullah, A. (2014). Media Online: Pembaca, Laba,dan


Etika. (Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Ed.). Jakarta: Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Retrieved from
https://aji.or.id/upload/article_doc/Media_Online.pdf

Martens, B., Aguiar, L., Gomez-Herrera, E., & Mueller-Langer, F. (2018). The
digital transformation of news media and the rise of disinformation and fake
news. Seville. Retrieved from

14
https://ec.europa.eu/jrc/sites/jrcsh/files/jrc111529.pdf

Nafi’an, M. I. (2020). Menkominfo: Ada 554 Isu Hoax soal COVID-19, 89 Orang
Jadi Tersangka. Retrieved May 5, 1BC, from https://news.detik.com/berita/d-
4982087/menkominfo-ada-554-isu-hoax-soal-covid-19-89-orang-jadi-
tersangka

Paramita, R. P. (2015). Para pengukir sejarah media daring Indonesia. Retrieved


November 12, 2019, from https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/para-
pengukir-sejarah-media-daring-indonesia

Rahmawati, D., & Anindhita, W. (2016). Potensi Media Daring Menciptakan


Komunitas Informasi Transnasional ASEAN. In Prosiding Seminar Nasional
INDOCOMPAC. Jakarta. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/172018-ID-potensi-media-
daring-menciptakan-komunit.pdf

Romli, A. S. M. (2012). Jurnalistik Online. (I. Kurniawan, Ed.). Bandung: Nuansa


Cendekia.

Sundar, S. (2016). Why do we fall for fake news? Retrieved June 16, 2020, from
https://theconversation.com/why-do-we-fall-for-fake-news-69829

Utami, P. (2018). Hoax in Modern Politics: The Meaning of Hoax in Indonesian


Politics and Democracy. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 2(2). Retrieved
from https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/34614/pdf

15

Anda mungkin juga menyukai