Anda di halaman 1dari 21

18

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1 Plastik
Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul
sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar
(makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer dengan unsur
penyusun utamanya adalah karbon dan hidrogen (Kumar dalam Surono, 2013).
Plastik merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan
favorit penjual makanan. Tidak sedikit penjual makanan yang menggunakan
plastik sebagai pengemas makanan, namun tidak sedikit juga penjual makanan
yang khawatir akan dampak penggunaan plastik terutama plastik kresek hitam dan
kemudian beralih menggunakan kertas cokelat sebagai pengemas makanan. Tapi
tanpa disadari, kertas cokelat tersebut juga sudah dilapisi plastik dan ini
menunjukkan betapa populernya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari.
Kelebihan dari kemasan plastik yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak
bereaksi, tidak berkarat, dapat diberi warna dan harganya yang murah seakan
membutakan masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan, seperti terjadinya
perpindahan zat-zat penyusun dari plastik ke dalam makanan, terutama jika
makanan tersebut tidak cocok dengan plastik yang mengemasnya. Zat-zat
penyusun tersebut cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan penyakit kanker
pada manusia (Koswara, 2006).
Menurut Syarief yang dikutip oleh Hesty Herlina (2009) komponen utama
plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling
pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan
membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan
bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut
amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras
dan tegar. Plastik dibuat dengan cara polimerisasi yaitu menyusun dan
membentuk secara sambung menyambung bahan-bahan dasar plastik yang disebut
19

monomer. Misalnya, plastik jenis Polivinil Chlorida (PVC) merupakan monomer


dari vinil klorida. Di samping bahan dasar berupa monomer, di dalam plastik juga
terdapat bahan non plastik yang disebut aditif yang diperlukan untuk memperbaiki
sifat-sifat plastik itu sendiri. Bahan aditif tersebut berupa zat-zat dengan berat
molekul rendah, yang dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap
sinar ultraviolet, anti lekat, dan lain-lain (Koswara, 2006). Adapun jenis plastik,
kode, dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis Plastik, Kode, dan Penggunaannya


No.
Jenis Plastik Rumus Molekul Penggunaan
Kode
Botol kemasan air mineral,
PET botol minyak goreng, jus,
1 (Polyethylene botol sambal, botol obat, dan
Terephthalate) botol kosmetik

Botol obat, botol susu cair,


HDPE (High-
jerigen pelumas, dan botol
2 Density
kosmetik
Polyethylene)
Pipa selang air, pipa
bangunan, mainan, taplak
PVC (Polyvinyl
3 meja dari plastik, botol
Chloride)
shampo, dan botol sambal

Kantong kresek, tutup plastik,


LDPE (Low- plastik pembungkus daging
4 Density beku, dan berbagai macam
Polyethylene) plastik tipis lainnya

Cup plastik, tutup botol


PP dari plastik, mainan anak,
5
(Polypropylene) dan margarine

Kotak CD, sendok dan garpu


plastik, gelas plastik, atau
tempat makanan dari
6 PS (Polystyrene)
styrofoam, dan tempat makan
plastik transparan
(sumber : Kurniawan, 2012)

Jenis plastik yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor untuk
memudahkan dalam mengidentifikasi dalam penggunaannya seperti yang
ditampilkan pada Gambar 2.1
20

Gambar 2.1 Nomor Kode Jenis Plastik


(sumber: Gao Feng, 2010)

Berdasarkan sifat-sifatnya terhadap perubahan suhu, plastik dibagi


menjadi dua yaitu :
a. Thermoplastic
Thermoplastic adalah polimer linear atau bercabang yang dapat meleleh pada
suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat
balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila
didinginkan.
b. Thermosetting
Thermosetting adalah polimer bercabang banyak dan tidak dapat mengikuti
perubahan suhu (irreversibel). Bila telah mengalami pengerasan maka plastik
tersebut tidak dapat dilunakkan kembali (Simanjuntak, 2010).

Plastik yang digunakan dalam pembuatan bahan bakar minyak adalah plastik
jenis Polyethylene (PE) dan Polypropylene (PP), yaitu sebagai berikut :

a. Polyethylene (PE)
Ethylene, umumnya dihasilkan oleh perengkahan gas etana, pembentuk
plastik yaitu polietilena. Monomer ethylene memiliki komposisi kimia CH2 =
CH2, sebagai unit pengulangan dari polyethylene dengan struktur kimia sebagai
berikut :

Struktur sederhana ini dapat diproduksi dalam bentuk linear atau


bercabang melalui proses polimerisasi. Polimerisasi ethylene menghasilkan
polyethylene. Reaksi polimerisasi ethylene dapat dilihat pada Gambar 2.2.
21

Gambar 2.2 Reaksi Polimerisasi Ethylene


(sumber: Encyclopedia Britannica, 2011)

Bentuk bercabang dikenal sebagai Low-Density Polyethylene (LDPE) atau


Linear Low Density Polyethylene (LLDPE), sedangkan bentuk linear dikenal
sebagai High Density Polyethylene (HDPE) dan Ultrahigh Molecular Weight
Polyethylene (UHMWPE).
LDPE diperoleh dari gas etilena di bawah tekanan yang sangat tinggi
(sampai 350 megapascal atau 50.000 psi) dan suhu tinggi (sampai 350°C atau
660°F) dengan adanya inisiator peroksida. Proses ini menghasilkan struktur
polimer dengan kedua cabang panjang dan pendek. Akibatnya, LDPE hanya
sebagian berbentuk kristal, menghasilkan bahan fleksibilitas tinggi. LDPE
digunakan sebagai kantong kresek, tutup plastik, plastik pembungkus daging
beku, dan berbagai macam plastik tipis lainnya. Struktur molekul LDPE dapat
dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur Molekul LDPE


(sumber: Encyclopedia Britannica, 2011)

LLDPE secara struktural mirip dengan LDPE. LLDPE dibentuk melalui


kopolimerisasi etilena dengan 1-butena dan 1-heksena dengan 1-oktena,
menggunakan Ziegler-Natta atau katalis metallocene. Keuntungan utama dari
LLDPE adalah kondisi polimerisasi membutuhkan energi yang sedikit dan sifat-
22

sifat polimer dapat diubah dengan memvariasikan jenis dan jumlah komonomer
(monomer dikopolimerisasi dengan etilena).
HDPE diproduksi pada suhu rendah dan tekanan menggunakan Ziegler-
Natta dan katalis metalosena atau activated chromium oxide (dikenal sebagai
katalis Phillips). HDPE digunakan sebagai botol obat, botol susu cair, jerigen
pelumas, dan botol kosmetik. Struktur molekul HDPE dapat dilihat pada Gambar
2.4.

Gambar 2.4 Struktur Molekul HDPE


(sumber: Encyclopedia Britannica, 2011)

UHMWPE dibuat dengan berat molekul 3 juta untuk 6 juta unit atom dan
500.000 unit atom untuk HDPE. Polimer ini dapat dipintal menjadi serat dan
ditarik atau diregangkan, menjadi sangat kristal, yang mengakibatkan kekakuan
dan kekuatan tarik yang tinggi. Benang yang terbuat dari serat ini ditenun menjadi
rompi antipeluru.
23

b. Polypropylene (PP)
Resin termoplastik yang sangat kristal ini dibentuk oleh polimerisasi
rantai- propylene (CH2=CHCH3), yaitu suatu senyawa gas yang diperoleh dari
thermal cracking etana, propana, butana, atau fraksi nafta dari minyak bumi.
Struktur polimerisasi PP sebagai berikut
24

Sebagai plastik, polypropylene dibuat menjadi botol untuk makanan,


shampoo, dan cairan rumah tangga lainnya. PP juga dijadikan berbagai produk,
seperti peralatan rumah, wadah makanan, mainan, casing baterai mobil. Nomor
kode daur ulang PP adalah #5.

2.1.2 Bahan Bakar Minyak (BBM)


Menurut Raharjo & Karnowo (2008), bahan bakar adalah material, zat
atau benda yang digunakan dalam proses pembakaran untuk menghasilkan energi
panas. Penggolangan bahan bakar berdasarkan asalnya dapat dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
a. Bahan bakar fosil
b. Bahan bakar mineral
c. Bahan bakar nabati atau organik

Minyak bumi adalah bahan bakar fosil yang berbentuk cairan kental,
berwarna coklat, atau kehijauan yang mudah terbakar. Minyak bumi merupakan
sumber energi utama dalam kehidupan manusia. Sebagian besar penyusun minyak
bumi adalah senyawa alkana. Minyak bumi terbentuk dan bahan renik yang
tertimbun jutaan tahun yang lalu dengan tekanan dan suhu yang tinggi. Sisa-sisa
tumbuhan dan hewan tertimbun dalam kerak bumi, tekanan yang hebat dari
timbunan itu dan suhu yang sangat ekstrem selama jutaan tahun membuat
semuanya mencair dan terbentuklah minyak bumi.  Minyak bumi diambil
dari sumur minyak di pertambangan-pertambangan minyak. Lokasi sumur-sumur
minyak ini didapatkan setelah melalui proses studi geologi, analisis sedimen,
karakter dan struktur sumber, dan berbagai macam studi lainnya. Setelah itu,
minyak bumi akan diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan
hasilnya berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan berbagai macam
bahan bakar, mulai dari bensin dan minyak tanah sampai aspal dan berbagai
25

reagen kimia yang dibutuhkan untuk membuat plastik dan obat-obatan


(Wikipedia, 2017).
Minyak bumi dimurnikan dengan cara distilasi yaitu proses pemisahan
berdasarkan titik didihnya. Rantai karbon C1, C2, C3 sampai C50 memiliki titik
didih yang beda. Jika minyak mentah dipanaskan maka C1 akan menguap terlebih
dahulu kemudian disusul C2, disusul C3, olehkarena itu akan terjadi pemisahan
antara rantai karbon. Rantai karbon dari masing-masing fraksi minyak bumi
berserta titik didihnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.5

Tabel 2.2 Rantai Karbon dari Masing-Masing Fraksi Minyak Bumi


No Produk Rantai Karbon Titik Didih (oC) Manfaat
1 Gas C1-C5 0-50 Gas tabung bahan
kimia
2 Gasolin (Bensin) C6-C11 50-85 Bahan bakar mobil
atau motor
3 Kerosin (Minyak C12-C20 85-105 Bahan bakar jet
Tanah)
4 Solar C21-C30 105-135 Bahan bakar truk
atau bus

5 Minyak Berat C31-C40 135-300 Lilin, pelapis lilin

6 Residu >C40 >300 Proses penguraian


aspal untuk
permukaan jalan
(sumber: Widikrisna, 2012)
26

Gambar 2.5 Menara Destilasi Pemisahan Fraksi Minyak Bumi


(sumber: Widikrisna, 2012)

Bahan bakar cair dibedakan berdasarkan proses pengolahannya sehingga


didapat berbagai jenis bahan bakar yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-
hari sesuai dengan mesin yang digunakan. Adapun jenis-jenis bahan bakar cair
yang dihasilkan dari sampah plastik jenis HDPE, LDPE, dan PP adalah bensin,
minyak tanah, dan solar.

a. Bensin (Premium)
Bensin diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum pada 50-
85°C (rantai karbon dari C6 sampai C11). Menurut Sudirman (2011), premium
atau bensin adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuning-
kuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna
tambahan (dye). Jenis bahan bakar ini banyak digunakan pada mesin pembakaran
dalam terutama pada motor bensin dengan bantuan pengapian/busi. Kualitas
bahan bakar akan sangat berpengaruh pada proses pembakaran sehingga tenaga
yang dihasilkan menjadi maksimal. Bahan bakar yang baik dapat mengurangi
timbulnya dentuman atau knocking akibat dari tingginya tekanan dan tempratur di
27

dalam ruang bakar. Karakteristik inilah yang disebut angka oktan pada suatu
bahan bakar.
Angka oktan atau disebut juga dengan bilangan oktan adalah suatu
bilangan yang menunjukkan kemampuan bertahan suatu bahan bakar terhadap
detonasi. (Sudirman, 2011). Bilangan oktana atau Octana Number (ON) adalah
bilangan yang menunjukkan kesetaraan bahan bakar dengan campuran antara
isooctane dan normal heptane. Misalnya, jika bilangan oktana 100 berarti bensin
tersebut setara dengan isooctana murni dalam hal sifat-sifat pembakaran. Bensin
dengan bilangan oktana 0 setara dengan heptana murni. Bilangan oktana 75
diberikan kepada bensin yang setara dengan 75% isooktana dan 25% heptana
(Fessenden, 1989:105).
Nilai oktan sangat berpengaruh pada ketahanan bahan bakar terhadap
tekanan dan tempratur. Semakin tinggi nilai oktan akan semakin tahan terhadap
tekanan dan tempratur, namun sebaliknya jika nilai oktan rendah maka bahan
bakar tersebut memungkinkan terbakar dengan sendirinya tanpa ada api.
Kekurangan yang ada pada karakteristik bahan bakar (nilai oktan) dapat
ditambahkan dengan bahan tambah dengan sifat anti knocking. Faktor lain yang
mempengaruhi ketukan adalah perbandingan antara udara dan bahan bakar.
Menurut Hardjono (2001:71), perbandingan udara dan bahan bakar yang sedikit
miskin dapat mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengakibatkan
terjadinya ketukan dibandingkan dengan campuran udara dan bahan bakar yang
normal. Penggunaan bahan bakar yang kurang tepat terhadap perbandingan
kompresi pada kendaraan sepeda motor dapat berpengaruh pada kadar emisi gas
buang, selain itu campuran bahan bakar dan udara yang tidak homogen juga
berpengaruh pada kadar emisi gas buang yang dihasilkan. Proses pengabutan yang
tidak sempurna inilah yang menyebabkan tidak homogennya campuran bahan
bakar dan udara masih berbentuk molekul-molekul besar sehingga ada sebagian
campuran yang kaya dan sebagian campuran yang miskin. Perbedaan ini membuat
campuran yang tidak teratur sehingga dapat membuat tekanan yang berbeda pula
akibatnya dapat terjadi detonasi.

b. Minyak Tanah
28

Minyak tanah (kerosene) adalah cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan


mudah terbakar. Minyak tanah diperoleh dengan cara distilasi
fraksional dari petroleum pada 85-105°C (rantai karbon dari C12 sampai C20).
Pada suatu waktu kerosene banyak digunakan dalam lampu minyak tanah tetapi
sekarang utamanya digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (lebih
teknikal Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8). Sebuah bentuk dari minyak tanah
dikenal sebagai RP-1 dibakar dengan oksigen cair sebagai bahan bakar roket.
Pada proses pembakarannya menggunakan oksigen cair. Kerosin didestilasi
langsung dari minyak mentah dan memerlukan pengendalian khusus dalam
sebuah unit Merox atau hydrotreater untuk mengurangi kadar belerang dan
perkaratan. Kerosene dapat juga diproduksi oleh hydrockraker, yang digunakan
untuk meningkatkan bagian dari minyak mentah yang cocok untuk bahan bakar
minyak. Di Indonesia, minyak tanah digunakan sebagai bahan bakar kompor
minyak tanah untuk memasak. Selain itu, minyak tanah juga digunakan untuk
mengusir koloni serangga, seperti semut, kecoa, dan lain-lain. Pada beberapa
pembasmi serangga bermerek juga menggunakan minyak tanah sebagai
komponennya.

c. Solar
Bahan bakar diesel atau solar merupakan bahan bakar yang berwarna
kuning kecoklatan jernih. Solar merupakan suatu campuran hidrokarbon yang
diperoleh dari penyulingan minyak mentah pada temperatur 105-135oC dengan
rantai karbon C21 sampai C30. Kualitas solar dinyatakan dengan bilangan cetane
(pada bensin disebut octane), yaitu bilangan yang menunjukkan kemampuan solar
mengalami pembakaran di dalam mesin serta kemampuan mengontrol jumlah
ketukan (knocking), semakin tinggi bilangan cetane ada solar maka kualitas solar
akan semakin bagus.
Minyak solar ini digunakan untuk bahan bakar mesin diesel atau mesin
“Compression Ignition”. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakan
dari motor bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya.
Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara
bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin,
suhu udara meninggkat, ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus
29

bersinggungan dengan udara panas ini maka bahan bakar akan menyala dengan
sendirinya tanpa bantuan alat penyala lainnya. Itu sebabnya mesin diesel juga
disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines).

2.2 Tinjauan Proses


Proses pengolahan sampah plastik menjadi bahan Bahan Bakar Minyak
(BBM) dilakukan dengan metode cracking yaitu penguraian molekul-molekul
senyawa hidrokarbon besar menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon kecil.
Menurut Panda (2011), Proses pembuatan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari
sampah plastik dengan metode cracking terbagi menjadi tiga cara yaitu :
 Hydro cracking
 Thermal cracking (pyrolysis)
 Catalytic cracking

a. Hydro cracking
Hydro cracking adalah proses cracking dengan mereaksikan plastik
dengan hidrogen dengan bantuan katalis di dalam wadah tertutup yang dilengkapi
dengan pengaduk pada temperatur antara 423 – 673 K dan tekanan hidrogen 3 –
10 MPa. Penelitian ini berfokus untuk menghasilkan bensin berkualitas tinggi dari
berbagai jenis bahan baku. Adapun jenis bahan baku yang digunakan di antaranya
PE, PET, PS, PVC dan polimer campuran. Untuk membantu pencampuran dan
reaksi biasanya digunakan bahan pelarut 1-methyl naphtalene, tetralin dan
decalin. Beberapa katalis yang sudah diteliti antara lain alumina, amorphous
silica alumina, zeolite dan sulphate zirconia (Panda, 2011).
Penelitian tentang proses hydrocracking ini telah dilakukan oleh
Rodiansono (2005) yang melakukan penelitian hydro cracking sampah plastik
polipropilena menjadi bensin (hidrokarbon C6-C11) menggunakan katalis
NiMo/Zeolit dan NiMo/Zeolit-Nb2O5. Proses hydrocracking dilakukan dalam
reaktor semi alir (semi flow-fixed bed reactor) pada temperatur 300, 360, dan
400°C; rasio katalis/umpan 0,17; 0,25; 0,5 dengan laju alir gas hydrogen 150
ml/jam. Uji aktivitas katalis NiMo/zeolite yang menghasilkan selektivitas produk
C7-C8 tertinggi dicapai pada temperatur 360°C dan rasio katalis/umpan 0,5.
30

Kinerja katalis NiMo/zeolit menurun setelah pemakaian beberapa kali, tetapi


dengan proses regenerasi kinerjanya bisa dikembalikan lagi. Blok diagram
proses hydrocracking dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gas
Gas H2, CH4, C2H6, C2H4, C3H6,
H2 H2 C3H8, C4H10
CH4 CH4
C2H6 C2H6 Bensin (Gasoline)
C2H4 C2H4 C8H16
C3H6 C3H6
C3H8 C3H8
C4H10 C4H10
H2 Kondensor Fraksionator Minyak Tanah (Kerosene)
C16H32

Solar (Diesel)
C28H56
Sampah Plastik
Preheater Reaktor Pirolisis
Polypropylene
Polyethylene
*HDPE
*LDPE

Carbon Solid

Gambar 2.6 Blok Diagram Hydro cracking


b. Thermal cracking (pyrolysis)
Pyrolysis adalah proses dekomposisi suatu bahan pada suhu tinggi tanpa
adanya udara atau dengan udara terbatas. Proses dekomposisi pada pirolisis ini
juga sering disebut dengan devolatilisasi. Proses ini biasanya dilakukan pada
temperatur antara 350 °C sampai 900 °C. Dari proses ini akan dihasilkan arang,
minyak dari kondensasi gas seperti parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan
aromatik, serta gas yang tidak bisa terkondensasi. (Surono, 2013). Arang yang
terbentuk dapat digunakan untuk bahan bakar ataupun digunakan sebagai karbon
aktif. Sedangkan minyak yang dihasilkan dapat digunakan sebagai zat additif atau
campuran dalam bahan bakar. Sedangkan gas yang terbentuk dapat dibakar secara
langsung (Chaurasia, 2005).
Pirolisis plastik pernah dilakukan oleh Purwanti (2008) dengan mengolah
100 gram kantong plastik pada suhu 400oC dalam waktu dua jam, diperoleh cairan
mirip minyak bumi sekitar 75 gram. Adapun gas bakar yang didapat mencapai
116 ml per gram plastik bekas. Pemanasan dilakukan dengan listrik, dibantu
dengan nyala gas hasil pirolisis, dan sistem pendingin ditingkatkan. Pada proses
ini, minyak yang diperoleh 79%-83% dari berat plastik yang dimasukkan ke
dalam reaktor pirolisis, dengan panas dari luar yang dapat dikurangi 10%-15%.
31

Berdasarkan analisa yang pernah dilakukan Lembaga Minyak dan Gas


Bumi, minyak dari plastik bekas ini memiliki sifat tidak jenuh. Artinya,
perbandingan antara karbon dan hidrogen tidak seimbang sehingga ada mata
rantai yang tidak terisi. Minyak berwarna kuning kecokelatan, tetapi sudah bisa
untuk bahan bakar kompor atau obor (Purwanti Ani dan Sumarni, 2008). Minyak
hasil pirolisis ini mudah terbakar, mengeluarkan jelaga, dan baunya merangsang.
Minyak pirolisis ini dapat diolah lagi supaya mempunyai sifat jenuh dan stabil
(Boy Macklin Pareira, 2009).
Pranata (2008) meneliti tentang minyak pirolisis dari plastik polietilena,
hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak pirolisis dari plastik polietilena
mempunyai densitas 939 kg/m3 atau lebih berat dari minyak tanah. Minyak bakar
ini mempunyai ignition point 30,4oC sehingga sangat mudah dinyalakan.
Komponen utama minyak pirolisis dari plastik polietilena adalah styrene
monomer yang kadarnya hampir 64%. Sedangkan lebih dari 80% minyak
pirolisis ini terdiri dari styrene. Skodars,G.,et al. (2006) telah melakukan
penelitian mengenai pengaruh temperatur dan waktu terhadap hasil char pada
proses pirolisis, dimana semakin tinggi temperatur setelah melewati temperatur
puncak, reaktifitas dari char akan menurun. Sedangkan komponen waktu tidak
terlalu berpengaruh terhadap reaktifitas dari char. Blok diagram proses thermal
cracking dapat dilihat pada Gambar 2.7

Gas
Gas H2, CH4, C2H6, C2H4, C3H6,
H2 H2 C3H8, C4H10
CH4 CH4
C2 H 6 C2 H 6 Bensin (Gasoline)
C2H4 C2H4 C8H16
C3H6 C3H6
C3H8 C3H8
C4H10 C4H10
Kondensor Fraksionator Minyak Tanah (Kerosene)
C16H32

Solar (Diesel)
C28H56
Sampah Plastik
Preheater Reaktor Pirolisis
Polypropylene
Polyethylene
*HDPE
*LDPE

Carbon Solid

Gambar 2.7 Blok Diagram Thermal Cracking (Pyrolysis)

c. Catalytic cracking
32

Catalytic cracking menggunakan katalis untuk melakukan reaksi


perekahan. Dengan adanya katalis, dapat mengurangi temperatur dan waktu
reaksi. Osueke dan Ofundu (2011) melakukan penelitian konversi plastik low
density polyethylene (LDPE) menjadi minyak. Proses konversi dilakukan dengan
dua metode, yaitu dengan thermal cracking dan catalytic cracking. Pyrolysis
dilakukan di dalam tabung stainless steel yang dipanaskan dengan elemen
pemanas listrik dengan temperatur bervariasi antara 475 – 600 °C. Kondensor
dengan temperatur 30 – 35°C, digunakan untuk mengembunkan gas yang
terbentuk setelah plastik dipanaskan menjadi minyak. Katalis yang digunakan
pada penelitian ini adalah silica alumina. Dari penelitian ini diketahui bahwa
dengan temperatur pyrolysis 550 °C dan perbandingan katalis/sampah plastik 1:4
dihasilkan minyak dengan jumlah paling banyak.
Borsodi dkk., 2011, melakukan penelitian tentang pirolisis terhadap
plastik yang terkontaminasi untuk memperoleh senyawa hidrokarbon. Pirolisis
dilakukan di dalam reaktor tabung, dengan pemasukkan material plastik secara
kontinyu. Plastik yang diproses ada dua macam, yaitu HDPE dalam kondisi bersih
dan HDPE yang terkontaminasi minyak pelumas. Dalam penelitian ini temperatur
pyrolysis 500°C. Pyrolysis dilakukan dengan katalis (thermo-catalytic pyrolysis)
dan tanpa katalis (thermal pyrolysis). Katalis yang digunakan adalah Y- zeolite.
Dari penelitian ini diketahui bahwa HDPE yang terkontaminasi produk
volatilenya lebih tinggi dan densitasnya juga lebih tinggi. Pemakaian katalis
mempengaruhi proses cracking pada HDPE yang tidak terkontaminasi, tetapi
pada HDPE yang terkontaminasi pengaruh pemakaian katalis tidak signifikan.
Pemakaian katalis menurunkan densitas dari minyak yang dihasilkan dari proses
pirolisis. Blok diagram proses catalytic cracking dapat dilihat pada Gambar 2.8.
33

Gas
Gas H2, CH4, C2H6, C2H4, C3H6,
H2 H2 C3H8, C4H10
CH4 CH4
C2H6 C2H6 Bensin (Gasoline)
C2H4 C2H4 C8H16
C3H6 C3H6
C3H8 C3H8
Katalis C4H10 C4H10
Kondensor Fraksionator Minyak Tanah (Kerosene)
C16H32

Solar (Diesel)
C28H56
Sampah Plastik
Preheater Reaktor Pirolisis
Polypropylene
Polyethylene
*HDPE
*LDPE

Carbon Solid

Gambar 2.8 Blok Diagram Catalytic Cracking

Perbandingan antara ketiga proses ini dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Perbandingan Proses Pembuatan BBM dari sampah Plastik
No. Parameter Hydro cracking Thermal Catalytic cracking
cracking
1 Bahan Baku PET, PS, PVC PET, HDPE, HDPE
LDPE, PS, PP,
PVC
2 Temperatur 150-400 ºC 350 - 900ºC 450ºC
3 Bahan penunjang Menggunakan - Menggunakan
hydrogen katalis
4 Waktu reaksi 2 jam 1 jam 1 jam
5 Yield 60% 92,5% 76,09%

Berdasarkan perbandingan proses pada Tabel 2.3, maka proses yang


dipilih untuk prarancangan pabrik BBM dari sampah plastik adalah thermal
cracking dengan alasan sebagai berikut :
1. Metode thermal cracking dapat digunakan untuk semua jenis plastik
2. Metode ini tidak memerlukan bahan penunjang sehingga lebih ekonomis
3. Waktu reaksi lebih singkat sehingga lebih menghemat waktu dan ekonomis

Bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan pabrik tersebut adalah
plastik jenis polietylene (HDPE dan LDPE) dan polypropylene (PP) dengan reaksi
perengkahan (cracking) sebagai berikut.
34

29C3H6 16H2 + CH4 + C2H6 + C2H4 + C3H6 + C3H8 + C4H10 + C8H16 + C16H32 +
C28H56 + 20C
Persamaan 2.1 Propylene Thermal Cracking

36C2H4 H2 + CH4 + C2H6 + C2H4 + C3H6 + C3H8 + C4H10 + C8H16 + C16H32 + C28H56
+ 5C
Persamaan 2.2 Ethylene Thermal Cracking

Berdasarkan persamaan 2.1 dan persamaan 2.2 dapat dilihat bahwa produk
yang akan dihasilkan dari proses ini adalah gas (C1-C5), bensin (C6-C11),
minyak tanah (C12-C20), dan solar (C21-C30).

2.3 Sifat Fisik dan Kimia Bahan


Zat kimia memiliki karakteristik masing-masing yang membedakan suatu
zat dengan zat lain, akan tetapi tidak sedikit pula zat yang mempunyai persamaan
sifat dengan zat lain sehingga dapat dimasukkan dalam satu golongan.
Karakteristik zat ini akan menentukan bagaimana zat tersebut dapat dimanfaatkan.
Dalam hal ini sifat-sifat suatu zat dapat dibagi menjadi sifat-sifat fisika dan kimia.
Bahan baku yang digunakan adalah sampah plastik jenis polietylene (HDPE dan
LDPE) dan polypropylene (PP). Sifat fisika dan kimia dari jenis plastik tersebut
adalah sebagai berikut :

a. Plastik Polietylene (PE)


Plastik polietylene terbagi menjadi dua yaitu High Density Polyethylene
(HDPE) dan Low Density Polyethylene (LDPE).
 High Density Polyethylene (HDPE)
Sifat fisika plastik HDPE yaitu :
 Bentuk : butiran padat
 Warna : tembus cahaya
 Bau : tidak berbau
 Rumus molekul : (C2H4)n
 Berat molekul : 28 kg/mol
 Titik lebur : 129-133oC
35

 Titik didih : > 300 oC


 Densitas : 0,940-0,970 g/cm3
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2016)

Sifat kimia plastik HDPE yaitu :


 Tidak korosif
 Pada suhu tinggi material akan mulai membusuk menghasilkan asap yang
dapat berisi CO2, CO, keton dan aldehida
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2016)

 Low Density Polyethylene (LDPE)


Sifat fisika plastik LDPE yaitu :
 Bentuk : butiran padat
 Warna : tembus cahaya
 Bau : tidak berbau
 Rumus molekul : (C2H4)n
 Berat molekul : 28 kg/mol
 Titik lebur : 119-126oC
 Titik didih : > 300 oC
 Densitas : 0,91-0,94 g/cm3
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2016)

Sifat kimia plastik LDPE yaitu :


 Tidak korosif
 Pada suhu tinggi material akan mulai membusuk menghasilkan asap yang
dapat berisi CO2, CO, keton dan aldehida
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2016)

b. Plastik polietylene (PP)


Sifat fisika plastik HDPE yaitu :
 Bentuk : butiran padat
 Warna : tembus cahaya
 Bau : sedikit berbau
 Rumus molekul : (C3H6)n
 Berat molekul : 42 kg/mol
36

 Titik lebur : 130-167oC


 Titik didih : > 300 oC
 Densitas : 0,89-0,94 g/cm3
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2016)

Sifat kimia plastik HDPE yaitu :


 Tidak korosif
 Pada suhu tinggi material akan mulai membusuk menghasilkan asap yang
dapat berisi CO2, CO, keton dan aldehida
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2016)

2.4 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk


2.4.1 Spesifikasi Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah sampah plastik jenis polietylene (PE)
yang meliputi HDPE dan LDPE serta sampah plastik jenis polipropylene (PP).
Bahan baku yang diterima oleh pabrik ini merupakan bahan baku yang sudah
bersih (telah dicuci dan dikeringkan) sehingga dapat lansung diolah oleh pabrik
dengan serangkaian proses.

a. Plastik polietylene
Plastik polietylene terbagi menjadi dua yaitu High Density Polyethylene
(HDPE) dan Low Density Polyethylene (LDPE).

 High Density Polyethylene (HDPE)


Spesifikasi dari plastik HDPE dapat dilihat pada Tabel 2.4 sebagai berikut.

Tabel 2.4 Spesifikasi Plastik HDPE


No Komponen Jumlah (%)
1 Polietylene 99
2 Aditif 1
Total 100
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2016)

 Low Density Polyethylene (LDPE)


Spesifikasi dari plastik LDPE dapat dilihat pada Tabel 2.5 sebagai berikut.
Tabel 2.5 Spesifikasi Plastik LDPE
37

No Komponen Jumlah (%)


1 Polietylene 99
2 Aditif 1
Total 100
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2016)

b. Plastik polypropylene (PP)


Spesifikasi dari plastik PP dapat dilihat pada Tabel 2.6 sebagai berikut.
Tabel 2.6 Spesifikasi Plastik PP
No Komponen Jumlah (%)
1 Polipropylene 99,25
2 Aditif 0,75
Total 100
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2016)

2.4.2 Spesifikasi Produk


Produk yang dihasilkan dari pengolahan sampah plastik menjadi BBM
adalah premium, minyak tanah, dan solar yang memiliki spesifikasi sebagai
berikut.
a. Premium
Spesifikasi dari premium dapat dilihat pada Tabel 2.7 sebagai berikut.
Tabel 2.7 Spesifikasi Premium
No. Spesifikasi Satuan Batasan
Tanpa Timbal Bertimbal
Min Maks Min Maks
1 Angka Oktan RON 88,0 - 88,0 -
2 Stabilitas Oksida menit 360 - 360 -
(Periode Induksi)
3 Kandungan Sulfur % m/m - 0,05 - 0,05
4 Kandungan Timbal gr/l - 0,013 - 0,3
5 Distilasi - -
o
10% vol. Penguapan C - 74 - 74
o
50% vol. Penguapan C 88 125 88 125
o
90% vol. Penguapan C - 180 - 180
o
Titik didih akhir C - 215 - 205
Residu % vol - 2,0 - 2,0
6 Kandungan Oksigen % m/m - 2,7 - 2,7
7 Washed gum mg/100 ml - 5 - 5
8 Tekanan uap kPa - 62 - 62
9 Berat Jenis pada Suhu kg/m3 715 780 715 780
o
15 C
10 Sulfur Mercaptan %massa - 0,002 - 0,002
11 Penampilan visual Jernih terang Jernih terang
12 Warna Merah Merah
13 Kandungan pewarna gr/100 l 0,13 0,13
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2007)
38

b. Minyak Tanah
Spesifikasi dari minyak tanah dapat dilihat pada Tabel 2.8 sebagai berikut.
Tabel 2.8 Spesifikasi Minyak Tanah
No. Spesifikasi Satuan Batasan
Min Maks
1 Densitas pada 15oC kg/m3 - 835
2 Titik Asap Mm 15 -
3 Nilai Jelaga (Char mg/kg - 40
Value)
4 Distilasi :
Perolehan pada 200oC % vol 18 -
o
Titik Akhir C - 310
o
5 Titik Nyala C 38,0 -
6 Kandungan Balerang %massa - 0,20
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2007)

c. Solar
Spesifikasi dari solar dapat dilihat pada Tabel 2.9 sebagai berikut.
Tabel 2.9 Spesifikasi Solar
No. Spesifikasi Satuan Batasan
Min Maks
1 Bilangan Cetana
Angka Cetana - 48 -
Indeks Cetana - 45 -
2 Berat Jenis pada 15oC kg/m3 815 870
3 Viskositas (T = 40oC) mm2/sec 2,0 5,0
4 Kandungan sulfur % m/m - 0,35
5 Distilasi
o
Temp. 95 C - 370
o
6 Titik Nyala C 60 -
o
7 Titik Tuang C - 18
8 Residu Karbon % m/m - 0,1
9 Kandungan air mg/kg - 500
10 Kandungan Abu % v/v - 0,01
11 Kandungan sendimen % m/m - 0,01
12 Bilangan Asam Kuat mg - 0
KOH/g
13 Bilangan Asam Total mg - 0,6
KOH/g
14 Penampilan visual - Jernih terang
(sumber : Material Safety Data Sheet, 2007)

Anda mungkin juga menyukai