Anda di halaman 1dari 90

PEDOMAN

Pemberdayaan Perempuan dan


Perlindungan Anak Bagi
Lembaga Profesi
Pedoman
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
bagi Lembaga Profesi

ISBN :
978-602-6571-35-9

Diterbitkan oleh :
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak

Jl. Medan Merdeka Barat No.15, RT.2/RW.3,


Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10160

Dicetak oleh :

CV. Permata Andika

Hak Cipta © pada:


Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Edisi tahun 2019

Boleh mengutip dengan menyebutkan sumbernya.

II
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
TIM PENYUSUN

Pengarah:
Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Dip. Apling, MA
Indra Gunawan, SKM, MA

Penanggung jawab:
Sri Prihantini Lestari Wijayanti, SH, MH

Editor:
Sylvianti Angraini, SSi
Santi Herlina Zaenab, SE
Fikhi Akbar, SP, MM

Tim Penulis:
Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS
Prof. Dr. Armai Arief, MA
Hadi Utomo
Astri Sulistiawati, SKPm, Msi.

Kontributor:
 HIMPAUDI
• Prof. Dr. Ir. Netti Herawati, M.Si
• Dra. Yufi A.M Natakusumah, M.Pd
• Reni Nurlela, M.Pd
 IBI
• Dr. Indra Supradewi, MKM
• Kusuma Dini, AmKeb, SKM, MKM
 PERSAGI
• Dr. Minarto, M.PS.
• Lanita Somali, M.Sc., M.SEd
• Murbari Siwi, SKM
 AAI
• Muniar Sitanggang, S.H., M.H
• Hartana Siregar, S.H
• Lorenta Siregar, S.H

 PDKI
• dr. Yulherina, MKM, PKK
• dr. Sugma Agung Purbowo, MARS, DiplDK
• Dr. dr. Aragar Putri, MRDM
• dr. Danny Pattirajawane, SMat

i
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
 HIMPSI
• Dr. Andik Matulessy, M.Si, Psikolog
• Dr. Rini Sugiarti, M.Si, Psikolog
 FGII
• Tety Sulastry Lokollo
• Amriah, S.Pd
 PGRI
• Dr. Rosmayana, M.Pd
• Dra. Dian Mahsunah, M.Pd
• Drs. Mustafa Kemal, M.Pd
 IKI
• Prof. Dr. Prayitno, M.Sc.Ed
• Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd.Kons
• Drs. Achmad Suwandi, M.Pd.Kons
 JDNI
• dr. Andi Khomeini Takdir Haruni, SpPD, K-Psi
• dr. Melda Warliani, Sp.KFR.
 ADI
• Dr. Titik Haryati, M.Pd
• Ainur Rahmah, S.Pd.
 PERADI
• Rasida Siregar, S.H
• Muhammad Daud Berueh, SH
 IKAHI
• Dr. Riki Perdana Raya Waruwu,.S.H., M.H
• Abdurrahman Rahim,. S.H., M.H
 IDAI
• dr. Eva Devita, SpA(K)

Sekretariat:
• Aisyah Puspita Putri, SPSi
• Kustia Wulaningsih, SP
• Novita Nurul Siddiqah, SE
• Rafi Sukran, SKom
• Upik Maria Ulfah, SS

Desain dan Tata Letak


Ifa Agnes

ii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
SAMBUTAN

Perempuan dan anak adalah isu lintas sektor dan lintas bidang
yang sangat strategis. Berhasil tidaknya pembangunan sebuah negara
sangat tergantung pada kontribusi yang mereka berikan. Pembangunan
pemberdayaan perempuan di Indonesia diarahkan kepada upaya untuk
meningkatkan peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang
pembangunan agar tercipta hubungan relasi yang seimbang dan
harmonis dengan laki-laki; saling berbagi peran baik dalam keluarga
maupun masyarakat hingga ke tahapan membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara. Inilah hakekat dari kesetaraan gender yang
diharapkan dapat terwujud di Indonesia.
Sementara itu, anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai
harganya. Begitu berharganya anak maka mereka harus dijaga dengan
baik. Karena mereka adalah calon-calon generasi penerus yang pada
masanya nanti akan menggantikan generasi sebelumnya.
Indonesia sebagai negara yang visioner telah meletakkan
pembangunan perempuan dan anak sebagai hal yang sangat penting
dan strategis. Ini merupakan perjuangan yang tidak mudah bagi
Indonesia mengingat masih ada situasi tertentu yang memerlukan
perhatian serius. Misalnya, Indeks Pembangunan Gender Indonesia
Tahun 2017 sebesar 90,96 berarti masih terdapat kesenjangan
pencapaian pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan.
Kemudian, berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan
Remaja (SNPHAR 2018), 1 dari 3 anak laki-laki mengalami kekerasan
fisik dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan fisik.
Selanjutnya, untuk mencari solusi atas berbagai permasalahan
tersebut, pemerintah perlu bekerjasama/bermitra dengan berbagai
pihak karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itu, kami
mengajak Lembaga Profesi untuk bersinergi dalam penyelenggaraan
urusan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Dengan menerapkan “Prinsip Sinergi” yaitu ikhlas; transparan;
semuanya penting; tidak saling menyalahkan; dan mau saling berbagi,
diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih untuk kesejahteraan
perempuan dan anak.

iii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Dalam kesempatan ini, perkenankan kami mengucapkan terima
kasih dan apresiasi yang tinggi kepada Lembaga Profesi yang telah
bersinergi dan membantu Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak dalam penyusunan pedoman ini. Semoga
pedoman ini dapat meningkatkan peranserta Lembaga Profesi dalam
pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di
Indonesia.

Jakarta, Juni 2019


Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia

Yohana Susana Yembise

iv
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas terselesaikannya penyusunan Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan
dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi. Pedoman ini telah
disusun pada tahun 2018 yang kemudian disempurnakan pada tahun
2019. Dalam proses penyusunan dan penyempurnaannya, pedoman ini
mendapat masukan dari 3 (tiga) bidang lembaga profesi yaitu bidang
pendidikan, kesehatan dan sosial serta hukum.
Pedoman ini disusun dengan maksud menyediakan alat
(instrument) penilaian diri (self assessment) bagi Lembaga Profesi
dalam pelaksanaan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
sehingga diharapkan Lembaga Profesi dapat melihat lebihjelas konteks
pekerjaannya dan memotivasi untuk meningkatkan partisipasinya dalam
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Selain itu, dengan
tersusunnya pedoman ini diharapkan terdapat perubahan paradigma
pada Lembaga Profesi menjadi lebih responsif gender dan responsif
anak dalam mengeluarkan kebijakan, program kerja dan kegiatan.
Selain itu, pedoman ini diharapkan dapat mendorong Lembaga
Profesi untuk memiliki bidang khusus yang menangani pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak dalam struktur organisasinya, atau
memiliki sumber daya manusia yang terlatih/paham gender dan hak
anak atau melakukan sinergi dengan pihak lain yang terkait dalam
program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah bekerja keras memberikan sumbangan pemikiran, tenaga dan
waktu sehingga pedoman ini dapat diselesaikan dengan baik. Kami
menyadari masih terdapat kekurangan dalam pedoman ini maka
masukan dan kritikan yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Selamat menggunakan pedoman ini.

Jakarta, Juni 2019


Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat

Indra Gunawan

v
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR ISI

Halaman
COVER ................................................................................... i
SAMBUTAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ............................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN...................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................... 1
B. Tujuan................................................................... 8
C. Keluaran Yang diharapkan...................................... 9
D. Dasar Hukum......................................................... 9
E. Definisi/Istilah....................................................... 12

BAB II PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN


PERLINDUNGAN
ANAK....................................................................... 17
A. Gambaran Umum................................................... 17
B. Konsep Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak................................................. 19

BAB III FUNGSI DAN PERAN LEMBAGA PROFESI


DALAM PEMBANGUNAN PP-PA.......................... 33
A. Gambaran Umum Lembaga Profesi......................... 33
1. Pengertian Lembaga Profesi............................... 33
2. Struktur Organisasi........................................... 35
3. Keanggotaan..................................................... 36
4. Program Kerja................................................... 37
B. Fungsi dan Peran Lembaga Profesi dalam Sistem
Pembangunan PP dan PA..................................... 37

vii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
C. Mekanisme Kemitraan Lembaga Profesi dalam
Sistem Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak............................................... 40
D. Konsep Sinergi dalam Sistem Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak....................... 44

BAB IV EVALUASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN


PP-PA BAGI LEMBAGA PROFESI........................ 49
A. Strategi Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
PP-PA bagi Lembaga Profesi................................. 49
B. Komponen dan Indikator Evaluasi Pelaksanaan
PP-PA Bagi Lembaga Profesi................................. 49
C. Instrumen dan Penilaian......................................... 52
C.1. Instrumen Evaluasi Pelaksanaan PP-PA........... 52
C.2. Penilaian........................................................ 63
C.3. Strategi Tindak Lanjut................................... 64

BAB V PENUTUP................................................................ 69

DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 71

LEMBAGA-LEMBAGA PROFESI KONTRIBUTOR


PENYUSUNAN PEDOMAN ................................................. 73

viii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 : Pendekatan Komprehensif dalam pencegahan
dan Penangan Masalah PP-PA................................ 23
Gambar 2 : Pola Kemitraan Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak........................................... 43
Gambar 3 : Penguatan Sinergi Pemerintah dan Lembaga
Masyarakat............................................................. 45

ix
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 : Instrumen Evaluasi Pelaksanaan Sistem Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga
Profesi........................................................................ 53

x
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR SINGKATAN

AAI : Asosiasi Advokat Indonesia


AD ART : Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
ADI : Asosiasi Dosen Indonesia
AKI : Angka Kematian Ibu
BPFA : Beijing Platform for Action
BPS : Badan Pusat Statistik
CEDAW : Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women
CSR : Corporate Social Responsibility
DP3A : Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
DU : Dunia Usaha
Ekosob : Ekonomi, Sosial dan Budaya
FGII : Federasi Guru Independen Indonesia
GAP : Gender Analysis Pathway
HIMPSI : Himpunan Psikologi Indonesia
HIMPAUDI : Himpunan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Anak Usia
Dini Indonesia
IBI : Ikatan Bidan Indonesia
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDG : Indeks Pemberdayaan Gender
IDI : Ikatan Dokter Indonesia
IKAHI : Ikatan Hakim Indonesia
IKI : Ikatan Konselor Indonesia
ILO : International Labour Organization
INPRES : Instruksi Presiden
IPG : Indeks Pembangunan Gender
IPM : Indeks Pembangunan Manusia
IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Tekonologi
JDNI : Junior Doctor Network Indonesia
KEMENPPPA : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak
KB : Keluarga Berencana
KH : Kelahiran Hidup
KHA : Konvensi Hak Anak
KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi
KKG : Keadilan dan Kesetaraan Gender

xi
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia
LBH : Lembaga Bantuan Hukum
LM : Lembaga Masyarakat
LP : Lembaga Profesi
LPSK : Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
OPD : Organisasi Perangkat Daerah
P2TP2A : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak
PATBM : Perlindungan Anak Terpadu berbasis Masyarakat
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
PBB : Persatuan Bangsa Bangsa
PDKI : Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia
PERADI : Perhimpunan Advokat Indonesia
PERSAGI : Persatuan Ahli Gizi Indonesia
PGRI : Persatuan Guru Republik Indonesia
PJI : Persatuan Jaksa Indonesia
PP-PA : Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
PPRG : Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
PSGA : Pusat Studi Gender dan Anak
PSW : Pusat Studi Wanita
PUG : Pengarusutamaan Gender
PUHA : Pengarusutamaan Hak Anak
PUSPA : Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan
Anak
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SAKERNAS : Survei Angkatan Kerja Nasional
SDGs : Sustainable Development Goals
SDM : Sumber Daya Manusia
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SNPHAR : Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja
SPHPN : Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional
SUPAS : Survei Penduduk Antar Sensus
SUSENAS : Survei Sosial Ekonomi Nasional
TPPO : Tindak Pidana Perdagangan Orang
UPPA : Unit Pelayanan Perempuan dan Anak
UU : Undang-Undang
WFFC : The World Fit for Children

xii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program pembangunan secara normatif seringkali dideklarasikan
sebagai upaya melakukan perubahan untuk mencapai tingkat
kesejahteraan tertentu bagi masyarakat umum. Definisi normatif
atas pembangunan dipahami sebagai definisi yang netral, dalam
pengertian tidak memihak atau memberikan peluang yang sama
pada kelompok tertentu untuk memperoleh manfaat. Pandangan
normatif ini tidak terlalu tepat karena sebenarnya pembangunan
memberikan dampak yang berbeda, sesuai dengan tingkat
seseorang atau kelompok yang mengakses hasil-hasil pembangunan.
Dalam pengertian ini, pembangunan bersifat tidak netral atau
merepresentasikan suatu kepentingan dominan, bahkan ideologi
tertentu.
Sejalan dengan pengertian diatas, maka pembangunan dalam
perspektif gender juga tidak bersifat netral. Program pembangunan
yang sedemikian rupa didesain untuk mengakomodasi kepentingan
publik, ternyata dalam praktiknya memberikan dampak yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, pada titik
tertentu, pembangunan yang sudah dianggap ideal mengakomodasi
kepentingan umum dan memenuhi hak-hak dasar ekonomi, sosial,
dan budaya (ekosob) justru semakin membuat kelompok perempuan
terpuruk. Hal penting yang menyebabkan perbedaan penerimaan
dampak pembangunan ini adalah tingkat kapasitas mengakses
antara laki-laki dan perempuan berbeda. Relasi sosial ekonomi
sampai saat ini harus diakui masih menempatkan perempuan
pada posisi yang cenderung tertinggal. Oleh karena itu, pada saat
proses pembangunan yang memposisikan masyarakat secara sama
diluncurkan, maka muncul ironi dalam bentuk dominasi. Perspektif
netralitas ini memperlebar kesenjangan dan ketidakadilan sosial.

1
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Pembangunan merupakan hak bagi seluruh umat manusia tidak
terkecuali perempuan dan anak-anak. Pemberdayaan perempuan
penting dilakukan untuk mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan mengingat realitas bahwa peran perempuan masih
sering dikesampingkan dalam sejumlah aspek kehidupan.
Melansir data yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2017, tercatat bahwa Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 71,74 yang menurun
meningkat sebanyak 0,35 poin dibandingkan tahun 2016. Dalam
perhitungannya, IDG menitikberatkan pada partisipasi, dengan
cara mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi
politik, dan pengambilan keputusan. Adapun salah satu variabel
pembentuk IDG yakni keterlibatan perempuan dalam parlemen.
Data BPS (2017), menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan
dalam parlemen di Indonesia masih belum memenuhi kuota
maksimal yang ditetapkan yakni 30 persen, dengan realisasi kurang
dari 20 persen.
Isu perempuan dalam pembanguan sangat penting, mengingat
proporsi perempuan mencapai 49,76% dari total penduduk. Selain isu
masih rendahnya keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan
keputusan politik, juga ada beberapa isu yang harus terus dicarikan
jalan keluarnya, seperti: 1) rentannya perempuan menjadi korban
kasus-kasus kekerasan; 2) rendahnya akses pendidikan dan informasi
bagi perempuan yang membuat dirinya mudah untuk ditipu dan
diperdayakan oleh orang lain, sehingga banyak sekali perempuan
menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO); 3)
penempatan peran gender yang tidak seimbang antara laki-laki
dan perempuan, dimana laki-laki diposisikan di wilayah publik
sedangkan perempuan di wilayah domestik. Hal ini berdampak pada
beban ganda perempuan sebagai bentuk ketidakadilan gender; 4)
adanya stigma sosial bahwa perempuan adalah makhluk lemah-
lembut sedangkan laki-laki makhluk kuat, yang menyebabkan posisi
perempuan di marginalisasikan; serta 5) perempuan dianggap tidak
mampu melaksanakan kompetisi di berbagai bidang pembangunan
padahal perempuan memilliki peran strategis.

2
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Kondisi diatas menyebabkan masih banyaknya permasalahan yang
dihadapi perempuan, seperti:
1. Masih rendahnya rata-rata lama sekolah perempuan usia 15
tahun keatas (8,17tahun), dibandingkan laki-laki (8,83 tahun)
(sumber: Susenas 2017).
2. Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu sebesar 305
per 100.000 kelahiran hidup (KH) (Supas 2015, BPS). Target
SDGs adalah 70 per 100.000 KH tahun 2030.
3. Lebih separuh pekerja perempuan yaitu 61,37% bekerja di
sektor informal (Sakernas Agustus 2017, BPS).
4. Pendapatan dan Kesempatan bekerja bagi perempuan 59%
dibawah laki-laki (SPHPN KEMENPPPA-BPS).
5. Secara rata-rata, Gaji yang diterima perempuan juga 32,23
persen lebih rendah dari laki-laki (ILO, 2015).
6. 2,58 juta dari 86 juta perempuan menjadi korban kekerasan
(Catatan Komnas Perempuan 2011-2015).
7. 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan oleh
pasangan dan selain pasangan selama hidup mereka (SPHPN
KEMENPPPA-BPS).
8. 1 dari 5 perempuan pernah/sedang menikah mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual oleh selain pasangan selama
hidup (SPHPN KEMENPPPA-BPS).
9. Perempuan (termasuk anak) berpeluang empat kali lebih
tinggi untuk menjadi korban perdagangan orang dibandingkan
dengan laki-laki (Unicef 2017).
Sehubungan dengan itu, pemberdayaan perempuan menjadi
salah satu fokus pemerintah Indonesia dalam mewujudkan tujuan
pembangunan yang tercantum dalam Sustainable Development
Goals (SDGs) mengenai keadilan dan kesetaraan gender (KKG).
Tertuang dalam target pencapaian SDGs tersebut sebagaimana
tertulis dalam indikator SDGs oleh BPS (2014), bahwa pemerintah
Indonesia berkomitmen dalam memantau dan mengakhiri
diskriminasi dan kesenjangan dalam pelayanan publik, penegakan
hukum, akses terhadap keadilan dan partisipasi dalam kehidupan
politik dan ekonomi berbasis gender.

3
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Adapun komitmen pemerintah tersebut sebelumnya sudah
diwujudkan melalui sejumlah kebijakan berkenaan dengan
pengarusutamaan gender (PUG) diantaranya Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang PUG dalam pembangunan
nasional, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun
2008 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG di daerah.
Pengarusutamaan Gender (PUG) diartikan sebagai upaya yang
dilakukan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-
laki dan perempuan dalam mengakses dan mendapatkan manfaat
pembangunan. Adapun sasaran utama PUG antara lain meningkatkan
peran perempuan dalam beragam sektor pembangunan terutama
di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap
penguasaan sumber daya, dan politik.
Strategi PUG ke dalam proses pembangunan dewasa ini semakin
diakui sebagai kebutuhan pembangunan nasional. Pembangunan
kesetaraan gender yang tertuang dalam RPJPN 2005-2025
mempunyai target bahwa di akhir tahun 2024 terwujudnya kesetaraan
gender. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019, yang telah dibuat payung hukumnya dalam
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, mengamanatkan bahwa
peningkatan kualitas hidup perempuan serta kesejahteraan dan
perlindungan anak merupakan salah satu dari agenda menciptakan
Indonesia yang adil dan demokratis. Ada tiga cross cutting
issues dalam RPJMN, yaitu: 1) Pembangunan berkelanjutan
(sustainability development), 2) Tata Kelola Pemerintahan yang
Baik (Good Governance), dan 3) Pengarusutamaan Gender (Gender
Mainstreaming). Upaya tersebut diperkuat setiap tahunnya, melalui
Rencana Kerja Pemerintah yang merupakan penjabaran dari
RPJMN. Didalamnya disebutkan bahwa pengarusutamaan gender
telah ditetapkan sebagai salah satu prinsip pengarusutamaan
yang harus dilakukan oleh seluruh sektor pembangunan untuk
memastikan kebijakan/program/kegiatan pembangunan responsif
terhadap isu-isu gender.
Terdapat dua sasaran Pembangunan Manusia Dan Masyarakat yang
tertuang dalam Sasaran Pokok Pembangunan Nasional (RPJMN

4
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2015-2019), yaitu: 1) Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan
Perempuan; serta 2) Perlindungan anak. Target pada Kesetaraan
Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah meningkatnya
Indeks Pembangunan Gender (IPG) lebih dari 69,6 (2013), serta
meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) lebih dari 70,5
(2013). Sedangkan target Perlindungan Anak adalah diantaranya
menurunnya Prevalensi Kekerasan terhadap anak, Anak laki-laki:
menjadi < 38,62 persen; dan Anak perempuan: < 20,48 persen
(2013).
Proporsi anak yang mencapai 30% dari total penduduk merupakan
asset pembangunan, investasi SDM dan sebagai tongkat estafet
penerus masa depan bangsa. Disamping itu anak merupakan
amanat nasional dan internasional dan memiliki hak- hak yang harus
dipenuhi. Oleh sebab itu, mereka harus dipersiapkan dengan baik,
guna menyongsong masa depan bangsa yang paripurna. Namun
berdasarkan data Susenas (2017) terlihat bahwa kepemilikan akta
kelahiran pada anak baru mencapai 83.33%. Sekitar 37,91% anak
perempuan kawin usia 16 tahun dan 22,92% kawin usia 17 tahun
(Susenas 2017, BPS). 1,60 persen anak perempuan 10-17 tahun
di Indonesia berstatus pernah kawin (Susenas 2014, BPS); dan
lebih dari 2 juta anak menjadi pekerja anak (Susenas 2016, BPS).
Data kekerasan terhadap anak dapat dilihat dari Survei Nasional
Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR 2018) yang
menunjukan bahwa:
1. Kekerasan emosional (dihina, direndahkan, tidak diharapkan
lahir, tidak disayangi atau mengalami perundungan). Dalam
12 bulan terakhir, > 50% anak usia 13-17 tahun baik di desa
maupun dikota mengalami kekerasan emosional. Perempuan
(3 dari 5 anak perempuan) mengalami kekerasan emosional
lebih banyak dibanding anak laki-laki (1 dari 2 anak laki-laki).
Pelaku terbesar (>70%) yang melakukan kekerasa emosinal
adalah dalam kategori anak juga yaitu teman sebaya, menyusul
keluarga, dewasa dikenal, pacar, dan dewasa tidak dikenal.
2. Kekerasan fisik (ditendang, dipukul, dicekik, dibekap, atau
diancam/diserang dengan senjata). Kekerasan Fisik lebih
banyak dialami oleh anak laki-laki disbanding anak perempuan.

5
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
1 dari 3 anak laki mengalami kekerasan fisik. 1 dari 5 anak
perempuan mengalami kekerasan fisik. Jenis kekerasan fisik
tebesar adalah dipukul/ditendang, dengan pelaku kekerasan
fisik terbesar adalah teman sebaya, menyusul keluarga, dewasa
dikenal, pacar, dan dewasa tidak dikenal.
3. Kekerasan seksual. Anak perempuan lebih banyak mengalami
kekerasan seksual disbanding anak laki-laki. Sebanyak 1 dari
11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. Sebanyak
1 dari 17 anak laki-laki mengalami kekerasan seksual. Pelaku
terbesar (>70%) adalah teman sebaya, menyusul pacar, dewasa
dikenal, keluarga dan dewasa tidak dikenal.
Dari segi pendidikan terlihat bahwa masih banyak anak yang
mengalami masalah. sebesar 20,49 persen anak 0-6 tahun yang
mengikuti PAUD (Susenas 2017, BPS); sebesar 16,52 persen anak
berumur 7-17 tahun yang tidak/belum pernah sekolah karena
bekerja/mencari nafkah, dan 7,40 persen yang tidak/belum pernah
sekolah karena menikah dan mengurus rumah tangga (Susenas
2017, BPS).
Melihat kondisi di atas, perhatian pemerintah terhadap anak
juga menjadi fokus penting dalam mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan, seperti tertuang pada RPJMN 2015-2019.
Mengutip pernyataan Unicef dalam laporan baseline SDGs tentang
anak-anak Indonesia tahun 2017, menyatakan bahwa berinvestasi
pada anak-anak dan anak muda, amat penting dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan, dan memonitor kemajuan pada
anak sangat krusial dalam menentukan investasi apa yang harus
dijalankan. Karena itulah, SDGs mengakui anak sebagai agen
perubahan (agent of change) dan penerus (torch-bearer) bagi
pembangunan berkelanjutan (Unicef, 2017).
Dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berpihak pada
kepentingan anak, pemerintah telah menyusun strategi pemenuhan
hak anak yang dikenal dengan Pengarusutamaan Hak Anak
(PUHA). Sebagaimana PUG yang telah diintegrasikan dalam
kebijakan maupun program pembangunan, PUHA juga telah
diintegrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

6
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Adapun payung hukum
PUHA di antaranya adalah Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak (KHA), Undang
Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, SDGs
dan The World Fit for Children (WFFC).
Merujuk pada uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pemberdayaan
perempuan dan peningkatan kesejahteraan serta perlindungan anak
merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan
diantaranya dengan mengintegrasikan PUG dan PUHA ke dalam
setiap lembaga/institusi. Hal ini penting dilakukan melihat fakta
bahwa kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan
anak di Indonesia masih dinilai lemah.
Sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2000, bahwa
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KEMENPPPA) berkewajiban dalam memberikan bantuan teknis
kepada institusi dan lembaga dalam melakukan pengarusutamaan
gender dan melaporkan hasil pelaksanaannya. Institusi dan lembaga
yang dimaksud di antaranya lembaga pemerintahan maupun non
pemerintah di tingkat pusat dan daerah termasuk didalamnya
lembaga profesi.
Sinergitas antar pihak dari berbagai elemen, penting dilakukan
dalam mengimplementasikan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak. Mengingat permasalahan yang dihadapi oleh
perempuan dan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab
KEMENPPPA semata. Dalam hal ini, lembaga profesi sebagai
salah satu pihak yang paling dekat dengan masyarakat memiliki
potensi dalam mewujudkan kesejahteraan perempuan dan anak.
Sementara itu, yang dimaksud dengan lembaga profesi ialah suatu
wadah yang didirikan oleh institusi yang memiliki ragam profesi/
keahlian khusus berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial untuk
mencapai tujuan bersama.
Peran penting lembaga profesi dalam mengimplementasikan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dapat dilakukan
dengan melakukan sejumlah upaya mulai dari promotif, preventif,

7
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
kuratif, sampai rehabilitatif, di antaranya melalui pemberian
edukasi, pendampingan dan pembelajaran terhadap isu-isu yang
menyangkut perempuan dan anak.
Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak, perlu dilakukan tiga langkah yang berkesinambungan dan
menjadi pokok peran pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak yakni: 1) Pemihakan, artinya harus lebih berpihak kepada
perempuan; 2) Penyiapan, artinya pemberdayaan menuntut
kemampuan perempuan untuk bisa ikut mengakses, berpartisipasi,
mengontrol, dan mengambil manfaat; 3) Perlindungan, artinya
memastikan bahwa semua hak perempuan dan anak terpenuhi serta
menjamin tidak terjadi kekerasan, perdagangan dan kesenjangan
ekonomi. Dalam rangka mengefektifkan pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak pada berbagai tatanan dan kelembagaan,
maka diperlukan suatu sistem yang komprehensif dan integratif,
berupa Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Peran lembaga profesi dalam Sistem Pembangunan PPPA sangat
strategis untuk mendukung percepatan tujuan pembangunan
PPPA yang berkelanjutan dan pencapaian target Sustainable
Development Goals (SDGs) yaitu: Tujuan 1 (Kemiskinan), Tujuan
2 (Kelaparan), Tujuan 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan), Tujuan 4
(Pendidikan), Tujuan 5 (Kesetaraan Gender), Tujuan 6 (Air bersih
dan sanitasi), dan Tujuan 13 (Perubahan Iklim).

B. Tujuan
Tujuan penyusunan buku ini adalah sebagai dasar dari
pengembangan:
1. Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak bagi Lembaga Profesi;
2. Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Pemberdayaan Parempuan
dan Perlindungan Anak bagi Lembaga Profesi;
3. Pedoman dalam melaksanakan strategi tindak lanjut bagi
peningkatan partisipasi lembaga profesi dalam Pemberdayaan
Parempuan dan Perlindungan Anak.

8
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
C. Keluaran Yang Diharapkan
Keluaran/output yang diharapkan dengan dikembangkannya
pedoman ini adalah terjadinya perubahan Lembaga Profesi yang
lebih responsif gender dan hak anak. Perubahan di Lembaga Profesi
tersebut dapat dilihat di antaranya minimal ada satu dari kondisi
di bawah yaitu:
1. Kebijakan yang responsif gender dan hak anak;
2. Adanya bidang khusus yang menangani PP-PA dalam Struktur
Organisasi;
3. Adanya Program Kerja terkait PP-PA;
4. SDM yang terlatih/paham gender dan hak anak;
5. Melakukan Sinergi dengan pihak lain yang terkait dalam
program PP-PA.

D. Dasar Hukum
1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984
tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention on the
Elimination of All Forms Of Discrimination Against Women/
CEDAW) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3277);
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);

9
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
6) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);
7) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720);
8) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4928);
9) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan (Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
10) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5332);
11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5571);
12) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014
Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602);
13) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5606);

10
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
14) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016
Tentang Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5871);
15) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 225);
16) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;
17)
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional;
18) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender Di Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 927);
19) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan
Perempuan Dan Perlindungan Anak (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 615);
20) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor 2 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 320);
21) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Indikator Pemantauan Dan
Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan
Dan Perlindungan Anak (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 990);
22) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan
Hukum;

11
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
23) Planet 50:50 gender equality pada tahun 2030 (United Nations
Women pada Sidang Umum Persatuan Bangsa-Bangsa
(PBB)).

E. Definisi/Istilah
1. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memberikan rasa aman kepada korban dan saksi yang dilakukan
oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara
maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3. Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
adalah keseluruhan proses penyelenggaraan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak yang dilakukan secara
komprehensif, inklusif dan integratif mulai dari tahap pelayanan
penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan,
rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum, sampai
dengan pemulangan dan reintegrasi sosial bagi perempuan dan
anak korban kejahatan dan kekerasan ke lingkungan sosialnya.
4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak).
5. Lembaga profesi adalah suatu wadah yang didirikan oleh
institusi atau kelompok orang yang memiliki profesi/keahlian
khusus berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial untuk
mencapai tujuan bersama.
6. Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang
diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk
mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang
membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.

12
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
7. Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi pembangunan
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan
mengintegrasikan kepentingan, aspirasi dan kondisi laki-laki
dan perempuan dalam setiap tahapan pembangunan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan evaluasi.
8. Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA) suatu strategi
pelaksanaan perlindungan anak dengan mengintegrasikan
hak anak dalam peraturan perundangan, kebijakan, program,
kegiatan dan anggaran, mulai dari tahap perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dengan
prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
9. Prinsip pemenuhan Hak Anak adalah Prinsip atas Hak
Kelangsungan Hidup dan Tumbuh kembang; Prinsip Non
Diskriminasi; Prinsip Kepentingan Terbaik untuk Anak; dan
Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak.
10. Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan indeks
pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang
sama seperti IPM dengan memperhatikan ketimpangan
gender. IPG digunakan untuk mengukur pencapaian dalam
dimensi yang sama dan menggunakan indikator yang sama
dengan IPM, namun lebih diarahkan untuk mengungkapkan
ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.
11. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) adalah indeks komposit
yang mengukur peran aktif perempuan dalam kehidupan
ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan
ekonomi dan politik mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi
ekonomi dan pengambilan keputusan serta penguasaan sumber
daya ekonomi.

13
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB II
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK
BAB II
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK

A. Gambaran umum Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan


Anak
Perempuan dan anak merupakan salah satu kelompok masyarakat
yang keberadaannya menjadi potensi dan aset pembangunan. Akan
tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
perempuan dan anak masih menjadi kelompok yang rentan
terhadap berbagai kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya.
Pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan
yang dapat dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia tanpa
membedakan jenis kelamin, laki-laki, perempuan, anak-anak
maupun orangtua secara adil, efektif dan akuntabel.
Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan untuk seseorang
atau sekelompok orang agar memiliki posisi tawar sehingga
mampu menjadi pelaku dalam proses pembangunan yang
partisipatif dan aktif. Pemberdayaan (empowerment) perempuan
merupakan upaya yang dilakukan untuk menunjukan penguatan
terhadap segala yang berada dalam ketidakberdayaan sehingga
pemberdayaan diharapkan mampu menolong dirinya sendiri dalam
mengembangkan kemandirian secara berkelanjutan. Pemberdayaan
di sini juga lebih memberikan penekanan bahwa seseorang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang
cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain
yang menjadi perhatiannya. Tujuan Pembangunan Pemberdayaan
perempuan yaitu meningkatkan pemberdayaan kaum perempuan
untuk mengembangkan bakat dan potensinya sehingga mereka
memiliki kesempatan dan penghargaan yang sama dengan kaum
laki-laki. Selain itu, pembangunan yang adil dan berkelanjutan ini
juga harus menjamin akses perempuan ke sumber daya produktif
dan hak partisipasi yang setara dengan laki-laki dalam kehidupan

17
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
politik, ekonomi, bermasyarakat, serta memiliki hak membuat
keputusan dalam bidang publik dan swasta.
Pembangunan perlindungan anak menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan terhadap kelompok anak sendiri perlu dilakukan sebagai
konsekuensi dari karakteristik anak itu sendiri sebagai kelompok
yang rentan, tidak berdaya dan masih memerlukan perlindungan
dari orang dewasa. Tujuan pembangunan perlindungan anak
adalah mewujudkan anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak
mulia, dan sejahtera, dengan prioritas mengakhiri kekerasan dan
eksploitasi terhadap anak. Hal ini sejalan dengan agenda keempat
Nawa Cita, pada sub agenda melindungi anak, perempuan, dan
kelompok marjinal.
Adapun beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam
rangka melaksanakan pembangunan pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak yaitu: Pertama, meningkatkan kualitas
hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan,
Kedua, meningkatkan perlindungan bagi perempuan dari berbagai
tindak kekerasan, termasuk tindak pidana perdagangan orang
(TPPO), dan ketiga, meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG
dan kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak
kekerasan. Keempat, meningkatnya akses semua anak terhadap
pelayanan yang berkualitas dalam rangka mendukung tumbuh
kembang dan kelangsungan hidup, kelima, mengupayakan penurunan
prevalensi kekerasan terhadap anak dengan menguatkan sistem
perlindungan anak yang mencakup pencegahan, penanganan, dan
rehabilitasi anak korban tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran,
dan perlakuan salah. Keenam, menguatkan kapasitas kelembagaan
perlindungan anak.
Pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
masih dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain: (1)
Belum optimalnya kualitas hidup dan peran perempuan; (2) Masih
terjadinya kesenjangan gender dalam hal aksesibilitas, manfaat,

18
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
kontrol dan partisipasi pembangunan, terutama dalam bidang politik
dan ekonomi; (3) Masih tingginya tindak kekerasan dan diskriminasi
terhadap perempuan dan anak; (4) Belum optimalnya pemenuhan
hak-hak anak; dan (5) Belum efektifnya kelembagaan, pelayanan,
jaringan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Pengarusutamaan
Hak Anak (PUHA).
Kondisi di atas terjadi karena masih adanya kendala dalam
Penyelenggaraan Percepatan Pencegahan dan penanganan
permasalahan perempuan dan anak, antara lain:
a. Belum efektifnya program-program Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak;
b. Belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan intervensi PP-PA
di semua tingkatan terkait dengan perencanaan, penganggaran,
penyelenggaraan, serta pemantauan dan evaluasi;
c. Belum efektif dan efisiennya pengalokasian dan pemanfaatan
sumberdaya dan sumberdana;
d. Adanya Keterbatasan kapasitas dan kualitas penyelenggaraan
program;
e. Masih minimnya advokasi, kampanye, dan diseminasi terkait
PP-PA, dan berbagai upaya pencegahannya;
f. Masih adanya kekosongan hukum terkait perlindungan
perempuan dan anak (contoh: Undang-undang terkait
Kekerasan Seksual).
Untuk hal ini diperlukan suatu upaya yang terintegratif dan
berkelanjutan dalam suatu sistem pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak.

B. Konsep Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak


mengacu pada Sistem PP-PA
Dalam Peraturan Menteri PP-PA Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Sistem Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak,
dinyatakan bahwa Sistem Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak adalah keseluruhan proses penyelenggaraan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang dilakukan

19
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
secara komprehensif, inklusif dan, integratif mulai dari tahap
pelayanan penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan,
rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum, sampai dengan
pemulangan dan reintegrasi sosial bagi perempuan dan anak korban
kejahatan dan kekerasan ke lingkungan sosialnya.
Ada tiga dimensi sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak yaitu: Dimensi Kualitas hidup perempuan dan anak; Dimensi
Kelembagaan; dan Dimensi Perlindungan Perempuan dan Anak.
Dengan demikian tujuan sistem PP-PA dari ketiga dimensi tersebut
adalah:
1. Meningkatkan kualitas hidup perempuan, anak, dan kualitas
keluarga;
2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak di pusat dan daerah,
termasuk pengembangan sistem data gender dan anak;
3. Memberikan perlindungan hak perempuan dan pemenuhan hak
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai
bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya.
Sesuai uraian dari tujuan sistem Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan anak, maka ada beberapa upaya yang dilakukan
untuk pencapaian tujuan tersebut di atas, seperti diuraikan dalam
Permen PPPA Nomor 6 tahun 2015, adalah sebagai berikut:
1. Dimensi Kualitas Hidup Perempuan dan Anak: Upaya
meningkatkan kualitas hidup perempuan, anak, dan kualitas
keluarga, dapat dilakukan dalam beberapa hal, yaitu:
a. Memberikan akses kepada perempuan dan anak terhadap
layanan pendidikan, kesehatan, dan bidang strategis lainnya;
b. Mendorong keterlibatan perempuan dan anak dalam proses
pembangunan;
c. Memberikan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai
karakter, budi pekerti, dan ketahanan keluarga;
d. Mendorong program-program yang dapat meningkatkan
kemandirian perempuan di bidang ekonomi, politik, hukum,
sosial, budaya, serta bidang strategis lainnya.

20
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2. Dimensi Kelembagaan: Upaya meningkatkan kapasitas
kelembagaan pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak baik di pusat maupun daerah, termasuk pengembangan
sistem data gender dan anak dapat dilakukan melalui upaya:
a. Pembentukan, pengembangan dan penguatan kapasitas
lembaga perlindungan perempuan dan anak termasuk unit-
unit layanan pengaduan kekerasan terhadap perempuan
dan anak serta layanan bantuan hukum;
b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola;
c. Penguataan kapasitas kelembagaan PUG dan PUHA di
pusat dan daerah;
d. Penguatan dan pengembangan sistem data gender dan
anak.
3. Dimensi Perlindungan Perempuan dan Anak: Upaya
memberikan perlindungan hak perempuan dan pemenuhan hak
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai
bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya. Ada
empat sub dimensi dalam melaksanakan upaya perlindungan
perempuan dan anak yaitu: dimensi promotif, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Upaya promotif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1). Memperkuat mekanisme koordinasi dan jejaring kerja
antar unit layanan dalam upaya penanganan kasus-
kasus kekerasan;
2). Menyediakan materi-materi Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) terkait pencegahan dan penanganan
kekerasan;
3). Menyelenggarakan sosialisasi, advokasi dan kampanye
sosial dalam rangka pencegahan dan penanganan
kekerasan.
b. Upaya preventif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1) Mengadakan penyuluhan kesadaran hukum bagi
masyarakat khususnya bagi perempuan dan anak;

21
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2) Mengembangkan gerakan masif dan berkelanjutan
yang melibatkan masyarakat dalam aksi pencegahan
dan penanganan kekerasan;
3) Menanamkan nilai-nilai karakter, budi pekerti, dan
ketahanan keluarga;
4) Melibatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
c. Upaya kuratif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1) Mengoptimalkan unit layanan teknis terkait pengaduan
kekerasan terhadap perempuan dan anak;
2) Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai
untuk penanganan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi
sosial, pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan
hukum;
3) Melakukan penanganan bagi korban kejahatan dan
kekerasan secara cepat, tepat, dan akurat oleh aparat
penegak hukum.
d. Upaya rehabilitatif dengan melakukan upaya sebagai
berikut:
1) Menyediakan tenaga pendamping bagi korban, saksi
dan pelaku kejahatan dan kekerasan, yang meliputi
antara lain tenaga psikolog, dokter dan atau psikiater,
rohaniawan/pendamping spiritual keagamaan,
pengacara, tenaga kesehatan, konselor dan guru;
2) Memperkuat jejaring kerja dan koordinasi dalam proses
reintegrasi serta pemulangan korban kepada keluarga
dan/atau lingkungan sosialnya.
Penanganan permasalahan PP-PA perlu koordinasi antar sektor dan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, Lembaga Profesi dan
Masyarakat Umum lainnya. Perlu upaya berjenjang dari tingkat
individu, keluarga, masyarakat, dan Negara seperti tertuang dalam
gambar 1:

22
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Gambar 1: Pendekatan komprehensif dalam pencegahan dan
penanganan masalah PP-PA

Dari Gambar 1 terlihat, bahwa masalah PP-PA, ada pada setiap


komponen, baik individu, keluarga, masyarakat maupun Negara.
Dalam penanganannya bisa menggunakan pendekatan teori
Sistem Ekologi Bronfenbrenner (1998) tentang perkembangan
sosiokultural. Teori ekologi memandang bahwa perkembangan
manusia dipengaruhi oleh konteks lingkungan. Melalui teori ini
dapat dijelaskan bahwa ada 5 (lima) sistem lingkungan berlapis
yang saling berkaitan, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi,
yaitu: mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan
kronosistem. Sehingga penanganan permasalahan perempuan dan
anak harus dilakukan secara komprehensif dan terintegratif pada
inter dan antar tingkatan. Mikrosistem adalah sistem terkecil
atau setting dimana individu menjalani kehidupan sehari-hari.
Pada mikrosistem ini terjadi interaksi langsung dengan agen sosial,
seperti: keluarga individu, teman sebaya, sekolah dan lingkungan
tempat tinggal.

23
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Mesosistem meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau
hubungan antara beberapa konteks. Contohnya: pengalaman anak
di keluarga, terkait dengan konteks di sekolah, teman sebaya dll.
Dukungan anak tidak hanya diperlukan dari keluarga, namun juga
sekolah, agar terjadi perkembangan anak yang lebih optimal.
Eksosistem adalah setting sosial yang lebih luas yang dapat
mempengaruhi individu. Individu tidak terlibat interaksi secara
langsung, namun dapat mempengaruhi Perkembangan karakter
anak. Misalnya: jam kerja orang tua yang bertambah menyebabkan
anak kehilangan interaksi dengan orang tuanya, sehingga kurangnya
keterlibatan orang tua dapat mempengaruhi perkembangan anak.
Makrosistem adalah sistem lapisan terluar dari lingkungan anak.
Susbsistem makrosistem ini terdiri dari ideologi negara, pemerintah,
tradisi, agama, hukum, adat istiadat dan kebudayaan. Hal-hal
tersebut berlaku dalam kehidupan anak, sehingga mempengaruhi
pembentukan nilai-nilai sebagai dasar perilaku anak.
Kronosistem merupakan pengaruh lingkungan dari rangkaian
peristiwa dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan (sosiohistoris).
Sebagai contoh perkembangan tehnologi seperti internet dan
smartphone akan mempengaruhi perkembangan perilaku anak,
industrialisasi akan mempengaruhi hubungan antara orangtua dan
anak.
Adapun upaya yang dapat dilakukan pada setiap tingkatan tersebut
adalah:
a. Pada tingkat individu perempuan dan anak: penuhi hak-
hak perempuan dan anak serta perlindungan khusus anak.
Adapun 5 hak perempuan seperti tercantum dalam Konvensi
mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women—CEDAW) adalah:
1) Hak dalam Ketenagakerjaan: Setiap perempuan berhak
untuk memiliki kesempatan kerja yang sama dengan laki-
laki. Hak ini meliputi kesempatan yang sama dari proses
seleksi, fasilitas kerja, tunjangan dan hingga hak untuk

24
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
menerima upah yang setara. Selain itu, perempuan berhak
untuk mendapatkan masa cuti yang dibayar, termasuk
saat cuti melahirkan. Perempuan tidak bisa diberhentikan
oleh pihak pemberi tenaga kerja dengan alasan kehamilan
maupun status pernikahan;
2) Hak dalam Bidang Kesehatan: Perempuan berhak untuk
mendapatkan kesempatan bebas dari kematian pada saat
melahirkan, dan hak tersebut harus diupayakan oleh negara.
Negara juga berkewajiban menjamin diperolehnya pelayanan
kesehatan, khususnya pelayanan Keluarga Berencana (KB),
kehamilan, persalinan, dan pasca-persalinan;
3) Hak yang Sama dalam Pendidikan: Seperti salah satu
poin perjuangan RA Kartini, setiap perempuan berhak
untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan, dari
tingkat dasar hingga universitas. Harus ada penghapusan
pemikiran stereotip mengenai peranan laki-laki dan
perempuan dalam segala tingkatan dan bentuk pendidikan,
termasuk kesempatan yang sama untuk mendapatkan
beasiswa;
4) Hak dalam Perkawinan, Perceraian dan Keluarga:
Perempuan harus ingat bahwa ia punya hak yang sama
dengan laki-laki dalam perkawinan. Perempuan punya hak
untuk memilih suaminya secara bebas, dan tidak boleh ada
perkawinan paksa. Perkawinan yang dilakukan haruslah
berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak. Dalam
keluarga, perempuan juga memiliki hak dan tanggung
jawab yang sama, baik sebagai orang tua terhadap anaknya,
maupun pasangan suami-istri;
5) Hak dalam Kehidupan Publik dan Politik: Dalam
kehidupan publik dan politik, setiap perempuan berhak untuk
memilih dan dipilih. Setelah berhasil terpilih lewat proses
yang demokratis, perempuan juga harus mendapatkan
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam
perumusan kebijakan pemerintah hingga implementasinya.
Sejalan dengan berkembangnya isu perempuan, maka
diperlukan tambahan hak bagi perempuan yaitu:

25
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
6) Hak khusus perempuan berhadapan dengan hukum
(perlindungan hukum baik dalam proses maupun
setelahnya).
Terkait hak anak, merujuk pada Konvensi Hak Anak (KHA), bahwa
Hak anak dikelompokkan kedalam 5 klaster yaitu
1. Hak sipil dan Kebebasan:
Hak atas akta kelahiran, hak untuk berekspresi, hak atas
informasi yang layak.
2. Lingkungan Keluarga Dan Pengasuhan Alternatif:
Hak tidak dipisahkan dari orangtua, hak reunifikasi dengan
keluarga, hak mendapatkan pengasuhan (kafalah, adopsi,
panti), hak anak atas lingkungan yang layak (sosial, mental,
spiritual, moral dan fisik/ infrastruktur ramah anak), hak atas
perlindungan dari semua bentuk kekerasan, hak anak atas
tinjauan berkala oleh Negara bila dalam pengasuhan alternatif.
3. Kesehatan Dasar Dan Kesejahteraan:
Hak anak disabilitas (Menjamin tersedianya kebutuhan khusus
anak disabilitas: pelatihan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi,
persiapan kerja dll), hak anak atas kesehatan dan layanan
kesehatan, hak anak atas manfaat jaminan sosial, hak anak
atas standar hidup yang layak (makanan, pakaian, perumahan).
5. Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang Dan Kegiatan
Budaya:
Hak anak atas pendidikan (Fasilitas, akses, standar mutu),
hak anak atas waktu luang, rekreasi dan budaya (Menghargai
dan meningkatkan hak anak untuk berpartisipasi secara penuh
dalam dunia seni, budaya, rekreasi dan waktu luang).
6. Langkah-langkah Perlindungan Khusus. Setiap Anak berhak
untuk memperoleh perlindungan dari: 1) penyalahgunaan dalam
kegiatan politik; 2) pelibatan dalam sengketa bersenjata; 3)
pelibatan dalam kerusuhan sosial; 4) pelibatan dalam peristiwa
yang mengandung unsur Kekerasan; 5) pelibatan dalam
peperangan; dan 6) kejahatan seksual.

26
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Langkah-langkah Perlindungan Khusus dilakukan bagi:
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
f. Anak yang menjadi korban pornografi;
g. Anak dengan HIV/AIDS;
h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
i. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
j. Anak korban kejahatan seksual;
k. Anak korban jaringan terorisme;
l. Anak Penyandang Disabilitas;
m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan
terkait dengan kondisi Orang Tuanya.
b. Pada tingkat keluarga: Tingkatkan ketahanan keluarga
melalui peningkatan kemampuan keluarga dalam mengelola
sumber daya dan masalah untuk mencapai kesejahteraan.
Merujuk pada Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun
2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga, konsep
Ketahanan dan kesejahteraan keluarga mencakup 5 dimensi
yaitu: (1) Landasan Legalitas, Keutuhan Keluarga, dan
Kemitraan gender; (2) Ketahanan Fisik (Kecukupan pangan
dan gizi, Kesehatan keluarga, dan Ketersediaan lokasi tetap
untuk tidur); (3) Ketahanan Ekonomi (tempat tinggal
keluarga, Pendapatan keluarga, Pembiayaan pendidikan anak,
serta Jaminan keuangan keluarga); (4) Ketahanan Sosial
Psikologi (Keharmonisan keluarga, dan Kepatuhan terhadap
hukum); dan (5) Ketahanan Sosial Budaya (Kepedulian sosial,
Keeratan sosial, dan Ketaatan beragama).

27
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
c. Pada tingkat masyarakat / Lembaga Masyarakat,
sebaiknya merujuk pada 7 prasyarat PUG dan PUHA yaitu:
1) Komitmen: Menguatkan komitmen Lembaga masyarakat
baik perorangan maupun kelompok/lembaga (Dunia Usaha,
organisasai masyarakat, dan Media) terkait PP-PA melalui
penguatan aturan, nilai-nilai budaya dan kearifan lokal, serta
mengembangkan aturan merujuk pada amanah internasional
maupun nasional (UU terkait perempuan dan Anak);
2) Program/kegiatan: 1) Mengembangkan program dan
kegiatan terkait PP-PA berbasis masyarakat merujuk pada
program sistem PP-PA: upaya Promotif, Preventif, Kuratif
dan Rehabilitatif.; 2) Mendorong kesetaraan relasi kuasa
di masyarakat untuk membangun kesetaraan dan keadilan
gender (akses, partisipasi, kontrol dan manfaat);
3) Kelembagaan: Mengembangkan kelembagaan berbasis
masyarakat untuk penguatan program PP-PA seperti
Perlindungan Anak Terpadu berbasis Masyarakat (PATBM),
Rukun Warga (RW) Ramah Anak, Masjid Ramah Anak,
Sekolah Ibu, Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-
cita (Sekoper Cinta) dll.
4) Sumberdaya: a) Meningkatkan pemahaman dan kemampuan
masyarakat dalam mengimplementasikan Konvensi Hak
anak dan PUG; b) Meningkatkan partisipasi masyarakat
sesuai potensinya baik dalam pencegahan, pendampingan
maupun layanan sampai reintegrasi sosial; c) Menguatkan
sarana prasarana berbasis masyarakat seperti: Sarana
konsultasi keluarga, sarana konsultasi Remaja, Sarana
bermain Anak dll.
5) Data: Membangun data anak dan gender sebagai dasar
pengembangan kegiatan/program di masyarakat.
6) Tools/alat: Menyediakan dan mengembangkan bahan-
bahan KIE terkait PP-PA
7) Jaringan/Kemitraan: Mendorong masyarakat melakukan
sinergi program dengan lembaga lainnya terkait pelaksanaan
kegiatan/program PP-PA.

28
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
8) Mendorong masyarakat mengembangkan inovasi seperti:
Lelaki baru, Ojek ASI (Air Susu Ibu), dll.
Dengan demikian masyarakat dapat melakukan perannya
seperti yang tertuang dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan anak yang merupakan perubahan dari UU Nomor
23 Tahun 2002 yaitu:
1) Memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi
mengenai Hak Perempuan dan Hak Anak dan peraturan
perundang-undangan tentang Peempuan dan Anak;
2) Memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang
terkait PP-PA;
3) Melaporkan kepada pihak berwenang jika terjadi
pelanggaran Hak Anak dan ketidak adilan gender;
4) Berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi
sosial bagi Anak;
5)
Melakukan pemantauan, pengawasan dan ikut
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan PP-PA;
6) Menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan
suasana kondusif untuk tumbuh kembang Anak;
7) Berperan aktif dengan menghilangkan pelabelan negatif
terhadap perempuan dan Anak korban;
8) Memberikan ruang kepada Anak dan perempuan untuk
dapat berpartisipasi dan menyampaikan pendapat.
d. Pada tingkat Negara/pemerintah pusat maupun daerah.
Melakukan langkah-langkah sesuai dengan 7 (tujuh) Prasyarat
PUG dan PUHA sebagai berikut:
1) Komitmen: Menguatkan komitmen (Mendorong pemerintah
dari tingkat pusat sampai daerah membuat UU/peraturan
terkait PP-PA).;
2) Kebijakan dan program: Meningkatkan efektifitas kebijakan
dan program pembangunan berbasis hak anak (PUHA)
dan Gender (PUG), Menguatkan program dalam sistem
PP-PA: Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif;

29
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
3) Kelembagaan: Penguatan Kelembagaan PUG dan PUHA
(Pokja, Fokal poin, tim teknis);
4) Sumberdaya: SDM, sarana prasarana dan anggaran;
5) Data: Menguatkan basis data terpadu dan terpilah gender;
6) Tools: Menguatkan KIE termasuk advokasi, kampanye,
dan diseminasi terkait PP-PA;
7) Menguatkan jejaring dan sinergi;
8) Mengembangkan Inovasi.

30
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB III
FUNGSI DAN PERAN LEMBAGA
PROFESI DALAM PEMBANGUNAN
PP-PA
BAB III
FUNGSI DAN PERAN LEMBAGA PROFESI
DALAM PEMBANGUNAN
PP-PA

A. Gambaran Umum Lembaga Profesi


1. Pengertian Lembaga Profesi
Lembaga profesi merupakan dua istilah yang memiliki makna
yang berbeda jika dipadukan menjadi satu pengertian.
Lembaga profesi secara bahasa terdiri dari dua kata yakni
lembaga dan profesi. Lembaga adalah institusi atau pranata
yang di dalamnya terdapat seperangkat hubungan norma-
norma, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang nyata dan
berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial serta serangkaian
tindakan yang penting dan berulang. Sedangkan profesi
dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan dengan keahlian
tertentu, yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Adapun
karakteristik dari profesi antara lain adalah mengandalkan
suatu keterampilan atau keahlian khusus, dilaksanakan
sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu),
dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup dan
dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Lembaga
profesi merupakan suatu wadah yang didirikan oleh institusi
atau kelompok orang yang memiliki keseragaman profesi/
keahlian khusus berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial
untuk mencapai tujuan bersama. Lembaga profesi adalah
Lembaga dari praktisi yang menilai/mempertimbangkan
seseorang atau yang lain mempunyai kompetensi profesional
dan mempunyai ikatan bersama untuk menyelenggarakan
fungsi sosial yang mana tidak dapat dilaksanakan secara
terpisah sebagai individu.

33
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Lembaga Profesi pada dasarnya digunakan sebagai tempat
atau wadah di mana orang-orang berkumpul, bekerja sama
secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi,
terpimpin dan terkendali. Lembaga profesi memanfaatkan
sumber daya (uang, materiil, mesin, metode, lingkungan),
sarana dan prasarana, data, dan lain-lain, secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan Lembaga. Lembaga profesi juga
melaksanakan serangkaian proses kegiatan yang harus dilakukan
untuk meningkatkan daya guna segala sumber dan faktor yang
menentukan berhasilnya proses manajemen terutama dengan
memperhatikan fungsi dan dinamika birokrasi dalam rangka
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Profesionalisme merupakan tuntutan bagi para pekerja yang
bekerja di pekerjaan yang telah diakui sebagai profesi. Dengan
tuntutan yang semakin meluas, banyak orang mengharapkan
semua pekerjaan harus bertindak atau bekerja secara profesional,
padahal masih banyak orang yang kurang paham apa yang
dimaksud dengan profesionalisme. Dalam bahasa awam,
seseorang disebut profesional jika kerjanya baik, cekatan, dan
hasilnya memuaskan.
Menuju profesionalisme tersebut, setiap profesi membentuk
Lembaga-lembaga yang berfungsi untuk mengayomi
dan melindungi para profesi. Lembaga profesi bertujuan
mempersatukan profesi tertentu; menjunjung harkat, martabat
dan kehormatan diri serta profesi; mengembangkan ilmu
dan keterampilan profesi; serta berusaha berperan dalam
menunjang terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia
yang sejahtera. Lembaga profesi bersifat independen, nirlaba,
dan dijiwai sumpah profesi dan kode etik keprofesian. Dalam
menjalankan fungsinya, lembaga profesi menjalin kerjasama
dan hubungan baik dengan instansi / badan / lembaga /
organisasi pemerintah maupun swasta, baik di dalam maupun
di luar negeri, yang mempunyai tujuan yang sama atau sesuai
dengan tujuan lembaga profesi itu sendiri. Sumber pendapatan
lembaga profesi diperoleh dari uang pangkal dan iuran anggota,
bantuan / sumbangan yang sah dan tidak mengikat, dan usaha

34
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
lain yang sah dan tidak melanggar peraturan / ketentuan yang
berlaku.
Beberapa lembaga profesi yang ada di Indonesia dan
dikelompokkan sesuai peran dan fungsinya yang spesifik dalam
sistem PP-PA yaitu Bidang Pendidikan, Bidang kesehatan/
Sosial dan Bidang Hukum, diantaranya yaitu:
a. Bidang Pendidikan
1) Asosiasi Dosen Indonesia (ADI);
2) Federasi Guru Independen Indonesia (FGII);
3) Himpunan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Anak
Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI);
4) Ikatan Konselor Indonesia (IKI);
5) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
b. Bidang Kesehatan dan Sosial
1) Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI);
2) Ikatan Bidan Indonesia (IBI);
3) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI);
4) Junior Doctor Network Indonesia (JDNI);
5) Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI);
6) Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI).
c. Bidang Hukum
1) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI);
2) Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI);
3) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI);
4) Persatuan Jaksa Indonesia (PJI).
2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan
antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi
atau dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai
tujuan yang telah di tetapkan. Struktur organisasi pada
lembaga satu profesi, hampir sama dengan struktur lembaga
pada profesi lainnya. Pada umumnya posisi yang ada pada
struktur organisasi lembaga profesi secara generik adalah
sebagai berikut:

35
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
1. Dewan Penasehat
2. Dewan Pembina
3. Dewan Pakar
4. Dewan Pengurus
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Bendahara
d. Ketua Bidang Organisasi dan Kelembagaan
e. Ketua Bidang Kesejahteraan dan Usaha
f. Ketua Bidang Litbang
g. Ketua Bidang Hubungan Masyarakat
h. Ketua Bidang Hubungan Internasional
i. Ketua Bidang IPTEK dan Publikasi
j. Ketua Bidang Pendidikan dan SDM
k. Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
Pada beberapa Lembaga profesi yang belum menyadari
perlunya perhatian khusus pada perempuan dan anak, maka
dalam struktur organisasinya biasanya tidak ada Bidang
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Oleh karena
itu, keberadaan bidang PP-PA dalam suatu organisasi adalah
merupakan indikator dari adanya komitmen dari organisasi
tersebut dalam peningkatan kualitas hidup dan perlindungan
perempuan dan anak.

3. Keanggotaan
Anggota lembaga profesi adalah orang yang mempunyai
profesi yang sesuai dan setuju dengan AD ART lembaga,
biasanya dikategorikan menjadi Anggota Biasa, Anggota Luar
Biasa, dan Anggota Kehormatan. Setiap anggota berhak
mendapatkan perlindungan dan pembelaan dalam menjalankan
tugas organisasi maupun profesi, dan berkewajiban menjaga
nama baik dan kehormatan lembaga.

36
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
4. Program Kerja
Program kerja lembaga profesi sangat erat dengan jenis
profesinya, yang merupakan turunan dari visi, misi, tujuan
lembaga. Kegiatan yang dilaksanakan biasanya dilakukan
dalam dua kategori yaitu kegiatan ilmiah dan kegiatan sosial.
Kegiatan ilmiah merupakan bagian dari usaha lembaga
untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan profesi anggota, dapat berupa seminar,
simposium, kursus, pelatihan, workshop dan lainnya. Kegiatan
sosial adalah kegiatan pengabdian lembaga profesi dalam
mendukung program peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan ilmiah dan sosial biasanya dilakukan bermitra dengan
lembaga lain seperti CSR dan pemerintah.
Sumber pendanaan untuk melaksanakan program adalah dari:
uang pangkal, iuran anggota, sumbangan / bantuan yang sah
dan tidak mengikat, mendirikan badan usaha untuk kepentingan
organisasi maupun kesejahteraan anggota, sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan / ketentuan yang berlaku.

B. Fungsi dan Peran Lembaga Profesi dalam Sistem


Pembangunan PP dan PA
Fungsi dan peran lembaga profesi adalah turut serta berperan
aktif dalam Sistem Pembangunan PP dan PA, seperti yang
tertuang dalam Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yaitu:
1. Meningkatkan kualitas hidup perempuan, anak, dan kualitas
keluarga; 2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak, termasuk pengembangan
sistem data gender dan anak; dan 3. Memberikan perlindungan
hak perempuan dan pemenuhan hak anak termasuk perlindungan
khusus bagi anak dari berbagai bentuk kekerasan dan perlakuan
diskriminatif lainnya.
Dengan demikian beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai
bagian dari Peran Lembaga Profesi dalam sistem Pemberdayaan

37
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) adalah diantaranya:
1. Meningkatkan kualitas hidup perempuan, anak, dan keluarga;
a. Berperan aktif dalam memberikan masukan dalam
perumusan kebijakan, program dan kegiatan baik jangka
menengah maupun jangka panjang dalam bentuk program
praktis maupun strategis, untuk mengejar sasaran-sasaran
pembangunan peningkatan kualitas hidup perempuan,
anak, dan keluarga;
b. Melakukan pelatihan-pelatihan softskill bagi keterampilan/
keahlian pada perempuan dan anak;
c. Turut mendukung usaha-usaha pembangunan perempuan
dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya,
serta bidang strategis lainnya, untuk meningkatkan kualitas
hidup perempuan;
d. Berperan serta dalam meningkatkan Pendidikan Politik
bagi perempuan;
e. Meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik dan
pengambilan keputusan;
g. Merancang program-program yang berpihak kepada
kepentingan perempuan dan turut memperjuangkan isu-
isu gender;
f. Melaksanakan tindakan hukum sementara (affirmative
action) untuk mengejar ketertinggalan perempuan dalam
politik dan mendongkrak kontribusi perempuan dalam
politik formal;
h. Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan diberbagai
bidang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara;
i. Melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) mengenai gender dan hak anak dan peraturan
perundang-undangan terkait perempuan dan anak;
j. Menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan
suasana kondusif untuk tumbuh kembang Anak;
k. Menyediakan sarana dan prasarana konsultasi keluarga;
l. Mengadakan Penyuluhan Hukum secara terpadu sedini
mungkin kepada masyarakat.

38
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemberdayaan perem­
puan dan perlindungan anak di pusat dan daerah, ter­ masuk
pengembangan sistem data gender dan anak;
a. Meningkatkan komitmen dan kemampuan semua lembaga
yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender
serta perlindungan anak;
b. Meningkatkan Komitmen Lembaga dengan mengeluarkan
peraturan lembaga terkait PUG dan PUHA sebagai legalitas
atau rujukan program dan kegiatan lembaga;
c. Melaksanakan Pelatihan PUG, PPRG dan PUHA untuk
SDM di lembaganya agar meningkatnya pemahaman dan
kesadaran terhadap perencanaan dan program responsif
gender dan hak anak;
d. Mengembangkan program-program lembaga profesi agar
responsif gender dan hak anak;
e. Penguatan dan pengembangan sistem data gender dan
anak;
f. Membangun dan memperkuat kemitraan dengan Lembaga
lainnya.
3. Memberikan perlindungan hak perempuan dan pemenuhan hak
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai bentuk
kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya dalam bentuk upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diantaranya:
a. Upaya promotif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1). Memperkuat mekanisme koordinasi dan jejaring kerja
antar unit layanan dalam upaya penanganan kasus-
kasus kekerasan;
2). Menyediakan materi-materi Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) terkait pencegahan dan penanganan
kekerasan;
3). Menyelenggarakan sosialisasi, advokasi dan kampanye
sosial dalam rangka pencegahan dan penanganan
kekerasan.
b. Upaya preventif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1) Mengadakan penyuluhan kesadaran hukum bagi
masyarakat khususnya bagi perempuan dan anak;

39
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2) Mengembangkan gerakan masif dan berkelanjutan
yang melibatkan masyarakat dalam aksi pencegahan
dan penanganan kekerasan;
3) Menanamkan nilai-nilai karakter, budi pekerti, dan
ketahanan keluarga;
4) Melibatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
c. Upaya kuratif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1) Mengoptimalkan unit layanan teknis terkait pengaduan
kekerasan terhadap perempuan dan anak;
2) Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk
penanganan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,
pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan hukum;
3) Melakukan penanganan bagi korban kejahatan dan
kekerasan secara cepat, tepat, dan akurat kerjasama
dengan aparat penegak hukum.
d. Upaya rehabilitatif dengan melakukan upaya sebagai
berikut:
1) Menyediakan tenaga pendamping bagi korban, saksi dan
pelaku kejahatan dan kekerasan, yang meliputi antara lain
tenaga psikolog, dokter dan atau psikiater, rohaniawan/
pendamping spiritual keagamaan, pengacara, tenaga
kesehatan, konselor dan guru;
2) Memperkuat jejaring kerja dan koordinasi dalam proses
reintegrasi serta pemulangan korban kepada keluarga
dan/atau lingkungan sosialnya.

C. Mekanisme Kemitraan Lembaga Profesi dalam Sistem


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Kemitraan dalam lingkungan masyarakat Indonesia, merupakan
sesuatu hal yang tidak asing untuk diterapkan, karena bangsa
ini sudah mengenal kemitraan sejak berabad abad lamanya
meskipun dalam skala yang sederhana. Kemitraan tidak sekedar
diterjemahkan sebagai sebuah kerjasama, akan tetapi kemitraan
memiliki pola, dan nilai strategis dalam mewujudkan keberhasilan
suatu program/kegiatan.

40
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Dalam membangun Kemitraan, kesepahaman strategi pengem­
bangan program antar lembaga yang bermitra merupakan faktor
utama yang pertama kali harus menjadi perhatian. Oleh karenanya
diantara lembaga yang bermitra harus ada pelaku utama kegiatan,
sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan
program (kegiatan). Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh
masing-masing lembaga itulah yang dimitrakan sebagai wujud
kerjasama untuk saling menutupi, saling menambah, dan saling
menguntungkan (mutualisme).
Kemitraan merupakan kerjasama antara dua pihak atau lebih
dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan
saling menguntungkan. Kemitraan juga secara mendasar dapat
didefinisikan menurut dua cara yaitu; Pertama, melalui atribut
yang sangat melekat pada kemitraan seperti; kepercayaan, saling
berbagi visi dan komitmen jangka panjang. Kedua, melalui proses
di mana kemitraan dilihat sebagai suatu kata kerja, seperti;
membangun pernyataan misi, kesepakatan terhadap sasaran dan
tujuan bersama serta pengorganisasian kegiatan (Li et al, 2000).
Wujud nyata kemitraan dapat disepakati sebagai sebuah konsep
kerjasama di mana dalam operasionalisasinya tidak terdapat
hubungan yang bersifat sub-ordinasi namun hubungan yang setara
bagi semua ”parties”. Sehingga dalam konsepsinya kemitraan
memiliki prinsip yang harus menjadi kesepahaman diantara yang
bermitra dan harus ditegakkan dalam pelaksanaannya meliputi:
prinsip partisipasi, prinsip gotong royong (sambat sinambat),
prinsip keterbukaan (transparancy), prinsip penegakkan hukum
(hak dan kewajiban, mengarah pada right-obligation, reward and
punishment) dan prinsip keberlanjutan (sustainability).
Terdapat beberapa keuntungan dari kemitraan yang dapat diperoleh
lembaga yang bermitra, di antaranya adalah:
1) Peningkatan efisiensi efektifitas program;
2) Meningkatnya kesempatan berinovasi;
3) Adanya perbaikan kualitas kerja secara berkelanjutan;
4) Saling menutupi kelemahan yang dimiliki menjadi keunggulan/
keuntungan;

41
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
5) Membuka akses yang lebih luas.
Dalam menjalin kemitraan, ada beberapa aspek yang dapat
dimitrakan diantaranya yaitu:
1. Program Kegiatan;
2. Sarana dan Prasarana;
3. Dana;
4. Tenaga;
5. Pendayagunaan Hasil.
Terdapat beberapa strategi dan pola kemitraan, namun kunci
utamanya seyogyanya mengandung unsur saling memerlukan,
saling menguntungkan dan saling memperkuat. Ketiga unsur
tersebut dibangun atas dasar kepercayaan yang berlandaskan;
keadilan, kejujuran dan kebijakan. Oleh karena itu strategi pertama
adalah strategi komitmen visi jangka panjang, sedangkan strategi
kedua adalah strategi implementasi misi, atau strategi kesepakatan
terhadap sasaran dan tujuan bersama.
Kedua strategi itu bisa dibangun melalui berbagai pola seperti:
(KAMIL, 2006):
1. Pola asuh, pola ini dibangun atas dasar misi pengasuhan dari
yang besar kepada yang kecil, (besar modal, besar sumberdaya
manusia, besar teknologi dll);
2. Pola inti plasma, adalah pola hubungan kemitraan antara
kelompok mitra dengan perusahaan mitra di mana kelompok
mitra bertindak sebagai plasma inti;
3. Pola sub kontrak, adalah hubungan kemitraan antar kelompok
mitra dengan lembaga/organisasi/perusahaan; dan
4. Pola futuristik, adalah pola hubungan yang sama tidak ada sub-
ordinasi, tetapi dengan pembagian kerja yang berbeda dalam
rangka membangun misi tujuan/sasaran yang sama, dimana
standar kerja dan standar pengelolaan dibangun bersama.
Dari keempat pola kemitraan, maka kemitraan yang dikembangkan
pada lembaga profesi adalah kemitraan berdasarkan pola futuristik,
ada pembagian kerja yang berbeda sesuai profesinya dengan standar
kerja dan standar pengelolaan dibangun bersama. Adapun bentuk
polanya bisa dilihat dibawah ini:

42
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Gambar 2. Pola kemitraan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan anak

Mitra utama yang ada di Gambar 2 adalah Lembaga yang menginisiasi


kemitraan, yang mempunyai data kuantitatif atau kualitatif tentang
isu perempuan dan anak, serta mempunyai gagasan pertama dalam
upaya penanganannya, atau yang mempunyai sumberdaya. Mitra
utama adalah Lembaga Profesi, atau Kementerian PP-PA atau
Dinas PP-PA, atau Perusahaan atau Lembaga masyarakat lainnya.
Sedangkan mitra 1 - 4 pada Gambar 1 adalah lembaga-lembaga
yang bermitra dengan mitra utama dalam pelaksanaan program PP-
PA, diantaranya bisa berasal dari Pemerintah, Perusahaan, Lembaga
Profesi, Perguruan Tinggi, atau Lembaga Masyarakat lainnya.
Lembaga profesi dapat berkonsultasi dan berkoordinasi dengan
Kementerian PPPA di tingkat pusat atau dengan Dinas PPPA
di tingkat Propinsi dan kabupaten/kota yang menyelenggarakan
urusan di bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, dengan tidak melepaskan koordinasi dengan satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) atau unit-unit lainnya yang menangani
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak baik di pusat
maupun daerah. Koordinasi dapat dilakukan dalam bentuk:
1. Rapat koordinasi dengan jejaring kerja;
2. Konsultasi;
3. Penyampaian data dan informasi; dan/atau
4. Tindak lanjut penanganan kasus.

43
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
D. Konsep sinergi dalam Sistem Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
Sinergi adalah membangun dan memastikan hubungan kerjasama
yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para
pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat
dan berkualitas. Melalui Sinergi, kerjasama dari Paradigma (Pola
Pikir) yang berbeda akan mewujudkan hasil Lebih Besar dan
Efektif sehubungan Proses yang dijalani menunjukkan Tujuan yang
Sama dan Kesepakatan demi Hasil Positif. Sinergi mutlak harus
dilaksanakan karena persoalan pembangunan semakin kompleks &
tidak mungkin diselesaikan secara sektoral, sendirian dan parsial.
Dalam pelaksanaan PP-PA, teknis sinergi yang dapat dikembangkan
oleh Lembaga Profesi mengacu kepada rumusan prasyarat sinergi
yang dibuat oleh KemenPPPA, yaitu:
1. Mau berbagi, artinya semua tim tidak mengedepankan egoisme
sektoralnya, tetapi semua saling berbagi ilmu, pengalaman,
potensi, fikiran, dan sumberdaya lainnya yang dimiliki untuk
mencapai tujuan bersama.
2. Semua penting, artinya semua elemen dalam program adalah
penting. Jika diibaratkan alat musik angklung, sedikitpun peran
sebuah angklung membunyikan nada, tanpa keberadaannya,
musiknya akan timpang. Artinya disini semua tim mempunyai
kesetaraan dalam akses, peran, kontrol dan manfaat.
3. Tidak saling menyalahkan, artinya semua harus menyadari bahwa
dalam membangun pasti terdapat kekurangan. Kekurangan
itulah yang harus ditutupi dalam bersinergi, dengan saling
melengkapi kelebihan masing-masing.
4. Transparan, artinya semua dapat melihat, mencermati, dan
mengikuti proses program dari perencanaan sampai evaluasi,
baik untuk kegiatan maupun pendanaan.
5. Ikhlas artinya semua bekerja setulus hati dengan berkontribusi
sumberdaya yang dimiliki untuk suatu perubahan tanpa ada
harapan timbal balik materi.

44
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Dalam Mewujudkan sinergi pemerintah dan LM untuk
percepatan pembangunan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, serta mengembangkan model kemitraan
Pemerintah dan LM yang efektif dalam pembangunan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, maka
Kementerian PP-PA membentuk Forum PUSPA (Partisipasi Publik
untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak) dengan berbagai fungsi
yang dapat dilakukan (Gambar 3).

Gambar 3: Penguatan Sinergi Pemerintah dan Lembaga


Masyarakat

Dari Gambar 3 terlihat bahwa dalam upaya meningkatkan efektifitas


pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, maka Forum
Puspa mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Membantu Pemecahan masalah PP-PA: identifikasi masalah,
menentukan lokasi prioritas, dan merumuskan alternatif solusi;
2. Memperkuat sinergi: membangun pemahaman terkait PP-PA,
menyusun mekanisme sinergi dan mengembangkan model-
model sinergi;

45
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
3. Mobilisasi Potensi masyarakat: membuat database kegiatan
dan pengalaman LM, Koordinasi program dan mengembangkan
mekanisme pencegahan dan penanganan masalah PP-PA;
4. Memperkuat peran lembaga Masyarakat sebagai Sumberdaya:
Memasukkan LM, Media dan DU ke dalam mekanisme kerja
KPP-PA; membuat database LM; serta meningkatkan kapasitas
LM terkait PP-PA.
Manfaat dari dibentuknya Forum Puspa ini adalah: 1) dapat
meningkatkan jejaring dan kerjasama diantara berbagai lembaga
masyarakat untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak; 2) meningkatkan jejaring antara Pemda dan Lembaga
Masyarakat; serta 3) bertambahnya sumberdaya dalam perencanaan
dan pelaksanaan program PP-PA.
Dalam kerja sinergi ini, semua stakeholder dalam Forum Puspa
diharapkan bekerja dengan cara saling menghormati perbedaan,
membangun kekuatan dan mengeliminir kekurangan, melalui 5
prinsip sinergi untuk menghasilkan perubahan yang diharapkan.
Sinergi dilaksanakan pada lokus (lokasi fokus) yang sama dan
mempunyai karakteristik banyaknya permasalahan sosial ekonomi
budaya yang harus segera terselesaikan. Penentuan lokus bisa
berdasarkan hasil kajian atau hasil penilaian dari lembaga riset
atau pusat kajian gender dan anak, pandangan para pakar, atau
berdasarkan penentuan dari pemerintah. Pelaksanaan kegiatan
didasarkan pada teori Sistem Ekologi Bronfenbrenner.

46
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB IV
EVALUASI PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN
PP-PA BAGI LEMBAGA PROFESI
BAB IV
EVALUASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
PP-PA BAGI LEMBAGA PROFESI

A. Strategi Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan PP-PA bagi


Lembaga Profesi
Secara umum strategi Evaluasi dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan pedoman dan instrumen evaluasi Pelaksanaan
Pembangunan PP-PA bagi Lembaga Profesi;
2. Mensosialisasikan pedoman dan instrumen untuk meningkatkan
pemahaman tentang Pembangunan PP-PA bagi Lembaga
Profesi;
3. Mendorong evaluasi mandiri terkait dengan pelaksanaan
Pembangunan PP-PA di Lembaga Profesi;
4. Monitoring dan evaluasi dari KPPPA tentang pelaksanaan
Pembangunan PP-PA di Lembaga Profesi;
5. Merancang rencana tindak lanjut baik yang dilakukan oleh
Lembaga profesi maupun oleh KPPA dalam upaya meningkatkan
kapasitas Lembaga Profesi pada pelaksanaan Pembangunan
PP-PA di Lembaga Profesi.
Secara substantif, strategi evaluasi pelaksanaan pembangunan
PP-PA bagi lembaga profesi dilakukan pada tiga permasalahan
mendasar yang dihadapi dalam sistem PPPA yaitu:
1. Kelembagaan;
2. Pelaksanaan program;
3. Koordinasi dan kerjasama.

B. Komponen dan Indikator Evaluasi Pelaksanaan PP-PA Bagi


Lembaga Profesi
Komponen Evaluasi Pelaksanaan PP-PA Bagi Lembaga Profesi
mengacu pada tiga permasalahan mendasar yang dihadapi dalam
sistem PPPA yaitu: Kelembagaan, Pelaksanaan program, serta

49
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Koordinasi dan kerjasama. Pada evaluasi yang akan dilakukan,
komponen koordinasi/kerjasama dimasukkan dalam kelembagaan
dan menjadi komponen prasyarat atau komponen kunci dalam
pelaksanaan program PP-PA yang berkelanjutan. Dengan demikian
hanya ada dua komponen yang dievaluasi yaitu: Komponen
Kelembagaan dan Komponen Pelaksanaan Program.
Indikator yang dilihat dari Komponen kelembagaan sebagai
prasyarat yaitu:
1) Komitmen
Yang dimaksud Komitmen adalah aturan tertulis yang bersifat
mengatur dan mengikat yang dikeluarkan oleh Lembaga Profesi
berkaitan khusus dengan pelaksanaan strategi PUG dan PUHA
dalam sistem PP-PA di Lembaga Profesi. Evaluasi mengenai
komitmen dari pimpinan Lembaga profesi pelaksanaan sistem
PP-PA, ditelaah dalam beberapa aspek antara lain:
a) Ada tidaknya AD-ART Lembaga yang terkait PP-PA;
b) Ada tidaknya Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran lembaga
Profesi yang memungkinkan pelaksanaan PP-PA dapat
terlaksana dan berpotensi untuk terlembaga (sustained).
2) Kebijakan
Yang dimaksud kebijakan disini adalah kebijakan teknis
operasional sebagai tindak lanjut dari komitmen. Evaluasi
mengenai dampak dari komitmen yang ada pada kebijakan/
program/kegiatan di sektor terkait, dapat dilihat dari: dokumen
perencanaan, dokumen anggaran, dan dokumen pelaksanaan
program. Adapun aspek yang dievaluasi adalah:
a) Ada tidaknya Rencana program kerja yang mendukung
PUG, PUHA, PP dan PA;
b) Ada tidaknya Anggaran yang Responsif Gender (ARG) dan
Anak (Anggaran yang dimaksud disini adalah anggaran
yang digunakan untuk memperkecil kesenjangan gender,
dan atau peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak);
c) Ada tidaknya Program kerja/kegiatan yang responsif
gender dan Anak.

50
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
3) Struktur Organisasi
Evaluasi atas potensi PUG untuk dapat terus terlaksana
(sustained) di Lembaga profesi, antara lain dapat dilihat dari
komponen: (1) keberadaan unit kerja fungsional (Dewan
Pakar, dan Fokal poin); dan (2) sifat dari unit PP-PA yang
ada, apakah terintegrasi ke dalam struktur organisasi Lembaga
profesi atau masih bersifat ad hoc. (3) dari sisi Manajemen
apakah struktur kepemimpinan/pengambil keputusan sudah
responsif gender.
4) Sumber Daya Manusia
Evaluasi kapasitas sumber daya manusia yang ada, yang
mampu melaksanakan PUG dan PUHA.
5) Data terpilah
Ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin sebagai basis
data untuk perencanaan intervensi dan evaluasi.
6) Alat (tools)/KIE untuk keperluan: sosialisasai, advokasi,
penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan.
Evaluasi atas tingkat dukungan atas ketersediaan sarana
bagi pelaksanaan PUG dan PUHA, antara lain pelaksanaan
advokasi/sosialisasi; serta pelaksanaan komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE) internal maupun eksternal mengenai GAP,
PUG, PUHA. Evaluasi atas ketersediaan alat KIE yang akan
digunakan dalam upaya promotif, preventif, rehabilitatif dan
kuratif.
7) Jaringan kemitraan
Evaluasi atas upaya membangun kemitraan dan sinergi yang
akan mendukung keberhasilan program.
Adapun Indikator yang dilihat dari Komponen Pelaksanaan Program
adalah sebagai berikut:
1) Partisipasi lembaga/ institusi dalam pelaksanaan Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan anak.
2) Program prioritas pemerintah yang ditindak lanjuti oleh
Lembaga terkait PUG, PUHA, PP dan PA.
3) Program terkait Komitmen Internasional yang ditindak lanjuti.

51
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
4) Melaksanakan program Peningkatan kualitas hidup perempuan,
anak, dan kualitas keluarga.
5) Melaksanakan program Peningkatan kapasitas kelembagaan
eksternal pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
termasuk pengembangan sistem data gender dan anak.
6) Melaksanakan program perlindungan terhadap perempuan dan
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai
bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya (upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif ).

C. Instrumen dan Penilaian


C.1
Instrumen Evaluasi Pelaksanaan PP-PA Bagi Lembaga
Profesi
Instrumen evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak di Lembaga Profesi dibuat dalam bentuk
kuesioner terstruktur dengan pertanyaan tertutup, diikuti dengan
pertanyaan terbuka sebagai uraian dari pertanyaan tertutup
sebelumnya.
Instrumen Evaluasi Pelaksanaan sistem Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan anak bagi Lembaga Profesi yang terdiri dari
indikator, ukuran dan nilai dapat dilihat pada Tabel 1.

52
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Tabel 1. Instrumen Evaluasi Pelaksanaan Sistem Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
Komitmen/ Dukungan Lembaga 1.1 ADART Lembaga Tertulis Ada Tidak 3
Dukungan Politik ttg PUG, PP dan PA menuliskan terkait Secara Ada
(1) di Lembaga Profesi dengan PUG, PUHA, Umum
PP dan PA
1.2 Visi, Misi, Tujuan Tertulis Ada Tidak 2
dan sasaran Lembaga Secara Ada
terkait pelaksanaan Umum
PUG, PUHA, PP dan
PA
1.3 Adanya sosialisasi Ada Tidak 1
Visi, Misi, Tujuan Ada
dan sasaran terkait
PUG, PUHA, PP
dan PA pada seluruh
anggota
Kebijakan (2) 2.1. Dokumen 2.1 Adanya Rencana Ada Tidak 1
  Perencanaan Program Kerja yang Ada
  mendukung PUG,
PUHA, PP dan PA
2.2. Dokumen 2.2 Adanya Anggaran Ada Tidak 2
Anggaran yang Responsif Ada
Gender (ARG) dan
Anak
2.3. Program yg 2.3 Adanya Program Ada Tidak 1
responsif gender kerja/kegiatan yang Ada
dan Anak responsif gender dan
Anak
Kelembagaan (3) 3.1 Keberadaan unit
  kerja fungsional :
  Dewan pakar adalah; 3.1.1 Adanya Dewan Ada Tidak 2
  sekumpulan orang pakar PP dan PA Ada
yang ahli dalam bidang
pp dan pa
3.1.2 Adanya advokasi Ada Tidak 1
yang dilakukan Ada
Focal point di 3.1.3 Adanya SDM yang Ada Tidak 2
Lembaga menjadi Focal point Ada
Adalah individu yang PUG dan PUHA,
menguasai bidang PP dan PA
pp dan pa, berfungsi
sebagai menyambung
komunikasi di dalam
dan di luar lembaga
3.1.4 Adanya Program Ada Tidak 1
kegiatan dari Focal Ada
Point terkait PUG
dan PUHA, PP
dan PA
Unit/Bidang PP-PA 3.1.5 Adanya Unit/ Ada Tidak 1
Bidang PPPA di Ada
Lembaga
3.1.6 Adanya Unit/ Ada Tidak 3
bidang PPPA Ada
yang terintegrasi
ke dalam struktur
Lembaga

53
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
3.1.7 Adanya Unit/ Ada Tidak 1
Bidang PPPA masih Ada
bersifat ad hoc
3.2 Manajemen 3.2.1 Peran anggota Tinggi Sedang Rendah 2
yang responsif perempuan dalam
gender Indikator pengambilan
peran anggota keputusan Lembaga
perempuan :
adanya posisi
perempuan yang
strategis dalam
kepengurusan
(sebagai Ketua,
Sekretaris,
Bendahara atau
Ketua Bidang/
Kompartemen)

3.2.2 Akses perempuan Tinggi Sedang Rendah 2


dalam pelaksanaan
program kegiatan
Lembaga
3.2.3 partisipasi Tinggi Sedang Rendah 1
perempuan dalam
pelaksanaan
program kegiatan
Lembaga
3.3. Rencana aksi 3.3.1 Adanya Program Ada Tidak 1
pelaksanaan PP dan PA Ada
PPPA merupakan bagian
dari program
kegiatan Lembaga
3.4 Ruang kesekre- 3.4.1 Ruang sekretariat Ada Tidak 1
tariatan yang yang responsif Ada
responsif gender gender dan anak
(tersedia ruang
laktasi)
3.4.2 Ruang sekretariat Ada Tidak 1
yang responsif Ada
gender dan anak
(tersedia pojok
bermain)
3.4.3 Ruang sekretariat Ada Tidak 1
yang responsif Ada
gender dan anak
(tersedia proporsi
fasilitas laki dan
perempuan seperti:
toilet)
3.4.4 Ruang sekretariat Ada Tidak 1
yang responsif Ada
gender dan anak
(tersedia proporsi
fasilitas laki dan
perempuan seperti:
mushola)
Sumber-daya (4) 4.1 Anggaran 4.1.1 Adanya anggaran Ada Tidak 2
Lembaga untuk untuk penguatan Ada
PUHA dan PUG kelembagaan PUG
dan PUHA di
Lembaga (seminar,
pelatihan, workshop,
dan lainnya)

54
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
4.2 SDM terlatih 4.2.1 Adanya SDM Ada Tidak 1
PUG dan PUHA terlatih PUG, dan Ada
PUHA
4.2.2 Adanya SDM Ada Tidak 2
terlatih berbagai Ada
metode analisis
gender
4.2.3 Adanya peningkatan Ada Tidak 2
jumlah SDM yang Ada
terlatih PUG, PPRG
dan PUHA setiap
tahun
4.2.4 Adanya pelaksanaan Ada Tidak 1
pelatihan PUG, Ada
PPRG dan PUHA
Data terpilah (5) Data terpilah; 5.1 Adanya data terpilah Ada Tidak 2
jenis kelamin di Ada
program (yang
menunjukan jumlah
laki-laki dan
perempuan)
5.2 Adanya data terpilah Ada Tidak 1
yang masuk dalam Ada
sistem perencanaan
program kegiatan
Lembaga
5.3 Adanya profil gender Ada Tidak 1
di Lembaga (data Ada
terpilah jenis
kelamin)
Metode/Tools (6) 6.1. Pedoman Teknis 6.1 Adanya Pedoman Ada Tidak 1
pelaksanaan PUG, Teknis pelaksanaan Ada
PUHA, PP dan PUG, PUHA, PP
PA di Lembaga dan PA
6.2. Tersedianya 6.2 Adanya bahan KIE Ada Tidak 1
bahan KIE untuk untuk promosi PUG, Ada
promosi PUG dan dan PUHA (seperti:
PUHA brosur, leaflet, buku,
video, dan lainnya)
Kemitraan (7) 7.1. Kemitraan dengan 7.1 Adanya kemitraan Ada Tidak 1
  LM lainnya, dengan Lembaga Ada
PSW/G, dunia profesi lain dalam
usaha yang melaksanakan
terlibat dalam program PPPA
kegiatan responsif
gender dan anak
7.2 Adanya kemitraan Ada Tidak 1
dengan Pusat Ada
Studi Wanita/
Pusat Studi Gender
dalam melaksanakan
program PPPA
7.3 Adanya kemitraan Ada Tidak 1
Dunia usaha dalam Ada
melaksanakan
program PPPA
  7.4 Adanya kemitraan Ada Tidak 1
dengan Media Ada
dalam melaksanakan
program PPPA

55
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
7.5 Adanya kemitraan Ada Tidak 1
dengan Dinas/ Ada
instansi pemerintah
dan non pemerintah
terkait dalam
melaksanakan
program PPPA
(DP3A, KPAI,
P2TP2A, LPSK,
UPPA, LBH dan
LSM, dan lainnya)
7.6 Adanya kemitraan Ada Tidak 1
dengan Forum Ada
Anak dalam
pelaksanaan program
perlindungan anak
B. Pelaksanan 1. Keikutsertaan 1.1 Apakah lembaga Ya Tidak 1
Pemberdayaan lembaga/ institusi aktif dalam
dan dalam pelaksanaan pelaksanaan
perlindungan Pemberdayaan Pemberdayaan
Perempuan dan Perempuan dan Perempuan dan
perlindungan Perlindungan anak Perlindungan anak?
anak Jika YA, tuliskan aktif
dalam bidang apa saja?
(pilih boleh lebih dari
satu: 1. Sosial, 2. Politik,
3. Hukum, 4. Ekonomi, 5.
Lainnya)
1.
2.
3.
………
2. Program prioritas 2.1 Apakah ada program Ada Tidak 2
pemerintah yang di lembaga yang Ada
ditindak lanjuti oleh mengaitkan dengan
Lembaga terkait program prioritas
PUG, PUHA, PP pemerintah terkait
dan PA PUG, PUHA, PP
dan PA?
Jika ada, tuliskan
program apa saja yang
dilakukan dalam tiga
tahun terakhir.
1.
2.
3.
………
3. Program terkait 3.1 Apakah ada Program Ada Tidak 2
Komitmen dan kegiatan Ada
Internasional yang terkait perjanjian
ditindak lanjuti internasional yang
berhubungan dengan
pengarusutamaan
gender dan PUHA
yang sudah
ditindaklanjuti di
lembaga? 1. ICPD,
2. Beijing, 3. Cedaw,
4. SDGs, 5. KHA, 6.
Lain-lain

56
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
Jika ada, tuliskan
program apa saja yang
dilakukan dalam tiga
tahun terakhir.
1.
2.
3.
………
4. Melaksanakan 4.1 Apakah ada program Ada Tidak 2
program kerja kerja Lembaga yang Ada
lembaga: memberikan akses
Meningkatkan kepada perempuan
kualitas hidup dan anak terhadap
perempuan, anak, layanan pendidikan,
dan kualitas kesehatan, dan
keluarga bidang strategis
lainnya?
Jika ada, tuliskan nama
programnya…….
1.
2.
3.
………
4.2 Apakah ada program Ada Tidak 1
kerja Lembaga Ada
yang memberikan
pengetahuan,
keterampilan,
nilai-nilai karakter,
budi pekerti, dan
ketahanan keluarga?
Jika ada, tuliskan nama
programnya…….
1.
2.
3,
………
4.3 Apakah ada program Ada Tidak 2
kerja Lembaga Ada
yang yang dapat
meningkatkan
kemandirian
perempuan di bidang
ekonomi, politik,
hukum, sosial,
budaya, serta bidang
strategis lainnya?
Jika ada, tuliskan nama
programnya…….
1.
2.
3.
………
4.4 Apakah di Lembaga Ya Tidak 2
melaksanakan
penelitian dan
pengembangan
terkait kualitas
hidup perempuan,
anak, dan kualitas
keluarga?

57
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
Jika ada, tuliskan judul
penelitian yang dilakukan
dalam tiga tahun
terakhir…….
1.
2.
3.
………
4.5 Apakah hasil Ya tidak 1
penelitian tsb
digunakan sebagai
referensi dalam
pengembangan
program kerja
Lembaga
Jika ya, tuliskan program
sebagai pengembangan
dari hasil penelitian yang
dilakukan dalam tiga
tahun terakhir…….
1.
2.
3.
………
4.6 Apakah ada program/ Ada Tidak 3
kegiatan inovatif Ada
yang dikembangkan
di Lembaga dalam
rangka peningkatan
kualitas perempuan,
anak dan keluarga?
Jika ya, tuliskan
program/kegiatan inovatif
tiga tahun terakhir…….
1.
2.
3.
………
5. Meningkatkan
kapasitas
kelembagaan
eksternal
pemberdayaan
perempuan dan
perlindungan
anak, termasuk
pengembangan
sistem data gender
dan anak;
5.1 Apakah ada program Ada Tidak 2
kerja lembaga Ada
sebagai penguatan
dan pengembangan
sistem data gender
dan anak
Jika ada, tuliskan nama
programnya…….
1.
2.
3.
………

58
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
5.2 Apakah dibuat Ya tidak 2
jaringan kerjasama
dengan unit-unit
layanan konsultasi
keluarga, layanan
pengaduan
masyarakat terkait
kekerasan terhadap
perempuan dan
anak serta layanan
bantuan hukum?
Jika ada, tuliskan dengan
unit layanan apa saja…….
1.
2.
3.
………
6. Memberikan 6.1 Apakah lembaga Ya Tidak 1
perlindungan hak menyediakan materi-
perempuan dan materi Komunikasi,
pemenuhan hak Informasi dan
anak termasuk Edukasi (KIE)
perlindungan terkait pencegahan
khusus bagi anak dan penanganan
dari berbagai kekerasan terhadap
bentuk kekerasan perempuan dan
dan perlakuan anak?
diskriminatif lainnya
Upaya Promotif 6.2 Apakah Lembaga Ada Tidak 1
menyelenggarakan
sosialisasi, advokasi
dan kampanye
sosial dalam
rangka pencegahan
dan penanganan
kekerasan?
Jika ya, tuliskan kegiatan
sosialisasi, advokasi dan
kampanye sosial yang
dilakukan dalam setahun
terakhir…….
1.
2.
3.
………
6.3 Apakah Lembaga Ada Tidak 1
memperkuat
mekanisme
koordinasi dan
jejaring kerja antar
unit layanan dalam
upaya penanganan
kasus kasus
kekerasan?
Jika ada, tuliskan dengan
unit layanan apa saja…….
1.
2.
3.
………

59
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
Upaya Preventif 6.4 Apakah Lembaga Ada Tidak 1
melaksanakan
kegiatan penanaman
nilai-nilai karakter,
budi pekerti, dan
ketahanan keluarga
dalam upaya
pencegahan kasus
kekerasan terhadap
perempuan dan anak
Jika ya, tuliskan kegiatan
tersebut yang dilakukan
dalam setahun terakhir…….
1.
2.
3.
………
6.5 Apakah lembaga Ada Tidak 1
mengadakan
penyuluhan
kesadaran hukum
bagi masyarakat
khususnya bagi
perempuan dan anak
Jika ya, tuliskan kegiatan
sosialisasi, advokasi dan
kampanye sosial yang
dilakukan dalam setahun
terakhir…….
1.
2.
3.
………
6.6 Apakah lembaga Ada Tidak 2
mengembangkan
gerakan masif
dan berkelanjutan
yang melibatkan
masyarakat dalam
aksi pencegahan
dan penanganan
kekerasan
Jika ya, tuliskan gerakan
yang dilakukan dalam
setahun terakhir…….
1.
2.
3.
………
6.7 Apakah lembaga Ada Tidak 1
melibatkan peran
dan partisipasi
masyarakat dalam
pemberdayaan
perempuan dan
perlindungan anak
Jika ya, tuliskan kegiatan
yang melibatkan peran
dan partisipasi masyarakat
yang dilakukan dalam
setahun terakhir…….
1.
2.
3.
………

60
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
Jika ya, tuliskan
kelompok masyarakat
mana yang dilibatkan
dalam kegiatan yang
dilakukan dalam setahun
terakhir…….
1.
2.
3.
………
Upaya Kuratif 6.8 Apakah lembaga, Ada Tidak
bergerak dalam
upaya kuratif
penanganan
kekerasan terhadap
perempuan dan
anak?
Jika ya, maka jawab terus
pertanyaan dibawah, jika
tidak maka lanjut ke
pertanyaan no 6.11
6.9 Dalam penanganan Ada Tidak 2
kekerasan terhadap
perempuan dan anak
apakah lembaga
mengoptimalkan unit
layanan teknis terkait
pengaduan kekerasan
terhadap perempuan
dan anak?
Jika ya, tuliskan layanan
teknis yang dioptimalkan
pemanfaatannya yang
dilakukan dalam setahun
terakhir…….
1.
2.
3.
………
6.10 Apakah lembaga Ada Tidak 2
melakukan
penanganan bagi
korban kejahatan
dan kekerasan secara
cepat, tepat, dan
akurat bersama
aparat penegak
hukum
Jika ya, tuliskan
penanganan yang sudah
dilakukan dalam setahun
terakhir…….
1.
2.
3.
………
6.11 Apakah lembaga Ada Tidak 3
melaksanakan
program rehabilitatif?

Jika ya, maka lanjutkan


menjawab pertanyaan
dibawah. Jika tidak maka
stop sampai disini

61
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai

Prasyarat Indikator Ukuran Total


2 1 0 Skor Bobot (skor x
Bobot)
Upaya rehabilitatif 6.12 Apakah lembaga Ada Tidak 3
menyediakan sarana
dan prasarana
yang memadai
untuk penanganan
rehabilitasi
kesehatan,
rehabilitasi sosial,
pemulangan,
reintegrasi sosial, dan
bantuan hukum
Jika ya, tuliskan sarana
dan prasarana apa saja
yang disediakan…….
1.
2.
3.
………
6.13 Apakah Lembaga Ada Tidak 3
menyediakan tenaga
pendamping bagi
korban kejahatan dan
kekerasan terhadap
perempuan dan anak,
yang meliputi antara
lain tenaga psikolog,
psikiater, rohaniwan/
pendamping spiritual,
pengacara, tenaga
medis, guru/konselor
Jika ya, tenaga
pendamping apa saja
yang disediakan…….
1.
2.
3.
………
6.14 Apakah Lembaga Ada Tidak 3
memperkuat jejaring
kerja dan koordinasi
dalam proses
reintegrasi serta
pemulangan korban
kepada keluarga
dan/atau lingkungan
sosialnya
Jika ya, dengan lembaga
apa saja jejaring kerja
dan koordinasi dalam
proses reintegrasi serta
pemulangan korban
kepada keluarga dan/atau
lingkungan, yang sudah
dilakukan dalam tiga
tahun terakhir …….
1.
2.
3.
………

62
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
C.2 Penilaian
Penilaian (assessment) adalah kegiatan mengambil keputusan
untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Penilaian
merupakan suatu sistem formal dan terstruktur untuk memperoleh
informasi dan dapat mengkategorikan sesuatu yang abstrak menjadi
konkrit.
Tujuan penilaian selain mengetahui kondisi yang sebenarnya, juga
agar organisasi dapat memperoleh manfaat diantaranya:
1. Hasil penilaian dapat meningkatkan motivasi organisasi/
lembaga untuk lebih baik lagi, dan dapat meningkatkan
kepuasan kerja;
2. Organisasi dapat mengetahui kelebihan dan kelemahannya
serta memperbaiki kelemahan dan meningkatkan kelebihan;
3. Dapat mengetahui standard hasil yang ditetapkan;
4. Lembaga dapat melihat lebih jelas konteks pekerjaannya.
Dalam konteks sistem pembangunan PPPA, maka penilaian dapat:
1. Meningkatkan pandangan secara luas mengenai sistem PPPA;
2. Mengembangkan kemampuan, keterampilan dan kemauan
pengelola organisasi dalam pembangunan PPPA;
3. Meningkatkan komunikasi yang efektif tentang tujuan sistem
PPPA;
4. Mengembangkan strategi tindak lanjut dalam penguatan
sistem PPPA;
5. Meningkatkan pencapaian tujuan sistem Pembangunan PPPA.
Jawaban dalam instrument bervariasi tergantung pada pertanyaanya,
namun penilaiannya diupayakan konsisten. Ada dua tipe jawaban
untuk pertanyaan dengan tiga pilihan jawaban, dengan nilai yang
diberikan adalah: Tertulis = 2, secara umum = 1, tidak ada = 0.
Tiga pilihan jawaban lainnya adalah: Tinggi =2, sedang =1, dan
rendah = 0. Bagi pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban, maka
nilainya adalah: Ada/Ya = 2, Tidak ada/Tidak = 0. Pada penilaian
dari setiap komponen, ada pembobotan didasarkan pada berat
tidaknya upaya yang dilakukan yaitu:
1. Nilai bobot satu (merupakan program dengan upaya biasa
saja);

63
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2. Nilai bobot dua bagi program dengan upaya lebih besar seperti
pengadaan anggaran;
3. Nilai bobot tiga diberikan pada program/upaya yang
membutuhkan dukungan/komitmen tinggi seperti diantaranya:
AD-ART Lembaga Profesi terkait program PP-PA, serta
program pelaksanaan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Dari 62 pertanyaan yang dinilai dengan skor terendah adalah 0,
dan skor tertinggi adalah 2, serta ada sebanyak 34 pertanyaan
mempunyai bobot satu (1), sebanyak 21 pertanyaan dengan bobot
dua (2), dan sebanyak 7 pertanyaan dengan bobot tiga (3), maka
berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan melalui instrument
yang sudah dibuat dibagian 4.2.1 tersebut akan diperoleh nilai skor
minimal 0 dan skor maksimal 194 atau skor berkisar antara 0-194.
Penilaian tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori
yaitu partisipasi rendah, partisipasi sedang, dan partisipasi tinggi
dalam sistem PP-PA dengan mempertimbangkan nilai kelembagaan
atau prasyarat. Kategori Partisipasi Rendah apabila nilainya hanya
mencapai < 50% dari skor maksimal; Partisipasi Sedang apabila
mencapai nilai antara 50%-70% skor maksimal dengan terpenuhinya
50% nilai prasyarat (kelembagaan); Partisipasi Tinggi apabila
mencapai nilai > 70% skor maksimal dengan terpenuhinya 75%
nilai prasyarat (kelembagaan). Pengkategorian berdasarkan skor
pencapaian bisa dilihat dibawah:
 Partisipasi Tinggi : 137-194 (dan 75% nilai prasyarat
terpenuhi;
 Partisipasi Sedang :
97-136 (dan 50% nilai Prasyarat
terpenuhi);
 Partisipasi Rendah : ≤ 96.

C.3 Strategi Tindak lanjut


Strategi tindak lanjut dilakukan berdasarkan penilaian dan kategori
yang dicapai diantaranya adalah:
1. Lembaga Profesi dengan partisipasi rendah maka diperlukan
upaya:

64
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
a. Penguatan Kelembagaan (Perubahan AD-ART, Menam­
bah­kan indikator PP-PA dalam Misi, tujuan dan Sasaran
Lembaga, mengadakan unit khusus PP-PA terstruktur
dalam organisasi, meningkatkan kapasitas SDM, Penyediaan
materi-materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
terkait pencegahan dan penanganan kekerasan;
b. Pengembangan sistem data gender dan anak;
c. Penguatan koordinasi dan jejaring;
d. Mendorong pengembangan program-program peningkatan
kualtas hidup perempuan, anak dan kualitas keluarga;
e. Mendorong pengembangan sistem perlindungan perempuan
dan anak.
2. Lembaga Profesi dengan partisipasi sedang, maka diperlukan
upaya:
a. Penguatan kapasitas kelembagaan: Komitmen dan upaya
berkelanjutan meningkatkan SDM terlatih;
b. Penguatan sistem data gender dan anak;
c. Penguatan jejaring kerja dan koordinasi;
d. Penguatan program-program peningkatan kualitas hidup
perempuan, anak dan kualitas keluarga;
e. Penguatan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative dalam Perlindungan Perempuan dan Anak.
3. Lembaga Profesi dengan partisipasi tinggi, maka diperlukan
sentuhan pada upaya kuratif dan rehabilitatif, dalam penyediaan
tenaga pendamping professional dan lebih memperkuat jejaring
kerja dan koordinasi dalam proses reintegrasi serta pemulangan
korban kepada keluarga dan/atau lingkungan sosialnya.
Untuk keberlanjutan partisipasi lembaga professional dalam sistem
pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
maka Strategi tindak lanjut yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Perlu dilakukan koordinasi dengan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia agar ada penambahan persyaratan
persetujuan dibuka lembaga profesi, yaitu persyaratan lembaga
yang responsif gender dan anak.

65
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2. Perlu dibentuk unit/bidang khusus di setiap lembaga profesi
yang menangani Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan
Anak.
3. Perlu dilakukan penilaian partisipasi lembaga profesi dalam
sistem Pembangunan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, secara regular setiap dua tahun dengan
reward yang jelas.
4. Harapannya, penilaian PUG, PP, dan PA dapat diintegrasikan
dalam penilaian akreditasi lembaga, sehingga Lembaga Profesi
terkait terjamin untuk bisa turut berpartisipasi aktif dalam
percepatan pembangunan berbasis gender dan perlindungan
anak.

66
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB V
PENUTUP
BAB V
PENUTUP

Penerapan Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan


anak (PP-PA) memerlukan kerjasama antara pemangku kepentingan
baik itu pemerintah, dunia usaha, lembaga masyarakat maupun media.
Berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak berupa
kesenjangan dan diskriminasi dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan
budaya (ekosob); belum terpenuhinya hak-hak anak, serta masih sering
ditemukannya kekerasan terhadap perempuan dan anak, merupakan
tantangan tersendiri dalam Sistem Pemberdayaan Perempuan dan
Anak.
Lembaga profesi sebagai bagian dari lembaga masyarakat mempunyai
peran strategis sesuai bidang kompetensinya yang menunjang dalam
percepatan pencapaian tujuan dari sistem pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak, yaitu meningkatkan kualitas hidup perempuan,
anak dan keluarga; menguatkan kelembagaan PUG dan PUHA, serta
meningkatkan perlindungan bagi perempuan dan anak.
Buku Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak
bagi Lembaga Profesi ini dibuat untuk digunakan sebagai pedoman bagi
Lembaga profesi dan lembaga lain yang relevan dalam pelaksanaan dan
evaluasi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di lembaga
tersebut.
Buku ini memberikan gambaran konsep sistem pemberdayaan
perempuan, pengertian anak dan perlindungan anak, serta peraturan-
peraturan dan komitmen nasional dan international terkait
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Dalam buku ini juga
dijelaskan peran lembaga profesi dalam Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan anak serta evaluasi partisipasi lembaga profesi tersebut.
Evaluasi partisipasi lembaga profesi pada pemberdayaan
perempuan dan anak dilakukan berdasarkan pada beberapa hal, yaitu
1) Prasyarat Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam bentuk dukungan
politis, kebijakan, kelembagaan, sumberdaya, dan sistim informasi; 2)
Peningkatan kapasitas kelembagaan pemberdayaan perempuan dan

69
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
perlindungan anak, termasuk pengembangan sistem data gender dan
anak; 3) Peningkatan kualitas hidup perempuan, anak, dan kualitas
keluarga; dan 4) Perlindungan hak perempuan dan pemenuhan hak
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai bentuk
kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya.
Pada akhir buku digambarkan juga strategi tindak lanjut, dalam
upaya meningkatkan partisipasi lembaga profesi pada Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan anak agar dapat dilaksanakan secara
komprehensif, inklusif, integratif dan berkelanjutan.
Diharapkan buku ini dapat memberikan pemahaman bagi lembaga
profesi khususnya dan lembaga masyarakat lainnya maupun organisasi
pemerintah dalam melaksanakan perannya pada pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak.

70
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kajian Indikator Sustainable Development


Goals (SDGs). Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Profil Penduduk Indonesia Hasil Supas
2015. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017a. [IDG] Indeks Pemberdayaan Gender, 2010-
2017 [Internet]. Diakses: 25 juni 2019. Tersedia pada: https://www.
bps.go.id/dynamictable/2018/08/15/1573/-idg-indeks-pemberdayaan-
gender-idg-menurut-provinsi-2010-2017.html
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017b. [IDG] Keterlibatan Perempuan di
Parlemen Menurut Provinsi, 2010-2017 [Internet]. Diakses:
25 juni 2019. Tersedia pada: https://www.bps.go.id/
dynamictable/2018/08/15/1570/-idg-keterlibatan-perempuan-di-
parlemen-menurut-provinsi-2010-2017.html
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017d. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia
Agustus 2017. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Potret Pendidikan Indonesia Statistik
Pendidikan 2017. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistika.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Prevalensi Kekerasan Terhadap
Perempuan Di Indonesia, Hasil SPHPN 2016 [Internet]. Diunduh
pada: 25 Juni 2019. Tersedia pada: https://www.bps.go.id/
pressrelease/2017/03/30/1375/satu-dari-tiga-perempuan-usia-15---
64-tahun-pernah-mengalami-kekerasan-fisik-dan-atau-seksual-selama-
hidupnya.html
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017c. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2017.
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistika.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Indikator Pekerjaan Layak di Indonesia
2017. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistika.
[ILO] Internasional Labour Organization. 2015. Global Wage Report 2014/15:
Wages and Income Inequality. Geneva (CH): Internasional Labour
Organization

71
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
[UNICEF] United Nations Children’s Fund. 2002. A World Fit for Children.
Pristina (XK): United Nations Children’s Fund
[UNICEF] United Nations Children’s Fund. 2016. An Agenda for Children.
Pristina (XK): United Nations Children’s Fund.
Bronfenbrenner U. 1979. The Ecology of Human Development. Cambridge
(US): Harvard University Press.
Kamil M. 2006. Strategi Kemitraan dalam Membangun PNF Melalui
Pemberdayaan Masyarakat (Model, keunggulan, dan kelemahan).
Makalah disajikan pada seminar dan lokakarya Penyelenggaraan
Pendidikan NonFormal dalam Era Otonomi Daerah di Hotel Putri
Gunung Lembang, Kabupaten Bandung, 19-20 November 2006.
Komnas Perempuan. 2011. Catatan Tahunan tentang Kekerasan Terhadap
Perempuan Tahun 2011-2015 [Internet]. Diunduh pada: 25 Juni
2019. Tersedia pada: https://www.komnasperempuan.go.id/publikasi-
catatan-tahunan
Li H, Cheng EWL, Love PED. 2000. Partnering research in construction.
Engineerig, Construction, dan Architectural Management. 7(1): 76-92.
UN Women. 1979. Convention on The Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women [Internet]. Diakses pada: 21 Juni
2019. Tersedia pada: https://www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/
text/econvention.htm

72
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
LEMBAGA-LEMBAGA PROFESI
KONTRIBUTOR PENYUSUNAN PEDOMAN

73
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi

Anda mungkin juga menyukai