Manajemen Bisnis Syariah 1
Manajemen Bisnis Syariah 1
Bgzein2@gmail.com
Risma199@gmail.com
Abstrak: Investasi merupakan komitmen untuk menahan sejumlah dana dengan tujuan
memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang. Namun demikian, terdapat
oknum yang memanfaatkan investasi sebagai alat menghimpun dana dari masyarakat dengan
produk dan aktifitas usaha yang tidak sesuai syariah. Oleh sebab itu, penjelasan prinsip-prinsip
syariah dalam berinvestasi menjadi penting sebagai panduan bagi masyarakat. Kegiatan
investasi secara eklpisit maupun implisit tertuang di dalam sejumlah ayat Al- Qur’an dan
sunnah nabi Muhammad saw. yang pernah menjalankan bisnis dan menjadi mitra investor
Mekah pada masanya. Prinsip investasi syariah adalah semua bentuk muamalah boleh
dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya, yaitu apabila ditemukan kegiatan terlarang
dalam suatu kegiatan bisnis, baik objek (produk) maupun proses kegitan usahanya yang
mengandung unsur haram, gharār, maysīr, ribā, tadlīs, talaqqī al-rukbān, ghabn, ḍarar, rishwah,
maksiat and ẓulm. Dalam investasi, terdapat aturan syariah mengenai akad apa saja yang
dibolehkan, apa yang dilarang, dan risiko yang timbul sebagai bagian integral dari kegiatan
investasi
Kata Kunci : Unsur, Tujuan , Manfaat Manajemen ,Investasi dan Konsep Investasi
Pendahuluan
Dewasa ini, kita mengenal investasi “bodong” yang dilakukan oleh orang atau entitas
tertentu. Investasi “bodong” bermunculan dari waktu ke waktu dengan berbagai macam
modus. Modusnya, ada yang setor investasi 1 juta rupiah dengan janji akan mendapatkan
bonus 5% setiap bulan dan mendapatkan bonus 10% jika mendapat anggota baru. Ada juga
dengan modus investasi 100 juta rupiah selama 12 bulan dan tidak bisa diambil, dengan janji
mendapat keuntungan 30% per bulan; bahkan investasi bulan ke-1 sebesar 1 juta dan bulan ke-
2 sampai bulan ke-3 mendapatkan cash back 1 juta setiap bulan.
Lebih jauh lagi, Satgas Waspada Investasi yang dibentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mencatat pada tahun 2015 terdapat 200 modus investasi bodong (tidak berizin) dan rawan
penipuan. Sedangkan pada tahun 2016 terdapat lebih dari 400 modus investasi serupa. Tidak
hanya itu, 90% dari modus investasi tersebut tidak memiliki izin, sedangkan 10% sisanya
hanya memiliki izin SIUP dan TDP, namun tidak memiliki izin investasi. Satgas Waspada
Investasi memberikan panduan kepada masyarakat calon investor untuk mewaspasai beberapa
ciri investasi bodong diantaranya: high return, free risk, high insentive, unfair, big promise dan
guarantee.
Data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi OJK pada pertengahan bulan Desember 2017
adalah terdapat 21 entitas yang diduga melakukan praktek bisnis dan investasi yang
mencurigakan dengan janji return yang sangat tinggi. Temuan tersebut menunjukkan bahwa
praktik kotor dalam bisnis dan investasi hidup dan mengancam masyarakat. Tentu masyarakat
yang tidak melek investasi dan prinsip berinvestasi yang aman akan banyak yang tertipu oleh
iming-iming return yang begitu tinggi.
Investasi merupakan kegiatan yang dianjurkan dalam pandangan Islam. Hal ini karena
kegiatan investasi sudah dilakukan oleh nabi Muhammad saw. sejak muda sampai menjelang
masa kerasulan.
Selain itu akan tercapainya maslahah multiplayer effect, di antaranya tercipta lapangan
usaha dan lapangan pekerjaan, menghindari dana mengendap dan agar dana tersebut tidak
berputar di antara orang kaya saja (QS. al-Hasyr [59]: 7). Lebih dari itu, investasi mendapat
legitimasi langsung di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Banyak ayat Al-Qur’an yang
terkait dengan anjuran berinvestasi, seperti QS. al-Baqarah [2]: 261; QS. al-Nisa [4]: 9; QS.
Yusuf [12]: 46-49; QS. Luqman [31]: 34 dan QS. al-Hasyr [59]: 18. Sunnah Nabi saw. yang
berkaitan dengan bisnis adalah segala perkataan, perbuatan atau ketetapan nabi saw. dalam
menjalankan aktifitas bisnisnya. Dalam catatan sejarah, Nabi saw. pernah mengelola modal
milik janda kaya Mekkah dan harta waris anak yatim, dan beberapa hadis perkataan nabi saw.
yang mengakui perserikatan (penyertaan modal) di dalam aktivitas bisnis.
Investasi merupakan bagian dari fikih muamalah, maka berlaku kaidah “hukum asal
dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya” (Djazuli. A 2006). Aturan ini dibuat karena ajaran Islam menjaga hak
semua pihak dan menghindari saling menzalimi satu sama lain. Hal ini menuntut para investor
untuk mengetahui batasan- batasan dan aturan investasi dalam Islam, baik dari sisi proses,
tujuan, dan objek dan dampak investasinya. Namun demikian, tidak semua jenis investasi
diperbolehkan syariah seperti kasus bisnis yang diungkapkan di atas yaitu mengandung
penipuan dan kebohongan atau mengandung unsur-unsur kegiatan yang dilarang syariat Islam.
Kasus-kasus seperti yang disinggung di atas, tetap saja marak dilakukan oleh oknum
perorangan, koperasi, atau entitas tertentu demi mendapat keuntungan yang besar tanpa
memedulikan norma-norma yang berlaku, baik norma positif dan maupun norma agama.
Realita ini tentu sangat mengkhawatirkan di saat tren kondisi perekonomian sedang melemah,
ditambah dengan kenyataan semakin banyaknya entitas yang mengatasnamakan investasi,
namun kenyataanya penipuan masih marak. Di sinilah Islam hadir dengan membawa ajaran
rahmatan li al-‘ālamīn (rahmat bagi seluruh alam) dengan memberikan panduan prinsip syariah
dalam berinvestasi agar tidak terjerumus ke dalam bisnis yang dilarang. Dalam tulisan ini akan
diuraikan mengenai hubungan investasi dan Islam, dasar hukum investasi dalam Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi saw., prinsip syariah dalam berinvestasi, asas fikih muamalah, kegiatan yang
dilarang dalam berinvestasi dan akad-akad yang digunakan dalam kegiatan investasi, agar
semua pihak yang berkepentingan dalam kegiatan ini dapat membedakan dan memilih
investasi mana yang boleh, halal dan baik
A. Pengertian, Unsur, Tujuan dan Manfaat Manajemen Syariah
A. Pengertian
Istilah manajemen dalam bahasa Arab disebut dengan istilah “idaarah” yang berasal dari kata
kerja (fi’il) “adara” yang berarti memutar sesuatu.5 Kata “idaarah” ini menurut padanan
katanya dalam bahasa Arab semakna dengan kata tadbiir, siyaasah dan qiyaadah.
Dalam al-Qur’an dari beberapa term tersebut hanya kata tadbiir yang sering dijumpai dengan
berbagai kata turunannya seperti dabbara, yudabbiru dan tadbiiran. Kata tadbiir ini merupakan
bentuk masdar (asal atau bentukan kata) yang secara
umum diartikan sebagai penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan, perencanaan dan
persiapan.6
Secara terminologis pengertian manajemen syariah adalah seni dalam mengelola semua
sumber daya yang dimiliki dangan tambahan sumber daya dan metode syariah yang telah
tercantum dalam kitab suci atau yang telah dajarkan oleh nabi Muhammad SAW.7 Pengertian
manajemen syaria’h ini pada dasarnya dipandang sebagai perwujudan amal shaleh yang
bertitik tolak dari niat baik yang akan memunculkan motifasi aktivitas untuk mencapai hasil
yang bagus demi kesejahteraan bersama.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara umum pengertian manajemen syari’ah
adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil optimal yang bemuara pada pencarian
keridhaan Allah.
Adapun dasar hukum manajemen syariah antara lain:
a. Surat Al-Baqarah ayat 282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak
mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada
dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi- saksi yang
kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada
tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu,
(jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah;
Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”
b. Hadis riwayat Thabrani :
Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan,
dilakukan secara itqan (tepat, tearah, jelas, tuntas)”.
B. Unsur atau Fungsi
Secara umum fungsi-fungsi atau unsur-unsur pembentuk manajemen juga terdapat pada
manajemen syariah.
Beberapa fungsi-fungsi atau unsur-unsur manajemen syariah adalah :
1. Perencanaan/Planning ()التخطيط, yaitu perencanaan/ gambaran dari sesuatu kegiatan
yang akan datang dengan waktu, metode tertentu sebagaimana hadits :
Urgensi manajemen syariah ini tidak terlepas dari adanya falsafah manajemen itu sendiri,
yaitu:
1. Falsafah Perencanaan
Dasar dan tujuan manajemen haruslah terintegrasi, konsisten dan saling menunjang satu sama
lain. Untuk menjaga konsistensi ke arah pencapaian tujuan manajemen, maka setiap usaha itu
harus didahului oleh proses perencanaan yang baik. Hal ini ditegaskan dalam al-Qu’ran surat
al-Hasyr ayat 18 : ”Hai orang- orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat);
dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
Kegiatan perencanaan dalam manajemen harus tetap mengacu pada rumusan (5W dan
1H) yang ada, yaitu:
Tindakan apa yang harus dilakukan? What
Apakah sebabnya tindakan itu harus dilakukan? Why
Dimanakah tindakan itu harus dikerjakan ? Where
Kapankah tindakan itu harus dikerjakan? When
Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu? Who
Bagaimanakah ara melaksanakan tindakan itu? How Sedangkan dalam proses perencanaan itu
sendiri tercakup
beberapa tahapan, yaitu:
1. Perkiraan (Forecasting), yaitu suatu peramalan usaha yang sistematis, yang paling
mungkin memperoleh sesuatu di masa yang akan datang, dengan dasar penaksiran dan
menggunakan perhitungan yang rasional atas fakta yang ada. Fungsi perkiraan ini
adalah untuk memberi informasi sabagi dasar pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.
2. Tujuan (Objective), yaitu nilai yang akan dicapai atau diinginkan oleh seseorang atau
badan usaha. Tujuan harus dirumuskan dengan jelas, realistis dan dapat diketahui oleh
semua orang yang terlibat dalam organisasi, agar mereka dapat berpartisipasi dengan
penuh kesadaran.
3. Rencana Kegiatan (Policies), yaitu sebagai pedoman pokok (plan of action) yang
diadakan untuk menentukan kegiatan yang berulang-ulang.
4. Progrman (Programmes), yaitu sederatan kegiatan yang digambarkan untuk
melaksanakan policies. Program itu merupakan rencana kegiatan yang dinamis dan
biasanya dilaksanakan secara bertahap dan terikat dengan ruang dan waktu. Program
merupakan satu kesatuan yang erkait erat dan tidak dapat dipisahkan dengan tujuan
yang telah ditentukan.
5. Penjadwalan (Schedules), yaitu pembagian program yang harus diselesaikan menurut
urutan waktu tertentu. Dalam keadaan terpaksa shedules dapat berubah, tetapi program
dan tujuan tidak berubah.
6. Prosedur (Procedures), yaitu suatu gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan
suatu kegiatan atau pekerjaan. Perbedaannya dengan program adalah di mana program
menyatakan apa yang harus dikerjakan, sedangkan prosedur berbicara tentang
bagaimana melaksanakannya.
7. (Budget), yaitu suatu taksiran atau perkiraan yang harus dikeluarkan dan pendapatan
yang diharapkan diperoleh di masa yang akan datang. Dengan demikian, budget
dinyatakan dalam waktu, uang, material dan unit-unit yang melaksanakan pekerjaan
guna memperoleh hasil yang diharapkan.
2. Falsafah Pengorganisasian
Manusia sebagai khalifah (subjek) dalam menjalankan fungsinya diharapkan dapat
menciptakan suatu kemakmuran. Kemakmuran ini akan terwujud jika di antara manusia itu
saling tolong menolong dan tidak berpecah belah sebagaimana ditegaskan dalam surat asy-
Syuuraa ayat 13 yang artinya : “Berpegang teguhlah pada tali agama Allah dan jangan bercerai
berai”.
Dalam falsafah organisasi ini diharapkan elemen (subyek) organisasi mampu melaksanakan
fungsi penting dalam
membantu ketidakmampuan anggota sebagai individu dalam rangka mencapai tujuan yang
sulit atau bahkan tidak mungkin dicapai secara individual.
3. Falsafah Pengawasan
Falsafah pengawasan ini meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan, dan pengukuran
terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan
perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta, melakukan tindakan koreksi
penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan (input)
yang digunakan.
Pengawasan disebut juga dengan pengendalian, yaitu salah satu fungsi manajemen yang
berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan
bawahan dapat diarahkan kejalan yang benar dengan maksud dan tujuan yang telah digariskan
semula.
Beberapa dasar hukum tentang anjuran untuk melakukan investasi dalam konsep Islam
antara lain:
1. Hadist yang diriwayatkan oleh Umar bin Syu’aib yang artinya:
“Ketahuilah, Siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta
(uang warisan), maka hendaklah ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia
membiarkan harta itu idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”.
2. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya:
“Berikanlah kesempatan kepada mereka yang memiliki tanah untuk memenfaatkannya,
dengan caranya sendiri dan jika
tidak dilakukannya, hendaklah diberikan pula orang lain agar
memanfaatkannya”.
3. Pernyataan Umar bin Khattab yang artinya:
“Siapa saja yang mempunyai uang hendaklah ia mengivestasikannya, dan siapa saja yang
mempunyai tanah hendaklah ia menanaminya”.
Tujuan investasi syari’ah dalam konteks ini tidaklah terlepas dari adanya niat untuk
mendapatkan ridha Allah Swt., dengan mendapatkan keuntungan (al-falah), sehingga dalam
melakukan investasi harus dibutuhkan niat yang lurus (menghindarkan diri dari penggunaan
cara-cara investasi yang mengandung unsur maisir, gharar, riba dan dhalim), selain yang
terpenting juga tetap meniatkan dari sebagian keuntungan akan dikeluarkan zakat dan infaknya
sebagai bagian dari investasi di akhirat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari investasi dalam Islam adalah
“menanam modal dengan tujuan menambah keuntungan dan mencari kelebihan nikmat Allah,
karena investasi ini akan merealisasikan tujuan permodalan yang seharusnya berkembang,
sekaligus merealisasikan tujuan sosialnya”.
b. Landasan Filosofis
Landasan filosofis kegiatan muamalah termasuk investasi dalam konsep Islam adalah
boleh hukumnya, terkecuali ada ketentuan (aturan) lain yang bersifat normati (al-Qur’an
maupun
Hadist Rasulullah Saw.), baik secara eksplisit maupun implisit yang melarangnya,
sebagaimana terlihat pada bagan berikut:
Hukum Asal
Ibadah Muamalah
Dengan demikian, sesuai dengan gambar bagan di atas, maka aktivitas investasi dengan
beragam jenisnya diperbolehkan hukumnya selama tidak ada aturan atau ketentuan syar’i yang
menunjukkan larangannya.
Kegiatan investasi dalam konsep Islam dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:
1. Aspek non ekonomis, yaitu bernilai amal shaleh sebagai bekal (investasi) manusia pada
hari akhir kelak.
2. Aspek ekonomis, yaitu pengorbanan dana dalan jumlah tertentu (pasti) pada saat
sekarang untuk mendapatkan keuntungan di masa mendatang.
Islam dalam melihat dua aspek tersebut sangat menganjurkan untuk mengembangkan
keduanya, bukan dalam konteks menumpuk-numpuk harta. Hal ini secara tegas dinyatakan
sahabat Umar bin Khattab sebagai berikut: “Siapa saja yang memiliki uang, hendaklah ia
menginvestasikannya, dan siapa saja yang memiliki tanah hendaklah ia menanamnya”.
Dengan melihat apa yang disampaikan Umar bin Khattab ini, maka investasi dalam konsep
Islam dapat dilakukan dalam 2 bentuk sektor, yaitu:
1. Sektor riil berupa tanah.
2. Sektor keuangan berupa modal.
Namun kedua bentuk investasi ini tentunya diatur dengan batasan-batasan syar’i seperti
tidak boleh mengandung unsur riba, gharar, maysir, tadlis, ataupun unsur lain yang
menimbulkan kebatilan dan ketidakadilan.
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa dalam konteks syariah adanya
penekanan yang kuat bahwa segala kegiatan ekonomi harus terikat dengan prinsip yang halal,
baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain itu,
prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan, adil dan transaksinya berpijak
pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi
dan spekulasi.
F. Rangkuman
1. Pengertian umum manajemen adalah manajemen merupakan suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien.
2. Istilah manajemen dalam al-Qur’ani disebut dengan istilah “idaraah” yang merupakan
segala usaha, tindakan dan kegiatan manusia yang berhubungan dengan perencanan
dan pengendalian segala sesuatu secara tepat guna. Dalam istilah lain, manajemen ini
disebut dengan istilah tadbir, siyasah dan qiyaadah yang secara umum diartikan sebagai
penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan, perencanaan dan persiapan.
3. Sedangkan pengertian umum manajemen syaria’h adalah suatu pengelolaan untuk
memperoleh hasil optimal yang bemuara pada pencarian keridhaan Allah.
4. Unsur-unsur manajemen syari’ah adalah :
1. Perencanaan/Planning ()التخطيط,
2. Pengorganisasian/Organizing ()التنظيم,
3. Pengkoordinasian/Coordination ()لتنسيق,
4. Pengawasan/Controlling ()الرقابة
5. Pemotivasian/Motivation ()ترغيب.
6. Kepemimpinan/Leadership ()اخاللفة
7. Tujuan manajemen syari’ah adalah motivasi untuk memperoleh keridhaan Allah,
berorientasi pada kebahagiaan di akhirat tanpa melupakan bagiannya di dunia
(menegakkan syariah Allah).
8. Sedangkan manfaatnya adalah sebagai pedoman manusia dalam mengatur segala
sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat, terarah dan tuntas sesuai dengan yang
disyariatkan dalam ajaran Islam.
9. Urgensi manajemen syariah:
10. Falsafah Perencanaan, di mana dasar dan tujuan manajemen haruslah terintegrasi,
konsisten dan saling menunjang satu sama lain
11. Falsafah Pengorganisasian, di mana manusia sebagai khalifah (subjek) dalam
menjalankannnya diharapkan dapat tercipta kemakmuran
12. Pengertian investasi secara bahasa berasal dari bahasa Latin yaitu “investire” yang
berarti memakai, dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai “investment”, yang berarti
menanam. Sedangkan secara terminology, definisi investasi adalah “penanaman modal
yang dilakukan oleh investor dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk
investasi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan”. Dengan kata lain investasi
disebut juga dengan istilah “penanaman modal”.
13. Investasi dalam bahasa Arab diistilahkan dengan kata “تثمرxxx ”إسyang berarti
membuahkan. Sedangkan konsep investasi syariah dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan produktif yang menguntungkan bila dilihat dari sudut pandang teologis dan
menjadi untung-rugi jika dipandang dari sisi ekonomi, karena tidak bisa terlepas dari
adanya suatu ketidak-pastian (uncertainty of loss) dalam kehidupan manusia, serta
harus dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i.
14. Faktor-faktor yang mendorong investasi dalam konsep Islam adalah:
a. Adanya implementasi mekanisme zakat terhadap jumlah dan nilai
assetnya yang akan selalui dikenakan zakat.
b. Adanya motif sosial, yaitu dengan membantu sebagian masyarakat
yang tidak memiliki modal.
15. Dasar hukum investasi dalam konsep Islam antara lain salah satu hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya: “Berikanlah kesempatan kepada
mereka yang memiliki tanah untuk memenfaatkannya, dengan caranya sendiri dan
jika tidak dilakukannya, hendaklah diberikan pula orang lain agar
memanfaatkannya”.
Adapun tujuan investasi secara umum adalah :
DAFTAR PUSTAKA
Muhamad. 2014. Manajemen Keuangan Syariah (Analisis Fiqh dan Keuangan). Yogyakarta:
UPP STIM YKPN.
Agus N., Cahyo, Inves Emas Kaya Selangit, Yogyakarta, Laksana, 2011
Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta, UI
Press, 1998
2008
Alma, Buchari, Kewirausahaan, Bandung, Penerbit CV Alfabeta, 2007.
………dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, Bandung, Penerbit
Alfabeta, 2009