Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Plastik
Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul
sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar (makromolekul
atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun utamanya
adalah karbon dan hidrogen. Untuk membuat plastik, salah satu bahan baku yang
sering digunakan adalah naphta, yaitu bahan yang dihasilkan dari penyulingan
minyak bumi atau gas alam. Sebagai gambaran, untuk membuat 1 kg plastik
memerlukan 1,75 kg minyak bumi, untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya
maupun kebutuhan energi prosesnya (Kumar dkk., 2011).
Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu thermoplastic dan
termosetting. Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika dipanaskan sampai
temperatur tertentu, akan mencair dan dapat dibentuk kembali menjadi bentuk yang
diinginkan. Sedangkan thermosetting adalah plastik yang jika telah dibuat dalam
bentuk padat, tidak dapat dicairkan kembali dengan cara dipanaskan (Budiyantoro,
C.,2010). Berdasarkan sifat kedua plastik di atas, thermoplastic adalah jenis yang
memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik yang dapat didaur ulang diberi
kode berupa nomor untuk memudahkan dalam mengidentifikasi penggunaannya.
Ada 4 jenis plastik yang dapat didaur ulang, yakni PE, PP, PS, dan PVC.

Tabel 2.1. Jenis plastik, kode dan penggunaannya


No. Jenis Plastik Penggunaan
Kode

1 PET (Polyethylene Botol kemasan air mineral, botol minyak


terephthalate) goreng, jus, sambal, obat, dan kosmetik.

HDPE (High-density Botol obat, botol susu cair, jerigen pelumas, dan
2
Polyethylene) botol kosmetik.

6
7

No. Jenis Plastik Penggunaan


Kode

3 PVC (Polyvinyl Pipa selang air, pipa bangunan, mainan, taplak


Chloride) meja dari plastik, botol shampo, dan botol
sambal.
4 LDPE (Low-density Kantong kresek, tutup plastik, plastik
Polyethylene) pembungkus daging beku, dan berbagai macam
plastik tipis lainnya.
5 PP (Polypropylene Cup plastik, tutup botol dari plastik, mainan
atau Polypropene) anak, dan margarine.
6 PS (Polystyrene) Kotak CD, sendok dan garpu plastik, gelas
plastik, atau tempat makanan dari stryofoam, dan
tempat makan plastik transparan
7 Other (O), jenis Botol susu bayi, plastik kemasan, gallon air
plastik lainnya selain minum, suku cadang mobil, alat-alat rumah
dari no.1 sampai 6 tangga, komputer, alat-alat elektronik, sikat gigi,
dan mainan lego.
(Sumber: Das, S. dan Pande, S., 2007)

Sifat thermal dari berbagai jenis plastik memiliki nilai yang berbeda-beda dan
sangat penting dalam proses pembuatan dan daur ulang plastik. Sifat-sifat termal
yang penting adalah titik lebur (Tm), temperatur transisi (Tg) dan temperatur
dekomposisi. Temperatur transisi adalah temperatur saat plastik mengalami
perengganan struktur sehingga terjadi perubahan dari kondisi kaku menjadi lebih
fleksibel. Di atas titik lebur, plastik mengalami pembesaran volume sehingga
molekul bergerak lebih bebas yang ditandai dengan peningkatan kelenturannya.
Temperatur lebur adalah temperatur di mana plastik mulai melunak dan berubah
menjadi cair. Temperatur dekomposisi merupakan batasan dari proses pencairan.
Secara umum polimer akan mengalami dekomposisi pada suhu di atas 1,5 kali dari
temperatur transisinya (Budiyantoro, 2010).
8

Polistirena adalah sebuah polimer dengan monomer stirena, sebuah


hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Polimer ini
merupakan plastik yang kuat dan murah, yang merupakan salah satu polimer
golongan vinil (Storbl 2007). polistirena biasanya bersifat termoplastik padat.
Secara struktur, polistirena merupakan rantai panjang hidrokarbon dengan gugus
fenil yang berdekatan dengan setiap atom karbon (Storbl 2007). Adapun reaksi
pembentukan polistirena adala sebagai berikut:

Gambar 2.1. Pembentukan polistirena


(Sumber: Storbl, 2007)

Monomer Stirena ditemukan oleh Newman dari distilasi cairan amber,


sedangkan polimerisasi dari monomer stirena telah diketahui pada tahun 1839 oleh
Eduard Simon seorang apoteker Jerman. Polistirena bersifat sangat amorphous dan
tembus cahaya, mempunyai indeks refraksi yang tinggi, sukar ditembus oleh gas
kecuali uap air, dapat larut dalam alkohol rantai panjang. Polimer ini juga mudah
rapuh sehingga banyak dikopolimerisasikan dengan butadiena atau akronitril.
(Sarker, Moinuddin dkk. 2012). Berikut ini tabel sifat-sifat fisik dari polistirena:
Tabel 2.2. Sifat-sifat Polistirena (PS)
Sifat Fisis Ukuran
Densitas 1050 kg/m3
Densitas EPS 25 – 200 kg/m3
Spesifik Gravitasi 1,05
Konduktivitas Listrik (s) 10-16 S/m
Decomposition X years, still decaying
9

Konduktivitas Panas (k) 0,08 W/(m.K)


Modulus Young (E) 3000 – 3600 MPa
Kekuatan Tarik (st) 46 – 60 MPa
Perpanjangan 3 – 4%
Notch Test 2 – 5 kJ/m2
Temperatur Transisi Gelas 95°C
(Tg)
Titik lebur (Tm) 240°C
Vicat B 90°C
Koefisien penghantar panas 0,17 W/(m2.K)
(Q)
Linear Expansion coefficient 8 x 10-5 /K
(a)
Specific heat (c) 1,3 kJ/(kg.K)
(Sumber: Sarker, Moinuddin dkk. 2012)
2.2. Perengkahan
Mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak termasuk daur
ulang tersier. Merubah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak dapat dilakukan
dengan proses cracking (perekahan). Cracking adalah proses memecah rantai
polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah. Hasil dari
proses perengkahan plastik ini dapat digunakan sebagai bahan kimia atau bahan
bakar. Ada tiga macam proses cracking yaitu hidrocracking, thermal cracking dan
catalytic cracking. Hydrocracking merupakan suatu proses yang mengkonversi
umpan menjadi produk yang lebih ringan dengan bantuan katalis dan gas hidrogen.
Proses perengkahan yang terjadi hanya karena pemanasan dengan menggunakan
tekanan dan temperatur yang tinggi dinamakan perengkahan termal (thermal
cracking). Sedangkan proses perengkahan yang terjadi dengan bantuan katalis
dengan temperatur dan tekanan rendah disebut catalytic cracking (Surono, 2013).
Pirolisis adalah proses dekomposisi dari material yang dipakai tanpa
menggunakan oksigen, oksigen dapat digunakan pada saat kondisi dimana
pembakaran parsial untuk memberikan energi termal pada saat proses tersebut.
10

Temperatur yang dibutuhkan untuk melakukan pirolisis adalah sekitar 380-530oC,


dengan tekanan 0,1-0.5 Mpa. Di dalam proses pirolisis, hidrokarbon rantai panjang
dipecah menjadi hydrokarbon rantai pendek. Produk pirolisis tergantung pada
desain pyrolyze, karakteristik fisik dan kimia dari biomassa serta parameter operasi
penting seperti tingkat pemanasan, suhu pirolisis, waktu tinggal saat reaksi dan
ukuran partikel dari bahan yang akan di pirolisis. Selain itu, kandungan tar dan hasil
produk lain tergantung pada tekanan, komposisi ambien gas, dan adanya katalis
mineral. Parameter yang berpengaruh pada kecepatan reaksi pirolisis mempunyai
hubungan yang sangat kompleks, sehingga model matematis persamaan kecepatan
reaksi pirolisis yang diformulasikan oleh setiap peneliti selalu menunjukkan
rumusan empiris yang berbeda. Selain itu juga, plastik polistirena merupakan
plastik dengan polimer berat yang tidak dapat ditentukan ataupun dihitung jumlah
molekulnya. Produk pirolisis umunya menghasilkan, yaitu (CO2, dan H2O) yang
merupakan gas non-toksik, tar (pyrolitic oil), dan arang (Selpiana dkk, 2016).
Pengolahan untuk mendapatkan bahan bakar bukan hanya menggunakan
proses cracking saja melainkan bisa dilakukan dengan penggabungan molekul
(proses polimerisasi, alkilasi) atau perubahan struktur molekul (proses reforming).
jenis-jenis senyawa yang terdapat dalam minyak bumi secara garis besar yaitu yaitu
senyawa hidrokarbon dan senyawa non-hidrokarbon. Walaupun senyawa
hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi sangat banyak jumlahnya namun
senyawa tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan senyawa hidrokarbon
yaitu senyawa hidrokarbon parafin, naftan dan aromatik.
Hidrokarbon parafin adalah senyawa hidrokarbon jenuh dengan rumus
umum CnH₂𝑛+ ₂, merupakan fraksi utama dari minyak mentah yang dihasilkan dari
straight destilation di mana senyawa yang dihasilkan mempunyai bilangan oktan
rendah. Hidrokarbon nafta merupakan senyawa siklis yang jenuh dan tidak reaktif
dengan rumus umum CnH₂n, yang merupakan senyawa kedua terbanyak dalam
minyak bumi. Senyawa ini memiliki berat molekul yang rendah dan digunakan
sebagai bahan bakar, sedangkan senyawa nafta yang memiliki berat molekul yang
tinggi terdapat pada fraksi gas oil dan minyak pelumas. Minyak bumi sangat sedikit
mengandung senyawa aromatik yang merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh
11

sehingga senyawa ini mempunyai sifat kimia yang sangat reaktif, biasanya
dibutuhkan pada bensin sebagai bahan anti-knocking (Wiratmaja, 2010).
Senyawa bukan hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi dan
produknya adalah senyawa organik yang mengandung atom unsur belerang,
oksigen, nitrogen dan logam-logam lainnya. Lazimnya senyawa ini dianggap
sebagai senyawa pengotor karena pengaruhnya yang tidak baik selama proses
pengolahan minyak bumi dalam kilang minyak seperti korosi dan peracunan katalis
ataupun pengaruhnya yang buruk terhadap mutu produk.

2.3. Limbah Plastik Berlapis Aluminium Foil (Multilayer)


Aluminium foil menempati posisi yang penting dalam produk kemasan
fleksibel ataupun plastik multilayer karena memiliki kekuatan dan daya tahan yang
memuaskan serta penampilan yang baik. Aluminium foil memiliki ketebalah 6 -150
mikron, umumnya untuk kepentingan kemasan digunakan tebalnya kurang dari 25
mikron. Ciri-ciri aluminium foil adalah tak berbau, tak ada rasa, tak berbahaya dan
hygienis, tak mudah membuat pertumbuhan bakteri dan jamur.
Bahan baku plastik berlapisan aluminium foil terdiri atas plastik film dan
lembaran aluminium foil. Menurut Direktorat Jenderal Industri Kecil dan
Menengah untuk memenuhi fungsinya dengan baik maka film plastik dan
aluminium foil dalam berbagai kombinasi dibentuk sebagai multilayer. Film plastik
memiliki sifat yang tahan terhadap bahan kimia dan tahan lembab. Plastik film yang
biasa digunakan sebagai layer dapat berasal dari plastik jenis LDPE, LLDPE, PP,
p-PVC, Nylon, EVOH dan PET yang direkatkan menggunakan EVA (ethylene vinyl
acetate) , EAA (ethylene ethyl acrylate), dan Grafted Polymer (Yebi, 2015).

Gambar 2.2. Lapisan pada limbah plastik berlapis Aluminium Foil (Multilayer)
(Sumber: Prawisudha, 2011)
12

Tabel 2.3. Komponen Senyawa dalam Limbah Plastik berlapis Aluminium Foil
(Multilayer)
No Komponen Kandungan (%)

1 Silicon 0,6 %

2 Besi 0,7 %

3 Tembaga 0,05 – 0,2 %

4 Mangan 1,0 – 1,5 %

5 Magnesium 0,8 – 1,3 %

6 Seng 0,1 %

7 Aluminium 96,7 – 97,4 %

(Sumber:Agustiani. E, 2014)

2.4. Alumunium
Aluminium adalah logam berwarna putih keperakan yang lunak.
Aluminium ditemukan oleh Sir Humprey Davy dalam tahun 1809 sebagai suatu
unsur, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh H. C. Oersted, tahun 1825.
Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak kirakira 8,07% hingga 8,23% dari
seluruh massa padat dari kerak bumi dan terbanyak ketiga setelah oksigen (45,5%)
dan silikon (25,7%), dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun
dalam bentuk bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore,
dan lain-lain). Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium
merupakan logam yang cukup reaktif (Christoph Schmitz dkk, 2006).
Aluminium murni 100% tidak memiliki kandungan unsur apapun selain
aluminium itu sendiri, namun aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah
mengandung 100% aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung
didalamnya. Pengotor yang mungkin berada pada aluminium murni biasanya
adalah gelembung gas yang masuk akibat proses peleburan dan pendinginan atau
pengecoran yang tidak sempurna, material cetakan akibat kualitas cetakan yang
13

tidak baik, atau pengotor lainnya akibat kualitas bahan baku yang tidak baik
(misalnya pada proses daur ulang aluminium). Umumnya, aluminium murni yang
dijual di pasaran adalah aluminium murni 99%, misalnya aluminium foil.
Aluminium sangat reaktif khususnya dengan oksigen, sehingga unsur
aluminium tidak pernah dijumpai dalam keadaan bebas di alam, melainkan sebagai
senyawa yang merupakan penyusun utama dari bahan tambang bijih bauksit yang
berupa campuran oksida dan hidroksida aluminium. Aluminium juga ditemukan di
granit dan mineral-mineral lainnya. Aluminium ada di alam dalam bentuk silikat
maupun oksida, seperti eldspar, tanah liat, mika dll (Arsyad, M. Natsir. 2001).

2.5. Sifat – Sifat Alumunium


Aluminium merupakan logam yang memiliki beberapa keunggulan yaitu
lebih ringan dari pada baja, mudah dibentuk, tidak berasa, tidak berbau, tidak
beracun, dapat menahan masuknya gas, mempunyai konduktivitas panas yang baik
dan dapat didaur ulang. Tetapi penggunaan aluminium sebagai bahan kemasan
mempunyai kelemahan yaitu kekuatan (rigiditasnya) kurang baik, sukar disolder
sehingga sambungannya tidak rapat dapat menimbulkan lubang pada kemasan,
harganya lebih mahal dan mudah mengalami perkaratan sehingga harus diberi
lapisan tambahan (Christoph Schmitz dkk, 2006).
2.5.1. Sifat Mekanik Alumunium
Sifat mekanik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi
oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut.
Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan
oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di
permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas.
Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Kekuatan
tensil pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah,
yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan
tensil yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam
lain yang akan memiliki kekuatan tensil hingga 580 MPa (paduan 7075).
14

2.5.2. Sifat Kimia Alumunium


1) Serbuk alumunium dipanaskan dalam uap air menghasilkan hidrogen dan
alumunium oksida. Reaksinya berlangsung relatif lambat karena adanya
lapisan alumunium oksida pada logamnya, membentuk oksida yang lebih
banyak selama reaksi.

2) Alumunium akan terbakar dalam oksigen jika bentuknya serbuk, sebaliknya


lapisan oksidanya yang kuat pada alumunium cenderung menghambat
reaksi. Jika kita taburkan serbuk alumunium ke dalam nyala bunsen, maka
akan kita dapatkan percikan. Alumunium oksida yang berwana putih akan
terbentuk.

3) Alumunium seringkali bereaksi dengan klor dengan melewatkan klor kering


diatas alumunium foil yang dipanaskan sepanjang tabun. Alumunium
terbakar dalam aliran klor menghasilkan alumunium klorida yang kuning
sangat pucat. Alumunium klorida ini dapat menyublim (berubah dari
padatan ke gas dan kembali lagi) dan terkumpul di bagian bawah tabung
saat didinginkan.

4) Aluminium disimbolkan dengan Al, dengan nomor atom 13 dalam tabel


periodik unsur. Bauksit, bahan baku aluminium memiliki kandungan
aluminium dalam jumlah yang bervariasi, namun pada umumnya di atas
40% dalam berat.

5) Isotop aluminium yang terdapat di alam adalah isotop²⁷ Al, dengan


persentase sebesar 99,9%. Isotop²⁶ Al juga terdapat di alam meski dalam
jumlah yang sangat kecil. Isotop²⁶ Al merupakan radioaktif dengan waktu
paruh sebesar 720000 tahun. Isotop aluminium yang sudah ditemui saat ini
adalah aluminium dengan berat atom relatif antara 23 hingga 30, dengan
isotop²⁷ Al merupakan isotop yang paling stabil.
2.5.3. Sifat Fisika Alumunium
Aluminium merupakan konduktor panas dan listrik yang baik, memiliki
60% konduktivitas tembaga, sedangkan massa jenisnya hanya 30% dari massa jenis
15

tembaga. Meskipun konduktivitasnya lebih rendah dari tembaga, namun dalam hal
umur pemakaian, aluminium lebih unggul, karena ketahanan terhadap korosi lebih
baik. Alumunium memiliki sifat fisika seperti yang ditunjukan pada tabel berikut:

Tabel 2.4. Sifat fisika alumunium


No Sifat Nilai
1 Tegangan tarik 4,76 kg/mm
2 Volume atom 10 cm/gr.atm
3 Density (660oC) 2,368 gr/cm3
4 Density ( 20oC) 2,6989 gr/cm3
5 Kapasitas panas (25oC) 5,38 cal/mol oC
6 Panas pembakaran 399 cal/gr mol
7 Tensile strength 700 MPa
8 Panas peleburan 94,6 cal/gr
9 Panas uap 200 cal/gr
10 Massa atom 26,98
11 Titik lebur 660oC
12 Titik didih 2452oC
(sumber:Ihsan, E.E , 2012)

2.6. Alumunium Foil


Aluminium foil merupakan paduan aluminium yang dibuat dalam bentuk
lembaran tipis. Aluminium terbuat dari bauksit (Bauxite), sejenis endapan bijih
besi yang mengandung Aluminium Oxide (alumina) dan Silikat. Bauksit
kebanyakan berasal dari Amerika bagian Utara, Australia dan Eropa bagian Utara.
Aluminium murni (alloy) sangat lembut, bersih, berwarna putih agak keperakan
(silvery white), dan perbandingannya dengan logam ringan itu sekitar satu sampai
tiga kali dari berat baja. Aluminium foil memiliki ketebalan berkisar 0,2 mm yang
mengandung sekitar 92% sampai 99% aluminium.
Ketebalan dari aluminium foil menentukan sifat protektifnya. Jika kurang
tebal, maka foil tersebut dapat dilalui oleh gas dan uap. Pada ketebalan 0.0375
16

mm, maka permeabilitasnya terhadap uap air yaitu 0, artinya foil tersebut tidak
dapat dilalui oleh uap air. Foil dengan ukuran 0.009 mm biasanya digunakan untuk
permen dan susu, sedangkan foil dengan ukuran 0.05 mm digunakan sebagai tutup
botol multitrip (Syuhada, 2008).
Sifat-sifat dari aluminium foil adalah hermetis, fleksibel, tidak tembus
cahaya sehingga dapat digunakan untuk mengemas bahan-bahan yang berlemak
dan bahanbahan yang peka terhadap cahaya seperti margarin dan yoghurt.
Aluminium foil banyak digunakan sebagai bahan pelapis atau laminan. Sifat utama
yang dimiliki oleh aluminum foil adalah penerima panas yang baik (konduktor
panas dan elektrik yang baik). Jika dibandingkan dengan massanya, aluminium
memiliki keunggulan dibandingkan dengan tembaga, yang saat ini merupakan
logam konduktor panas dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat.

2.7. Sifat Thermal Bahan Plastik


Pengetahuan sifat termal dari berbagai jenis plastik sangat penting dalam
proses pembuatan dan daur ulang plastik. Sifat-sifat termal yang penting adalah titik
lebur (Tm), temperatur transisi (Tg) dan temperatur dekomposisi. Temperatur
transisi adalah temperatur dimana plastik mengalami perenggangan struktur
sehingga terjadi perubahan dari kondisi kaku menjadi lebih fleksibel. Di atas titik
lebur, plastik mengalami pembesaran volume sehingga molekul bergerak lebih
bebas yang ditandai dengan peningkatan kelenturannya. Temperatur lebur adalah
temperatur dimana plastik mulai melunak dan berubah menjadi cair. Temperatur
dekomposisi merupakan batasan dari proses pencairan. Jika suhu dinaikkan di atas
temperatur lebur, plastik akan mudah mengalir dan strukturnya akan mengalami
dekoomposisi. Dekomposisi terjadi karena energi termal melampaui energi yang
mengikat rantai molekul. Secara umum polimer akan mengalami dekomposisi pada
suhu diatas 1,5 kali dari temperatur transisinya, Data sifat termal yang penting pada
proses daur ulang plastik (Budiyantoro, 2010).
17

Tabel 2.5. Data temperatur transisi dan temperatur lebur plastik


Jenis Bahan Tm (°C) Tg (°C) Temperatur kerja maks. (°C)
PP 168 - 175 -20 81 - 100
HDPE 130 – 137 59 - 110
LDPE 98-115 -20 100 - 220
PA 260 50 100
PET 245-265 73 - 80 65
ABS 110 85
PS 74 - 105 50 - 85
PMMA 85 - 105 50 - 90
PC 150 246
PVC 75 - 105 85 - 100
(sumber: Budiyantoro, 2010)

2.8. Karakteristik Bahan Bakar Cair.


Bahan bakar cair merupakan gabungan senyawa hidrokarbon yang
diperoleh dari alam maupun secara buatan. Bahan bakar cair umumnya berasal dari
minyak bumi. Minyak bumi merupakan campuran alami hidrokarbon cair dengan
sedikit belerang,nitrogen, oksigen, sedikit sekali metal, dan mineral (Wiratmaja,
2010). Karakteristik bahan bakar cair yang akan dipakai pada penggunaan tertentu
untuk mesin atau peralatan lainnya perlu diketahui terlebih dahulu, dengan maksud
agar hasil pembakaran dapat tercapai secara optimal. Secara umum karakteristik
bahan bakar cair yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
2.8.1. Titik Tuang (Pour Point)
Titik tuang adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan
bakar minyak sehingga bahan bakar tersebut masih dapat mengalir karena gaya
gravitasi. Titik tuang perlu adanya persyaratan praktis dari prosuder penimbunan
dan pemakaian dari bahan bakar minyak, hal ini dikarenakan bahan bakar minyak
sering sulit untuk di pompa, apabila suhunya telah dibawah titik tuang.
2.8.2. Berat Jenis, Specific Gravity, oAPI Gravity
Berat jenis dan oAPI Gravity menyatakan densitas atau berat persatuan
volume sesuatu zat. oAPI Gravity dapat diukur dengan hidrometer (ASTM 287),
18

sedangkan berat jenis dapat ditentukan dengan piknometer (ASTM D941 dan
D1217). Pengukuran oAPI Gravity dengan hidrometer dinyatakan dengan angka 0-
100. Satuan berat jenis dapat diyatakan dengan lb/gal atau lb/barel atau gr/ccm serta
gr/ml. Tujuan dilaksanakan pemeriksaan terhadap oAPI Gravity dan berat jenis
adalah untuk indikasi mutu minyak. Semakin tinggi oAPI Gravity atau makin
rendah berat jenis maka minyak tersebut makin berharga karena banyak
o
mengandung bensin. Sebaliknya, semakin rendah API Gravity karena
mengandung banyak lilin. Minyak yang mempunyai berat jenis tinggi berarti
minyak tersebut mempunyai kandungan panas yang (heating value) yang rendah.
2.8.3. Titik Nyala (Flash Point)
Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan
bakar minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan
minyak didekatkan pada nyala api. Titik nyala ini diperlukan sehubungan dengan
adanya pertimbangan-pertimbangan mengenai keamanan dari penimbunan minyak
dan pengangkutan bahan bakar minyak terhadapbahaya kebakaran. Titik nyala
tidak mempunyai pengaruh yang besar dalampersyaratan pemakaian bahan bakar
minyak untuk mesin diesel atau ketel uap.
2.8.4. Viskositas (Viscosity)
Viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besar perlawanan atau
hambatan dari suatu bahan cair untuk mengalir (tahanan geser dari bahan cair).
Makin tinggi viskositas minyak akan makin kental dan lebih sulit mengalir.
Demikian sebaliknya makin rendah viskositas minyak makin encer dan lebih
mudah minyak untuk mengalir, cara mengukur besar viskositas adalah tergantung
pada viscometer yang digunakan dan hasil (besarnya viskositas) yang digunakan
serta temperatur minyak pada saat pengukuran.
Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan
penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan
awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang
memuaskan. Jika minyak terlalu kental, maka akan menyulitkan dalam
pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang
jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung
burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk
19

atomisasi yang tepat. Peralatan yang biasanya digunakan untuk pengukuran


viskositas berupa Saybolt Universal Viscosity dan Saybolt Furol Viscosity.
Viskositas yang dicatat adalah lama waktu pengaliran minyak dalam wadah dengan
volume tertentu melalui lubang tertentu pada suhu tertentu.
2.8.5. Nilai Kalor (Calorific Value)
Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori
yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar dengan
udara atau oksigen. Nilai kalor dari bahan bakar minyak umumnya berkisar antara
18,300 – 19,800 Btu/lb atau 10,160 -11,000 kkal/kg. Nilai kalor berbanding terbalik
dengan berat jenis (density). Pada volume yang sama, semakin besar berat jenis
suatu minyak, semakin kecil nilai kalornya, demikian juga sebaliknya semakin
rendah berat jenis semakin tinggi nilai kalornya.
Nilai kalor atas untuk bahan bakar cair ditentukan dengan pembakaran
dengan oksigen bertekanan pada bomb calorimeter. Peralatan ini terdiri dari
container stainless steel yang dikelilingi bak air yang besar. Bak air tersebut
bertujuan meyakinkan bahwa temperatur akhir produk akan berada sedikit diatas
temperatur awal reaktan, yaitu 25°C. Nilai kalori dari bensin yang memiliki angka
oktan 90-96 adalah sebesar ±10,500 kkal/kg. Nilai kalori diperlukan karena dapat
digunakan untuk menghitung jumlah konsumsi bahan bakar minyak yang
dibutuhkan untuk suatu mesin dalam suatu periode. Nilai kalori umumnya
dinyatakan dalam satuan Kcal/kg atau Btu/lb (satuan british).
2.8.6. Angka Oktan
Angka oktan adalah suatu angka yang menyatakan kemampuan bahan bakar
minyak (khususnya mogas) dalam menahan tekanan kompresi untuk mencegah
gasoline terbakar sebelum busi menyala mencegah terjadinya denotasi (suara
mengelitik) didalam mesin bensin. Angka oktan mewakili suatu perbandingan antar
n-heptana yang memilki angka oktan nol dan iso-oktana (2,2,4 tri metil pentana)
yang memiliki angka oktan seratus. Angka oktan diperlukan karena berhubungan
dengan kemajuan teknologi permesinan, yang mempunyai kecenderungan
menaikkan perbandingan kompresi untuk meningkatkan power output, yang mana
membutuhkan gasoline dengan angka oktan yang tinggi.
20

2.8.7. Kadar Abu (Ash Content)


Kadar abu adalah jumlah sisa-sisa dari minyak yang tertinggal, apabila suatu
minyak dibakar sampai habis. Kadar abu ini dapat berasal dari minyak bumi sendiri
akibat kontak didalam perpipaan dan penimbunan (adanya partikel metal yang tidak
terbakar yang terkandung dalam bahan bakar minyak itu sendiri dan berasal dari
sistem penyaluran dan penimbunan).
2.8.8. Kandungan Belerang (Sulphur Content)
Semua bahan bakar minyak mengandung belerang atau sulfur dalam jumlah
yang sangat kecil. Walaupun demikian, keberadaan belerang ini tidak diharapkan
karena sifatnya merusak, maka pembatasan dari jumlah kandungan belerang dalam
bahan bakar minyak adalah sangat penting dalam bahan bakar minyak. Hal ini
disebabkan karena dalam proses pembakaran , belerang ini teroksidasi oleh oksigen
menjadi belerang oksida (SO2) dan belerang teroksida (SO3). Oksida belerang ini
apabila kontak dengan air merupakan bahan-bahan yang merusak dan korosif
terhadap logam-logam didalam ruang bakar dan sistem gas buang.

2.9. Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS)


Kromatografi gas-spektrometri massa atau dikenal dengan GC-MS adalah
metode kombinasi antara kromatografi gas dan spektrometri massa yang bertujuan
untuk menganalisis berbagai senyawa dalam suatu sampel. Kromatografi gas dan
spektometri massa memiliki prinsip kerjanya masing-masing, namun keduanya
dapat digabungkan untuk mengidentifikasi suatu senyawa baik secara kualitatif
maupun kuantitatif dan dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam
pengidentifikasian senyawa yang dilengkapi dengan struktur molekulnya.
Kromatografi gas menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Kromatografi
gas digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran
gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas. Metode ini
merupakan salah satu pemisahan yang sekaligus dapat menganalisis senyawa-
senyawa organik maupun anorganik yang bersifat termostabil dan mudah menguap
(Sumarno, 2001). Spektrometri massa adalah suatu metode untuk mendapatkan
21

berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion
yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam
medan magnetik seragam. Dalam spektrometri massa, molekul-molekul organik
ditembak dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positif
bertenaga tinggi (ion-ion molekular atau ion-ion induk) yang dapat pecah menjadi
ion-ion yang lebih kecil.
Kromatografi gas dan spektrometri massa dalam banyak hal memiliki
banyak kesamaan dalam tekniknya yaitu sampel yang dibutuhkan dalam bentuk
fase uap, dan keduanya juga sama-sama membutuhkan jumlah sampel yang sedikit
(umumnya kurang dari 1 μl). Disisi lain, kedua teknik tersebut memiliki perbedaan
yang cukup besar yakni pada kondisi operasinya. Senyawa yang terdapat pada
kromatografi gas adalah senyawa yang digunakan untuk sebagai gas pembawa
dalam alat GC dengan tekanan kurang lebih 760 torr, sedangkan spektometri massa
beroperasi pada kondisi vakum dengan kondisi tekanan 10−6 − 10−5 torr.
Adapun prinsip GC-MS adalah sampel yang dibawa fase gerak (gas
pembawa) akan cenderung menempel pada fase diam dan bergerak lebih lama dari
komponen lainya, sehingga masing-masing komponen keluar dari fase diam pada
saat yang berbeda. GC-MS digunakan hanya untuk deteksi senyawa-senyawa yang
mudah menguap. Zat-zat yang tidak bisa menguap seperti glukosa, sakarosa tidak
dapat dideteksi dengan GC-MS.

2.10 Karakteristik Minyak Bumi


Minyak bumi sebagai campuran alamiah, selain mengandung
hidrokarbon, juga dapat mengandung sulfur, nitrogen, dan senyawa oksigen
turunan hidrokarbon. Minyak bumi yang dihasilkan diketahui memiliki perbedaan
dalam hal komposisinya sehingga mempunyai sifat-sifat karakteristik sendiri. Jenis
hidrokarbon yang terdapat pada minyak bumi sebagian besar terdiri dari :
1) Parafin atau alkane
Fraksi terbesar dalam minyak bumi, dengan rumus molekul CnH2n+2 yang
memiliki rantai lurus (bersifat stabil) dan bercabang. Contoh senyawa yang
tergolong dalam parafin adalah metana, heksana, dan heksadiena.
22

2) Olefin
Senyawa olefin hampir tidak terdapat dalam minyak mentah tetapi dapat
ditemukan pada produk perengkahan minyak bumi. Mempunyai ikatan
rangkap dengan titik didih yang rendah dan dapat digunakan sebagai bahan
baku zat petrokimia. Rumus molekul senyawa olefin adalah CnH2n.
3) Naptha
Naptha digunakan dalam industri petrokimia untuk memproduksi olefin
serta dapat digunakan sebagai pelarut. Senyawa naphta memiliki nama lain
yaitu siklo alkane yang memiliki cincin 5 (siklo pentane) ataupun cincin 6
(siklo heksana). Rumus molekul senyawa naphta adalah CnH2n.
4) Aromatic
Senyawa aromatic memiliki karbon yang terdiri dari 6 atom C yang
membentuk rantai benzena. Senyawa ini terdapat dalam hidrokarbon
penyusun minyak bumi dalam jumlah yang sedikit. Kegunaan dari seyawa
aromatic yang terkandung dalam minyak bumi adalah sebagai senyawa
yang baik untuk mencegah kocking pada kendaraan.

2.11. Gasoline atau Bensin


Fuel atau Minyak bumi adalah istilah yang meluas dalam kehidupan sehari-
hari. Sebelumnya orang menggunakan istilah minyak tanah atau minyak yang
dihasilkan dari dalam tanah namun istilah yang lazim dipakai sekarang adalah
miyak bumi sementara kata ‘minyak tanah’ lazim digunakan untuk menyebut bahan
bakar kompor minyak atau bahasa Inggrisnya kerosene. Secara harfiah, minyak
bumi berarti ‘minyak di dalam perut bumi’. Istilah minyak bumi lebih tepat karena
minyak ini terdapat didalam perut bumi bukan didalam tanah.
Minyak bumi (petroleum) berasal dari kehidupan laut yang membusuk.
Minyak mentah (crude oil) biasanya ditemui di dalam kuah karang berpori yang
besar. Yang berperan penting dalam pembentukan minyak bumi hanya dua unsru,
yaitu unsur C sebanyak 85% dan unsur H sebesar 12-15%. Minyak bumi dapat
diolah lebih lanjut untuk menghasilkan berbagai jenis bahan bakar minyak dengan
23

proses destilasi atau penyaringan menjadi bensin (gasoline), minyak tanah


(kerosene), bahan bakar diesel, dan minyak pelumas (oli) (Reynaldi, 2012)
Bensin merupakan fraksi minyak bumi yang mengandung senyawa n-
heptana dan isooktan. Misalnya bensin Premium (salah satu produk bensin
Pertamina) yang beredar di pasaran dengan bilangan oktan 80 berarti bensin
tersebut mengandung 80% isooktan dan 20% n-heptana. Bensin super mempunyai
bilangan oktan 98 berarti mengandung 98% isooktan dan 2% n-heptana. Pertamina
meluncurkan produk bensin ke pasaran dengan 3 nama, yaitu: Premium dengan
bilangan oktan 80-88, Pertamax dengan bilangan oktan 91-92, dan Pertamax Plus
dengan bilangan oktan 95.

2.12. Penelitian Terdahulu yang Telah Dilakukan Oleh Peneliti

1) Penelitian yang dilakukan Yebi Yuriandala dengan judul “Pirolisis


Campuran Sampah Plastik Polistirena Dengan Sampah Plastik Berlapisan
Aluminium Foil (Multilayer)”. Variasi yang dilakukan dengan
menempatkan 50 gram Polistirena (PS), 50 gram plastik berlapisan
aluminium foil (AL) (multi layer),dan PS dengan campuran 10%, 20%,
30%, 40% AL didalam reaktor pirolisis yang terbuat dari stainless steel
berbentuk silinder dengan volume 0,96 m3 dengan temperatur akhir 450°C.
hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan Plastik
berlapisan aluminium foil maka semakin cepat naiknya temperatur
mencapai titik optimum yang ditetapkan (450°C). Sedangkan senyawa
kimia yang dihasilkan pada pirolisis yang mengandung PS sebagian besar
berupa senyawa aromatic, sedangkan pada pirolisis AL sebagian besar
berupa senyawa olefin.
2) Penelitian yang dilakukan oleh M. Sarker (2011) dengan judul “Waste
Polystyrene (PS-6) Plastic Conversion into Liquid Hydrocarbon Fuel by
Using HZSM-5 Catalyst with Thermal Degradation Process”. Variasi yang
dilakukan yaitu temperatur perengkahan pada rentang 120-4000C
menggunakan katalis dan tanpa katalis HZSM-5. Dari percobaan ini,
didapatkan produk cari dengan yield sebesar 88%.
24

3) Penelitian Selpiana, dkk (2016) berjudul “Konversi limbah polistirena


menjadi bahan bakar cair menggunakan katalis Cu-Al2O3 dengan proses
thermal catalityc cracking” dengan variasi katalis Cu-Al2O3 ( 0,5 gr, 1 gr,
dan 1,5 gr) dan temperatur perengkahan 150oC, 200 oC, dan 250oC selama
90 menit. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa bahan bakar cair yang
paling banyak dihasilkan pada temperatur perengkahan 250oC dengan
katalis 1.gram, volume yang didapat sebanyak 113 ml. Hasil analisa densitas
terbaik didapat sebesar 0,74 gram/ml, dan nilai oktan berupa RON sebesar
100,6, MON sebesar 90, dan AKI sebesar 94,4.
4) Penelitian Untoro B, dkk (2016) berjudul “Berbagai metode konversi
sampah plastik menjadi bahan bakar minyak” dengan variasi konsentrasi
komposisi sampah jenis PET (Poly Ethylene Terephthalate), HDPE (High
Density Polyethylene), dan PS (Poly Styrene) yang digunakan 100:0, 75:25,
dan 50:50 dan temperatur yang digunakan pada reaktor yaitu 500°C dengan
waktu 30 menit. Penelitian ini jenis sampah plastik yang menghasilkan gas
tertinggi yaitu jenis plastik PET sebesar 45,40% dan jenis plastik yang
menghasilkan wax tertinggi yaitu jenis plastik HDPE sebesar 69,91%.
Sedangkan komposisi yang menghasilkan gas tertinggi yaitu komposisi
dengan ranting 25% dan PET 75% sebesar 71,24% dan komposisi yang
menghasilkan wax tertinggi yaitu komposisi dengan ranting 25% dan PS
75% sebesar 61,36%.

Anda mungkin juga menyukai