Anda di halaman 1dari 9

RESUME MATERI SOSIOSFER

Dosen Pengampu :
Arum Siwiendrayanti, S.KM., M. Kes.

Disusun Oleh :
Rafly Bangkit N.C 6411419127

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2020
LINGKUNGAN INTERAKSI ANTAR MANUSIA (SOSIOSFER)

1) Sosiosfer dan kesehatan

Sosiosfer adalah lingkungan yang tercipta akibat terjadinya interaksi antar manusia secara nalar
(rasional), yang menyebabkan tersalurkannya budaya dari orang ke orang atau dari generasi ke
generasi berikutnya. Atas dasar tersebut masyarakat menentukan berbagai nilai / norma sebagai
pegangaan / acuan untuk bersosialisasi. Lingkungan social merupakan lingkungan yang paling
penting dalam menentukan kesehatan lingkungan. Seperti diketahui, kejadian penyakit
disebabkan oleh unsur fisis, kimiawi dan biologi, tetapi unsur-unsur tersebut keberadaannya
ditentukan oleh perilaku manusianya. Dengan demikian, apabila ada manusia sakit/ terganggu
kesehatannya, berarti bahwa perilaku dan dan budaya manusia/ masyarakatnya yang
“mengizinkan” ia menjadi sakit. Sehingga kejadian penyakit di masyarakat dapat digunakan
untuk menilai taraf perilaku dan budaya masyarakatnya.

2) Demografi dan kesehatan lingkungan

Demografi adalah ilmu yang mempelajari statistik dan matematik tentang besar, komposisi,
distribusi dan perubahan2nya sepanjang masa. Ada lima komponen demografi, yaitu : (1)
kelahiran (fertilitas), (2) kematian (mortalitas), (3) perkawinan, (4) migrasi dan (5) mobilitas
sosial. Juga dipelajari, jumlah penduduk dan distribusinya menurut jenis kelamin, umur,
pendidikan, pekerjaan, agama dan laju pertambahan penduduk.

3) Parameter sosiosfir

Parameter yang dipergunakan untuk mengukur kualitas masyarakat antara lain adalah : (1) Crude
Birth Rate (CBR), adalah angka kelahiran kasar, (2) Infant Mortality Rate (IMR), adalah angka
kematian bayi (AKB), (3) Taraf pendidikan; Angka Melek Huruf (AMH), Rata2 Lama Sekolah
(RLS), (4) Produk Domestik Bruto (PDB), (5) Produk Nasional Bruto (PNB), (6) Beban
Tanggungan (dependency ratio). Parameter tersebut masing-masing dapat memberi gambaran
indikasi kualitas suatu keadaan, misalnya CDR member informasi akan pelayanan kesehatan,
pencegahan penyakit, gizi dan sebagainya. Sedangkan IMR mengindikasikan kualitas
lingkungan tempat tinggal bayi, air bersih, sanitasi, gizi, kesejahteraan ibu dan lain-lain. Semakin
tinggi CDR dan IMR, maka semakin rendah angka harapan hidup (AHH) masyarakat dan
sebaliknya. Oleh karena itu perlu berbagai upaya untuk menekan /menurunkan CBR dan IMR
tersebut

4) Penyakit Bawaan Sosiosfir

Lingkungan sosial (Sosiofer) sangat berpengaruh terhadap penularan, penyebaran dan


“pelestarian” agent didalam lingkungan, akibat dari perilaku masyarakat. Penyakit menular dapat
terjadi : (1) secara langsung dari orang ke orang, antara lain : penyakit kelamin, penyakit kulit,
penyakit pernapasan, penyakit pencernaan dan lain-lain, (2) melalui media air, udara, tanah,
makanan dan vektor. Sedangkan budaya atau gaya hidup sering dikaitkan dengan kejadian
penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, hypertensi, Diabetes Mellitus,
Hypercholesterolemia, kanker dan lain-lain.

5) Pengelolaan Sosiosfir

Lingkungan sosial perlu dikelola dengan pendekatan-pendekatan antara lain :

(1) pedekatan administratif,

(2) pendidikan formal dan tidak formal,

(3) pelayanan,

(4) integrasi.

Pendekatan administratif, berupa Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, surat


edaran yang jelas dan lain-lain, sehingga masyarakat mengerti dan mendukungya. Pendidikan
masyarakat baik yang formal maupun tidak formal penting dilakukan dengan tujuan memberi
pemahaman dan mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat. Selain dari itu
diperlukan juga pendekatan penunjang, yaitu pelayanan kepada masyarakat yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya alam, misalnya penyediaan prasarana dan sarananya.
Pendekatan yang paling efektif dan efisien adalah dengan mengintegrasikan semua pendekatan
tersebut secara komprehensif dan koordinatif
Daftar Pustaka

- Catur Puspawati, P. Haryono. 2018. Kesehatan Lingkungan. Pusat Pendidikan Sumber


Daya Manusia Kesehatan. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan.
- Paluska, S.A.; Schwenk, T.L. Physical activity and mental health. Sports Med. 2000, 29,
167–180. [CrossRef]
- Cho, J.H.; Kim, Y.J. The Impact of Physical Activity on Quality of Life and Subjective
Health. Asian J. Phys. Educ. Sport Sci. (AJPESS) 2016, 4, 65–72.
- World Health Organization Environmental Health.
1. Jurnal Internasional

A. Judul

Correlation between Preventive Health Behaviors and Psycho-Social Health Based on the
Leisure Activities of South Koreans in the COVID-19 Crisis

B. Nama Jurnal

International journal of Environmental Research and Public Health

C. URL : https://www.journals.elsevier.com/environmental-research-and-
public-health

D. Level Scopus : Quartile 1 (scimagojr.com)

E. Abstrak :

COVID-19 has caused unprecedented damage worldwide, and quarantine and lockdown
measures have been undertaken globally. This study focused on the differences in preventive
behaviors and psycho-social health of South Koreans, as people continue engaging in leisure
activities under self-regulation without a lockdown measure imposed by the government. For the
sample, the frame of the “2018 Population and Housing Census” in South Korea was applied,
and data from 1770 people were analyzed. The results showed that the groups participating in
culture and arts and social activities displayed characteristics with high prevention. Additionally,
the groups that continued leisure activities for more than five years and with family showed high
preventive behaviors. Meanwhile, participation in leisure activities with friends of the opposite
sex lowered preventive behavior. In terms of psycho-social health, all groups were affiliated to
the potential stress group and there were no differences in the period and participation time for
leisure activities. Furthermore, the group participating in leisure activities with their school and
group experienced psychological stability. When lockdown measures are eased, the
aforementioned characteristics should be considered to design government policy; they can also
be used as a reference for public health in case of a future outbreak of an epidemic.
2. Jurnal Nasional

A. Judul

TANAH TERCEMAR LOGAM BERAT DENGAN MENGGUNAKAN BIOCHAR


IMPLIKASI MOBILITAS PENDUDUK DAN GAYA HIDUP SEKSUAL TERHADAP
PENULARAN HIV/AIDS

B. Nama Jurnal

Jurnal Kesehatan Masyarakat

C. URL ;
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/2847/2903

D. Level Sinta : Sinta 2

E. Abstrak :

Tersedianya sarana transportasi dan komunikasi modern mengakibatkan terjadinya revolusi


mobilitas penduduk. Masalah penelitian adalah bagaimana implikasi dari mobilitas penduduk
dan gaya hidup seksual terhadap peyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Jember. Tujuan penelitian
untuk menganalisis implikasi dari mobilitas penduduk dan gaya hidup seksual terhadap
peyebaran HIV/AIDS. Metode penelitian dengan mixmethod kuantitatif dan kualitatif,
menggunakan sumber data sekunder dengan telaah dokumen serta melalui indept interview pada
petugas LSM yang bergerak di bidang penanggulangan HIV/AIDS di kabupaten Jember. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa saat ini banyak penduduk yang melakukan mobilitas vertikal
dengan meninggalkan pekerjaan sebagai petani untuk menjadi buruh pabrik atau pekerjaan lain
di daerah perkotaan. Hal ini memungkinkan penduduk laki-laki yang melakukan seks pra nikah
atau di luar nikah dengan wanita penjaja seks, sedangkan dari penduduk wanita yang melakukan
mobilisasi ke kota dihadapkan pada kondisi ”survival sex” karena tidak memiliki ketrampilan
dan pendidikan yang memadai. Saat ini di Kabupaten Jember telah teridentifikasi lokalisasi
ilegal yang berjumlah 15 titik dan jumlah penderita HIV/ AIDS meningkat setiap tahun.
Simpulan penelitian, mobilitas penduduk dan gaya hidup seksual berimplikasi terhadap
peyebaran HIV/AIDS.
Kaitan dengan sudut pandang kesehatan

Karena penyakit bawaan sosial itu bersumber pada perilaku / way of life atau gaya hidup
masyarakat yang tidak sehat, maka untuk mencegahnya diperlukan perubahan perilaku.
Perubahan perilaku ini seringkali tidak mudah, apalagi bila perilaku yang akan diubah tadi sudah
dianggap normal oleh masyarakat. Perubahan perilaku ini sangat esensil dan harus menyertai
semua tindakan terhadap lingkungan sosial. Untuk memberantas penyakit bawaan air, perlu
diperkenalkan teknologi sumur pompa misalnya, maka setiap orang yang memasukkan teknologi
baru ke dalam masyarakat, harus juga mengubah perilaku masyarakat sesuai dengan teknologi
yang diperkenalkan tadi. Apabila ini tidak dilakukan, maka teknologi tidak akan dapat diterima,
dan usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan masyarakat akan gagal. Perubahan perilaku itu
dapat terjadi secara alamiah ataupun direncanakan.

Pada hakekatnya manusia itu terus berubah karena harus beradaptasi terhadap lingkungan yang
selalu berubah. Perubahan itu dapat berarah kepada yang baik atau sebaliknya. Agar manusia
berubah dan menjadi lebih baik dari semula, maka harus terjadi suatu inovasi atau pembaharuan.
Mengingat bahwa perilaku itu kompleks dan banyak pula yang perlu diubah, maka-perlu
ditentukan prioritas. Perubahan itu memerlukan waktu yang cukup panjang, sehingga dukungan
untuk berubah perlu diberikan untuk jangka panjang pula: Perubahan perilaku dapat dipermudah
apabila perubahan itu tidak bertentangan dengan kepercayaan, sumber dana tersedia, tidak
mengubah prioritas panggunaan dana oleh masyarakat, banyak yang ikut berubah, dan perubahan
menyelesaikan permasalahan masyarakat. Proses yang terjadi dalam perubahan perilaku secara
berturut-turut dan saling berkaitan adalah kesadaran - stimulasi- motif - perubahan perilaku.
Agar proses ini dapat terjadi, maka perlu dilakukan pendidikan ataupun penyuluhan. Tahap
pertama yang perlu dilakukan adalah penyadaran masyarakat akan permasalahan ataupun
kebutuhan yang mereka hadapi. Bahkan seringkali masyarakat tidak menyadari apa yang
dibutuhkannya. Kesadaran ini bisa didapat apabila masyarakat terlibat dalam suatu kegiatan yang
membawa mereka kepada kebutuhan tadi.

- Pengelolaan Sosiosfir

Pengelolaan lingkungan sosial ini seperti lingkungan lainnya direncanakan agar terjadi perbaikan
sehingga tujuan pembangunan sapat tercapai.
Pengelolaan dapat dilakukan dengan pendekatan administratif, pendidikan, pemberian
pelayanan, atau kombinasi dari tiga cara tersebut.

- Administratif

Pendekatan administratif dapat dilakukan dengan membuat peraturan beserta sanksinya. Cara ini
akan memberikan hasil yang cepat, tetapi perlu dilakukan pengawasan yang terus menerus,
karena masyarakat tidak mengerti mengapa mereka harus mengikuti peraturan dan berubah
perilaku. Cara ini hanya baik, apabila perilaku masyarakat tersebut berbahaya bagi kebanyakan
orang. Misalnya mereka yang berpenyakit menular, maka mau tidak mau harus diisolasi.

- Pendidikan

Cara pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun tidak formal untuk memberi pengertian
clan mengubah perilaku. Metoda ini baik sekali karena masyarakat mengerti mengapa mereka
harus berubah. Karenanya mereka tidak perlu diawasi, bahkan akan ikut serta melakukan kontrol
sosial. Namun demikian untuk mendapatkan hasilnya, pendekatan pendidikan ini memerlukan
waktu yang lama, dan metoda pendidikan yang efektif.

- Pelayananan

Pendekatan pelayanan diperlukan untuk menunjang perubahan, baik yang dilakukan secara
administratif maupun pendidikan. Apabila faktor penunjang ini tidak ada, maka usaha apapun
tidak akan berhasil. Misalnya diusahakan agar masyarakat mau menggunakan air bersih dan
tidak lagi memanfaatkan air sungai yang kotor; maka perlu ada sarana penyediaan air bersih,
atau paling tidak, ada pakar yang dapat membantu masyarakat membuat sarana air bersih.

Pendekatan terkombinasi adalah yang paling baik, karena untuk efek cepat dalam jangka pendek
perlu adanya peraturan. Namun, peraturan saja tanpa memberi pengertian akan membuat
masyarakat tetap tidak mendapatkan inovasi. Dan akhirnya, sarana atau teknologinya perlu juga
diperkenalkan. Beberapa usaha yang perlu dilakukan untuk ini adalah:

1. Melaksanakan peraturan kependudukan yang ada. Misalnya undang-undang perkawinan yang


meningkatkan usia kawin, sehingga kenaikan penduduk dapat dikendalikan. Demikian pula
dengan peraturan tunjangan anak bagi pegawai negeri yang tidak menganjurkan keluarga besar.
2. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan, sehingga perilaku masyarakat dapat berubah
menjadi sehat dan menunjang pembangunan.

3. Melaksanakan atau membuat peraturan tata kota yang menyehatkan lingkungan pemukiman,
perindustrian, perdagangan, transportasi, dan lain-lain sehingga kota maupun desa menjadi tetap
sehat lingkungannya.

4. Mengendalikan angka penyakit dan kelahiran. Selama ini pedoman yang ada ditujukan untuk
mengurangi angka kematian seperti tertera pada GBHN atau repelita yang telah lalu. Tetapi
saatnya sudah tiba untuk tidak saja mengurangi angka kematian tetapi juga mengurangi angka
kesakitan, karena tema hidup ini harus sudah beralih dari sekedar bertahan hidup (survival)
kepada hidup sehat dan sejahtera. Dengan demikian masyarakat akan dapat menjadi produktif
sesuai dengan definisi tentang kesehatan. Menurunkan angka kelahiran tampaknya mutlak perlu
agar transisi demografi dapat berhasil.

5. Penyediaan berbagai sarana kesehatan lingkungan, sehingga masyarakat dapat hidup lebih
manusiawi, dengan mendapat kebutuhan pelayanan dasar kesehatan lingkungan.

6. Pengadaan kesempatan pendidikan dan pekerjaan yang layak dan sehat.

7. Peningkatan taraf ekonomi, budaya, dan sosial.

Anda mungkin juga menyukai