Anda di halaman 1dari 123

STATISTIK GENDER TEMATIK:

MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA i


STATISTIK GENDER TEMATIK - MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
© 2017 : Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Pelindungan Anak
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya
ISSN :
Ukuran Buku : 17,6 cm X 25 cm
Halaman : xv halaman + 103 halaman
Naskah : Badan Pusat Statistik
Layout dan
Gambar Kulit : Badan Pusat Statistik
Diterbitkan Oleh : Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak
Dicetak Oleh : Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak

ii STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Kata Sambutan
Kata Sambutan

K
ekerasan terhadap perempuan telah menjadi perhatian serius
pemerintah Indonesia. Upaya perlindungan terhadap perempuan
(termasuk anak) dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN).
Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah melaksanakan upaya perlindungan
terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan, dilakukan melalui
pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan yang diperkuat dengan program
nawacita.
Upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak dapat
dilakukan sendiri oleh pemerintah, melainkan perlu melibatkan masyarakat,
dalam bentuk kemitraan dan kerjasama antara unsur pemerintah dengan
kementerian/lembaga terkait dan pemerintahan daerah, termasuk lembaga
masyarakat dan swasta, serta mengacu pada koridor pembagian kewenangan
antara pusat dan daerah.
Sejauh ini komitmen bersama untuk mewujudkan Three Ends dirasakan
semangatnya di seluruh pelosok Indonesia. Berbagai program diselaraskan
untuk melaksanakan tiga (3) Akhiri, yakni: 1) Akhiri Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak, 2) Akhiri Perdagangan Manusia, dan 3) Akhiri
ketidakadilan akses ekonomi untuk perempuan. Selain menjalankan berbagai
program pendukung, tentunya diperlukan data dan informasi sebagai alat untuk
mengukur capaian hasil program three ends, sebagai dasar evaluasi dan
perencanaan pelaksanaan program lanjutan. Penyusunan publikasi thematik
yang dilakukan tahun 2016: Potret Ketimpangan Gender Bidang Ekonomi,
selanjutnya tahun 2017 mengambil thema: Mengakhiri Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak, hal ini dilakukan untuk menjawab program three ends
yang pertama.
Publikasi ini sangat istimewa, karena atas kerjasama Kemen PPPA dan
BPS telah menyelesaikan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional
(SPHPN) pada tahun 2016. Selain itu ditahun yang sama Kemen PPPA, mulai
membangun dan merintis aplikasi pencatatan kekerasan terhadap perempuan
dan anak yang dinamakan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan
dan Anak (Simfoni PPA) yang diberlakukan di Unit Layanan Perempuan dan
Anak seluruh Indonesia. Dengan demikian publikasi ini berisikan data survei
(SPHPN 2016) dan regristasi (Simfoni PPA) yang dikelola oleh Kemen PPPA.

MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA


STATISTIK GENDER TEMATIK:
iii
STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA ii
Harapannya hasil temuan dalam publikasi ini dapat memberikan
pencerahan, referensi, dan masukan yang berharga bagi pemerintah,
masyarakat, organisiasi/lembaga masyarakat yang bergerak dalam bidang
perempuan dan anak, dapat merumuskan kebijakan dan program dalam
mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.
Penghargaan yang tinggi disampaikan kepada tim yang telah berhasil
menyusun publikasi ini.

Jakarta, November 2017


Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia

Prof. DR. Yohana Susana Yembise, Dip. Apling, MA

STATISTIK GENDER TEMATIK :


iv U

ivSTATISTIK GENDER TEMATIK:


U

MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Kata Pengantar
Kata Pengantar

K
ekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan isu di semua
Negara baik Negara berkembang maupun Negara Maju.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak ini merupakan masalah
yang sangat serius dan harus diatasi oleh semua Negara. Komitmen dunia
untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak ini bahkan
secara langsung dituangkan dalam beberapa target secara khusus dalam
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ( Sustainable Development Goals )
dan ditunjang oleh target-target lain yang secara tidak langsung mendukung
penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Komitmen untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak di
Indonesia tercermin dari berbagai peraturan perundang-undangan. Komitmen
tersebut secara khusus juga dituangkan dalam program utama Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang dikenal
dengan program 3 Ends yang salah satunya adalah “Akhiri kekerasan terhadap
perempuan dan anak”. Untuk mendukung komitmen tersebut, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerja sama dengan
Badan Pusat Statistik menyusun publikasi Statistik Gender Tematik yang
mengambil tema Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.
Publikasi ini mencoba menyajikan informasi kekerasan terhadap
perempuan dan anak dengan mengombinasikan beberapa sumber data. Data
tentang kekerasan terhadap perempuan yang telah dirilis sebelumnya
berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan diangkat kembali dan
diperkaya dalam analisisnya dengan melihat beberapa karakteristik terkait
kekerasan dan analisis regresi untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi
kekerasan terhadap perempuan. Selain itu data yang dikompilasi dari hasil
pelaporan melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak
(SIMFONI PPA) yang dibangun oleh KPPPA mampu memberikan nuansa lain
dalam memberikan gambaran tentang kekerasan terhadap perempuan.
Demikian halnya untuk analisis kekerasan terhadap anak, beberapa sumber
data juga digunakan untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang
kekerasan terhadap anak.
Publikasi ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga
bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan dalam mengakhiri kekerasan
terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Penghargaan yang tinggi
disampaikan kepada tim yang telah berhasil menyusun publikasi ini.
Jakarta, November 2017
Kepala Badan Pusat Statistik

Dr. Suhariyanto
:

MENGAKHIRI
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN
STATISTIK
STATISTIK GENDER
DANPEREMPUAN
ANAK DI
GENDER TEMATIK:
DANINDONESIA
TEMATIK:
ANAK DI INDONESIA vv
Pengarah :
Sri Soelistrowati
Pribudiarta Nur Sitepu

Penanggung Jawab:
Sentot Bangun Widoyono, MA
Titi Eko Rahyu, SIP, MAP

Editor:
Dr. Ali Said, MA
Ir. FB. Didiek Santosa
Indah Lukitasari, S.Si

Penulis:
Dr. Ali Said, MA
Indah Budiati, S.ST, M.Si
Sofaria Ayuni, S.Si, MM.
Henry Asri Reagan, S.ST, M.Si
Dr. Yuni Susianto, M.Si
Ahmad Avenzora, ME
Putri Larasaty, SST
Nia Setiyawati, SST
Aprilia Ira Pratiwi, SST
Riyadi, SST

Pengolah Data:
Dr. Yuni Susianto, M.Si
Evi Oktavia S.Si., M.T
Putri Larasaty, SST

Layout:
Chairul Anam, SAP
Yogi Ariawan, A.Md

MENGAKHIRI
MENGAKHIRI KEKERASAN
KEKERASAN
STATISTIK
STATISTIK
TERHADAP
TERHADAP PEREMPUAN vivii
GENDERGENDER
DAN ANAK DIPEREMPUANi
TEMATIK:: TEMATIK
INDONESIA DAN ANAK DI IN
Sambutan ......................................................................................................................... iii
Kata Pengantar ................................................................................................................ v
Organisasi Penulisan ................................................................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................................................................. ix
Daftar Tabel ...................................................................................................................... xi
Daftar Gambar ................................................................................................................. xiii

Bab 1 Pendahuluan........................................................................................................ 1
1.1. Kebijakan Pemerintah dalam Mengakhiri Kekerasan terhadap
Perempuan dan Anak ...................................................................................... 1
1.2. Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan dalam Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan ...................................................................... 3
1.3. Sumber Data Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak ................ 8
1.4. Tujuan .................................................................................................................... 11
1.5. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 11

Bab 2 Kajian Literatur Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak:


................................................. 15
2.1. .................................................................... 15
2.1.1. ................................................. 15
2.1.2. ............................................................... 18
2.2. Penyebab Terjadinya Kekerasan ................................................................... 19
2.2.1. Faktor Individu .................................................................................................... 19
2.2.2. Faktor Sosial Budaya ......................................................................................... 20
2.3. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak............................ 20
2.3.1. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan................................................ 20
2.3.2. Dampak Kekerasan Terhadap Anak............................................................. 22

Bab 3 Prevalensi dan Perkembangan Kekekerasan Terhadap Perempuan 27


3.1. Prevalensi Kekerasan Terhadap Perempuan ............................................ 28
3.1.1. Prevalensi Kekerasan Terhadap Perempuan Di Tingkat Global......... 28
3.1.2. Prevalensi Kekerasan Terhadap Perempuan Di Indonesia .................. 30
3.1.3. Prevalensi Kekerasan Terhadap Perempuan dan Tingkat
Kesejahteraan...................................................................................................... 37
3.1.4. Prevalensi Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut Beberapa
Karakteristik ......................................................................................................... 38

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA ix
3.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Kekerasan Terhadap
Perempauan ........................................................................................................ 43
3.3 Dampak Kekerasan terhadap Kesehatan dan Psikis Perempuan ..... 50
3.4. Monitoring Perkembangan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan
di Indonesia ......................................................................................................... 52
3.4.1. Perkembangan Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan...... 53
3.4.2. Jenis Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan .......................................... 55
3.4.3. Karakteristik Perempuan Korban Kekerasan ............................................ 56
3.4.4 Karakteristik Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan ......................... 57
3.4.5 Jenis Pelayanan yang Diberikan Kepada Perempuan Korban
Kekerasan.............................................................................................................. 58

Bab 4. Prevalensi dan Perkembangan Kekerasan Terhadap Anak


di Indonesia ......................................................................................................... 63
4.1. Prevalensi Kekerasan terhadap Anak.......................................................... 64
4.1.1. Prevalensi Kekerasan terhadap Anak di Tingkat Global....................... 64
4.1.2. Prevalensi Kekerasan Terhadap Anak di Indonesia................................ 65
4.1.3. Dampak Kekerasan Terhadap Kondisi Kesehatan Mental dan
Kejiwaan Anak..................................................................................................... 70
4.2. Monitoring Perkembangan Kasus Kekerasan Terhadap Anak di
Indonesia .............................................................................................................. 72
4.2.1. Perkembangan Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Anak ................... 73
4.2.2. Jenis Kasus Kekerasan Terhadap Anak ...................................................... 75
4.2.3. Karakteristik Anak Korban Kekerasan ......................................................... 76
4.2.4. Karakteristik Pelaku Kekerasan Terhadap Anak ...................................... 81
4.2.5 Jenis Pelayanan yang Diberikan Kepada Anak Korban Kekerasan .. 83

Bab 5 Penutup ................................................................................................................. 87


5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 87
5.2 Saran Kebijakan .................................................................................................. 92

Daftar Pustaka ................................................................................................................. 95


Lampiran ........................................................................................................................... 97

xx STATISTIK GENDER
STATISTIK GENDER
MENGAKHIRI
: TEMATIK
TEMATIK:
KEKERASAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP
TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAKPEREMPUAN
DI INDONESIA DAN ANAK DI INDONESIA
Tabel 3.1. Prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun
pernah/sedang menikah semasa hidup oleh pasangan
menurut karakteristik individu perempuan, 2016 ........................ 40
Tabel 3.2. Prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun
pernah/sedang menikah semasa hidup oleh pasangan
menurut karakteristik suami/pasangan, 2016 ................................ 41
Tabel 3.3. Faktor-faktor yang memengaruhi kekerasan fisik dan/atau
seksual terhadap perempuan selama hidup dilakukan oleh
pasangan (Model regresi biner) ........................................................... 44
Tabel 3.4. Dampak kekerasan fisik atau seksual terhadap kesehatan ...... 52
dan kejiwaan .............................................................................................

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA xi
Gambar 3.1. Peta prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual di
tingkat global, 2010 .......................................................................... 28
Gambar 3.2. Peta prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual oleh
pasangan di Asia-Pasifik, 2016 ...................................................... 30
Gambar 3.3. Persentase perempuan usia 15-64 tahun yang mengalami
kekerasan fisik atau seksual dilakukan oleh pasangan dan
bukan pasangan, 2016 .................................................................... 33
Gambar 3.4. Persentase perempuan usia 15-64 tahun pernah/sedang
menikah yang mengalami kekerasan fisik atau seksual
dilakukan oleh pasangan, 2016.................................................... 34
Gambar 3.5. Persentase perempuan usia 15-64 yang pernah mengalami
kekerasan fisik atau seksual semasa hidup oleh bukan
pasangan, 2016 .................................................................................. 35
Gambar 3.6. Persentase perempuan usia 15-64 tahun yang pernah/
sedang menikah yang mengalami kekerasan emosional
semasa hidup, 2016 .......................................................................... 36
Gambar 3.7. Persentase perempuan usia 15-64 tahun pernah/sedang
kawin yang mengalami kekerasan ekonomi, 2016 ............... 36
Gambar 3.8. Persentase perempuan usia 15-64 tahun pernah/sedang
menikah yang mengalami kekerasan pembatasan
aktivitas, 2016 ..................................................................................... 37
Gambar 3.9. Prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual yang dialami
perempuan usia 15-64 selama hidup dilakukan oleh
pasangan berdasarkan kuintil kesejahteraan, 2016.............. 38
Gambar 3.10. Prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64
tahun pernah/sedang menikah oleh pasangan semasa
hidup menurut jenis kekerasan dan tempat tinggal, 2016 39
Gambar 3.11. Rata-rata jumlah keluhan kesehatan yang dialami
perempuan menurut pengalaman terhadap tindak
kekerasan oleh pasangan, 2016 ................................................... 51
Gambar 3.12. Perkembangan jumlah kasus kekerasan terhadap
perempuan dewasa usia 18 tahun ke atas, 2015-2016 ........ 53
Gambar 3.13. Perkembangan jumlah kasus kekerasan terhadap
perempuan dewasa usia 18 tahun ke atas menurut
provinsi, 2015-2016 .......................................................................... 54
Gambar 3.14. Provinsi dengan Jumlah Laporan Kekerasan terhadap
Perempuan Paling Tinggi pada 2016.......................................... 55
Gambar 3.15. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan menurut
jenis kekerasan, 2015-2016 ............................................................ 55

xii STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DANKEKERASAN
STATISTIK GENDER TEMATIK:
TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
ANAK DI INDONESIA xii
Gambar 3.16. Kasus kekerasan terhadap perempuan berumur 18 tahun
ke atas menurut umur, status perkawinan dan status
disabilitas, 2016 .................................................................................. 56
Gambar 3.17. Kasus kekerasan terhadap perempuan berumur 18 tahun
ke atas menurut tingkat pendidikan dan pekerjaan, 2016 57
Gambar 3.18. Ciri-ciri demografis pelaku kekerasan terhadap perempuan
umur 18 tahun ke atas, 2016 ......................................................... 57
Gambar 3.19 Ciri-ciri pelaku kekerasan terhadap perempuan umur
18 tahun ke atas menurut pekerjaan dan pendidikan
pelaku, 2016 ........................................................................................ 58
Gambar 3.20. Jumlah pelayanan yang diberikan kepada perempuan
umur 18 tahun ke atas korban kekerasan menurut jenis
layanan, 2016 ...................................................................................... 59
Gambar 4.1. Prevalensi anak yang mengalami minimal satu jenis
kekerasan seksual, fisik, atau emosional menurut
kelompok umur, 2013 ...................................................................... 66
Gambar 4.2. Prevalensi kekerasan seksual terhadap anak menurut
kelompok umur, 2013 ...................................................................... 67
Gambar 4.3. Prevalensi kekerasan fisik terhadap anak menurut
kelompok umur, 2013 ...................................................................... 68
Gambar 4.4. Prevalensi kekerasan emosional terhadap anak menurut
kelompok umur, 2013 ...................................................................... 69
Gambar 4.5. Persentase laki-laki korban kekerasan fisik/seksual/
emosional menurut kelompok umur dan jenis dampak
terhadap perilaku, 2013 .................................................................. 71
Gambar 4.6. Persentase anak perempuan korban kekerasan fisik dan
emosional menurut jenis dampak terhadap perilaku, 2013 72
Gambar 4.7. Perkembangan jumlah kasus kekerasan terhadap anak,
2015-2016............................................................................................. 73
Gambar 4.8. Jumlah kasus pengaduan anak , 2011-2017 ............................ 74
Gambar 4.9. Sebaran kekerasan terhadap anak menurut jenis
kekerasan, 2016 .................................................................................. 75
Gambar 4.10. Jumlah kasus kekerasan terhadap anak menurut jenis
kelamin dan jenis kekerasan yang dialami, 2016 ................... 75
Gambar 4.11. Perkembangan kasus kekerasan terhadap anak menurut
jenis kelamin, 2015-2016 ................................................................ 76
Gambar 4.12. Karakteristik anak korban kekerasan menurut kelompok
umur, 2016 ........................................................................................... 77
Gambar 4.13. Karakteristik anak korban kekerasan menurut tingkat
pendidikan, 2016 ............................................................................... 77
Gambar 4.14. Karakteristik anak korban kekerasan menurut status
perkawinan, 2016 .............................................................................. 78

xiv STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DANKEKERASAN
MENGAKHIRI ANAK DI INDONESIA
STATISTIK GENDER TEMATIK:
TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA xii
Gambar 4.15. Karakteristik anak korban kekerasan menurut status
disabiitas, 2016 ................................................................................... 78
Gambar 4.16. Karakteristik anak korban kekerasan menurut kegiatan
yang dilakukan, 2016 ....................................................................... 79
Gambar 4.17. Jumlah kasus kekerasan terhadap anak menurut provinsi,
2016 ........................................................................................................ 80
Gambar 4.18. Jumlah pelaku kasus kekerasan terhadap anak menurut
jenis kelamin, 2015-2016 ................................................................ 81
Gambar 4.19. Pelaku kasus kekerasan terhadap anak menurut
karakteristik umur, kegiatan pelaku, status perkawinan
dan hubungan dengan korban, 2016 ........................................ 82
Gambar 4.20. Pelaku kasus kekerasan terhadap anak menurut
pendidikan pelaku, 2016 ................................................................ 82
Gambar 4.21. Persentase anak korban kekerasan yang mendapatkan
pelayanan, 2016 ................................................................................ 83
Gambar 4.22. Pelayanan yang diberikan kepada anak korban kekerasan
menurut jenis pelayan, 2016 ......................................................... 83

xiv STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DANKEKERASAN
STATISTIK GENDER TEMATIK:
TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
ANAK DI INDONESIA xv
Bab 1
Pendahuluan
Bab

01 Pendahuluan
ekerasan terhadap perempuan dan anak telah menjadi perhatian

K hampir di seluruh Negara karena kasus tersebut memang tidak


hanya terjadi di Negara berkembang tetapi juga di Negara
maju. Beberapa badan dunia serta sejumlah lembaga non-pemerintah yang
berkepentingan dengan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak
terus menyuarakan untuk mengakhiri terjadinya kekerasan tersebut. Berbagai
program dan kebijakan terkait perlindungan terhadap perempuan dan
anak terus didorong untuk dilaksanakan di seluruh Negara. Bahkan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) secara
khusus memasukan aspek mengakhiri kekerasan terhadap perempuan
dan anak menjadi target yang harus dicapai pada 2030. Bab ini mencoba
memberikan gambaran ringkas terkait beberapa aspek yang mencakup (i)
program pemerintah dalam mengkahiri kekerasan terhadap perempuan dan
anak, (ii) mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai tujuan
SDGs, (iii) sumber data terkait ketersedian data tentang kekerasan terhadap
perempuan dan anak, (iv) tujuan penyusunan publikasi dan (v) sistematika
penulisan.

1.1. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN


ANAK
Komitmen pemerintah dalam melindungi perempuan dan anak
ditunjang oleh peraturan perundang-undangan. Sejumlah undang-undang
yang mendukung program mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan
anak antara lain Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 29 Tahun
1999 tentang Ratifikasi Penghapusan Diskriminasi Rasial, Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 1
STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 1
BAB
01
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 23
PENDAHULUAN

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kemudian


untuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.

Dalam tataran implementasi, beberapa Keppres dan Inpres juga


dikeluarkan untuk mendukung program perlindungan anak yang mencakup
Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak; Keputusan Presiden Nomor
59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk Bentuk
Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2014
tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak (GN-AKSA).
Terkait Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2014 dikeluarkan dalam rangka
merespon banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Inpres tersebut
memerintahkan Para Menteri, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian RI, Para Kepala
Lembaga Pemerintah dan Non Kementerian, Para Gubernur dan Para Bupati/
Walikota untuk secara bersama-sama melakukan pencegahan dan penanganan
serta reintegrasi pada kekerasan terhadap anak.

Selanjutnya pada tahun 2017, pemerintah menetapkan Undang-Undang


No 17 Tahun 2017 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU
No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan diberlakukannya UU
No 17 Tahun 2017 tersebut, guna memberikan perlindungan kepada anak,
Negara mengambil langkah-langkah yang optimal dan komprehensif dengan
tidak hanya memberikan pemberatan sanksi pidana, juga menerapkan bentuk
pencegahan (preventif ) dengan memberikan tindakan berupa kebiri kimia,
pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi bagi pelaku kekerasan
seksual terhadap anak. Pemberlakukan undang-undang ini juga untuk
menyikapi fenomena kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera
terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Perlindungan pemerintah terhadap perempuan dan anak dilakukan


oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta
kementerian dan lembaga terkait. Salah satu mandat yang harus dijalankan
oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)
adalah melindungi anak, perempuan, dan kelompok marjinal. Perlindungan
terhadap perempuan dan anak dirumuskan dalam beberapa isu strategis
KPPPA yang mencakup antara lain: (i) peningkatan perlindungan perempuan
dari berbagai tindak kekerasan, termasuk tindak pidana perdagangan orang
(TPPO), (ii) peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan kelembagaan

22 STATISTIK GENDER
STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
01

PENDAHULUAN
perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, (iii) peningkatan
perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan
salah lainnya; dan (iv) peningkatan kapasitas kelembagaan pemenuhan hak
dan perlindungan anak. Perlindungan terhadap perempuan dan anak menjadi
salah satu prioritas program KPPPA yang dikenal dengan “Three Ends” yang
mencakup: (i) Akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak; (ii) Akhiri
perdagangan manusia; dan (iii) Akhiri kesenjangan ekonomi.

Untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, beberapa


langkah yang diambil pemerintah antara lain menjamin informasi hak
perempuan dan anak yang menjangkau seluruh masyarakat Indonesia,
memastikan berfungsinya kelembagaan di tingkat desa untuk menjamin
pemenuhan hak perempuan dan anak, memastikan berfungsinya Satgas
Perlindungan Perempuan dan Anak di daerah, serta menggalang dukungan
yang masif dari pemangku kepentingan (K/L, Pemda, Lembaga Masyarakat).
Penekanan kebijakan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan
ditekankan pada aspek pencegahan, pelayanan dan penanganan. Untuk
menunjang program mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak,
KPPPA membangun sistem pelaporan secara online berupa SIMFONI-PPA di
setiap kabupaten kota di seluruh Indonesia bekerjasama dengan kepolisian.

1.2. MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM TUJUAN PEMBANGUNAN


BERKELANJUTAN
Perempuan dan anak perempuan paling sering menjadi korban tindak
kekerasan dibandingkan laki-laki. Untuk itu, mengakhiri kekerasan terhadap
perempuan dan anak menjadi bagian penting yang ingin dicapai dalam
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dikenal dengan SDGs. Hal ini
tertuang pada Tujuan 5 dari SDG yang berbunyi “Meraih kesetaraan gender
dan memberdayakan perempuan dan anak-anak perempuan” dan Tujuan 16
SDGs yang berbunyi “Menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk
pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses keadilsn untuk semua,
dan membangun kelembagaan yang efektif, akuntabel dan inklusif untuk
semua tingkatan”. Secara spesifik perlindungan terhadap perempuan dan
anak perempuan dari tindak kekerasan secara dinyatakan pada Target 5.2
“Menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap semua perempuan dan
anak perempuan di ruang publik dan swasta, termasuk perdagangan dan
seksual dan jenis-jenis eksploitasi” dan Target 5.3 “Hilangkan semua praktek-
praktek berbahaya, seperti pernikahan dini, pernikahan paksa pada anak,
dan mutilasi alat kelamin perempuan”. Sementara itu, Target 16.1 juga secara

33
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
BAB
01
eksplisit menyebutkan adanya penurunan yang signifikan pada semua bentuk
PENDAHULUAN

kekerasan dimanapun bahkan pada Target 16.2 secara spesifik ditujukan untuk
mengakhiri kekerasan terhadap anak dalam segala bentuknya.

TARGET SDGS YANG TERKAIT LANGSUNG DENGAN MENGAKHIRI KEKERASAN


ICONS TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK ICONS 55

#5 GENDER EQUALITY
COLOUR & BLACK/WHITE

KESETARAAN
GENDER TUJUAN 5
MERAIH KESETARAAN GENDER DAN MEMBERDAYAKAN
PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK PEREMPUAN

• Target 5.2. Menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap semua


RED ORANGE
PMS: BRIGHT RED C
C 0 M 90 Y 94 K 0
R 255 G 58 B 33
HEX: FF3A21

perempuan dan anak perempuan di ruang publik dan swasta, termasuk


perdagangan dan seksual dan jenis-jenis eksploitasi

• Target 5.3. Hilangkan semua praktek-praktek berbahaya, seperti


pernikahan dini, pernikahan paksa pada anak, dan mutilasi alat kelamin
ICONS
perempuan ICONS 66

#16 PEACE AND JUSTICE STRONG INSTITUTIONS


COLOUR & BLACK/WHITE

PERDAMAIAN,
KEADILAN DAN
KELEMBAGAAN
TUJUAN 16
PEACE AND JUSTICE
STRONG INSTITUTIONS
YANG TANGGUH
MENGUATKAN MASYARAKAT YANG INKLUSIF DAN DAMAI UNTUK
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, MENYEDIAKAN AKSES
KEADILAN UNTUK SEMUA, DAN MEMBANGUN KELEMBAGAAN
YANG EFEKTIF, AKUNTABEL DAN INKLUSIF UNTUK SEMUA
ROYAL BLUE
PMS: 7462 C
C 100 M 71 Y 22 K 5
R 0 G 104 B 157
HEX: 00689D

TINGKATAN
• Target 16.1 Secara signifikan mengurangi segala bentuk kekerasan dan
terkait angka kematian dimanapun

• Target 16.2 Menghentikan perlakuan kejam, eksploitasi, perdagangan,


dan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak

44 STATISTIK GENDER
STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
01

PENDAHULUAN
TARGET SDGS YANG SECARA TIDAK LANGSUNG TERKAIT DENGAN MENGAKHIRI
ICONS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK ICONS 51

#1 NO POVERTY
COLOUR & BLACK/WHITE

TANPA
KEMISKINAN TUJUAN 1
MENGAKHIRI SEGALA BENTUK KEMISKINAN DIMANAPUN

• Target 1.1. Pada tahun 2030, mengentaskan kemiskinan ekstrim bagi


RED

PMS: 185 C
C 1 M 100 Y 92 K 0
R 229 G 36 B 59
HEX: e5243b

semua orang yang saat ini berpendapatan kurang dari 1,25 dolar Amerika
per hari

• Target 1.2. Pada tahun 2030, mengurangi setidaknya setengah proporsi


laki-laki, perempuan dan anak-anak dari semua usia, yang hidup dalam
kemiskinan di semua dimensi, sesuai dengan definisi nasional.

• Target 1.3. Menerapkan secara nasional sistem dan upaya perlindungan


sosial yang tepat bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan
pada tahun 2030 mencapai cakupan substansial bagi kelompok miskin
ICONS dan rentan ICONS 53

#3 GOOD HEALTH AND WELL-BEING


COLOUR & BLACK/WHITE

KEHIDUPAN SEHAT
DAN SEJAHTERA
TUJUAN 3
GOOD HEALTH
AND WELL-BEING
MENJAMIN KEHIDUPAN YANG SEHAT DAN MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN SELURUH PENDUDUK SEMUA USIA

• Target 3.4. Pada tahun 2030, mengurangi hingga sepertiga angka


KELLY GREEN
PMS: 7739 C
C 81 M 15 Y 100 K 2
R 76 G 159 B 56
HEX: 4C9F38

kematian dini akibat penyakit tidak menular, melalui pencegahan dan


pengobatan, serta meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan

• Target 3.5. Memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan


zat, termasuk penyalahgunaan narkotika dan penggunaan alkohol yang
membahayakan

• Target 3.8. Mencapai cakupan kesehatan universal, termasuk perlindungan


resiko keuangan, akses terhadap pelayanan kesehatan dasar yang baik,
dan akses terhadap obat-obatan dan vaksin dasar yang aman, efektif,
berkualitas, dan terjangkau bagi semua orang

55
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
BAB
01
PENDAHULUAN

TARGET SDGS YANG SECARA TIDAK LANGSUNG TERKAIT DENGAN MENGAKHIRI


ICONS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK
#4 QUALITY EDUCATION
ICONS 54

COLOUR & BLACK/WHITE

PENDIDIKAN
BERKUALITAS
TUJUAN 4
MENJAMIN KUALITAS PENDIDIKAN YANG INKLUSIF DAN MERATA
SERTA MENINGKATKAN KESEMPATAN BELAJAR SEPANJANG HAYAT
DARK RED
UNTUK SEMUA
• Target 4.2. Pada Tahun 2030, menjamin bahwa semua anak perempuan
PMS: 200 C
C 16 M 100 Y 86 K 7
R 197 G 25 B 45
HEX: C5192D

dan laki-laki memiliki akses terhadap perkembangan dan pengasuhan


anak usia dini, pengasuhan, pendidikan pra-sekolah dasar yang
berkualitas, sehingga mereka siap untuk menempuh pendidikan dasar

Target 4a. Membangun dan meningkatkan fasilitas pendidikan yang
ramah anak, ramah penyandang cacat dan gender, serta menyediakan
lingkungan belajar yang aman, anti kekerasan, inklusif dan efektif bagi
ICONS semua
ICONS 55

#5 GENDER EQUALITY
COLOUR & BLACK/WHITE

KESETARAAN
GENDER TUJUAN 5
MERAIH KESETARAAN GENDER DAN MEMBERDAYAKAN
PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK PEREMPUAN

• Target 5.1. Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum


RED ORANGE
PMS: BRIGHT RED C
C 0 M 90 Y 94 K 0
R 255 G 58 B 33
HEX: FF3A21

ICONS perempuan di manapun ICONS 60

#10 REDUCED INEQUALITIES


COLOUR & BLACK/WHITE

BERKURANGNYA
KESENJANGAN TUJUAN 10
MENGURANGI KESENJANGAN INTRA-DAN ANTARNEGARA

• Target 10.1. Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan


MAGENTA
PMS: 219 C
C 6 M 98 Y 9 K 0
R 221 G 19 B 103
HEX: DD1367

mempertahankan pertumbuhan pendapatan penduduk yang berada


dibawah 40% dari populasi pada tingkat yang lebih tinggi dari rata-rata
nasional
• Target 10.2. Pada tahun 2030, memberdayakan dan meningkatkan
inklusi sosial, ekonomi dan politik bagi semua, terlepas dari usia, jenis
kelamin, difabilitas, ras, suku, asal, agama atau kemampuan ekonomi
atau status lainnya
• Target 10.3. Menjamin kesempatan yang sama dan mengurangi
kesenjangan hasil, termasuk dengan menghapus hukum, kebijakan dan
praktik yang diskriminatif, dan mempromosikan legislasi, kebijakan dan
tindakan yang tepat terkait legislasi dan kebijakan tersebut

66 STATISTIK GENDER
STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
01

PENDAHULUAN
TARGET SDGS YANG SECARA TIDAK LANGSUNG TERKAIT DENGAN MENGAKHIRI
ICONS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK
#11 SUSTAINABLE CITIES AND COMMUNITIES
ICONS 61

COLOUR & BLACK/WHITE

KOTA DAN
PEMUKIMAN YANG
BERKELANJUTAN
TUJUAN 11
MENJADIKAN KOTA DAN PERMUKIMAN INKLUSIF, AMAN,
TANGGUH, DAN BERKELANJUTAN
GOLDEN YELLOW

• Target 11.1. Pada tahun 2030, menjamin akses bagi semua terhadap
PMS: 1375 C
C 0 M 45 Y 96 K 0
R 253 G 157 B 36
HEX: FD9D24

perumahan yang layak, aman, terjangkau, termasuk penataan kawasan


kumuh, serta akses terhadap pelayanan dasar perkotaan
• Target 11.3. Pada tahun 2030, memperkuat urbanisasi yang inklusif dan
berkelanjutan serta kapasitas partisipasi, perencanaan penanganan
ICONS permukiman yang berkelanjutan dan terintegrasi di semua negara
ICONS 66

#16 PEACE AND JUSTICE STRONG INSTITUTIONS


COLOUR & BLACK/WHITE

PERDAMAIAN,
KEADILAN DAN
KELEMBAGAAN
TUJUAN 16
PEACE AND JUSTICE
STRONG INSTITUTIONS
YANG TANGGUH
MENGUATKAN MASYARAKAT YANG INKLUSIF DAN DAMAI UNTUK
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, MENYEDIAKAN AKSES
KEADILAN UNTUK SEMUA, DAN MEMBANGUN KELEMBAGAAN
YANG EFEKTIF, AKUNTABEL DAN INKLUSIF UNTUK SEMUA
ROYAL BLUE
PMS: 7462 C
C 100 M 71 Y 22 K 5
R 0 G 104 B 157
HEX: 00689D

TINGKATAN
• Target 16.3. Menggalakan (kedaulatan) aturan hukum di tingkat nasional
dan internasional dan menjamin akses yang sama terhadap keadilan bagi
semua
• Target 16.4. Pada tahun 2030 secara signifikan mengurangi penggelapan
uang maupun senjata, menguatkan pemulihan dan pengembalian aset
curian dan memerangi segala bentuk kejahatan yang terorganisasi
• Target 16.9. Pada tahun 2030, memberikan identitas yang sah bagi semua,
termasuk pencatatan kelahiran

Memasukkan target-target spesifik tersebut dalam Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan adalah sebagai sebuah pengakuan terhadap pentingnya
penghapusan segala bentuk kekerasan dan praktek berbahaya terhadap
perempuan dan anak perempuan untuk mencapai kesetaraan gender dan
pemberdayaan gender sebagai hal yang mendasar bagi pembangunan
berkelanjutan. Meskipun hanya ada 4 Target SDGs terkait mengakhiri kekerasan
yang secara langsung dinyatakan dalam SDG, Alexander Butchart dari badan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi sejumlah target lain

77
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
BAB
01
dalam sejumlah tujuan di SDGs yang secara tidak langsung dapat mengurangi
PENDAHULUAN

risiko terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keseluruhan


target tersebut baik yang secara langsung maupun tidak langsung diharapkan
dapat menjadi agenda pencegahan terhadapa terjadinya tindak kekerasan
secara berkelanjutan.

Perlindungan terhadap perempuan merupakan upaya untuk melindungi


hak asasi perempuan, terutama untuk memberikan rasa aman dalam
pemenuhan hak-haknya dengan memberikan perhatian yang konsisten dan
sistematik yang pada hakekatnya ditujukan untuk mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender. SDGs Tujuan 5 dan Tujuan 16 serta Tujuan lain beserta target-
target terkait merupakan keseriusan dunia dalam mewujudkan kesetaraan
gender. Kesetaraan gender tidak akan tercapai tanpa menghilangkan akar
permasalahan yang terjadi. Bahkan untuk menjamin tercapainya kesetaraan
gender, dalam konteks penyediaan data untuk indikator SDGs disagregasi data
menurut gender dituntut di sebagian besar indikator SDGs.

1.3. SUMBER DATA KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK


Tahap pertama dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan
adalah memahami besaran/level/tingkat kekerasan yang terjadi, jenis dan
karakteristik kekerasan, dan konsekuensi dari tindak kekerasan. Untuk
memberikan gambaran tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak,
sangat tergantung pada fakta (evidence) yang didasarkan pada data yang
dapat dipercaya. Ketersediaan data kekerasan terhadap perempuan dan anak
merupakan kunci untuk mengungkap kekerasan terhadap perempuan dan anak
yang sering tersembunyi. Pemahaman yang menyeluruh tentang kekerasan
terhadap perempuan dan anak memerlukan berbagai macam informasi, tidak
hanya prevalensi tetapi juga informasi terkait latar belakang individu dan
keluarga. Kekerasan pada anak khususnya sangat memerlukan informasi tidak
hanya keluarga tetapi juga lingkungan sosial. Dengan demikian, permasalahan
kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya terlihat dari seberapa
banyak kejadiaannya tetapi juga bisa terungkap informasi tentang penyebab
atau akar permasalahan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan
anak.

Tantangan utama dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan


dan anak di Indonesia adalah ketersediaan data dan informasi yang
komprehensif tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak. Informasi
tentang kekeraan terhadap perempuan dan anak dapat berasal dari catatan
administrasi maupun survei. Sejauh ini belum ada sisem informasi tentang

88 STATISTIK GENDER
STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
01

PENDAHULUAN
kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terintegrasi. Informasi tentang
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia dapat tersedia dari
berbagai sumber yang utamanya berupa hasil pencatatan atau pelaporan
(dikenal dengan catatan administrasi) kejadian tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak. Beberapa institusi yang mungkin mengeluarkan data
tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak antara lain Kepolisian,
Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (KPPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan lembaga
swadaya masyarakat lain yang bergerak di bidang perlindungan anak.

Catatan administrasi (administrative records) tentang kekerasan terhadap


perempuan dan anak menawarkan beberapa keuntungan. Pertama, catatan
administrasi ini biasanya dikumpulkan secara rutin yang dapat melibatkan
sejumlah organisasi. Karena setiap laporan kejadian kekerasan dicatat maka
data yang diperoleh bisa lebih up-to-date. Kedua dari sisi pembiayaan, catatan
administrasi tentu lebih murah (cost-effective) dibandingkan survei yang harus
dilakukan setiap tahun dengan dana yang tidak sedikit.

Meskipun demikian, ada beberapa kelemahan mendasar dari catatan


administrasi. Pertama data hasil catatan administrasi tidak dapat digunakan
untuk menghitung angka prevalensi karena memang catatan administrasi
didisain dan ditujukan untuk tujuan pencatatan semata sehingga informasinya
terbatas dan hanya memberikan informasi jumlah kasus yang tercatat. Selain
itu kegunaan catatan administrasi juga sering terkendala pada cakupan
data (data coverage) sehingga penggunaannya menjadi sangat terbatas.
Kelemahan lain terletak pada definisi yang digunakan yang tidak mengikuti
standar internasional sehingga mungkin menghasilkan angka yang tidak bisa
dibandingkan dengan Negara lain. Dan yang lebih penting lagi adalah masalah
inkonsistensi dalam penerapan pengumpulan data dan penjaminan kualitas
serta missing data akibat kesalahan petugas atau petugas yang acuh.

Sumber lain tentang data kekerasan terhadap perempuan dan anak


bisa diperoleh melalui survei baik survei khusus tentang kekerasan terhadap
anak maupun melalui pertanyaan-pertanyaan terkait kekerasan terhadap
perempuan dan anak yang disisipkan dalam survei rumahtangga yang sudah
ada (rutin dilaksanakan). Kelebihan pengumpulan data tentang kekerasan
terhadap perempuan dan anak melalui survei memiliki beberapa keunggulan.
Pertama, angka prevalensi dapat dihitung atau dihasilkan. Utamanya lagi,
hasil survei dapat menyajikan informasi detil terkait korban kekerasan atau
pelaku seperti karakteristik sosial demografi, sikap/perilaku dan pengalaman
tindak kekerasan di masa yang lalu. Pengumpulan data kekerasan terhadap

99
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
BAB
01
perempuan dan anak juga memungkinkan mencakup sejumlah informasi yang
PENDAHULUAN

sangat dibutuhkan bagi pengambilan kebijakan. Kualitas data hasil survei akan
sangat tergantung pada besarnya ukuran sampel dan disain pengambilan
sampelnya.

Pengumpulan data kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui


survei juga memiliki beberapa keterbatasan. Dari segi biaya, survei bisa
membutuhkan dana dalam jumlah yang besar dan ketika ada pemotongan
anggaran survei mungkin tidak bisa dilakukan secara rutin. Karena
pengumpulan data melalui survei biasanya bersifat retrospektif (meminta
responden mengingat kejadian di masa lalu), maka kualitas data akan sangat
tergantung pada sejauh mana responden mampu mengingat kejadaian
kekerasan yang dialami pada waktu lalu.

Mengingat berbagai kelebihan dan keterbatasan yang ada baik pada


pendekatan pengumpulan melalui catatan administratif maupun survei,
informasi yang berasal dari kedua pendekatan seharusnya digunakan.
Kombinasi dari kedua sumber tersebut akan memberikan informasi yang saling
melengkapi. Informasi yang dikumpulkan melalui studi kualitatif juga akan
sangat bermanfaat dalam menjelaskan fenomena tindak kekerasan terhadap
anak, yang mana hal ini tidak bisa diperoleh melalui pencatatan administrasi
dan survei.

Terkait dengan data kekerasan terhadap perempuan, Kemeterian


Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak bekerjasama dengan
Badan Pusat Statistik telah melakukan survei khusus yakni Survei Pengalaman
Hidup Perempuan Nasional (SPHPN). Survei ini dilakukan pertama kali pada
2016 yang mengumpulkan informasi cukup lengkap tentang kekerasan
terhadap perempuan dalam skala nasional. Hasil survei SPHPN mampu
menyajikan prevalensi kekerasan terhadap perempuan secara nasional dan
berbagai karakteristik dan permasalahan terkait.

Sementara itu, untuk data terkait kekerasan terhadap anak yang berasal
dari survei, pada tahun 2013, Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak bersama Kementerian Sosial, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS), dan Badan Pusat Statistik (BPS), dengan
dukungan UNICEF Indonesia telah melakukan Survei Kekerasan Terhadap
Anak di Indonesia. Survei ini dinilai sebagai langkah penting untuk mengatasi
masalah kekerasan terhadap anak, khususnya dalam menyediakan data dasar
yang mencakup karakteristik dan konteks masalah kekerasan terhadap anak.

1010 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
01

PENDAHULUAN
Dalam publikasi ini, gambaran tentang kekerasan terhadap perempuan
dan anak dianalisis dari berbagai sumber data yang tersedia. Beberapa sumber
data utama yang digunakan antara lain hasil Survei Pengalaman Hidup
Perempuan Nasional (SPHPN), hasil Survei Kekerasan terhadap Anak (SKtA),
data hasil laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan catatan
pelaporan kekerasan terhadap perempuan dan anak oleh KPPPA melalui
SIMFONI-PPA. Diharapkan hasil analisis dari berbagai sumber data yang ada
dapat memberikan gambaran yang cukup lengkap tentang kondisi tindak
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.

1.4. TUJUAN
Penyusunan publikasi Statistik Gender Tematik secara umum ditujukan
untuk mengetahui gambaran tentang kekerasan terhadap perempuan dan
anak yang terjadi di Indonesia. Secara khusus, penyusunan publikasi ini
bertujuan untuk:

• Mengetahui prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan


perkembangan kasus kekerasan terhadap perempuan

• Mengetahui prevalensi kekerasan terhadap anak dan perkembangan


kasus kekerasan terhadap anak

• Memberikan masukan kebijakan dalam sisem pelaporan kasus


kekerasan terhadap perempuan dan anak

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN


Penulisan publikasi Statistik Gender Tematik ini secara ringkas dapat
dibagi kedalam 5 bab. Bab pertama (Pendahuluan) menyajikan latar belakang,
program pemerintah dalam mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan
anak, mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dalam SDGs, dan sumber
data terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bab 2 menyajikan kajian
literature terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak baik mengenai
konsep dan definisi, faktor-faktor yang memengaruhi kekerasan terhadap
perempuan dan anak serta dampaknya. Bab 3 dan Bab 4 masing-masing
menyajikan informasi tentang prevalensi dan perkembangan kekerasan
terhadap perempuan dan kekerasan terhadap anak. Selanjutnya Bab 5
menyajikan kesimpulan dan rekomendasi kebijakan.

1111
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
12 STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Bab 2
Kajian Literatur Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Anak:
Konsep, Definisi, Penyebab
dan Dampak

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 13
Bab Kajian Literatur Kekerasan

02 Terhadap Perempuan dan


Anak: Konsep, Definisi,
Penyebab dan Dampak

erempuan dan anak sering berada pada dalam bahaya baik di

P dalam rumah maupun di luar rumah. Rumah atau keluarga dimana


perempuan dan anak seharusnya merupakan tempat yang paling
aman, bagi banyak perempuan dan anak rumah justru menjadi tempat dimana
mereka menghadapi kekerasan. Di luar rumah perempuan dan anak juga
sering mendapatkan kekerasan baik kekerasan fisik maupun seksual termasuk
diskriminasi.

Sebelum membahas tentang prevalensi kekerasan terhadap perempuan


dan anak serta perkembangannya, bab ini mencoba menyajikan kajian
literatur tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak. Secara khusus
kajian literatur memfokuskan pada konsep dan definsi tentang kekerasan
terhadap perempuan dan anak. Selain itu penyebab dan dampak dari
kekerasan berdasarkan berbagai literatur yang ada juga akan disajikan secara
ringkas untuk lebih memahami fenomena kekerasan serta membantu dalam
menganalisis tentang kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak.

2.1. KONSEP DAN DEFINISI KEKERASAN


Konsep dan definisi tentang kekerasan penting diketahui. Data kekerasan
yang akurat dan dapat diperbandingkan sangat tergantung pada konsep dan
definisi kekerasan yang dibangun dan digunakan dalam pengumpulan data.
Konsep dan definisi yang digunakan ini akan menentukan cakupan data yang
dikumpulkan seperti jenis kekerasan, periode referensi, kelompok umur, dan
aspek lain yang pada gilirannya akan menentukan keterbandingan dengan
Negara lain akan data yang dihasilkan.

2.1.1. DEFINISI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN


Deklarasi PBB tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
Desember 1993 menyebutkan bahwa “Kekerasan terhadap perempuan
merupakan manifestasi dari hubungan yang secara historis tidak setara antara

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 15
STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 15
bab
02
laki-laki dan perempuan, yang menghasilkan dominasi dan diskrimasi terhadap
Kajian Literatur KeKerasan terhadap perempuan dan anaK: Konsep, definisi, penyebab dan dampaK

perempuan oleh laki-laki dan pencegahan akan kemajuan perempuan


…….”. Mengakhiri kekerasan terhadap perempuan merupakan kunci untuk
mendorong kesetaraan gender dan memungkinkan perempuan untuk
berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial.

Pada dasarnya tidak ada definisi kekerasan terhadap perempuan


yang dapat diterima secara universal. Sejumlah aktivis hak asasi manusia
menggunakan konsep yang luas dengan memasukkan kekerasan structural
seperti kemiskinan ketimpangan akses terhadap pendidikan dan kesehatan
sebagi bentuk kekerasan. Menurut WHO et.al. (2012) kekerasan oleh pasangan
merujuk pada perilaku pasangan atau eks-pasangan yang menyebabkan cedera
atau tersakiti secara fisik, seksual atau psikologis. Sementara itu, kekerasan
seksual didefinikan sebagai setiap tindakan atau percobaan untuk melakukan
tindakan seksual, atau tindakan lain yang diarahkan pada seksualitas seseorang
secara paksa, oleh setiap orang tanpa memperhatikan hubunganya dengan
korban, pada setiap keadaan. Definisi WHO tersebut ditujukan secara khusus
untuk kekerasan oleh pasangan atau mantan pasangan.

Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004, pemerintah berupaya


menghapus kekerasan khususnya kekerasan terhadap perempuan yang terjadi
dalam rumah tangga. Kekerasan terhadap perempuan dalam Undang-undang
tersebut didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Dalam
undang-undang tersebut, penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
bertujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga,
melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku
kekerasan dalam rumah tangga, dan memelihara keutuhan rumah tangga
yang harmonis dan sejahtera.

Definisi kekerasan yang lebih luas dan sering menjadi rujukan adalah
Deklarasi PBB tentang penghapusan kekerasan. Deklarasi PBB tentang
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (1993) mendefinisikan
kekerasan terhadap perempuan sebagai “setiap tindakan kekerasan berbasis
gender yang berakibat, atau kemungkinan berakibat pada penderitaan fisik,
seksual atau psikologis perempuan, termasuk ancaman tindakan semacam
itu, pemaksanaan atau perampasan kebebasan sewenang-wenang baik yang
terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi”. Definisi tersebut
mencakup semua bentuk kekerasan terhadap perempuan baik yang terjadi di

1616 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
02

KAjiAn LiterAtur KeKerAsAn terhAdAp perempuAn dAn AnAK: Konsep, definisi, penyeBAB dAn dAmpAK
kehidupan pribadi perempuan maupun di ruang publik. Secara umum, definisi
kekerasan yang dirumuskan dalam deklarasi PBB mencakup antara lain: (i)
kekerasan yang terjadi dalam keluarga, (ii) kekerasan yang terjadi di masyarakat
umum, dan (iii) kekerasan yang dilakukan oleh Negara.

Kekerasan dalam rumah tangga mencakup kekerasan yang dilakukan


oleh pasangan dan anggota keluarga lainnya, dan diwujudkan melalui:
• Kekerasan fisik seperti menampar, memukul, memutar lengan,
menikam, mencekik, membakar, menendang, ancaman dengan
benda atau senjata, dan pembunuhan. Ini juga termasuk praktek
berbahaya bagi perempuan seperti mutilasi alat kelamin perempuan
• Kekerasan seksual seperti pemaksaan hubungan seksual melalui
ancaman, intimidasi atau kekuatan fisik, memaksakan hubungan
seksual yang tidak diinginkan atau memaksa hubungan seksual
dengan orang lain.
• Kekerasan psikologis yang meliputi perilaku yang dimaksudkan
untuk mengintimidasi dan menganiaya, dan bentuk ancaman
berupa ditinggalkan atau disiksa, dikurung di rumah, ancaman
untuk mengambil hak asuh anak-anak, penghancuran benda-benda,
isolasi, agresi verbal dan penghinaan terus menerus.
• Kekerasan ekonomi termasuk tindakan menolak memberikan uang
belanja, menolak memberikan makan dan kebutuhan dasar, dan
mengendalikan akses terhadap pekerjaan, dll.

Kekerasan yang terjadi di masyarakat umum mencakup pemerkosaan,


pelecehan seksual, dan intimidasi di tempat kerja, institusi pendidikan dan
tempat lain; perdagangan wanita dan pelacuran paksa, sedangkan kekerasan
yang dilakukan oleh Negara dapat berupa kekerasan fisik, seksual dan psikologis
secara institusi/kelembagaan, dimanapun itu terjadi.

Konteks kekerasan terhadap perempuan yang telah dijelaskan


sebelumnya lebih menekankan pada kekerasan baik terhadap perempuan
dewasa maupun anak perempuan. Untuk lebih memahami kontek kekerasan
terhadap anak secara lebih luas, kiranya perlu membahas konsep kekerasan
terhadap anak secara khusus. Meskipun kekerasan terhadap anak mungkin
lebih banyak terjadi pada anak perempuan, tetapi kekerasan terhadap anak
laki-laki juga dapat melahirkan dampak psikologis dalam perkembangannya
yang mungkin berdampak pada perilaku yang buruk atau bahkan melakukan
tindak kekerasan ketika dewasa.

1717
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
02
Kajian Literatur KeKerasan terhadap perempuan dan anaK: Konsep, definisi, penyebab dan dampaK

2.1.2. DEFINISI KEKERASAN TERHADAP ANAK


Kekerasan dan salah perlakuan dipahami sebagai suatu bentuk perilaku
yang ditujukan untuk mempertahankan kuasa dan Kontrol terhadap individu.
Menurut Sinha (2013), akar dari semua bentuk kekerasan terkait dengan
berbagai jenis ketidakadilan yang muncul dan tumbuh di masyarakat.
Kekerasan terhadap anak merupakan cerminan dari ketidakseimbangan
pengaruh/kuasa antara korban dan pelaku. Kekerasan terhadap anak mungkin
terjadi hanya sekali tetapi mungkin melibatkan berbagai dampak yang secara
tidak langsung dirasakan dalam jangka panjang, atau mungkin juga bisa terjadi
berkali-kali dan semakin sering selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Dalam segala bentuknya, kekerasan dan salah perlakuan berdampak pada
keselamatan, kesehatan dan perkembangan anak.

Definisi kekerasan terhadap anak menurut WHO mencakup semua


bentuk perlakuan yang salah baik secara fisik dan/atau emosional, seksual,
penelantaran, dan eksploitasi yang berdampak atau berpotensi membahayakan
kesehatan anak, perkembangan anak, atau harga diri anak dalam konteks
hubungan tanggung jawab. Berdasarkan definisi tersebut, kekerasan anak dapat
berupa kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan emosional atau psikis.
Kekerasan fisik terhadap anak merupakan kekerasan yang kemungkinan besar
terjadi. Termasuk dalam kekerasan fisik adalah ketika seseorang menggunakan
anggota tubuhnya atau obyek yang bisa membahayakan seorang anak atau
mengontrol kegiatan/tindakan anak. Kekerasan fisik dapat berupa mendorong,
menarik rambut, menedang, menggigit, menonjok, membakar, melukai
dengan benda, dan jenis kekerasan fisik lain termasuk membunuh.

Kekerasan terhadap anak juga dapat dipandang dari sisi perlindungan


anak. UNICEF mendefiniskan ‘perlindungan anak’ sebagai cara yang terukur
untuk mencegah dan memerangi kekerasan, eksploitasi, memperlakukan tidak
semestinya terhadap anak termasuk eksploitasi seksual untuk tujuan komersial,
perdagangan anak, pekerja anak dan tradisi yang membahayakan anak seperti
sunat perempuan dan perkawinan anak. Dalam kontek tersebut jelas bahwa
kekerasan anak tercermin dalam berbagai aspek terkait perlindungan anak
sesuai dengan definisi dari UNICEF.

Jenis kekerasan terhadap anak berikutnya adalah kekerasan seksual


dan psikis. Kekerasan seksual terhadap anak mencakup beberapa hal seperti
menyentuh anak yang bermodus seksual, memaksa hubungan seksual,
memaksa anak untuk melakukan tindakan secara seksual, memperlihatkan
bagian tubuh untuk dipertontonkan, prostitusi dan eksploitasi seksual, dan
lain-lain. Selanjutnya kekerasan psikis terjadi ketika seseorang menggunakan

1818 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
02

KAjiAn LiterAtur KeKerAsAn terhAdAp perempuAn dAn AnAK: Konsep, definisi, penyeBAB dAn dAmpAK
ancaman dan menakut-nakuti seorang anak termasuk mengisolasi dari keluarga
dan teman. Kekerasan yang juga sangat dekat dengan kekerasan psikis adalah
kekerasan emosional melalui perkataan atau perbuatan yang membuat anak
merasa bodoh atau tak berharga. Kekerasan emosional mencakup antara lain
mengkritik terus menerus, menyalahkan semua masalah keluarga kepada
anak, memalukan anak di depan orang lain, intimidasi, dan lain-lain.

Beberapa jenis kekerasan lain terhadap anak mencakup kekerasan verbal,


kekerasan bersifat budaya, ekonoi dan penelantaran. Kekerasan verbal terjadi
melalui perkataan atau tulisan yang membuat anak tersakiti. Kekerasan yang
bersifat budaya seperti pernikahan anak, sementara kekerasan secara finansial
seperti tidak memberikan akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan
dan kesehatan. Penelantaran anak adalah praktik melepaskan tanggung jawab
dan klaim atas keturunan dengan cara illegal (http://id.wikipedia.org). Jadi
seorang anak yang ditinggalkan dan tidak diurus oleh orangtuanya disebut
sebagai anak terlantar.

2.2. PENYEBAB TERJADINYA KEKERASAN


Beberapa teori tentang penyebab tindak kekerasan terhadap
perempuan diambil dari literatur tentang agresi dan kekerasan umum. Baik
penelitian tentang kekerasan umum maupun kekerasan terhadap perempuan
menunjukkan bahwa kekerasan timbul dari interaksi antara faktor sosial dan
psikososial individu dan proses sosial (misalnya Reiss dan Roth, 1993). Tetapi
yang jelas bahwa faktor penyebab terjadinya kekerasan bisa sangat kompleks.
Hosking (2005) menyebutkan bahwa secara umum penyebab terjadinya tindak
kekerasan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor individu dan faktor
sosial. Faktor individu berkaitan erat dengan kecendrungan individu untuk
berbuat kekerasan. Sementara itu, faktor sosial merupakan kondisi lingkungan
yang mendorong seseorang berbuat kekerasan.

2.2.1. FAKTOR INDIVIDU


Dari sisi psikologis, motivasi utama untuk melakukan tindak kekerasan
dapat dipandang sebagai ketidakmampuan untuk menahan emosi, bahkan
kekerasan digunakan media mengeskpresikan perasaan seseorang seperti
marah, frustasi atau sedih (Jacobson 2011). Kesulitan mengontrol emosi sering
menjadikan seseorang berbuat kekerasan. Perilaku kekerasan terkadang juga
disebabkan karena orang tumbuh di lingkungan dimana kekerasan sering
dipertontonkan, sehingga kekerasan dipahami sebagai perilaku yang wajar.
Terkadang kekerasan yang dilakukan individu digunakan sebagai cara-cara
memengaruhi orang lain untuk mengendalikan situasi.

1919
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
02
Beberapa faktor yang melekat pada individu pelaku kekerasan juga
Kajian Literatur KeKerasan terhadap perempuan dan anaK: Konsep, definisi, penyebab dan dampaK

dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti pengaruh teman sejawat,


kurang perhatian, merasa tidak berharga keberadaannya, pernah mengalami
perlakuan buruk, dan menyaksikan kekerasan di rumah atau di luar rumah.
Menurut Hosking (2005), faktor utama akan kecenderungan seseorang untuk
berbuat kekerasan adalah kurangnya rasa empati. Meskipun seorang bayi yang
lahir dipenuhi kapasitas empati pada dirinya, akan tetapi tumbuhnya rasa
empati tersebut bergantung pada apa yang dia pelajarai dan lihat dari reaksi
orang dewasa terhadap penderitaan atau rasa sakit orang lain.

2.2.2. FAKTOR SOSIAL BUDAYA


Kondisi sosial yang dapat mendorong terjadinya kekerasan sering
merefleksikan adanya ketimpangan sosial atau ekonomi antar kelompok
masyarakat. Terkait dengan kekerasan terhadap perempuan Hosking (2005)
menyatakan bahwa sejumlah penelitian mengidentifikasi keterkaitan antara
ketimpangan gender dengan tingkat kekerasan terhadap perempuan. Jacobson
(2011) mengidentifikasi beberapa faktor sosial yang mungkin menciptakan
kondisi yang mengantarkan pada terjadinya kekerasan antara lain:
• Sikap permisif masyarakat akan kekerasan terhadap perempuan
• Kontrol laki-laki dalam pengambilan keputusan dan pembatasan
terhadap kebebasan perempuan
• Identitas dan peran laki-laki dan perempuan yang kaku di masyarakat
• Hubungan antar sesama yang merendahkan perempuan
• Lingkungan kumuh dan padat penduduk
• Keterpaparan pada kekerasan

2.3. DAMPAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK


Kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat meningkatkan risiko
kesehatan yang buruk. Banyak studi yang mengekplorasi hubungan antara
kekerasan dan kesehatan secara konsisten memperlihatkan efek negatif.
Dampak kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat berupa perilaku,
kesehatan mental, dan kesehatan fisik.

2.3.1. DAMPAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN


Kekerasan terhadap perempuan dapat berakibat pada kesehatan dan
kesejahteraan hidup perempuan baik alam jangka pendek maupun jangka
panjang (Johnson dkk 2008). Johnson dkk (2008) juga menyatakan bahwa

2020 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
02

KAjiAn LiterAtur KeKerAsAn terhAdAp perempuAn dAn AnAK: Konsep, definisi, penyeBAB dAn dAmpAK
selain dampak langsung secara fisik dan emosional dari kekerasan, kualitas
hidup perempuan secara keseluruhan juga dapat dirasakan selama hidupnya.
Hal ini pada gilirannya akan berpengaruh pada partisipasi dan keterlibatan
perempuan dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat. WHO (2012) secara
spesifik menyoroti dampak kekerasan terhadap perempuan oleh pasangan
(intimate partner violence). Kekerasan terhadap perempuan oleh pasangan
berdampak secara langsung seperti cidera dan dampak tidak langsung seperti
masalah kesehatan yang bersifat kronis akibat stress berkepanjangan.

Dari literatur yang ada (misal UNICEF 2000; WHO 2012; Johnson dkk
2008), secara umum dampak kekerasan terhadap perempuan dapat dilihat
dari berbagai aspek seperti kesehatan mental, perilaku, kesehatan fisik,
ekonomi dan sosial. Terkait dengan kesehatan mental, perempuan yang
mengalami kekerasan mungkin dapat mengalami berbagai gangguan mental
seperti depresi, kehilangan rasa percaya diri, malu, trauma, stress, merasa
terasing, suka marah, kesepian, dan merasa tak berguna atau tanpa harapan
dalam hidupnya. Terkait tingkah laku, kekerasan terhadap perempuan dapat
memengaruhi perilaku perempuan seperti berfikir atau melakukan tindakan
untuk mengakhiri hidupnya, penyalahgunan alkohol dan obat-obatan
terlarang, dan makan yang tidak teratur. Permasalahan kesehatan fisik yang
umumnya terjadi akibat kekerasan terhadap perempuan antara lain mencakup
cedera fisik berupa luka, patah tulang, atau lebam, sakit punggung, sakit kronis,
sulit tidur, tekanan darah tinggi, keguguran kandungan dan sebagainya.

Dari sisi ekonomi, kekerasan terhadap perempuan dapat berakibat


pada kesulitan ekonomi seperti kehilangan pendapatan karena kehilangan
pekerjaan, biaya perawatan kesehatan, dan biaya-biaya lain yang mungkin harus
dikeluarkan. Sementara itu, dampak sosial dari kekerasan terhadap perempuan
yang mungkin langsung dirasakan oleh perempuan dalam berbagai aspek.
Stigmatisasi dan diskriminasi mungkin bisa terjadi pada perempuan yang
mengalami kekerasan. Selain itu, perempuan korban kekerasan juga mungkin
bisa merasa asing atau khawatir dalam berhubungan dengan teman atau
keluarga, atau bahkan terisolasi dari keluarga dan teman-temannya.

Kekerasan dalam rumahtangga khususnya oleh pasangan terhadap


perempuan juga bisa berdampak terhadap anak (UNICEF 2000). Anak-anak
yang menyaksikan kekerasan dalam rumahtangga bisa mengalami masalah
kesehatan dan perilaku termasuk pola makan dan pola tidur mereka. Mereka
mungkin juga mengalami kesulitan di sekolah dan sulit bergaul dengan teman.

2121
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
02
Kajian Literatur KeKerasan terhadap perempuan dan anaK: Konsep, definisi, penyebab dan dampaK

2.3.2. DAMPAK KEKERASAN TERHADAP ANAK


Konsekuensi dari kekerasan terhadap anak mungkin bervariasi
tergantung pada jenis kekerasan dan keparahannya, tetapi seperti halnya pada
kekerasan terhadap perempuan, dampak dari kekerasan terhadap anak dan
masyarakat secara umum bisa serius dan membahayakan baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.

Menurut Violence Prevention Initiative (2009), kekerasan yang dialami oleh


anak dalam berbagai jenisnya akan memengaruhi perkembangan kognitif,
social, emosional dan fisik anak. Violence Prevention Initiative (2009) mencoba
memahami kekerasan yang terjadi pada anak dengan melihat dampak
yang diakibatkan dari setiap jenis kekerasan. Secara lebih detil, dampak dari
kekerasan yang terjadi untuk setiap jenis kekerasan dapat dilihat dari berbagai
tanda atau ciri-ciri sebagai berikut:

Kekerasan fisik:
• Adanya luka lebam, bekas gigitan atau patah tulang yang tidak
terjelaskan
• Sering tidak masuk sekolah
• Cedera tetapi sering ditutup-tutupi
• Tampak ketakutan ketika ada kehadiran orang tertentu
• Sering lari dari rumah

Kekerasan seksual:
• Sering mimpi buruk
• Adanya perubahan nafsu makan anak
• Anak memperlihatkan perilaku seksual yang aneh/tidak pantas
• Memperlihatkan kurang rasa percaya pada seseorang
• Perubahan yang tiba-tiba pada kepribadian anak

Kekerasan emosional:
• Anak memperlihatkan perilaku yang ekstrim
• Perkembangan fisik dan emosional anak lambat
• Anak sering complain sakit kepala atau perut sakit karena alasan
yang tidak jelas
• Anak terlihat frustasi ketika mengerjakan tugas
• Anak mencoba bunuh diri

2222 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
02

KAjiAn LiterAtur KeKerAsAn terhAdAp perempuAn dAn AnAK: Konsep, definisi, penyeBAB dAn dAmpAK
Penelantaran anak:
• Tidak masuk sekolah tanpa keterangan
• Anak terlibat dalam kegiatan illegal untuk memperoleh kebutuhan
dasar hidupnya
• Anak terlihat kotor
• Anak kekurangan pakaian yang pantas dan tampak tidak berenergi

Anak terpapar kekerasan dalam rumah tangga:


• Meskipun anak tidak mengalami kekerasan, tetapi dia sering melihat
atau menyaksikan kekerasan yang terjadi dalam rumahtangga, maka
dampaknya dapat dilihat pada perubahan perilaku anak seperti anak
terlihat agresif, depresi, suka marah, dan suka ketakutan.
• Dampak social dari anak menyaksikan kekerasan bisa berupa kesulitan
dalam bergaul, berpotensi merasa terisolasi dan terpinggirkan, dan
masalah kepercayaan pada seseorang.
• Selanjutnya dari aspek psikologis, anak yang terpapar kekerasan
dalam rumahtangga bisa berdampak pada stress, tidur tidak teratur
dan trauma.

2323
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
24 STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Bab 3
Prevalensi dan Perkembangan
Kekekerasan Terhadap Perempuan

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 25
26 STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Bab Prevalensi dan
03 Perkembangan Kekekerasan
Terhadap Perempuan

ekerasan terhadap perempuan telah menjadi perhatian

K serius pemerintah Indonesia. Upaya perlindungan terhadap


perempuan (termasuk anak) dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dalam RPJMN 2010-2014
yang dilanjutkan dengan RPJMN 2015-2019, pemerintah melaksanakan upaya
perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan yang
dilakukan melalui pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan yang diperkuat
dengan program nawacita. Upaya untuk menghapus kekerasan terhadap
perempuan dan anak tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, tetapi juga
perlu melibatkan masyarakat, dalam bentuk kemitraan dan kerjasama antara
unsur pemerintah dengan kementerian/lembaga terkait dan pemerintahan
daerah termasuk lembaga masyarakat dan swasta, serta mengacu pada koridor
pembagian kewenangan antara pusat dan daerah.

Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya menjadi perhatian


pemerintah Indonesia, tetapi juga menjadi perhatian masyarakat internasionl.
Dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals
- SDGs) Indonesia dan global, perhatian terhadap kekerasan perempuan
dituangkan secara spesifik dalam goals ke 5 tentang kesetaraan gender, dengan
target mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan
di mana pun dan menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap kaum
perempuan di ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan manusia dan
eksploitasi seksual, serta berbagai jenis eksploitasi lainnya.

Selanjutnya, untuk mengetahui seberapa parah tingkat kekerasan


terhadap perempuan di suatu wilayah biasanya digunakan ukuran prevalensi.
Akan tetapi mengukur prevalensi kekerasan tidaklah mudah. Statistik yang
tersedia di berbagai lembaga sering underestimate karena kemungkinan besar
banyak kasus yang tidak dilaporkan. Data hasil pelaporan atau pencatatan
administrasi bahkan tidak mungkin digunakan untuk mengukur prevalensi
khususnya di negara-negara berkembang, mengingat kasus kekerasan sebagian

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 27
STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 27
bab
03
besar mungkin tidak dilaporkan sehingga angkanya cenderung sangat rendah.
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

Satu-satunya sumber yang cukup akurat untuk mengukur prevalensi kekerasan


adalah berdasarkan hasil survei. Meskipun demikian, bukan berarti data hasil
pencatatan administrasi tentang kekerasan tidak bermanfaat. Hasil pencacatan
administrasi tentang kekerasan dapat digunakan untuk melihat perkembangan
jumlah kasus kekerasan dari waktu ke waktu.

3.1. PREVALENSI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN


Subbagian ini mencoba menyajikan informasi terkait kekerasan
terhadap perempuan baik di level global maupun level nasional. Pada level
nasional prevalensi kekerasan akan disajikan menurut jenis kekerasan yang
dialami perempuan dan prevalensi kekerasan menurut beberapa karakteristik.
Prevalensi kekerasan disajikan dalam dua periode referensi yakni semasa hidup
dan dalam 12 bulan terakhir.

3.1.1. PREVALENSI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI TINGKAT GLOBAL


Permasalahan kekerasan terhadap perempuan ternyata tidak hanya
terjadi di Negara-negara berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju. Pada
tahun 2010, data WHO menunjukkan bahwa secara umum 1 dari 3 perempuan
di dunia mengalami kekerasan. Jika dilihat menurut wilayah, terlihat bahwa
prevalensi kekerasan terhadap perempuan di Negara-negara berkembang
cenderung lebih tinggi dibandingkan Negara-negara maju. Meskipun
demikian, ternyata prevalensi kekerasan terhadap perempuan di Negara maju
cukup tinggi yakni sekitar 25 persen. Artinya, 1 dari 4 perempuan di Negara
berpendapatan tinggi mengalami kekerasan. Di Negara-negara Afrika dan
Asia, prevalensi kekerasan terhadap perempuan tercatat sekitar 37 persen.

Gambar Peta prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual di tingkat global, 2010
3.1
1 dari 3 perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan fisik dan/seksual oleh pasangan
atau kekerasan seksual oleh non-pasangan

WHO European Key:


Region
Region of The Americans
African Region
Western Pasific Eastern Mediterranean Region
High Income European Region
WHO Region of Region
WHO Eastern
the American Mediteranean Sout-East Asia Region
Region Western Pacific Region
South-East Asia
Region
High Income Countries
WHO African
Region

Map Showing prevalance of intimute partner violence


by WHO Region

Sumber: WHO, 2010

2828 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


Selanjutnya European Commission (2010) dalam laporannya tentang
kekerasan terhadap perempuan dalam rumahtangga mencatat bahwa
kekerasan dalam rumahtangga masih sangat umum terjadi. Di seluruh Eropa,
1 dari 4 responden mengetahui salah seorang di antara teman-temannya
atau di lingkungan keluarganya yang menjadi korban kekerasan. Bahkan
persentasenya meningkat di tahun 2010 dibandingkan hasil survei sebelumnya
dari 19 persen menjadi 24 persen. Kekerasan seksual dan fisik dipandang
sebagai bentuk kekerasan yang paling serius yang diderita oleh perempuan.
Sekitar 85 persen responden menilai kedua jenis kekerasan tersebut sebagai
“sangat serius”.

Terkait dengan kekerasan yang dialami perempuan menurut jenisnya,


European Commission (2010) melaporkan sejumlah fakta di Uni Eropa sebagai
berikut:
• Diperkirakan 13 juta perempuan di Uni Eropa mengalami kekerasan
fisik dalam kurun waktu 12 bulan sebelum wawancara survei.
• Diperkirakan 3,7 juta perempuan di Uni Eropa telah mengalami
kekerasan seksual dalam waktu 12 bulan sebelum wawancara survei.
• Satu dari tiga perempuan (33 persen) telah mengalami kekerasan
fisik dan / atau seksual sejak berusia 15 tahun.
• Sekitar 8 persen perempuan mengalami kekerasan fisik dan/atau
seksual dalam 12 bulan sebelumnya wawancara survei
• Dari semua perempuan yang memiliki pasangan (saat ini atau
sebelumnya), 22 persen mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual
oleh pasangan sejak usia 15 tahun.
• Sekitar 31persen perempuan telah mengalami satu atau lebih tindak
kekerasan fisik sejak usia 15 tahun.
• Secara total, 11 persen perempuan telah mengalami beberapa
bentuk kekerasan seksual sejak berusia 15 tahun baik oleh pasangan
maupun orang lain.
• Satu dari 20 perempuan (5 persen) telah diperkosa sejak usia 15
tahun.
• Sepertiga korban (34 persen) kekerasan fisik oleh pasangan
sebelumnya mengalami empat atau lebih berbagai bentuk kekerasan
fisik.
• Bentuk kekerasan fisik yang paling umum adalah mendorong,
menampar, atau menarik rambut perempuan

2929
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

Gambar Peta prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan di Asia-Pasifik, 2016
3.2

Legend :
Percentage of women who reported experince
of physical or sexual violence or both, by an
intimate partner in their lifetime.
Percentage of women who reported experince
of physical or sexual violence or both, by an
intimate partner in the last 12 months.

Sumber: ???

Data terbaru di wilayah Asia-Pasifik memperlihatkan bahwa prevalensi


perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual semasa hidup
oleh pasangan sangat tinggi. Secara umum tingkat kekerasan di wilayah Pasifik
angkanya lebih tinggi dibandingkan wilayah Asia. Di wilayah Asia, prevalensi
kekerasan berkisar antara 15 persen yang tercatat di Jepang dan Laos sampai
dengan 59 persen di Timor Leste. Sementara itu di wilayah Pasifik, prevalensi
kekerasan fisik dan/atau seksual berkisar antara 33 persen di Cook Island
sampai dengan 68 persen di Papua Nugini dan Kiribati.

Pola yang hampir sama juga terlihat untuk prevalensi kekerasan dalam
12 bulan terakhir. Di wilayah Asia, Jepang mencatat angka prevalensi kekerasan
terendah (4 persen), sementara Timor Leste mencatat angka prevalensi
kekerasan tertinggi (46 persen). Di wilayah Pasifik, angka prevelensi kekerasan
fisik dan/atau seksual dalam 12 bulan terakhir yang terendah tercatat di Cook
Island (9 persen), sementara prevalensi tertinggi tercatat di Vanuatu (44 persen).

3.1.2. PREVALENSI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI INDONESIA


Dalam publikasi ini, data tentang prevalensi kekerasan terhadap
perempuan diperoleh dari hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan
Nasional (SPHPN) tahun 2016. SPHPN merupakan survei khusus mengenai
kekerasan terhadap perempuan yang dirancang oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KPP&PA) untuk menghasilkan berbagai informasi
mengenai pengalaman perempuan yang berumur 15 tahun ke atas. SPHPN
merupakan survei berskala nasional yang pertama dilakukan di Indonesia yang
khusus menggali informasi kekerasan yang dialami perempuan khususnya

3030 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


yang berusia 15-64 tahun yang pernah/sedang menikah dan belum menikah,
baik kekerasan yang dalam periode 12 bulan terakhir maupun semasa hidup.

Dalam SPHPN 2016, konsep kekerasan terhadap perempuan secara


umum dimaknai sebagai suatu tindakan yang mengakibatkan kesengsaraan
atau penderitaan-penderitaan pada perempuan baik secara fisik, seksual,
psikologis, ekonomi, maupun ancaman tindakan tertentu yang berupa
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik
yang terjadi di depan umum maupun dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Cakupan kekerasan terkait pelaku dari survei ini dibedakan menjadi dua
yaitu pasangan dan selain/bukan pasangan. Kekerasan yang dilakukan oleh
pasangan meliputi kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional,
kekerasan ekonomi, dan kekerasan pembatasan aktivitas. Sementara itu,
kekerasan yang dilakukan oleh bukan pasangan hanya mencakup kekerasan
fisik dan kekerasan seksual. Dalam kaitan ini, yang dimaksud pasangan adalah
suami, pasangan hidup bersama, dan pasangan seksual yang tinggal terpisah.
Sedangkan yang dimaksud bukan pasangan adalah orang tua/mertua, kakek,
paman, sepupu, teman, tetangga, guru/pendidik, orang tak dikenal, dan lain-
lain.

Menurut jenisnya, kekerasan terhadap perempuan yang dicatat dalam


SPHPN 2016 dibedakan menjadi lima, yaitu kekerasan fisik yang dilakukan
oleh pasangan dan selain pasangan, kekerasan seksual oleh pasangan dan
selain pasangan, kekerasan ekonomi oleh pasangan, kekerasan emosional
(psikis) oleh pasangan, dan kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan.
Kelima jenis kekerasan tersebut terjadi baik selama hidup maupun terjadi
dalam setahun yang lalu/terakhir. Secara lebih detil, sejumlah kekerasan yang
termasuk dalam kategori 5 kelompok di atas adalah sebagai berikut:

Kekerasan fisik yang dialami:


• Ditampar atau dilempar sesuatu yang dapat menyakiti
• Mendorong atau menjambak rambut
• Dipukul dengan tangan atau dengan benda yang dapat menyakiti
• Ditendang, diseret, atau dihajar
• Dicekik atau dibakar dengan sengaja
• Diancam dengan menggunakan atau benar-benar menggunakan
senjata api, senjata tajam atau senjata lainnya
• Tindakan kekerasan fisik lainnya

3131
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
Kekerasan seksual oleh suami/pasangan:
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

• Pernah dipaksa secara fisik oleh pasangan untuk berhubungan


seksual saat tidak ingin
• Melakukan hubungan karena takut kepada suami
• Dipaksa Suami/pasangan untuk melakukan tindakan seksual yang
menurutnya memalukan atau merendahkan
• Dipaksa suami/pasangan untuk melakukan hubungan seksual
dengan orang lain

Tindakan kekerasan emosional/psikis oleh suami/pasangan kepada Istri/


pasangannya:
• Menghina atau membuat merasa rendah diri
• Merendahkan atau mempermalukan istri/pasangannya di depan
orang lain
• Dengan sengaja melakukan sesuatu untuk menakut-nakuti atau
mengintimidasi istri/pasangannya (misalnya dengan cara berteriak
atau membanting sesuatu)
• Mengancam akan menyakiti istri/pasangannya atau orang yang istri/
pasangannya sayangi
• Tindakan psikis lainnya

Kekerasan ekonomi oleh suami/pasangan:


• Pernah berhenti/menolak tawaran pekerjaan yang menghasilkan
uang kerena tidak diperbolehkan bekerja
• Suami/pasangan pernah mengambil penghasilan atau tabungan
istri/pasangannya tanpa persetujuannya
• Suami/pasangan pernah menolak memberikan uang belanja rumah
tangga kepada istri/pasangannya padahal dia punya uang

Tindakan Pembatasan aktivitas oleh suami/pasangan kepada Istri/


pasangannya:
• Mencegah bertemu dengan teman
• Melarang berhubungan dengan keluarga
• Selalu ingin tahu keberadaannya setiap saat
• Mengabaikan atau mengacuhkan
• Marah jika berbicara dengan lelaki lain
• Sering curigai tidak setia

3232 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


• Mengharuskan meminta izin sebelum periksa kesehatan/berobat
• Menghambat untuk beribadah

Kekerasan Fisik dan Seksual


Gambar 3.3 menyajikan persentase perempuan usia 15-64 tahun,
baik yang belum kawin maupun yang pernah/sedang memiliki pasangan,
Tingginya persentase perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan/atau
yang mengalami
seksual kekerasan
selama hidup fisik atau
menunjukkan bahwa seksual
betapasemasa
rendahnyahidup dilakukan
kesadaran oleh
masyarakat
pasangan dan bukan pasangan. Dari gambar tersebut diketahui bahwa 33,4
terhadap pentingnya menghormati hak asasi orang lain khususnya kaum perempuan.
Ini merupakan ancaman serius bagi kaum hawa dan perlu mendapat perhatian dan
persen dari perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau
penanganan yang serius tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga seluruh lapisan
seksual selamaIni
masyarakat. hidup baik dilakukan
mengingat, oleh pasangan
kaum perempuan maupunempu
merupakan bukan pasangan.
yang menjadi
penentu bagi
Perempuan yang terciptanya
mengalami generasi-generasi mendatang.
kekerasan fisik sebesar Dengansementara
18,1 persen, melindungi
perempuan secara tidak langsung telah melakukan perlindungan dan penyelamatan
prevalensi
terhadapkekerasan seksual
keberlanjutan tercatat
generasi sebesar 24,2 persen.
mendatang.

Gambar
Gambar 3.3. Persentase
Persentase perempuan
perempuanusia 15-64 tahun tahun
usia 15-64 yang mengalami kekerasankekerasan
yang mengalami fisik atau fisik
3.3 seksual dilakukan oleh pasangan dan bukan pasangan, 2016
atau seksual dilakukan oleh pasangan dan bukan pasangan, 2016
40,0
35,0 33,4

30,0
24,2
25,0 Semasa hidup
20,0 18,1 Dalam 12 bulan terakhir
15,0
9,4
10,0 7,7
5,0 3,0
0,0
Fisik Seksual Fisik dan/atau
Seksual
Catatan: Mencakup perempuan yang belum kawin dan pernah/sedang memiliki pasangan
Sumber: SPHPN 2016
Sumber: SPHPN 2016
Catatan: Mencakup perempuan yang belum kawin dan pernah/sedang
Tingginya memiliki
persentase perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan/
pasangan.
atau seksual selama hidup menunjukkan bahwa betapa rendahnya kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya menghormati hak asasi orang lain khususnya
kaum perempuan. Ini merupakan
Akan tetapi jika dilihat dalam ancaman
periode 12 serius bagi kaum
bulan terakhir, hawakekerasan
prevalensi dan perlufisik
dan/atau seksual terhadap perempuan (baik yang pernah/sedang
mendapat perhatian dan penanganan yang serius tidak hanya oleh pemerintah, menikah maupun
yang belum pernah menikah) terlihat jauh lebih rendah yakni 9,4 persen. Artinya
tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Ini mengingat, kaum perempuan
hampir 1 dari 10 perempuan di Indonesia mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual
merupakan empu
dalam 12 bulan yangdari
terkahir menjadi penentu
saat survei bagi terciptanya
dilaksanakan. generasi-generasi
Kekerasan terhadap perempuan
mendatang.
yang terjadiDengan
dalam 12melindungi
bulan terakhirperempuan
lebih banyak secara
terjaditidak
pada langsung telah
kekerasan seksual
melakukan perlindungan
dibandingkan dan penyelamatan terhadap keberlanjutan generasi
kekerasan fisik.
mendatang.

3333
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
pernah/sedang menikah (Gambar 3.4), prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual
terhadap perempuan semasa hidup oleha pasangan tercatat sebesar 18,3 persen,
sedangkan kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan dalam 12 bulan
bab terakhir oleh pasangan prevalensinya hanya sekitar 5 persen. Gambar 3.4 juga
03 memperlihatkan adanya pola yang berbeda terkait kekerasan fisik dan seksual jika
dibandingkan kekerasan fisik dan seksual yang terjadi pada perempuan secara
keseluruhan, dan pola yang berbeda antara kekerasan semasa hidup dan dalam 12
Akan tetapi jika dilihat dalam periode 12 bulan terakhir, prevalensi
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

bulan terakhir. Prevalensi kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) yang menimpa


kekerasan
perempuan yang fisik pernah/sedang
dan/atau seksual terhadap
menikah tercatatperempuan (baik kekerasan
lebih tinggi pada yang pernah/
fisik
sedang menikah
dibandingkan maupun
kekerasan yang
seksual. belum pernah
Prevalensi kekerasanmenikah) terlihat
fisik terhadap jauh lebih
perempuan
rendahhidup
semasa yaknioleh9,4 persen.
pasanganArtinya hampir
tercatat sebesar112,3
daripersen,
10 perempuan
sedangkandiprevalensi
Indonesia
kekerasan seksual tercatat sebesar 10,6 persen. Akan tetapi
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dalam 12 bulan terakhir dariprevalensi kekerasan
seksual (3,8 persen) dalam 12 bulan terakhir oleh pasangan lebih tinggi dari pada
saat survei dilaksanakan. Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam
kekerasan fisik (1,8 persen).
12 bulan terakhir lebih banyak terjadi pada kekerasan seksual dibandingkan
kekerasan fisik.
Gambar 3.4. Persentase perempuan usia 15-64 tahun pernah/sedang menikah yang
Gambar mengalami kekerasanusia
Persentase perempuan fisik15-64
atautahun
seksual dilakukan oleh
pernah/sedang pasangan,
menikah 2016
yang mengalami
3.4 kekerasan fisik atau seksual dilakukan oleh pasangan, 2016
20 18,3
18
16
14 12,3
12 10,6
10 Semasa hidup
8
4,9 Dalam 12 bulan terakhir
6
3.8
4 1,8
2
0
Fisik Seksual Fisik dan/atau
Seksual
Sumber: SPHPN 2016
Sumber: SPHPN, 2016

Selajutnya jika prevalensi dihitung khusus untuk perempuan yang


pernah/sedang menikah (Gambar 3.4), prevalensi kekerasan fisik dan/atau
seksual terhadap perempuan semasa hidup oleh pasangan tercatat sebesar
Kiranya menarik
18,3 persen, sedangkanuntukkekerasan
melihat prevalensi kekerasan
fisik dan/atau yang terhadap
seksual dilakukan oleh bukan
perempuan
pasangan. Dalam konteks ini, kekerasan baik fisik maupun seksual bisa terjadi pada
dalam 12 bulan terakhir oleh pasangan prevalensinya hanya sekitar 5
persen. Gambar 3.4 juga memperlihatkan adanya pola yang berbeda terkait
kekerasan fisik dan seksual jika dibandingkan kekerasan fisik dan seksual yang
terjadi pada perempuan secara keseluruhan, dan pola yang berbeda antara
kekerasan semasa hidup dan dalam 12 bulan terakhir. Prevalensi kekerasan
dalam rumahtangga (KDRT) yang menimpa perempuan yang pernah/sedang
menikah tercatat lebih tinggi pada kekerasan fisik dibandingkan kekerasan
seksual. Prevalensi kekerasan fisik terhadap perempuan semasa hidup oleh
pasangan tercatat sebesar 12,3 persen, sedangkan prevalensi kekerasan
seksual tercatat sebesar 10,6 persen. Akan tetapi prevalensi kekerasan seksual
(3,8 persen) dalam 12 bulan terakhir oleh pasangan lebih tinggi dari pada
kekerasan fisik (1,8 persen).

3434 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
menikah pernah lebih besar dibandingkan prevalensi kekerasan fisik (34,4 persen
disbanding 19,6 persen). Pola yang sama juga terjadi perempuan yang
pernah/sedang menikah, tetapi prevalensinya lebih rendah atau kurang lebih
setengahnya dari prevalensi kekerasan yang terjadi pada perempuan yang belum BAB
pernah menikah. Prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan
yang pernah/sedang menikah semasa hidup oleh bukan pasangan tercatat sebesar 03
20,4 persen.

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


Gambar3.5.Persentase
Gambar Persentase perempuan
perempuan usia usia
15-6415-64
yang yang
pernahpernah mengalami
mengalami kekerasankekerasan
fisik atau fisik
3.5 atau seksual semasa hidup oleh bukan pasangan, 2016
seksual semasa hidup oleh bukan pasangan, 2016
45 42,7
40
34,4
35
30
25 20,4
19,6
20 Pernah/Sedang Menikah
15,8
15 Belum Pernah Menikah
10 7,5
5
0
Fisik Seksual Fisik dan/atau
seksual
Sumber: SPHPN 2016 SPHPN 2016
Sumber:

KiranyaEmosional
Kekerasan menarik untuk melihat prevalensi kekerasan yang dilakukan
oleh bukan pasangan. Dalam konteks ini, kekerasan baik fisik maupun seksual
Kekerasan
bisa terjadi emosional
pada orang yangmungkin hanya relevan
pernah/sedang dihitung
menikah untuk
dan jugaperempuan
orang yangyang
pernah/sedang menikah. Kekerasan emosional yang dihitung merujuk kejadian
belum pernah
semasa hidup menikah.
menunjukkanGambar 3.5 yang
prevalensi menunjukkan
tinggi yaknibahwa 42,7 Artinya
20.5 persen. persen1 dari
dari 5
perempuan pernah/sedang menikah pernah mengalami kekerasan
perempuan usia 15-64 yang belum menikah (tidak pernah punya pasangan) emosional semasa
hidupnya. Selanjutnya, prevalensi kekerasan emosional yang dihitung dalam 12 bulan
pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual semasa hidup. Prevalensi
terakhir tercatat sebesar 7,5 persen. Atau dengan kata lain 1 dari 13 perempuan yang
kekerasan seksualmenikah
pernah/sedang yang dialami
pernahperempuan
mengalamibelum menikah
kekerasan pernah
emosional lebih12besar
dalam bulan
terakhir.
dibandingkan prevalensi kekerasan fisik (34,4 persen disbanding 19,6 persen).
PolaGambar
yang sama juga terjadi
3.6. Persentase perempuan
perempuan yangtahun
usia 15-64 pernah/sedang menikah,menikah
yang pernah/sedang tetapi
prevalensinya lebih rendah atau
yang mengalami kurang
kekerasan lebih setengahnya
emosional semasa hidup, dari
2016 prevalensi
kekerasan yang terjadi pada perempuan yang belum pernah menikah.
Prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan yang pernah/
sedang menikah semasa hidup oleh bukan pasangan tercatat sebesar 20,4
persen.

Kekerasan Emosional
Kekerasan emosional mungkin hanya relevan dihitung untuk
perempuan yang pernah/sedang menikah. Kekerasan emosional yang
dihitung merujuk kejadian semasa hidup menunjukkan prevalensi yang tinggi
yakni 20,5 persen. Artinya 1 dari 5 perempuan pernah/sedang menikah pernah
mengalami kekerasan emosional semasa hidupnya. Selanjutnya, prevalensi
kekerasan emosional yang dihitung dalam 12 bulan terakhir tercatat sebesar
7,5 persen. Atau dengan kata lain 1 dari 13 perempuan yang pernah/sedang
menikah pernah mengalami kekerasan emosional dalam 12 bulan terakhir.

3535
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

Gambar Persentase perempuan usia 15-64 tahun yang pernah/sedang menikah yang
3.6 mengalami kekerasan emosional semasa hidup, 2016
25
20,5
20

15

10 7,5

0
Semasa hidup Dalam 12 bulan terakhir
Sumber: SPHPN 2016 SPHPN 2016
Sumber:

Kekerasan Ekonomi
Kekerasan Ekonomi
Terkait dengan kekerasan ekonomi, beberapa kriteria yang dapat
dikategorikan sebagai kekerasan ekonomi adalah perempuan tidak
Terkait dengan
diperbolehkan bekerjakekerasan
untuk ekonomi, beberapa
menghasilkan kriteria
uang, yang dapat dikategorikan
penghasilannya diambil
sebagai kekerasan ekonomi adalah perempuan tidak diperbolehkan bekerja untuk
oleh suami/pasangan
menghasilkan uang, dan suami/pasangan
penghasilannya menolak
diambil memberikan
oleh uang
suami/pasanganbelanja
dan
rumahtangga
suami/pasangan padahal dia memiliki
menolak uang.
memberikan uangPrevalensi
belanja kekerasan
rumahtangga ekonomi yang
padahal dia
memiliki uang. Prevalensi kekerasan ekonomi yang dihitung dari ketiga aspek tersebut
dihitung dari ketiga aspek tersebut disajikan pada Gambar 3.7. Pada
disajikan pada Gambar 3.7. Pada gambar tersebut jelas terlihat bahwa hampir 25
gambar
tersebut
persen (1jelas
dariterlihat bahwa pernah/sedang
4) perempuan hampir 25 persen (1 dari
menikah 4) perempuan
pernah pernah/
mengalami kekerasan
ekonomi
sedang semasa pernah
menikah hidupnya. Gambar tersebut
mengalami juga ekonomi
kekerasan menunjukkan bahwa
semasa 1 dari 11
hidupnya.
perempuan (9 persen) mengalami kekerasan ekonomi dalam 12 bulan terakhir.
Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa 1 dari 11 perempuan (9 persen)
mengalami kekerasan ekonomi dalam 12 bulan terakhir.

Gambar Persentase perempuan usia 15-64 tahun pernah/sedang kawin yang mengalami
3.7 kekerasan ekonomi, 2016
30
24,5
25

20 Persentase perempuan usia 15-64 tahun pernah/sedang kawin yang


Gambar 3.7.
mengalami kekerasan ekonomi, 2016
15

10 9.0

0
Semasa hidup Dalam 12 bulan terakhir
Sumber: SPHPN 2016
Sumber: Diolah dari SPHPN 2016

3636 STATISTIK
Kekerasan GENDER TEMATIK:
Pembatasan
STATISTIK GENDER TEMATIK:Aktivitas
MENGAKHIRI KEKERASAN
MENGAKHIRI TERHADAP PEREMPUAN
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
Kekerasan pembatasan aktivitas mencakup empat aspek pembatasan yaitu
suami/pasangan selalu ingin tahu keberadaannya setiap saat, suami/pasangan
mengharuskan ia meminta ijin jika ingin keluar rumah, suami/pasangan marah jika
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


Kekerasan Pembatasan Aktivitas
Kekerasan pembatasan aktivitas mencakup empat aspek pembatasan
yaitu suami/pasangan selalu ingin tahu keberadaannya setiap saat, suami/
pasangan mengharuskan ia meminta ijin jika ingin keluar rumah, suami/
pasangan marah jika berbicara dengan lelaki lain, dan suami/pasangan
selalu curiga bahwa ia tidak setia. Persentase perempuan yang mengalami
minimal satu pembatasan aktivitas tersebut di atas semasa hidupnya oleh
suami/pasangan di Indonesia mencapai sekitar 42 persen. Jika dihitung
berdasarkan kekerasan pembatasan aktivitas yang dialami dalam 12 bulan
terakhir, prevalensinya tercatat sebesar 32,4 persen. Dari empat jenis kekerasan
pembatasan aktivitas, “selalu ingin tahu keberadaanya setiap saat” menempati
persentase tertinggi, diikuti oleh pembatasan berupa “harus meminta ijin
suami jika ingin keluar” baik untuk kejadian semasa hidupnya maupun dalam
12 bulan terakhir.

Gambar Persentase perempuan usia 15-64 tahun pernah/sedang menikah yang mengalami
3.8 kekerasan pembatasan aktivitas, 2016
45 42,3
40 Semasa hidup 12 bulan terakhir
35 32,4
30 23,7
25 19,5 20,3
20 15,4 14,2
15 10,1
10 6,8 4,9
5
0
Marah jika berbicara dengan

Selalu curiga tidak setia

Minimal mengalami salah satu


Mengharuskan meminta ijin
keberadaannya setiap saat

pembatasan aktivitas
Selalu ingin tahu

lelaki lain

Sumber: Diolah dari SPHPN 2016


Sumber: Diolah dari SPHPN 2016

3.1.3. PREVALENSI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN


3.1.3. Kekerasan terhadap perempuan
Prevalensi Kekerasan yang terjadi
Terhadap Perempuan dandiTingkat
masyarakat tidak terlepas
Kesejahteraan
dari tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Pada kelompok rumahtangga
denganKekerasan terhadap perempuan
tingkat kesejahteraan yang lebihyang terjadi
tinggi, di masyarakat
prevalensi terjadinyatidak terlepas dari
kekerasan
tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Pada kelompok rumahtangga dengan
fisik dan/atau
tingkat seksualyang
kesejahteraan cenderung lebih
lebih tinggi, rendahterjadinya
prevalensi dibandingkan
kekerasan kelompok
fisik dan/atau
rumahtangga yang lebih
seksual cenderung memiliki tingkat
rendah kesejahteraan
dibandingkan yangrumahtangga
kelompok lebih rendah.yang Hal memiliki
ini
tingkat kesejahteraan yang lebih rendah. Hal ini terlihat secaraa jelas pada Gambar
3.9. Hal ini jelas mengindikasikan bahwa masalah ekonomi rumahtangga dapat
menjadi penyebab terjadinya tindak kekerasan.

3737
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
terlihat secaraa jelas pada Gambar 3.9. Hal ini jelas mengindikasikan bahwa
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

masalah ekonomi rumahtangga dapat menjadi penyebab terjadinya tindak


kekerasan.

Gambar Prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual yang dialami perempuan usia 15-64
3.9 selama hidup dilakukan oleh pasangan berdasarkan kuintil kesejahteraan, 2016
25 22,8
22,2

20 19,1
16,1
14,7
15

10

0
Q1 (Termiskin) Q2 Q3 Q4 Q5 (Terkaya)

Catatan:Sumber
Tingkat kesejahteraan
: Diolah darididekati
SPHPN dengan
2016indeks komposit yang dihitung dari total skor kondisi
perumahan
Catatan: dan kepemilikan
Tingkat asset
kesejahteraan didekati dengan indeks komposit yang dihitung
Sumber : Diolah dari
dariSPHPN
total2016
skor kondisi perumahan dan kepemilikan asset.

3.1.4. PREVALENSI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN MENURUT BEBERAPA KARAKTERISTIK


3.1.4. Prevalensi Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut Beberapa Karakteristik
Subbab ini hanya menyajikan beberapa prevalensi kekerasan menurut
Subbab ini hanya menyajikan beberapa prevalensi kekerasan menurut
beberapa karakteristik dan penyajian hanya untuk kekerasan yang terjadi
beberapa karakteristik dan penyajian hanya untuk kekerasan yang terjadi pada
pada perempuan umur 15-64 tahun pernah/sedang menikah yang mengalami
perempuan umur 15-64 tahun pernah/sedang menikah yang mengalami kekerasan
kekerasan oleh suami/pasangan
oleh suami/pasangan semasa hidupnya.semasa hidupnya.
Penyajian Penyajian
prevalensi prevalensi
kekerasan menurut
kekerasan
beberapamenurut beberapa
karakteristik karakteristik
ini sangat ini melihat
penting untuk sangat pola
penting untukkekerasan.
terjadinya melihat
Dengan
pola demikian
terjadinya hasil analisis
kekerasan. ini diharapkan
Dengan demikianbisa
hasilmembantu pengambil
analisis ini kebijakan
diharapkan bisa
dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan. Penyajian prevalensi kekerasan
membantu pengambil kebijakan dalam penanganan kekerasan terhadap
akan difokuskan pada karakteristik tempat tinggal, karakteristik individu perempuan
perempuan. Penyajian prevalensi kekerasan akan difokuskan pada karakteristik
dan karakteristik suami/pasangan.
tempat tinggal, karakteristik individu perempuan dan karakteristik suami/
Prevalensi Kekerasan Menurut Tempat Tinggal
pasangan.
Secara umum prevalensi kekerasan lebih tinggi terjadi di daerah perkotaan
dibandingkan daerah perdesaan hamper untuk semua jenis kekerasan. Prevalensi
Prevalensi Kekerasan Menurut Tempat Tinggal
kekerasan tertinggi terjadi pada pembatasan aktivitas meskipun jenis kekerasan ini
tidakSecara umum
secara serius prevalensiperhatian
mendapatkan kekerasan lebih tinggi
di sejumlah Negara.terjadi di kekerasan
Prevalensi daerah
perkotaan dibandingkan
tertinggi berikutnya adalahdaerah perdesaan
kekerasan ekonomi hampir untuk emosional/psikis.
dan kekerasan semua jenis
Penelitian Prevalensi
kekerasan. lebih lanjut yang mungkin
kekerasan perlu dilakukan
tertinggi terjadi adalah apakah ada keterkaitan
pada pembatasan aktivitas
antar jenis kekerasan yang terjadi. Misalnya, perempuan yang mengalami kekerasan
meskipun jenis kekerasan ini tidak secara serius mendapatkan perhatian di
ekonomi juga cenderung mengalami kekerasan fisik.
sejumlah Negara. Prevalensi kekerasan tertinggi berikutnya adalah kekerasan
ekonomi dan kekerasan emosional/psikis. Penelitian lebih lanjut yang

3838 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


mungkin perlu dilakukan adalah apakah ada keterkaitan antar jenis kekerasan
yang terjadi. Misalnya, perempuan yang mengalami kekerasan ekonomi juga
cenderung mengalami kekerasan fisik.
Gambar 3.10. Prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun
Gambar Prevalensi kekerasan menikah
pernah/sedang terhadap perempuan usia 15-64
oleh pasangan tahun pernah/sedang
semasa hidup menurut menikah
3.10 oleh pasangan semasa
jenis kekerasan dan jenis
hidup menurut tempat tinggal,
kekerasan dan2016
tempat tinggal, 2016
50,0 46,0
38,1
40,0
28,0
30,0 22,5
19,0 20,5 18,3
20,0 12,312,2 17,3
11,9
9,0
10,0 Perdesaan
0,0 Perkotaan

Pembatasan Aktivitas
Fisik

Ekonomi

Emosional/Psikis
Seksual

Fisik dan/ atau Seksual

Sumber : Diolah dari SPHPN 2016


Sumber: Diolah dari SPHPN 2016

Prevalensi Kekerasan Menurut Karakteristik Individu Perempuan


Prevalensi Kekerasan Menurut Karakteristik Individu Perempuan
Mungkin akan sangat menarik untuk melihat prevalensi kekerasan dengan
Mungkin karakteristik
melihat beberapa akan sangat menarik
individuuntuk melihat (Tabel
perempuan prevalensi
3.1).kekerasan dengan
Berdasarkan
melihat beberapa karakteristik individu perempuan (Tabel 3.1). Berdasarkan
karakteristik pendidikan, tampaknya prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual
karakteristik pendidikan, tampaknya prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual
cenderung lebih tinggi terjadi pada perempuan berpendidikan rendah. Akan
cenderung lebih tinggi terjadi pada perempuan berpendidikan rendah. Akan tetapi
tetapi pola yang
pola yang berbeda
berbeda terlihat
terlihat pada pada
jenisjenis kekerasan
kekerasan lain lain seperti
seperti kekerasan
kekerasan ekonomi,
ekonomi, kekerasan
kekerasan emosional
emosional dan pembatasan
dan pembatasan aktivitas.
aktivitas. Semakin tinggiSemakin tinggi
tingkat pendidikan
perempuan,
tingkat pendidikan ternyata prevalensi
perempuan, terjadinya
ternyata kekerasanterjadinya
prevalensi pada ketiga jenis kekerasan
kekerasan pada ini
cenderung semakin tinggi.
ketiga jenis kekerasan ini cenderung semakin tinggi.
Karakteristik individu perempuan berikutnya adalah bentuk pengesahan
Karakteristik
perkawinan. individu
Temuan perempuan
yang menarik berikutnya
adalah bahwa adalahperempuan
bentuk pengesahan
yang ikatan
perkawinan. Temuan
perkawinannya yangmelalui
disahkan menarik adalah
catatan sispilbahwa perempuan
atau KUA yang ikatan
memiliki prevalensi kekerasan
perkawinannya disahkan
yang lebih rendah melalui catatan
dibandingkan mereka sispil
yangatau KUA pengesahan
memiliki memiliki prevalensi
perkawinan
melaluiyang
kekerasan nikahlebih
siri, agama
rendah lain, adat, kontrakmereka
dibandingkan atau lainnya
yanguntuk semua
memiliki jenis kekerasan
pengesahan
kecuali kekerasan ekonomi. Perbedaan yang sangat tajam dalam prevalensi
perkawinan melalui nikah siri, agama lain, adat, kontrak atau lainnya untuk
terjadinya kekerasan terhadap perempuan untuk kedua jenis pengesahan perkawinan
semua jeniskekerasan
adalah kekerasan fisik. kecuali kekerasan ekonomi. Perbedaan yang sangat
tajam dalam prevalensi terjadinya kekerasan terhadap perempuan untuk
kedua jenisKarakteristik
pengesahan berikutnya yang juga sangat membedakan prevalensi kekerasan
perkawinan adalah kekerasan fisik.
terhadap perempuan adalah pernah/tidaknya individu perempuan minum minuman
Karakteristik berikutnya yang juga sangat membedakan prevalensi
kekerasan terhadap perempuan adalah pernah/tidaknya individu perempuan
minum minuman keras (miras). Prevalensi kekerasan fisik terhadap perempuan

3939
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
oleh suami/pasangan yang pernah minum miras tiga kali lipat dibandingkan
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

yang tidak pernah minum miras, sedangkan prevalensi terjadinya bkekerasan


seksual pada perempuan yang minum miras lebih dari dua kali lipat
dibandingkan mereka yang tidak pernah minum miras. Terkait miras, bisa jadi
perilaku ini sebagai akibat dari tindak kekerasan atau memang kebiasaan yang
sudah dilakukan sejak sebelum menikah.

Prevalensi kekerasan juga bisa dikaitkan dengan pertengkaran yang


terjadi antara suami istri/pasangan. Hasil SPHPN jelas menunjukkan bahwa
pertengkaran sering berujung pada tindak kekerasan suami/pasangan. Hal
ini jelas terlihat dari fakta yang ada bahwa prevalensi kekerasan fisik yang
terjadi pada perempuan yang sering bertengkar dengan suami/pasangan
tercatat sekitar 44 persen atau hampir 6 kali lipat lebih tinggi prevalensinya
dibandingkan kekerasan fisik yang diaalami perempuan yang jarang bertengkar
dengan suami/pasangan. Pola yang sama terlihat pada jenis kekerasan lain yang
juga dengan perbedaan prevalensi yang sangat besar. Selanjutnya seringnya
perempuan menyerang suami/pasangan lebih dahulu ketika bertengkar juga
memperlihatkan bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan jauh lebih
tinggi dibandingkan yang tidak pernah menyerang lebih dahulu.

Tabel 3.1. Prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun pernah/sedang menikah semasa
hidup oleh pasangan menurut karakteristik individu perempuan, 2016
Karakteristik Individu Fisik Seksual Fisik dan/ atau Ekonomi Emosional / Pembatasan
Perempuan Korban Seksual Psikis Aktivitas
Kekerasan
Pendidikan Perempuan
SD ke bawah 13.68 11.14 19.58 20.18 19.46 35.86
SMP 10.07 11.09 17.98 29.34 20.70 45.21
SMA ke atas 11.28 9.31 16.27 28.44 22.12 50.92
Bentuk pengesahan perkawinan perempuan
Catatan sipil, KUA 11.19 10.39 17.44 24.71 20.10 41.80
Siri, agama lain, adat, 24.00 12.16 27.41 23.30 25.77 45.98
kontrak, lainnya
Perempuan minum miras
Tidak pernah 11.64 10.13 17.59 23.84 19.87 41.80
Pernah 33.70 25.72 41.47 46.08 43.17 59.72

4040 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


Karakteristik Individu Fisik Seksual Fisik dan/ atau Ekonomi Emosional / Pembatasan
Perempuan Korban Seksual Psikis Aktivitas
Kekerasan
Tingkat seringnya perempuan bertengkar dengan suami
Jarang 7.67 7.77 12.85 21.61 14.04 39.06
Kadang-kadang 19.40 16.16 28.98 28.49 34.76 46.10
Sering 43.96 26.98 50.28 45.19 55.73 67.60
Tingkat seringnya perempuan menyerang suami lebih dahulu
Tidak pernah 10.39 9.52 16.11 23.12 18.95 41.09
Sekali 31.94 22.60 42.84 39.59 37.41 55.13
Jarang 45.14 29.59 56.56 49.18 50.13 65.29
Sering 80.86 39.80 82.40 65.08 68.95 80.07
Sumber: Diolah dari SPHPN 2016

Prevalensi Kekerasan Menurut Karakteristik Suami/Pasangan


Selain karakteristik individu perempuan, kiranya penting juga untuk
melihat karakteristik suami/pasangan. Beberapa karakteristik suami/pasangan
yang menarik untuk dianalisis adalah tingkat pendidikan, punya/tidaknya istri/
pasangan lain, punya/tidaknya hubungan selingkuh bekerja/pengangguran,
minum miras, penggunaan narkotika, dan pernah/tidaknya berkelahi secara
fisik dengan orang lain. Berbagai karakteristik tersebut diduga berkaitan
dengan tingkat prevalensi kekerasan terhadap perempuan pernah/sedang
menikah.

Tabel 3.2. Prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun pernah/sedang menikah semasa
hidup oleh pasangan menurut karakteristik suami/pasangan, 2016
Karakteristik Suami/ Fisik Seksual Fisik dan/ atau Ekonomi Emosional / Pembatasan
Pasangan Seksual Psikis Aktivitas
Pendidikan Suami/Pasangan
SD ke bawah 12.77 10.63 19.14 20.33 19.95 36.20
SMP 13.25 12.27 19.78 26.69 20.41 46.31
SLTA ke atas 11.25 9.75 16.59 28.22 21.21 47.53
Pasangan punya Istri/pasangan lain
Tidak punya 11.33 9.99 17.39 23.81 19.40 41.43
Punya 33.28 23.39 37.87 40.49 46.29 60.65

4141
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

Karakteristik Suami/ Fisik Seksual Fisik dan/ atau Ekonomi Emosional / Pembatasan
Pasangan Seksual Psikis Aktivitas
Pasangan punya hubungan selingkuh 
Tidak punya 10.52 9.54 16.32 22.90 18.07 40.26
Punya 36.48 24.85 45.23 46.26 54.63 70.77
Pasangan berkelahi fisik dengan orang lain
Tidak pernah 10.71 9.49 16.43 22.90 18.60 40.58
Pernah 34.90 26.20 44.79 47.33 48.60 67.44
Pasangan menggunakan narkotika
Tidak pernah 11.91 10.29 17.86 24.09 20.08 41.95
Pernah 45.09 35.56 54.71 59.27 61.28 74.82
Pasangan minum miras
Tidak pernah 9.34 7.93 13.88 21.19 16.61 39.15
Pernah 23.93 21.09 35.76 37.57 36.16 54.91
Pasangan bekerja atau menganggur
Bekerja 12.17 10.51 18.13 24.23 20.73 42.53
Menganggur 14.28 11.87 21.16 29.91 15.58 36.94
Sumber: Diolah dari SPHPN 2016

DIlihat dari tingkat pendidikan suami/pasangan tampaknya polanya


agak mirip dengan karakteristik pendidikan individu perempuan terkait
prevalensi kekerasan yang terjadi. Prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual
terhadap perempuan cenderung lebih tinggi terjadi pada perempuan
yang memiliki suami/pasangan dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah
dibandingkan mereka yang memiliki suami berpendidikan SLTA ke atas.
Sebaliknya, prevalensi kekerasan jenis yang lain cenderung lebih tinggi terjadi
pada perempuan yang memiliki tinggi pendidikan yang lebih tinggi.

Selanjutnya suami/pasangan memiliki istri/pasangan lain atau


memiliki selingkuhan sangat berkaitan erat dengan tingginya prevalensi
kekerasan terhadap perempuan. Misalnya, prevalensi kekerasan fisik terhadap
perempuan yang suami/pasangannya memiliki istri/pasangan lain tiga kali
lebih tinggi dibandingkan kekerasan fisik terhadap perempuan yang suami/
pasangannya tidak memiliki istri/pasangan lain (33,3 persen dibanding 11,3
persen). Demikian halnya untuk jenis kekerasan yang lain (seksual, ekonomi,
emosional dan pembatasan aktivitas), perbedaan prevalensinya juga terlihat

4242 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


sangat besar. Gambaran kekerasan yang lebih buruk lagi terjadi ketika suami/
pasangannya memiliki selingkuhan.

Perbedaan prevalensi kekerasan terhadap perempuan juga dapat dilihat


dari karakteristik lain seperti suami/pasangan menganggur, minum miras,
pernah sebagai pengguna narkotika, dan pernah berkelahi fisik dengan orang
lain. Prevalensi kekerasan terhadap perempuan yang suami/pasangannya
memiliki ciri-ciri tersebut cenderung jauh lebih tinggi dibanding yang
sebaliknya. Misalnya, prevalensi kekerasan fisik terhadap perempuan yang
suami/pasangannya pernah berkelahi fisik dengan orang lain tercatat sekitar 35
persen dibandingkan 10,7 persen untuk kekerasan fisik terhadap perempuan
yang suami/pasangannya tidak pernah berkelahi fisik dengan orang lain.

Ketika suami/pasangannya pernah menggunakan narkotika,


prevalensi terjadinya kekerasan terhadap perempuan terlihat lebih tinggi
lagi dibandingkan hanya pernah berkelahi secara fisik dengan orang lain.
Perempuan yang memiliki suami/pasangan pengguna narkoba akan sangat
berisiko mengalami kekerasan fisik, seksual, ekonomi, mosional/psikis dan
pembatasan. Hal ini terlihat dari tingginya angka prevalensi kekerasan fisik,
seksual, fisik dan/atau seksual, ekonomi, emosional/psikis dan pembatasan
aktivitas oleh suami/pasangan pengguna narkotika yang masing-masing
tercatat sebesar 45,1; 35,6; 54,7; 59,3; 61,3; dan 74,8 persen.

3.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA KEKERASAN TERHADAP PEREMPAUAN


Sebagai tindak lanjut terhadap upaya pemerintah dalam melindungi
perempuan dari tindak kekerasan, maka penting untuk mengkaji faktor-faktor
yang mempengaruhi kekerasan terhadap perempuan. Hasil kajian tersebut
dapat dipakai sebagai acuan dan solusi untuk mengatasi permasalahan
kekerasan terhadap perempuan. Dalam kaitan ini, fokus kajian utamanya untuk
mengungkap faktor yang mempengaruhi kekerasan fisik dan/atau seksual
terhadap perempuan selama hidup yang dilakukan oleh pasangan (KDRT).

Kajian ini menggunakan pendekatan analisis regresi logistik biner,


dengan 28 variabel tidak bebas yang diduga mempengaruhi kekerasan fisik
dan/atau seksual terhadap perempuan seperti pada Lampiran. Secara umum,
dari 28 variabel yang diduga memengaruhi kekerasan fisik dan/atau seksual
terhadap perempuan selama hidup yang dilakukan oleh pasangan (KDRT)
tersebut dikelompokkan menjadi empat faktor utama, yaitu faktor individu,
faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor ekonomi. Berdasarkan hasil
dugaan dari model regresi logistik, diperoleh hasil bahwa dari 28 variabel yang
diduga mempengaruhi kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan,

4343
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
14 variabel memiliki pengaruh yang nyata terhadap terjadinya tindak kekerasan
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

terhadap perempuan. Model regresi logistik akhir yang diperoleh dapat dilihat
pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Faktor-faktor yang memengaruhi kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan
selama hidup dilakukan oleh pasangan (Model regresi biner)
VARIABEL KOEFISIEN GALAT WALD P-VALUE ODDS
BAKU RATIO
Faktor Individu :
• Bentuk pengesahan perkawinan 0.349 0.096 13.350 0.000 1.418
• (referensi : catatan sipil, KUA)
• Minum miras (referensi : tidak pernah) 0.374 0.133 7.850 0.005 1.454
• Keseringan bertengkar dengan suami 207.886 0.000
(referensi : jarang)
Kadang-kadang 0.647 0.078 69.692 0.000 1.910
Sering 1.373 0.103 177.624 0.000 3.949
• Menyerang suami lebih dahulu (referensi : 152.609 0.000
tidak pernah)
Sekali 0.954 0.137 48.462 0.000 2.597
Jarang (2-5 kali) 1.359 0.158 74.090 0.000 3.891
Sering 1.797 0.272 43.577 0.000 6.033

Faktor Pasangan :
• Punya Istri/pasangan lain (referensi : tidak 0.292 0.147 3.933 0.047 1.339
punya)
• Mencari pekerjaan atau menganggur 0.307 0.167 3.392 0.066 1.359
(referensi : tidak)
• Minum miras (referensi : tidak pernah) 0.442 0.077 32.614 0.000 1.556
• Tingkat keseringan mabuk setahun terakhir 16.606 0.000
(referensi : tidak pernah)
Sebulan sekali 0.143 0.152 0.887 0.346 1.153
Minimal seminggu sekali 0.810 0.200 16.451 0.000 2.247
• Menggunakan narkotika (referensi : tidak 0.714 0.242 8.676 0.003 2.043
pernah)
• Berkelahi fisik (referensi : tidak pernah) 0.625 0.111 31.796 0.000 1.869
• Hubungan selingkuh (referensi : tidak punya) 0.907 0.113 64.521 0.000 2.476

4444 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


VARIABEL KOEFISIEN GALAT WALD P-VALUE ODDS
BAKU RATIO
Faktor Ekonomi :
Tingkat kesejahteraan (referensi : 25 persen 12.462 0.006
teratas)
• 25 persen menengah atas 0.240 0.106 5.123 0.024 1.271
• 25 persen menengah bawah 0.328 0.100 10.765 0.001 1.388
• 25 persen terbawah 0.336 0.107 9.873 0.002 1.400

Faktor Sosial Budaya :


Tingkat kekhawatiran terhadap tindak kejahatan 41.462 0.000
(referensi : tidak khawatir)
• Sedikit khawatir 0.162 0.077 4.388 0.036 1.175
• Sangat khawatir 0.521 0.081 41.139 0.000 1.684
Daerah tempat (referensi : perdesaan) 0.184 0.070 6.926 0.008 1.202

Konstanta -2.740 0.110 624.510 0.000 0.065


Sumber: Diolah dari SPHPN 2016

Dari 14 variable tersebut, 4 variabel dari faktor individu perempuan,


7 variabel dari faktor pasangan, 3 variabel dari faktor sosial dan budaya,
dan 1 variabel sisanya dari faktor ekonomi. Secara detil ke-14 variabel yang
memengaruhi terjadinya kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan
adalah sebagai berikut:

Faktor Individu perempuan:


1. Bentuk pengesahan perkawinan
2. Minum miras
3. Seringnya bertengkar dengan suami
4. Sering tidaknya menyerang suami lebih dahulu
Faktor Pasangan :
1. Punya Istri/pasangan lain
2. Mencari pekerjaan atau menganggur
3. Minum miras
4. Seringnya mabuk-mabukan dalam setahun terakhir
5. Menggunakan narkotika
6. Pernah/tidaknya berkelahi fisik
7. Mempunyai hubungan selingkuh

4545
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
Faktor Ekonomi :
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

1. Tingkat kesejahteraan
Faktor Sosial Budaya :
1. Kekhawatiran terhadap kejahatan
2. Daerah tempat tinggal (perdesaan/Perkotaan)

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa faktor terjadinya kekerasan


fisik dan/atau seksual terhadap perempuan di dalam rumahtangga tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor pasangan, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
individu perempuan seperti bentuk pengesahan perkawinan, pernah minum
minuman keras (miras), tingkat keseringan bertengkar dengan suami/pasangan,
dan tingkat keseringan individu menyerang suami/pasangan lebih dahulu
(misal : menampar, mendorong, memukul). Selain faktor individu perempuan
dan pasangan, juga ada faktor lain yaitu faktor ekonomi dan faktor sosial budaya.
Faktor ekonomi yang diukur dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga jelas
memengaruhi tingkat kekerasan terhadap perempuan di rumahtangga. Faktor
sosial budaya yang diproksi dengan variabel tingkat kekhawatiran terhadap
kejahatan dan daerah tempt tinggal bisa memengaruhi baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap kehidupan rumahtangga. Tingkat kejahatan
yang tinggi dan gaya hidup di perkotaan yang mungkin sangat berbeda
dengan di daerah perdesaan dapat memengaruhi gaya hidup dan perilaku
individu perempuan maupun pasangannya.

Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya tingkat risiko dari setiap


variabel yang secara nyata memengaruhi kekerasan dari ke empat faktor
khususnya terhadap kekerasan fisik dan/atau seksual yang dialami perempuan
oleh suami/pasangan dapat dijelaskan berdasarkan interpretasi nilai odds ratio
yang tercantum pada Tabel 3.3 di atas sebagai berikut:

4646 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


A. FAKTOR INDIVIDU PEREMPUAN
Bentuk pengesahan perkawinan (referensi : catatan sipil, KUA) memiliki odds ratio
sebesar 1,42
• Perempuan yang pengesahan perkawinannya melalui kawin siri, agama
lain, adat, kontrak, atau lainnya memiliki risiko mengalami kekerasan
fisik dan/atau seksual 1,42 kali lebih besar dibandingkan perempuan yang
pengesahan perkawinannya melalui catatan sipil atau KUA.
Minum miras (referensi : tidak pernah minum) memiliki odds ratio sebesar 1,45
• Perempuan yang pernah minum minuman keras (miras) memiliki
risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,45 kali lebih besar
dibandingkan perempuan yang tidak pernah minum minuman keras
Tingkat keseringan bertengkar dengan suami tergolong kadang-kadang dan sering
(referensi : jarang bertengkar) masing-masing memiliki odds ratio 1,91 dan 3,95
• Perempuan yang kadang-kadang bertengkar dengan suami/pasangan
memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,91 kali lebih
besar dibandingkan perempuan yang jarang bertengkar dengan suami/
pasangan.
• Perempuan yang sering bertengkar dengan suami/pasangan memiliki
risiko yang jauh lebih tinggi untuk mengalami kekerasan fisik dan/atau
seksual, yakni sebesar 3,95 kali dibandingkan perempuan yang jarang
bertengkar dengan suami/pasangan.
Tingkat seringnya menyerang suami lebih dahulu yang dikelompokkan dalam
kategori “kadang-kadang”, “sering”, dan “selalu” (referensi: “tidak pernah”) masing-
masing memiliki odds ratio 2,60, 3,89, dan 6,03.
• Perempuan yang pernah sekali menyerang suami/pasangan terlebih dahulu
memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2,6 kali lebih
besar dibandingkan perempuan yang tidak pernah menyerang suami/
pasangan lebih dahulu.
• Perempuan yang jarang (2-5 kali) menyerang suami/pasangan terlebih
dahulu memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 3,89 kali
lebih besar dibandingkan perempuan yang tidak pernah menyerang suami/
pasangan lebih dahulu.
• Perempuan yang sering menyerang suami/pasangan terlebih dahulu
memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual jauh lebih
besar yakni 6 kali lebih besar dibandingkan perempuan yang tidak pernah
menyerang suami/pasangan lebih dahulu.

4747
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

B. FAKTOR PASANGAN
Suami punya Istri/pasangan lain (referensi : tidak punya) memiliki odds ratio sebesar
1,34
• Perempuan yang suami/pasangan sekarang/terakhirnya mempunyai istri/
pasangan lain memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual
1,34 kali lebih besar dibandingkan perempuan yang suami/pasangan
sekarang/terakhirnya tidak mempunyai istri/pasangan lain.
Suami menganggur (referensi: bekerja) memiliki odds ratio sebesar 1,36
• Perempuan yang suami/pasangan sekarang/terakhirnya menganggur
memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,36 kali
lebih besar dibandingkan perempuan yang suami/pasangan sekarang/
terakhirnya bekerja/tidak menganggur.
Suami minum miras (referensi: tidak pernah) memiliki odds ratio sebesar 1,56
• Perempuan yang suami/pasangannya pernah minum miras cenderung
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,56 kali lebih besar
dibandingkan perempuan yang suami/pasangannya tidak pernah minum
miras.
Suami dengan tingkat seringnya mabuk-mabukan dalam setahun terakhir yang
dikelompokkan dalam kategori “sebulan sekali” dan “minimal seminggu sekali”
(referensi: tidak pernah) masing-masing memiliki odds ratio 1,15 dan 2,25
• Perempuan yang suami/pasangannya yang mabuk minimal sebulan sekali
memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,15 kali lebih
besar dibandingkan perempuan yang suami/pasangannya tidak pernah
mabuk.
• Perempuan yang suami/pasangannya suka mabuk minimal seminggu
sekali memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2,25
kali lebih besar dibandingkan perempuan yang suami/pasangannya tidak
pernah mabuk.
Suami pernah menggunakan narkotika (referensi : tidak pernah) memiliki odds ratio
sebesar 2,04
• Perempuan yang suami/pasangannya pernah menggunakan narkotika
memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2 kali lebih
besar dibandingkan perempuan yang suami/pasangannya tidak pernah
menggunakan narkotika.
Suami pernah berkelahi fisik (referensi : tidak pernah) memiliki odds ratio sebesar
1,87
• Perempuan yang suami/pasangannya pernah berkelahi fisik dengan
orang lain memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,87
kali lebih besar dibandingkan perempuan yang suami/pasangannya tidak
pernah berkelahi fisik dengan orang lain.

4848 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


Suami yang memiliki hubungan selingkuh (referensi : tidak punya) memiliki odds
ratio sebesar 2,48
• Perempuan yang suami/pasangannya memiliki hubungan selingkuh
dengan perempuan lain cenderung mengalami kekerasan fisik dan/
atau seksual 2,48 kali lebih besar dibandingkan perempuan yang suami/
pasangannya tidak memiliki hubungan selingkuh dengan perempuan lain.

C. FAKTOR EKONOMI
Tingkat kesejahteraan rumahtangga yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok
dimaana kelompok 25% terkaya sebagai referensi), nilai odds ratio dari 25%
menengah atas, 25% menegah bawah dan 25% termiskin masing-masing sebesar
1,27; 1,39; dan 1,40
• Perempuan yang berasal dari rumahtangga dengan tingkat kesejahteraan
yang semakin rendah cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan.
• Misalnya, perempuan yang berasal dari rumahtangga pada kelompok
25% menengah atas memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau
seksual oleh pasangan sebesar 1,27 kali lebih besar dibandingkan dengan
perempuan yang tinggal di rumahtangga pada kelompk 25% terkaya
• Perempuan yang berasal dari rumahtangga pada kelompok 25%
termiskin memiliki risiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh
pasangan sebesar 1,4 kali lebih besar dibandingkan kelompok 25% terkaya.

D. FAKTOR SOSIAL BUDAYA


Tingkat kekhawatiran terhadap tindak kejahatan (referensi : tidak khawatir), nilai
odds ratio untuk kategori “sedikit khawatir” dan “sangat khawatir” masing-masing
sebesar 1,18 dan 1,68.
• Perempuan yang merasa “sedikit khawatir” terhadap tindak kejahatan
di daerah tempat tinggalnya memiliki risiko mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual oleh pasangan sebesar 1,18 kali lebih besar dibandingkan
mereka yang tidak merasa khawatir terhadap tindak kejahatan
• Perempuan yang merasa “sangat khawatir” terhadap tindak kejahatan
di daerah tempat tinggalnya memiliki risiko mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual oleh pasangan sebesar 1,68 kali lebih besar dibandingkan
mereka yang tidak merasa khawatir terhadap tindak kejahatan
Daerah tempat tinggal (Referensi: Perdesaan), nilai odds ratio “perkotaan” sebesar
1,20.
• Perempuan yang tinggal di daerah perkotaan memiliki risiko mangalami
kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan sebesar 1,2 kali lebih besar
dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perdesaan

4949
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
Jadi jelas bahwa besarnya risiko perempuan mengalami kekerasan fisik
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

dan/atau seksual sangat tergantung pada faktor individu perempuan, faktor


pasangan, kondisi ekonomi rumahtangga dan kondisi sosial budaya. Dari
sisi faktor perempuan, perempuan yang mau dinikahi secara siri atau tidak
memiliki ikatan perkawinan yang kuat melalui KUA atau catatan sipil, perilaku
minum miras, seringnya bertengkar dengan suami dan penyerangan terlebih
dahulu terhadap suami memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan mereka yang
sebaliknya. Akan tetapi terkait dengan perilaku minum minuman keras yang
dilakukan oleh perempuan perlu dikaji lebih lanjut apakah perilaku minum
miras tersebut sebagai kebiasaan sebelum kekerasan terjadi atau perilaku
tersebut sebagai akibat yang ditimbulkan dari terjadinya tindak kekerasan
(sebagai pelampiasan).

Dari faktor pasangan, perempuan akan memiliki risiko yang lebih besar
untuk mengalami tindak kekerasan fisik dan/atau seksual jika pasangan/suami
memiliki istri atau pasangan lain, menganggur, suka minum miras, sering
mabuk-mabukan, pengguna narkoba, pernah berkelahi fisik, dan memiliki
hubungan selingkuh. Faktor pencetus lain yang bisa mendorong meningkatkan
risiko terjadinya tindak kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan
adalah lingkungan sosial. Perempuan yang tinggal di wilayah yang dipandang
memiliki tingkat kejahatan yang tinggi dan juga wilayah perkotaan akan
berdampak pada risiko yang lebih besar akan terjadinya tindak kekerasan.

3.3. DAMPAK KEKERASAN TERHADAP KESEHATAN DAN PSIKIS PEREMPUAN


Berdasarkan studi literature yang telah dibahas pada Bab 2, kekerasan
kekerasan dapat berdampak terhadap kesehatan dan psikis perempuan. Hasil
SPHPN 2016 paling tidak mengindikasikan hal tersebut. Dampak kekerasan
terhadap kesehatan misalnya dapat dilihat dari rata-rata jumlah keluhan
kesehatan yang dialami perempuan. Perempuan yang mengalami kekerasan
fisik dan/atau seksual memiliki keluha kesehatan rata-rata sekitar 5 jenis
keluhan kesehatan dibandingkan mereka yang tidak mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual dengan jumlah keluhan kesehatan yang lebih sedikit yakni 2
sampai 3 jenis keluhan. Pola yang sama juga terlihat dari dampak kekerasan
yang lebih umum yang mencakup ekonomi, psikis/emosional, fisik dan/atau
seksual.

5050 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


Gambar Rata-rata jumlah keluhan kesehatan yang dialami perempuan menurut pengalaman
3.11 terhadap tindak kekerasan oleh pasangan, 2016
5,0 4,7
3,9
4,0

3,0 2,5
2,1 Tidak Mengalami Kekerasan
2,0
Mengalami Kekerasan
1,0

0,0
Fisik atau seksual Ekonomi, psikis, fisik atau
seksual
SumberSumber:
: Diolahdiolah dari
dari SPHPN 2016SPHPN, 2016

Analisisregresi
Analisis regresi secara
secara khusus
khusus dilakukan
dilakukan untukuntuk melihat
melihat pengaruh
pengaruh nyata nyata
dari
kekerasan fisik atau seksual terhadap beberapa aspek antara
dari kekerasan fisik atau seksual terhadap beberapa aspek antara lain lain keluhan kesehatan
keluhan
yang mengganggu dalam sebulan terakhir, dampak psikis terkait pernah terlintas untuk
kesehatan yang mengganggu dalam sebulan terakhir, dampak psikis terkait
mengakhiri hidup, dan dampak psikis terkait pernah mencoba mengakhiri hidup. Hasil
pernah terlintas untuk mengakhiri hidup, dan dampak psikis terkait pernah
pemodelan menunjukkan bahwa baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual
mencoba
secara nyatamengakhiri
berdampak pada hidup. Hasilkesehatan
keluhan pemodelan menunjukkan
dan psikis perempuan. bahwa
Perempuan baik
kekerasan
yang fisik maupun
mengalami kekerasan kekerasan seksualmemiliki
fisik atau seksual secara nyata berdampak
risiko mengalami padakeluhan
jumlah keluhan
kesehatan
kesehatansekitar 1,5 kaliperempuan.
dan psikis lebih banyakPerempuan
dibandingkanyangmereka yang tidak
mengalami mengalami.
kekerasan fisik
Dari sisi dampak psikologis, perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan seksual
atau seksual memiliki risiko mengalami jumlah keluhan kesehatan sekitar
memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi seperti ditunjukkan oleh besarnya risiko
1,5 kali lebih banyak dibandingkan mereka yang tidak mengalami. Dari sisi
berpikiran untuk bunuh diri atau bahkan mencoba untuk mengkahiri hidup
dampak psikologis,
dibandingkan mereka perempuan yang mengalami
yang tidak mengalami kekerasan kekerasan
fisik ataufisik dan seksual
seksual. Hasil
memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi seperti ditunjukkan oleh
pemodelan juga menunjukkan bahwa dampak kekerasan fisik terhadap besarnya
kesehatan
dan
risikokejiwaan
berpikiranperempuan
untuk bunuh yang diri
mengalami kekerasan
atau bahkan lebih besar
mencoba untuk dari pada
mengkahiri
kekerasan seksual.
hidup dibandingkan mereka yang tidak mengalami kekerasan fisik atau seksual.
Hasil pemodelan juga menunjukkan bahwa dampak kekerasan fisik terhadap
kesehatan dan kejiwaan perempuan yang mengalami kekerasan lebih besar
dari pada kekerasan seksual.

Tabel 3.4. Dampak kekerasan fisik atau seksual terhadap kesehatan dan kejiwaan
Galat Odds
Variabel Koefisien Wald P-value
baku ratio
1. Dampak terhadap jumlah

5151
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

Tabel 3.4. Dampak kekerasan fisik atau seksual terhadap kesehatan dan kejiwaan
VARIABEL KOEFISIEN GALAT WALD P-VALUE ODDS
BAKU RATIO
1. Dampak terhadap jumlah keluhan kesehatan yang mengganggu dalam sebulan terakhir
kekerasan fisik 0,455 0,0132 1189,432 0,000 1,576
kekerasan seksual 0,437 0,0132 1099,919 0,000 1,548

2. Dampak terhadap psikis pernah terlintas untuk mengakhiri hidup


kekerasan fisik 1,050 0,084 156,352 0,000 2,858
kekerasan seksual 0,942 0,084 125,368 0,000 2,564

3. Dampak terhadap psikis pernah mencoba mengakhiri hidup


kekerasan fisik 1,483 0,178 69,104 0,000 4,407
kekerasan seksual 0,808 0,173 21,832 0,000 2,244

Sumber: Diolah dari SPHPN 2016

3.4. MONITORING PERKEMBANGAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI INDONESIA


Data perkembangan kasus kekerasan terhadap perempuan yang
disajikan pada subbahasan ini mengacu pada data hasil pencatatan yang
dilakukan melalui sistem pelaporan SIMFONI-PPA (Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak). SIMFONI-PPA secara resmi dioperasikan
pada tahun 2015 yang merekam kasus kekerasan terhadap perempuan
dan anak. SIMFONI-PPA sebagai Sumber Utama Basis Data Pelaporan Kasus
Kekerasan terhadap Perempuan menyajikan informasi yang cukup lengkap
yang mencakup empat komponen utama yakni karakteristik korban kekerasan,
jenis kekerasan dan tempat terjadinya kekerasan, karakteristik pelaku kekerasan
dan jenis pelayanan yang diberikan kepada korban kekerasan.

Basis data pelaporan kasus kekerasan yang direkam dalam SIMFONI-PPA


kiranya menarik untuk dianalisis untuk melengkapi analisis terkait kekerasan
terhadap perempuan di Indonesia. Salah satu keunggulan Basis data yang
dikompilasi melalui SIMFONI-PPA adalah mampu memberikan perkembangan
antar waktu bahkan antar bulan terkait kasus kekerasan yang terjadi,
sementara hasil survei seperti SPHPN hanya menyajikan satu titik waktu dan
memerlukan biaya yang sangat besar. Kelebihan lain dari SIMFONI-PPA adalah
adanya kerjasama dengan jajaran kepolisian di daerah. Terkait dengan analisis
kasus kekerasan terhadap perempuan yang didasarkan pada system pelaporan
SIMFONI-PPA, umur dibatasi pada kelompok dewasa yakni 18 tahun ke atas,

5252 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


karena untuk analisis kekerasan terhadap anak perempuan akan dicakup
secara terpisah pada Bab 4.

3.4.1. PERKEMBANGAN JUMLAH KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN


Hasil pencatatan pada system pelaporan SIMFONI-PPA selama periode
2015-2016 memperlihatkan adanya peningkatan jumlah kasus kekerasan
terhadap perempuan dewasa usia 18 tahun ke atas. Selama periode tersebut
jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa meningkat dari 1602
kasus menjadi 4854 kasus atau meningkat sebanyak tiga kali lipat. Fakta
ini memperlihatkan bahwa di satu sisi sitem SIMFONI-PPA telah berfungsi
dengan baik dalam merekam kejadian tindak kekerasan, dan di sisi lain hal
ini menjadikan warning bagi pemerintah untuk mengambil langkah strategis
dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan.

Gambar Perkembangan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa usia 18 tahun
3.12 ke atas, 2015-2016
6000
4854
5000

4000

3000

2000 1602

1000

0
2015 2016
Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA
Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA
Penjelasan lain yang lebih masuk akal terkait meningkatnya jumlah
Gambar 3.13. Perkembangan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa
kasus kekerasan secara drastis selama periode 2015-2016 adalah kemungkinan
usia 18 tahun ke atas menurut provinsi, 2015-2016
belum berfungsinya secara optimal system SIMFONI-PPA ketika dioperasikan
pada tahun 2015. Hal ini jelas terlihat pada pola kenaikan jumlah kasus menurut
provinsi. Selain itu, sejumlah provinsi yang diduga memiliki tingkat prevalensi
kekerasan terhadap perempuan yang tinggi terlihat jumlah kasus yang tercatat
pada SIMFONI-PPA masih rendah. Hal ini jelas terlihat ketika data SIMFONI-PPA
dibandingkan dengan sumber data lain yang menunjukkan adanya gap yang
sangat tinggi. Data yang dikumpulkan oleh Komnas Perempuan pada tahun
2016 yang dilaporkan dari 233 lembaga layanan mitra Komnas Perempauan
di 34 provinsi mencatat sebanyak 13.602 kasus, dengan DKI Jakarta sebagai
provinsi tertinggi terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan, diikuti
Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah (https://databoks.katadata.co.id/
datapublish/2017/03/09).

5353
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
03
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

Gambar Perkembangan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa usia 18 tahun
3.13 ke atas menurut provinsi, 2015-2016

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Gambar 3.14. Provinsi dengan Jumlah Laporan Kekerasan terhadap Perempuan Paling
Tinggi pada 2016

5454 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


Gambar Provinsi dengan Jumlah Laporan Kekerasan terhadap Perempuan Paling Tinggi pada
3.14 2016

Sumber : Komnas Perempuan (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/03/09)


Sumber: Komnas Perempuan (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/03/09)

3.4.2. JENIS KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN


Data SIMFONI-PPA menunjukkan
3.4.2. Jenis Kasus Kekerasan bahwa dari sejumlah kasus kekerasan
Terhadap Perempuan

terhadap perempuan dewasa,


Data SIMFONI-PPA tiga jenis
menunjukkan bahwakekerasan
dari sejumlahyang palingterhadap
kasus kekerasan banyak terjadi
perempuan dewasa, tiga jenis kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan
adalah kekerasan seksual, fisik, dan psikis/emosional, dengan
seksual, fisik, dan psikis/emosional, dengan jumlah kasus kekerasan seksual menempati
jumlah kasus
kekerasan seksual menempati
urutan tertinggi (38 persen dariurutan tertinggi
total kasus). Penelantaran(38 persen
juga merupakan dari
salahtotal
satu kasus).
kasus kekerasan yang cukup menonjol, dimana sekitar 8 persen perempuan
Penelantaran juga merupakan salah satu kasus kekerasan yang
melaporkan mengalami kekerasan jenis ini. Meskipun kemungkinan besar terjadi cukup menonjol,
dimana sekitar 8 persen perempuan melaporkan mengalami kekerasan jenis ini.
underreporting jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan diperkirakan meningkat
di setiap jenis kekerasan yang dialami. Sementara itu korban trafficking dan eksploitasi
Meskipun kemungkinan besar
masing-masing dilaporkan terjadi
sebanyak underreporting
2 persen dan 1 persen dari jumlah kasus kekerasan
total kasus kekerasan.

terhadap perempuan diperkirakan meningkat di setiap jenis kekerasan yang


dialami. Sementara itu korban trafficking dan eksploitasi masing-masing
dilaporkan sebanyak 2 persen dan 1 persen dari total kasus kekerasan.
Gambar 3.15. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan menurut jenis kekerasan,
Gambar Jumlah kasus kekerasan terhadap
2015-2016
perempuan menurut jenis kekerasan, 2015-2016
3.15
Jumlah kasus Jenis kekerasan, 2016
5000 4497 Eksploitasi
Lainnya
2015 Penelantaran 1%
4000 3%
8%
3002 2016
3000 2609 Trafficking Fisik
2% 26%
2000 1338
939 1079 902
1000 221 146 318404
57 194 115
0 Seksual
Psikis
38%
22%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

3.4.3. Karakteristik Perempuan Korban Kekerasan

Kiranya menarik untuk melihat beberapa karakteristik perempuan korban


kekerasan. Dengan memahami sejumlah karakteristik korban diharapkan bisa
merumuskan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk menangani kasus kekerasan

5555
STATISTIK GENDER
STATISTIK
terhadap perempuan. Dilihat menurut kelompok umur, perempuan GENDER TEMATIK:
korbanTEMATIK:
kekerasan
MENGAKHIRI
yang dilaporkan sebagian KEKERASAN
besar dari TERHADAP
mereka PEREMPUAN
berumur 25-44DAN ANAK
tahun DI
yangINDONESIA
jumlahnya
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
mencapai 65 persen dari total korban, diikuti kelompok umur 18-24 tahun sebesar 24
persen (lihat Gambar 3.16). Berdasarkan gambar tersebut juga dapat dilaporkan
bahwa sebagian besar dari perempuan korban kekerasan berstatus kawin. Juga
dapat diinformasikan bahwa sekitar 2 persen dari perempuan korban kekerasan
bab
03
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

3.4.3. KARAKTERISTIK PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN


Kiranya menarik untuk melihat beberapa karakteristik perempuan korban
kekerasan. Dengan memahami sejumlah karakteristik korban diharapkan
bisa merumuskan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk menangani kasus
kekerasan terhadap perempuan. Dilihat menurut kelompok umur, perempuan
korban kekerasan yang dilaporkan sebagian besar dari mereka berumur 25-44
tahun yang jumlahnya mencapai 65 persen dari total korban, diikuti kelompok
umur 18-24 tahun sebesar 24 persen (lihat Gambar 3.16). Berdasarkan gambar
tersebut juga dapat dilaporkan bahwa sebagian besar dari perempuan korban
kekerasan berstatus kawin. Juga dapat diinformasikan bahwa sekitar 2 persen
dari perempuan korban kekerasan berstatus difabel.

Gambar Kasus kekerasan terhadap perempuan berumur 18 tahun ke atas menurut umur,
3.16 status perkawinan dan status disabilitas, 2016
45-59
Umur 60+ Belum Status perkawinan NA Status disabilitas
1% Kawin 12%
10% Difabel
14% 2%
18-24 Cerai
24% 5%

25-44 Non-difabel
Kawin
65% 98%
69%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

DilihatGambar
menurut tingkat
3.17. Kasus pendidikan,
kekerasan terhadap perempuan perempuan berumur 18 korban
tahun ke ataskekerasan
sebagian besar berpendidikan menurut tingkatSLTApendidikan
ke atas.dan Sebanyak
pekerjaan,42 2016 persen perempuan
korban kekerasan berpendidikan SLTA, sementara 17Pekerjaan persennya berpendidikan
Pendidikan Pedagang
perguruan tinggi. Fakta ini sepertinya tidak /sejalan Tani / dengan temuan hasil survei
Nelayan
dimana kekerasan terhadap perempuan 3% khsususnya kekerasan fisik atau
Perguruan Tidak NA
seksual cenderung
Tidak lebih tinggi
Tinggi
NA
17%
prevalensinya PNS / TNIpada Bekerjaperempuan
8% Bekerja berpendidikan
Sekolah 10%
rendah. Salah satu
4% penjelasan yang SD
17% mungkin adalah bahwa perempuan
/ POLRI
7%
11% Pelajar korban
Swasta / 5%
kekerasan yang berpendidikan rendah 8% kemungkinan Buruh
besar tidak banyak yang
melaporkan kejadian kekerasan yang SLTP
12%
dialaminya. 12% Ibu
SLTA Rumah
42% Tangga
Selanjutnya dilihat menurut pekerjaan/kegiatan
yang dilakukan,
44%
persentase terbesar (44 persen) dari perempuan korban kekerasan adalah ibu
rumahtangga. Fakta ini jelas mengindikasikan bahwa kasus kekerasan terbesar
Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA
terhadap perempuan terjadi di rumahtangga. Fakta ini juga sejalan dengan
temuan Komnas Dilihat Perempuan
menurut tingkatyang menyatakan
pendidikan, perempuanbahwa dari 13.602
korban kekerasan sebagiankasus
besar berpendidikan SLTA ke atas. Sebanyak 42 persen perempuan korban kekerasan
kekerasan, 75 persen di antaranya terjadi di ranah personal, yakni kekerasan
berpendidikan SLTA, sementara 17 persennya berpendidikan perguruan tinggi. Fakta ini
dalam rumah tangga
sepertinya tidak (KDRT).
sejalan dengan temuan hasil survei dimana kekerasan terhadap
perempuan khsususnya kekerasan fisik atau seksual cenderung lebih tinggi
prevalensinya pada perempuan berpendidikan rendah. Salah satu penjelasan yang
mungkin adalah bahwa perempuan korban kekerasan yang berpendidikan rendah

5656 STATISTIK
STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
GENDER
kemungkinan
MENGAKHIRI
TEMATIK:
besar tidak banyak yang melaporkan kejadian kekerasan yang
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
KEKERASAN TERHADAP
dialaminya.
PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
65% 69%

BAB
Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA
03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


Gambar 3.17. Kasus kekerasan terhadap perempuan berumur 18 tahun ke atas
Gambar Kasus kekerasan
menurutterhadap
tingkat perempuan berumur
pendidikan 18 tahun ke2016
dan pekerjaan, atas menurut tingkat
3.17 pendidikan dan pekerjaan, 2016
Pendidikan Pedagang Pekerjaan
/ Tani /
Nelayan
3% Tidak NA
Perguruan NA
Tidak Tinggi PNS / TNI Bekerja 8% Bekerja
Sekolah 17%
17% / POLRI 10% 11%
4% SD Pelajar
7%
8% Swasta / 5%
Buruh
SLTP 12% Ibu
SLTA 12% Rumah
42% Tangga
44%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

3.4.4. KARAKTERISTIK PELAKU


Dilihat menurut KEKERASAN
tingkat TERHADAP
pendidikan, PEREMPUANkorban
perempuan kekerasan sebagian
besar berpendidikan SLTA ke atas. Sebanyak 42 persen
Selain karakteristik korban, kiranya juga menarik untukperempuan korban melihat
kekerasan
berpendidikan SLTA, sementara 17 persennya berpendidikan perguruan tinggi. Fakta ini
karakteristik pelaku. Dilihat menurut karakteristik demografi, sebagian besar
sepertinya tidak sejalan dengan temuan hasil survei dimana kekerasan terhadap
pelaku (92 persen)
perempuan adalahkekerasan
khsususnya laki-laki. Pelaku umumnya
fisik atau seksual berumur
cenderung 25-59
lebihtahun
tinggi
dengan persentase
prevalensinya padasebesar
perempuan82 persen. Pelaku rendah.
berpendidikan juga sebagian
Salah satubesar berstatus
penjelasan yang
kawin (76 persen)
mungkin adalah dan memiliki
bahwa status korban
perempuan hubungan dengan
kekerasan korban
yang sebagai suami
berpendidikan rendah
(63kemungkinan
persen). Faktabesar tidak
ini juga banyak yang
memperkuat melaporkan
dugaan kejadian
sebelumnya bahwakekerasan
kekerasan yang
dialaminya.
terhadap perempuan umumnya terjadi di ranah rumahtangga (KDRT).

Gambar Ciri-ciri demografis pelaku kekerasan terhadap perempuan umur 18 tahun ke atas,
3.18 2016
Jenis kelamin pelaku 60+ Umur Pelaku 0-17
3% 5%
Perempuan 18-24
8% 10%

Laki-laki
92% 25-59
82%

Status kawin pelaku Hubunga pelaku dengann korban


Guru NA Orang Tua
0% 5% 3%
Belum NA Keluarga
Majikan
Kawin 10% 1% / Saudara
Cerai Pacar /
10% 4%
4% Teman
7%
Tetangga
Lainnya
5%
12%
Kawin
76% Suami
63%

Sumber: Diolah SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA
Gambar 3.19. Ciri-ciri pelaku kekerasan terhadap perempuan umur 18 tahun ke atas
menurut pekerjaan dan pendidikan pelaku, 2016

5757
Pendidikan pelaku
STATISTIK
PekerjaanSTATISTIK
GENDER
pelaku GENDER
Tidak TEMATIK:
TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP
Pedagang
PEREMPUAN DAN ANAK DI
Bekerja
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK7%DI INDONESIA
/ Tani /
INDONESIA
Perguruan Nelayan
Tidak Tinggi NA 9% NA
Sekolah 15% 19% 11%
PNS / TNI /
5% SD Bekerja
POLRI 19%
8% 13%
Pelajar
Swasta / 3%
Kawin
76% Suami
63%
bab
03
Sumber: Diolah SIMFONI-PPA, KPPPA
Prevalensi dan Perkembangan kekekerasan TerhadaP PeremPuan

Gambar 3.19. Ciri-ciri pelaku kekerasan terhadap perempuan umur 18 tahun ke atas
Gambar Ciri-ciri pelaku kekerasan terhadap perempuan umur 18 tahun ke atas menurut
menurut pekerjaan dan pendidikan pelaku, 2016
3.19 pekerjaan dan pendidikan pelaku, 2016
Pendidikan pelaku Pedagang
Pekerjaan pelaku Tidak
Bekerja
/ Tani / 7%
Perguruan Nelayan
Tidak Tinggi NA 9% NA
Sekolah 15% 19% 11%
PNS / TNI /
5% SD Bekerja
POLRI 19%
8% 13%
Pelajar
Swasta / 3%
SLTA
SLTP Buruh
42% 35% Ibu Rumah
11%
Tangga
3%
Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA
Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Selanjutnya
3.4.5. dilihat
Jenis Pelayanan menurut
yang karakteristik
Diberikan pendidikan,
Kepada Perempuan persentase
Korban terbesar
Kekerasan
dari pelaku berpendidikan SLTA ke atas. Sekitar 42 persen pelaku menamatkan
pendidikan SLTA, dan sekitar 15 persen berpendidikan universitas. Hal ini
menegaskan bahwa seorang yang berpendidikan tinggi tidak menjamin untuk
tidak melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan. Barangkali aspek
ekonomi merupakan aspek yang lebih dominan ketimbang pendidikan
terkait terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan. Hal ini paling tidak
diindikasikan oleh pekerjaan pelaku yang sebagian besar adalah buruh, dimana
kita tahu bahwa tingkat upah buruh di Indonesia masih tergolong rendah dan
hal ini berdampak pada tingkat kesejahteraan rumahtangga.

3.4.5. JENIS PELAYANAN YANG DIBERIKAN KEPADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN


Perempuan korban kekerasan memerlukan pelayanan. Pemerintah
telah memberikan sejumlah layanan yang mencakup layanan pengaduan,
kesehatan, bantuan hukum, penegakan hukum, rehabilitasi sosial, reintegrasi
sosial, pemulangan (untuk korban trafficking) dan pendampingan tokoh
agama. Dari sejumlah layanan yang diberikan, layanan pengaduan menempati
urutan tertinggi dengan 1655 layanan (37 persen) yang telah diberikan diikuti
dengan layanan kesehatan sebanyak 830 layanan (19 persen). Layanan lain
dengan jumlah layanan yang tinggi adalah bantuan hukum dan penegakan
hukum dengan jumlah layanan masing-masing 681 dan 677 layanan yang
telah diberikan.

5858 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
(untuk korban trafficking) dan pendampingan tokoh agama. Dari sejumlah layanan
yang diberikan, layanan pengaduan menempati urutan tertinggi dengan 1655
layanan (37 persen) yang telah diberikan diikuti dengan layanan kesehatan sebanyak
830 layanan (19 persen). Layanan lain dengan jumlah layanan yang tinggi adalah
BAB
bantuan hukum dan penegakan hukum dengan jumlah layanan masing-masing 681
dan 677 layanan yang telah diberikan. 03

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekekerAsAn TerhAdAP PeremPuAn


Gambar Gambar
Jumlah 3.20. Jumlah
pelayanan pelayanan
yang diberikan yang
kepadadiberikan kepada
perempuan umur perempuan umur
18 tahun ke atas 18 tahun
korban
3.20 kekerasan menurut
ke atas korban kekerasan menurut jenis layanan, 2016
jenis layanan, 2016
1800 1655
Pemulangan Layanan korban Pendampi
1500 ngan
2%
Tokoh
1200 Agama
830 Reintegrasi
900 2%
681 677 Sosial
2% Rehabilitasi
600 377 Sosial
300 97 8%
86 91 Penegakan
Pengaduan
0 Hukum
37%

Rehabilitasi Sosial

Pendampingan Tokoh
Bantuan Hukum

Reintegrasi Sosial
Pengaduan

Penegakan Hukum

Pemulangan
Kesehatan 15%
Bantuan

Agama
Hukum Kesehatan
15% 19%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

5959
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
60 STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Bab 4
Prevalensi dan Perkembangan
Kekerasan Terhadap Anak
di Indonesia

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 61
62 STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Bab Prevalensi dan
04 Perkembangan Kekerasan
Terhadap Anak di Indonesia

nformasi yang reliabel terkait dengan tingkat kekerasan terhadap

I anak mutlak diperlukan agar kebijakan-kebijakan dan program


perlindungan anak dan pencegahan anak dari tindak kekerasan dapat
diformulasikan secara efektif. Akan tetapi informasi tentang kekerasan terhadap
anak yang dapat dipercaya dan valid sulit diperoleh, meski bukan merupakan
hal yang tidak mungkin. Paling tidak ada dua alasan utama mengapa informasi
yang sahih tentang kekerasan terhdap anak sulit didapat. Pertama, dilihat
dari pelaporan kejadian kekerasan terhadap anak kemungkinan besar tidak
dilaporkan. Anak korban kekerasan dan bahkan juga orangtuanya mungkin
merasa takut, malu atau kurang percaya diri untuk melaporkan kejadian
kekerasan khususnya kekerasan yang dilakukan oleh orang lain (bukan di
rumahtangga). Kemungkinan tidak melaporkan kejadian kekerasan bahkan
mungkin jauh lebih besar jika kekerasan itu terjadi di dalam rumahtangga baik
oleh orang tua maupun anggota rumahtangga lainnya. Hal ini terjadi karena
adanya hambatan terkait norma yang berlaku yang menganggap kekerasan
tertentu dapat diterima secara sosial (social acceptance).

Permasalahan kedua adalah terkait dengan prosedur/cara pengumpulan


data kekerasan terhadap anak. Tingkat/prevalensi kekerasan yang umumnya
diukur dari hasil survei sering tidak melibatkan anak dalam menggali informasi.
Selain itu, selama ini belum ada keseragaman dalam hal konsep dan definisi
yang baku dalam cara pengumpulan data kekerasan terhadap anak.

Dalam publikasi ini, kekerasan terhadap anak akan dianalisis dari


beberapa sumber data. Satu-satunya sumber yang cukup valid untuk angka
prevalensi kekerasan terhadap anak terlepas dari berbagai kelemahan dalam
metodologi adalah Survei Kekerasan terhadap Anak (SKtA). Sementara itu,
untuk melihat perkembangan kejadian kasus kekerasan terhadap anak akan
dianalisis berdasarkan sumber data dari sistem pelaporan yang dibangun
oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)
berupa SIMFONI-PPA dan data yang dikumpulkan oleh Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI).

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 63
STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 63
bab
04
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

4.1. PREVALENSI KEKERASAN TERHADAP ANAK


4.1.1. PREVALENSI KEKERASAN TERHADAP ANAK DI TINGKAT GLOBAL
Sebelum menyajikan tingkat prevalensi kekerasan terhadap anak di
Indonesia, kiranya penting untuk mengetahui prevalensi kekerasan terhadap
anak di tingkat global. Sumber data prevalensi kekerasan terhadap anak di
tingkat global dapat diunduh melalui https://www.compassion.com/poverty/
child-abuse.htm. Data tahun 2014 menunjukkan bahwa di tingkat global
sekitar 1 milyar anak berusia 2-17 tahun mengalami kekerasan fisik, seksual,
emosional atau beberapa jenis kekerasan sekaligus. Sekitar seperempat
orang dewasa melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik semasa anak-
anak. Selanjutnya, 1 dari 5 perempuan dewasa dan 1 dari 13 laki-laki dewasa
melaporkan mengalami kekerasan seksual ketika anak-anak.

Kekerasan terhadap anak tidak hanya terjadi di Negara-negara


berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju. Hasil survei prevalensi
kekerasan yang dilakukan oleh European Union Agency for Fundamental
Rights (2014) mengungkap fakta tentang kekerasan terhadap anak di Negara-
negara Eropa baik dari sisi korban maupun pelaku. European Union Agency for
Fundamental Rights menemukan bahwa:
• Sebanyak 33 persen perempuan atau setara dengan 61 juta
perempuan mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh orang
dewasa di masa kecil yaitu sebelum mereka berumur 15 tahun.
• Sekitar 12 persen perempuan menunjukkan bahwa mereka
mengalami beberapa bentuk kekerasan seksual oleh orang dewasa
sebelumnya usia 15 tahun, atau sekitar 21 juta perempuan di Eropa.
• Dari berbagai bentuk kekerasan yang ditanyakan - fisik, seksual dan
psikologis - perempuan paling banyak mengalami kekerasan fisik di
masa kanak-kanak (27 persen).
• Pelaku kekerasan fisik di masa kanak-kanak terutama berasal
dari dalam keluarga, dimana lebih dari separuh perempuan yang
mengalami beberapa bentuk kekerasan fisik sebelum berusia 15
tahun menyatakan bahwa ayah mereka sebagai pelaku (55 persen),
dan hampir setengah dari perempuan menyebut ibu sebagai pelaku
(46 persen).
• Hampir semua (97 persen) pelaku kekerasan seksual di masa kanak-
kanak adalah laki-laki.
• Terkait dengan bentuk kekerasan fisik, sekitar 22 persen dari semua
perempuan yang disurvei mengatakan bahwa orang dewasa, berusia
18 tahun atau lebih, “menampar atau menarik rambut”.

6464 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
04

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


• Hampir sepertiga (30 persen) perempuan yang mengalami korban
kekerasan seksual oleh pasangan saat ini atau mantan pasangan
ternyata pernah mengalami kekerasan seksual di masa kecil.
• Terkait dengan bentuk kekerasan psikologis, satu dari 10 perempuan
mengalami kekerasan psikologis di masa kecil di dalam keluarga

4.1.2. PREVALENSI KEKERASAN TERHADAP ANAK DI INDONESIA


Prevalensi kekerasan terhadap anak di negara berkembang termasuk
Indonesia rasanya sulit diperoleh berdasarkan angka pelaporan kasus
mengingat pelaporan kasus kekerasan di negara berkembang cenderung
underestimate (lebih rendah dari yang sebenarnya). Satu-satunya sumber
yang dapat digunakan untuk menghitung prevalensi adalah survei khusus
tentang kekerasan terhadap anak. Di Indonesia, survei kekerasan terhadap
anak pertama kali dilaksanakan pada 2013 dalam skala nasional, dengan nama
Survei Kekerasan terhadap Anak (SKtA 2013).

Survei Kekerasan terhadap Anak (SKtA) 2013 ditujukan untuk


mengetahui prevalensi kekerasan terhadap anak. SKtA mengukur prevalensi
kekerasan terhadap anak yang mencakup kekerasan fisik, kekerasan seksual
dan kekerasan emosional. Pengukuran prevalensi kekerasan terhadap anak
dalam SKtA 2013 menggunakan dua pendekatan yakni (i) Penduduk berumur
18-24 tahun yang mengalami kekerasan pada usia sebelum mencapai 18
tahun, dan (ii) Penduduk usia 13-17 tahun yang mengalami kekerasan dalam
12 bulan terakhir.

Kekerasan seksual yang dimaksud adalah setiap tindakan seksual yang


yang dilakukan terhadap seseorang, dengan indikator pengukur meliputi
(1) sentuhan secara seksual tanpa izin, (2) percobaan hubungan seksual, (3)
hubungan seksual dengan paksaan secara fisik, dan (4) hubungan seksual
dengan paksaan dibawah pengaruh atau kekuasaan. Indikator kekerasan fisik
yang diukur meliputi (1) ditonjok, ditendang, dicambuk atau dipukul dengan
benda; (2) dicekik, dibekap, ditenggelamkan atau dibakar dengan sengaja, dan
(3) diancam dengan pisau atau senjata lainnya. Sementara kekerasan emosional
yang dialami oleh anak-anak diukur melalui perkataan oleh pengasuh atau
orang tua bahwa mereka tidak disayangi atau tidak pantas disayang, tidak
pernah dilahirkan, atau mengharapkan mati saja atau berupa hinaan atau
merendahkan mereka.

Selain mengukur prevalensi kekerasan terhadap anak, SKtA juga


mengumpulkan informasi tentang pelaku kekerasan terhadap anak. Terkait
dengan pelaku kekerasan, informasi yang dikumpulkan hanya mencakup

6565
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
04
kejadian kekerasan di rumahtangga dan kejadin kekerasan di masyarakat
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

(di luar rumahtangga). Informasi lain yang dikumpulkan dalam SKtA adalah
informasi tentang pengetahuan korban terkait tentang layanan dan bantuan
serta informasi tentang dampak kekerasan. Informasi yang disajikan dalam
publikasi ini terkait hasil SKtA hanya mencakup prevalensi kekerasan terhadap
anak dan pelaku kekerasan yang disarikan dari dokumen yang tersedia di
KPPPA.

Prevalensi Kekerasan terhadap Anak


Seorang anak bisa mengalami satu atau lebih jenis kekerasan. Misalnya,
seorang anak yang mengalami kekerasan berupa dilecehkan secara emosional
sekaligus dianiaya secara fisik. Untuk itu prevalensi kekerasan dihitung dengan
berdasarkan anak yang mengalami paling tidak salah satu jenis kekerasan
seksual, fisik atau emosional.

Gambar Prevalensi anak yang mengalami minimal satu jenis kekerasan seksual, fisik, atau
4.1 emosional menurut kelompok umur, 2013
60,0
50,1
50,0
38,6
40,0

30,0 Laki-laki
20,5
20,0 16,4 Perempuan

10,0
0,0
Umur 18-24 Umur 13-17
Catatan : Kelompok umur 18-24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18 tahun
Sumber : SKtA 2013 umur 13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan terkahir
Kelompok
Catatan : Kelompok umur 18-24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18
Sumber : SKtA 2013
tahun
Kelompok umur 13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan
terkahir
Secara umum prevalensi laki-laki yang mengalami kekerasan lebih
tinggi dibandingkan perempuan.
Secara umum prevalensi 1 dari
laki-laki 2 remaja
yang laki-laki
mengalami berumur
kekerasan lebih 18-24
tinggi tahun
dibandingkan perempuan. 1 dari 2 remaja laki-laki berumur 18-24 tahun mengalami
mengalami minimal satu jenis kekerasan seksual, fisik atau emosional sebelum
minimal satu jenis kekerasan seksual, fisik atau emosional sebelum umur 18 tahun.
umur 18 tahun.
Sementara Sementara
itu, untuk itu, untuk pada
remaja perempuan remaja perempuan
kelompok padasama
umur yang kelompok
umur yangkekerasannya
prevalensi sama prevalensi kekerasannya
jauh lebih jauh1lebih
rendah yakni hanya rendahperempuan
dari 6 remaja yakni hanya 1
berumur
dari 18-24perempuan
6 remaja yang mengalami kekerasan
berumur sebelum
18-24 yangberumur 18 tahun.
mengalami kekerasan sebelum
berumur 18 prevalensi
Jika tahun. kekerasan pada kelompok umur 18-24 tahun mengukur
kejadian kekerasan dalam selang waktu yang lebih panjang, prevalensi kekerasan
Jika prevalensi
kelompok kekerasan
umur 13-17 tahun pada
mengukur kelompok
kejadian umur
kekerasan 18-24
anak yangtahun mengukur
lebih terkini
yakni dalam 12 bulan terkahir dari periode survey. Jika dibandingkan
kejadian kekerasan dalam selang waktu yang lebih panjang, prevalensi dengan
kelompok umur 18-24 tahun, angka prevalensi kekerasan diantara kelompok umur
kekerasan kelompok umur 13-17 tahun mengukur kejadian kekerasan anak
13-17 tahun terlihat lebih rendah untuk kelompok laki-laki, sementara untuk
kelompok perempuan prevalensinya lebih tinggi. Hal ini mungkin bisa
mengindikasikan bahwa prevalensi kekerasan terhadap anak perempuan

6666 STATISTIK
mengalami GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
peningkatan.
STATISTIK GENDER
MENGAKHIRI KEKERASAN
MENGAKHIRI TERHADAP PEREMPUAN
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA

Prevalensi Kekerasan Seksual


BAB
04

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


yang lebih terkini yakni dalam 12 bulan terakhir dari periode survei. Jika
dibandingkan dengan kelompok umur 18-24 tahun, angka prevalensi kekerasan
diantara kelompok umur 13-17 tahun terlihat lebih rendah untuk kelompok
laki-laki, sementara untuk kelompok perempuan prevalensinya lebih tinggi.
Hal ini mungkin bisa mengindikasikan bahwa prevalensi kekerasan terhadap
anak perempuan mengalami peningkatan.

Prevalensi Kekerasan Seksual


Prevalensi kekerasan seksual yang diukur dengan menggunakan dua
pendekatan yakni kelompok umur 18-24 tahun dan 13-17 tahun menghasilkan
pola yang berbeda antara menurut jenis kelamin. Prevalensi kekerasan seksual
pada remaja kelompok umur 18-24 yang mengalami kekerasan seksual sebelum
berumur 18 tahun hampr sama antara laki-laki dan perempuan yakni sekitar 6
persen. Artinya 1 dari 15 orang berumur 18-24 mengalami kekerasan seksual
sebelum umur 18 tahun baik untuk kelompok laki-laki maupun kelompok
perempuan. Sebaliknya untuk kelompok umur 13-17 tahun, prevalensi
kekerasan seksual yang dialami dalam 12 bulan terakhir terlihat lebih tinggi
laki-laki
bulan dibandingkan perempuan.
terkahir terlihat lebih Prevalensi
tinggi laki-laki kekerasan
dibandingkan seksualPrevalensi
perempuan. pada laki-laki
tercatat sebesar
kekerasan 8,3
seksual persen
pada atau
laki-laki dua kali
tercatat lipat8,3dari
sebesar prevalensi
persen atau duakekerasan seksual
kali lipat dari
prevalensi kekerasan seksual pada perempuan
pada perempuan yang tercatat sebesar 4,1 persen. yang tercatat sebesar 4,1 persen.

Gambar 4.2. Prevalensi kekerasan seksual terhadap anak menurut kelompok umur,
Gambar Prevalensi kekerasan seksual 2013
terhadap anak menurut kelompok umur, 2013
4.2
9,0 8,3
8,0
Laki-laki
7,0 6,4 6,3
6,0 Perempuan
5,0 4,1
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
Umur 18-24 Umur 13-17
Catatan : :
Sumber Kelompok
SKtA 2013umur 18-24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18 tahun
Catatan : Kelompok umur
Kelompok 13-17
umur yang yang
18-24 mengalami kekerasan dalam
mengalami 12 bulansebelum
kekerasan terkahir umur 18
Sumber : SKtA 2013
tahun
Kelompok umur 13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan
terkahir

Prevalensi Kekerasan Fisik

Prevalensi kekerasan fisik yang diukur pada kelompok remaja 18-24 tahun
yang mengalami kekerasan fisik sebelum berumur 18 tahun memperlihatkan angka
yang sangat tinggi khususnya pada kelompok laki-laki yakni 40,6 persen
dibandingkan kelompok perempuan yang prevalensinya hanya 7,6 persen.

6767
Selanjutnya untuk kelompok umur 13-17 tahun yang mengalami STATISTIK keekrasan
STATISTIK GENDER TEMATIK:
fisik
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI
dalam 12 bulan terakhir, prevalensinya KEKERASAN TERHADAP
mencapai
MENGAKHIRI KEKERASAN PEREMPUAN
TERHADAP29 DAN
persen DAN
PEREMPUAN ANAK
untuk DI INDONESIA
ANAKlaki-laki dan
DI INDONESIA
hampir 12 persen untuk perempuan. Dengan kata lain, hampir 1 dari 3 anak laki-laki
serta 1 dari 8 anak perempuan berumur 13-17 di Indonesia mengalami kekerasan
fisik dalam 12 bulan terakhir.
bab
04
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

Prevalensi Kekerasan Fisik


Prevalensi kekerasan fisik yang diukur pada kelompok remaja 18-24 tahun
yang mengalami kekerasan fisik sebelum berumur 18 tahun memperlihatkan
angka yang sangat tinggi khususnya pada kelompok laki-laki yakni 40,6 persen
dibandingkan kelompok perempuan yang prevalensinya hanya 7,6 persen.
Selanjutnya untuk kelompok umur 13-17 tahun yang mengalami kekerasan
fisik dalam 12 bulan terakhir, prevalensinya mencapai 29 persen untuk laki-laki
dan hampir 12 persen untuk perempuan. Dengan kata lain, hampir 1 dari 3 anak
laki-laki serta 1 dari 8 anak perempuan berumur 13-17 di Indonesia mengalami
kekerasan fisik dalam 12 bulan terakhir.

Gambar Prevalensi kekerasan fisik terhadap anak menurut kelompok umur, 2013
4.3 45,0 40,6
40,0 Laki-laki
35,0 Perempuan
29,0
30,0
25,0
20,0
15,0 11,8
10,0 7,6
5,0
0,0
Umur 18-24 Umur 13-17
Catatan : Kelompok umur 18-24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18 tahun
Sumber : SKtA 2013umur 13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan terkahir
Kelompok
Catatan : Kelompok umur 18-24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18
Sumber : SKtA
tahun
2013
Kelompok umur 13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan
terkahir
Prevalensi Kekerasan Emosional
Selain kekerasan seksual dan kekerasan fisik, kekerasan emosional juga
tidak kalah membahayakannya bagi anak. Kekerasan emosional yang terjadi
Prevalensi Kekerasan Emosional
pada lebih berpengaruh pada psikologis anak dan dapat memengaruhi secara
negatif Selain kekerasan seksual dan kekerasan fisik, kekerasan emosional juga tidak
kehidupan anak dalam jangka panjang. Untuk itu sangat penting
kalah membahayakannya bagi anak. Kekerasan emosional yang terjadi pada lebih
menghitung
berpengaruh prevalensi kekerasan
pada psikologis emosional
anak dan untuk mengetahui
dapat memengaruhi seberapa
secara negatif
parah kekerasan
kehidupan anak emosional ini panjang.
dalam jangka terjadi pada
Untukanak di Indonesia.
itu sangat penting menghitung
prevalensi kekerasan emosional untuk mengetahui seberapa parah kekerasan
Hasil iniSurvei
emosional Kekerasan
terjadi pada terhadap Anak 2013 memperlihatkan bahwa
anak di Indonesia.
remaja berumur
Hasil Survei 18-24 tahun
Kekerasan yang Anak
terhadap mengalami kekerasan emosional
2013 memperlihatkan bahwa remaja di masa
anak-anak yakni
berumur 18-24 sebelum
tahun berumur kekerasan
yang mengalami 18 tahunemosional
lebih kentara
di masapada kelompok
anak-anak
yaknilaki-laki
anak sebelumdengan
berumur tingkat
18 tahunprevalensi
lebih kentara pada 13,4
sebesar kelompok anakdibandingkan
persen, laki-laki
dengan tingkat prevalensi sebesar 13,4 persen, dibandingkan kelompok anak
kelompok anak perempuan yang hanya sebesar 3,8 persen. Sementara itu,
perempuan yang hanya sebesar 3,8 persen. Sementara itu, tingkat prevalensi
tingkat prevalensi
kekerasan emosional kekerasan emosional
yang dihitung yang dihitung
pada kelompok pada13-17
anak berumur kelompok
tahun anak
berumur 13-17 kekerasan
yang menglami tahun yang mengalami
emosional kekerasan
dalam 12 emosional
bulan terakhir dalamhasil
memperlihatkan 12 bulan
yang sedikit
terakhir berbeda. Prevalensi
memperlihatkan hasilkekerasan emosional
yang sedikit yang dialami
berbeda. anak laki-laki
Prevalensi kekerasan
usia 13-17 tahun mencapai hampir 13 persen, sementara prevalensi anak
perempuan yang mengalami kekerasan emosional mencapai hampir 10 persen.

6868 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
Gambar 4.4. Prevalensi kekerasan emosional terhadap anak menurut kelompok
umur, 2013
BAB
04

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


emosional yang dialami anak laki-laki usia 13-17 tahun mencapai hampir 13
persen, sementara prevalensi anak perempuan yang mengalami kekerasan
emosional mencapai hampir 10 persen.

Gambar Prevalensi kekerasan emosional terhadap anak menurut kelompok umur, 2013
4.4 16,0
14,0 13,4
12,6
12,0
10,0 9,4

8,0 Laki-laki
6,0 Perempuan
3,8
4,0
2,0
0,0
Umur 18-24 Umur 13-17
Catatan : Kelompok umur 18-24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18 tahun
Sumber : SKtA 2013umur 13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan terkahir
Kelompok
Catatan : Kelompok umur 18-24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18
Sumber : SKtA 2013
tahun
Kelompok umur 13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan
terkahir
Hasil Survei Kekerasan terhadap Anak (SKtA) terkait pelaku kekerasan
terhadap anak juga menemukan bahwa:
Hasil Survei Kekerasan terhadap Anak (SKtA) terkait pelaku kekerasan terhadap
anak• jugaKelompok
menemukan umur
bahwa: 18-24 tahun yang mengalami kekerasan fisik

sebelum berumur 18 tahun menyatakan bahwa pelaku
Kelompok umur 18-24 tahun yang mengalami kekerasan fisik sebelum
kekerasan
fisik di18dalam
berumur tahun keluarga
menyatakan lebih dominan
bahwa pelaku ayah dibandingkan
kekerasan fisik di dalam dengan
ibu. Hal
keluarga inidominan
lebih terjadi baik
ayah pada anak laki-laki
dibandingkan denganmaupun
ibu. Hal iniperempuan
terjadi baik
pada anak laki-laki maupun perempuan
 • Terkait
Terkait
pelakupelaku kekerasan
kekerasan fisik di fisik di masyarakat,
masyarakat, kelompok kelompok
umur 18-24 umur
tahun 18-24
yang tahun yang mengalami
mengalami kekerasan fisik kekerasan
sebelum fisik sebelum
berumur berumur
18 tahun 18 tahun
terdapat
perbedaan
terdapatpola antara korban
perbedaan polalaki-laki
antaradan perempuan.
korban Kekerasan
laki-laki pada
dan perempuan.
korban laki-laki lebih cenderung dilakukan oleh teman sekolah, sementara
Kekerasan pada korban laki-laki lebih cenderung dilakukan oleh
korban perempuan pelakunya sebagian besar adalah guru.
teman sekolah,
 Selanjutnya untuk kelompoksementara korban
umur 13-17 perempuan
tahun pelakunya
yang mengalami sebagian
kekerasan
fisikbesar
dalamadalah
12 bulan guru.terakhir, anak laki-laki korban kekerasan menyatakan
bahwa pelaku kekerasan umumnya ayah dan ibu dengan persentase yang
• hamper
Selanjutnya untuk kelompok umur 13-17 tahun yang mengalami
sama yaitu sekitar 40 persen, sementara sisanya dilakukan oleh
kekerasan
kerabat fisik dalam
lain. Sebaliknya untuk anak12 perempuan
bulan terakhir, anak laki-laki
yang mengalami kekerasankorban
fisikkekerasan menyatakan
dalam 12 bulan bahwa pelaku
terkahir menyatakan bahwakekerasan umumnya
sekitar dua ayah dan
pertiga dari
pelaku kekerasan adalah ibu, sementara ayah sebagai pelaku kekerasan
ibu dengan persentase yang hampir sama yaitu sekitar 40 persen,
terhadap anak perempuan hanya sekitar 21 persen.
 Pelaku sementara
kekerasansisanya
fisik yangdilakukan
dialami anak olehkelompok
kerabatumur lain.13-17
Sebaliknya
dalam 12 untuk
bulananak perempuan
terkahir yang terjadi yang mengalami
di masyarakat kekerasan fisik
(luar rumahtangga) dalambesar
sebagian 12 bulan
adalah teman
terakhir sekolah yang
menyatakan jumlahnya
bahwa mencapai
sekitar hampir
dua pertiga dari 75pelaku
persen kekerasan
dari
total pelaku diikuti oleh guru yang prevalensinya juga cukup besar. Tingginya
adalah ibu, sementara ayah sebagai pelaku kekerasan terhadap anak
persentase teman sekolah sebagai pelaku kekerasan dapat dipahami
perempuan
mengingat hanya
usia 13-17 sekitar
adalah usia21 persen.
sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa

6969
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
04
• Pelaku kekerasan fisik yang dialami anak kelompok umur 13-
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

17 dalam 12 bulan terakhir yang terjadi di masyarakat (luar


rumahtangga) sebagian besar adalah teman sekolah yang jumlahnya
mencapai hampir 75 persen dari total pelaku diikuti oleh guru
yang prevalensinya juga cukup besar. Tingginya persentase teman
sekolah sebagai pelaku kekerasan dapat dipahami mengingat
usia 13-17 adalah usia sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa
kejadian kekerasan terhadap anak di sekolah di Indonesia sangat
mengkhawatirkan.
• Terkait dengan kekerasan di sekolah, sebuah riset yang dilakukan
LSM Plan International dan International Center for Research on
Women (ICRW) yang dirilis awal Maret 2015 menunjukkan fakta
mencengangkan terkait kekerasan anak di sekolah, dimana 84
persen anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka
tersebut lebih tinggi dari angka di kawasan Asia yakni 70%.

4.1.3. DAMPAK KEKERASAN TERHADAP KONDISI KESEHATAN MENTAL DAN KEJIWAAN ANAK
Kekerasan kekerasan fisik, seksual atau emosional terhadap anak
berpengaruh secara langsung terhadap kesehatan anak ketika kekerasan
terjadi maupun berpengaruh dalam jangka panjang terhadap kesehatan anak.
Pengaruh kekerasan terhadap kesehatan anak dapat dilihat dari kesehatan
fisik maupun kesehatan mental atau perilaku. Hasil SKtA menunjukkan
bahwa dampak kekerasan fisik/seksual/emosional terhadap kesehatan anak
memperlihatkan pola yang kurang lebih sama antara kelompok umur 18-
24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18 tahun dan kelompok umur
13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan terakhir. Akan tetapi ada
perbedaan dampak yang dirasakan antara laki-laki dan perempuan.

Pada kelompok laki-laki, kekerasan yang dialami umumnya hanya pada


perilaku merokok dan mabuk/minum minuman keras. Kedua jenis perilaku
tersebut sangat dominan pada kelompok laki-laki. Lebih dari 75 persen laki-laki
berumur 18-24 tahun yang mengalami kekerasan sebelum berumur 18 tahun
berperilaku merokok, sementara lebih dari 33 persen dari mereka berperilaku
minum minuman keras/mabuk. Untuk laki-laki kelompok umur 13-17 tahun
yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan terakhir, hampir separohnya
berperilaku merokok, sementara yang minum minuman keras sebanyak 31
persen.

7070 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
04

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


Gambar Persentase laki-laki korban kekerasan fisik/seksual/emosional menurut kelompok
4.5 umur dan jenis dampak terhadap perilaku, 2013
80 75,62
70 Mabuk/Miras
60 Merokok
49,25
50
40 32,69 30,84
30
20
10
0
Umur 18-24 thn Umur 13-17 thn
Catatan : Kelompok umur 18-24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18 tahun
Sumber : SKtA 2013umur 13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan terkahir
Kelompok
Catatan : Kelompok umur 18-24 yang mengalami kekerasan sebelum umur 18
Sumber : SKtA
tahun
2013
Kelompok umur 13-17 yang mengalami kekerasan dalam 12 bulan
terkahir
Pada kelompok perempuan korban kekerasan, selain perilaku merokok
dan minum minuman keras juga dilaporkan dampak lain seperti menyakiti
Pada kelompok perempuan korban kekerasan, selain perilaku merokok dan
diriminum
sendiri, terpikir
minuman kerasuntuk bunuh diri,
juga dilaporkan maulainbunuh
dampak seperti diri, dan diri
menyakiti menggunakan
sendiri,
narkoba. Perempuan
terpikir untuk bunuh diri,kelompok
mau bunuhumur 18-24
diri, dan tahun yang
menggunakan mengalami
narkoba. Perempuan kekerasan
kelompok
fisik sebelum umur 18-2418
umur tahun yangyang
tahun mengalami kekerasan
berperilaku fisik sebelum umur
mabuk/minum 18 tahun keras
minuman
yang berperilaku mabuk/minum minuman keras sebesar 14 persen, merokok
sebesar 14 persen, merokok sebesar 5,7 persen dan menyakiti diri sendiri
sebesar 5,7 persen dan menyakiti diri sendiri sebesar 6,1 persen. Sementara itu pada
sebesar
kelompok 6,1anak
persen. Sementara
umur 13-17 itu pada
tahun, selain dampak kelompok anak umur
terhadap perilaku merokok13-17
yangtahun,
selain dampak terhadap perilaku merokok yang cukup besar (13 persen) juga
cukup besar (13 persen) juga ada dampak lain seperti menyakiti diri sendiri, terpikir
untuk bunuh diri dan penggunaan narkoba.
ada dampak lain seperti menyakiti diri sendiri, terpikir untuk bunuh diri dan
penggunaan Tampaknyanarkoba.
dampak kekerasan emosional yang dialami perempuan secara
mental dan psikologis jauh lebih mengkhawatirkan. Sekitar 43 persen perempuan
umurTampaknya dampak
18-24 tahun yang kekerasan
mengalami kekerasanemosional yang dialami
emosional berperilaku perempuan
menyakiti diri
sendiri, sementara yang mencoba bunuh diri dan terpikir bunuh diri masing-masing
secara mental dan psikologis jauh lebih mengkhawatirkan. Sekitar 43 persen
sebanyak 34,4 persen dan 32,6 persen. Hal yang sama juga terlihat pada
perempuan umur 18-24
perempuan kelompok tahun
umur 13-17 yang
tahun yang mengalami kekerasan
mengalami kekerasan emosional
dalam 12
berperilaku menyakiti
bulan terkahir, diri sendiri,
meskipun dengan sementara
persentase yang
yang lebih mencoba bunuh diri dan
rendah.
terpikir bunuh diri masing-masing sebanyak 34,4 persen dan 32,6 persen. Hal
yang sama juga terlihat pada perempuan kelompok umur 13-17 tahun yang
mengalami kekerasan dalam 12 bulan terakhir, meskipun dengan persentase
yang lebih rendah.
Gambar 4.6. Persentase anak perempuan korban kekerasan fisik dan emosional
menurut jenis dampak terhadap perilaku, 2013

7171
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
04
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

Gambar Persentase anak perempuan korban kekerasan fisik dan emosional menurut jenis
4.6 dampak terhadap perilaku, 2013
a) Kekerasan Fisik Umur 18-24
Umur 13-17

14 13,2 13
12 11

5,7 6,1 6,1

Mabuk Merokok Menyakiti diri Menggunakan Terpikir bunuh diri


sendiri narkoba

b) Kekerasan Emosional Umur 18-24


Umur 13-17
42,9
34,4 32,6

21,3
13,2 13,5 12,4
8,4 10,4

Mabuk Merokok Menyakiti diri Mencoba bunuh Terpikir bunuh diri


sendiri diri

Sumber : SKtA 2013


Sumber: SKtA 2013

4.2. MONITORING PERKEMBANGAN KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK DI INDONESIA


4.2.Data
Monitoring Perkembangan
perkembangan Kasus
kasus Kekerasan
kekerasan Terhadapanak
terhadap Anakdi
diIndonesia
Indonesia dapat
dilihat dari beberapa sumber antara lain sistem pelaporan SIMFONI-PPA
Data perkembangan kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia dapat
(Kementerian
dilihat dari Pemberdayaan
beberapa sumber Perempuan dan sistem
antara lain Perlindungan
pelaporanAnak), Komisi
SIMFONI-PPA
(KementerianAnak
Perlindungan Pemberdayaan Perempuan
Indonesia (KPAI), dan Perlindungan
dan Kepolisian. Dalam Anak),
publikasi Komisi
ini
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kepolisian. Dalam publikasi ini
perkembangan kasus kekerasan terhadap anak hanya dilihat dari dua sumber
perkembangan kasus kekerasan terhadap anak hanya dilihat dari dua sumber
utama yaitu SIMFONI-PPA dan KPAI mengingat sistem pelaporan SIMFONI–PPA
utama yaitu SIMFONI-PPA dan KPAI mengingat sistem pelaporan SIMFONI–PPA
sudah
sudahmelibatkan jajaran
melibatkan kepolisian
jajaran kepolisiandididaerah,
daerah,sementara
sementaraKPAI
KPAImenggunakan
menggunakan
sistem
sistem pelaporan yang berbeda yang melibatkan perwakilannya di
pelaporan yang berbeda yang melibatkan perwakilannya di sejumlah
sejumlah
daerah.
daerah.
Kedua sumber tersebut penting untuk disandingkan mengingat adanya
Kedua sumber tersebut penting untuk disandingkan mengingat adanya
perbedaan dalam sistem pelaporan khususnya terkait aspek yang dilaporkan.
perbedaan dalam sistem pelaporan
SIMFONI-PPA menyediakan informasi khususnya terkait aspek
tentang karakteristik korbanyang
dan dilaporkan.
pelakuyang
SIMFONI-PPA menyediakan
sangat berbeda informasi
dengan sistem tentang
pelaporan karakteristik
KPAI. korban korban
Informasi tentang dan pelaku
dan
yang sangat berbeda dengan sistem pelaporan KPAI. Informasi tentang korban

7272 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
04

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


dan pelaku kekerasan dapat dianalisis secara terpisah melalui SIMFONI-
PPA berdasarkan jenis kekerasan seperti fisik, psikis, seksual, trafficking,
penelantaran, eksploitasi dan lainnya. Sementara itu data KPAI menyajikan
informasi antara korban dan pelaku menyediakan informasi kasus pengaduan
anak menurut bidang perlindungan yang mencakup (i) Anak berhadapan
dengan hukum, (ii) Trafficking dan eksploitasi, (iii) pornografi dan cyber crime,
(iv) pendidikan, (v) kesehatan dan napza, (vi) hak sipil dan partisipasi, (vii)
agama dan budaya, (viii) keluarga dan pengasuhan alternative, (ix) sosial dan
anak dalam situasi darurat, (x) kasus perlindungan anak lainnya.

4.2.1. PERKEMBANGAN JUMLAH KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK


Jumlah kasus kekerasan yang dilaporkan melalui sistem pelaporan
SIMFONI-PPA selama periode 2015-2016 mengalami kenaikan yang sangat
drastis. Kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan pada tahun 2015
tercatat sebanyak 1975 kasus dan meningkat menjadi 6.820 kasus pada 2016,
atau meningkat lebih dari tiga kali lipat. Meningkatnya jumlah kasus kekerasan
terhadap anak yang dilaporkan melalui sistem SIMFONI-PPA juga sejalan
dengan jumlah kasus pengaduan anak yang diterima oleh KPAI dalam periode
yang sama. KPAI mencatat selama periode 2015-2016 jumlah kasus pengaduan
anak meningkat dari 4.309 kasus menjadi 4.620 kasus. Bahkan KPAI mencatat,
meskipun
memberikan adagambaran
fluktuasi,bahwa
selamasistem
periode 2011-2016
pelaporan jumlah
melalui kasus pengaduan
SIMFONI-PPA telah
anak cenderung meningkat. Akan tetapi, jika dibandingkankekerasan
berjalan cukup efektif dalam memanntau perkembangan kasus dengan hasil
terhadap anak. Hal ini tentunya akan sangat memudahkan pengambil kebijakan
pelaporan SIMFONI-PPA, terlihat jumlah yang dicatat KPAI pada 2016 jauh lebih
dalam merumuskan program dalam rangka mengakhiri kekerasan terhadap anak
rendah.
di negeri ini.

Gambar 4.7. Perkembangan jumlah kasus kekerasan terhadap anak, 2015-2016


Gambar Perkembangan jumlah kasus kekerasan terhadap anak, 2015-2016
4.7 8000
6820
7000
6000
5000
4000
3000
1975
2000
1000
0
2015 2016
Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA
Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Gambar 4.8. Jumlah kasus pengaduan anak , 2011-2017

5066
5000 4620
4311 4309
4000 3512

7373
3000 2178 STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
2000 MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
1000
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
memberikan gambaran bahwa sistem pelaporan melalui SIMFONI-PPA telah
bab berjalan cukup efektif dalam memanntau perkembangan kasus kekerasan
terhadap anak. Hal ini tentunya akan sangat memudahkan pengambil kebijakan
04 dalam merumuskan program dalam rangka mengakhiri kekerasan terhadap anak
di negeri ini.
Terkait dengan kenaikan jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

Gambar 4.7. Perkembangan jumlah kasus kekerasan terhadap anak, 2015-2016


sangat drastis yang dilaporkan melalui SUMFONI-PPA, kiranya ada dua hal
yang perlu dicatat.
8000 Pertama, SIMFONI-PPA yang baru dioperasikan pada 2015,
6820
kemungkinan 7000belum berfungsi maksimal dalam menerima pelaporan tindak
kekerasan terhadap anak, sehingga ketika sistem sudah berjalan dengan
6000
baik pada 2016 5000dan pelaporan kasus kekerasan semakin tertib, terlihat terjadi
lonjakan yang4000sangat tajam. Fenomena kekerasan terhadap anak bisa jadi
3000
merupakan fenomena gunung1975 es yang selama ini tidak pernah terlaporkan dan
2000
hanya sebagian kecil kasus yang dilaporkan, yang sebenarnya jumlah kasusnya
1000
sangat tinggi. Ketika
0 sistem pelaporan SIMFONI-PPA mampu memfasilitasi
pelaporan kejadian kekerasan 2015 dan jangkauannya 2016semakin luas, fenomena
gunung es tersebut mulai terkuak. Kedua, kenaikan yang tajam tersebut bisa
Sumber: SIMFONI-PPA,
jadi merupakan KPPPAsebenarnya, jika sistem pelaporan memang
fenomena yang
telah berjalan dengan baik di semua wilayah pada tahun 2015.
Gambar 4.8. Jumlah kasus pengaduan anak , 2011-2017
Gambar Jumlah kasus pengaduan anak , 2011-2017
4.8 5066
5000 4620
4311 4309
4000 3512
3000 2178
2000
1000
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : KPAI
Sumber: KPAI

Terlepas dari adanya kenaikan yang tajam tersebut, kiranya patut


dicatat bahwa sistem pelaporan kekerasan terhadap anak telah mampu
merekam fenomena yang kekerasan terhadap anak yang terjadi di sejumlah
4.2.2. Jenis Kasus Kekerasan Terhadap Anak
wilayah. Selain itu kenaikan jumlah kasus yang dilaporkan selama dua tahun
tersebutDarijuga bisa memberikan
beberapa jenis kekerasangambaran bahwa ternyata
yang dilaporkan, sistem pelaporan melalui
kekerasan seksual
menempati posisi
SIMFONI-PPA teratas
telah diikuticukup
berjalan kekerasan psikisdalam
efektif dan kekerasan
memantau fisik. perkembangan
Selama tahun
2016, Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 35 persen dari total
kasus kekerasan terhadap anak. Hal ini tentunya akan sangat memudahkan
jumlah kasus kekerasan terhadap anak, sementara kekerasan fisik dan kekerasan
pengambil kebijakan dalam merumuskan program dalam rangka mengakhiri
kekerasan terhadap anak di negeri ini.

7474 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
04

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


4.2.2. JENIS KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK
Dari beberapa jenis kekerasan yang dilaporkan, ternyata kekerasan
seksual menempati posisi teratas diikuti kekerasan psikis dan kekerasan fisik.
Selama tahun 2016, Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai
35 persen dari total jumlah kasus kekerasan terhadap anak, sementara
kekerasan fisik dan kekerasan psikis masing-masing sebanyak 28 persen dan
23 persen dari total kasus. Jenis kasus kekerasan anak lain yang persentasenya
psikis masing-masing sebanyak 28 persen dan 23 persen dari total kasus. Jenis kasus
cukup besar
kekerasan anak adalah
lain yangkasus penelantaran
persentasenya cukup yaitu sekitarkasus
besar adalah 7 persen.
penelantaran
yaitu sekitar 7 persen.
Gambar
Gambar Sebaran kekerasan
4.9. Sebaran kekerasan terhadap
terhadapanak menurut
anak jenisjenis
menurut kekerasan, 2016 2016
kekerasan,
4.9
Eksploitasi Lainnya
Penelantaran 1% 4%
7%
Trafficking
2% Fisik
28%

Seksual
35%
Psikis
23%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA

Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Selanjutnya jika dilihat menurut jenis kelamin, kasus kekerasan terhadap anak
Gambar Jumlah
lebih banyak terjadi padakasus
anak kekerasan
perempuan terhadap anak menurut
di semua jenis kelamin
jenis kekerasan. dan jenis
Jumlah anak kekerasan
perempuan4.10yangyang dialami, 2016
mengalami kekerasan fisik mencapai hamper 3 kali lipat dari
jumlah kasus yang menimpa anak laki-laki, bahkan untuk kasus kekerasan seksual
jumlah kasus yang5000terjadi pada anak perempuan 4483 mencapai lebih dari 7 kali lipat
dari jumah kasus4000kekerasan seksual yang menimpa anak laki-laki.Selain Laki-laki itu,
Perempuan
penelantaran anak juga 2994
le bih banyak terjadi pada anak perempuan
3000 2607
dibandingkan anak laki-laki. Kekerasan terhadap anak perempuan didominasi oleh
2000
jenis kekerasan seksual, sementara kekerasan terhadap anak laki-laki didominasi
1097 900
kekerasan fisik. 1000 678 583
24 221 192 18 146 194 403
0
Fisik Psikis Seksual Trafficking Penelantaran Eksploitasi Lainnya

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA

Sumber: SIMPFONI-PPA, KPPPA

Gambar 4.10. Jumlah kasus kekerasan terhadap anak menurut jenis kelamin dan
jenis Anak
4.2.3. Karakteristik kekerasan yang
Korban dialami, 2016
Kekerasan

Beberapa karakteristik terkait anak korban kekerasan yang menarik untuk


dilihat antara lain jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan, status perkawinan,
kegiatan yang dilakukan dan status disabilitas. Hasil pelaporan yang terekam dalam
SIMFONI-PPA menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan STATISTIK terhadap anak lebih

7575
STATISTIK GENDER
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
banyak terjadi pada MENGAKHIRI
anak perempuan. Jumlah
KEKERASAN TERHADAP anak perempuan
TERHADAP PEREMPUAN
PEREMPUAN DAN
DAN ANAK korban kekerasan
ANAK DIDI INDONESIA
INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN
yang dila;porkan mencapai lebih dari dua kali lipat dibandingkan anak laki-laki.
Secara umum, peningkatan jumlah kasus kekerasan terhadap meningkat lebih dari
tiga kali lipat selama periode 2015-2016 baik untuk anak laki-laki maupun anak
perempuan.
bab
04
5000 4483
Selanjutnya jika dilihat menurut jenis kelamin, kasus kekerasan terhadap
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

4000
anak lebih banyak terjadi pada anak perempuan di semuaLaki-laki jenis
Perempuan
kekerasan.
2994
2607
Jumlah anak perempuan yang mengalami kekerasan fisik mencapai hampir 3
3000

kali lipat dari jumlah


2000 kasus yang menimpa anak laki-laki, bahkan untuk kasus
1097
678 900
kekerasan seksual jumlah kasus
1000 yang583terjadi24pada 221 anak
192 perempuan 18 146
mencapai
194 403
lebih dari 7 kali lipat
0 dari jumah kasus kekerasan seksual yang menimpa anak
Fisik Psikis Seksual
laki-laki. Selain itu, penelantaran anak jugaTrafficking
lebihPenelantaran
banyak Eksploitasi
terjadi padaLainnya
anak
perempuan dibandingkan anak laki-laki. Kekerasan terhadap anak perempuan
didominasi oleh jenis kekerasan seksual, sementara kekerasan terhadap anak
Sumber: SIMPFONI-PPA, KPPPA
laki-laki didominasi kekerasan fisik.

4.2.3. KARAKTERISTIK ANAK KORBAN


4.2.3. Karakteristik KEKERASAN
Anak Korban Kekerasan

BeberapaBeberapa
karakteristik terkait
karakteristik anak
terkait anak korban
korban kekerasan yang
kekerasan yang menarik
menarik untuk
untuk dilihat antara lain jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan, status
dilihat antara lain jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan, status perkawinan,
kegiatan yang dilakukan dan status disabilitas. Hasil pelaporan yang terekam dalam
perkawinan, kegiatan yang dilakukan dan status disabilitas. Hasil pelaporan
SIMFONI-PPA menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak lebih
yang terekam dalampada
banyak terjadi SIMFONI-PPA
anak perempuan. menunjukkan bahwa jumlah
Jumlah anak perempuan kasus
korban kekerasan
kekerasanyang terhadap anakmencapai
dila;porkan lebih banyak terjadi
lebih dari dua pada anak
kali lipat perempuan.
dibandingkan Jumlah
anak laki-laki.
Secara umum, peningkatan jumlah kasus kekerasan
anak perempuan korban kekerasan yang dilaporkan mencapai lebih dari dua terhadap meningkat lebih dari
tiga kali lipat selama periode 2015-2016 baik untuk anak laki-laki maupun anak
kali lipat dibandingkan
perempuan.
anak laki-laki. Secara umum, peningkatan jumlah kasus
kekerasan terhadap meningkat lebih dari tiga kali lipat selama periode 2015-
2016 baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan.
Gambar 4.11. Perkembangan kasus kekerasan terhadap anak menurut jenis
kelamin, 2015-2016
Gambar Perkembangan kasus kekerasan terhadap anak menurut jenis kelamin, 2015-2016
4.11

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA

Dilihat berdasarkan kelompok umur, kasus kekerasan terhadap anak


paling banyak terjadi pada kelompok umur antara 13 dan 17 tahun yang
jumlahnya mencapai 60 persen dari total kasus kekerasan terhadap anak.
Tingginya kelompok ini dapat dipahami mengingat kelompok umur tersebut
adalah kelompok rentan terhadap tindak kekerasan, karena kelompok umur

7676 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Dilihat berdasarkan kelompok umur, kasus kekerasan terhadap anak paling


banyak terjadi pada kelompok umur antara 13 dan 17 tahun yang jumlahnya BAB
mencapai 60 persen dari total kasus kekerasan terhadap anak. Tingginya kelompok
ini dapat dipahami mengingat kelompok umur tersebut adalah kelompok rentan
04
terhadap tindak kekerasan, karena kelompok umur ini menginjak dewasa dan mulai

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


ini menginjak
banyak pergaulan dewasa dan mulai
dengan lawan banyak pergaulan
jenis. Sebagian dengansudah
besar dari mereka lawan jenis.
Sebagianusia
memasuki besar
SMPdari
danmereka sudah
SLTA. Hal memasuki
ini jelas terlihat usia
padaSMP dan SLTA.
Gambar Hal ini jelas
..….yang
memperlihatkan bahwa jumlah kasus korban kekerasan terhadap anak
terlihat pada Gambar 4.13 yang memperlihatkan bahwa jumlah kasus korban SMP dan
SLTA masing-masing mencapai 32 persen dan 20 persen.
kekerasan terhadap anak SMP dan SLTA masing-masing mencapai 32 persen
Gambar4.12.
dan Karakteristik anak korban kekerasan menurut kelompok umur, 2016
20 persen.

Gambar Karakteristik anak korban kekerasan menurut kelompok umur, 2016


4.12
0-5
13%

13-17 6-12
60% 27%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Gambar Karakteristik anak korban kekerasan menurut tingkat pendidikan, 2016


Gambar4.13
4.13. Karakteristik anak korban kekerasan menurut tingkat pendidikan, 2016
PT
0% NA
SLTA 12%
20%
Tidak Sekolah
9%

SD
SLTP 27%
32%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Dilihat menurut status perkawinan, sebagian besar anak korban kekerasan


Dilihat menurut status perkawinan, sebagian besar anak korban
berstatus belum kawin. Meskipun demikian, di antara anak korban kekerasan
kekerasan berstatus
terdapat 3 persen korbanbelum kawin.
berstatus kawin.Meskipun demikian,
Hal ini paling di antara
tidak memberikan anak korban
indikasi
kekerasan
bahwa terdapat
perkawinan 3 persen
dini dapat berisikokorban berstatus
pada terjadinya tindakkawin. Hal ini paling tidak
kekerasan.
memberikan indikasi bahwa perkawinan dini dapat berisiko pada terjadinya
tindak kekerasan.
Gambar 4.14. Karakteristik anak korban kekerasan menurut status perkawinan, 2016

Kawin
NA 3%
12% Cerai

7777
0% STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
berstatus belum kawin. Meskipun demikian, di antara anak korban kekerasan
terdapat 3 persen korban berstatus kawin. Hal ini paling tidak memberikan indikasi
bahwa perkawinan dini dapat berisiko pada terjadinya tindak kekerasan.
bab
04 Gambar 4.14. Karakteristik anak korban kekerasan menurut status perkawinan, 2016
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

Gambar Karakteristik anak korban kekerasan menurut status perkawinan, 2016


4.14
Kawin
NA 3%
12% Cerai
0%

Belum Kawin
85%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA

Karakteristik lain yang mungkin juga menarik untuk dilihat adalah status
Karakteristik lain yang mungkin juga menarik untuk dilihat adalah status
disabilitas dan kegiatan
disabilitas dan kegiatan yang yang dilakukan
dilakukan anak korban
anak korban kekerasan.
kekerasan. Berdasarkan
Berdasarkan status
status disabilitas, sekitar 2 persen anak korban kekerasan adalah penyandang
disabilitas, sekitar 2 persen anak korban kekerasan adalah penyandang difabel.
disabilitas.berdasarkan
Selanjutnya Selanjutnyajenis berdasarkan
kegiatan yangjenisdilakukan,
kegiatansebagian
yang dilakukan,
besar anaksebagian
korban kekerasan berstatus sebagai pelajar yang jumlahnya mencapai 65 persen
besar anak korban kekerasan berstatus sebagai pelajar yang jumlahnya
dan tidak bekerja sebesar 22 persen. Hanya sekitar 2 persen di antara mereka yang
mencapai
bekerja dan 165 persen
persen danibutidak
sebagai bekerja sebesar 22 persen. Hanya sekitar 2
rumahtangga.
persen di antara mereka yang bekerja dan 1 persen sebagai ibu rumahtangga.
Gambar 4.15. Karakteristik anak korban kekerasan menurut status disabiitas, 2016

Gambar Karakteristik anak korban kekerasan menurut status disabiitas, 2016


4.15 Difabel
2%

Non-Difabel
98%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Gambar 4.16. Karakteristik anak korban kekerasan menurut kegiatan yang


dilakukan, 2016

Bekerja
NA 2%
10%
Tidak Bekerja
22%
Ibu Rumah tangga

7878 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER
1% TEMATIK:
TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
Pelajar
65%
Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA BAB
04

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


Gambar 4.16. Karakteristik anak korban kekerasan menurut kegiatan yang
Gambar dilakukan, 2016
Karakteristik anak korban kekerasan menurut kegiatan yang dilakukan, 2016
4.16 Bekerja
NA 2%
10%
Tidak Bekerja
22%
Ibu Rumah tangga
1%

Pelajar
65%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Kasus
Kasustindak
tindak kekerasan terhadap
kekerasan terhadap anak
anak yang
yang dilaporkan
dilaporkan melaluimelalui SIMFONI-
SIMFONI-PPA
lebih banyak terjadi di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah, Provinsi
PPA lebih banyak terjadi di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur dan Jawa

Timur dan Provinsi Jawa Barat mendominasi jumlah kasus kekerasan. Tingginya
jumlah kasus kekerasan terhadap anak di ketiga provinsi ini dikarenakan
tingginya jumlah penduduk di wilayah tersebut, sehingga secara prevalensi
mungkin belum tentu tinggi angkanya. Selain itu, sistem pelaporan di ketiga
wilayah tersebut mungkin sudah jauh lebih baik dibandingkan di sejumlah
provinsi lain di luar pulau Jawa.

7979
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Provinsi Jawa Barat mendominasi jumlah kasus kekerasan. Tingginya jumlah kasus
kekerasan terhadap anak di ketiga provinsi ini dikarenakan tingginya jumlah
bab penduduk di wilayah tersebut, sehingga secara prevalensi mungkin belum tentu
04 tinggi angkanya. Selain itu, sistem pelaporan di ketiga wilayah tersebut mungkin
sudah jauh lebih baik dibandingkan di sejumlah provinsi lain di luar pulau Jawa.
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

Gambar 4.17. Jumlah kasus kekerasan terhadap anak menurut provinsi, 2016
Gambar Karakteristik anak korban kekerasan menurut kegiatan yang dilakukan, 2016
4.17

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

8080 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
10.302 pelaku pada 2016. Sebagian besar pelaku kekerasan terhadap anak adalah
laki-laki. Perempuan pelaku kekerasan tidak lebih dari 10 persen dari total pelaku.

Dilihat menurut kelompok umur, pelaku kekerasan terhadap anak berusia 25 BAB
tahun ke atas. Sebagian besar dari mereka kegiatannya adalah bekerja. Ibu
rumahtangga pelaku kekerasan terhadap anak jumlahnya paling kecil yakni hanya 04
3 persen dari total pelaku kekerasan. Ciri lain adalah pelaku sebagian besar

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


berstatus kawin. Kekerasan terhadap anak tampaknya juga banyak terjadi di
4.2.4. KARAKTERISTIK PELAKU KEKERASAN TERHADAP ANAK
dalam rumahtangga. Hal ini diindikasikan oleh jumlah kasus kekerasan yang
Meningkatnya
dilakukan jumlah
oleh orang tua, kasus anak
keluarga/saudara ataukorban kekerasan
suami/istri selama
yang secara periode
bersama-
2015-2016 sejalan dengan meningkatnya jumlah pelaku kasus kekerasan
sama berkontribusi sebesar 41 persen dari total pelaku.
terhadap anak
Dilihat selama
menurut periode tersebut.
pendidikan, Hasil pelaporan
pelaku kekerasan juga bisa dariyang dicatat
semua SIMFONI-
kalangan
PPA,
baikjumlah
kalanganpelaku
terdidik kasus
maupunkekerasan terhadap
kalangan tidak terdidik.anak
Sekitarmeningkat dari 3.564
11 persen pelaku
kekerasan
pelaku pada terhadap anak berpendidikan
2015 menjadi perguruan
10.302 pelaku padatinggi.
2016.Persentaase
Sebagian terbesar
besar pelaku
pelaku kekerasan terhadap anak berpendidikan SLTA. Sayangnya hasil pelaporan
kekerasan terhadap anak adalah laki-laki. Perempuan pelaku kekerasan tidak
masih belum bisa mengidentifikasi tingkat pendidikan pelaku yang jumlahnya masih
lebih dari 10 persen
cukup besar yakni dari total pelaku.
20 persen.

Gambar 4.18. Jumlah pelaku kasus kekerasan terhadap anak menurut jenis kelamin,
Gambar Jumlah pelaku kasus kekerasan terhadap anak menurut jenis kelamin, 2015-2016
2015-2016
4.18
10000 9338

8000
Laki-laki Perempuan
6000

4000 3295

2000 964
269
0
2015 2016

SumberSumber: SIMFONI-PPA,
: SIMFONI-PPA, KPPPA KPPPA

Dilihat menurut kelompok umur, pelaku kekerasan terhadap anak


berusia 25 tahun ke atas. Sebagian besar dari mereka kegiatannya adalah
bekerja. Ibu rumahtangga pelaku kekerasan terhadap anak jumlahnya paling
kecil yakni hanya 3 persen dari total pelaku kekerasan. Ciri lain adalah pelaku
sebagian besar berstatus kawin. Kekerasan terhadap anak tampaknya juga
banyak terjadi di dalam rumahtangga. Hal ini diindikasikan oleh jumlah kasus
kekerasan yang dilakukan oleh orang tua, keluarga/saudara atau suami/istri
yang secara bersama-sama berkontribusi sebesar 41 persen dari total pelaku.

8181
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
bab
04
Prevalensi dan Perkembangan kekerasan TerhadaP anak di indonesia

Gambar Pelaku
Gambar kasus
4.19. kekerasan
Pelaku terhadap anak
kasus kekerasan menurutanak
terhadap karakteristik
menurut umur, kegiatan pelaku,
karakteristik umur,
4.19 kegiatan pelaku, status
status perkawinan perkawinan
dan hubungan dankorban,
dengan hubungan
2016 dengan korban, 2016
60+ Tidak
3% Bekerja
0-17 12% NA
18% Ibu 12%
Rumah
Tangga Pelajar
18-24 3% 14%
25-59
17%
62%
Bekerja
59%

Guru Majikan
3% 0%
NA NA
Belum 13% Pacar / 7% Orang Tua
Teman Keluarga
Kawin 9%
17% / Saudara
31%
5%
Tetangga
12% Suami /
Kawin
52% Istri
Cerai Lainnya 27%
4% 20%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA
Dilihat menurut pendidikan, pelaku kekerasan juga bisa dari semua
kalangan baik kalangan terdidik maupun kalangan tidak terdidik. Sekitar 11
persen Gambar
pelaku 4.20.
kekerasan terhadap
Pelaku kasus anak
kekerasan berpendidikan
terhadap perguruanpelaku,
anak menurut pendidikan tinggi.
2016
Persentaase terbesar pelaku kekerasan terhadap anak berpendidikan SLTA.
Sayangnya hasil pelaporan masih belum bisa mengidentifikasi tingkat
pendidikan pelaku yang jumlahnya masih cukup besar yakni 20 persen.

Gambar Pelaku kasus kekerasan terhadap anak menurut pendidikan pelaku, 2016
4.20 Perguruan
Tinggi
11%
Tidak Sekolah NA
7% 20%

SD
10%

SLTA SLTP
37% 15%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


4.2.5. Jenis Pelayanan yang Diberikan Kepada Anak Korban Kekerasan

Anak korban kekerasan diberikan sejumlah layanan tergantung dari jenis

8282
kekerasan yangGENDER
STATISTIK
STATISTIK
bantuanMENGAKHIRI
dialami antara lain berupa layanan pengaduan, kesehatan,
TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
hukum,KEKERASAN TERHADAPhukum,
penegakan
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUANreintegrasi
PEREMPUAN DAN ANAK
DAN ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
sosial, rehabilitasi sosial,
pemulangan dan pendampingan tokoh agama. Berdasarkan data jumlah kasus
yang tercatat pada tahun 2015 dan 2016, persentase kasus anak yang mengalami
korban kekerasan dan mendapatkan layanan meningkat dri 52,2 persen pada
7% 20%

SD
10%
BAB
04
SLTA SLTP
37%

PrevAlensi dAn PerkemBAngAn kekerAsAn TerhAdAP AnAk di indonesiA


15%
4.2.5. JENIS PELAYANAN YANG DIBERIKAN KEPADA ANAK KORBAN KEKERASAN
Anak korban kekerasan diberikan sejumlah layanan tergantung dari jenis
kekerasan yang dialami antara lain berupa layanan pengaduan, kesehatan,
4.2.5. Jenis Pelayanan yang Diberikan Kepada Anak Korban Kekerasan
bantuan hukum, penegakan hukum, reintegrasi sosial, rehabilitasi sosial,
Anak korban kekerasan diberikan sejumlah layanan tergantung dari jenis
pemulangan dan pendampingan tokoh agama. Berdasarkan data jumlah
kekerasan yang dialami antara lain berupa layanan pengaduan, kesehatan,
kasus yang
bantuan hukum,tercatat pada tahun
penegakan hukum, 2015 dan 2016,
reintegrasi sosial,persentase
rehabilitasi kasus
sosial, anak yang
mengalami
pemulangan dan korban kekerasan
pendampingan tokoh dan
agama.mendapatkan
Berdasarkan datalayanan meningkat dri
jumlah kasus
yang tercatat pada tahun 2015 dan 2016, persentase kasus anak yang mengalami
52,2 persen pada tahun 2015 menjadi 88,4 persen pada tahun 2016. Hal ini
korban kekerasan dan mendapatkan layanan meningkat dri 52,2 persen pada
mengindikasikan bahwa perhatian pemerintah akan kekerasan terhadap anak
tahun 2015 menjadi 88,4 persen pada tahun 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa
membaik.
perhatian pemerintah akan kekerasan terhadap anak membaik.

Gambar 4.21. Persentase anak korban kekerasan yang mendapatkan pelayanan,


Gambar Persentase anak korban2016
kekerasan yang mendapatkan pelayanan, 2016
4.21
100 88,4
80
60 52,2

40
20
0
2015 2016

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA


Sumber: SIMFONI-PPA, KPPPA

Dilihat menurut jenis pelayanan, layanan pengaduan menempati jumlah


yang terbesar yakni sekitar 38 persen. Jenis layanan berikutnya yang jumlahnya
Dilihat menurut jenis pelayanan, layanan pengaduan menempati jumlah
yang disajikan di sini memungkinkan adanya seorang korban yang mendapatkan
cukup
yang besar
terbesar adalah
yakni layanan
sekitar kesehatan
38 persen. (18 persen),
Jenis layanan layanan
berikutnya penegakan hukum
yang jumlahnya
lebih dari satu jenis pelayanan.
(15 besar
cukup persen)adalahdanlayanan
bantuan hukum
kesehatan (18 (15 persen).
persen), layanan Dari total pelayanan
penegakan hukum yang
(15diberikan,
persen) dansekitar
bantuan8hukum (15berupa
persen persen). pelayanan
Dari total pelayanan yang sosial.
rehabilitasi diberikan,
Perlu dicatat
sekitar 8 persen berupa pelayanan rehabilitasi sosial. Perlu dicatat bahwa data
bahwa data yang disajikan di sini memungkinkan adanya seorang korban yang
mendapatkan lebih dari satu jenis pelayanan.
Gambar 4.22. Pelayanan yang diberikan kepada anak korban kekerasan menurut
jenis pelayan, 2016
Gambar Pelayanan yang diberikan kepada anak korban kekerasan menurut jenis pelayan,
4.22 2016 Pemulangan Pendampingan
Reintegrasi Sosial 2% Tokoh Agama
2% 2%

Rehabilitasi Sosial
8%
Pengaduan
Penegakan Hukum
38%
15%

Bantuan Hukum
15%
Kesehatan
18%

Sumber : SIMFONI-PPA, KPPPA

Sumber data: SIMFONI-PPA, KPPPA

8383
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
84 STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Bab 5
Penutup

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 85
86 STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Bab

05 Penutup
5.1. KESIMPULAN
Untuk mendukung program pemerintah dalam mengakhiri kekerasan
terhadap perempuan dan anak, publikasi ini telah mencoba menganalisis
berbagai aspek terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Analisis
kekerasan terhadap perempuan dan anak bersumber baik hasil survei khusus
maupun hasil pelaporan/pencatatan administrasi khsusunya melalui sistem
yang telah dibangun oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak yang dikenal dengan SIMFONI-PPA. Hasil analisis tentang
prevalensi kekerasan dan perkembangan kasus kekerasan terhadap perempuan
dan anak dapat diambil sejumlah poin penting berikut ini.

Terkait dengan analisis kekerasan yang dialami oleh perempuan dewasa,


beberapa temuan penting dapat diringkas sebagaia berikut:
• Permasalahan kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi di
Negara-negara berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju.
• Pada tingkat global, 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami
kekerasan, dan secara umum prevalensi kekerasan di Negara-negara
berkembang cenderung lebih tinggi dibandingkan Negara-negara
maju.
• Hal lain yang menarik dari hasil analisis adalah prevalensi kekerasan
terhadap perempuan di Negara maju ternyata masih cukup
tinggi yakni 1 dari 4 perempuan di Negara berpendapatan tinggi
mengalami kekerasan.
• Di Uni Eropa, kekerasan dalam rumahtangga masih sangat umum
terjadi. Menurut laporan dari European Commission, 1 dari 4
responden mengetahui salah seorang di antara teman-temannya
atau di lingkungan keluarganya yang menjadi korban kekerasan, dan
kekerasan seksual dan fisik dipandang sebagai bentuk kekerasan
yang paling serius yang diderita oleh perempuan.

STATISTIK GENDER TEMATIK:


MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 87
STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 87
BAB
05
• Di wilayah Asia-Pasifik, prevalensi perempuan yang mengalami
PENUTUP

kekerasan fisik dan/atau seksual semasa hidup oleh pasangan


tercatat sangat tinggi, dengan tingkat prevalensi kekerasan di
wilayah Pasifik lebih tinggi dari pada di Asia.
• Terkait dengan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, hasil
SPHPN 2016 menunjukkan bahwa 33,4 persen dari perempuan usia
15-64 tahun, baik yang belum kawin maupun yang pernah/sedang
memiliki pasangan, mengalami kekerasan fisik atau seksual semasa
hidup dilakukan oleh pasangan dan bukan pasangan
• Selanjutnya, dalam periode 12 bulan terakhir, prevalensi kekerasan
fisik dan/atau seksual terhadap perempuan (baik yang pernah/
sedang menikah maupun yang belum pernah menikah) tercatat
sebesar 9,4 persen. Artinya hampir 1 dari 10 perempuan di Indonesia
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dalam 12 bulan terakhir
dari saat SPHPN dilaksanakan.
• Prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan
semasa hidup oleh pasangan tercatat sebesar 18,3 persen, sedangkan
kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan dalam 12
bulan terakhir oleh pasangan prevalensinya hanya sekitar 5 persen.
• Hasil SPHPN 2016 juga menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan
fisik dan/atau seksual semasa hidup oleh bukan pasangan yang
terjadi baik pada perempuan belum pernah kawin atau perempuan
pernah/sedang memiliki pasangan terlihat cukup besar, yakni sekitar
43 persen untuk perempuan usia 15-64 yang belum menikah (tidak
pernah punya pasangan) dan sekitar 20 persen untuk perempuan
pernah/sedang menikah.
• Terkait dengan kekerasan emosional dan ekonomi, hasil SPHPN
2016 menujukkan bahwa 1 dari 5 perempuan pernah/sedang
menikah pernah mengalami kekerasan emosional semasa hidupnya,
sementara 1 dari 4 perempuan pernah/sedang menikah pernah
mengalami kekerasan ekonomi semasa hidupnya.
• Jenis kekerasan lain yakni pembatasan aktivitas juga memperlihatkan
prevalensi yang sangat tinggi. Sekitar 42 persen perempuan pernah/
sedang menikah mengalami minimal satu jenis pembatasan aktivitas
berikut: suami/pasangan selalu ingin tahu keberadaannya setiap
saat, suami/pasangan mengharuskan ia meminta ijin jika ingin keluar
rumah, suami/pasangan marah jika berbicara dengan lelaki lain, dan
suami/pasangan selalu curiga bahwa ia tidak setia.

8888 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
05

PENuTuP
• Prevalensi kekerasan terhadap perempuan juga berkaitan erat
dengan beberapa aspek seperti tingkat kesejahteraan rumahtangga,
daerah tempat tinggal, perilaku individu perempuan, dan
perilaku suami/pasangan. Sejumlah faktor tersebut secara nyata
memengaruhi risiko perempuan untuk mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual.
• Perempuan yang berasal dari keluarga/rumahtangga kelompok
miskin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan
fisik dan/atau seksual oleh suami/pasangan dibandingkan mereka
yang berasal dari rumahtangga kaya.
• Dari sisi faktor individu perempuan, perempuan yang mau dinikahi
secara siri atau tidak memiliki ikatan perkawinan yang kuat melalui
KUA atau catatan sipil, suka minum miras, seringnya bertengkar
dengan suami dan penyerangan terlebih dahulu terhadap suami
ketika bertengkar memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan
mereka yang sebaliknya.
• Terkait dengan perilaku minum minuman keras yang dilakukan oleh
perempuan perlu dikaji lebih lanjut apakah perilaku minum miras
tersebut sebagai kebiasaan sebelum kekerasan terjadi atau perilaku
tersebut sebagai akibat yang ditimbulkan dari terjadinya tindak
kekerasan (sebagai pelampiasan).
• Dari faktor pasangan, perempuan akan memiliki risiko yang lebih
besar untuk mengalami tindak kekerasan fisik dan/atau seksual
jika pasangan/suami memiliki istri atau pasangan lain, memiliki
hubungan selingkuh, pernah berkelahi fisik, menganggur, suka
minum miras, sering mabuk-mabukan, atau pengguna narkoba.
• Faktor pencetus lain yang bisa mendorong meningkatkan risiko
terjadinya tindak kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap
perempuan adalah lingkungan sosial. Perempuan yang tinggal di
wilayah yang dipandang memiliki tingkat kejahatan yang tinggi
dan juga wilayah perkotaan akan berdampak pada risiko yang lebih
besar akan terjadinya tindak kekerasan.
• Dampak kekerasan terhadap kesehatan perempuan jelas terlihat
pada banyaknya keluhan yang dialami. Perempuan yang mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual mengalami lebih banyak jenis
keluhan kesehatan dibandingkan yang tidak mengalami kekerasan.

8989
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
BAB
05
Selanjutnya untuk kekerasan terhadap anak, beberapa poin penting
PENUTUP

hasil analisis dapat diringkas sebagai berikut:


• Di tingkat global, data tahun 2014 menunjukkan bahwa sekitar 1
milyar anak berusia 2-17 tahun mengalami kekerasan fisik, seksual,
emosional atau beberapa jenis kekerasan sekaligus.
• Sekitar seperempat orang dewasa melaporkan pernah mengalami
kekerasan fisik semasa anak-anak, sementara 1 dari 5 perempuan
dewasa dan 1 dari 13 laki-laki dewasa melaporkan mengalami
kekerasan seksual ketika anak-anak.
• Kekerasan terhadap anak tidak hanya terjadi di Negara-negara
berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju.
• Hasil Survei Kekerasan terhaap Anak (SKtA) 2013 menunjukkan
bahwa di Indonesia secara umum prevalensi laki-laki yang
mengalami kekerasan lebih tinggi dibandingkan perempuan. 1 dari
2 remaja laki-laki berumur 18-24 tahun mengalami minimal satu
jenis kekerasan seksual, fisik atau emosional sebelum umur 18 tahun,
sementara 1 dari 6 remaja perempuan berumur 18-24 mengalami
kekerasan minimal satu jenis kekerasan tersebut sebelum berumur
18 tahun.
• Hasil SKtA juga menunjukkan bahwa secara umum kekerasan yang
terjadi pada kelompok umur 13-17 tahun yang terjadi dalam 12
bulan terakhir, prevalensi laki-laki lebih tinggi dari pada prevalensi
perempuan.
• Untuk jenis kekerasan seksual, fakta menunjukkan bahwa 1 dari
15 orang berumur 18-24 mengalami kekerasan seksual sebelum
umur 18 tahun baik untuk kelompok laki-laki maupun kelompok
perempuan. Pada kelompok umur 13-17 tahun, prevalensi kekerasan
seksual yang dialami dalam 12 bulan terakhir tercatat sebesar 8,3
persen untuk laki-laki dan 4,1 persen untuk perempuan.
• Prevalensi kekerasan fisik yang diukur pada kelompok remaja
18-24 tahun yang mengalami kekerasan fisik sebelum berumur
18 tahun memperlihatkan angka yang sangat tinggi khususnya
pada kelompok laki-laki yakni sebesar 41,6 persen dibandingkan
kelompok perempuan yang hanya 7,6 persen.
• Selanjutnya untuk kelompok umur 13-17 tahun yang mengalami
kekekasan fisik dalam 12 bulan terakhir, prevalensi juga cukup besar
dimana hampir 1 dari 3 anak laki-laki serta 1 dari 8 anak perempuan
berumur 13-17 di Indonesia mengalami kekerasan fisik dalam 12
bulan terakhir.

9090 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
05

PENuTuP
• Hasil SkTA 2013 juga memperlihatkan bahwa remaja berumur 18-
24 tahun yang mengalami kekerasan emosional di masa anak-anak
yakni sebelum berumur 18 tahun lebih kentara pada kelompok anak
laki-laki dibandingkan kelompok anak perempuan.
• Pelaku kekerasan fisik terhadap anak di dalam keluarga lebih
dominan ayah dibandingkan dengan ibu, baik yang terjadi pada
anak laki-laki maupun perempuan.
• Kekerasan fisik terhadap anak yang terjadi di masyarakat umumnya
terjadi di sekolah dengan perbedaan pelaku antara korban laki-laki
dan korban perempuan. Kekerasan yang terjadi pada anak laki-laki
lebih cenderung dilakukan oleh teman sekolah, sementara korban
perempuan pelakunya sebagian besar adalah guru.
• Dampak kekerasan terhadap anak berupa perubahan perilaku anak.
Sebagian anak laki-laki korban kekerasan berperilaku merokok dan
mabuk-mabukan, sementara dampak kekerasan terhadap anak
perempuan tidak hanya pada perilaku merokok dan minum miras,
tetapi juga pada perilaku lain seperti menyakiti diri sendiri, terpikir
untuk bunuh diri, mau bunuh diri, dan menggunakan narkoba.

Terkait monitoring perkembangan kasus kekerasan terhadap perempuan


dan anak di Indonesia, khususnya yang dilakukan oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melalui sistem
pelaporan SIMFONI-PPA, ada beberapa hal penting yang untuk dicatat:
• Sistem pelaporan SIMFONI-PPA yang telah dikembangkan oleh
KPPPA terkait dengan kasus kekerasan terhadap perempuan
dan anak paling tidak sudah berhasil mengungkap fakta bahwa
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia sudah mulai
terkuak, meskipun jumlah kasus yang dilaporkan melalui sistem
SIMFONI-PPA masih sangat rendah, karena masih banyak yang tidak
melaporkan kasus kekerasan yang terjadi.
• Secara umum, pola jenis kekerasan yang terjadi pada perempuan
dan anak berdasarkan laporan SIMFONI-PPA ada kesesuaian dengan
pola prevalensi hasil survei.
• Informasi yang terkumpul dari hasil pelaporan tersebut menjadi
sangat strategis khususnya dalam penanganan tindak kekerasan
yang terjadi, serta memetakan wilayah mana yang membutuhkan
perhatian khusus dalam rangka mengakhiri kekerasan terhadap
perempuan dan anak di Indonesia.

9191
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
BAB
05
• Kenaikan jumlah kasus kekerasan yang dapat direkam secara baik
PENUTUP

melalui sistem SIMFONI-PPA dapat menjadi warning bagi pemerintah


khususnya dalam mengambil langkah-langkah strategis dalam
penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.
• Masih terdapat beberapa kelemahan dalam SIMFONI-PPA terkait
dengan sistem yang dibangun khususnya pada aspek konten atau
isian datanya. Sebagai contoh, konten “pekerjaan dilakukan oleh
korban maupun pelaku” mungkin bisa membingungkan petugas
di lapangan ketika mengisi. Pada pilihan jenis pekerjaan terdapat
pertanyaan yang redundant. Isian jawaban dari pekerjaan yang
dimuat dalam sistem mencakup: “Tidak bekerja, Bekerja, Swasta/
Buruh, PNS/TNI/POLRI, Pedagang/Tani/Nelayan, Swasta/Buruh,
Pelajar, Ibu rumahtangga dan NA. Jelas di sini bahwa antara isian
kategori “Bekerja” dan kategori lain seperti “Swasta/Buruh”, “PNS/
TNI/POLRI”, “Pedagang/Tani/Nelayan”, “Swasta/Buruh” terdapat
redundancy. Begitu juga antara kategori “Tidak Bekerja” dengan
kategori “Pelajar” dan “Ibu Rumahtangga”.

5.2. SARAN KEBIJAKAN


Sejalan dengan sejumlah temuan dalam analisis kekerasan terhadap
perempuan dan anak, beberapa saran kebijakan yang perlu dilakukan dalam
rangka mengakhiri kekerasan terhadap anak dan perempuan di Indonesia
antara lain:
1. Terkait dengan prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan
anak yang masih tinggi, perlu adanya pemberlakuan yang tegas law
enforcement terkait sejumlah peraturan perundang-undangan yang
ada untuk memberikan efek jera kepada para pelaku kekerasan.
2. Law enforcement juga harus dibarengi dengan kegiatan penyuluhan/
sosialisasi secara masif kepada masyarakat khususnya tentang
bahaya kekerasan yang terjadi di dalam rumahtangga (KDRT)
mengingat dampak yang ditimbulkan akibat tindak kekerasan
terhadap perempuan dan anak tidak hanya pada jangka pendek
tetapi juga dalam jangka panjang yang akan mengancam kualitas
sumber daya generasi penerus.
3. Program peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat juga
menjadi salah satu kunci yang dapat mengurangi tingkat kekerasan
terhadap perempuan dan anak, mengingat prevalensi kekerasan
yang lebih tinggi terjadi pada kelompok miskin dibandingkan pada
kelompok kaya.

9292 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
BAB
05

PENuTuP
4. Sistem pelaporan SIMFONI-PPA perlu disempurnakan baik
dari sisi konten maupun sistem pelaporannya. Dari sisi konten
penyempurnaan perlu dilakukan untuk menghindari redundancy
seperti yang ditemukan sebelumnya untuk menghindari
kebingungan petugas dalam mengisi sistem pelaporan. Dari sisi
sistem pelaporannya, KPPPA perlu mensosialisasikan secara masif
agar masyarakat mengetahui adanya SIMFONI-PPA dan mengetahui
mekanisme pelaporkan kejadian tindak kekerasan.
5. KPPPA juga perlu mensinergikan sistem pelaporan tindak kekerasan
terhadap perempuan dan anak (SIMFONI-PPA) dengan sistem
pelaporan yang ada di lembaga-lembaga lain yang bergerak di
bidang perlindungan perempuan dan anak melalui koordinasi dan
saling tukar informasi khususnya di tingkat lapangan, agar data yang
dikumpulkan valid dan reliabel.
6. Terkait dengan tampilan dashboard SIMFONI-PPA, perlu dilakukan
pengembangan dan penyempurnaan cara penyajian agar informasi
yang disampaikan lebih informatif.

9393
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
94 STATISTIK GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA

European Union Agency for Fundamental Rights, 2014. Violence against women:
an EU-wide survei, Luxembourg.

Hosking, G. 2005, Violence and what to do about it, the WAVE Report 2005,
diunduh dari http://www.wavetrust.org/our-work/the-
evidence/causes-of-violence (23 Oktober 2017)

Jacobson, S. 2011, Understanding Violence: What Causes It & How Should You
Respond?, diunduh dari https://www.harleytherapy.co.uk/
counselling/ causes-of-violence-how-to-respond.htm (23
Oktober 2017)

Johnson, H., Ollus, N., & Nevala, S., 2008. Violence against women: An international
perspective. New York: Springer.
Morris, S. C., 2007. The Causes of Violence and the Effects of Violence On Community
and Individual Health, Yale Section of Emergency Medicine,
Department of Surgery, Yale School of Medicine.

National Research Council. 1996. Understanding Violence Against Women.


Washington, DC: The National Academies Press.
Pinheiro, P.S., 2006. World Report on Violence Against Children, United Nations
Secretary-General’s Study on Violence against Children

Reiss, A.J. and Roth, J.A. (Eds.), 1993. Understanding and preventing violence.
Washington, DC: National Academy Press.

Sinha, M., 2013, “Measuring violence against women: Statistical trends”, Juristat,
Canadian Centre for Justice Statistics, no. 85-002-X

UNICEF, 2000. Domestic Violence Against Women and Girls, Innocenti Research
Centre, Florence , Italy.

UNICEF, 2014.  Hidden in Plain Sight: A Statistical Analysis of Violence against


Children.

Violence Prevention Initiative, 2009. What Is Violence Against Children?,


Information Sheet.

9595
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
WHO, 2012, Understanding and addressing violence against women, Geneva.

World Health Organization, Department of Reproductive Health and Research,


London School of Hygiene and Tropical Medicine, South African
Medical Research Council, 2013. Global and regional estimates of
violence against women: prevalence and health effects of intimate
partner violence and non-partner sexual violence.

9696 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
LAMPIRAN

VARIABEL PENDUKUNG PEMODELAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN


I. Faktor-faktor yang memengaruhi kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan
selama hidup dilakukan oleh pasangan
Variabel dependen :
1. Perempuan usia 15-64 pernah/punya asangan yang mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual selama hidup dilakukan oleh pasangan ==> Y1.2
0 : tidak mengalami
1 : mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual

Variabel independen - Faktor individu


1. Individu dapat membaca dan menulis huruf latin (bagian 1, rincian 107)
0 : tidak dapat (kode di kuesioner : 2)
1 : dapat (kode : 1)

2. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan Individu (bagian 1, rincian 108.b)


0 : <= SD
1 : SMP
2 : SMA+

3. Individu sementara tidak bekerja selama seminggu terakhir


(bagian 1, rincian 110)
0 : tidak (kode : 2)
1 : ya (kode : 1)

4. Pengesahan perkawinan dari Individu (bagian 1, rincian 129.a)


0 : tidak ada (kode : 2)
1 : ada (kode : 1)

9797
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Variabel independen - Faktor individu
5. Bentuk pengesahan perkawinan dari Individu (bagian 1, rincian 129.b)
0 : catatan sipil, KUA (sub rincian A-B berkode : 1)
1 : siri, agama lain, adat, kontrak, lainnya (sub rincian C-G berkode : 1)

6. Tingkat keseringan merokok dari Individu (bagian 2, rincian 212)


0 : tidak merokok, tidak tahu atau menolak/tidak menjawab (kode : 3, 8 atau 9)
1 : kadang-kadang merokok (kode : 2)
2 : setiap hari merokok (kode : 1)

7. Individu pernah minum minuman keras (miras) (bagian 2, rincian 214.a)


0 : tidak (kode : 2)
1 : ya (kode : 1)

8. Tingkat keseringan bertengkar Individu dengan suami/pasangan sekarang/


terakhir) (bagian 7, rincian 702)
0 : jarang, tidak tahu/tidak ingat atau menolak/tidak menjawab (kode : 1, 8 atau 9)
1 : kadang-kadang (kode : 2)
2 : sering (kode : 3)

9. Tingkat keseringan Individu menyerang suami/pasangan lebih dahulu


(menampar, mendorong, memukul, dll) (bagian 7, rincian 713)
0 : tidak pernah, tidak tahu/tidak ingat atau menolak/tidak menjawab (kode : 1, 8 atau 9)
1 : sekali (kode : 2)
2 : jarang (kode : 3, beberapa kali)
3 : sering (kode : 4)

9898 STATISTIK GENDER


STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
Variabel independen - Faktor pasangan
10. Suami/pasangan sekarang/terakhir punya istri/pasangan lain
(bagian 1, rincian 126)
0 : tidak punya, tidak tahu, menolak/tidak menjawab (kode : 2, 8, 9)
1 : punya (kode : 1)

11. Suami/pasangan sekarang/terakhir dapat membaca dan menulis huruf latin


(bagian 5, rincian 504)
0 : tidak dapat (kode : 2), tidak tahu atau menolak/tidak menjawab (kode : 8 / 9) jika
tidak tamat SD
1 : dapat (kode : 1)

12. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan suami/pasangan sekarang/terakhir


(bagian 5, rincian 505.b)
0 : <= SD
1 : SMP
2 : SMA+

13. Suami/pasangan sekarang/terakhir mencari pekerjaan atau menganggur


(bagian 5, rincian 506)
0 : tidak (selain kode : 2)
1 : ya (kode : 2)

14. Suami/pasangan pernah minum minuman keras (miras) (bagian 5, rincian 509.a)
0 : tidak (kode : 2)
1 : ya (kode : 1)

15. Suami/pasangan minum minuman keras (miras) dalam satu tahun terakhir
(bagian 5, rincian 509.b)
0 : tidak (kode : 2)
1 : ya (kode : 1)

9999
STATISTIK GENDER
STATISTIK TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
Variabel independen - Faktor pasangan
16. Tingkat keseringan suami/pasangan meminum minuman keras (miras)
(bagian 5, rincian 509.c)
0 : sudah berhenti, tidak tahu atau menolak/tidak menjawab (kode : 5, 8 atau 9)
1 : kurang dari sekali dalam sebulan (kode : 4)
2 : 1-3 kali dalam sebulan (kode : 3)
3 : 1-2 kali dalam seminggu (kode : 2)
4 : setiap hari atau hampir setiap hari (kode : 1)

17. Tingkat keseringan suami/pasangan mabuk dalam satu tahun terakhir


(bagian 5, rincian 510)
0 : tidak pernah, tidak tahu/tidak ingat atau menolak/tidak menjawab (kode : 5, 8 atau 9)
1 : <= sebulan sekali (kode : 3, 4)
2 : >= seminggu sekali (kode : 2, 1)

18. Suami/pasangan pernah menggunakan narkotika/obat-obatan terlarang


(bagian 5, rincian 512.a)
0 : tidak (kode : 2)
1 : ya (kode : 1)

19. Suami/pasangan menggunakan narkotika/obat-obatan terlarang dalam satu


tahun terakhir (bagian 5, rincian 512.b)
0 : tidak (kode : 2)
1 : ya (kode : 1)

20. Tingkat keseringan suami/pasangan menggunakan narkotika/obat-obatan


terlarang dalam satu tahun terakhir (bagian 5, rincian 512.c)
0 : sudah berhenti, tidak tahu/tidak ingat atau menolak/tidak menjawab (kode : 5, 8 atau
9)
1 : kurang dari sekali dalam sebulan (kode : 4)
2 : 1-3 kali dalam sebulan (kode : 3)
3 : 1-2 kali dalam seminggu (kode : 2)
4 : setiap hari atau hampir setiap hari (kode : 1)

100
100
STATISTIK GENDER
STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
Variabel independen - Faktor pasangan
21. Suami/pasangan pernah berkelahi fisik dengan orang lain (bagian 5, rincian 513)
0 : tidak pernah, tidak tahu atau menolak/tidak menjawab (kode : 2, 8 atau 9)
1 : pernah (kode : 1)

22. Tingkat keseringan suami/pasangan berkelahi fisik dengan orang lain dalam satu
tahun terakhir (bagian 5, rincian 514)
0 : tidak pernahm tidak tahu/tidak ingat atau menolak/tidak menjawab (kode : 1, 8 atau
9)
1 : sekali atau dua kali (kode : 2)
2 : beberapa (3-5) kali (kode : 3)
3 : sering (lebih dari 5) kali (kode : 4)
4 : setiap hari atau hampir setiap hari (kode : 1)

23. Suami/pasangan sekarang/terakhir punya hubungan selingkuh (tidak sah)


dengan perempuan lain saat bersama (bagian 5, rincian 515)
0 : tidak punya, tidak tahu atau menolak/tidak menjawab (kode : 2, 8 atau 9)
1 : punya (kode : 1)

Variabel independen - Faktor Sosial dan Budaya


24. Keeratan hubungan sosial para tetangga di lingkungan sekitar tempat tinggal
umumnya mengenal satu sama lainnya dengan baik (bagian 1, rincian 101)
0 : Ada keeratan (kode : 1)
1 : tidak ada keeratan, tidak tahu, menolak/tidak menjawab (kode : 2, 8 atau 9)

25. Kepedulian masyarakat terhadap tawuran atau perkelahian yang ditunjukkan


oleh tindakan masyarakat untuk menghentikannya tawuran atau perkelahian di
lingkungan sekitar tempat tinggal (bagian 1, rincian 102)
0 : selalu (kode : 1)
1 : kadang-kadang (kode : 2)
2 : tidak pernah ada tindakan, tidak tahu, menolak/tidak menjawab (kode : 3, 8 atau 9)

MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP


STATISTIK GENDER
STATISTIK
PEREMPUAN DAN ANAK DI
TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 101
101
Variabel independen - Faktor Sosial dan Budaya
26. Tingkat keamanan wilayah yang ditunjukkan oleh tingkat kekhawatiran terhadap
tingkat kejahatan di lingkungan sekitar tempat tinggal (seperti pencurian ,
perampokan, penipuan, penganiayaan, penculikan, pembakaran disengaja,
pengrusakan barang, pembunuhan, perkosaan, dll (IV, rincian 13)
0 : tidak khawatir, tidak tahu/tidak ingat, menolak/tidak menjawab (kode : 1, 8 atau 9)
1 : sedikit khawatir (kode : 2)
2 : sangat khawatir (kode : 3)

27. Klasifikasi desa/kota (Blok I, rincian 5)


0 : perdesaan (kode : 2)
1 : perkotaan (kode : 1)

Variabel independen - Faktor Ekonomi


28. Kuartil tingkat kesejahteraan
0 : 25 persen teratas (kuartil 4)
1 : 25 persen menengah atas (kuartil 3)
2 : 25 persen menengah bawah (kuartil 2)
3 : 25 persen terbawah (kuartil 1)

102
102
STATISTIK GENDER
STATISTIK
MENGAKHIRI
GENDER TEMATIK:
TEMATIK:
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN
DAN ANAK
ANAK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
II. Dampak Kekerasan Fisik dan/atau Seksual terhadap Kesehatan dan Psikologis Perempuan
Variabel dependen :
1. Banyaknya masalah umum kesehatan yang mengganggu dalam sebulan terakhir
(kumulatif dari masalah umum yang mengganggu “kumulatif masalah umum
kesehatan” (bagian 2, rincian 207)

2. Dalam seumur hidup pernah terlintas untuk mengakhiri hidup


0 : tidak pernah, tidak tahu/tidak ingat atau menolak/tidak menjawab (kode : 2, 8 atau 9)
1 : perbah (kode : 1)

3. Pernah mencoba mengakhiri hidup


0 : tidak pernah, tidak tahu/tidak ingat atau menolak/tidak menjawab (kode : 2, 8 atau 9)
1 : perbah (kode : 1)

Variabel independen :
1. Perempuan usia 15-64 yang mengalami kekerasan fisik selama hidup dilakukan
oleh pasangan dan bukan pasangan
0 : tidak mengalami
1 : mengalami kekerasan fisik

2. Perempuan usia 15-64 yang mengalami kekerasan seksual selama hidup


dilakukan oleh pasangan dan bukan pasangan
0 : tidak mengalami
1 : mengalami kekerasan seksual

MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP


STATISTIK GENDER
STATISTIK
PEREMPUAN DAN ANAK DI
TEMATIK:
GENDER TEMATIK:
INDONESIA
MENGAKHIRI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA 103
103

Anda mungkin juga menyukai