ABSTRAK
Penggunaan limbah ban bekas merupakan salah satu terobosan teknologi untuk
menghasilkan sumber energi alternatif yang diharapkan bermanfaat bagi manusia. Proses cracking
merupakan proses untuk mengubah limbah ban dari rantai polyolefins menjadi hidrocarbons. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase kandungan minyak yang dapat dihasilkan
dari ban bekas. Proses cracking ban bekas dengan metode pirolisis menggunakan reaktor pirolisis.
Temperatur reaktor diatur pada berbagai variasi 200 oC, 250 oC, 300 oC, 350 oC, dan 400 oC. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada temperatur 350 °C diperoleh persentase minyak terbesar yaitu
21%.
ABSTRACT
Tire waste is one of the technological breakthroughs to produce alternative energy sources
that are expected to benefit humans. The cracking process is a process to convert tire waste from
polyolefins chains into Hidrocarbons. The purpose of this study is to determine the percentage of
oil content that can be produced from used tires. The process of cracking used tires by the pyrolysis
method uses a pyrolysis reactor. The reactor temperature is set at various variations of 200 oC, 250
o
C, 300 oC, 350 oC, dan 400 oC. The results showed that at 350 ° C the largest percentage of oil
obtained was 21%.
1. PENDAHULUAN
Industri ban merupakan salah satu sektor industri yang mantap posisinya di
Indonesia. Produksinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sejalan dengan itu,
keberadaan ban-ban bekas yang sudah tidak terpakai tentu menjadi masalah sendiri untuk
ditangani. Di negara berkembang limbah ban bekas merupakan masalah yang sangat lazim
dan merupakan limbah padat yang berbahaya bagi lingkungan[1]. Penumpukan limbah
ban bekas dapat menjadikan sarang nyamuk dan sumber penyakit. Pembuangan ban bekas
di landfill (tempat pembuangan) akan menjadikan masalah besar karena ban bekas yang
dibuang akan memenuhi ruang di tempat pembuangan tersebut. Ban mempunyai struktur
komplek yang membuat sangat sulit didaur ulang [2], serta ban bekas sangat sulit
didegradasi oleh alam (mikrobiologi). Pemanfaatan ban bekas saat ini umumnya adalah
dengan melakukan pembaharuan telapaknya, atau lebih dikenal sebagai vulkanisir. Namun
pembaharuan biasanya terbatas hingga 2-3 kali, setelah itu akan kembali menjadi limbah.
Menurut Andi Erwin, dkk [3], limbah ban bekas digunakan oleh pengrajin tali, kursi, pot,
keset, bahan bakar industri dan lain-lain.
Ban–ban bekas ini dapat mencemari lingkungan sekitarnya karena ban bekas tidak
dapat terurai dengan mudah apabila hanya dibiarkan begitu saja. Ban berbahan dasar karet,
merupakan salah satu jenis polimer sintetis (Polystirene). Proses perengkahan polystirene
merupakan salah satu cara untuk meminimalisir limbah Polystirene tersebut. Salah satu
cara untuk menangani limbah ban bekas yang memiliki nilai tambah adalah mendegradasi
secara panas (thermal) melalui proses pirolisis. Pada dasarnya proses pirolisis merupakan
proses perusakan (destructive) pada suatu bahan (mass) dengan menggunakan panas
(thermal) yang dilakukan dalam keadaan tanpa oksigen atau minim oksigen, dengan kata
lain proses degradasi thermal dengan sedikit atau tanpa oksigen. Produk yang dihasilkan
dari proses pirolisis berupa arang, hidrokarbon cair, tar dan gas. Hidrokarbon cair hasil
proses pirolisis memiliki potensi digunakan sebagai sumber bahan kimia penting [2].
Proses perengkahan polystirene merupakan salah satu cara untuk meminimalisir
limbah ban bekas. Polystirene adalah molekul yang memiliki berat molekul ringan,
terbentuk dari monomer stirena yang berbau harum. Kelebihan polystirene adalah ringan,
keras, tahan panas, agak kaku, tidak mudah patah dan tidak beracun. Menurut Sarker [9],
sifat fisis Polystirene disajikan pada Tabel 1.
Polystirene adalah polimer hidrokarbon parafin yang terbentuk dengan cara reaksi
polymerisasi, dimana reaksi pembentukan polystirene seperti disajikan pada Gambar 1.
Proses produksi hidrokarbon cair dari polystirene dapat dikerjakan dengan proses
perengkahan (cracking). Proses perengkahan ini berlangsung pada suhu tinggi, sehingga
diperlukan katalis (katalis HY dan ZSM-5) untuk menurunkan temperatur dan menyingkat
waktu proses [4].
Hidro cracking adalah proses cracking dengan mereaksikan plastik dengan hidrogen
di dalam wadah tertutup yang dilengkapi dengan pengaduk pada temperatur antara 423–
673 K dan tekanan hidrogen 3–10 MPa. Dalam proses hydrocracking ini dibantu dengan
katalis. Untuk membantu pencapuran dan reaksi biasanya digunakan bahan pelarut 1-
methyl naphtalene, tetralin dan decalin. Beberapa katalis yang sudah diteliti antara lain
alumina, amorphous silica alumina, zeolite dan sulphate zirconia. Penelitian tentang
proses hydrocracking ini antara lain telah dilakukan oleh Radiansono [6] yang melakukan
penelitian hydro cracking sampah plastik polipropilena menjadi bensin (hidrokarbon C5-
C12) menggunakan katalis NiMo/Zeolit dan NiMo/Zeolit-Nb2O
Proses hydro cracking dilakukan dalam reaktor semi alir (semi flow-fixed bed reactor) pada
temperature 300, 360, dan 400 °C; rasio katalis/umpan 0,17; 0,25; 0,5 dengan laju alir gas
hydrogen 150 mL/jam. Uji aktivitas katalis NiMo/zeolite yang menghasilkan selektivitas
produk C7-C8 tertinggi dicapai pada temperatur 360 °C dan rasio katalis/umpan 0,5.
Kinerja katalis NiMo/zeolit menurun setelah pemakaian beberapa kali.
1.1.2 Thermal cracking
Thermal cracking adalah termasuk proses pirolisis. Pirolisis adalah proses
dekomposisi thermal suatu bahan pada suhu tinggi tanpa adanya udara atau dengan udara
terbatas. Proses dekomposisi pada pirolisis ini juga sering disebut devolatilisasi. Produk
yang dihasilkan dari pirolisis adalah : minyak, gas dan arang. Marcilla, dkk [7], melakukan
penelitian tentang pengolahan campuran 7 jenis plastik menjadi minyak dengan metode
thermal cracking. Tujuh jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini dan
komposisinya dalam persen berat adalah HDPE (34,6%) , LDPE (17,3%), LLPE (17,3%),
PP (9,6%), PS (9,6%), PET (10,6%), dan PVC (1,1%). Penelitian ini menggunakan batch
reactor dengan temperatur dari 350 sampai 500 °C. Dari penelitian ini diketahui bahwa
thermal cracking pada campuran 7 jenis plastik akan menghasilkan produk yang berupa
gas, minyak dan sisa yang berupa padatan. Adanya plastik jenis PS, PVC dan PET dalam
campuran plastik yang diproses akan meningkatkan terbentuknya karbon monoksida dan
karbon dioksida di dalam produk gasnya dan menambah kadar benzene, toluene, xylenes,
styrene di dalam produk minyaknya. Penelitian dengan jenis plastik yang lain dilakukan
oleh Alimuddin, Z [8]. Plastik yang diteliti untuk dijadikan bahan bakar minyak adalah
jenis polyethylene (PE) dan polyprophelene (PP). Pembuatan bahan bakar minyak dari
plastik menggunakan proses thermo cracking (pyrolisis). Pirolisis dilakukan pada
temperatur 450 °C selama 2 jam. Gas yang terbentuk selanjutnya dikondensasikan menjadi
minyak di dalam kondenser yang bertemperatur 21 °C.
Minyak yang dihasilkan selanjutnya dianalisa dengan gas chromatography/mass
spectrometry untuk mengetahui distribusi jumlah atom karbonnya. Dari hasil analisa
tersebut diketahui bahwa komposisi minyak dari campuran plastik PE dan PP tersebut
mempunyai jumlah atom Carbon yang setara dengan solar, yaitu C12–C17. Penelitian yang
lain dilakukan oleh Sarker dkk [9] yang menyatakan bahwa sampah plastik LDPE diolah
menjadi kerosin dengan metode thermal cracking pada tekanan atmosfir dan dengan
temperatur antara 150 °C dan 420 °C. Proses depolimerisasi dilakukan tanpa penambahan
katalis. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kerosin yang didapat sekitar 30 %. Bahan
bakar yang diperoleh dari proses ini mempunyai kandungan sulfur yang rendah dan nilai
kalor yang baik.
1.1.3 Catalytic cracking
Cracking cara ini menggunakan katalis untuk melakukan reaksi perekahan. Dengan
adanya katalis, dapat mengurangi temperatur dan waktu reaksi. Yuliansyah, dkk [10]
melakukan penelitian konversi plastik low density polyethylene (LDPE) menjadi minyak.
Proses konversi dilakukan dengan dua metode, yaitu dengan thermal cracking dan catalyst
cracking. Pirolisis dilakukan di dalam tabung stainless steel yang dipanaskan dengan
elemen pemanas listrik dengan temperatur bervariasi antara 475–600 °C. Kondenser
dengan temperatur 30–35 °C, digunakan untuk mengembunkan gas yang terbentuk setelah
plastik dipanaskan menjadi minyak. Katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah
silica alumina. Dari penelitian ini diketahui bahwa dengan temperatur pirolisis 550 °C dan
perbandingan katalis/sampah plastik 1: 4 dihasilkan minyak dengan jumlah paling banyak.
Zabaniotou and Stravropoulus [2] melakukan penelitian tentang pirolisis terhadap plastik
yang terkontaminasi untuk memperoleh senyawa hidrokarbon. Pirolisis dilakukan di dalam
reaktor tabung, dengan pemasukkan material plastik secara kontinyu. Plastik yang diproses
ada dua macam, yaitu HDPE dalam kondisi bersih dan HDPE yang terkontaminasi minyak
pelumas. Dalam penelitian ini temperatur pirolisis 500 °C. Pirolisis dilakukan dengan
katalis (thermo-catalytic pyrolysis) dan tanpa katalis (thermal pyrolysis). Katalis yang
digunakan adalah Y zeolite. Dari penelitian ini diketahui bahwa HDPE yang terkontaminasi
produk volatilenya lebih tinggi dan densitasnya juga lebih tinggi. Pemakaian katalis
mempengaruhi proses cracking pada HDPE yang tidak terkontaminasi, tetapi pada HDPE
yang terkontaminasi pengaruh pemakaian katalis tidak signifikan. Pemakaian katalis
menurunkan densitas dari minyak yang dihasilkan dari proses pirolisis.
Desain reaktor pirolisis yang digunakan untuk proses pirolisis ban bekas disajikan
pada Gambar 2. Reaktor pirolisis adalah tempat dimana terjadinya proses pirolisis limbah
ban bekas. Proses pirolisis terjadi dengan bantuan pemanas oleh gas LPG.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tabung Gas
Alat ini berfungsi mensuplai gas yang akan dibakar untuk memanaskan limbah ban
bekas di dalam reaktor.
2. Reaktor Pirolisis
Reaktor ini memiliki panjang 60 cm dan berdiameter 27 cm.
3. Selang minyak pirolisis
Selang minyak pirolisis ini berfungsi untuk mengalirkan gas hasil pirolisis menuju
mesin pendingin untuk dikondensasikan.dan untuk menghubungkan sambungan
antara unit pendingin dengan tempat minyak pirolisis.serta sambungan antara tempat
minyak pirolisis dengan vacuum cleaner.
4. Unit Pendingin
Pendingin ini menggunakan pipa yang terbuat dari tembaga yang dibentuk spiral ke
bawah dan dimasukkan ke sebuah tong plastik yang berisi air yang dimodifikasi
sedemikian rupa dengan lubang masukan dan lubang keluaran sebagai jalur gas yang
ingin dikondensasikan.
5. Tempat minyak pirolisis
Setelah dikondensasikan maka gas akan berubah menjadi cairan yang ditampung
didalam wadah ini.
6. Bak penampung
Bak penampung berfungsi untuk menampung air yang disirkulasikan dengan
menggunakan pompa.
Hasil pirolisis limbah ban bekas didapatkan minyak, gas dan hasil sisa (residu)
berupa material padat. Pelaksanaan pirolisis dengan melakukan variasi temperatur pada
ruang reaktor yang diatur sebesar 200 oC, 250 oC, 300 oC, 350 oC, dan 400 oC. Hasil pirolisis
ban bekas disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 3.
80
Hasil Pyrolisis Limbah Ban
70
60
50
% Volume
40 Minyak
30 Gas
20 Padat
10
0
200 250 300 350 400
Temperatur
Pada temperature 200oC dan 250oC didapat residu material padat masih cukup
tinggi mencapai 68 % volueme. Hal ini terjadi karena dekomposisi dari ban yang belum
maksimal dari proses pyrolysis. Pada suhu ini sudah didapatkan hasil minyak dan gas
meskpun dalam persentase berat yang kecil. Pada temperature 350oC dan 400oC produk
gas minyak mulai naik. Sedangkan residu padat persentasenya mulai turun. Semakin tinggi
temperature diharapkan semakin banyak produk minyak yang dihasilkan sebagai akibat
perekahan. Pada temperatur 350oC didapatkan hasil minyak yang maksimal (21% volume).
Ketika temperatur dinaikkan hasil minyaknya menjadi turun (20% volume). Pada
temperatur 350oC dan 400oC didapatkan hasil gas dan residu padat yang sama. Hal ini
terjadi karena proses dekomposisi dari ban bekas sudah mencapai batas maksimal.
4. KESIMPULAN
a. Limbah ban bekas dapat di urai dengan proses pyrolisis untuk mendapatkan
minyak sebagai bahan bakar alternatif
b. Persentase minyak terbesar diadapat pada temperatur 350oC sebesar 21% volume.
c. Pada temperatur 350oC proses dekomposisi ban bekas mencapai titik maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
[2] Zabaniotou, A.G. Stavropoulos, “Pyrolysis of used Automobile Tires And Residual
Utilization,” Journal of Analytical and Applied Pyrolysis v ol. 7, no. 2, pp.711-
722, December 2003.
[3] A. Erwin., M. Rahman., A.Y. Aminy, “Produksi Bahan Bakar Ramah Lingkungan
Melalui Proses Pirolisis Limbah Ban”, JPE, vol. 20, no. 2, November, 2016.
[5] A.K. Panda., dan R.K. Sing, ”A Review on Tertiary Recycling of High–Density
Polyethylene to Fuel, Resources,” Conservation and Recycling, vol. 55, pp. 893-910,
2011.
[6] Radiansono., C. Irawan., D.R. Mujiyanti, “Preparasi dan Karakterisasi Katalis Ni, Co
yang Diembankan pada Zeolit-Zcp-50 Menggunakan Metode Matrik Polimer,” Sains
dan Terapan Kimia, vol. 2, no. 1, pp. 1 – 13, 2009.
[7] A. Marcilla., M.I. Beltrán., R. Navarro, “Evolution of Products during the Degradation
of Polyethylene in a Batch Reactor”, J. Anal. Appl. Pyrolysis, vol. 86, pp. 14–21,
2009.
[8] Z. Alimuddin., dan K. Yoshikawa, “Fuel Oil Production from Municipal Plastic
Wastes in Sequential Pyrolysis and Catalytic Reforming Reactors”,. Energy Procedia,
vol. 47, pp. 180–188, 2014.
[9] M. Sarker., M.M. Rashid., M. Molla, “Waste Polypropylene Plastic Conversion into
Liquid Hydrocarbon Fuel for Producing Electricity and Energies”, Environ. Technol,
vol. 33, pp. 2709–2721, 2012.