“Bila anda ingin merdeka dan bebas dari keterpurukan, maka berdemokrasi terlebih
dahulu”
Narasi Demokrasi yang dirangkainkan dalam buku mulai dari zaman Aristoteles di
yunani Kuno hingga zaman Amas Mahmud di era modern. Tak pernah berhenti
dalam pergolakan pemikiran maupun benturan realitas di alam demokrasi,
demokrasi adalah system yang mampu memberikan kemerdekaan setiap insane
untuk melakukan proses tindakan-tindakan yang di tentukan. Kini di temukan
bannyak buku yang bertemakan; AristotelesLa Politica (2007), RK. Sinclair
Demokrasi & Partisipasi (1988), Abraham Lincon Prinsip-prinsip dasar Demokrasi
(2001), M Alfan Alfian Demokrasi Pilihan Aku (2009), Saiful ArifIlusi Demokrasi
(2003), Dafid Beetham Democracy and Human Rights (1999) dan masih bannyak
lagi buku-buku yang memberikan informasi tentang demokrasi serta perjalanannya.
Demokrasi masih menjadi sebuah system yang baik dalam negara modern, walapun
dalam perjalanannya belum mendekati sempurna seperti yang diharapkan oleh kita
semua. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan berada ditangan rakyat dan mereka
“mengontrak” seorang penguasa untuk mengatur urusan dan kehendak rakyat. Jika
penguasa dipandang sudah tidak akomodatif terhadap kehendak rakyat, penguasa
dapat dipecat karena penguasa tersebut merupakan “buruh” yang di gaji oleh rakyat
untuk mengatur negara. Hal inilah yang diperkenalkan oleh John Locke (1632-
1704) dan Montesquieu (1689-1755), dengan sebutan kontrak sosial.
Dalam sistem demokrasi, kebebasan adalah faktor utama untuk mengembalikan
kesempatan kepada masyarakat untuk mengekspresikan apapun bentuknya secara
terbuka dan tanpa batasan atau tekanan. Begitulah maksud dari system demokrasi
yang sudah menjadi kesepakatan umum oleh setiap insane-insan yang berada di
wilayah penganut system tersebut. Namun tidak dinafikan ternyata system
demokrasi masih menjadi Tanda-tanya besar dalam iplementasinya serta
kebabablasan yang menjalankannya.
Alam demokrasi penuh dengan hiruk-pikuk Tentu semua itu akan menjadi kajian
khusus para intelektual-intelektual di negeri ini. Ungkapan kata dalam bentuk
tulisan-tulisan di setiap lembar buku merupakan cikal bakal seorang intelektual yang
patut di berikan apresiasi, tentu kekurangan dalam buku ini juga dapat menjadi
kritikan, saran, masukan dan lain sebagainya.
Hal yang biasa dalam keterbatasan epistimologi penulisan buku ini, sehingga yang
akan menjadi pelengkap mudah-mudahan para pembaca yang budiman. semoga
buku ini bisa menjadi sebuah ikhitiar dalam menjalankan system demokrasi local
maupun republik ini.
Cover belakang buku.
PENGANTAR PENULIS
Alhamdulillah adalah pujian yang berderu-deru syahdu, muncul dari seluruh jagat
makro kosmos, dari hamba-hamba terpilih atas belayan cinta dan kasih sayang sang
penguasa jagat pemilik kekasih semesta, yang telah menerima taubat Adam dari
ketergelinciran, yang telah memuliahkan dan menerima pengorbanan Habil atas
saudaranya Kabil, yang menyelamatkan Nuh dari badai, yang telah
menenggelamkan Ibrahim dalam samudera ke-Tuhanan. Shalawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada sang kekasih jagat yang dirindui kawan dan disegani
lawan, beliau adalah nabi besar Muhammad Saw tauladan sepanjang zaman. Do’a
keselamatan dan salam kesejahteraan kepada seluruh keluarganya yang suci dan
disucihkan serta sahabatnya yang terpilih dalam upaya penegakan nilai-nilai
kebenaran, keadilan, dan keselamatan.
Semoga air mata keinsyafan, kesadaran mereka tertetesi dan meleburkan hati-hati
jagad alam raya yang beku dan membatu, sehingga rahmatnya tercurah pada kita
semua. Amen. Peradaban tak akan pernah lahir, ketika mimpi telah kita bunuh.
Konteks Negara Indonesia aktual, menghadirkan berbagai fenomena beragam
disebabkan karena berbagai refleksi dan gelombang demokrasi sebagaimana yang
dihadapi Negara saat ini. Tatanan Negara yang dibebaskan dari tekanan kaum
penjajah dan merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, secara de jure dalam tiap
fase perjalanan kemerdekaan hingga kini keberadaan demokrasi kita tidak pernah
stabil (demokrasi abnormal). Berbagai godaan dan tantangan yang menghambat
demokrasi di Indonesia menghadirkan kontradiksi dalam masyarakat, proses
demokrasi yang berjalan mencari tempat ideal sampai saat ini belum cenderung
mendapatkan kedamaian dan kenyamanan. Pelaksanaan demokrasi yang disertakan
dengan
Amas Mahmud Vii
Penghargaan terhadap hak kaum ominoritas=menghadirkan wajah demokrasi
Indonesia menjadi lebih santun dan beretika, keberpihakan demokrasi pada
pancasila ternyata tidak mampy memuaskan masyarakat,
Impian) demokrasi dalam) mewujudkan — kesejahteraan, kedamaian, Keadilan dari
rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat hanya menjadi sebuah ilusi absurd. Ketidak
seimbangan cita cita demokrag; dan implementasi demokrasi yang ada memberikan
konsckuensj etis atas munculnya apatisme pada masyarakat, sehingga kemudian
wajah demokrasi menjadi terombang ambing (abstrak). Atribut demokrasi seperti
berbagal aturan dan mekanisme (demokras prosedural), yang memiliki spirit untuk
melahirkan adanya substansj demokrasi (demokras: substanst), kini seakan
mengalami_ bias orientasi. Dari prosedural demoraksi seakan telah berubah dan
mengalami metamarfosis sebagai dekorast dan ritual yang berfungsi mempercantik
serta mengsakralkan secara membabibuta demokrasi di tanah air. Padahal dalam
tiap pergantian kepemimpinan nasional, perubahan format demokrasi sering
menjadi agenda utama untuk direvisi atau diamandemen.
Dinamika demokrasi secara transparan menghadirkan berbagai faksi di Negara ini,
kesadaran berdemokrasi yang terdistorsi dengan berbagai konflik kepentingan
memberikan implikasi terlahirnya degradasi nilia-nilai demokrasi. Hakikat demokrasi
yang hendak dituju elit pemerintah terbukti tidak mampu dikelolah dengan baik
untuk kepentingan bersama, move demokrasi menitipkan agenda perubahan dan
kesejahteraan pada masyarakat sampai kini belum terlihat realisasinya, bahkan
tragisnya demokrasi mampu merekayasa hadirnya diskriminasi pada masyarakat.
Regulasi yang dibuat pemerintah dan dewan perwakilan rakyat tidak lain hanyalah
sebagai sebuah instrumen untuk mengeksploitasi masyarakat, aturan yang
diformulasi elit Negara tidak bedanya seperti asesoris dan sewaktu-waktu berubah
menjadi drakula sehingga dapat mengancam kehidupan masyarakat.
oe ob
Dalam catatan sejarah, bila demokrasi dituntut lebih radikal sepertinya demokrasi
identik dengan kapitalisme. Membicarakan demokrasi tentu kita membicarakan
kepentingan kapitalis, hanya saja dalam rangka menghilangkan pencitraan kapitalis
pemerintah kita memodifikasi demokrasi Indonesia sebagai demokrasi pancasila.
Seyarah dunia telah mencatat bahwa hingga kini tidak pernah ada kedamaian
antara ideologi kapitalis dengan ideologi sosialis yang masing-masing diantaranya
memiliki kiblat, kelemahan dan keistimewaan berbeda. Demokrasi Indonesia secara
geneologi diadopsi dari demokrasi Amerika Serikat sehingga tidak mudah di
jusufkasi apalagi di indentifikasi sebagai konsep yang murni terlahir karena produk
lokal Negara ini. Masuknya, demokrasi di Negara ini, secara Otomatis tidak bersifat
bebas nilai (free value), demokrasi Indonesia adalah hasil demokrasi yang dicangkok
dan di konstruk dari benih yang berbeda-beda. Dari sesi konstitusi kenegaraan
Indonesia lebih dekat pada Negara Belanda, sedangkan dalam sektor ekonomi,
sosial, dan politik Indonesia bisa dikategorikan mengimitasi konsep dari Amerika
Serikat.
Pada awal sejarahnya demokrasi hanya dimengerti lewat model partisipasi politik
langsung yang melibatkan seluruh warga yang telah dewasa dalam suatu proses
politik. Proses politik penataan kehidupan bersama ini dikelolah secara bersama dan
inilah yang dinamakan oleh Aristoteles bentuk Negara ideal ‘politeia’, atau dalam
konteks modern disebut oleh Robert A. Dahl sebagai ‘Polyarhy’ sebagai ganti dari
istilah yang kemudian lebih populer dengan sebutan ‘demokrasi’ yang meluas. Jadi,
ciri unum demokrasi purba itu adalah adanya pengelolaan bersama oleh seluruh
warga polis (Negara kota/city state) yang jumlah penduduknya relatif kecil. Seperti
disebutkan dalam sejarah awal terlahirnya demokrasi sebagai bentuk politik
partisipatoris, dan kehadiran demokrasi adalah dari Yunani Kuno (Ancient Greek).
Sejarah demokrasi juga tidak dapat dilepaskan dari masalah pembahasan mengenai
bentuk pemerintahan Negara (form of government). Peninjauan masalah bentuk
Negara merupakan
Amas Mahmud 1X
1
MENEROPONG POLITIK ALIRAN
Sebuah Upaya Meluruskan Benang Kusut
"Tidak ada kelidupan yang lebih batik daripada hidup dalam Batas-batas agama”.
(Ahmad Hassan).
Membicarakan kehadiran masyarakat sebagai makhluk sosial, tentu tak lepas dari
persoalan politik. Sebab, politik merupakan instrumen dan bagian atribut sosial yang
membicarakan tentang lingkup, batasan kekuasaan, tentang kebutuhan, dan ruang
kepentingan masyarakat pada umumnya. Secara teoritis, politik ditafsirkan melalui
terminologi beragam, jika mengulas_balik sejarah, para pemikir politik dahulu (abad
19) lebih memusatkan perhatiannya pada upaya melacak, serta menggambarkan
berbagai fenomena politik yang ada, atau pada perkembagan lembaga yang
bersifat khusus, dan melibatkan diri dengan elemen-elemen yang bersifat abstrak.
Ketika menelaah konstelasi politik kontemporer, keberadaan teori politik yang
begitu liberal dan kompleks menghadirkan nuansa yang jauh berbeda, bahkan
kontradiktif. Manakala kosepsi politik mecoba diaktualisasikan pada masyarakat,
fakta yang terlihat adalah proses ketidaksesuaian serta inkonsistensi antara
pemikiran (narast demokrast) dan realisasi. Sambil mengutip kata-kata Bung
Amas Mahmud |
Hatta, Nurcholish Madjid mengatakan bahwa kebebasa yang tak terkendali akan
mengundang lawan kebebasan itu sendin, yaity tirani. Padahal intisari demokrasi
adalah proses dinamis ke arah perbaikan, sebagaimana disampaikan Nurcholish.
Menurut Herbert Spencer, dalam masyarakat terdapat suaty proses tertentu yang
umum terjadi, dalam perkembangan serta kelangsungan hidup dari makhluk hidup
termasuk juga strukty, masyarakat. Persepsi demikian jika dikorelasikan dengan
kenyataan masyarakat hari ini, sebagai entitas yang dinamis masyarakat tenty
mengalami alur fluktuasi gerak yang bersifat logis dan alamiah, Salah satu fariabel
penting yang mampu menggerakaan pola dan bentuk hidup masyarakat adalah
melalui interaksi politik. Sebeb, dominasi politk dalam mobilitas transformasi sosial
tak bisa dj ingkari keberhasilannya dalam menggeser masyarakat saat ini.
Meski demokrasi telah dikritik Antonio Gramsci seorang pemikir Italia, yang
mengatakan demokrasi adalah musuh terburuk kita. Kita harus sap melawan karena
demokrast mengaburkan pemisahan kelas yang tegas. Di negara Indonesia
demokrasi masih saja tetap diminati dan disanjung, bahkan terlahirnya
penghambaan terhadap demokrasi di Negara Indonesia tercinta. Walaupun
sebagian masyarakat tidak memahami darimana demokrasi Indonesia di adopsi dan
diformulasikan. Keresahan dan ikhtiar terhadap ketidak jelasan demokrasi pernah
disampaikan Soekarno, saya dengan hati tetap dan yakin, berani mengatakan:
janganlah demokrasi kita demokrasi jiplakan.. demokrasi jiplakan dari eropa barat
Amerika, atau darimanapun. Jika terjadi imitasi demokrasi, sikap demikian akan
berefek pada terlahirnya keretakan sosial pada masyarakat.
Sindiran yang disampaikan Amien Rais yang dikutip dalam buku revolusi sistemik;
solusi stagnasi reformasi dalam bingkas sosialisme religius, seakan menjadi
kenyataan hari ini, Amien Rais yang mengatakan, ....bangsa tnt sudah kelilangan
rasa percaya divi. Pemerintah discbutnya lamban melakukan perbaikan chonomt,
2 MARAS DEMOKRASI
Hatta, Nurcholish Madjid mengatakan bahwa kebebasa yang tak terkendali akan
mengundang lawan kebebasan itu sendin, yaity tirani. Padahal intisari demokrasi
adalah proses dinamis ke arah perbaikan, sebagaimana disampaikan Nurcholish.
Menurut Herbert Spencer, dalam masyarakat terdapat suaty proses tertentu yang
umum terjadi, dalam perkembangan serta kelangsungan hidup dari makhluk hidup
termasuk juga strukty, masyarakat. Persepsi demikian jika dikorelasikan dengan
kenyataan masyarakat hari ini, sebagai entitas yang dinamis masyarakat tenty
mengalami alur fluktuasi gerak yang bersifat logis dan alamiah, Salah satu fariabel
penting yang mampu menggerakaan pola dan bentuk hidup masyarakat adalah
melalui interaksi politik. Sebeb, dominasi politk dalam mobilitas transformasi sosial
tak bisa dj ingkari keberhasilannya dalam menggeser masyarakat saat ini.
Meski demokrasi telah dikritik Antonio Gramsci seorang pemikir Italia, yang
mengatakan demokrasi adalah musuh terburuk kita. Kita harus sap melawan karena
demokrast mengaburkan pemisahan kelas yang tegas. Di negara Indonesia
demokrasi masih saja tetap diminati dan disanjung, bahkan terlahirnya
penghambaan terhadap demokrasi di Negara Indonesia tercinta. Walaupun
sebagian masyarakat tidak memahami darimana demokrasi Indonesia di adopsi dan
diformulasikan. Keresahan dan ikhtiar terhadap ketidak jelasan demokrasi pernah
disampaikan Soekarno, saya dengan hati tetap dan yakin, berani mengatakan:
janganlah demokrasi kita demokrasi jiplakan.. demokrasi jiplakan dari eropa barat
Amerika, atau darimanapun. Jika terjadi imitasi demokrasi, sikap demikian akan
berefek pada terlahirnya keretakan sosial pada masyarakat.
Sindiran yang disampaikan Amien Rais yang dikutip dalam buku revolusi sistemik;
solusi stagnasi reformasi dalam bingkas sosialisme religius, seakan menjadi
kenyataan hari ini, Amien Rais yang mengatakan, ....bangsa tnt sudah kelilangan
rasa percaya divi. Pemerintah discbutnya lamban melakukan perbaikan chonomt,
2 MARAS DEMOKRASI
sthingga segala sesuatunya mulai diatur oleh lembaga tnternastonal yang justru
membuat bangsa Indonesia lebth terpuruk. Kondisi diatas membuat ctta-cita
semakin menjauh dari kenyataan. Di lain pthak gerakan-gerakan pro-demokrasi di
Indonesia juga semakin lempuh. Pertarungan politik yang tanpa batas-batas etika,
memberikan akibat pada terbuka luasnya kesempatan kaum kapital asing untuk
menguasi bangsa Indonesia, terpolarisasinya elit politik dan masyarakat dalam ruang
sempit egosentisme politik memberikan dampat negatif terhadap terlahirnya
konsolidasi kebangsaan. Perjalanan bangsa menuju perbaikan, seakan mengalami
jalan buntuh dan tercemari penyakit berbahaya, yang sewaktu-waktu membawa
bangsa ini pada jurang perpecahan.
Berbagai pengaruh wacana (diskursus) yang berkembang dan saling berbenturan di
republik ini, akibatnya bangsa Indonesia telah terbawa arus kepentingan kapital
global. Bangsa kita kini telah terpengaruh dengan fariasi pemikiran liberal dengan
pijakan rasionalitas-ilmiah yang berhasil menggeser Indonesia pada level
inklusivisme absolut yang tak memiliki tameng dan distingsi jelas. Konsekuensinya,
Indonesia akhirnya terperangkap dalam jebakan kapitalisme dan tekanan
kepentingan globalisasi. Untuk itu, benang kusut ruang politik harus dikaji secara
telanjang dari berbagai dimensi yang mempengaruhinya, karena bagaimanapun
preferensinya benang kusut politik selalu menghadirkan motif dan polemik
tersendiri pada masyarakat. Energi libido masyarakat seperti diaduk-aduk dalam
suatu kebencian yang mendalam (abomination), keadaan depresi psikologis yang
hebat (depression) serta konflik sosial yang kronis (conflict). Mereka dijadikan
sebagai floating mass yang gampang disulut emosinya, yan mudah termakan janji-
janji, yang mudah tertelan isu-isu.(dalam Yasraf Amir Piliang, 2001).
Rousseau dan Wollstonecraft, John Struat Mill menggambarkan politik demokratik
sebagai mekanisme terbaik bagi pengembangan moral diri. Akhirnya Mill secara luas
menciptakan jalan bagi pemikiran demokrasi liberal modern. (David Held, 2007:
89). Sebelum lebih spesifik mempertanyakan dan menggali kelemahan
Amas Mahmud 3
kelemahan politik aliran (faksi politik), baiknya perlu ada penclaahan yang radikal
terhadap tujuan serta fungsi politik itu sendiri. Day, berbagai sumber referensi yang
tertulis, tujuan dan fungsi Politik diantaranya adalah mengatur, mengelola,
menjalankan, serta mewujudkan apa kepentingan maupun cita-cita yang dituju ole}
masyarakat. Dengan demikian, proses untuk mengimplementasikay keadilan sosial,
kesejahteraan sosial, dan ketertiban bagi masyaraka umum menjadi sebuah langka
prioritas. Bukan menghancurkay tatanan hidup masyarakat, menghianati
kepercayaan masyarakat, apalagi mengeksploitasi masayarakat sebagai objek untuk
mencay keuntungan.
Selanjutnya, dalam identifikasi dan distribusi kerja masyarakat, elit penguasa sebagai
penerima amanah yang bergerak melalyj proses selektif demokrasi, idealnya tidak
harus terjebak dengan politik aliran. Politik yang coba mendikotomikan dan
memisahkan (separation) antara sesama masyarakat, memisahkan antara berbagai
strata sosial masyarakat hingga urusan kepentingan pribadi. Padahal yang
diharapkan, politik mampu berperan tidak untuk mengkotakkotakkan masyarakat
secara tidak teratur dan jauh dari nila kebersamaan. Begitupun, setiap langkah
menuju kesetaraan politik formal merupakan kemajuan, kebebasan sejati, bila
terjadi sebaliknya, maka akan terjadinya ketidak kesetaraan yang besar dan
mengakar pada hubungan-hubungan sosial produksi dan reproduksi pribadi (David
Held, 2006). Yang secara terang-terangan mengganggu mobilitas pencapaian cita-
cita demokrasi.
Negara Indonesia harus secara sadar memahami bahwa eksistensi dan perjalanan
Negara kini telah tersesat oleh berbagal ancaman pemikiran, terutama masih
berpengaruhnya doktrin politik kolonial (politik yang memecah-bela persaudaraan)
dan politik kapitalis (politik transaksional). Ironisnya, bangsa dan masyarakat
Indonesia seakan masih terbuai mimpi manis, dan masih doyan serta konsisten
dalam menjaga, menggunakan, bahkan mempertahankan pesan hasutan (agitasi)
busuk dari kaum kolonial tersebut. Paré elit politik tak mau ketinggalan terjebak,
bahkan mereka lebih
4 NARASI DEMOKRAS!
jauh menjebakkan diri dan berperan sebagai kolonial baru (postkolonial), yang
mencoba merekayasa bentuk imperialisme dengan metode dan postur yang lebih
menakutkan lagi.
Propaganda politik dan agitasi tak mendidik yang sering dipraktekkan praktisi politik
di Indonesia saat ini tetap dianggap prestasi dalam pandangan politisi kontemporer,
bahkan dengan bangga sikap tersebut dianggap sebagai sebuah kesuksesan
tersendiri bagi aktor politik yang telah berhasil melakoni tindakan politik
dekonstruksi yang demikian. Berbagai hajatan demokrasi, politik tak segan-segan
ditafsirkan sebagai momentum kompetisi yang general dan bahkan lebih ekstrimnya
sebagian kelompok masyarakat memandang momentum politik sebagai
pertarungan, sehingga sering bernuansa hambar dan tidak bermoral. Bukan sesuatu
yang baru, momentum pilpres, pemilukada, dan pemilu legislatif (bukan pesta
demokrasi) diartikulasikan sebagai perebutan kekuasaan yang tanpa batas.
Sehingga pada interaksi demikian selalu menghadirkan adanya pihak pemenang
dan pihak yang kalah sebagaitmana dalam defenisi dan tradisi politik kekinian,
sebuah tradisi berfikir yang dekonstruktif dan tidak mendidik.
Bila membaca pemikiran Max Weber, sebelumnya Weber telah menunjukkan
pentingnya menjaga adanya analisa masyarakat yang bersifat netral secara etik atau
bebas nilai. Kegoncangan interaksi politik yang mengarahkan masyarakat pada
konfrontasi nilai solidaritas, terjebak pada perebutan tampuk kekuasaan, fenomena
demikian seharusnya dimediasi dengan pola pergaulan politik yang beretika dan
berasaskan ketaatan nilai humanisme. Politik aliran, pada level berikutnya telah
mengalami metamarfosa dan terdistorsi menjadi politik dinasti. Disinilah wajah
politik di negara ini menjadi sangat menyeramkan, buram, dan sudah tentu
meresahkan sekaligus mengancam kenyamanan masyarakat. Bila melihat kondisi
demikian penulis menjadi teringat dengan Muhammad Natsir, yang mengatakan
bahwa ..polittk kita tergantung pada dakwa kita. Meneropong lebih jauh dalam
skala keindonesiaan, Zifirdaus
Amas Mahmud 5
Adnan membedakan orang Indonesia dalam dua kelompok besar Pertama, mereka
yang menghendaki adanya kaitan formal antara Islam dan Negara, baik dalam
bentuk Negara Islam, Islam sebagaj agama Negara, atau Negara yang
memberlakukan ajaran Islam, Kedua, mereka yang menentang kaitan antara Islam
dan Negara dalam bentuk apapun. Termasuk dalam kategori pertama adalah
berbagai kelompok dari yang paling moderat hingga yang paling radikal, yang
berjuang untuk mewujudkan kaitan-kaitan formal antara Islam dan Negara.
Sedangkan kategori kedua, terdiri darj orang-orang Islam yang saleh maupun
nominal, ditambah kalangan Kristen dan Katolik serta kalangan non Islam lainnya.
Menurut Adnan, persaingan antara kedua kelompok inilah yang mewarnaj
percaturan politik antara Islam dan Negara di Indonesia selama ini. Konsekuensi dari
persaingan kedua faksi politik inilah yang kemudian memproduk pola pikir sektarian
dan parsial pada masyarakat. Politik dengan pola gerak melibatkan kelompok
masyarakat atau gerbong tertentu, misalnya; dalam _ kalasifikasi Clifford Reertz,
misalnya ia membedakan adanya kaum abangan dan priyay:, sesungguhnya sangat
berpengaruh negatif terhadap berjalannya_ stabilitas demokrasi. Berbagai farian
pemikiran menyangkut pengelompokan politik tersebut, menghadirkan iklim
menarik dan melahirkan bomerang bagi tensi dan keberlanjutan hidup masyarakat
pada akhirnya. Beragam warna politik terorbitkan dengan paradigmanya sendiri,
dan platform partai politik yang beragam. Mulai dari politik primordial, politik
agama, dan politik yang melibatkan simbol dan kesan (smprest) berbeda lainnya,
kesemuanya bertujuan tidak menopang revitalisasi demokrasi. Realitas sosial
masyarakat Indonesia begitu mudah untuk dihipnotis dengan berbagai bujuk rayu
yang dihiasi dengan imingiming dan ilusy. Para politisi instan dan politisi karbitan di
negara in! juga ternyata menjebakan dirinya dalam model politik merkantilism¢
(politik transaksional), marketing politik hedonisme yang secara nyata-nyata tidak
mendidik masyarakat juga sangat diminati d negara ini. Bangsa Indonesia kini
mengalami bias orientasi dalam
6 Narasi Denokrasi
melakukan revitalisasi politik nilai, logika polink yang dianggap scbagai scbuah
tradisi agung adalah sesuatu yang bahkan meminta tumbal pada masyarakat.
Konspirasi politik yang dialakukan elit politik selalu membenkan efek logis pada
masyarakat, hingga masyarakat tak pernah merasakan keadilan dari negara.
Perselingkuhan kepentingan, pencabulan hak masyarakat, dan komitmen politik
yang dilakukan elit politk serta elit penguasa hanya bertujuan memenangkan
kepentingan sekelompok masyarakat. Untuk itu, kultur politik di negara ini sudah
saatnya dibenahi, wajah politik yang semraut harus direkonstruksi, bukan dibonsai,
tapi perlu kemudian diamputasi demi kepentingan dan kemajuan bersama.
Rekayasa politik yang melibatkan masyarakat banyak sudah cukup memberikan
pelajaran berharga terhadap masyarakat di negara ini, janji-janji politik yang tak
pernah terbukti kebenarannya wajib diwaspadai kedepannya. Sehingga tatanan
hidup masyarakat berikunya dapat mengalami progress, terarahkan dengan baik
dan berkualitas.
Selain itu, apabila diejawantahkan lebih jauh, pemikiran menyangkut solidaritas
masyarakat diarahkan dalam _ perspektf sosiologis, maka masyarakat dipandang
sebagai suatu akumulasi individu-individu dari berbagai ragam perbedaan yang
terikat, dengan seperangkat aturan (pranata) yang mengaturnya, untuk
kepentingan bersama. Agar masyarakat dapat hidup anam dan damai diantara
sesama. Dalam sesi pemetaan (mapping) tentang konsep politik, secara terbuka
pemikiran politik dan proses politik yang terlihat di negara ini merupakan daur ulang
(recycling) dan pemikiran-pemikiran para ilmuan politik, tokoh politik, dan prakusi
politik barat yang tentu jauh berbeda dengan kondisi dan kebutuhan Indonesia
kekinian. Penyesuaian konsep dan realitas semestinya diterapkan secara sinergis dan
konsisten, sehingga kemudian sasaran yang hendak dituju masyarakat Indonesia
dapat terwujud dengan maksimal nantinya.
Sekedar melakkan tinjauan kebelakang, Aristoteles
Amas Mahmud 7
menganjurkan seseorang agar dapat merealisasikan potensiny, sebagai manusia
secara penuh hanya dengan berpatisipasi dalam kegiatan-kegiatan negara,
sehingga tersedia berbagai alternatif car, untuk mengekspresikan ketidakpuasan
dan kemarahannya, sertg akan membuat orang tau apa yang menjadi kepentingan
merek, schingga mereka mampu mengekspresikannya dalam istilah yang jelas.
Implikasinya, menjadi hal yang tepat ketika generasi bangsa ini masih tetap optimis,
tetap memiliki spirit perjuangan, dan melakukan perbaikan diseluruh aspek
kemasyarakatan dengan cara intensif. Mengambil peran lebih jauh terhadap gerak
menopang perkembangan peradaban menuju pada aras kemajuan yang
dicitacitakan bersama masyarakat.
Politik aliran merupakan penyakit (sindrom) berbahaya bagi Negara Indonesia.
Dalam rangka menghadirkan suhu kompetisi kearah pembangunan di Negara
Indonesia tercinta, maka sebagai sebuah langkah awal (starting point), konsepsi
berfikir tentang politik aliran harus direposisi kembali. Atau minimalnya, efek negatif
politik parsial tersebut diminimalisir untuk kepentingan seluruh pihak. Politik aliran
bahkan seharusnya menjadi musuh bersama bangsa Indonesia, jika bangsa ini
berkeingin kuat memajukan pembangunan di segala sektor. Salah satu tawaran
salah penting penting yang harusnya diupayakan dan diambil pemerintah adalah
menerobos sekat yang membatasi interaksi masyarakat pada ruas berfikir dan
bertindak sekterian, terutama politik aliran harus menjadi agenda proirotas untuk
dihilangkan.
Politik aliran juga memiliki spirit untama adalah memperoleh kekuasaan serta
memobilisasi massa sebesar-besarnya untuk tujuan tertentu. R. J Mokken,
mendefenisikan bahwa kekuasaan adalah kemampuan penguasan terhadap yang
dikuasainya. Selanjutnya Wilson melanjutkan the formulation of the will of the state
“karena politik merupakan usaha perumusan kehendak atau kemauan dati negara’’.
Berdasarakan opsesi dan keinginan yang berlebihan dati sekelompok masyarakat
untuk memperjuangkan kepentinganny2, hal ini berakibat terjadinya kontradiksi
social. Setelah mejadi
8 NARAS! DEMOKRASI
penguasa kelompok atau individu masyarakat tersebut hanya berfikir bagaimana
mengatur dan menghegemoni masyarakat sesuai kehendak pribadi, seperti yang
disampaikan Mokken. Infestigasi dan penafsiran kepentingan atas seluruh benturan
kepentingan yang ada pada masyarakat, menjadi bertendensi sepihak, tak bersifat
akomodatif, ketika elit pemerintah memaksakan kehendaknya pada masyarakat
secara sewenang-wenang. Karl Loewenstein, menyatakan bahwa politik adalah
perjuangan untuk memperoleh kekuasaan (power), teknik menjalankan kekuasaan
atau masalahmasalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan. (dalam, John Pieris. dkk,
2006: 51).
Loewenstein dalam pendangannya tersebut tidak harus dipahami secara liberal,
tanpa melakukan restrik yang tegas antara norma-norma agama dengan relasi
politik. Karena interpretasi yang general dari komponen masyarakat akan
memberikan penyakit dan penghambat bagi masyarakat sendiri, sebab pemikiran
tentang pemaknaan politik yang kabur akan menyesatkan masyarakat dan merusak
tatanan nilai yang ada pada masyarakat. Fenomena politik aliran yang telah secara
fulgar dan intensif merongrong, menyayat, bahkan membuat masyarakat menjadi
terkooptasi, terciptanya faksifaksi pada masyarakat secara nasional. Ketika
melakukan kilas balik sejarah, pengkotak-kotakkan politik pernah terjadi
sebelumnya disaat Indonesia belum merdeka dan hasutan ini dihembuskan oleh
kaum kolonial belanda (devate of tempera) sebagai strategi imperial untuk
mengeksploitasi konflik yang terjadi antara sesama anak bangsa pada saat itu.
3
PROBLEMATIKA DEMOKRASI KONTEMPORER.
Apresiasi dan Otokritik terhadap Demokrasi.
“Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya dirt kita sebagai
bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai
satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong.” (Bung
Karno)
Demokrasi merupakan sebuah konsep kenegaraan yang diminati pada hampir
seluruh Negara maju (sepur power), Negara sedang berkembang, bahkan Negara
yang terkebelakang. Spirit untuk memilih demokrasi sebagai landasan Negara
banyak terlahir disaat runtuhnya tembok berlin, dan terlahirya kemenangan Amerika
Serikat atas Uni Soviet dalam perang dunia I] (19421945). Dengan berbagai ramuan
dan formulasi yang dibingkai rapi, demokrasi sering dipandang sebagai konsepnya
Amerika (Abraham Licoln), padahal demokrasi lahir sejak zaman Yunani. Demokrasi
adalah pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat, dalam persepsi general.
Sedangkan dalam tafsiran Samuel, P. Huntington, esensi demokrasi adalah cara-
cara untuk menetapkan otoritas sekaligus membatasi otoritas tersebut. Selain
demokrasi mengorbitkan kepemimpinan tunggal, sentralistis, yang proses
pertanggungjawaban Negara bersifat representatif, alur demokrasi
Amas Mahmud 23
sering menghadirkan penganiyayaan hak terhadap masyarakat.
Schubungan dengan itu, Francis Fukuyama mengataka, karakteristik utama
modernitas adalah demokrasi liberal da kapitalisme pasar bebas. Demokrasi sebagai
bentuk pemerintahay Yemokrasi dapat dirumushan sebagai pemerintahan rakyat
banyak Tidak pernah terlaksana dalam suatu demokrasi baik yang Pernah ada
maupun yang sekarang masih ada, bahwa seluruh rakyat itu iku, tampur secara
langsung dalam urusan kenegaraan. Biasanya campy, tangan rakyat dibatasi oleh
umur dan kepandain membaca. Raymong Gettel, menetapkan syarat-syarat
demokrasi sebagai berikut; (1) benruk pemerintahan itu harus didukung oleh
persetujuan umun (general consent), (2) hukum yang berlaku dibuat oleh wakil-
waki) takyat yang dipilih melalui referendum yang luas atau melaly; Pemilihan
umum, (3) kepala Negara dipilih langsung atau tidak langsung melalui pemilihan
umum dan bertanggungjawav pada dewan legislative, (4) hak pilih aktif diberikan
diberikan kepada Sejumlah besar rakyat atas dasar kesederajatan, (5) jabatan-
jabatan Pemerintahan harus dipangku oleh segenap lapisan rakyat (F. Isjwara, 1982:
201).
Sejauh penerapan demokrasi sejak tahun 1990-an, hampir Seluruh Negara di dunia
mengadopsi pemerintahan demokrasi, Meski demokrasi bukan menjadi solusi instan
dan penawar atas problematika yang terjadi dalam sebuah Negara. Indonesia
misalnya, yang semenjak merdeka 17 agustus 1945 memilih demokrasi sebagai
ideologi Negara, sejauh ini perkembangan dan kemajuan Negara belum juga
terlihat. Selanjutnya melihat penyakit (endemic) yang diderita bangsa Indonesia, kini
menjadi penting untuk dijadikan bahan observasi dan komparasi dengan
pernyataan yang disampaikan Samuel P. Huntington dalam The Clash of Civilizations
and the Remaking of the World Order (1996) Huntington menyebutkan karena al-
Qur’an menolak pembedaan agama dengan otoritas politik, peradaban Islam tidak
dapat hidup berdampingan dengan demokrasi. Secara faktual juga tidak ada bukti
bahwa Islam kompatibel dengan sistem demokrasi dan ekonomi liberal Barat.
24 weas demons!
Menurut penulis statemen Huntington harus dikaji lebih holistik lagi agar tidak
bertendensi spekulasi, walaupun Negara Indonesia mayoritas penduduknya
beragama Islam.
Bila sekilas kita meninjau pada lembar sejarah kebangsaan, Indonesia pernah
bereksperimen dengan demokrasi parlementer/ liberal (1950-1959), demokrasi
terpimpin (1959-1966), dan demokrasi Pancasila di bawah Jenderal Soeharto
(1966-1998). Kemudian, pada saat ini di bawah Jenderal SBY-Boediono, Indonesia
melangkah pada model demokrasi yang menggunakan pemilihan langsung
presiden, gubernur, bupati, dan walikota sebagai mekanisme yang disebut
demokratis dalam _ realitas reformasi. Namun, eksperimen model demokrasi selama
eksistensi kemerdekaan Indonesia hingga saat ini, seperti bangunan dengan fondasi
yang ambruk, akibatnya mudah digoncang gempa. Rekayasa penguatan demokasi,
dilakukan tanpa meninggalkan internalisasi pengetahuan, keistimewaan, dan tradisi
yang demokratis ala Indonesia tidak terlihat sama sekali. Dalam ulasan yang dikutip
Andi Rahman Alamsyah, menurut Huntington demokrasi dimaknat sebagai sebuah
mekanisme untuk memilth pemimpin politik. (dalam, Andi Rahman Alamsyah,
2010: 23).
Benarkah argumentasi yang disampaikan Huntington yang menyangkut dengan
Islam sesuai? ataukah deskripsi Huntington hanya sekedar pemikiran sinisme dan
antipati Huntington terhadap Islam. Meski sangat tepat dan relevan bahwa kondisi
Negara Indonesia adalah mayoritas warganya beragama Islam (sekitar 90% lebih).
Al-Qur’an menolak pembedaan (distings) agama dengan Otoritas politik,
sebagaimana yang disampaikan Huntington perlu diperjelas dan dikonfronur
kembali. Sebab ajaran Islam yang di pahami umat Islam merupakan sebuah nilai
yang mencakup universal, inklusif, dan juga toleran, tidak sesempit seperti yang
dipahami orang-orang barat. Kenapa demokrasi seakan menjadi sesuatu yang di
dewakan di Negara indonesia? Padahal, demokrasi adalah sebuah konsep
mengambang, kaku, dan amburadul, menurut
beberapa kalangan. Kini, demokrasi memberikan ruang liberalisasi
Amas Mahmud 25
yang berlebihan sehingga kontrol sosial dalam masyarakat menjadi tidak mampu
dikendalikan,
Scbagai rumusan tanggal 18 agustus 1948 pancasila merupakan, sebuah peristiwa
politik, tepatnya sebuah pernyataan filsafat poling tentang dasar Negara republik
Indonesia, Pancasile merupakan, rumusan pandangan hidup yang dapat diterima
oleh semy vuku, agama, kebudayaan, golongan, dan kelas dalam masyaraky
Indonesia sebagal dasar ideal bersama untuk diatasinya bersam, tama membangun
Negara Indonesia. Tidak perlu disangkal bahw, pancasila merupakan hasil
kompromis politik yang memungkinks pendirian republik Indonesia, Kompromis
bukan dalam apa yan, dikatakan, melainkan dalam apa yang tidak dikatakan dalag
tumusan pancasila. (Franz Magnis-Suseno, 2001; 115-116). Yang Semestinya ruang
gencologis terscbut dijadikan rujukan dan tink pendorong untuk mendesain
demokrasi politik yang berlandaskas pancasila agar lebih baik dan maksimal dapat
tercapai.
Begitulah praktik mengsakralkan demokrasi dan wacam (diskursus) yang sclalu
diperbincangkan bahkan diperdebatkan dalam tiap forum-forum ilmiah. Dalam
rangka merefitalisasi peran demokrasi, para ilmuan barat tak segan-segan
melakukan rekayasa dan pressure terhadap berbagai bentuk teori, wacana, serta
konsep yang bertujuan menyangga kerangka demokrasi agar tetap kokoh dan solid.
Dalam segmen yang lain, demokrasi memiliki wajah ganda (ambtvalen) yang tidak
jclas, abu-abu, dan tidak dapat membenkat garansi adanya harapan kesejahteraan
maupun_ keadilan pada masyarakat. Dengan demikian, demokrasi perlu didamaikan
dengat seluruh local wisdom maupun berbagai kehendak dan kepentingaa yang
ada pada masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Begitupun dalam upaya investigasi terhadap hakikat demokras lebih jauh,
demokrasi kini bukan lagi dari rakyat, oleh, dan untul rakyat. Tapi, demokrasi dalam
penerapannya telah berubah maki menjadi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
pemerintah (penguas): Jronisnya, demokrasi diberikan ruang yang begitu luas
sehing?
26 Nanasi ommoxnasi
menjadi tumpang tindih dengan tradisi dan adat istiadat masyarakat tradisional. Tak
menentu dimana wilayah agama, ekonomi, politik, pendidikan, kearifan lokal, dan
yang lainnya, demokrasi yang diaplikasikan terlalu mengatur hal-hal teknis yang
bersifat prinsip. Efek logisnya, dalam implementasi demokrasi, alur demokrasi selalu
menghadirkan banyak pertentangan, dan komplain dari masyarakat, dengan alasan
diskrminasi dan sebagainya. Kenyataan serta respon demikian makin jelas takkala
demokrasi selalu mengangkat keberadaan kaum mayoritas, padahal yang mayoritas
belum tentu benar.
Untuk menggunakan perumusan C. F. Strong, yang memandang suatu Negara
demokrasi dari tiga unsur yang berbeda, yaitu representasi, partisipasi, dan
tanggungjawab politik. Secara jelas, Demokrast adalah suatu stsitem pemerintahan
yang mayoritas anggota dewasa dari suatu komunitas politik, berpatisipast atas
dasar system perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya
mempertanggungjawabkantindakan-tindakannyakepadamayoritas ttw. Atau
dengan kata lain, Negara demokrasi didasari oleh sistem perwakilan demokrasi yang
menjamin kedaulatan rakyat. Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan
ada ditangan rakyat, Rousseau yang merupakan pelopor dari gagasan kedaulatan
rakyat sendiri tidak menyutujui adanya badan perwakilan, tapi mencitacitakan suatu
bentuk demokrasi langsung (Miriam Budiarjo, 2008: 316-317).
Selain itu, implikasi demokrasi terbukti selalu melahirkan berbagai pro-kontra,
demokrasi juga tak sering menghadirkan resistensi, baik dalam hubungan internal
keindonesiaan maupun melalui relasi internasional. Saat ini, salah satu corong
propaganda kaum kapitalis dalam mempolarisasi masyarakat yakni melalui
demokrasi, yang dengan berbagai kelemahan dapat dimanfaatkan oleh kaum
penjajah untuk memuluskan agenda kapital. Dan mempengaruhi elit pemerintah
yang berkepentingan sektoral agar bisa bersama-sama membodohi masyarakat di
negeri ini. Lihat saja pemberlakukan aturan kenegaraan yang bersifat longgar dan
Amas Mahmud 27