ISBN :
978-602-6571-35-9
Diterbitkan oleh :
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
Dicetak oleh :
II
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
TIM PENYUSUN
Pengarah:
Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Dip. Apling, MA
Indra Gunawan, SKM, MA
Penanggung jawab:
Sri Prihantini Lestari Wijayanti, SH, MH
Editor:
Sylvianti Angraini, SSi
Santi Herlina Zaenab, SE
Fikhi Akbar, SP, MM
Tim Penulis:
Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS
Prof. Dr. Armai Arief, MA
Hadi Utomo
Astri Sulistiawati, SKPm, Msi.
Kontributor:
HIMPAUDI
• Prof. Dr. Ir. Netti Herawati, M.Si
• Dra. Yufi A.M Natakusumah, M.Pd
• Reni Nurlela, M.Pd
IBI
• Dr. Indra Supradewi, MKM
• Kusuma Dini, AmKeb, SKM, MKM
PERSAGI
• Dr. Minarto, M.PS.
• Lanita Somali, M.Sc., M.SEd
• Murbari Siwi, SKM
AAI
• Muniar Sitanggang, S.H., M.H
• Hartana Siregar, S.H
• Lorenta Siregar, S.H
PDKI
• dr. Yulherina, MKM, PKK
• dr. Sugma Agung Purbowo, MARS, DiplDK
• Dr. dr. Aragar Putri, MRDM
• dr. Danny Pattirajawane, SMat
i
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
HIMPSI
• Dr. Andik Matulessy, M.Si, Psikolog
• Dr. Rini Sugiarti, M.Si, Psikolog
FGII
• Tety Sulastry Lokollo
• Amriah, S.Pd
PGRI
• Dr. Rosmayana, M.Pd
• Dra. Dian Mahsunah, M.Pd
• Drs. Mustafa Kemal, M.Pd
IKI
• Prof. Dr. Prayitno, M.Sc.Ed
• Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd.Kons
• Drs. Achmad Suwandi, M.Pd.Kons
JDNI
• dr. Andi Khomeini Takdir Haruni, SpPD, K-Psi
• dr. Melda Warliani, Sp.KFR.
ADI
• Dr. Titik Haryati, M.Pd
• Ainur Rahmah, S.Pd.
PERADI
• Rasida Siregar, S.H
• Muhammad Daud Berueh, SH
IKAHI
• Dr. Riki Perdana Raya Waruwu,.S.H., M.H
• Abdurrahman Rahim,. S.H., M.H
IDAI
• dr. Eva Devita, SpA(K)
Sekretariat:
• Aisyah Puspita Putri, SPSi
• Kustia Wulaningsih, SP
• Novita Nurul Siddiqah, SE
• Rafi Sukran, SKom
• Upik Maria Ulfah, SS
ii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
SAMBUTAN
Perempuan dan anak adalah isu lintas sektor dan lintas bidang
yang sangat strategis. Berhasil tidaknya pembangunan sebuah negara
sangat tergantung pada kontribusi yang mereka berikan. Pembangunan
pemberdayaan perempuan di Indonesia diarahkan kepada upaya untuk
meningkatkan peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang
pembangunan agar tercipta hubungan relasi yang seimbang dan
harmonis dengan laki-laki; saling berbagi peran baik dalam keluarga
maupun masyarakat hingga ke tahapan membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara. Inilah hakekat dari kesetaraan gender yang
diharapkan dapat terwujud di Indonesia.
Sementara itu, anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai
harganya. Begitu berharganya anak maka mereka harus dijaga dengan
baik. Karena mereka adalah calon-calon generasi penerus yang pada
masanya nanti akan menggantikan generasi sebelumnya.
Indonesia sebagai negara yang visioner telah meletakkan
pembangunan perempuan dan anak sebagai hal yang sangat penting
dan strategis. Ini merupakan perjuangan yang tidak mudah bagi
Indonesia mengingat masih ada situasi tertentu yang memerlukan
perhatian serius. Misalnya, Indeks Pembangunan Gender Indonesia
Tahun 2017 sebesar 90,96 berarti masih terdapat kesenjangan
pencapaian pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan.
Kemudian, berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan
Remaja (SNPHAR 2018), 1 dari 3 anak laki-laki mengalami kekerasan
fisik dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan fisik.
Selanjutnya, untuk mencari solusi atas berbagai permasalahan
tersebut, pemerintah perlu bekerjasama/bermitra dengan berbagai
pihak karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itu, kami
mengajak Lembaga Profesi untuk bersinergi dalam penyelenggaraan
urusan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Dengan menerapkan “Prinsip Sinergi” yaitu ikhlas; transparan;
semuanya penting; tidak saling menyalahkan; dan mau saling berbagi,
diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih untuk kesejahteraan
perempuan dan anak.
iii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Dalam kesempatan ini, perkenankan kami mengucapkan terima
kasih dan apresiasi yang tinggi kepada Lembaga Profesi yang telah
bersinergi dan membantu Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak dalam penyusunan pedoman ini. Semoga
pedoman ini dapat meningkatkan peranserta Lembaga Profesi dalam
pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di
Indonesia.
iv
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas terselesaikannya penyusunan Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan
dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi. Pedoman ini telah
disusun pada tahun 2018 yang kemudian disempurnakan pada tahun
2019. Dalam proses penyusunan dan penyempurnaannya, pedoman ini
mendapat masukan dari 3 (tiga) bidang lembaga profesi yaitu bidang
pendidikan, kesehatan dan sosial serta hukum.
Pedoman ini disusun dengan maksud menyediakan alat
(instrument) penilaian diri (self assessment) bagi Lembaga Profesi
dalam pelaksanaan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
sehingga diharapkan Lembaga Profesi dapat melihat lebihjelas konteks
pekerjaannya dan memotivasi untuk meningkatkan partisipasinya dalam
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Selain itu, dengan
tersusunnya pedoman ini diharapkan terdapat perubahan paradigma
pada Lembaga Profesi menjadi lebih responsif gender dan responsif
anak dalam mengeluarkan kebijakan, program kerja dan kegiatan.
Selain itu, pedoman ini diharapkan dapat mendorong Lembaga
Profesi untuk memiliki bidang khusus yang menangani pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak dalam struktur organisasinya, atau
memiliki sumber daya manusia yang terlatih/paham gender dan hak
anak atau melakukan sinergi dengan pihak lain yang terkait dalam
program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah bekerja keras memberikan sumbangan pemikiran, tenaga dan
waktu sehingga pedoman ini dapat diselesaikan dengan baik. Kami
menyadari masih terdapat kekurangan dalam pedoman ini maka
masukan dan kritikan yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Selamat menggunakan pedoman ini.
Indra Gunawan
v
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ................................................................................... i
SAMBUTAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ............................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN...................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................... 1
B. Tujuan................................................................... 8
C. Keluaran Yang diharapkan...................................... 9
D. Dasar Hukum......................................................... 9
E. Definisi/Istilah....................................................... 12
vii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
C. Mekanisme Kemitraan Lembaga Profesi dalam
Sistem Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak............................................... 40
D. Konsep Sinergi dalam Sistem Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak....................... 44
BAB V PENUTUP................................................................ 69
viii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Pendekatan Komprehensif dalam pencegahan
dan Penangan Masalah PP-PA................................ 23
Gambar 2 : Pola Kemitraan Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak........................................... 43
Gambar 3 : Penguatan Sinergi Pemerintah dan Lembaga
Masyarakat............................................................. 45
ix
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Instrumen Evaluasi Pelaksanaan Sistem Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga
Profesi........................................................................ 53
x
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR SINGKATAN
xi
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia
LBH : Lembaga Bantuan Hukum
LM : Lembaga Masyarakat
LP : Lembaga Profesi
LPSK : Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
OPD : Organisasi Perangkat Daerah
P2TP2A : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak
PATBM : Perlindungan Anak Terpadu berbasis Masyarakat
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
PBB : Persatuan Bangsa Bangsa
PDKI : Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia
PERADI : Perhimpunan Advokat Indonesia
PERSAGI : Persatuan Ahli Gizi Indonesia
PGRI : Persatuan Guru Republik Indonesia
PJI : Persatuan Jaksa Indonesia
PP-PA : Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
PPRG : Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
PSGA : Pusat Studi Gender dan Anak
PSW : Pusat Studi Wanita
PUG : Pengarusutamaan Gender
PUHA : Pengarusutamaan Hak Anak
PUSPA : Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan
Anak
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SAKERNAS : Survei Angkatan Kerja Nasional
SDGs : Sustainable Development Goals
SDM : Sumber Daya Manusia
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SNPHAR : Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja
SPHPN : Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional
SUPAS : Survei Penduduk Antar Sensus
SUSENAS : Survei Sosial Ekonomi Nasional
TPPO : Tindak Pidana Perdagangan Orang
UPPA : Unit Pelayanan Perempuan dan Anak
UU : Undang-Undang
WFFC : The World Fit for Children
xii
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program pembangunan secara normatif seringkali dideklarasikan
sebagai upaya melakukan perubahan untuk mencapai tingkat
kesejahteraan tertentu bagi masyarakat umum. Definisi normatif
atas pembangunan dipahami sebagai definisi yang netral, dalam
pengertian tidak memihak atau memberikan peluang yang sama
pada kelompok tertentu untuk memperoleh manfaat. Pandangan
normatif ini tidak terlalu tepat karena sebenarnya pembangunan
memberikan dampak yang berbeda, sesuai dengan tingkat
seseorang atau kelompok yang mengakses hasil-hasil pembangunan.
Dalam pengertian ini, pembangunan bersifat tidak netral atau
merepresentasikan suatu kepentingan dominan, bahkan ideologi
tertentu.
Sejalan dengan pengertian diatas, maka pembangunan dalam
perspektif gender juga tidak bersifat netral. Program pembangunan
yang sedemikian rupa didesain untuk mengakomodasi kepentingan
publik, ternyata dalam praktiknya memberikan dampak yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, pada titik
tertentu, pembangunan yang sudah dianggap ideal mengakomodasi
kepentingan umum dan memenuhi hak-hak dasar ekonomi, sosial,
dan budaya (ekosob) justru semakin membuat kelompok perempuan
terpuruk. Hal penting yang menyebabkan perbedaan penerimaan
dampak pembangunan ini adalah tingkat kapasitas mengakses
antara laki-laki dan perempuan berbeda. Relasi sosial ekonomi
sampai saat ini harus diakui masih menempatkan perempuan
pada posisi yang cenderung tertinggal. Oleh karena itu, pada saat
proses pembangunan yang memposisikan masyarakat secara sama
diluncurkan, maka muncul ironi dalam bentuk dominasi. Perspektif
netralitas ini memperlebar kesenjangan dan ketidakadilan sosial.
1
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Pembangunan merupakan hak bagi seluruh umat manusia tidak
terkecuali perempuan dan anak-anak. Pemberdayaan perempuan
penting dilakukan untuk mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan mengingat realitas bahwa peran perempuan masih
sering dikesampingkan dalam sejumlah aspek kehidupan.
Melansir data yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2017, tercatat bahwa Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 71,74 yang menurun
meningkat sebanyak 0,35 poin dibandingkan tahun 2016. Dalam
perhitungannya, IDG menitikberatkan pada partisipasi, dengan
cara mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi
politik, dan pengambilan keputusan. Adapun salah satu variabel
pembentuk IDG yakni keterlibatan perempuan dalam parlemen.
Data BPS (2017), menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan
dalam parlemen di Indonesia masih belum memenuhi kuota
maksimal yang ditetapkan yakni 30 persen, dengan realisasi kurang
dari 20 persen.
Isu perempuan dalam pembanguan sangat penting, mengingat
proporsi perempuan mencapai 49,76% dari total penduduk. Selain isu
masih rendahnya keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan
keputusan politik, juga ada beberapa isu yang harus terus dicarikan
jalan keluarnya, seperti: 1) rentannya perempuan menjadi korban
kasus-kasus kekerasan; 2) rendahnya akses pendidikan dan informasi
bagi perempuan yang membuat dirinya mudah untuk ditipu dan
diperdayakan oleh orang lain, sehingga banyak sekali perempuan
menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO); 3)
penempatan peran gender yang tidak seimbang antara laki-laki
dan perempuan, dimana laki-laki diposisikan di wilayah publik
sedangkan perempuan di wilayah domestik. Hal ini berdampak pada
beban ganda perempuan sebagai bentuk ketidakadilan gender; 4)
adanya stigma sosial bahwa perempuan adalah makhluk lemah-
lembut sedangkan laki-laki makhluk kuat, yang menyebabkan posisi
perempuan di marginalisasikan; serta 5) perempuan dianggap tidak
mampu melaksanakan kompetisi di berbagai bidang pembangunan
padahal perempuan memilliki peran strategis.
2
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Kondisi diatas menyebabkan masih banyaknya permasalahan yang
dihadapi perempuan, seperti:
1. Masih rendahnya rata-rata lama sekolah perempuan usia 15
tahun keatas (8,17tahun), dibandingkan laki-laki (8,83 tahun)
(sumber: Susenas 2017).
2. Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu sebesar 305
per 100.000 kelahiran hidup (KH) (Supas 2015, BPS). Target
SDGs adalah 70 per 100.000 KH tahun 2030.
3. Lebih separuh pekerja perempuan yaitu 61,37% bekerja di
sektor informal (Sakernas Agustus 2017, BPS).
4. Pendapatan dan Kesempatan bekerja bagi perempuan 59%
dibawah laki-laki (SPHPN KEMENPPPA-BPS).
5. Secara rata-rata, Gaji yang diterima perempuan juga 32,23
persen lebih rendah dari laki-laki (ILO, 2015).
6. 2,58 juta dari 86 juta perempuan menjadi korban kekerasan
(Catatan Komnas Perempuan 2011-2015).
7. 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan oleh
pasangan dan selain pasangan selama hidup mereka (SPHPN
KEMENPPPA-BPS).
8. 1 dari 5 perempuan pernah/sedang menikah mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual oleh selain pasangan selama
hidup (SPHPN KEMENPPPA-BPS).
9. Perempuan (termasuk anak) berpeluang empat kali lebih
tinggi untuk menjadi korban perdagangan orang dibandingkan
dengan laki-laki (Unicef 2017).
Sehubungan dengan itu, pemberdayaan perempuan menjadi
salah satu fokus pemerintah Indonesia dalam mewujudkan tujuan
pembangunan yang tercantum dalam Sustainable Development
Goals (SDGs) mengenai keadilan dan kesetaraan gender (KKG).
Tertuang dalam target pencapaian SDGs tersebut sebagaimana
tertulis dalam indikator SDGs oleh BPS (2014), bahwa pemerintah
Indonesia berkomitmen dalam memantau dan mengakhiri
diskriminasi dan kesenjangan dalam pelayanan publik, penegakan
hukum, akses terhadap keadilan dan partisipasi dalam kehidupan
politik dan ekonomi berbasis gender.
3
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Adapun komitmen pemerintah tersebut sebelumnya sudah
diwujudkan melalui sejumlah kebijakan berkenaan dengan
pengarusutamaan gender (PUG) diantaranya Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang PUG dalam pembangunan
nasional, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun
2008 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG di daerah.
Pengarusutamaan Gender (PUG) diartikan sebagai upaya yang
dilakukan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-
laki dan perempuan dalam mengakses dan mendapatkan manfaat
pembangunan. Adapun sasaran utama PUG antara lain meningkatkan
peran perempuan dalam beragam sektor pembangunan terutama
di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap
penguasaan sumber daya, dan politik.
Strategi PUG ke dalam proses pembangunan dewasa ini semakin
diakui sebagai kebutuhan pembangunan nasional. Pembangunan
kesetaraan gender yang tertuang dalam RPJPN 2005-2025
mempunyai target bahwa di akhir tahun 2024 terwujudnya kesetaraan
gender. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019, yang telah dibuat payung hukumnya dalam
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, mengamanatkan bahwa
peningkatan kualitas hidup perempuan serta kesejahteraan dan
perlindungan anak merupakan salah satu dari agenda menciptakan
Indonesia yang adil dan demokratis. Ada tiga cross cutting
issues dalam RPJMN, yaitu: 1) Pembangunan berkelanjutan
(sustainability development), 2) Tata Kelola Pemerintahan yang
Baik (Good Governance), dan 3) Pengarusutamaan Gender (Gender
Mainstreaming). Upaya tersebut diperkuat setiap tahunnya, melalui
Rencana Kerja Pemerintah yang merupakan penjabaran dari
RPJMN. Didalamnya disebutkan bahwa pengarusutamaan gender
telah ditetapkan sebagai salah satu prinsip pengarusutamaan
yang harus dilakukan oleh seluruh sektor pembangunan untuk
memastikan kebijakan/program/kegiatan pembangunan responsif
terhadap isu-isu gender.
Terdapat dua sasaran Pembangunan Manusia Dan Masyarakat yang
tertuang dalam Sasaran Pokok Pembangunan Nasional (RPJMN
4
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2015-2019), yaitu: 1) Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan
Perempuan; serta 2) Perlindungan anak. Target pada Kesetaraan
Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah meningkatnya
Indeks Pembangunan Gender (IPG) lebih dari 69,6 (2013), serta
meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) lebih dari 70,5
(2013). Sedangkan target Perlindungan Anak adalah diantaranya
menurunnya Prevalensi Kekerasan terhadap anak, Anak laki-laki:
menjadi < 38,62 persen; dan Anak perempuan: < 20,48 persen
(2013).
Proporsi anak yang mencapai 30% dari total penduduk merupakan
asset pembangunan, investasi SDM dan sebagai tongkat estafet
penerus masa depan bangsa. Disamping itu anak merupakan
amanat nasional dan internasional dan memiliki hak- hak yang harus
dipenuhi. Oleh sebab itu, mereka harus dipersiapkan dengan baik,
guna menyongsong masa depan bangsa yang paripurna. Namun
berdasarkan data Susenas (2017) terlihat bahwa kepemilikan akta
kelahiran pada anak baru mencapai 83.33%. Sekitar 37,91% anak
perempuan kawin usia 16 tahun dan 22,92% kawin usia 17 tahun
(Susenas 2017, BPS). 1,60 persen anak perempuan 10-17 tahun
di Indonesia berstatus pernah kawin (Susenas 2014, BPS); dan
lebih dari 2 juta anak menjadi pekerja anak (Susenas 2016, BPS).
Data kekerasan terhadap anak dapat dilihat dari Survei Nasional
Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR 2018) yang
menunjukan bahwa:
1. Kekerasan emosional (dihina, direndahkan, tidak diharapkan
lahir, tidak disayangi atau mengalami perundungan). Dalam
12 bulan terakhir, > 50% anak usia 13-17 tahun baik di desa
maupun dikota mengalami kekerasan emosional. Perempuan
(3 dari 5 anak perempuan) mengalami kekerasan emosional
lebih banyak dibanding anak laki-laki (1 dari 2 anak laki-laki).
Pelaku terbesar (>70%) yang melakukan kekerasa emosinal
adalah dalam kategori anak juga yaitu teman sebaya, menyusul
keluarga, dewasa dikenal, pacar, dan dewasa tidak dikenal.
2. Kekerasan fisik (ditendang, dipukul, dicekik, dibekap, atau
diancam/diserang dengan senjata). Kekerasan Fisik lebih
banyak dialami oleh anak laki-laki disbanding anak perempuan.
5
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
1 dari 3 anak laki mengalami kekerasan fisik. 1 dari 5 anak
perempuan mengalami kekerasan fisik. Jenis kekerasan fisik
tebesar adalah dipukul/ditendang, dengan pelaku kekerasan
fisik terbesar adalah teman sebaya, menyusul keluarga, dewasa
dikenal, pacar, dan dewasa tidak dikenal.
3. Kekerasan seksual. Anak perempuan lebih banyak mengalami
kekerasan seksual disbanding anak laki-laki. Sebanyak 1 dari
11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. Sebanyak
1 dari 17 anak laki-laki mengalami kekerasan seksual. Pelaku
terbesar (>70%) adalah teman sebaya, menyusul pacar, dewasa
dikenal, keluarga dan dewasa tidak dikenal.
Dari segi pendidikan terlihat bahwa masih banyak anak yang
mengalami masalah. sebesar 20,49 persen anak 0-6 tahun yang
mengikuti PAUD (Susenas 2017, BPS); sebesar 16,52 persen anak
berumur 7-17 tahun yang tidak/belum pernah sekolah karena
bekerja/mencari nafkah, dan 7,40 persen yang tidak/belum pernah
sekolah karena menikah dan mengurus rumah tangga (Susenas
2017, BPS).
Melihat kondisi di atas, perhatian pemerintah terhadap anak
juga menjadi fokus penting dalam mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan, seperti tertuang pada RPJMN 2015-2019.
Mengutip pernyataan Unicef dalam laporan baseline SDGs tentang
anak-anak Indonesia tahun 2017, menyatakan bahwa berinvestasi
pada anak-anak dan anak muda, amat penting dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan, dan memonitor kemajuan pada
anak sangat krusial dalam menentukan investasi apa yang harus
dijalankan. Karena itulah, SDGs mengakui anak sebagai agen
perubahan (agent of change) dan penerus (torch-bearer) bagi
pembangunan berkelanjutan (Unicef, 2017).
Dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berpihak pada
kepentingan anak, pemerintah telah menyusun strategi pemenuhan
hak anak yang dikenal dengan Pengarusutamaan Hak Anak
(PUHA). Sebagaimana PUG yang telah diintegrasikan dalam
kebijakan maupun program pembangunan, PUHA juga telah
diintegrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
6
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Adapun payung hukum
PUHA di antaranya adalah Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak (KHA), Undang
Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, SDGs
dan The World Fit for Children (WFFC).
Merujuk pada uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pemberdayaan
perempuan dan peningkatan kesejahteraan serta perlindungan anak
merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan
diantaranya dengan mengintegrasikan PUG dan PUHA ke dalam
setiap lembaga/institusi. Hal ini penting dilakukan melihat fakta
bahwa kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan
anak di Indonesia masih dinilai lemah.
Sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2000, bahwa
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KEMENPPPA) berkewajiban dalam memberikan bantuan teknis
kepada institusi dan lembaga dalam melakukan pengarusutamaan
gender dan melaporkan hasil pelaksanaannya. Institusi dan lembaga
yang dimaksud di antaranya lembaga pemerintahan maupun non
pemerintah di tingkat pusat dan daerah termasuk didalamnya
lembaga profesi.
Sinergitas antar pihak dari berbagai elemen, penting dilakukan
dalam mengimplementasikan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak. Mengingat permasalahan yang dihadapi oleh
perempuan dan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab
KEMENPPPA semata. Dalam hal ini, lembaga profesi sebagai
salah satu pihak yang paling dekat dengan masyarakat memiliki
potensi dalam mewujudkan kesejahteraan perempuan dan anak.
Sementara itu, yang dimaksud dengan lembaga profesi ialah suatu
wadah yang didirikan oleh institusi yang memiliki ragam profesi/
keahlian khusus berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial untuk
mencapai tujuan bersama.
Peran penting lembaga profesi dalam mengimplementasikan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dapat dilakukan
dengan melakukan sejumlah upaya mulai dari promotif, preventif,
7
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
kuratif, sampai rehabilitatif, di antaranya melalui pemberian
edukasi, pendampingan dan pembelajaran terhadap isu-isu yang
menyangkut perempuan dan anak.
Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak, perlu dilakukan tiga langkah yang berkesinambungan dan
menjadi pokok peran pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak yakni: 1) Pemihakan, artinya harus lebih berpihak kepada
perempuan; 2) Penyiapan, artinya pemberdayaan menuntut
kemampuan perempuan untuk bisa ikut mengakses, berpartisipasi,
mengontrol, dan mengambil manfaat; 3) Perlindungan, artinya
memastikan bahwa semua hak perempuan dan anak terpenuhi serta
menjamin tidak terjadi kekerasan, perdagangan dan kesenjangan
ekonomi. Dalam rangka mengefektifkan pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak pada berbagai tatanan dan kelembagaan,
maka diperlukan suatu sistem yang komprehensif dan integratif,
berupa Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Peran lembaga profesi dalam Sistem Pembangunan PPPA sangat
strategis untuk mendukung percepatan tujuan pembangunan
PPPA yang berkelanjutan dan pencapaian target Sustainable
Development Goals (SDGs) yaitu: Tujuan 1 (Kemiskinan), Tujuan
2 (Kelaparan), Tujuan 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan), Tujuan 4
(Pendidikan), Tujuan 5 (Kesetaraan Gender), Tujuan 6 (Air bersih
dan sanitasi), dan Tujuan 13 (Perubahan Iklim).
B. Tujuan
Tujuan penyusunan buku ini adalah sebagai dasar dari
pengembangan:
1. Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak bagi Lembaga Profesi;
2. Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Pemberdayaan Parempuan
dan Perlindungan Anak bagi Lembaga Profesi;
3. Pedoman dalam melaksanakan strategi tindak lanjut bagi
peningkatan partisipasi lembaga profesi dalam Pemberdayaan
Parempuan dan Perlindungan Anak.
8
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
C. Keluaran Yang Diharapkan
Keluaran/output yang diharapkan dengan dikembangkannya
pedoman ini adalah terjadinya perubahan Lembaga Profesi yang
lebih responsif gender dan hak anak. Perubahan di Lembaga Profesi
tersebut dapat dilihat di antaranya minimal ada satu dari kondisi
di bawah yaitu:
1. Kebijakan yang responsif gender dan hak anak;
2. Adanya bidang khusus yang menangani PP-PA dalam Struktur
Organisasi;
3. Adanya Program Kerja terkait PP-PA;
4. SDM yang terlatih/paham gender dan hak anak;
5. Melakukan Sinergi dengan pihak lain yang terkait dalam
program PP-PA.
D. Dasar Hukum
1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984
tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention on the
Elimination of All Forms Of Discrimination Against Women/
CEDAW) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3277);
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);
9
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
6) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);
7) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720);
8) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4928);
9) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan (Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
10) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5332);
11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5571);
12) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014
Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602);
13) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5606);
10
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
14) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016
Tentang Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5871);
15) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 225);
16) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;
17)
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional;
18) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender Di Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 927);
19) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan
Perempuan Dan Perlindungan Anak (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 615);
20) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor 2 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 320);
21) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Indikator Pemantauan Dan
Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan
Dan Perlindungan Anak (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 990);
22) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan
Hukum;
11
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
23) Planet 50:50 gender equality pada tahun 2030 (United Nations
Women pada Sidang Umum Persatuan Bangsa-Bangsa
(PBB)).
E. Definisi/Istilah
1. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memberikan rasa aman kepada korban dan saksi yang dilakukan
oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara
maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3. Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
adalah keseluruhan proses penyelenggaraan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak yang dilakukan secara
komprehensif, inklusif dan integratif mulai dari tahap pelayanan
penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan,
rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum, sampai
dengan pemulangan dan reintegrasi sosial bagi perempuan dan
anak korban kejahatan dan kekerasan ke lingkungan sosialnya.
4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak).
5. Lembaga profesi adalah suatu wadah yang didirikan oleh
institusi atau kelompok orang yang memiliki profesi/keahlian
khusus berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial untuk
mencapai tujuan bersama.
6. Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang
diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk
mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang
membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
12
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
7. Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi pembangunan
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan
mengintegrasikan kepentingan, aspirasi dan kondisi laki-laki
dan perempuan dalam setiap tahapan pembangunan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan evaluasi.
8. Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA) suatu strategi
pelaksanaan perlindungan anak dengan mengintegrasikan
hak anak dalam peraturan perundangan, kebijakan, program,
kegiatan dan anggaran, mulai dari tahap perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dengan
prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
9. Prinsip pemenuhan Hak Anak adalah Prinsip atas Hak
Kelangsungan Hidup dan Tumbuh kembang; Prinsip Non
Diskriminasi; Prinsip Kepentingan Terbaik untuk Anak; dan
Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak.
10. Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan indeks
pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang
sama seperti IPM dengan memperhatikan ketimpangan
gender. IPG digunakan untuk mengukur pencapaian dalam
dimensi yang sama dan menggunakan indikator yang sama
dengan IPM, namun lebih diarahkan untuk mengungkapkan
ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.
11. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) adalah indeks komposit
yang mengukur peran aktif perempuan dalam kehidupan
ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan
ekonomi dan politik mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi
ekonomi dan pengambilan keputusan serta penguasaan sumber
daya ekonomi.
13
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB II
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK
BAB II
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK
17
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
politik, ekonomi, bermasyarakat, serta memiliki hak membuat
keputusan dalam bidang publik dan swasta.
Pembangunan perlindungan anak menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan terhadap kelompok anak sendiri perlu dilakukan sebagai
konsekuensi dari karakteristik anak itu sendiri sebagai kelompok
yang rentan, tidak berdaya dan masih memerlukan perlindungan
dari orang dewasa. Tujuan pembangunan perlindungan anak
adalah mewujudkan anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak
mulia, dan sejahtera, dengan prioritas mengakhiri kekerasan dan
eksploitasi terhadap anak. Hal ini sejalan dengan agenda keempat
Nawa Cita, pada sub agenda melindungi anak, perempuan, dan
kelompok marjinal.
Adapun beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam
rangka melaksanakan pembangunan pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak yaitu: Pertama, meningkatkan kualitas
hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan,
Kedua, meningkatkan perlindungan bagi perempuan dari berbagai
tindak kekerasan, termasuk tindak pidana perdagangan orang
(TPPO), dan ketiga, meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG
dan kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak
kekerasan. Keempat, meningkatnya akses semua anak terhadap
pelayanan yang berkualitas dalam rangka mendukung tumbuh
kembang dan kelangsungan hidup, kelima, mengupayakan penurunan
prevalensi kekerasan terhadap anak dengan menguatkan sistem
perlindungan anak yang mencakup pencegahan, penanganan, dan
rehabilitasi anak korban tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran,
dan perlakuan salah. Keenam, menguatkan kapasitas kelembagaan
perlindungan anak.
Pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
masih dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain: (1)
Belum optimalnya kualitas hidup dan peran perempuan; (2) Masih
terjadinya kesenjangan gender dalam hal aksesibilitas, manfaat,
18
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
kontrol dan partisipasi pembangunan, terutama dalam bidang politik
dan ekonomi; (3) Masih tingginya tindak kekerasan dan diskriminasi
terhadap perempuan dan anak; (4) Belum optimalnya pemenuhan
hak-hak anak; dan (5) Belum efektifnya kelembagaan, pelayanan,
jaringan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Pengarusutamaan
Hak Anak (PUHA).
Kondisi di atas terjadi karena masih adanya kendala dalam
Penyelenggaraan Percepatan Pencegahan dan penanganan
permasalahan perempuan dan anak, antara lain:
a. Belum efektifnya program-program Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak;
b. Belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan intervensi PP-PA
di semua tingkatan terkait dengan perencanaan, penganggaran,
penyelenggaraan, serta pemantauan dan evaluasi;
c. Belum efektif dan efisiennya pengalokasian dan pemanfaatan
sumberdaya dan sumberdana;
d. Adanya Keterbatasan kapasitas dan kualitas penyelenggaraan
program;
e. Masih minimnya advokasi, kampanye, dan diseminasi terkait
PP-PA, dan berbagai upaya pencegahannya;
f. Masih adanya kekosongan hukum terkait perlindungan
perempuan dan anak (contoh: Undang-undang terkait
Kekerasan Seksual).
Untuk hal ini diperlukan suatu upaya yang terintegratif dan
berkelanjutan dalam suatu sistem pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak.
19
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
secara komprehensif, inklusif dan, integratif mulai dari tahap
pelayanan penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan,
rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum, sampai dengan
pemulangan dan reintegrasi sosial bagi perempuan dan anak korban
kejahatan dan kekerasan ke lingkungan sosialnya.
Ada tiga dimensi sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak yaitu: Dimensi Kualitas hidup perempuan dan anak; Dimensi
Kelembagaan; dan Dimensi Perlindungan Perempuan dan Anak.
Dengan demikian tujuan sistem PP-PA dari ketiga dimensi tersebut
adalah:
1. Meningkatkan kualitas hidup perempuan, anak, dan kualitas
keluarga;
2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak di pusat dan daerah,
termasuk pengembangan sistem data gender dan anak;
3. Memberikan perlindungan hak perempuan dan pemenuhan hak
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai
bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya.
Sesuai uraian dari tujuan sistem Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan anak, maka ada beberapa upaya yang dilakukan
untuk pencapaian tujuan tersebut di atas, seperti diuraikan dalam
Permen PPPA Nomor 6 tahun 2015, adalah sebagai berikut:
1. Dimensi Kualitas Hidup Perempuan dan Anak: Upaya
meningkatkan kualitas hidup perempuan, anak, dan kualitas
keluarga, dapat dilakukan dalam beberapa hal, yaitu:
a. Memberikan akses kepada perempuan dan anak terhadap
layanan pendidikan, kesehatan, dan bidang strategis lainnya;
b. Mendorong keterlibatan perempuan dan anak dalam proses
pembangunan;
c. Memberikan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai
karakter, budi pekerti, dan ketahanan keluarga;
d. Mendorong program-program yang dapat meningkatkan
kemandirian perempuan di bidang ekonomi, politik, hukum,
sosial, budaya, serta bidang strategis lainnya.
20
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2. Dimensi Kelembagaan: Upaya meningkatkan kapasitas
kelembagaan pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak baik di pusat maupun daerah, termasuk pengembangan
sistem data gender dan anak dapat dilakukan melalui upaya:
a. Pembentukan, pengembangan dan penguatan kapasitas
lembaga perlindungan perempuan dan anak termasuk unit-
unit layanan pengaduan kekerasan terhadap perempuan
dan anak serta layanan bantuan hukum;
b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola;
c. Penguataan kapasitas kelembagaan PUG dan PUHA di
pusat dan daerah;
d. Penguatan dan pengembangan sistem data gender dan
anak.
3. Dimensi Perlindungan Perempuan dan Anak: Upaya
memberikan perlindungan hak perempuan dan pemenuhan hak
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai
bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya. Ada
empat sub dimensi dalam melaksanakan upaya perlindungan
perempuan dan anak yaitu: dimensi promotif, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Upaya promotif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1). Memperkuat mekanisme koordinasi dan jejaring kerja
antar unit layanan dalam upaya penanganan kasus-
kasus kekerasan;
2). Menyediakan materi-materi Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) terkait pencegahan dan penanganan
kekerasan;
3). Menyelenggarakan sosialisasi, advokasi dan kampanye
sosial dalam rangka pencegahan dan penanganan
kekerasan.
b. Upaya preventif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1) Mengadakan penyuluhan kesadaran hukum bagi
masyarakat khususnya bagi perempuan dan anak;
21
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2) Mengembangkan gerakan masif dan berkelanjutan
yang melibatkan masyarakat dalam aksi pencegahan
dan penanganan kekerasan;
3) Menanamkan nilai-nilai karakter, budi pekerti, dan
ketahanan keluarga;
4) Melibatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
c. Upaya kuratif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1) Mengoptimalkan unit layanan teknis terkait pengaduan
kekerasan terhadap perempuan dan anak;
2) Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai
untuk penanganan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi
sosial, pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan
hukum;
3) Melakukan penanganan bagi korban kejahatan dan
kekerasan secara cepat, tepat, dan akurat oleh aparat
penegak hukum.
d. Upaya rehabilitatif dengan melakukan upaya sebagai
berikut:
1) Menyediakan tenaga pendamping bagi korban, saksi
dan pelaku kejahatan dan kekerasan, yang meliputi
antara lain tenaga psikolog, dokter dan atau psikiater,
rohaniawan/pendamping spiritual keagamaan,
pengacara, tenaga kesehatan, konselor dan guru;
2) Memperkuat jejaring kerja dan koordinasi dalam proses
reintegrasi serta pemulangan korban kepada keluarga
dan/atau lingkungan sosialnya.
Penanganan permasalahan PP-PA perlu koordinasi antar sektor dan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, Lembaga Profesi dan
Masyarakat Umum lainnya. Perlu upaya berjenjang dari tingkat
individu, keluarga, masyarakat, dan Negara seperti tertuang dalam
gambar 1:
22
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Gambar 1: Pendekatan komprehensif dalam pencegahan dan
penanganan masalah PP-PA
23
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Mesosistem meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau
hubungan antara beberapa konteks. Contohnya: pengalaman anak
di keluarga, terkait dengan konteks di sekolah, teman sebaya dll.
Dukungan anak tidak hanya diperlukan dari keluarga, namun juga
sekolah, agar terjadi perkembangan anak yang lebih optimal.
Eksosistem adalah setting sosial yang lebih luas yang dapat
mempengaruhi individu. Individu tidak terlibat interaksi secara
langsung, namun dapat mempengaruhi Perkembangan karakter
anak. Misalnya: jam kerja orang tua yang bertambah menyebabkan
anak kehilangan interaksi dengan orang tuanya, sehingga kurangnya
keterlibatan orang tua dapat mempengaruhi perkembangan anak.
Makrosistem adalah sistem lapisan terluar dari lingkungan anak.
Susbsistem makrosistem ini terdiri dari ideologi negara, pemerintah,
tradisi, agama, hukum, adat istiadat dan kebudayaan. Hal-hal
tersebut berlaku dalam kehidupan anak, sehingga mempengaruhi
pembentukan nilai-nilai sebagai dasar perilaku anak.
Kronosistem merupakan pengaruh lingkungan dari rangkaian
peristiwa dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan (sosiohistoris).
Sebagai contoh perkembangan tehnologi seperti internet dan
smartphone akan mempengaruhi perkembangan perilaku anak,
industrialisasi akan mempengaruhi hubungan antara orangtua dan
anak.
Adapun upaya yang dapat dilakukan pada setiap tingkatan tersebut
adalah:
a. Pada tingkat individu perempuan dan anak: penuhi hak-
hak perempuan dan anak serta perlindungan khusus anak.
Adapun 5 hak perempuan seperti tercantum dalam Konvensi
mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women—CEDAW) adalah:
1) Hak dalam Ketenagakerjaan: Setiap perempuan berhak
untuk memiliki kesempatan kerja yang sama dengan laki-
laki. Hak ini meliputi kesempatan yang sama dari proses
seleksi, fasilitas kerja, tunjangan dan hingga hak untuk
24
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
menerima upah yang setara. Selain itu, perempuan berhak
untuk mendapatkan masa cuti yang dibayar, termasuk
saat cuti melahirkan. Perempuan tidak bisa diberhentikan
oleh pihak pemberi tenaga kerja dengan alasan kehamilan
maupun status pernikahan;
2) Hak dalam Bidang Kesehatan: Perempuan berhak untuk
mendapatkan kesempatan bebas dari kematian pada saat
melahirkan, dan hak tersebut harus diupayakan oleh negara.
Negara juga berkewajiban menjamin diperolehnya pelayanan
kesehatan, khususnya pelayanan Keluarga Berencana (KB),
kehamilan, persalinan, dan pasca-persalinan;
3) Hak yang Sama dalam Pendidikan: Seperti salah satu
poin perjuangan RA Kartini, setiap perempuan berhak
untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan, dari
tingkat dasar hingga universitas. Harus ada penghapusan
pemikiran stereotip mengenai peranan laki-laki dan
perempuan dalam segala tingkatan dan bentuk pendidikan,
termasuk kesempatan yang sama untuk mendapatkan
beasiswa;
4) Hak dalam Perkawinan, Perceraian dan Keluarga:
Perempuan harus ingat bahwa ia punya hak yang sama
dengan laki-laki dalam perkawinan. Perempuan punya hak
untuk memilih suaminya secara bebas, dan tidak boleh ada
perkawinan paksa. Perkawinan yang dilakukan haruslah
berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak. Dalam
keluarga, perempuan juga memiliki hak dan tanggung
jawab yang sama, baik sebagai orang tua terhadap anaknya,
maupun pasangan suami-istri;
5) Hak dalam Kehidupan Publik dan Politik: Dalam
kehidupan publik dan politik, setiap perempuan berhak untuk
memilih dan dipilih. Setelah berhasil terpilih lewat proses
yang demokratis, perempuan juga harus mendapatkan
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam
perumusan kebijakan pemerintah hingga implementasinya.
Sejalan dengan berkembangnya isu perempuan, maka
diperlukan tambahan hak bagi perempuan yaitu:
25
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
6) Hak khusus perempuan berhadapan dengan hukum
(perlindungan hukum baik dalam proses maupun
setelahnya).
Terkait hak anak, merujuk pada Konvensi Hak Anak (KHA), bahwa
Hak anak dikelompokkan kedalam 5 klaster yaitu
1. Hak sipil dan Kebebasan:
Hak atas akta kelahiran, hak untuk berekspresi, hak atas
informasi yang layak.
2. Lingkungan Keluarga Dan Pengasuhan Alternatif:
Hak tidak dipisahkan dari orangtua, hak reunifikasi dengan
keluarga, hak mendapatkan pengasuhan (kafalah, adopsi,
panti), hak anak atas lingkungan yang layak (sosial, mental,
spiritual, moral dan fisik/ infrastruktur ramah anak), hak atas
perlindungan dari semua bentuk kekerasan, hak anak atas
tinjauan berkala oleh Negara bila dalam pengasuhan alternatif.
3. Kesehatan Dasar Dan Kesejahteraan:
Hak anak disabilitas (Menjamin tersedianya kebutuhan khusus
anak disabilitas: pelatihan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi,
persiapan kerja dll), hak anak atas kesehatan dan layanan
kesehatan, hak anak atas manfaat jaminan sosial, hak anak
atas standar hidup yang layak (makanan, pakaian, perumahan).
5. Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang Dan Kegiatan
Budaya:
Hak anak atas pendidikan (Fasilitas, akses, standar mutu),
hak anak atas waktu luang, rekreasi dan budaya (Menghargai
dan meningkatkan hak anak untuk berpartisipasi secara penuh
dalam dunia seni, budaya, rekreasi dan waktu luang).
6. Langkah-langkah Perlindungan Khusus. Setiap Anak berhak
untuk memperoleh perlindungan dari: 1) penyalahgunaan dalam
kegiatan politik; 2) pelibatan dalam sengketa bersenjata; 3)
pelibatan dalam kerusuhan sosial; 4) pelibatan dalam peristiwa
yang mengandung unsur Kekerasan; 5) pelibatan dalam
peperangan; dan 6) kejahatan seksual.
26
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Langkah-langkah Perlindungan Khusus dilakukan bagi:
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
f. Anak yang menjadi korban pornografi;
g. Anak dengan HIV/AIDS;
h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
i. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
j. Anak korban kejahatan seksual;
k. Anak korban jaringan terorisme;
l. Anak Penyandang Disabilitas;
m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan
terkait dengan kondisi Orang Tuanya.
b. Pada tingkat keluarga: Tingkatkan ketahanan keluarga
melalui peningkatan kemampuan keluarga dalam mengelola
sumber daya dan masalah untuk mencapai kesejahteraan.
Merujuk pada Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun
2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga, konsep
Ketahanan dan kesejahteraan keluarga mencakup 5 dimensi
yaitu: (1) Landasan Legalitas, Keutuhan Keluarga, dan
Kemitraan gender; (2) Ketahanan Fisik (Kecukupan pangan
dan gizi, Kesehatan keluarga, dan Ketersediaan lokasi tetap
untuk tidur); (3) Ketahanan Ekonomi (tempat tinggal
keluarga, Pendapatan keluarga, Pembiayaan pendidikan anak,
serta Jaminan keuangan keluarga); (4) Ketahanan Sosial
Psikologi (Keharmonisan keluarga, dan Kepatuhan terhadap
hukum); dan (5) Ketahanan Sosial Budaya (Kepedulian sosial,
Keeratan sosial, dan Ketaatan beragama).
27
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
c. Pada tingkat masyarakat / Lembaga Masyarakat,
sebaiknya merujuk pada 7 prasyarat PUG dan PUHA yaitu:
1) Komitmen: Menguatkan komitmen Lembaga masyarakat
baik perorangan maupun kelompok/lembaga (Dunia Usaha,
organisasai masyarakat, dan Media) terkait PP-PA melalui
penguatan aturan, nilai-nilai budaya dan kearifan lokal, serta
mengembangkan aturan merujuk pada amanah internasional
maupun nasional (UU terkait perempuan dan Anak);
2) Program/kegiatan: 1) Mengembangkan program dan
kegiatan terkait PP-PA berbasis masyarakat merujuk pada
program sistem PP-PA: upaya Promotif, Preventif, Kuratif
dan Rehabilitatif.; 2) Mendorong kesetaraan relasi kuasa
di masyarakat untuk membangun kesetaraan dan keadilan
gender (akses, partisipasi, kontrol dan manfaat);
3) Kelembagaan: Mengembangkan kelembagaan berbasis
masyarakat untuk penguatan program PP-PA seperti
Perlindungan Anak Terpadu berbasis Masyarakat (PATBM),
Rukun Warga (RW) Ramah Anak, Masjid Ramah Anak,
Sekolah Ibu, Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-
cita (Sekoper Cinta) dll.
4) Sumberdaya: a) Meningkatkan pemahaman dan kemampuan
masyarakat dalam mengimplementasikan Konvensi Hak
anak dan PUG; b) Meningkatkan partisipasi masyarakat
sesuai potensinya baik dalam pencegahan, pendampingan
maupun layanan sampai reintegrasi sosial; c) Menguatkan
sarana prasarana berbasis masyarakat seperti: Sarana
konsultasi keluarga, sarana konsultasi Remaja, Sarana
bermain Anak dll.
5) Data: Membangun data anak dan gender sebagai dasar
pengembangan kegiatan/program di masyarakat.
6) Tools/alat: Menyediakan dan mengembangkan bahan-
bahan KIE terkait PP-PA
7) Jaringan/Kemitraan: Mendorong masyarakat melakukan
sinergi program dengan lembaga lainnya terkait pelaksanaan
kegiatan/program PP-PA.
28
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
8) Mendorong masyarakat mengembangkan inovasi seperti:
Lelaki baru, Ojek ASI (Air Susu Ibu), dll.
Dengan demikian masyarakat dapat melakukan perannya
seperti yang tertuang dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan anak yang merupakan perubahan dari UU Nomor
23 Tahun 2002 yaitu:
1) Memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi
mengenai Hak Perempuan dan Hak Anak dan peraturan
perundang-undangan tentang Peempuan dan Anak;
2) Memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang
terkait PP-PA;
3) Melaporkan kepada pihak berwenang jika terjadi
pelanggaran Hak Anak dan ketidak adilan gender;
4) Berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi
sosial bagi Anak;
5)
Melakukan pemantauan, pengawasan dan ikut
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan PP-PA;
6) Menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan
suasana kondusif untuk tumbuh kembang Anak;
7) Berperan aktif dengan menghilangkan pelabelan negatif
terhadap perempuan dan Anak korban;
8) Memberikan ruang kepada Anak dan perempuan untuk
dapat berpartisipasi dan menyampaikan pendapat.
d. Pada tingkat Negara/pemerintah pusat maupun daerah.
Melakukan langkah-langkah sesuai dengan 7 (tujuh) Prasyarat
PUG dan PUHA sebagai berikut:
1) Komitmen: Menguatkan komitmen (Mendorong pemerintah
dari tingkat pusat sampai daerah membuat UU/peraturan
terkait PP-PA).;
2) Kebijakan dan program: Meningkatkan efektifitas kebijakan
dan program pembangunan berbasis hak anak (PUHA)
dan Gender (PUG), Menguatkan program dalam sistem
PP-PA: Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif;
29
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
3) Kelembagaan: Penguatan Kelembagaan PUG dan PUHA
(Pokja, Fokal poin, tim teknis);
4) Sumberdaya: SDM, sarana prasarana dan anggaran;
5) Data: Menguatkan basis data terpadu dan terpilah gender;
6) Tools: Menguatkan KIE termasuk advokasi, kampanye,
dan diseminasi terkait PP-PA;
7) Menguatkan jejaring dan sinergi;
8) Mengembangkan Inovasi.
30
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB III
FUNGSI DAN PERAN LEMBAGA
PROFESI DALAM PEMBANGUNAN
PP-PA
BAB III
FUNGSI DAN PERAN LEMBAGA PROFESI
DALAM PEMBANGUNAN
PP-PA
33
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Lembaga Profesi pada dasarnya digunakan sebagai tempat
atau wadah di mana orang-orang berkumpul, bekerja sama
secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi,
terpimpin dan terkendali. Lembaga profesi memanfaatkan
sumber daya (uang, materiil, mesin, metode, lingkungan),
sarana dan prasarana, data, dan lain-lain, secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan Lembaga. Lembaga profesi juga
melaksanakan serangkaian proses kegiatan yang harus dilakukan
untuk meningkatkan daya guna segala sumber dan faktor yang
menentukan berhasilnya proses manajemen terutama dengan
memperhatikan fungsi dan dinamika birokrasi dalam rangka
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Profesionalisme merupakan tuntutan bagi para pekerja yang
bekerja di pekerjaan yang telah diakui sebagai profesi. Dengan
tuntutan yang semakin meluas, banyak orang mengharapkan
semua pekerjaan harus bertindak atau bekerja secara profesional,
padahal masih banyak orang yang kurang paham apa yang
dimaksud dengan profesionalisme. Dalam bahasa awam,
seseorang disebut profesional jika kerjanya baik, cekatan, dan
hasilnya memuaskan.
Menuju profesionalisme tersebut, setiap profesi membentuk
Lembaga-lembaga yang berfungsi untuk mengayomi
dan melindungi para profesi. Lembaga profesi bertujuan
mempersatukan profesi tertentu; menjunjung harkat, martabat
dan kehormatan diri serta profesi; mengembangkan ilmu
dan keterampilan profesi; serta berusaha berperan dalam
menunjang terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia
yang sejahtera. Lembaga profesi bersifat independen, nirlaba,
dan dijiwai sumpah profesi dan kode etik keprofesian. Dalam
menjalankan fungsinya, lembaga profesi menjalin kerjasama
dan hubungan baik dengan instansi / badan / lembaga /
organisasi pemerintah maupun swasta, baik di dalam maupun
di luar negeri, yang mempunyai tujuan yang sama atau sesuai
dengan tujuan lembaga profesi itu sendiri. Sumber pendapatan
lembaga profesi diperoleh dari uang pangkal dan iuran anggota,
bantuan / sumbangan yang sah dan tidak mengikat, dan usaha
34
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
lain yang sah dan tidak melanggar peraturan / ketentuan yang
berlaku.
Beberapa lembaga profesi yang ada di Indonesia dan
dikelompokkan sesuai peran dan fungsinya yang spesifik dalam
sistem PP-PA yaitu Bidang Pendidikan, Bidang kesehatan/
Sosial dan Bidang Hukum, diantaranya yaitu:
a. Bidang Pendidikan
1) Asosiasi Dosen Indonesia (ADI);
2) Federasi Guru Independen Indonesia (FGII);
3) Himpunan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Anak
Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI);
4) Ikatan Konselor Indonesia (IKI);
5) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
b. Bidang Kesehatan dan Sosial
1) Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI);
2) Ikatan Bidan Indonesia (IBI);
3) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI);
4) Junior Doctor Network Indonesia (JDNI);
5) Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI);
6) Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI).
c. Bidang Hukum
1) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI);
2) Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI);
3) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI);
4) Persatuan Jaksa Indonesia (PJI).
2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan
antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi
atau dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai
tujuan yang telah di tetapkan. Struktur organisasi pada
lembaga satu profesi, hampir sama dengan struktur lembaga
pada profesi lainnya. Pada umumnya posisi yang ada pada
struktur organisasi lembaga profesi secara generik adalah
sebagai berikut:
35
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
1. Dewan Penasehat
2. Dewan Pembina
3. Dewan Pakar
4. Dewan Pengurus
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Bendahara
d. Ketua Bidang Organisasi dan Kelembagaan
e. Ketua Bidang Kesejahteraan dan Usaha
f. Ketua Bidang Litbang
g. Ketua Bidang Hubungan Masyarakat
h. Ketua Bidang Hubungan Internasional
i. Ketua Bidang IPTEK dan Publikasi
j. Ketua Bidang Pendidikan dan SDM
k. Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
Pada beberapa Lembaga profesi yang belum menyadari
perlunya perhatian khusus pada perempuan dan anak, maka
dalam struktur organisasinya biasanya tidak ada Bidang
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Oleh karena
itu, keberadaan bidang PP-PA dalam suatu organisasi adalah
merupakan indikator dari adanya komitmen dari organisasi
tersebut dalam peningkatan kualitas hidup dan perlindungan
perempuan dan anak.
3. Keanggotaan
Anggota lembaga profesi adalah orang yang mempunyai
profesi yang sesuai dan setuju dengan AD ART lembaga,
biasanya dikategorikan menjadi Anggota Biasa, Anggota Luar
Biasa, dan Anggota Kehormatan. Setiap anggota berhak
mendapatkan perlindungan dan pembelaan dalam menjalankan
tugas organisasi maupun profesi, dan berkewajiban menjaga
nama baik dan kehormatan lembaga.
36
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
4. Program Kerja
Program kerja lembaga profesi sangat erat dengan jenis
profesinya, yang merupakan turunan dari visi, misi, tujuan
lembaga. Kegiatan yang dilaksanakan biasanya dilakukan
dalam dua kategori yaitu kegiatan ilmiah dan kegiatan sosial.
Kegiatan ilmiah merupakan bagian dari usaha lembaga
untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan profesi anggota, dapat berupa seminar,
simposium, kursus, pelatihan, workshop dan lainnya. Kegiatan
sosial adalah kegiatan pengabdian lembaga profesi dalam
mendukung program peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan ilmiah dan sosial biasanya dilakukan bermitra dengan
lembaga lain seperti CSR dan pemerintah.
Sumber pendanaan untuk melaksanakan program adalah dari:
uang pangkal, iuran anggota, sumbangan / bantuan yang sah
dan tidak mengikat, mendirikan badan usaha untuk kepentingan
organisasi maupun kesejahteraan anggota, sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan / ketentuan yang berlaku.
37
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) adalah diantaranya:
1. Meningkatkan kualitas hidup perempuan, anak, dan keluarga;
a. Berperan aktif dalam memberikan masukan dalam
perumusan kebijakan, program dan kegiatan baik jangka
menengah maupun jangka panjang dalam bentuk program
praktis maupun strategis, untuk mengejar sasaran-sasaran
pembangunan peningkatan kualitas hidup perempuan,
anak, dan keluarga;
b. Melakukan pelatihan-pelatihan softskill bagi keterampilan/
keahlian pada perempuan dan anak;
c. Turut mendukung usaha-usaha pembangunan perempuan
dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya,
serta bidang strategis lainnya, untuk meningkatkan kualitas
hidup perempuan;
d. Berperan serta dalam meningkatkan Pendidikan Politik
bagi perempuan;
e. Meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik dan
pengambilan keputusan;
g. Merancang program-program yang berpihak kepada
kepentingan perempuan dan turut memperjuangkan isu-
isu gender;
f. Melaksanakan tindakan hukum sementara (affirmative
action) untuk mengejar ketertinggalan perempuan dalam
politik dan mendongkrak kontribusi perempuan dalam
politik formal;
h. Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan diberbagai
bidang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara;
i. Melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) mengenai gender dan hak anak dan peraturan
perundang-undangan terkait perempuan dan anak;
j. Menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan
suasana kondusif untuk tumbuh kembang Anak;
k. Menyediakan sarana dan prasarana konsultasi keluarga;
l. Mengadakan Penyuluhan Hukum secara terpadu sedini
mungkin kepada masyarakat.
38
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemberdayaan perem
puan dan perlindungan anak di pusat dan daerah, ter masuk
pengembangan sistem data gender dan anak;
a. Meningkatkan komitmen dan kemampuan semua lembaga
yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender
serta perlindungan anak;
b. Meningkatkan Komitmen Lembaga dengan mengeluarkan
peraturan lembaga terkait PUG dan PUHA sebagai legalitas
atau rujukan program dan kegiatan lembaga;
c. Melaksanakan Pelatihan PUG, PPRG dan PUHA untuk
SDM di lembaganya agar meningkatnya pemahaman dan
kesadaran terhadap perencanaan dan program responsif
gender dan hak anak;
d. Mengembangkan program-program lembaga profesi agar
responsif gender dan hak anak;
e. Penguatan dan pengembangan sistem data gender dan
anak;
f. Membangun dan memperkuat kemitraan dengan Lembaga
lainnya.
3. Memberikan perlindungan hak perempuan dan pemenuhan hak
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai bentuk
kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya dalam bentuk upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diantaranya:
a. Upaya promotif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1). Memperkuat mekanisme koordinasi dan jejaring kerja
antar unit layanan dalam upaya penanganan kasus-
kasus kekerasan;
2). Menyediakan materi-materi Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) terkait pencegahan dan penanganan
kekerasan;
3). Menyelenggarakan sosialisasi, advokasi dan kampanye
sosial dalam rangka pencegahan dan penanganan
kekerasan.
b. Upaya preventif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1) Mengadakan penyuluhan kesadaran hukum bagi
masyarakat khususnya bagi perempuan dan anak;
39
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2) Mengembangkan gerakan masif dan berkelanjutan
yang melibatkan masyarakat dalam aksi pencegahan
dan penanganan kekerasan;
3) Menanamkan nilai-nilai karakter, budi pekerti, dan
ketahanan keluarga;
4) Melibatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
c. Upaya kuratif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1) Mengoptimalkan unit layanan teknis terkait pengaduan
kekerasan terhadap perempuan dan anak;
2) Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk
penanganan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,
pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan hukum;
3) Melakukan penanganan bagi korban kejahatan dan
kekerasan secara cepat, tepat, dan akurat kerjasama
dengan aparat penegak hukum.
d. Upaya rehabilitatif dengan melakukan upaya sebagai
berikut:
1) Menyediakan tenaga pendamping bagi korban, saksi dan
pelaku kejahatan dan kekerasan, yang meliputi antara lain
tenaga psikolog, dokter dan atau psikiater, rohaniawan/
pendamping spiritual keagamaan, pengacara, tenaga
kesehatan, konselor dan guru;
2) Memperkuat jejaring kerja dan koordinasi dalam proses
reintegrasi serta pemulangan korban kepada keluarga
dan/atau lingkungan sosialnya.
40
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Dalam membangun Kemitraan, kesepahaman strategi pengem
bangan program antar lembaga yang bermitra merupakan faktor
utama yang pertama kali harus menjadi perhatian. Oleh karenanya
diantara lembaga yang bermitra harus ada pelaku utama kegiatan,
sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan
program (kegiatan). Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh
masing-masing lembaga itulah yang dimitrakan sebagai wujud
kerjasama untuk saling menutupi, saling menambah, dan saling
menguntungkan (mutualisme).
Kemitraan merupakan kerjasama antara dua pihak atau lebih
dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan
saling menguntungkan. Kemitraan juga secara mendasar dapat
didefinisikan menurut dua cara yaitu; Pertama, melalui atribut
yang sangat melekat pada kemitraan seperti; kepercayaan, saling
berbagi visi dan komitmen jangka panjang. Kedua, melalui proses
di mana kemitraan dilihat sebagai suatu kata kerja, seperti;
membangun pernyataan misi, kesepakatan terhadap sasaran dan
tujuan bersama serta pengorganisasian kegiatan (Li et al, 2000).
Wujud nyata kemitraan dapat disepakati sebagai sebuah konsep
kerjasama di mana dalam operasionalisasinya tidak terdapat
hubungan yang bersifat sub-ordinasi namun hubungan yang setara
bagi semua ”parties”. Sehingga dalam konsepsinya kemitraan
memiliki prinsip yang harus menjadi kesepahaman diantara yang
bermitra dan harus ditegakkan dalam pelaksanaannya meliputi:
prinsip partisipasi, prinsip gotong royong (sambat sinambat),
prinsip keterbukaan (transparancy), prinsip penegakkan hukum
(hak dan kewajiban, mengarah pada right-obligation, reward and
punishment) dan prinsip keberlanjutan (sustainability).
Terdapat beberapa keuntungan dari kemitraan yang dapat diperoleh
lembaga yang bermitra, di antaranya adalah:
1) Peningkatan efisiensi efektifitas program;
2) Meningkatnya kesempatan berinovasi;
3) Adanya perbaikan kualitas kerja secara berkelanjutan;
4) Saling menutupi kelemahan yang dimiliki menjadi keunggulan/
keuntungan;
41
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
5) Membuka akses yang lebih luas.
Dalam menjalin kemitraan, ada beberapa aspek yang dapat
dimitrakan diantaranya yaitu:
1. Program Kegiatan;
2. Sarana dan Prasarana;
3. Dana;
4. Tenaga;
5. Pendayagunaan Hasil.
Terdapat beberapa strategi dan pola kemitraan, namun kunci
utamanya seyogyanya mengandung unsur saling memerlukan,
saling menguntungkan dan saling memperkuat. Ketiga unsur
tersebut dibangun atas dasar kepercayaan yang berlandaskan;
keadilan, kejujuran dan kebijakan. Oleh karena itu strategi pertama
adalah strategi komitmen visi jangka panjang, sedangkan strategi
kedua adalah strategi implementasi misi, atau strategi kesepakatan
terhadap sasaran dan tujuan bersama.
Kedua strategi itu bisa dibangun melalui berbagai pola seperti:
(KAMIL, 2006):
1. Pola asuh, pola ini dibangun atas dasar misi pengasuhan dari
yang besar kepada yang kecil, (besar modal, besar sumberdaya
manusia, besar teknologi dll);
2. Pola inti plasma, adalah pola hubungan kemitraan antara
kelompok mitra dengan perusahaan mitra di mana kelompok
mitra bertindak sebagai plasma inti;
3. Pola sub kontrak, adalah hubungan kemitraan antar kelompok
mitra dengan lembaga/organisasi/perusahaan; dan
4. Pola futuristik, adalah pola hubungan yang sama tidak ada sub-
ordinasi, tetapi dengan pembagian kerja yang berbeda dalam
rangka membangun misi tujuan/sasaran yang sama, dimana
standar kerja dan standar pengelolaan dibangun bersama.
Dari keempat pola kemitraan, maka kemitraan yang dikembangkan
pada lembaga profesi adalah kemitraan berdasarkan pola futuristik,
ada pembagian kerja yang berbeda sesuai profesinya dengan standar
kerja dan standar pengelolaan dibangun bersama. Adapun bentuk
polanya bisa dilihat dibawah ini:
42
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Gambar 2. Pola kemitraan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan anak
43
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
D. Konsep sinergi dalam Sistem Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
Sinergi adalah membangun dan memastikan hubungan kerjasama
yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para
pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat
dan berkualitas. Melalui Sinergi, kerjasama dari Paradigma (Pola
Pikir) yang berbeda akan mewujudkan hasil Lebih Besar dan
Efektif sehubungan Proses yang dijalani menunjukkan Tujuan yang
Sama dan Kesepakatan demi Hasil Positif. Sinergi mutlak harus
dilaksanakan karena persoalan pembangunan semakin kompleks &
tidak mungkin diselesaikan secara sektoral, sendirian dan parsial.
Dalam pelaksanaan PP-PA, teknis sinergi yang dapat dikembangkan
oleh Lembaga Profesi mengacu kepada rumusan prasyarat sinergi
yang dibuat oleh KemenPPPA, yaitu:
1. Mau berbagi, artinya semua tim tidak mengedepankan egoisme
sektoralnya, tetapi semua saling berbagi ilmu, pengalaman,
potensi, fikiran, dan sumberdaya lainnya yang dimiliki untuk
mencapai tujuan bersama.
2. Semua penting, artinya semua elemen dalam program adalah
penting. Jika diibaratkan alat musik angklung, sedikitpun peran
sebuah angklung membunyikan nada, tanpa keberadaannya,
musiknya akan timpang. Artinya disini semua tim mempunyai
kesetaraan dalam akses, peran, kontrol dan manfaat.
3. Tidak saling menyalahkan, artinya semua harus menyadari bahwa
dalam membangun pasti terdapat kekurangan. Kekurangan
itulah yang harus ditutupi dalam bersinergi, dengan saling
melengkapi kelebihan masing-masing.
4. Transparan, artinya semua dapat melihat, mencermati, dan
mengikuti proses program dari perencanaan sampai evaluasi,
baik untuk kegiatan maupun pendanaan.
5. Ikhlas artinya semua bekerja setulus hati dengan berkontribusi
sumberdaya yang dimiliki untuk suatu perubahan tanpa ada
harapan timbal balik materi.
44
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Dalam Mewujudkan sinergi pemerintah dan LM untuk
percepatan pembangunan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, serta mengembangkan model kemitraan
Pemerintah dan LM yang efektif dalam pembangunan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, maka
Kementerian PP-PA membentuk Forum PUSPA (Partisipasi Publik
untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak) dengan berbagai fungsi
yang dapat dilakukan (Gambar 3).
45
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
3. Mobilisasi Potensi masyarakat: membuat database kegiatan
dan pengalaman LM, Koordinasi program dan mengembangkan
mekanisme pencegahan dan penanganan masalah PP-PA;
4. Memperkuat peran lembaga Masyarakat sebagai Sumberdaya:
Memasukkan LM, Media dan DU ke dalam mekanisme kerja
KPP-PA; membuat database LM; serta meningkatkan kapasitas
LM terkait PP-PA.
Manfaat dari dibentuknya Forum Puspa ini adalah: 1) dapat
meningkatkan jejaring dan kerjasama diantara berbagai lembaga
masyarakat untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak; 2) meningkatkan jejaring antara Pemda dan Lembaga
Masyarakat; serta 3) bertambahnya sumberdaya dalam perencanaan
dan pelaksanaan program PP-PA.
Dalam kerja sinergi ini, semua stakeholder dalam Forum Puspa
diharapkan bekerja dengan cara saling menghormati perbedaan,
membangun kekuatan dan mengeliminir kekurangan, melalui 5
prinsip sinergi untuk menghasilkan perubahan yang diharapkan.
Sinergi dilaksanakan pada lokus (lokasi fokus) yang sama dan
mempunyai karakteristik banyaknya permasalahan sosial ekonomi
budaya yang harus segera terselesaikan. Penentuan lokus bisa
berdasarkan hasil kajian atau hasil penilaian dari lembaga riset
atau pusat kajian gender dan anak, pandangan para pakar, atau
berdasarkan penentuan dari pemerintah. Pelaksanaan kegiatan
didasarkan pada teori Sistem Ekologi Bronfenbrenner.
46
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB IV
EVALUASI PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN
PP-PA BAGI LEMBAGA PROFESI
BAB IV
EVALUASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
PP-PA BAGI LEMBAGA PROFESI
49
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Koordinasi dan kerjasama. Pada evaluasi yang akan dilakukan,
komponen koordinasi/kerjasama dimasukkan dalam kelembagaan
dan menjadi komponen prasyarat atau komponen kunci dalam
pelaksanaan program PP-PA yang berkelanjutan. Dengan demikian
hanya ada dua komponen yang dievaluasi yaitu: Komponen
Kelembagaan dan Komponen Pelaksanaan Program.
Indikator yang dilihat dari Komponen kelembagaan sebagai
prasyarat yaitu:
1) Komitmen
Yang dimaksud Komitmen adalah aturan tertulis yang bersifat
mengatur dan mengikat yang dikeluarkan oleh Lembaga Profesi
berkaitan khusus dengan pelaksanaan strategi PUG dan PUHA
dalam sistem PP-PA di Lembaga Profesi. Evaluasi mengenai
komitmen dari pimpinan Lembaga profesi pelaksanaan sistem
PP-PA, ditelaah dalam beberapa aspek antara lain:
a) Ada tidaknya AD-ART Lembaga yang terkait PP-PA;
b) Ada tidaknya Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran lembaga
Profesi yang memungkinkan pelaksanaan PP-PA dapat
terlaksana dan berpotensi untuk terlembaga (sustained).
2) Kebijakan
Yang dimaksud kebijakan disini adalah kebijakan teknis
operasional sebagai tindak lanjut dari komitmen. Evaluasi
mengenai dampak dari komitmen yang ada pada kebijakan/
program/kegiatan di sektor terkait, dapat dilihat dari: dokumen
perencanaan, dokumen anggaran, dan dokumen pelaksanaan
program. Adapun aspek yang dievaluasi adalah:
a) Ada tidaknya Rencana program kerja yang mendukung
PUG, PUHA, PP dan PA;
b) Ada tidaknya Anggaran yang Responsif Gender (ARG) dan
Anak (Anggaran yang dimaksud disini adalah anggaran
yang digunakan untuk memperkecil kesenjangan gender,
dan atau peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak);
c) Ada tidaknya Program kerja/kegiatan yang responsif
gender dan Anak.
50
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
3) Struktur Organisasi
Evaluasi atas potensi PUG untuk dapat terus terlaksana
(sustained) di Lembaga profesi, antara lain dapat dilihat dari
komponen: (1) keberadaan unit kerja fungsional (Dewan
Pakar, dan Fokal poin); dan (2) sifat dari unit PP-PA yang
ada, apakah terintegrasi ke dalam struktur organisasi Lembaga
profesi atau masih bersifat ad hoc. (3) dari sisi Manajemen
apakah struktur kepemimpinan/pengambil keputusan sudah
responsif gender.
4) Sumber Daya Manusia
Evaluasi kapasitas sumber daya manusia yang ada, yang
mampu melaksanakan PUG dan PUHA.
5) Data terpilah
Ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin sebagai basis
data untuk perencanaan intervensi dan evaluasi.
6) Alat (tools)/KIE untuk keperluan: sosialisasai, advokasi,
penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan.
Evaluasi atas tingkat dukungan atas ketersediaan sarana
bagi pelaksanaan PUG dan PUHA, antara lain pelaksanaan
advokasi/sosialisasi; serta pelaksanaan komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE) internal maupun eksternal mengenai GAP,
PUG, PUHA. Evaluasi atas ketersediaan alat KIE yang akan
digunakan dalam upaya promotif, preventif, rehabilitatif dan
kuratif.
7) Jaringan kemitraan
Evaluasi atas upaya membangun kemitraan dan sinergi yang
akan mendukung keberhasilan program.
Adapun Indikator yang dilihat dari Komponen Pelaksanaan Program
adalah sebagai berikut:
1) Partisipasi lembaga/ institusi dalam pelaksanaan Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan anak.
2) Program prioritas pemerintah yang ditindak lanjuti oleh
Lembaga terkait PUG, PUHA, PP dan PA.
3) Program terkait Komitmen Internasional yang ditindak lanjuti.
51
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
4) Melaksanakan program Peningkatan kualitas hidup perempuan,
anak, dan kualitas keluarga.
5) Melaksanakan program Peningkatan kapasitas kelembagaan
eksternal pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
termasuk pengembangan sistem data gender dan anak.
6) Melaksanakan program perlindungan terhadap perempuan dan
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai
bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya (upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif ).
52
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Tabel 1. Instrumen Evaluasi Pelaksanaan Sistem Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
53
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
54
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
55
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
56
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
57
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
58
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
59
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
60
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
61
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
Nilai
62
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
C.2 Penilaian
Penilaian (assessment) adalah kegiatan mengambil keputusan
untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Penilaian
merupakan suatu sistem formal dan terstruktur untuk memperoleh
informasi dan dapat mengkategorikan sesuatu yang abstrak menjadi
konkrit.
Tujuan penilaian selain mengetahui kondisi yang sebenarnya, juga
agar organisasi dapat memperoleh manfaat diantaranya:
1. Hasil penilaian dapat meningkatkan motivasi organisasi/
lembaga untuk lebih baik lagi, dan dapat meningkatkan
kepuasan kerja;
2. Organisasi dapat mengetahui kelebihan dan kelemahannya
serta memperbaiki kelemahan dan meningkatkan kelebihan;
3. Dapat mengetahui standard hasil yang ditetapkan;
4. Lembaga dapat melihat lebih jelas konteks pekerjaannya.
Dalam konteks sistem pembangunan PPPA, maka penilaian dapat:
1. Meningkatkan pandangan secara luas mengenai sistem PPPA;
2. Mengembangkan kemampuan, keterampilan dan kemauan
pengelola organisasi dalam pembangunan PPPA;
3. Meningkatkan komunikasi yang efektif tentang tujuan sistem
PPPA;
4. Mengembangkan strategi tindak lanjut dalam penguatan
sistem PPPA;
5. Meningkatkan pencapaian tujuan sistem Pembangunan PPPA.
Jawaban dalam instrument bervariasi tergantung pada pertanyaanya,
namun penilaiannya diupayakan konsisten. Ada dua tipe jawaban
untuk pertanyaan dengan tiga pilihan jawaban, dengan nilai yang
diberikan adalah: Tertulis = 2, secara umum = 1, tidak ada = 0.
Tiga pilihan jawaban lainnya adalah: Tinggi =2, sedang =1, dan
rendah = 0. Bagi pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban, maka
nilainya adalah: Ada/Ya = 2, Tidak ada/Tidak = 0. Pada penilaian
dari setiap komponen, ada pembobotan didasarkan pada berat
tidaknya upaya yang dilakukan yaitu:
1. Nilai bobot satu (merupakan program dengan upaya biasa
saja);
63
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2. Nilai bobot dua bagi program dengan upaya lebih besar seperti
pengadaan anggaran;
3. Nilai bobot tiga diberikan pada program/upaya yang
membutuhkan dukungan/komitmen tinggi seperti diantaranya:
AD-ART Lembaga Profesi terkait program PP-PA, serta
program pelaksanaan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Dari 62 pertanyaan yang dinilai dengan skor terendah adalah 0,
dan skor tertinggi adalah 2, serta ada sebanyak 34 pertanyaan
mempunyai bobot satu (1), sebanyak 21 pertanyaan dengan bobot
dua (2), dan sebanyak 7 pertanyaan dengan bobot tiga (3), maka
berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan melalui instrument
yang sudah dibuat dibagian 4.2.1 tersebut akan diperoleh nilai skor
minimal 0 dan skor maksimal 194 atau skor berkisar antara 0-194.
Penilaian tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori
yaitu partisipasi rendah, partisipasi sedang, dan partisipasi tinggi
dalam sistem PP-PA dengan mempertimbangkan nilai kelembagaan
atau prasyarat. Kategori Partisipasi Rendah apabila nilainya hanya
mencapai < 50% dari skor maksimal; Partisipasi Sedang apabila
mencapai nilai antara 50%-70% skor maksimal dengan terpenuhinya
50% nilai prasyarat (kelembagaan); Partisipasi Tinggi apabila
mencapai nilai > 70% skor maksimal dengan terpenuhinya 75%
nilai prasyarat (kelembagaan). Pengkategorian berdasarkan skor
pencapaian bisa dilihat dibawah:
Partisipasi Tinggi : 137-194 (dan 75% nilai prasyarat
terpenuhi;
Partisipasi Sedang :
97-136 (dan 50% nilai Prasyarat
terpenuhi);
Partisipasi Rendah : ≤ 96.
64
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
a. Penguatan Kelembagaan (Perubahan AD-ART, Menam
bahkan indikator PP-PA dalam Misi, tujuan dan Sasaran
Lembaga, mengadakan unit khusus PP-PA terstruktur
dalam organisasi, meningkatkan kapasitas SDM, Penyediaan
materi-materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
terkait pencegahan dan penanganan kekerasan;
b. Pengembangan sistem data gender dan anak;
c. Penguatan koordinasi dan jejaring;
d. Mendorong pengembangan program-program peningkatan
kualtas hidup perempuan, anak dan kualitas keluarga;
e. Mendorong pengembangan sistem perlindungan perempuan
dan anak.
2. Lembaga Profesi dengan partisipasi sedang, maka diperlukan
upaya:
a. Penguatan kapasitas kelembagaan: Komitmen dan upaya
berkelanjutan meningkatkan SDM terlatih;
b. Penguatan sistem data gender dan anak;
c. Penguatan jejaring kerja dan koordinasi;
d. Penguatan program-program peningkatan kualitas hidup
perempuan, anak dan kualitas keluarga;
e. Penguatan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative dalam Perlindungan Perempuan dan Anak.
3. Lembaga Profesi dengan partisipasi tinggi, maka diperlukan
sentuhan pada upaya kuratif dan rehabilitatif, dalam penyediaan
tenaga pendamping professional dan lebih memperkuat jejaring
kerja dan koordinasi dalam proses reintegrasi serta pemulangan
korban kepada keluarga dan/atau lingkungan sosialnya.
Untuk keberlanjutan partisipasi lembaga professional dalam sistem
pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
maka Strategi tindak lanjut yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Perlu dilakukan koordinasi dengan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia agar ada penambahan persyaratan
persetujuan dibuka lembaga profesi, yaitu persyaratan lembaga
yang responsif gender dan anak.
65
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
2. Perlu dibentuk unit/bidang khusus di setiap lembaga profesi
yang menangani Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan
Anak.
3. Perlu dilakukan penilaian partisipasi lembaga profesi dalam
sistem Pembangunan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, secara regular setiap dua tahun dengan
reward yang jelas.
4. Harapannya, penilaian PUG, PP, dan PA dapat diintegrasikan
dalam penilaian akreditasi lembaga, sehingga Lembaga Profesi
terkait terjamin untuk bisa turut berpartisipasi aktif dalam
percepatan pembangunan berbasis gender dan perlindungan
anak.
66
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
BAB V
PENUTUP
BAB V
PENUTUP
69
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
perlindungan anak, termasuk pengembangan sistem data gender dan
anak; 3) Peningkatan kualitas hidup perempuan, anak, dan kualitas
keluarga; dan 4) Perlindungan hak perempuan dan pemenuhan hak
anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai bentuk
kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya.
Pada akhir buku digambarkan juga strategi tindak lanjut, dalam
upaya meningkatkan partisipasi lembaga profesi pada Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan anak agar dapat dilaksanakan secara
komprehensif, inklusif, integratif dan berkelanjutan.
Diharapkan buku ini dapat memberikan pemahaman bagi lembaga
profesi khususnya dan lembaga masyarakat lainnya maupun organisasi
pemerintah dalam melaksanakan perannya pada pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak.
70
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Profil Penduduk Indonesia Hasil Supas
2015. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017a. [IDG] Indeks Pemberdayaan Gender, 2010-
2017 [Internet]. Diakses: 25 juni 2019. Tersedia pada: https://www.
bps.go.id/dynamictable/2018/08/15/1573/-idg-indeks-pemberdayaan-
gender-idg-menurut-provinsi-2010-2017.html
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017b. [IDG] Keterlibatan Perempuan di
Parlemen Menurut Provinsi, 2010-2017 [Internet]. Diakses:
25 juni 2019. Tersedia pada: https://www.bps.go.id/
dynamictable/2018/08/15/1570/-idg-keterlibatan-perempuan-di-
parlemen-menurut-provinsi-2010-2017.html
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017d. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia
Agustus 2017. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Potret Pendidikan Indonesia Statistik
Pendidikan 2017. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistika.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Prevalensi Kekerasan Terhadap
Perempuan Di Indonesia, Hasil SPHPN 2016 [Internet]. Diunduh
pada: 25 Juni 2019. Tersedia pada: https://www.bps.go.id/
pressrelease/2017/03/30/1375/satu-dari-tiga-perempuan-usia-15---
64-tahun-pernah-mengalami-kekerasan-fisik-dan-atau-seksual-selama-
hidupnya.html
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017c. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2017.
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistika.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Indikator Pekerjaan Layak di Indonesia
2017. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistika.
[ILO] Internasional Labour Organization. 2015. Global Wage Report 2014/15:
Wages and Income Inequality. Geneva (CH): Internasional Labour
Organization
71
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
[UNICEF] United Nations Children’s Fund. 2002. A World Fit for Children.
Pristina (XK): United Nations Children’s Fund
[UNICEF] United Nations Children’s Fund. 2016. An Agenda for Children.
Pristina (XK): United Nations Children’s Fund.
Bronfenbrenner U. 1979. The Ecology of Human Development. Cambridge
(US): Harvard University Press.
Kamil M. 2006. Strategi Kemitraan dalam Membangun PNF Melalui
Pemberdayaan Masyarakat (Model, keunggulan, dan kelemahan).
Makalah disajikan pada seminar dan lokakarya Penyelenggaraan
Pendidikan NonFormal dalam Era Otonomi Daerah di Hotel Putri
Gunung Lembang, Kabupaten Bandung, 19-20 November 2006.
Komnas Perempuan. 2011. Catatan Tahunan tentang Kekerasan Terhadap
Perempuan Tahun 2011-2015 [Internet]. Diunduh pada: 25 Juni
2019. Tersedia pada: https://www.komnasperempuan.go.id/publikasi-
catatan-tahunan
Li H, Cheng EWL, Love PED. 2000. Partnering research in construction.
Engineerig, Construction, dan Architectural Management. 7(1): 76-92.
UN Women. 1979. Convention on The Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women [Internet]. Diakses pada: 21 Juni
2019. Tersedia pada: https://www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/
text/econvention.htm
72
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi
LEMBAGA-LEMBAGA PROFESI
KONTRIBUTOR PENYUSUNAN PEDOMAN
73
Pedoman Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bagi Lembaga Profesi