Anda di halaman 1dari 137

M o d u l M a h a s i s w i

Integrasi Gender dan


HAM dalam Konsep
Asuhan Kebidanan

i
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

INTEGRASI GENDER DAN HAM DALAM KONSEP ASUHAN KEBIDANAN


Modul Mahasiswi

Penulis:
Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan

Kontributor:
Prof. Saparinah Sadli
DR. Harni Koesno, MKM
DR. Emi Nurjasmi, M.Kes
Dra. Jumiarni Ilyas, M.Kes

Beberapa dosen pengajar, yang terdiri dari


1. Dosen pengajar Kebidanan Cipto Mangunkusumo Poltekkes Kemenkes
Jakarta III: Maryanah, Aticeh, Gita Nirmalasari, Indra Supradewi
2. Dosen pengajar Kebidanan Poltekkes Bandung: Tati Rostati, Maria Olva,
Lina Rahmiati, Merry Wijaya, Amni Kahar, Juariah
3. Dosen Pengajar Kebidanan Poltekkes Jambi: Taty Nurti, Nurmisih,
Sri Yun Utama, Nirdawati
4. Dosen Pengajar Kebidanan Poltekkes Malang: Hartati, Sri Rahayu

Pengantar:
Dr. Asjikin Iman H. Dachlan, MHA

Penerbit:
Yayasan Pendidikan Kesehatan perempuan

Cetakan ketiga: Juli 2012, Jakarta

Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan


Klinik Raden Saleh Lantai 2
Jl. Raden Saleh No. 49
Jakarta Pusat 10330
Email: ypkp_jkt@yahoo.com
Website: http:\\www.ypkp.net

ii
Ucapan Terima Kasih

Puji syukur kami panjatkan Kepada Allah SWT karena atas ijin-Nyalah
akhirnya revisi modul YPKP dapat terealisasikan. Revisi modul ini
ternyata memerlukan upaya yang jauh lebih besar dari apa yang
diperkirakan pada awalnya. Serangkaian pertemuan yang dilakukan
sejak Juni 2010 hingga Januari 2011 serta beberapa kali mengalami
revisi, menunjukkan betapa rumit upaya untuk merealisasikan ide-ide
terbaru saat memadukan konsep gender dan kepemimpinan ke dalam
kurikulum program pendidikan kebidanan. Rangkaian diskusi tersebut
merupakan sebuah proses penting karena memperlihatkan ada
kerjasama di dalamnya. Selain itu persetujuan dari Bapak Asjikin Iman,
selaku Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
(Pusdiklatnakes) Kementerian Kesehatan, mencerminkan aparat
pemerintah berwawasan luas, yang peduli dengan adanya kebutuhan
akan peningkatan kinerja bidan di era desentralisasi sistem kesehatan.

Revisi modul ini terlaksana dengan dukungan dari berbagai pihak hingga
terlaksananya perbaikan modul ini terutama kepada seluruh kontributor
yang turut menyumbangkan saran dan pikiran kami dalam
menyelesaikan revisi ini. Ucapan terima kasih ini juga disampaikan
kepada kontributor baik untuk cetakan pertama dan kedua yakni Missyah
dari KAPAL Perempuan, Ninuk Widyantoro dan Saparinah Sadli dari
Yayasan Kesehatan Perempuan, Mutia Prayanti, Farha Ciciek dari
Yayasan Rahima, Herna Lestari dari YPKP dan seluruh staf Yayasan
Pendidikan Kesehatan Perempuan yang memberikan dukungan teknis
secara berkelanjutan. Kami juga menghargai tinjauan komprehensif
dari para pimpinan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) – yaitu, Harni Koesno
dan Emi Nurjasmi, Jumiarni Ilyas dari Poltekkes Jakarta III, Tati Rostati
dari Poltekkes Bandung, Isnaeni dari Poltekkes Malang, Taty Nurti dari
Poltekkes Jambi, Bu Salmah dari Poltekkes Jakarta III, serta staf

iii
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

pengajar dari Program Studi Kebidanan Cipto Mangunkusumo, Malang,


Jambi dan Bandung, Dosen pengajar Konsep Kebidanan, yaitu
Maryanah, Indra Supradewi, Gita Nirmalasari, Aticeh, Maria Olva, Lina
Rahmiati, Merry Wijaya, Juariah, Amni Kahar, Nurmisih, Sri Yun Utama,
Nirdawati, Hartati dan Sri Rahayu. Serta seluruh pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat kami
mengucapkan terimakasih. Terakhir, kami ucapkan terima kasih kepada
Ford Foundation atas dukungan dana selama kegiatan ini, yang
mempercayakan dan memberikan dukungan moral sehingga
dihasilkannya modul ini.

Jakarta, 16 Juni 2011

Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan



iv
Kata Pengantar

Kebijakan mengenai penempatan bidan di desa, perlu didukung dengan


penyediaan bidan profesional secara utuh, tidak hanya kompeten dalam
memberikan pelayanan klinis tapi juga diberikan kemampuan non klinis
termasuk kemampuan leadership dan manajerial. Hal ini diperlukan
karena bidan di desa di samping dituntut untuk mempunyai kemampuan
dibidang profesi kebidanan tapi juga diharapkan memiliki kemampuan
sebagai penggerak pembangunan kesehatan khususnya di bidang
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana serta
kesehatan bayi dan anak balita.

Untuk mendukung pengadaan tenaga bidan yang profesional serta


mengantisipasi tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi
terutama yang berkaitan dengan hak-hak kesehatan reproduksi
perempuan, diperlukan satu pola penyelenggaraan pendidikan bidan
yang mantap dengan berbagai perangkat yang diperlukan antara lain
modul/materi yang up to date dan terstandar untuk dapat menghasilkan
tenaga bidan yang berkualitas, dengan tingkat pengetahuan,
keterampilan dan sikap profesionalisme yang tinggi serta memiliki
kemampuan manajerial dan leadership/kepemimpinan.

Berkaitan dengan hal tersebut, atas dukungan Ford Foundation Jakarta


dan Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan (YPKP), telah disusun
modul/materi yang berkaitan dengan Kesehatan Reproduksi
Perempuan dalam mata kuliah Kebidanan Komunitas, Komunikasi In-
terpersonal dan Konseling, Etika Profesi, dan Hukum Kesehatan sebagai
lanjutan dari modul-modul terdahulu Konsep Kebidanan, Kesehatan
Reproduksi dll, oleh tim yang terdiri dari berbagai unsur antara lain
YPKP, POGI, IBI, dan lainnya. Diharapkan penyusunan modul dan bahan
ajar ini tidak berhenti sampai di sini, dan kami harapkan mudah-mudahan
Ford Foundation Jakarta dan YPKP dapat mengembangkan modul-
v
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

modul dan bahan ajar lainnya sesuai dengan kebutuhan pendidikan Di-
ploma III Kebidanan.

Tujuan penyusunan modul ini adalah untuk membantu para pengajar


dan mahasiswi D-III Kebidanan dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar yang efektif karena isi modul/bahan ajar ini tidak hanya terbatas
pada konsep teoritis saja tapi juga mencakup bagaimana cara
mengajarkan dan mempelajari materi tersebut, sehingga modul/bahan
ajar ini dapat digunakan sebagai acuan bagi dosen maupun mahasiswa.
Didasarkan atas motivasi dalam mewujudkan kualitas lulusan pendidikan
diploma III kebidanan agar lebih baik, maka materi/bahan ajar ini sangat
terbuka untuk menerima kritik dan saran perbaikan.

Akhirnya, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada tim


penyusun serta kepada semua pihak terkait yang telah memberi bantuan
dalam penyusunan modul/bahan ajar ini.

Jakarta, 10 Februari 2012


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

dr. Asjikin Iman. H. Dachlan, MHA



vi
Daftar Isi

Ucapan Terima Kasih ....................................................................................... iii


Kata Pengantar Kepala PUSDIKLATNAKES KEMENKES .............................. v
Daftar Isi ................................................................................................ vii

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Gambaran Isi Modul ......................................................................................... 1
Kompetensi Awal .............................................................................................. 1
Tujuan Umum .................................................................................................. 2
Petunjuk Penggunaan Modul ............................................................................ 2

Pelajaran 1
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM
Tujuan Khusus .................................................................................................. 4

Sesi 1.1. Bidan sebagai Profesi


Konsep Inti .................................................................................................. 5
A. Definisi Bidan dan Kata Kunci dalam Definisi Tersebut .................. 6
B. Pelayanan Kebidanan ..................................................................... 10
C. Body of knowledge/Lingkup keilmuan Kebidanan ......................... 13
D. Peran bidan ..................................................................................... 16

Sesi 1.2. Filosofi bidan dan paradigma kebidanan berperspektif gender


Konsep Inti ................................................................................................ 21
A. Filosofi bidan ................................................................................... 22
B. Paradigma Kebidanan .................................................................... 25

Sesi 1.3. Kerangka konsep Asuhan Kebidanan


Konsep Inti ................................................................................................ 34
A. Filosofi dan Model Asuhan Kebidanan ........................................... 36
B. Praktik Kebidanan dan Ruang Lingkupnya .................................... 37
C. Model Praktik Bidan ....................................................................... 39
Kegiatan Pembelajaran & Uji Kemampuan diri .............................................. 46

vii
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Pelajaran 2
Konsep Seks dan Gender
Tujuan Khusus ................................................................................................ 50

Sesi 2.1. Seks dan Gender


Konsep Inti ................................................................................................ 51
A. Pendahuluan ................................................................................... 53
B. Memahami Konsep Seks dan Gender ........................................... 56
C. Ulasan konsep seks dan gender .................................................... 60
D. Mempelajari Peran Gender ............................................................. 63
E. Stereotipe laki-laki dan Perempuan ............................................... 67
F. Peran institusi sosial ...................................................................... 69
Kegiatan Pembelajaran & Uji Kemampuan diri .............................................. 75

Sesi 2.2. Fakta-fakta Ketidakadilan dan ketidaksetaraan berbasis gender


Konsep Inti ................................................................................................ 76
A. Pendahuluan ................................................................................... 77
B. Gender dan pendidikan .................................................................. 81
C. Perempuan dan ketenagakerjaan ................................................... 85
Uji Kemampuan diri ........................................................................................ 89

Sesi 2.3. Konsep dan Perangkat analisis gender


Konsep Inti ................................................................................................ 90
A. Alat analisis gender ........................................................................ 91
B. Macam-macam alat analisis gender .............................................. 92
Kegiatan Pembelajaran & Uji Kemampuan diri ............................................ 101

Sesi 2.4. Pengarusutamaan Kesetaraan Gender


Konsep Inti .............................................................................................. 102
Pendahuluan ......................................................................................... 104
Kasus Pertama ............................................................................................. 106
Kasus Kedua .............................................................................................. 112
Uji Kemampuan diri ...................................................................................... 117

viii
Pelajaran 3
Bidan sebagai Pemimpin informal dan Agen perubah
Tujuan Khusus .............................................................................................. 121

Sesi 3.1. Bidan sebagai pemimpin informal


Konsep Inti .............................................................................................. 122
A. Pendahuluan ................................................................................. 123
B. Ciri-ciri dalam kepemimpinan ....................................................... 125
C. Membangun kapasitas dan kepemimpinan bidan ..............................
- Prinsip pertama .................................................................... 127
- Prinsip kedua ........................................................................ 129
- Prinsip ketiga ........................................................................ 130
- Metode Six Hats ................................................................... 132

Sesi 3.2. Tantangan yang dihadapi bidan saat ini


Konsep Inti .............................................................................................. 135
A. Pendahuluan ................................................................................. 136
B. Tantangan bidan sebagai pemimpin informal ............................... 136
C. Bagaimana bidan menangani tantangan ...................................... 139
Kegiatan Pembelajaran & Uji Kemampuan diri ............................................ 145

Pelajaran 4
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kebidanan
Tujuan Khusus .............................................................................................. 149

Sesi 4.1. Pemahaman dasar tentang HAM


Konsep Inti .............................................................................................. 150
A. Apa itu Hak Asasi Manusia .......................................................... 151
B. Sejarah HAM ................................................................................. 152
C. Prinsip dasar HAM ....................................................................... 155
D. HAM bidang Kesehatan ................................................................ 158

ix
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Sesi 4.2. Bidan, Perempuan dan HAM


Konsep Inti .............................................................................................. 164
A. Permasalahan dan Upaya dalam Pencapaian hak kesehatan
perempuan di Indonesia ............................................................... 165
B. Peran bidan sebagai implementator HAM ................................... 172
Kegiatan Pembelajaran & Uji Kemampuan diri ............................................ 179

Lampiran ....................................................................................................
Daftar Pustaka ....................................................................................................



x
Pendahuluan

Gambaran Isi Modul

Modul ini memperkenalkan pada mahasiswi mengenai kebidanan dan


konsep gender serta alat analisis gender yang terintegrasi dalam mata
kuliah konsep kebidanan (BD 401). Secara keseluruhan, dibutuhkan
sekitar 24 jam. Metode pembelajaran yang ada dapat membantu
mahasiswi mengetahui sejauhmana pemahaman mereka serta sejauh
mana tujuan dari modul ini tercapai. Proses pembelajaran dirancang
untuk memfasilitasi penggunaan modul dan membantu meningkatkan
pemahaman mahasiswi. Modul ini terdiri dari 4 pelajaran. Pelajaran
pertama berisi tentang paradigma dan filosofi dasar kebidanan
berperspektif gender dan HAM, kerangka konsep asuhan kebidanan.
Pelajaran kedua berisi tentang konsep dan perangkat analisis gender.
Pelajaran ketiga menjelaskan tentang peran dan fungsi khusus bidan
sebagai pemimpin dan agen perubah. Pelajaran keempat berisi tentang
hak asasi manusia dalam pelayanan kesehatan.

Kompetensi Awal

Kompetensi awal yang dibutuhkan: pengetahuan tentang filosofi dasar


negara pancasila. Dan pengaruh nilai-nilai sosial dan budaya setempat
pada konstruksi peran gender, yang diperoleh ketika menamatkan
Sekolah Menengah Umum (SMU).

Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswi diharapkan menyadari


pentingnya konsep kebidanan khususnya paradigma dan filosofi profesi
berperspektif gender dan HAM, kerangka konsep asuhan ke bidan, peran

1
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

sebagai penyedia pelayanan kesehatan dan pemimpin serta memahami


sejarah kontemper kebidanan. Mahasiswi juga akan diperkenalkan
dengan konsep gender dan perangkatnya serta mengkaitkannya dengan
kesehatan dan diperkenalkan dengan perannya sebagai bidan yang
berfungsi dalam meningkatkan kesehatan dan status perempuan di In-
donesia.

Petunjuk Penggunaan Modul

1. Mahasiswi harus membaca modul ini sebelum kelas dimulai.

2. Mahasiswi harus menjawab semua pertanyaan pada uji


kemampuan diri (self check test), dan melakukan latihan serta
kegiatan yang terdapat pada bagian akhir dari setiap pelajaran.



2
PELAJARAN 1

Konsep Kebidanan
Berperspektif Gender
dan HAM
(KONSEP KEBIDANAN, FILOSOFI BIDAN,
PARADIGMA KEBIDANAN,
DAN KERANGKA KONSEP ASUHAN
KEBIDANAN)

Waktu 8 Jam

3
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Tujuan Khusus

Mahasiswi diharapkan mampu:

1. Memahami Konsep Kebidanan.

2. Memahami filosofi bidan dan paradigma kebidanan


berperspektif gender.

3. Menjelaskan berbagai komponen kerangka konsep asuhan


kebidanan.

4
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

Sesi 1.1

1. Bidan Sebagai Profesi

Konsep Inti

Bidan adalah perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang


terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk didaftarkan, disertifikasi
dan atau secara sah mendapat lisensi untuk praktik kebidanan.

Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan


kesehatan yang diberikan oleh bidan, dilakukan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan dalam pelayanan kesehatan ibu, kesehatan
bayi dan anak serta kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana sesuai dengan ruang lingkup praktik kebidanan.

Sejak dahulu, bidan sudah berperan sebagai “primary carer” yaitu


sebagai pemberi pelayanan pada perempuan bayi dan anak balita.

5
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

A. Definisi Bidan dan Kata Kunci dalam


Definisi Tersebut

Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk didaftarkan, disertifikasi dan
atau secara sah mendapat lisensi untuk praktik kebidanan. Bidan diakui
sebagai seorang profesional yang bertanggung jawab dan akuntabel,
bermitra dengan perempuan dalam memberikan dukungan, informasi
berdasarkan bukti, asuhan dan nasehat yang diperlukan selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung
jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan
anak. Asuhan tersebut mencakup upaya pencegahan, mendeteksi
adanya komplikasi pada ibu dan anak, memperoleh akses bantuan
medis dan melakukan tindakan kegawatdaruratan. Bidan juga
mempunyai peran penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan,
tidak saja untuk perempuan itu sendiri, tetapi juga untuk keluarga dan
komunitasnya. Tugasnya harus juga mencakup pendidikan antenatal
dan persiapan menjadi orang tua serta permasalahan tertentu dari
kesehatan reproduksi perempuan, keluarga berencana dan asuhan
anak. Bidan dapat berpraktik di berbagai tempat, meliputi: rumah,
masyarakat, pondok bersalin, klinik, dan rumah sakit atau di pelayanan
kesehatan lainnya.

6
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

Kata kunci dalam definisi bidan


1. Pendidikan formal kebidanan.
2. Aspek legal.
3. Bidan sebagai seorang profesional.
4. Kemitraan bidan dengan perempuan.
5. Asuhan berdasarkan bukti.
6. Tanggung jawab dan akuntabel.
7. Lingkup asuhan:
a. Promosi kesehatan dan preventif.
b. Deteksi dini komplikasi pada ibu dan anak.
c. Pelayanan kebidanan pada kesehatan ibu, bayi dan anak
serta kesehatan perempuan dan keluarga berencana.
d. Melakukan tindakan kegawatdaruratan.
e. Tugas penting:
a. Pendidikan kesehatan dan konseling untuk ibu,
keluarga dan masyarakat.
b. Pendidikan antenatal dan persiapan sebagai orang
tua.
8. Tempat kerja/praktik Bidan.
Bidan dapat berpraktik di berbagai tempat/fasilitas pelayanan
kesehatan mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga yang tersusun
dalam suatu mekanisme rujukan timbal-balik.
1. Pelayanan kebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama/fasilitas pelayanan kesehatan dasar
meliputi: Puskesmas dan jaringannya termasuk Polindes/
Poskesdes, Bidan Praktik Mandiri, Klinik Bersalin/Rumah
Bersalin (RB) serta fasilitas kesehatan lainnya milik
pemerintah maupun swasta.
2. Pelayanan Kebidanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Kedua/fasilitas pelayanan kesehatan rujukan
tingkat satu, meliputi: Rumah Sakit Umum dan Khusus

7
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

baik milik Pemerintah maupun Swasta yang setara


dengan RSU Kelas D, C dan B Non Pendidikan,
termasuk Rumah Sakit Bersalin (RSB), Rumah Sakit Ibu
dan Anak (RSIA).
3. Pelayanan Kebidanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
tingkat ketiga/fasilitas pelayanan kesehatan rujukan
tingkat dua meliputi: Rumah Sakit yang setara dengan
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus Kelas A,
kelas B pendidikan, milik Pemerintah maupun swasta.

B. Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan


kesehatan yang diberikan oleh bidan, dilakukan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan dalam pelayanan kesehatan ibu, kesehatan bayi
dan anak serta kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana sesuai dengan ruang lingkup praktik kebidanan.

Ruang lingkup Praktik bidan

Sebagaimana dijelaskan dalam definisi bidan serta mengacu pada


Permenkes 1464/2010 tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Bidan,
maka ruang lingkup praktik kebidanan, meliputi:
1) Pelayanan kesehatan ibu;
a. Masa pra hamil,
b. Kehamilan,
c. Masa persalinan,
d. Masa nifas,
e. Masa menyusui,
f. Masa antara dua kehamilan.

8
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

2) Pelayanan kesehatan anak pada:


a. Bayi baru lahir,
b. Bayi dan anak balita,
c. Anak pra sekolah.

3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga


berencana.

Sebagai salah satu tenaga profesional dibidang kesehatan, bidan


menggunakan pendekatan spesifik dalam praktik kebidanan sesuai
dengan filosofinya.

Pendekatan yang dilakukan dalam menjalankan praktik kebidanan:

a. Bidan memberdayakan perempuan melalui kemitraan disertai


dengan tanggung jawab profesionalnya untuk memberikan
dukungan yang diperlukan bagi perempuan, memberikan pelayanan
dan nasihat selama hamil, bersalin, pasca persalinan, pelayanan
kesehatan untuk bayi, balita dan kesehatan reproduksi perempuan
serta keluarga berencana.

b. Bidan mempromosikan bahwa hamil dan melahirkan adalah suatu


proses yang alamiah dan fisiologis, memberikan asuhan selama
kehamilan, memfasilitasi pertolongan persalinan normal atas
tanggung jawabnya sendiri, mengidentifikasi komplikasi yang
mungkin timbul pada ibu dan bayi, menentukan kebutuhan bantuan
obstetric neonatal emergency dan melakukan tindakan kedaruratan
terbatas jika diperlukan. Apabila terdapat indikasi rujukan maka
bidan segera melakukan rujukan kepada fasilitas atau tenaga
kesehatan profesional lainnya yang lebih kompeten.

c. Bidan berperan penting dalam melakukan promotif, preventif serta


memberikan pendidikan kesehatan dan konseling bagi perempuan,
keluarga, dan masyarakat termasuk bimbingan dan penyiapan
perempuan dan keluarganya menghadapi kehamilan, persalinan,

9
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

menyusui, dan menjadi orangtua, termasuk beberapa aspek


kesehatan perempuan, keluarga berencana, dan kesehatan bayi
dan anak balita.

Batas-batas profesional dalam praktik kebidanan merupakan ruang


terbentang antara kompetensi bidan dan hak-hak perempuan dan
bayi yang dilahirkan termasuk anak balita dan keluarganya. Batas
ini menjadi pemisah yang tegas antara hubungan profesional dan
hubungan pribadi bidan dengan perempuan diluar
profesionalismenya.

C. Body of Knowledge/Lingkup Keilmuan Kebidanan

Bidan, sebagai suatu profesi didukung dengan suatu cabang keilmuan


yaitu Ilmu Kebidanan (Midwifery). Mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan No.369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan,
bahwa Kebidanan (Midwifery) adalah satu cabang ilmu yang
mempelajari keilmuan dan seni yang mempersiapkan kehamilan,
menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan pengaturan
kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita,
serta fungsi–fungsi reproduksi perempuan.

Body of Knowledge

Setiap praktik profesi harus berlandaskan body of knowledge profesi


masing-masing serta bertanggung jawab akan pengembangannya
dikemudian hari. Subyek utama profesi bidan adalah kehamilan dan
persalinan normal serta bayi baru lahir termasuk pemberian air
susu ibu dan proses kompleks sejak dari hadirnya bayi dalam
keluarga, merawat dan melindunginya, sampai kembalinya ibu pada
kondisi sebelum kehamilannya.

Body of knowledge kebidanan ditarik dari bidang ilmu dasar, ilmu sosial
dan ilmu terapan serta humaniora yang relevan dan dibutuhkan untuk
memperoleh kompetensi/pengetahuan, keterampilan dan sikap agar

10
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai seorang bidan


profesional terkait dengan kehamilan, persalinan, kelahiran, dan asuhan
postnatal, bayi dan balita yang normal serta kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana. Body of knowledge kebidanan
tercermin dalam filosofi, paradigma dan model asuhan kebidanan.

Untuk mendukung perkembangan keilmuan kebidanan, sudah dilakukan


penelitian tentang kehamilan dan melahirkan sebagai suatu proses yang
alamiah dan fisiologis namun peristiwa ini tidak hanya menyangkut aspek
biologis saja. Penelitian/riset tentang keilmuan ini dilakukan oleh kedua
cabang keilmuan eksakta dan non-eksakta. Dalam riset ilmu anatomi
dan fisiologi melalui penjelasan para ahli anatomi fisiologi, sudah
diketahui bahwa proses hamil dan persalinan terjadi secara fisiologis
dan berjalan secara alamiah. Ras manusia sudah dibekali sejak
penciptaannya dengan anatomi dan fisiologi tubuh yang luar biasa untuk
menjaga kelangsungan ras manusia bahkan anatomi dan fisiologi tubuh
manusia adalah penciptaan yang paling sempurna untuk sebuah proses
reproduksi dibanding makhluk hidup lain di muka bumi seperti hewan
dan tumbuhan.

D. Peran Bidan

Sejak dahulu peran Bidan sebagai “primary carer” yaitu sebagai pemberi
pelayanan pada perempuan bayi dan anak balita. Sekalipun demikian
peran ini terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan perubahan
konteks, settings, kebijakan dan sistem dimana pelayanan kebidanan
dilaksanakan. Dalam perkembangannya, kemajuan teknologi bidang
kesehatan khususnya kedokteran secara tidak langsung berpengaruh
pada pola praktik kebidanan dan pola pendidikan kebidanan. Adanya
bidan yang mulai menggunakan teknologi sebagai tindakan intervensi
secara fleksibel diakui oleh beberapa negara, meskipun sebagian lainnya
tetap pada filosofi dan ruang lingkup untuk mempertahankan tidak/
sesedikit mungkin melakukan intervensi dalam praktiknya (ACNM,
2006). Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan refocusing

11
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

peran bidan yang lebih jelas dengan catatan bahwa refocusing peran
bidan itu dipengaruhi juga oleh populasi, kebijakan lokal, nasional dan
perkembangan global.

Peran bidan bersifat fleksibel dan dirumuskan dengan catatan penting:


1) peran bidan terkait dengan konteks kerjasama multi-disipliner; 2)
bidan dapat mengakses peluang untuk mengembangkan pengetahuan
dan keterampilannya; dan 3) peran bidan dirumuskan bersama
profesional lainnya agar diperoleh batas peran yang jelas, konsistensi
dalam standar pelayanan dan konsistensi dalam mempertegas body
of knowledge (Royal College of Midwives, 2006).

Peran Bidan yang diakui secara internasional (International Confedera-


tion of Midwives, International Federation of Gynaecologist and Obste-
tricians, World Health Organization and European Union Midwives Di-
rective) adalah:

a. Menjamin perempuan dan bayinya menerima pelayanan yang


dibutuhkan sepanjang siklus kehidupannya khususnya pada masa
reproduksi, memiliki keterampilan diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya penyimpangan yang membutuhkan rujukan yang tepat.
Apabila dibutuhkan keterlibatan Dokter Spesialis Kebidanan dan
kandungan atau profesional kesehatan lainnya, bidan tetap
melanjutkan memberikan asuhan dan bertanggung jawab akan
penyediaan dukungan yang holistik, memaksimalkan pelayanan,
serta mempromosikan dan mempertahankan keadaan normal dan
fisiologis lainnya.

b. Memberikan pelayanan kebidanan yang lebih terjangkau dan


responsif terhadap kebutuhan perempuan dengan selalu
mengembangkan diri, keterampilan dan expertise untuk mampu
memberikan: a) pelayanan kebidanan pada setting yang berbeda;
b) pelayanan khusus pada keadaan yang berdampak pada
kesehatan ibu dan bayinya (misalnya: kekerasan domestik, cacat
dan ketidaksetaraan sosial); c) bekerja dengan partnership untuk
12
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

memenuhi kebutuhan perempuan yang lebih kompleks; d)


mempelajari pengetahuan dan keterampilan sesuai perkembangan
iptek untuk mendukung pelayanan jarak jauh atau untuk mengurangi
tertunda/terlambatnya pelayanan yang diperlukan.

c. Mengembangkan batas keterampilan kebidanan dan kedokteran


secara fleksibel terutama untuk lebih meningkatkan akses
pelayanan kebidanan di masyarakat termasuk penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal.

d. Menghindari pengembangan peran yang terbukti tidak berhasil


meningkatkan expertise/kemampuan bidan. Bidan tidak
diperbolehkan untuk secara permanen mengganti peran dokter
(short term flexibility) semata-mata dengan alasan kurangnya
tenaga dokter. Dengan perkataan lain, bidan tidak boleh, dengan
alasan apapun memanfaatkan short term flexibility menjadi per-
manent-term flexibility.

e. Memelihara tanggung jawab personal dalam menjalankan praktik


kebidanan dengan profesionalitas yang tinggi dan menerapkan
filosofi pelayanan kebidanan yang berkualitas.

f. Prioritas tertinggi peran bidan adalah memberikan pelayanan


kesehatan ibu dan anak. Untuk itu bidan dan profesional kesehatan
lain berkolaborasi secara fleksibel namun harus tetap pada peran
dan kompetensi masing-masing dalam pelayanan kesehatan ibu
dan anak.

13
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Sesi 1.2

Filosofi Bidan dan Paradigma Kebidanan


Berperspektif Gender

Konsep Inti

Filosofi kebidanan adalah keyakinan atau cara pandang bidan yang


digunakan sebagai kerangka pikir dalam memberikan pelayanan
kebidanan.

Bidan adalah profesi yang peduli terhadap perbaikan kesehatan


reproduksi perempuan selama siklus hidup mereka.

Bidan adalah perempuan yang telah menyelesaikan pendidikan


formal di pendidikan tinggi kebidanan yang telah teregister dan
memiliki izin praktik bidan yang sah.

Asuhan kebidanan mengacu pada pelaksanaan aktivitas yang


mencerminkan fungsi, tugas dan tanggung jawab bidan yang tepat
dalam melayani kliennya yang berhubungan dengan kebutuhan dan
masalah kebidanan. Asuhan kebidanan dilaksanakan selama siklus
kesehatan reproduksi perempuan, kesehatan bayi dan anak balita,
tidak hanya asuhan dalam proses kelahiran, tetapi juga untuk
mereka yang tidak pernah hamil atau melahirkan.

14
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

A. Filosofi Bidan

Mempunyai bayi secara filosofis adalah peristiwa besar bagi seorang


ibu. Kehamilan dan persalinan bukan sekedar peristiwa klinis tetapi juga
peristiwa transisi sosial dan psikologis yang amat kritis bagi seorang
perempuan, maka pelayanan kebidanan harus terpusat pada kebutuhan
perempuan yang unik dan individual dalam memasuki transisi ini (Royal
College of Midwives, 2006).

Dengan dasar itu, seorang Bidan memiliki keyakinan yang dijadikan


panduan dalam memberikan asuhan.

Bidan meyakini bahwa:


1) Perempuan adalah pribadi yang unik, mempunyai kebutuhan, keinginan
untuk: kelangsungan generasi dalam siklus reproduksi, pengambil
keputusan utama dalam asuhan dan memiliki hak atas informasi untuk
meningkatkan kemampuannya dalam mengambil keputusan. Maka,
asuhan kebidanan secara aktif mempromosikan dan melindungi
kesejahteraan perempuan dan kesehatan bayi dan anak balita.

2) Proses kelahiran adalah rangkaian pengalaman yang memberikan


makna sangat berarti bagi perempuan, keluarga dan masyarakat.
Maka asuhan kebidanan mempromosikan, melindungi dan
mendukung hak-hak reproduksi perempuan dan menghargai
keragaman budaya serta suku yang ada.

3) Melahirkan adalah suatu proses fisiologis yang normal. Praktik


kebidanan mempromosikan mempertahankan dan mengadvokasi
untuk tidak melakukan intervensi yang tidak perlu dalam proses
kelahiran normal.

4) Bidan merupakan pemberi pelayanan yang tepat untuk mendampingi


perempuan selama masa kehamilan, kelahiran dan nifas. Maka,
praktik kebidanan harus mampu membangun rasa percaya diri
perempuan dalam proses kelahiran.

15
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

5) Bidan memiliki percaya diri, meyakini, serta menghargai


kemampuan perempuan untuk melahirkan. Maka asuhan kebidanan
harus mampu menjaga kepercayaan dan saling menghargai antara
bidan dan perempuan.

6) Asuhan kebidanan memberdayakan perempuan untuk bertanggung


jawab terhadap kesehatan dirinya dan keluarganya. Maka, bidan
menggunakan teknologi yang tepat sesuai kebutuhan dan
melakukan rujukan pada waktu yang tepat jika timbul masalah.

7) Asuhan kebidanan dilakukan secara partnership dengan


perempuan, bersifat individual, berkesinambungan dan tidak otoriter.
Maka, bidan mengupayakan antisipasi dan memberikan asuhan
yang fleksibel.

8) Asuhan kebidanan memadukan antara ilmu dan seni. Asuhan


kebidanan bersifat holistik, didasarkan atas pemahaman sosial,
emosional, kultural, spiritual, psikologikal dan pengalaman
perempuan yang didasarkan atas bukti-bukti terbaik yang ada.
Maka, bidan harus mampu memberikan nasihat dan informasi yang
dibutuhkan perempuan untuk meningkatkan partisipasi dan
memfasilitasi perempuan dalam pengambilan keputusan.

B. Paradigma Kebidanan

Paradigma Kebidanan adalah suatu cara pandang bidan dalam


memberikan pelayanan. Keberhasilan pelayanan tersebut dipengaruhi
oleh kemampuan dan cara pandang bidan dalam menganalisis kaitan
dan adanya hubungan timbal balik antara manusia/perempuan,
lingkungan, perilaku, keturunan dan pelayanan kebidanan. Komponen
paradigma bidan adalah:

1). Perempuan/Manusia
Perempuan/manusia adalah makhluk bio-psikososial-kultural dan
spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang

16
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangannya.


Perempuan/manusia adalah penerus generasi keluarga dan
bangsa sehingga keberadaan perempuan yang sehat jasmani dan
rohani serta sosial sangat diperlukan.

Perempuan/manusia sebagai sumber daya insani merupakan


pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia
sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi dari perempuan/ibu
dalam keluarga. Para ibu di masyarakat adalah penggerak dan
pelopor dalam peningkatan kesehatan dan kesejahteraan keluarga.

2). Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada dan terlibat dalam interaksi
individu pada waktu melaksanakan aktivitasnya. Lingkungan
tersebut meliputi lingkungan fisik, lingkungan psikososial, biologis
maupun budaya. Lingkungan fisik, lingkungan psikososial, biologis
maupun budaya meliputi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat/komunitas. Ibu selalu terlibat dalam interaksi antara
keluarga, kelompok dan masyarakat/komunitas.

Masyarakat merupakan kelompok yang paling penting dan kompleks


yang telah dibentuk manusia sebagai lingkungan sosial. Masyarakat
adalah lingkungan pergaulan hidup manusia yang terdiri dari
individu, keluarga dan masyarakat/komunitas yang mempunyai
tujuan dan sistem nilai. Ibu/perempuan sebagai bagian dari
keluarga yang merupakan unit dari masyarakat/komunitas.

3). Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku manusia/perempuan
bersifat holistik (menyeluruh) dan dalam kaitannya dengan paradigma
kebidanan merupakan wujud dari setiap kegiatan dan tindakannya yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi perempuan bayi dan anak
balita serta kesehatannya secara menyeluruh.
17
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Perilaku perempuan selama kehamilan akan mempengaruhi


kehamilannya. Perilaku perempuan dalam mencari penolong
persalinan akan mempengaruhi kesejahteraan ibu dan bayi yang
dilahirkan, demikian pula perilaku ibu pada masa nifas akan
mempengaruhi kesejahteraan ibu dan bayinya.

Demikian juga perilaku bidan sebagai pemberi pelayanan akan


memberikan pengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan
perempuan, bayi dan anak.

Adapun perilaku profesional bidan sebagai pemberi pelayanan


mencakup:

a. Melaksanakan tugasnya berpegang teguh pada filosofi, etika


profesi bidan dan aspek legal.

b. Bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan keputusan


klinis yang dibuatnya.

c. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan


keterampilan mutakhir secara berkala.

d. Menggunakan cara pencegahan infeksi universal untuk mencegah


penularan penyakit dan strategi pengendalian infeksi.

e. Menggunakan konsultasi dan rujukan yang tepat selama


memberikan asuhan kebidanan.

f. Menghargai dan memanfaatkan budaya setempat sehubungan


dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca
persalinan, bayi baru lahir, dan anak balita.

g. Menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan


perempuan/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan setelah
diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta
persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab
atas kesehatannya.

18
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

h. Menggunakan keterampilan berkomunikasi yang efektif.

i. Bekerja sama dengan petugas kesehatan lain untuk


meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta
keluarga.

j. Mengadvokasi perempuan dan menghargai hak – haknya


dalam menentukan pilihannya terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan.

4) Keturunan
Keturunan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas
manusia. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat. Hal
ini menyangkut penyiapan wanita sebelum perkawinan, sebelum
kehamilan (pra konsepsi), masa kehamilan, masa kelahiran dan
masa nifas serta masa antara.

Walaupun kehamilan, kelahiran dan nifas adalah proses fisiologis


namun bila ditangani secara tidak akurat dan benar, keadaan
fisiologis akan menjadi patologis. Hal ini akan berpengaruh pada
bayi yang akan dilahirkannya. Oleh karena itu layanan pra
perkawinan, pra kehamilan, kehamilan, kelahiran dan nifas adalah
sangat penting dan mempunyai keterkaitan satu sama lain yang
tak dapat dipisahkan dan semua ini adalah tugas utama bidan.

5) Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan, dilakukan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan dalam pelayanan kesehatan ibu, kesehatan
anak dan kesehatan reproduksi perempuan termasuk keluarga
berencana sesuai dengan ruang lingkupnya. Pelayanan kebidanan
diselenggarakan mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga yang tersusun dalam
suatu mekanisme rujukan timbal-balik.

19
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Pelayanan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan standar dan


pedoman pelayanan berfokus pada klien serta dilandasi dengan
etika dan kode etik profesi dan aspek legal yang berlaku.

(Lihat rincian pada Lampiran 1. Paradigma Kebidanan dikutip dari


publikasi IBI, Bidan Menyongsong Masa Depan: 50 Tahun Ikatan Bidan
di Indonesia, 2001, hal.18).

20
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

Sesi 1.3

Kerangka Konsep Asuhan Kebidanan

Konsep Inti

Kerangka konsep asuhan kebidanan merupakan kerangka


konsep dimana faktor-faktor penentu (determinan) di dalamnya
dapat dianalisis dengan berbagai cara untuk mengukur perubahan
di tingkat individu, program maupun dampaknya.

Determinan atau faktor penentu terdiri dari filosofi dasar,


sensitivitas akan kebutuhan dasar perempuan dan bayi mereka
serta kompetensi membuat keputusan dalam memberikan asuhan
kebidanan.

Proses asuhan menggambarkan bidan sebagai profesi


memberikan asuhan yang di dasari kemitraan antara perempuan
sebagai penerima asuhan dan bidan sebagai pemberi asuhan.

Hasil yang diharapkan: semua bidan dikenal dan diakui karena


kemampuan/kompetensinya untuk meningkatkan kepuasan dan
keamanan bagi perempuan dan bayi baru lahir serta anak balita
dalam mewujudkan keluarga ideal yang berkualitas.

21
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

A. Filosofi dan Model Asuhan Kebidanan

Dasar Pemikiran

ICM percaya bahwa salah satu kekuatannya secara internasional adalah


Definisi Internasional mengenai bidan yang diakui dan digunakan secara
global oleh PBB dan WHO, pemerintahan, para pembuat keputusan,
serta anggota asosiasi profesi bidan didalam tugasnya untuk mendukung
dan memperkuat kebidanan dan para bidan. ICM lebih jauh yakin bahwa
penambahan pernyataan global yang mendefinisikan karakteristik unik
dari filosofi dan model asuhan kebidanan bersama dengan definisi
internasional mengenai bidan dan kompetensi – kompetensi esensial,
akan menyediakan sebuah kerangka kerja yang mendefinisikan asuhan
kebidanan dengan sebuah pondasi yang kuat dalam mengevaluasi
tentang efektivitas asuhan kebidanan di dalam meningkatkan kesehatan
para perempuan dan bayi baru lahir.

B. Praktik Kebidanan dan Ruang Lingkupnya

Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan


yang bersifat otonom kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya
didasari etik dan kode etik bidan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1464/


MENKES/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan,
dalam menyelenggarakan praktiknya, bidan berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:

a. Pelayanan kesehatan ibu.


b. Pelayanan kesehatan anak.
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana.

22
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan


masyarakat, yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan,
penyembuhan dan pemulihan.

Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi:

a. Layanan kebidanan primer ialah layanan yang diberikan bidan


langsung kepada klien dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
bidan.

b. Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh


bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara
bersama atau sebagai salah satu bagian dari sebuah proses
kegiatan pelayanan kesehatan.

c. Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh


bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi
atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu
menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan termasuk
layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas
pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertikal atau
ke profesi kesehatan lainnya. Layanan kebidanan yang tepat akan
meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.

C. Model Praktik Bidan

Praktik kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan dalam


bentuk asuhan yang diberikan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada
individu, keluarga dan kelompok, serta komunitasnya, didasari etika dan
kode etik bidan.

Asuhan Kebidanan adalah prosedur tindakan yang dilakukan oleh bidan


sesuai dengan wewenang dalam lingkup praktiknya berdasarkan ilmu
dan kiat kebidanan, dengan memperhatikan pengaruh - pengaruh sosial,
budaya, psikologis, emosional, spiritual, fisik, etika dan kode etik serta

23
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

hubungan interpersonal dan hak perempuan dalam mengambil


keputusan dengan pendekatan kemitraan dengan perempuan dan
mengutamakan keamanan ibu, janin/bayi dan penolong serta kepuasan
perempuan dan keluarganya. Asuhan kebidanan diberikan dengan
mempraktikkan prinsip sayang ibu dan sayang bayi untuk memelihara
serta meningkatkan kesejahteraan ibu, bayi dan anak balita serta
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Praktik Kebidanan dilakukan oleh bidan secara mandiri baik pada


individu, keluarga kelompok dan masyarakat meliputi pelayanan
kesehatan pada ibu, bayi dan balita serta kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana termasuk pendidikan kesehatan
dan konseling.

Praktik kebidanan dilakukan berdasarkan prinsip kemitraan dengan


perempuan, bersifat holistik dan menyatukannya dengan pemahaman
adanya pengaruh dari bio, psiko, sosial, emosional, kultural, spiritual,
serta pengalaman reproduksinya.

Model praktik kebidanan sebagai berikut:

1. Primary Care
Bidan sebagai pemberi asuhan bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan langsung kepada klien sejak pra hamil, hamil,
melahirkan, masa nifas, bayi dan balita serta kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana.

2. Continuity of Care
Hal yang perlu diperhatikan oleh bidan dalam memberikan asuhan:
1) Mengembangkan hubungan yang baik dengan klien, 2) Mampu
memberikan pelayanan yang aman secara individu, 3) Memberikan
dukungan pada klien, dan 4) Memberikan asuhan yang
komprehensif dan berkesinambungan sejak masa prahamil, hamil,
melahirkan, masa nifas, bayi dan balita serta kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana.

24
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

3. Berorientasi pada kesejahteraan ibu dan anak


Pelayanan kebidanan didasarkan pada keyakinan bahwa kehamilan
dan persalinan merupakan proses yang fisiologis. Bidan berupaya
mempertahankan dan memfasilitasi proses normal dan
meningkatkan kesehatan ibu, bayi dan balita termasuk kesehatan
reproduksi perempuan.

4. Menghargai hak – hak perempuan (Informed Choice & Informed


Consent)
Bidan menghargai hak dan memberdayakan perempuan untuk
memilih semua aspek dalam asuhan kebidanan, termasuk memilih
tempat persalinan. Bidan secara aktif memberikan informasi
dengan lengkap, relevan, dan objektif tanpa adanya pemaksaan.

5. Praktik Berbasis Bukti (Evidence Based Practice)


Bidan harus selalu memperbaharui ilmu dan praktiknya sesuai
dengan hasil penelitian terkini dalam upaya peningkatan
kesejahteraan ibu dan anak.

Tujuan pelayanan kebidanan tidak sekedar melindungi dan


mempromosikan kesehatan ibu dan bayinya, tetapi juga membantu
perempuan hamil dan keluarganya untuk memperoleh penyesuaian
emosional menghadapi kehamilan dan persalinan, serta menjamin
perempuan yang baru melahirkan memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan informasi yang cukup untuk memasuki masa keibuan
(motherhood) dengan peran dan tanggung jawab yang benar dan tepat
(Sally Pairman, Jan Picombe, 1999).

25
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Selain daripada itu, pelayanan profesional harus pula diartikan sebagai


pemenuhan kontrak sosial kepada komunitas untuk menyediakan
pelayanan kepada ibu dan keluarganya secara up to date, evidence-
based dan berkualitas sesuai definisi Bidan (ICM, 2005) dengan
mendasari kepada 3 premis:

1) Bahwa kehamilan dan persalinan adalah bagian dari kehidupan


yang normal;

2) Bahwa pelayanan terpusat pada diri perempuan (woman cen-


tered); dan

3) Bahwa didalam pelayanan itu terkandung akuntabilitas


profesional seorang Bidan, Model Pelayanan Kebidanan terdiri
dari: 1) pemantauan kondisi fisik, psikologis, spiritual dan
kesejahteraan sosial perempuan dan keluarganya sepanjang
siklus kehamilan, persalinan, dan post-natal; 2) pemberian
pendidikan, konseling dan pelayanan antenatal bagi setiap
perempuan secara individual; 3) pendampingan secara terus
menerus selama persalinan, kelahiran, dan periode perinatal;
4) bantuan selama periode post-natal; 5) meminimalkan
intervensi teknologi; dan 6) mengidentifikasi serta merujuk
perempuan yang membutuhkan bantuan dokter spesialis
obstetri dan ginekologi.

Asuhan Kebidanan adalah prosedur tindakan yang dilakukan oleh bidan


sesuai dengan wewenang dalam lingkup praktiknya berdasarkan ilmu
dan kiat kebidanan, dengan memperhatikan pengaruh-pengaruh sosial,
budaya, psikologis, emosional, spiritual, fisik, etika dan kode etik serta
hubungan interpersonal dan hak perempuan dalam mengambil
keputusan dengan pendekatan kemitraan dengan perempuan dan
mengutamakan keamanan ibu, janin/bayi dan penolong serta kepuasan
perempuan dan keluarganya. Asuhan kebidanan diberikan dengan
mempraktikkan prinsip sayang ibu dan sayang bayi untuk memelihara

26
Konsep Kebidanan Berperspektif Gender dan HAM Pelajaran 1

serta meningkatkan kesejahteraan ibu, bayi dan anak balita serta


kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Kegiatan Pembelajaran

Buatlah satu essay yang menjelaskan bidan yang sedang praktik


di desa atau di tanah kelahiran anda!

Uji Kemampuan Diri

Instruksi: Jawablah pertanyaan berikut.

1. Apa sajakah yang menjadi determinan utama pada kerangka


konsep asuhan kebidanan?



27
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

28
PELAJARAN 2

Konsep Seks dan Gender


Waktu 8 Jam

29
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Tujuan Khusus

Mahasiswi diharapkan mampu:

1. Mengenal perbedaan konsep antara seks dan gender, dan


mengembangkan pemahaman umum tentang bagaimana
gender dibentuk, dikelola, dan ditegakkan.

2. Menyadari variasi hasil konstruksi gender dalam konteks sosial


dan kultural yang berbeda.

3. Memahami dan menerapkan konsep dan perangkat analisis


gender, antara lain perangkat untuk pengarusutamaan gen-
der.

4. Menyadari bagaimana norma dan nilai tentang peran gender


dihubungkan dengan ketidaksetaraan berbasis gender dalam
kuantitas pekerjaan dan pendidikan, akses kontrol atas
sumber daya ekonomi dan sosial, serta akses kekuasaan.

5. Mempelajari dan menafsirkan bukti dari data internasional (dan


nasional) yang menunjukkan ketidaksetaraan berbasis gen-
der dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, dan status
politik; serta

6. Mempelajari bagaimana menerapkan perangkat analisis gen-


der pada kondisi kesehatan yang khusus dan memahami
bagaimana dampak gender terhadap kesehatan.

30
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Sesi 2.1

Seks dan Gender

Konsep Inti

Seks adalah perbedaan secara biologis antara laki-laki dan


perempuan – perbedaan dalam sistem reproduksi seperti organ
kelamin (penis, testis, dengan vagina, rahim, dan payudara),
hormon yang dominan dalam tubuh (estrogen dengan testosteron),
kemampuan untuk memproduksi sperma atau ovarium (telur),
kemampuan perempuan untuk melahirkan dan menyusui (IPAS,
2001), dan kemampuan laki-laki untuk membentuk sperma.

Gender adalah perbedaan laki-laki dan perempuan dari hasil


internalisasi nilai dan norma-norma sosial budaya yang berbeda
antar budaya dan antar waktu. Gender merupakan konstruksi
sosial atau hasil belajar seseorang. Gender berbeda antara satu
budaya dengan budaya lainnya dan dapat berubah sepanjang
waktu.

Peran gender. Peran yang dianggap sesuai untuk perempuan


dan laki-laki di masyarakat. Laki-laki biasanya diidentifikasi dengan
peran produktif di ranah publik, perempuan diberi tanggung jawab
terutama berperan di rumah, atau lingkup domestik. Hampir di
semua masyarakat peran gender perempuan cenderung dianggap
kurang penting dibandingkan dengan peran gender laki-laki.

Kesetaraan gender berarti perlakuan yang sama antara


perempuan dan laki-laki didepan hukum dan dalam kebijakan serta
akses yang sama terhadap sumber daya dan pelayanan yang
tersedia serta menikmati hasil pembangunan yang sama.

31
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Keadilan gender. Konsep tentang pengakuan adanya perbedaan


kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang
tidak selalu dipenuhi secara sama.

Diskriminasi gender. Adanya perbedaan, pengucilan,


pengecualian atau pembatasan yang dibuat berdasarkan jenis
kelamin pada kebanyakan budaya yang mengalami diskriminasi
gender kebanyakan adalah perempuan. Gender yang dikonstruksi
secara sosial yang mencegah perempuan untuk menikmati hak
asasinya sebagai manusia.

32
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

A. Pendahuluan

Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang
berbeda. Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya banyak
disalahartikan sebagai sebuah sekat yang membentengi ruang gerak.
Dalam perkembangannya kemudian, jenis kelamin perempuan lebih
banyak menerima tekanan, dan dianggap lemah serta tak berdaya.
Persepsi yang bias gender tersebut pada akhirnya menyulitkan
perempuan untuk mendapatkan akses pada berbagai segi kehidupan,
utamanya bidang kesehatan yang menentukan kehidupan dan kematian
perempuan (Waspada Online, 19 Februari 2008).

Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui,


sementara laki-laki tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi
untuk menyusui, laki-laki tidak punya. Demikian juga jakun dan testikel
yang dimiliki laki-laki, tidak dimiliki kaum perempuan. Jenis kelamin
memang bersifat kodrati, seperti melahirkan dan menyusui bagi
perempuan. Tapi gender yang mengacu pada peran, perilaku dan
kegiatan serta atribut lainnya yang dianggap oleh suatu masyarakat
budaya tertentu sebagai sesuatu yang pantas untuk perempuan atau
pantas untuk laki-laki, masih bisa diubah (Waspada Online, 19 Februari
2008).

Di beberapa wilayah dengan adat istiadat dan budaya tertentu, isu gen-
der memang sangat membedakan aktivitas yang boleh dilakukan antara
laki-laki dan perempuan. Pada masyarakat Jawa dari strata tertentu
misalnya, merokok dianggap pantas untuk laki-laki, tapi tidak untuk
perempuan. Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar
disandang perempuan. Sementara dokter kandungan didominasi laki-
laki. Bahkan pernah dalam satu masa, dokter kandungan tidak boleh
dilakoni kaum perempuan. Juga mitos gender seputar hubungan
seksual, dimana istri tabu meminta suaminya untuk pakai kondom. Jadi
yang ber-KB adalah kaum perempuan.

33
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Melihat pada kondisi-kondisi yang demikian, nyata terlihat bahwasanya


isu gender telah memberi kontribusi besar terhadap masih tingginya
angka kematian (mortality) di Indonesia. Data terakhir, Indonesia masih
menempati urutan tertinggi dengan Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai
228/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 34/
1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan seringkali menghadapi
hambatan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Hal itu disebabkan tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial budaya
serta jarak ekonomi (Waspada Online, 19 Februari 2008).

Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit
atau puskesmas letaknya jauh, perempuan akan kesulitan dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan. Hambatan lainnya adalah jarak
sosial budaya. Selama ini, ada keengganan kaum ibu jika mendapatkan
pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-laki. Mereka,
khususnya kaum ibu di pedesaan ini, akan lebih merasa nyaman kalau
melahirkan di rumah dan ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya,
apabila terjadi perdarahan dalam proses persalinan, sulit sekali
mendapatkan layanan darurat dengan segera (Waspada Online, 19
Februari 2008).

Hambatan yang paling utama adalah masalah ekonomi. Banyak keluarga


yang kurang mampu harus berpikir dua kali untuk menuju rumah sakit.
Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum laki-
laki. Di bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program
pelayanan dan informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi dan anak ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi
akibat ada kaitannya dengan stereotipe gender yang melabelkan urusan
hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada umumnya
sebagai urusan perempuan (Waspada Online, 19 Februari 2008).

Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana norma dan


nilai gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap kesehatan.
Untuk itu, bidan sebagai agen pembangunan dalam bidang kesehatan

34
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

perlu memiliki kesadaran dan pemahaman yang kuat mengenai isu


gender ini. Isu gender dalam kesehatan yang selama ini sering
terabaikan seharusnya dijadikan acuan oleh para bidan dalam
mempromosikan perubahan paradigma dalam masyarakat, khususnya
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas (Waspada
Online, 19 Februari 2008).

B. Memahami Konsep Seks dan Gender

Seks dan gender pada dasarnya untuk membedakan jenis kelamin


manusia. Seks membedakan jenis kelamin manusia karena perbedaan
alat-alat biologis yang dimilikinya. Sementara gender membedakan jenis
kelamin manusia berdasarkan pembedaan peran-peran sosial yang
bersumber pada alat-alat biologis yang dimiliki laki-laki dan perempuan.

Seks berarti kelamin secara biologis, yakni alat kelamin laki-laki (penis,
testis atau buah zakar, hormon testosteron, dan kelenjer prostat); dan
alat kelamin perempuan (vagina, rahim, kelenjar susu, sel telur, haid,
hormon estrogen). Sejak lahir hingga meninggal dunia, seorang laki-
laki akan tetap berjenis kelamin laki-laki dan perempuan akan tetap
berjenis kelamin perempuan. Ini artinya, antara laki-laki dengan
perempuan tidak dapat saling tukar jenis kelamin, kecuali dioperasi.
Dengan demikian, seks bersifat kodrati, yaitu sifat bawaan biologis
sebagai anugerah Tuhan yang tidak dapat berubah sepanjang masa
dan tidak dapat dipindah-pindahkan dari perempuan ke laki-laki atau
sebaliknya. Implikasi dari anugerah itu, seorang perempuan diberikan
peran kodrati yang berbeda dengan seorang laki-laki. Perempuan
memiliki peran kodrati seperti: (1) menstruasi, (2) mengandung, (3)
melahirkan, (4) menyusui dengan air susu ibu dan (5) menopause.
Sedangkan laki-laki memiliki peran kodrati membuahi sel telur
perempuan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa peran kodrati bersifat statis (Wayan Sudarta. Ketimpangan dan
peran gender di bidang politik.http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/
ketimpangan gender_2_.pdf.(diakses 9 Juli 2012)).

35
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Kata gender berasal dari bahasa latin, yaitu “genius”, berarti tipe atau
jenis. Gender adalah pembedaan antara perempuan dan laki-laki dalam
hal fisik, sifat, peran, posisi, tanggung jawab, akses fungsi kontrol, yang
dibentuk/dikonstruksi secara sosial yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu: budaya, agama, sosial, politik, hukum, pendidikan, media,
seni, dan lain sebagainya. Karena gender merupakan hasil konstruksi
sosial, maka gender bisa berubah sesuai konteks waktu, tempat dan
budaya. Tetapi sampai saat ini masyarakat masih menganggap gen-
der sebagai sesuatu yang alamiah, sudah seharusnya demikian, dan
merupakan ketentuan Tuhan, sehingga tidak perlu lagi dipertanyakan
dan digugat. Keyakinan ini telah mendarah daging dalam masyarakat
karena adanya proses sosialisasi yang sangat panjang lewat berbagai
macam pranata sosial diantaranya institusi keluarga, agama, adat, dan
sosial kemasyarakatan. Berdasarkan konsep gender ini, umumnya
perempuan dan laki-laki telah dibedakan identitas, strata, dan perannya
dalam masyarakat seperti tergambar dalam tabel di bawah ini:

Perempuan Laki-laki
Sifat  Lembut  Gagah
 Pemalu  Pemberani
 Sabar  Kasar
 Emosional  Bijaksana
 Pendiam  Bertanggung Jawab
 Keibuan  Pintar
 Agresif
Peran/Fungsi  Mengurus rumah tangga  Pencari nafkah utama
 Pencari nafkah tambahan · Pelindung
 Melahirkan  Menjadi panutan
 Menyusui dsb
 Hamil
Posisi  Ibu rumah tangga  Kepala keluarga
 Yang dipimpin  Pemimpin

36
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa perbedaan


seks dan gender adalah:

Perbedaan seks dan gender


Seks Gender
Seks adalah alami Gender bersifat sosial budaya
(kodrat dari tuhan). dan merupakan buatan manusia
(buatan manusia).
Seks bersifat biologis. Ini Gender bersifat sosial budaya
mengacu pada perbedaan dan ini mengacu pada kualitas
yang terlihat dalam alat feminin dan maskulin.
kelamin dan perbedaan Pola perilaku, peran dan tanggung
dalam hubungan dengan jawab, dll.
fungsi prokreasi.
Seks bersifat tetap, sama Gender merupakan variabel,
di setiap tempat. dapat berubah dari waktu ke
waktu, dari satu budaya ke budaya
lain.

C. Ulasan Konsep Seks dan Gender

Pernyataan berikut akan membuat anda mampu mengulas atau


meninjau apakah anda telah memahami perbedaan antara konsep seks
dan gender. Bacalah pernyataan tersebut dengan seksama dan jawablah
apakah pernyataan itu berkaitan dengan seks atau gender. Materi ini
akan didiskusikan dalam kelas.

37
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Kotak 1: Pernyataan Seks dan Gender.


Tulislah S atau G pada setiap pernyataan.
1. Perempuan melahirkan, laki-laki tidak.
2. Menurut catatan statistik PBB, perempuan melakukan 67%
pekerjaan di dunia, tetapi pendapatannya hanya 10% dari
pendapatan dunia.
3. Seorang anak laki-laki diperlakukan sebagai anak perempuan
sedari kecil, ketika dia mulai menyadari dirinya adalah anak
laki-laki, nilai pelajarannya meningkat drastis.
4. Kebanyakan Perempuan menderita ketegangan sebelum
menstruasi, laki-laki tidak.
5. Tidak seperti laki-laki, perempuan tidak menganggap seks tidak
sebagai hal yang penting.
6. Di zaman Mesir kuno, laki-laki tinggal di rumah dan menenun
sementara perempuan menjalankan usaha keluarga.
7. Suara laki-laki pecah ketika pubertas, perempuan tidak.
8. Dalam kajian atas 224 budaya, terdapat lima budaya dimana laki-
laki memasak dan 36 budaya perempuan membangun rumah.
9. Laki-laki cenderung berperilaku kasar.
10 Perempuan lebih rentan terhadap penyakit seksual menular
dibandingkan laki- laki.

Diantara pernyataan yang ada di kotak 1, pernyataan mana yang


mengacu pada seks atau gender? Pernyataan yang mana yang
mengacu pada keduanya?

Sebagai bagian dari ulasan, kita harus ingat bahwa peran gender
dibentuk secara sosial. Institusi sosial memainkan peranan penting
dalam pembentukan peran gender. Karena hal ini merupakan urusan
keluarga, sulit sekali meyakinkan keluarga terutama dalam mengubah
cara pandang dan pendekatan dalam mensosialisasikan anggota laki-
laki dan perempuan. Pada umumnya, masyarakat memandang laki-
laki lebih tinggi dari perempuan karena peran reproduksi perempuan

38
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

tidak bernilai layaknya peran produktif laki-laki. Tetapi, peran gender


dapat bervariasi berdasarkan kultur, suku, kelas sosial, ras, dan periode
historis. Hal ini dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu.

Walaupun seks dipahami sebagai perbedaan biologis antara laki-laki


dan perempuan, pernyataan nomor 5 tidak berarti perbedaan anatomi,
tetapi hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Karena itu
pernyataan tersebut menyentuh konsep seksualitas, yakni konsep lain
yang dibentuk secara sosial yang diasosiasikan dengan gender.

D. Mempelajari Peran Gender

Telah disebutkan diatas bahwa konsep gender diartikan sebagai suatu


konsep hubungan sosial yang membedakan peranan antara perempuan
dengan laki-laki, yang dibentuk oleh norma sosial dan nilai sosial budaya
masyarakat. Jadi, peran gender adalah peran perempuan dan laki-laki
yang tidak ditentukan oleh perbedaan kelamin seperti halnya peran
kodrat. Berdasarkan pemahaman itu, maka peran gender dapat berbeda
di antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya sesuai dengan
norma dan nilai sosial budaya yang dianut oleh masyarakat yang
bersangkutan, dapat berubah dan diubah dari masa ke masa sesuai
dengan kemajuan pendidikan, teknologi, ekonomi dan sebagainya, dan
dapat ditukarkan antara perempuan dengan laki-laki. Hal ini berarti,
peran gender bersifat dinamis.

Ada tiga jenis peran gender yang dikenal, yaitu:

1) Peran produktif (peran di sektor publik) adalah peran yang dilakukan


oleh seseorang, perempuan atau laki-laki, menyangkut pekerjaan
yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun
untuk diperdagangkan;

2) Peran reproduktif (peran di sektor domestik), adalah peran yang


dilakukan oleh seseorang, perempuan atau laki-laki, untuk kegiatan
yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan

39
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak,


membantu anak belajar, berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari,
membersihkan rumah, mencuci alat-alat rumah tangga, mencuci
pakaian dan lainnya; dan

3) Peran sosial adalah peran yang dijalankan oleh seseorang,


perempuan atau laki-laki, untuk berpartisipasi di dalam kegiatan
kemasyarakatan, seperti gotong royong dalam menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama.

Proses sosialisasi peran gender dilakukan melalui berbagai cara, mulai


dari pemilihan warna pakaian, accessories, permainan, perlakuan dan
sebagainya yang kesemuanya diarahkan untuk mendukung dan
memapankan proses pembentukan seseorang “menjadi” seorang laki-
laki atau seorang perempuan sesuai dengan ketentuan sosial budaya
setempat (Bekti Istiyanto. Gender. http://sbektiistiyanto.files.
wordpress.com/2008/02/gender.doc (diakses 18 Juli 2012)).

Pembedaan identitas berdasarkan gender tersebut telah ada jauh


sebelum seseorang itu lahir. Sehingga ketika pada akhirnya dia
dilahirkan ke dunia ini, dia sudah langsung masuk ke dalam satu
lingkungan yang menyambutnya dengan serangkaian tuntutan peran
gender. Sehingga seseorang terpaksa menerima identitas gender yang
sudah disiapkan untuknya dan menerimanya sebagai sesuatu hal yang
benar, yang alami dan yang baik. Akibatnya jika terjadi penyimpangan
terhadap peran gender yang sudah menjadi bagian dari landasan kultural
masyarakat dimana dia hidup, maka masyarakat pun lantas menilai hal
tersebut sebagai sesuatu yang negatif bahkan mungkin sebagai
penentang terhadap budaya yang selama ini sudah mapan. Dan sampai
sejauh ini yang sering menjadi korban adalah kaum perempuan (Bekti
Istiyanto. Gender. http://sbektiistiyanto.files.wordpress.com/2008/02/
gender.doc (diakses 18 Juli 2012)).

40
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Pemapanan citra bahwa seorang perempuan itu lebih cocok berperan


sebagai seorang ibu dengan segala macam tugas domestiknya yang
selalu dikatakan sebagai “urusan perempuan”, seperti membersihkan
rumah, mengurus suami dan anak, memasak, berdandan dan
sebagainya. Sementara citra laki-laki, dikatakan bahwa laki-laki karena
kelebihan yang dimilikinya maka lebih sesuai jika dibebani dengan
“urusan-urusan laki-laki” pula dan lebih sering berhubungan dengan
sektor publik, seperti mencari nafkah, dengan profesi yang lebih
bervariasi daripada perempuan. Hal tersebut sudah disosialisasikan
sejak kelas satu Sekolah Dasar melalui buku-buku pelajaran di sekolah
hingga Panca Dharma Wanita, yang menyatakan bahwa tugas utama
seoarang perempuan adalah sebagai “pendamping” suami, dan itulah
yang diyakini secara salah oleh sebagian orang sebagai “kodrat wanita”
(Bekti Istiyanto. Gender. http://sbektiistiyanto.files.wordpress.com/2008/
02/gender.doc (diakses 18 Juli 2012)).

E. Stereotipe Laki-laki dan Perempuan

Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok


tertentu (Faqih, 1996: 16). Stereotipe sudah mulai dilekatkan sejak masa
kanak-kanak. Anak laki-laki dan perempuan didorong untuk
mengekspresikan emosi mereka dengan cara yang berbeda. Sejak
usia anak-anak masing-masing gender juga belajar bagaimana
mengekspresikan emosinya seperti anak laki-laki, tidak boleh cepat
menangis sedangkan anak perempuan pada usia yang sama dianggap
biasa kalau ia menangis. Stereotipe tentang laki-laki adalah bersuara
keras atau lantang, bertubuh atletis, agresif, kasar, dan kurang
berperasaan. Anak laki-laki juga diharapkan lebih pintar daripada anak
perempuan. Sebaliknya, anak perempuan diharapkan menjadi makhluk
yang patuh atau mau mengalah, emosional, rapi atau bersih. Mereka
tidak dibenarkan mengekspresikan pendapatnya. Anak perempuan lebih
didorong untuk memilih seni dan bahasa dan diharapkan lebih
menyenangi aktivitas yang berkaitan dengan peran sebagai ibu.

41
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Stereotipe yang banyak dianut adalah anak laki-laki dicap lebih kuat dan
anak perempuan lebih lemah. Atau laki-laki menyenangi sifat-sifat
maskulin dan perempuan menyenangi sifat-sifat feminin.

Stereotipe biasanya selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan.


Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan
gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu,
umumnya perempuan, yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang
dilekatkan kepada mereka. Misalnya, penandaan yang berawal dari
asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing
perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau
pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini. Bahkan jika
ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat
berkecenderungan menyalahkan korbannya. Masyarakat memiliki
anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami.
Stereotipe ini berakibat wajar sekali jika pendidikan kaum perempuan
dinomorduakan. Stereotipe terhadap kaum perempuan ini terjadi dimana-
mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan
kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut
(Faqih, 1996: 16).

F. Peran Institusi Sosial

Keluarga adalah institusi pertama yang mensosialisasikan peran gen-


der. Keluarga, terutama perempuan sebagai ibu, diharapkan memainkan
peranan penting dan mengajarkan anak laki-laki dan perempuan tentang
peran gender mereka.

Di sekolah, misalnya, guru dan buku-buku ajar sering kali memperluas


peran reproduksi perempuan, seperti pengasuhan dan tugas rumah
tangga, dan peran produktif laki-laki, misalnya tugas mencari nafkah.
Sekolah cenderung mendorong anak perempuan untuk berkarir di
bidang yang berhubungan dengan peran reproduksi, seperti menjadi
guru, perawat, sekretaris, atau bidan sementara anak laki-laki didorong

42
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

untuk bekerja dalam bidang teknik, arsitektur, manajemen bisnis, hukum,


dan kedokteran.

Agama mengajarkan kepatuhan perempuan terhadap laki-laki.


Sebagian besar agama mengajarkan kesetaraan gender, tetapi ideologi
bahwa laki-laki lebih dominan masih saja dipertahankan. Tokoh agama
yang masih berpikiran patriarkal (menganggap laki-laki lebih superior)
telah mengakibatkan terjadinya ketidaksetaraan gender dalam kehidupan
bersama.

Di dunia kerja, perempuan kerap kali memiliki karir yang berhubungan


dengan peran reproduksi, seperti menjadi bidan, perawat, guru, dosen,
sekretaris atau juru tulis, tukang masak dirumah. Meskipun perempuan
sekarang juga yang memegang posisi tinggi dalam dunia bisnis tetapi
jumlahnya masih kurang dibandingkan dengan laki-laki. Peran dalam
politik juga masih lebih banyak diisi laki-laki. Pegawai negeri perempuan
cukup banyak tetapi mereka lebih berkelompok dalam jajaran birokrasi
pemerintahan yang rendah posisinya.

Media juga lebih cenderung menginformasikan peran gender tradisional


seperti dalam iklan, sinetron, komedi situasi (misalnya Opera van Java)
dalam berbagai cerita, dan buku pelajaran dan buku komik. Oleh karena
itu, media lebih cenderung mendukung nilai-nilai yang menempatkan
perempuan tidak setara dengan laki-laki.

Walaupun jumlah perempuan yang melakukan aktivitas produktif


semakin meningkat, mayoritas perempuan harus tetap memikul peran
reproduksi. Karena itu, dalam masyarakat, mereka dianggap kurang
bernilai dibandingkan laki-laki. Penilaian yang tidak setara ini merupakan
sumber diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan dan
bertanggung jawab atas rendahnya status perempuan dalam
masyarakat (WHO, 2001).

Karena keluarga merupakan ruang lingkup pribadi, dibandingkan dengan


sekolah, pemerintahan, dan institusi sosial lainnya, peraturan dan praktik

43
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

yang berkenaan dengan hubungan gender dalam keluarga tidak diketahui


secara langsung dan jarang sekali tunduk terhadap pengaruh luar (WHO,
2001).

Perempuan dan anak perempuan serta laki-laki dan anak laki-laki


cenderung tetap menjalankan peran gendernya karena ada beberapa
perilaku yang terkendali yang dibenarkan oleh berbagai institusi sosial.
Pengaruh institusi sosial dapat menyebabkan kekerasan terhadap
perempuan, contohnya: jika seorang perempuan menikah tanpa
persetujuan keluarga, perempuan tersebut dinilai mencoreng nama baik
keluarga. Di India, umpamanya masih berlaku dimana keluarga terdekat
ditugaskan untuk membunuh perempuan karena telah mempermalukan
keluarganya karena ia tidak mengindahkan keinginan keluarga. Pihak
luar biasanya tidak dapat mencampuri urusan keluarga tersebut,
terutama terhadap kekuasaan absolut laki-laki yang memimpin rumah
tangga. Ini contoh ekstrim bagaimana kekuasaan laki-laki
melanggengkan ketidaksetaraan gender (WHO, 2001).

Ketidaksetaraan gender dapat secara sistematis disahkan dan


diinstitusionalkan melalui undang-undang dan kebijakan. Seperti aturan
dalam kelompok tertentu perempuan tidak dapat memiliki harta benda
secara sah atau tidak boleh bekerja di luar rumah tanpa persetujuan
suami atau pasangan mereka. Di negara Muslim, poligami masih
diijinkan dengan syarat tertentu. Ini contoh keadaan yang menyulitkan
untuk mengubah peran gender yang tidak setara.

Walaupun ketidaksetaraan berbasis gender biasanya


memarjinalisasikan perempuan, kaum pria sebenarnya juga dipengaruhi
oleh ketentuan maskulinitasnya. Misalnya: laki-laki dilatih untuk
menahan emosi atau tidak menangis sedang bersikap agresif atau kasar
adalah satu indikasi kejantanan. Karena itu, lebih banyak laki-laki yang
menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan di dalam dan di luar
rumah. Namun karena peran gender juga bisa berubah maka yang

44
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

sekarang, ada beberapa laki-laki yang dijuluki “new age”, ialah laki-laki
yang peduli dengan kesetaraan gender.

Ketidaksetaraan gender merupakan isu yang kompleks yang tidak hanya


berkaitan dengan laki-laki bertentangan dengan perempuan atau
perempuan harus melawan laki-laki. Ketidaksetaraan gender ini wujud
dari “ideologi patriarkis” yang menganggap laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan. Ideologi ini dianut oleh laki-laki dan perempuan. Ideologi
ini dianut oleh institusi sosial yang menganut nilai-nilai patriarkis.

45
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Kegiatan Pembelajaran

Buatlah satu halaman essay tentang pertama kali anda mengamati


bahwa anda berbeda dengan lawan jenis anda. Selain perbedaan
biologis, apakah ada perbedaan dalam cara berpakaian, permainan
yang anda mainkan, harapan keluarga anda dan orang lain?

Uji Kemampuan Diri

1. Apa perbedaan antara seks dan gender?


2. Apa artinya gender dibentuk secara sosial atau disebut
sebagai konstruksi sosial?
3. Apa saja pengaruh institusi sosial seperti keluarga, agama,
pendidikan, ekonomi, dan politik dalam membentuk peran
gender dan nilai laki-laki dan perempuan?
4. Apakah yang dimaksud dengan ideologi patriarkis? Mengapa
sulit mengubah ideologi tersebut?

Bagi kelas menjadi tiga kelompok, lalu beri tugas:


Kelompok 1: membahas partisipasi gender perempuan dan laki-
laki dalam pendidikan (mulai dari tingkat SD), perhatikan tren-
nya kelompok mana yang cenderung untuk melanjutkan ke
jenjang lebih tinggi. Jelaskan mengapa?

Kelompok 2: membahas partisipasi perempuan dalam bidang


politik, lihat perbedannya dengan gender laki-laki. Jelaskan.

Kelompok 3: membahas keterkaitan pembagian peran gender


perempuan dan laki-laki di masyarakat dengan partisipasi
perempuan dalam aktivitas ekonomi.

46
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Sesi 2.2

Fakta-fakta Ketidakadilan &


Ketidaksetaraan Berbasis Gender

Konsep Inti

Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang


menempatkan laki-laki dan juga perempuan sebagai korban dari
sistem (Faqih, 1998a; 1997).

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk


ketidakadilan, seperti: marginalisasi atau proses pemiskinan
ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak dalam keputusan politik,
stereotipe/pelabelan negatif, kekerasan, dan beban kerja lebih
panjang dan lebih banyak (burden).

Ketidaksetaraan gender merupakan keadaan diskriminatif (sebagai


akibat dari perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh
kesempatan, pembagian sumber-sumber dan pembangunan serta
akses terhadap pelayanan (Konsep Gender dalam Kesehatan.
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/1 23456789/807/
19/Bab%20II%20Halaman%206%20-%2011.pdf (diakses 9 Juli
2012)).

47
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

A. Pendahuluan

Gender sebagai suatu keyakinan dan konstruksi sosial yang


berkembang di dalam masyarakat diinternalisasi melalui proses
sosialisasi secara turun-temurun dan terus-menerus. Dalam
perkembangannya konstruksi gender ini menghasilkan ketidakadilan
gender yang kebanyakan menimpa perempuan. Patokan atau ukuran
sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur apakah perbedaan
gender itu menimbulkan ketidakadilan atau tidak adalah sebagai berikut:
(Ketidakadilan Gender.29 November 2011. http://menegpp.go.id/V2/
index.php/glosari/ketidakadilan-gender, (diakses 18 Juli 2012)).

1. Stereotipe, berarti pemberian label/cap kepada seseorang atau


kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau
sesat. Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau
lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan
suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.
Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang
atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau
menguasai pihak lain. Pelabelan negatif dapat dilakukan atas dasar
anggapan gender, dan seringkali ditujukan kepada perempuan.

Contoh:
 Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.
 Perempuan tidak rasional, emosional.
 Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting.
 Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah
tambahan.
 Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.

2. Kekerasan (violence), adalah segala tindak kekerasan, baik fisik


maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau
sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis
kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter
perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminis dan laki-

48
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri


psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan
sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah,
penurut dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan
pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut
melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa
perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk
diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan.

Contoh:
 Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami
terhadap istrinya di dalam rumah tangga.
 Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan
perasaan tersiksa dan tertekan.
 Pelecehan seksual.
 Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.

3. Marjinalisasi, suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis


kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat
digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah
satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya
dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari
nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (pub-
lic sector), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal
tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses
pemiskinan dengan alasan gender.

Contoh:
 Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu
rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga
berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima.

 Masih banyaknya pekerja perempuan di pabrik yang rentan


terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari
perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender,
49
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

seperti sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan


dan juga alasan faktor reproduksinya, seperti menstruasi,
hamil, melahirkan dan menyusui.

 Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem


pertanian modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor
telah memarjinalkan pekerja perempuan.

4. Subordinasi, artinya: suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu


peran yang dilakukan jenis kelamin tertentu lebih rendah dari yang
lain. Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah
memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan
perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki
peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki
dalam urusan publik atau produksi. Pertanyaannya adalah, apakah
peran dan fungsi dalam urusan domestik dan reproduksi mendapat
penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi?
Sepanjang penghargaan sosial terhadap peran domestik dan
reproduksi berbeda dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang
itu pula ketidakadilan masih berlangsung.

Contoh:
 Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi
atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan
dibanding laki-laki.

 Dalam sistem pengupahan, perempuan sering dibayarkan


lebih rendah dari laki-laki.

 Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia


politik (anggota legislatif dan eksekutif).

50
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

B. Gender dan Pendidikan

Deklarasi Hak-hak asasi manusia pasal 26 menyatakan bahwa: “Setiap


orang berhak mendapatkan pengajaran …pengajaran harus dengan
cuma-cuma, setidaknya untuk sekolah rendah dan tingkat dasar...”
Terkait dengan deklarasi ini, sesungguhnya pendidikan bukan sekedar
upaya pencerdasan bangsa lebih dari itu juga sebagai produk atau
konstruksi sosial, maka dengan demikian pendidikan juga memiliki andil
bagi terbentuknya relasi gender di masyarakat.

Statement di atas mengemuka dikarenakan telah terjadi banyak


ketimpangan gender di masyarakat yang diasumsikan muncul karena
terdapat bias gender dalam pendidikan. Diantara aspek yang
menunjukkan adanya bias gender dalam pendidikan dapat dilihat pada
perumusan kurikulum dan juga rendahnya kualitas pendidikan.
Implementasi kurikulum pendidikan sendiri terdapat dalam buku ajar
yang digunakan di sekolah-sekolah. Realitas yang ada, dalam kurikulum
pendidikan (agama ataupun umum) masih terdapat banyak hal yang
menonjolkan laki-laki berada pada sektor publik sementara perempuan
berada pada sektor domestik. Dengan kata lain, kurikulum yang memuat
bahan ajar bagi siswa belum bernuansa netral gender baik dalam
gambar ataupun ilustrasi kalimat yang dipakai dalam penjelasan materi.

Rendahnya kualitas pendidikan diakibatkan oleh adanya diskriminasi


gender dalam dunia pendidikan. Ada empat aspek permasalahan gen-
der biasanya terkait dengan dunia pendidikan yaitu: (Prof. dr. Zainudin
Maliki.Bias Gender dalam Pendidikan http://paksisgendut. files.
wordpress.com/2009/02/gender dan pendidikan.pdf, (diakses 9 Juli
2012)).

 Aspek akses adalah fasilitas pendidikan yang sulit dicapai,


misalnya sulitnya perempuan mencapai jenjang pendidikan yang
tinggi karena fasilitas pendidikan berada jauh dari lokasi tempat
tinggal.

51
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

 Aspek partisipasi. Sudah sering dikeluhkan saat kondisi ekonomi


keluarga terbatas, maka anak laki-laki lah yang didahulukan untuk
bersekolah. Hal ini umumnya dikaitkan dengan tugas bila sudah
dewasa dan berumah-tangga, laki-laki bertanggung jawab menjadi
kepala rumah tangga dan pencari nafkah.

Data Departemen Pendidikan Nasional (2002, dalam


www.unicef.org/.../id/Facts Sheet on Girls Education IND .pdf)
memperlihatkan adanya kesenjangan gender yang signifikan antara
jumlah anak laki-laki dan anak perempuan yang putus sekolah di
tingkat SD maupun SLTP. Kemungkinan anak perempuan untuk
putus sekolah lebih besar dibandingkan anak laki-laki. Di SD, dari
10 anak yang putus sekolah, 6 di antaranya anak perempuan dan 4
lainnya anak laki-laki. Demikian halnya di SLTP. Kesenjangan gen-
der antara murid laki-laki dan perempuan yang putus sekolah sedikit
lebih tinggi di sekolah lanjutan atas, yaitu 7 anak perempuan
dibandingkan 3 anak laki-laki.

Source: www.unicef.org/.../id/Facts Sheet on Girls Education IND.pdf


(diakses 9 Desember 2010) (UNICEF)

52
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

 Aspek proses pembelajaran, mencakup materi pendidikan, seperti


misalnya yang terdapat dalam contoh-contoh soal dimana semua
kepemilikan selalu mengatasnamakan laki-laki. Demikian pula
posisi-posisi tertentu seperti Gubernur, Camat, Direktur selalu
digambarkan dijabat oleh laki-laki. Selain itu ilustrasi gambar juga
bias gender, yang seolah-olah menggambarkan bahwa tugas
perempuan sebagai ibu rumah tangga dengan tugas-tugas
menjahit, memasak dan mencuci.

 Aspek penguasaan. Kenyataan banyaknya angka buta huruf di In-


donesia di dominasi oleh kaum perempuan. Data BPS tahun 2010,
menunjukkan dari jumlah penduduk buta aksara usia 10 tahun ke
atas persentase antara laki-laki dan perempuan 4,19:8,47. Jumlah
perempuan yang mengalami buta aksara dua kali lipat penduduk
laki-laki (BPS RI - Susenas, 2009-2010).

C. Perempuan dan Ketenagakerjaan

Ketidaksetaraan gender juga terjadi dalam pembangunan


ketenagakerjaan, yang antara lain dapat dilihat dari rendahnya tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingginya tingkat pengangguran
terbuka (TPT) perempuan dibandingkan laki-laki. Berdasarkan data
Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), TPAK perempuan
mengalami kenaikan dari 38.6 juta pada tahun 2006 menjadi 42.8 juta
pada tahun 2008. TPAK perempuan tersebut jauh lebih rendah
dibandingkan TPAK laki-laki, sebanyak 67.7 juta pada tahun 2006 dan
69.1 juta pada tahun 2008 (MENEGPP.go.id. Partisipasi Angkatan Kerja.
http://menegpp.go.id/V2/index.php/datadaninformasi/
ketenagakerjaan?download=39%3Apartisipasi-angkatan-kerja (diakses 18
Juli 2012)).

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan juga menunjukkan


potret yang kurang menggembirakan. TPT perempuan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan TPT laki-laki. Pada 2006, TPT perempuan tercatat
21.67%, mengalami peningkatan pada 2007 yaitu 18.20%, jika
53
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

dibandingkan dengan laki-laki pada tahun 2006 sebesar 15.2% dan 2007
sebesar 13.52 %. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja bagi
perempuan lebih sedikit dibanding laki-laki, belum lagi standar upah yang
lebih kecil dari laki-laki untuk jenis pekerjaan yang sama (Bappenas,
2007).

Perkembangan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan


diindikasikan pula melalui proporsi perempuan dalam lembaga-lembaga
publik (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Pada tahun 2002 Undang-
Undang Nomor 31 tentang Partai Politik telah ditetapkan, disusul
setelahnya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Keduanya
mengamanatkan 30 persen kuota untuk perempuan dalam partai politik.
Selain itu pendidikan politik bagi perempuan pun terus ditingkatkan.
Meskipun demikian, partisipasi perempuan dalam lembaga legislatif di
berbagai tingkatan (nasional, provinsi dan kabupaten/kota) masih tetap
rendah (UNDP & Bappenas, 2007). Dalam pemilu 2004, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) hanya diisi oleh 11% perempuan (62 dari 549
anggota) dan di Dewan Perwakilan Daerah (DPD), perempuan hanya
mengisi 21% dari posisi yang ada (27 dari 128) (ADB, 2006).

Kondisi serupa terjadi di lembaga eksekutif. Hingga saat ini (2010),


Indonesia hanya memiliki satu gubernur perempuan dan 3 menteri
diantara 34 posisi kabinet. Dilihat dari PNS perempuan yang menduduki
jabatan eselon, dari setiap empat orang pejabat eselon I, seorang di
antaranya perempuan; dari setiap 19 orang pejabat eselon II, seorang
di antaranya perempuan; dari setiap 15 pejabat eselon III, seorang di
antaranya perempuan dan dari setiap 9 orang pejabat eselon IV, seorang
di antaranya perempuan. Begitu juga perempuan yang menjadi Lurah/
Kepala Desa jauh lebih sedikit daripada pria. Dari setiap 40 orang Lurah,
hanya seorang perempuan dan dari setiap 55 orang Kepala Desa, hanya
seorang perempuan (ADB, 2006).

54
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Perbandingan Laki-laki dan Perempuan yang menduduki jabatan


struktural
Laki-laki Perempuan
Eselon I 4 1
Eselon II 19 1
Eselon III 15 1
Eselon IV 9 1
Lurah 40 1
Kepala Desa 55 1

Sangat minimnya jumlah keterwakilan perempuan di lembaga legislatif


itu, tentu sangat sulit bagi perempuan untuk memainkan peranan dalam
mempengaruhi pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan serta
menyuarakan aspirasi perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender seperti yang dicita-citakan.

Masih rendahnya peran perempuan dalam jabatan publik juga terjadi di


lembaga yudikatif. Pada tahun 2006, jumlah hakim dan jaksa didominasi
oleh laki-laki. Jumlah hakim perempuan pada tahun tersebut hanya
sekitar 12%, sedangkan jumlah jaksa perempuan baru mencapai 23%.

55
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Uji Kemampuan Diri

1. Bagaimana tren kemampuan baca tulis dan pendidikan di In-


donesia?

2. Menurut Anda, apa konsekuensi dari perbedaan status


perempuan dan status laki-laki?

3. Bagaimana tren di partisipasi politik di Indonesia?

4. Ringkaslah tren yang dapat diamati di Indonesia dalam dua


kurun waktu yang berbeda!

5. Apa saja faktor utama yang menjadi penyebab rendahnya


partisipasi perempuan dalam politik? Apa konsekuensinya bagi
perempuan dan laki-laki?

6. Apa perbedaan antara kebutuhan praktis dan strategis


berbasis gender?

56
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Sesi 2.3

Konsep dan Perangkat analisis Gender

Konsep Inti

Analisis gender adalah analisis sosial yang melihat perbedaan


perempuan dan laki-laki dari segi kondisi (situasi) dan kedudukan
(posisi) di dalam keluarga dan atau masyarakat (LPPK-Bengkulu,
2010)

Macam-Macam Alat Analisis Gender

Ada beberapa alat dapat digunakan untuk melakukan analisis gen-


der, yaitu:
1. Harvard, berguna untuk keperluan menganalisis situasi
keluarga dan masyarakat.
2. Moser berguna pada tahap perencanaan untuk menetapkan
apakah suatu perencanaan program telah mempertimbangkan
wawasan gender.
3. Pemberdayaan merupakan alat untuk menilai selama aksi
pembangunan berlangsung apakah telah terjadi peningkatan
pemerataan ataupun peningkatan kemampuan pihak yang
tidak beruntung.

57
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

A. Alat Analisis Gender

Bidan sebagai tenaga kesehatan terdepan diharapkan mampu


melakukan analisis segala fenomena yang ada dimasyarakat. Salah
satu analisis yang penting dan harus dilakukan oleh seorang bidan agar
mampu memberikan mengembangkan program kesehatan yang
komprehensif dan tepat guna adalah melakukan analisis gender.
Analisis gender adalah analisis sosial yang melihat perbedaan
perempuan dan laki-laki dari segi kondisi (situasi) dan kedudukan (posisi)
di dalam keluarga dan atau masyarakat (LPPK-Bengkulu, 2010).
Analisis gender membantu tugas seorang bidan dalam mengungkapkan
dan mengkaji perbedaan-perbedaan di masyarakat berdasarkan gen-
der yang kerap kali luput dari pandangan kita (Dowling, 2008).

Melakukan analisis gender berarti seorang bidan harus mengumpulkan


data-data berupa kegiatan-kegiatan laki-laki dan perempuan seperti
pekerjaan yang mendapat upah dan tidak mendapat upah di lingkungan
rumah tangga, tempat kerja dan masyarakat, tingkat akses dan kontrol
mereka terhadap asset dan sumber daya swasta dan pemerintah; dan
kebutuhan, kepentingan dan prioritas mereka, guna memahami
perbedaan-perbedaan dan sebab-sebab yang mendasari
ketidaksamaan hak dan kewajiban di kalangan perempuan dan laki-laki.
Analisis gender juga mengkaji pengaruh sosial dan kultural baik terhadap
peran-peran dan hubungan-hubungan, maupun kekuatan-kekuatan
ekonomi praktis yang membentuk kehidupan, hubungan dan
pengalaman laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, analisis gen-
der dapat membantu para perencana dalam memahami kompleksitas
hubungan-hubungan sosial dan ekonomi yang berlangsung dalam
masyarakat dan kemudian memadukan pertimbangan-pertimbangan
yang terkait dengan peran-peran dan hubungan-hubungan gender itu
ke dalam rancangan proyek-proyek dan kebijakan-kebijakan (Dowling,
2008).

58
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

B. Macam-Macam Alat Analisis Gender

Ada beberapa alat dapat digunakan untuk melakukan analisis gender,


yaitu:
1. Harvard berguna untuk keperluan menganalisis situasi keluarga dan
masyarakat.
2. Moser berguna pada tahap perencanaan untuk menetapkan apakah
suatu perencanaan program telah mempertimbangkan wawasan
gender.
3. Pemberdayaan merupakan alat untuk menilai selama aksi
pembangunan berlangsung apakah telah terjadi peningkatan
pemerataan ataupun peningkatan kemampuan pihak yang tidak
beruntung.

Alat-alat ini dapat digunakan untuk analisis situasi sebelum membuat


perencanaan program pembangunan. Alat ini dapat digunakan untuk
perencanaan program/proyek pembangunan. Alat ini juga dapat
digunakan untuk melihat tahapan pemberdayaan (semakin bertahap ke
arah dari kesejahteraan sampai ke penguasaan, menggambarkan
adanya peningkatan pemerataan dan perempuan).

Kerangka Analisis Harvard

Kerangka ini merupakan alat bantu untuk meningkatkan kesadaran gen-


der dan alat latihan yang efektif untuk menganalisis situasi hubungan
gender di dalam masyarakat atau suatu pengorganisasian masyarakat
dalam pembangunan. Kerangka Harvard terdiri dari:

1. Pembagian Kerja
Pembagian kerja dalam keluarga maupun masyarakat pada
umumnya dapat dilihat dari profil kegiatannya yang menyangkut;
1) Siapa yang melakukan kegiatan; 2) Kapan dan dimana; 3) Berapa
pendapatan yang dihasilkan. Kegiatan yang dimaksud adalah
kegiatan produktif, reproduktif dan sosial. Kegiatan produktif adalah
kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk

59
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

uang maupun barang. Kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang


menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga. Kegiatan
sosial adalah kegiatan yang tidak terbatas pada kegiatan
pengaturan rumah tangga tapi yang menyangkut kegiatan
masyarakat.

Akses kontrol (peluang dan penguasaan) terhadap sumber daya


ini mencakup informasi siapa yang mempunyai peluang dan
penguasaan terhadap; a) Sumber daya fisik, b) pasar komoditi dan
pasar kerja, c) sumber daya sosial budaya. Sedangkan profil
peluang dan penguasaan terhadap manfaat mencakup informasi
siapa yang mempunyai peluang dan penguasaan atas hasil; 1)
pendapatan, 2) kekayaan, 3) kebutuhan dasar, 4) pendidikan, dan
5) prestise/political power.

Akses peluang disini adalah kesempatan untuk menggunakan


sumber daya ataupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber
daya tersebut. Sedangkan penguasaan berarti kewenangan penuh
untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber
daya.

2. Partisipasi dan Lembaga


Partisipasi dapat berupa partisipasi kuantitatif dan partisipasi
kualitatif. Partisipasi kuantitatif yaitu berapa banyak perempuan
dan laki-laki berperan serta dalam lembaga tertentu dengan
kedudukan dan tugas apa; dan partisipasi kualitatif yaitu bagaimana
peran perempuan dan laki-laki dalam pengambilan keputusan
tentang kebijakan lembaga tersebut. Analisis pola partisipasi
berguna untuk memperlihatkan; a) hirarki wewenang, b)
ketidakseimbangan antara perempuan dan laki-laki dalam
mengambil keputusan, c) pada lembaga mana peran perempuan
perlu diperkuat dan d) alasan keterbatasan peran serta perempuan
yang dapat dilihat dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi.

60
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

3. Pengambilan Keputusan di dalam keluarga


Dilakukan untuk melihat; 1) siapa bertanggung jawab untuk apa, 2)
siapa memperoleh manfaat apa, 3) siapa bisa dijadikan mitra untuk
kegiatan pembangunan.

Kerangka Analisis Moser

Kerangka ini terdiri dari kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis.


Kebutuhan praktis menyangkut kondisi atau keadaan hidup dan segera
dapat diidentifikasi karena langsung dirasakan, dapat dipenuhi dalam
waktu singkat melalui intervensi tertentu. Kebutuhan strategis berkaitan
dengan posisi, peranan dan kedudukan di masyarakat yang dipengaruhi
oleh faktor struktural, menyangkut peluang dan kekuasaan terhadap
sumber daya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara
hidup. Perempuan sebagai kelompok memiliki kebutuhan strategis
sebagai berikut:
1. Mengurangi kerentanan terhadap kekerasan dan eksploitasi.
2. Lebih memiliki jaminan ekonomi, ketidaktergantungan, pilihan dan
kesempatan.
3. Berbagi tanggung jawab untuk kegiatan produktif dengan laki-laki
atau lembaga masyarakat.
4. Mengorganisasikan diri dengan perempuan lain untuk menggalang
kekuatan, solidaritas dan aksi.
5. Meningkatkan kekuatan politik.
6. Meningkatkan kemampuan dan kualitas hidup dan masa depan
anak-anaknya.
7. Lebih manusiawi dan berkeadilan dalam proses pembangunan.

Cara-cara mencapai kebutuhan strategis dalam suatu kegiatan/program:


1. Analisis gender suatu masyarakat dilakukan sebelum kegiatan
dimulai.
2. Konsultasi pada perempuan.
3. Memperoleh dukungan dari laki-laki.
4. Memperluas kesempatan bagi perempuan.

61
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

5. Mendukung usaha-usaha pengorganisasian masyarakat.


6. Mendorong kesadaran gender.

Kerangka Pemberdayaan

Pendekatan gender digunakan karena:

1. Permasalahan perempuan berakar dari pembangunan yang


menghasilkan ketidaksetaraan hubungan kekuasaan.

2. Diperlukan beragam upaya untuk dapat memberdayakan golongan


yang tidak diuntungkan termasuk perempuan.

3. Menekankan kenyataan bahwa pengalaman penindasan perempuan


berbeda menurut ras, kelas, sejarah penjajahan dan posisinya
dalam tatanan ekonomi dunia.

4. Berupaya untuk mengidentifikasi kekuasaan dalam kerangka


kapasitas perempuan untuk meningkatkan kemandirian dan
kekuatan internal.

5. Memberikan kekuasaan pada perempuan melalui pendistribusian


kembali kekuasaan di dalam dan diantara masyarakat.

Tiga konsep kunci pemberdayaan: gender, mitra sejajar, pemberdayaan.


Konsep gender merupakan suatu konsep sosial budaya yang digunakan
untuk menggambarkan peran, fungsi dan perilaku perempuan dan laki-
laki dalam masyarakat. Analisis peran gender fokus utamanya adalah
distribusi peran dan prasarana dalam rumah tangga. Melihat pekerjaan
perempuan dan laki-laki untuk mengatasi stereotipe dan ideologi yang
menjadikan pekerjaan perempuan tidak terlihat. Analisis hubungan
sosial gender fokus utamanya pada dimensi-dimensi hubungan sosial
yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam kedudukan perempuan
dan laki-laki dalam proses sosial.

62
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Konsep kemitrasejajaran adalah kondisi dimana perempuan dan laki-


laki memiliki kesamaan hak dan kewajiban yang terwujud dalam
kesempatan, kedudukan, peran yang dilandasi sikap, dan perilaku saling
membantu dan saling mengisi di semua bidang kehidupan.

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu transformasi struktur-struktur


yang mensubordinasi, yang begitu menindas perempuan.
Pemberdayaan (empowerment) diberi batasan luas sebagai
penguasaan atas aset material, sumber-sumber intelektual dan ideologi.
Pemberdayaan sebagai proses menentang hubungan kekuasaan yang
ada dan memperoleh penguasaan yang lebih besar atas sumber-
sumber kekuasaan. Pemberdayaan terwujud sebagai redistribusi
kekuasaan.

63
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Kegiatan Pembelajaran

Jelaskan mengapa analisis gender diperlukan bagi para perencana


program/project dalam menyusun kebijakan-kebijakan yang
berkeadilan gender?

Uji Kemampuan Diri

1. Kapan sebuah analisis gender diperlukan?

2. Informasi apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan analisis


gender?

Bagi kelas menjadi 2 kelompok:


1. Kelompok 1 mempelajari Kasus 1 tentang pengarusutamaan
gender dalam penyediaan layanan kesehatan di Desa dan
menjawab pertanyaan yang terkait. Kelompok 2 akan
mempelajari Kasus 2 tentang struktur dari organisasi
kesehatan dan menjawab pertanyaan yang terkait.
2. Minta mahasiswi untuk membaca kasus mengenai “Jenis
Kelamin, Gender dan Tuberkulosis” dan menjawab pertanyaan
yang ada dibawahnya serta menuliskannya pada kertas.

64
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Sesi 2.4

Pengarusutamaan Kesetaraan Gender

Konsep Inti

Pengarusutamaan gender mengacu pada integrasi peduli gen-


der dalam analisis, formulasi, dan pengawasan kebijakan, program,
dan proyek serta dalam organisasi yang bertujuan untuk
menyampaikan ketidakadilan gender dan ketidaksetaraan antara
laki-laki dan perempuan.

Kebutuhan praktis berbasis gender merupakan kebutuhan yang


bersifat dasar dan segera serta seringkali berkaitan dengan
ketidaklayakan kondisi hidup, perawatan kesehatan dan pekerjaan
seperti perbaikan pusat kesehatan, memastikan persediaan air
bersih dan menyediakan konsultasi keluarga berencana.
Pemusatan terhadap kebutuhan ini tidak mengubah posisi laki-laki
dan perempuan dalam masyarakat.

Kebutuhan strategis berbasis gender berhubungan dengan


pembagian gender dalam bidang pekerjaan, kekuasaan, dan
pengawasan dan boleh jadi meliputi isu seperti hak-hak hukum,
kekerasan domestik, akses ke sumber daya, upah yang adil, dan
kontrol perempuan atas tubuhnya. Pemusatan terhadap
kebutuhan ini membantu perempuan mencapai kesetaraan yang
lebih baik dan menolak untuk berada dibawah laki-laki.

65
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Pendahuluan

Pengarusutamaan gender akhir-akhir ini marak dibicarakan dan dicoba


untuk diterapkan oleh para pengambil kebijakan dalam segala bidang.
Demikian pula dalam bidang kesehatan, mengintegrasikan atau
mengarusutamakan gender sangat penting dilakukan agar program
pengembangan dan organisasi kesehatan lebih memberikan keadilan
dan responsif kepada kebutuhan laki-laki maupun perempuan. Oleh
karena itu, bidan sebagai tenaga kesehatan penting di masyarakat, pun
perlu memahami hal ini.

Pengarusutamaan gender ditujukan agar semua program pembangunan


dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesempatan dan akses
perempuan terhadap program pembangunan, dengan adanya kendali
dan manfaat untuk perempuan. Pengarusutamaan gender bukanlah
aktivitas yang singkat, tetapi merupakan proses yang terus-menerus
dan berkesinambungan. Pengarusutamaan gender sebagai suatu
strategi berkeadilan gender membutuhkan sekurangnya dua aspek
penting (WHO, 2001) yaitu (1) distribusi yang adil oleh laki-laki dan
perempuan, kesempatan, dan keuntungan dari proses pembangunan
pengarusutamaan (2) termasuk pengalaman yang menarik dan visi
perempuan dan laki-laki dalam menentukan permulaan pembangunan,
kebijakan, dan program serta menentukan agenda keseluruhan.

Dalam pengarusutamaan gender, kebutuhan strategis dan praktis


berbasis gender perempuan sebaiknya dipertimbangkan. Kebutuhan
praktis berbasis gender merupakan kebutuhan yang bersifat dasar dan
segera serta seringkali berkaitan dengan ketidaklayakan kondisi hidup,
perawatan kesehatan dan pekerjaan seperti perbaikan pusat kesehatan,
memastikan persediaan air bersih dan menyediakan konsultasi keluarga
berencana. Pemusatan terhadap kebutuhan ini tidak mengubah posisi
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.

66
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Kebutuhan strategis berbasis gender berhubungan dengan pembagian


gender dalam bidang pekerjaan, kekuasaan, dan pengawasan dan boleh
jadi meliputi isu seperti hak-hak hukum, kekerasan domestik, akses ke
sumber daya, upah yang adil, dan kontrol perempuan atas tubuhnya.
Pemusatan terhadap kebutuhan ini membantu perempuan mencapai
kesetaraan yang lebih baik dan menolak untuk berada dibawah laki-
laki.

Ada dua kasus yang sebaiknya dianalisis untuk menentukan apakah


memang pengarusutamaan gender patut dipertimbangkan. Dua kasus
ini dapat menjadi bagian aktivitas belajar siswi. Tetapi, kasus ini akan
didiskusikan dengan teman sekelas dan guru di kelas.

Kasus Pertama

Mendeskripsikan pengarusutamaan gender dalam pelayanan


kesehatan reproduksi di suatu desa oleh seorang bidan. Kasus
ini kemudian dilanjutkan dengan beberapa pertanyaan yang harus
dijawab oleh mahasiswi untuk dijadikan bahan diskusi dalam kelas.
Studi kasus tentang pengarusutamaan gender di pelayanan
kesehatan desa. Di suatu desa di Indonesia, kepala desa yang
baru saja terpilih menginginkan adanya pelayanan perawatan
kesehatan untuk masyarakat. Kepala desa tersebut merasa tertarik
untuk menyediakan layanan kesehatan ibu dan anak untuk
perempuan dan anak-anak karena dia tahu bahwa di kotamadyanya,
tingkat kematian ibu semakin tinggi dan banyak sekali anak-anak
yang tidak divaksinasi dan tidak disediakan gizi yang cukup. Karena
kepala desa tersebut tidak memahami masalah yang berhubungan
dengan perawatan kesehatan, dia memberi saran kepada dewan
desa untuk mengundang himpunan bidan agar dapat
mendiskusikan idenya itu. Dalam rapat dewan desa selanjutnya,
saran bidan tersebut didengar. Saran itu berkaitan dengan lokasi

67
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

pusat kesehatan yang akan dibangun, dan jenis layanan yang akan
disediakan untuk perempuan dan anak-anak. Dalam pertemuan
ini, bidan tersebut juga mengusulkan bahwa kaum pria sebaiknya
terlibat dalam kesehatan ibu dan anak, terutama dalam peningkatan
kesehatan dan kegunaan layanan keluarga berencana, serta
pencegahan penyakit seksual menular. Para laki-laki yang menjadi
tokoh desa menolak ide ini karena mereka berpendapat bahwa
pemeliharaan kesehatan adalah urusan perempuan. Selanjutnya,
mereka mengatakan bahwa sebagian besar laki-laki sibuk di sawah
dan sibuk memasarkan produknya. Bidan desa berpendapat
bahwa keluarga berencana dan pencegahan penyakit seksual
menular tidak akan berhasil karena laki-laki adalah pembuat
keputusan dalam penggunaan alat kontrasepsi dan hal-hal yang
berkenaan dengan penyakit menular seksual. Bidan desa tersebut
juga mengatakan bahwa selain melibatkan laki-laki yang sudah
menikah dan para ayah, perempuan dan laki-laki yang belum
menikah sebaiknya menyetujui adanya layanan pemeliharaan
kesehatan dari fasilitas kesehatan yang diusulkan karena
kesehatan mereka seringkali diabaikan. Tokoh desa tersebut
terlihat tidak menyetujui ide ini dengan alasan dana mereka sangat
terbatas dan prioritas dibuat untuk mereka yang pantas
mendapatkan layanan pemeliharaan kesehatan. Selain itu,
mereka takut bahwa kaum muda boleh jadi memahami ide yang
salah yang berkaitan dengan keluarga berencana dan pencegahan
penyakit menular seksual yang ditawarkan di fasilitas kesehatan.Di
akhir pertemuan, telah diputuskan bahwa tahun depan, sebuah
pusat kesehatan akan dibangun dan layanannya akan dikhususkan
untuk ibu dan anak. Partisipasi laki-laki pada kesehatan ibu dan
anak akan menjadi pilihan, tergantung pada minat dan kesediaan
para ayah. Bidan desa tersebut menambahkan bahwa dia akan
menginformasikan kaum perempuan di komunitasnya tentang
layanan khusus dan informasi yang ingin mereka ketahui, lokasi

68
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

pusat kesehatan, dan aktivitas lainnya. Minggu berikutnya, bidan


tersebut bertemu dengan beberapa ibu muda yang biasa mencuci
pakaian di pinggir sungai di pagi hari. Para ibu muda tersebut
mengusulkan lokasi pusat kesehatan yang akan dibangun
sebaiknya berada di kaki gunung yang dekat dengan sungai karena
mereka, sebagian besar tinggal di dekat kaki gunung. Mereka
berpikir bahwa tempat tersebut dapat diakses dengan mudah.
Mereka juga mengusulkan layanan kesehatan tersebut disediakan
sepanjang hari, tetapi mereka lebih memilih untuk berkonsultasi
antara jam 10 pagi dan jam 3 sore. Mereka mengatakan bahwa
pada jam tersebut, semua pakaian sudah dicuci dan makan siang
telah disiapkan. Para ibu muda tersebut juga menjelaskan bahwa
mereka menginginkan pendidikan kesehatan, terutama tentang
perawatan anak dan keluarga berencana karena pengetahuan
mereka tentang masalah ini sedikit sekali. Mereka mengatakan
bahwa suami mereka harus berpartisipasi dalam program keluarga
berencana karena akan sulit bagi mereka untuk memutuskan hal-
hal yang berkaitan dengan keluarga berencana sendiri. Mereka
juga mengatakan bahwa orang muda dalam keluarga mereka
harus membantu pelayanan pusat kesehatan tersebut karena
anak-anak mereka yang lebih tua juga membutuhkan pelayanan
kesehatan. Beberapa perempuan bahkan menjadi relawan untuk
menolong bidan dalam menyediakan layanan kesehatan di desa.
Bidan tersebut mengatakan bahwa dia akan membawa masalah
ini ke dewan desa. Kemudian sang bidan pergi menemui kepala
desa dan mendiskusikan usulan-usulan yang dia dapat dan dia
dengar. Kepala desa tersebut mengatakan bahwa dia akan
membicarakannya dengan dewan desa dan pemimpin laki-laki
lainnya dalam komunitasnya nanti. Kepala desa merasa terkejut
karena pemimpin laki-laki di komunitas tersebut setuju dengan ide
para perempuan tadi. Mereka juga ingin mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan kesehatan karena mereka tidak ingin

69
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

mengalami kematian ibu dan anak dalam keluarga mereka. Mereka


mengatakan akan mengalami kesulitan memberi makan anak
mereka sehingga mereka berkeinginan untuk memahami keluarga
berencana untuk mengetahui bagaimana mereka dapat menolong
istri mereka. Beberapa diantaranya mengatakan bahwa mereka
butuh layanan kesehatan dan mereka hanya konsultasi dengan
dukun atau penyembuh tradisional karena mereka pikir bidan desa
hanya untuk perempuan hamil dan membantu proses kelahiran.
Akhirnya, dewan desa memutuskan bahwa selain perempuan dan
anak-anak dijadikan prioritas, pusat kesehatan yang akan dibangun
juga akan melibatkan laki-laki dalam hal-hal yang berhubungan
dengan keluarga berencana, pencegahan penyakit menular
seksual, dan kesehatan mereka sendiri. Dewan desa juga akan
membuat program kesehatan untuk orang muda. Bahkan mereka
mengatakan bahwa mereka akan mengalokasikan dana untuk
kebutuhan kesehatan orang muda.

Pertanyaan:

1. Dari hasil pengamatan atau penelitian anda, apakah isu keadilan


gender dipertimbangkan dalam pengadaan layanan kesehatan di
desa anda?

2. Apakah keadilan gender dipertimbangkan dalam pengadaan layanan


kesehatan di desa? Bagaimana caranya?

3. Apakah kebutuhan praktis dan strategis perempuan berbasis gen-


der dipertimbangkan dalam kasus ini? Bagaimana pengarus-
utamaan gender dilakukan dalam kasus ini?

70
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

Kasus Kedua

Kasus kedua menjelaskan situasi perempuan dan laki-laki dalam suatu


organisasi kesehatan. Ada lima pertanyaan yang dapat menjadi acuan
dalam memahami pengarusutamaan gender dalam organisasi
kesehatan.

Bagaimana sensitivitas gender dapat menjadi program organisasi


anda?

 Apakah program tersebut dirancang dan direncanakan


berdasarkan peran dan tanggung jawab laki-laki dan
perempuan yang berbeda, dan perbedaan akses ke dan
kendali atas sumber daya? Perbedaan kekuasaan dan
pengambilan keputusan?

 Apakah rancangan dan pelaksanaan strategi program


mencoba untuk melawan gender yang ada dan hubungan
sosial?

 Apakah perbedaan dampak yang potensial program ini


terhadap perempuan dan laki-laki (dalam kelompok laki-laki
dan perempuan yang berbeda) telah dipertimbangkan?

 Apakah sudah dipastikan intervensi yang dilakukan tidak akan


memperburuk posisi perempuan (atau posisi perempuan yang
lebih miskin dalam hubungannya dengan perempuan yang
lebih kaya)?

 Apakah indikator khusus gender telah diidentifikasi dan


dimasukkan ke dalam sistem pengawasan program dan
pelaksanaan?

Sumber: WHO, 2001

71
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Studi kasus tentang struktur suatu organisasi kesehatan

Di salah satu kantor kesehatan daerah di negara Asia Tenggara,


organisasi tersebut mempunyai struktur sebagai berikut. Petugas
kesehatan daerah yang mengepalai organisasi ini adalah seorang
dokter laki-laki yang berusia 41 tahun yang telah mendapatkan
pelatihan khusus dibidang kesehatan masyarakat dan epidemiologi.
Karena sistem pemerintahan yang bersifat desentralisasi, gubernur
daerah memiliki kekuasaan untuk menunjuk kepala kantor
kesehatan. Direktur kantor kesehatan tersebut telah bertugas
selama 10 bulan. Sebelumnya, ia adalah seorang dokter umum.
Wakil petugas kesehatan daerah tersebut adalah seorang dokter
perempuan, berusia 45 tahun, telah menyelesaikan S2nya dibidang
epidemiologi dan kesehatan masyarakat. Ia telah bertugas selama
5 tahun.

Kantor kesehatan tersebut memiliki lima departemen kesehatan


keluarga dan reproduksi, penyakit menular, penyakit menular
seksual termasuk HIV dan AIDS, fasilitas rumah sakit dan
kesehatan lainnya, penelitian dan perencanaan, peningkatan
kesehatan dan komunikasi, serta pelayanan administrasi. Kecuali
untuk kesehatan keluarga dan reproduksi, kepala enam
departemen yang lain adalah dokter laki-laki. Setiap departemen
setidaknya memiliki dua dokter perempuan dan tiga dokter laki-
laki. Semua sekretaris di departemen yang berbeda adalah
perempuan. Akuntan di pelayanan administrasi adalah laki-laki
sementara penjaga buku juga laki-laki.

Propinsi tersebut memiliki satu rumah sakit pemerintah, 30 pusat


kesehatan,dan 60 stasiun satelit kesehatan. Direktur rumah sakit
pemerintah tersebut adalah dokter laki-laki yang berusia 50 tahun.
Lima dari 30 pusat kesehatan dikepalai oleh dokter perempuan
sementara sisanya dipimpin oleh dokter umum laki-laki. Stasiun

72
Konsep Seks dan Gender Pelajaran 2

satelit kesehatan, dioperasikan oleh bidan profesional. Relawan


kesehatan desa adalah perempuan yang berusia 20an sampai
40an.

Ketika petugas kesehatan daerah ditunjuk untuk bertugas di kantor


pusat, kantor kesehatan daerah tidak memiliki pemimpin. Wakil
petugas tersebut yang merupakan seorang dokter perempuan
ditugaskan sebagai pejabat sementara sampai mendapatkan
pemimpin yang baru. Selama tujuh bulan, pejabat sementara
tersebut berhasil memimpin kantor pusat daerah. Setelah itu,
gubernur menunjuk kepala rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya yakni seorang dokter laki-laki pejabat kesehatan daerah.

Sementara itu, dua unit rumah sakit dan fasilitas lainnya serta
penyakit menular seksual termasuk HIV dan AIDS yang dikepalai
oleh dokter laki-laki tidak mempunyai kepala unit. Walaupun unit
ini memiliki dokter perempuan yang dapat mengelola unit tersebut,
pejabat kantor kesehatan daerah tetap menunjuk dokter laki-laki
untuk memimpin dua unit ini.

Pertanyaan:
1. Melihat struktur organisasi kantor kesehatan tersebut, apakah
kesetaraan gender dipertimbangkan?
2. Untuk membuat organisasi tersebut peka terhadap gender,
apa saja yang harus dipertimbangkan?
3. Apakah penunjukkan dokter perempuan diposisi penting cukup
menjadi bukti bahwa gender telah diarusutamakan?

73
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Uji Kemampuan Diri

1. Apa saja pertimbangan utama dalam pengarusutamaan gen-


der dalam program intervensi?

2. Apa saja faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam


pengarusutamaan gender dalam suatu organisasi?

3. Bagaimana gender dihubungkan dengan kesehatan?

74
PELAJARAN 3

Bidan sebagai
Pemimpin Informal
dan Agen Perubahan
Waktu 4 Jam

75
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Tujuan Khusus

Mahasiswi diharapkan mampu:

1. Mengenal peran dan fungsi bidan sebagai pemimpin informal


dan penggerak perubahan di desa.

2. Menentukan karakteristik bidan yang sensitif gender.

3. Menyadari tantangan yang dihadapi di lapangan.

76
Bidan sebagai Pemimpin Informal dan Agen Perubahan Pelajaran 3

Sesi 3.1

Bidan sebagai Pemimpin Informal

Konsep Inti

Pemimpin adalah seseorang yang membimbing orang lain secara


persuasif. Seorang pemimpin mempengaruhi orang lain untuk
mencapai suatu tujuan.

Penggerak/agen perubahan adalah individu yang berani mengambil


risiko yang membawa ide atau pemikiran baru dan melatihnya
kepada suatu kelompok atau komunitas.

“Pemimpin diciptakan, bukan dilahirkan…gaya kepemimpinan


bisa diperoleh/ditransfer sama seperti kecanggihan atau
keanggunan dalam melakukan sesuatu melalui proses
pembelajaran dan pengalaman.”
(Fred A. Manske,Jr., Secrets of Effective Leadership)

77
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

A. Pendahuluan

Filosofi, paradigma, dan kerangka pemeliharaan kesehatan, kode etik,


sejarah profesi kebidanan telah menunjukkan bahwa bidan memainkan
peranan penting sebagai tenaga kesehatan dan pemimpin informal di
desa tempat ia bertugas. Ia diharapkan memiliki kompetensi untuk
menjadi pelaksana program pembangunan, manajer, pendidik, dan
peneliti. Berdasarkan panduan etika profesi, bidan harus
memperlakukan klien perempuan sebagai rekan kerja. Mereka harus
menghormati perempuan, pilihan dan keputusan perempuan berkaitan
dengan kesehatan reproduksinya. Bidan harus selalu memastikan
terjadinya perlindungan terhadap hak asasi perempuan.

Konsep gender dan perangkatnya telah menjelaskan bahwa


ketidaksetaraan gender menunjukkan baik perempuan dan laki-laki
dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hubungan gender, perempuan
lebih sering berada pada posisi yang tidak menguntungkan karena
kelaziman ideologi patriarkis. Mereka memiliki akses ke dan kendali
yang lebih terbatas atas sumber daya yang tersedia juga dalam
berpartisipasi dalam bidang politik.

Bidan adalah perempuan dan sebagai perempuan, mereka juga berbagi


status dengan perempuan lain di masyarakat. Perbedaannya mungkin
adalah bahwa bidan lebih memiliki kekuatan atau kekuasaan daripada
perempuan biasa karena keahliannya sebagai bidan dan peran mereka
sebagai pemimpin informal di desa mereka.

Untuk menjadi penggerak perubahan yang aktif, bidan sebaiknya tidak


hanya berhubungan dengan klien perempuannya, tetapi juga dengan
suami dan tokoh desa laki-laki. Untuk dapat secara efektif
menyampaikan kebutuhan praktis dan strategis perempuan di desa
mereka. Bidan sebaiknya tidak menolak laki-laki karena mereka sering
kali menjadi pembuat keputusan dan orang yang berpengaruh dalam
keluarga dan komunitas. Bidan sebaiknya bekerjasama dengan
perempuan dan laki-laki dibidang kesehatan dan bidang lainnya untuk
78
Bidan sebagai Pemimpin Informal dan Agen Perubahan Pelajaran 3

mempengaruhi perubahan kebijakan yang akhirnya bertujuan


menghasilkan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan.

Agar percaya diri dalam berkomunikasi dengan orang yang berpengaruh


dan penganut ideologi patriarkis, para bidan harus mempelajari
perangkat kepemimpinan yang efektif sehingga mereka dapat
bernegosiasi dengan kelompok sebelumnya dan pemberi dana untuk
mengadakan perubahan dalam komunitas mereka.

B. Ciri-Ciri Pemimpin dan Kepemimpinan

Apakah Pemimpin Itu?

Pemimpin adalah seseorang yang membimbing orang lain secara


persuasif. Dengan kata lain, seorang pemimpin mempengaruhi orang
lain untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai orang yang berpengaruh,
seorang bidan mempunyai kapasitas untuk menjadi penggerak
perubahan yang efektif. Tetapi, ia harus mengasah kepemimpinannya
agar dapat berperan secara kredibel.

Bagaimana Membangun Kredibilitas Kepemimpinan Bidan?

Mampu menjelaskan nilai-nilai pandangan hidupnya. Nilai-nilai ini


menjadi acuan dalam berpikir, berbicara, dan bertindak. Seorang
pemimpin wajib menerjemahkan nilai-nilai tersebut ke dalam seperangkat
prinsip yang dapat menjadi pedoman bagi masyarakat atau organisasinya.

Sebagai bidan harus mampu menangkap apa yang diinginkan


kliennya. Sebagai pemimpin ia harus mampu membangun pemahaman
tentang nilai-nilai dimana klien berada.

Mampu meyakinkan pengikutnya. Apakah dalam tatap muka satu


per satu atau dalam forum besar, dalam percakapan atau presentasi,
seorang pemimpin harus mampu memberikan pandangan hidupnya
melalui contoh dan cerita.
79
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Berpegang pada hal yang diyakini. Setelah pemimpin meyakinkan


pengikutnya tentang pandangan hidup yang diyakini bisa menjadi
pedoman, mereka harus bisa menjaga wibawa dan kepercayaan yang
diberikan pengikutnya: berbicara tegas, dan mengkritisi ketidak-
konsistenan, atau mendukung orang lain mempertahankan nilai-nilai
tersebut.

Menjadi panutan. Seorang bidan diharapkan menjadi panutan di


tempat ia bekerja.

Seorang bidan yang menjadi pemimpin informal. Seorang bidan


harus mampu memahami dengan jelas nilai dan keyakinan diri sendiri.
Dan menghormati kliennya yang mempunyai kebutuhan yang berbeda-
beda.

Bidan sebagai pendidik kesehatan. Seorang bidan sebaiknya


mengajarkan gaya hidup yang sehat pada perempuan dan keluarganya
termasuk suaminya.

C. Membangun Kapasitas Kepemimpinan Bidan?

Keterampilan yang dibutuhkan bidan untuk menjadi pemimpin yang


efektif, dapat dilakukan melalui penguasaan teknik-teknik berikut:
Prinsip pertama adalah bidan harus mampu untuk membuat
keputusan yang tepat. Ada berbagai macam teknik yang dapat
digunakan dalam mengambil keputusan, diantaranya adalah Teknik
“DO IT”:

D - Define Problem – merumuskan inti permasalahan! Bagian yang


penting adalah identifikasi pertanyaan utama yang bisa mewakili
suatu masalah yang besar di suatu komunitas. Misalnya, “Mengapa
kematian anak baru lahir tinggi di desa ini?” Bila ternyata, masalah
tersebut terlalu besar untuk bisa dicarikan solusinya, dapat dipecah-
pecah menjadi bagian yang lebih kecil sampai batas yang mampu
untuk diatasi.

80
Bidan sebagai Pemimpin Informal dan Agen Perubahan Pelajaran 3

Misalnya:
1. Bagaimana seorang ibu mencari penolong persalinannya?
2. Bagaimana pola hidup ibu selama kehamilan?
3. Tradisi atau kebiasaan apa saja yang biasa dilakukan ibu
selama kehamilannya?
4. Bagaimana ibu merawat kehamilannya?
5. dsb

O - Open Mind and Apply Creative Techniques – setelah batasan


masalah ditentukan, mulai menyusun pemikiran atau ide yang
mungkin untuk memecahkan masalah. Lebih baik untuk
mempunyai lebih dari satu ide, karena kemungkinan mendapatkan
solusi yang lebih baik. Pada tahapan ini, susun saja dahulu dan
jangan mengevaluasi. Kita terapkan beberapa teknik kreatif untuk
menghasilkan sebanyak mungkin ide yang berbeda. Bahkan ide
yang buruk sekalipun boleh jadi menghasilkan ide yang bagus.
Ingatlah bahwa orang lain mempunyai perspektif yang berbeda untuk
suatu masalah. Tanyakan opini dari teman anda sebagai bagian
dari proses ini.

I- Identify the Best Solution – dari susunan daftar ide tersebut,


pilihlah ide/solusi terbaik dari yang anda peroleh. Terlebih dahulu
ide dinilai dan dikembangkan secara rinci sebelum memilih salah
satu.

T - Transform – pada tahap terakhir ini kita harus meluangkan waktu


dan tenaga untuk menyusun rencana tindak nyata yang mungkin
tidak hanya terpusat pada ide awal tetapi perlu memasukkan juga
kegiatan pendukung lainnya untuk melancarkan pelaksanaannya.
Banyak orang yang sangat kreatif tetapi gagal karena tidak bisa
mentransform ide menjadi tindakan nyata, mereka tidak
memasukkan faktor-faktor seperti berapa lama waktu yang
diperlukan (http://w3.mycoted.com/creativity/techniques/doit.php).

81
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Prinsip kedua adalah keterampilan Mengelola Waktu (Time Man-


agement). Dengan menguasai teknik ini, kita bisa tetap berfungsi walau
menghadapi kendala waktu atau lainnya. Prinsip utama adalah
memfokuskan diri pada hasil bukan “sibuk” sendiri.
(http://www.mindtools.com/pages/article/newHTE_00.htm)

Aturan 80:20 atau Prinsip Pareto adalah kesibukan tanpa arah


walaupun memakan waktu 80% dari seluruh kegiatan tapi hanya
menghasilkan 20% dari hasil yang diinginkan. Walaupun perbandingan
ini tidak harus 80:20, tetapi kurang lebih sekitar ini.

Prinsip ketiga adalah mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan,


peluang dan ancaman. Inilah yang disebut dengan analisis SWOT.

S - Strength (Kekuatan)
 Apa keuntungan anda?
 Apakah dilakukan dengan baik? Harus realistis.
 Sumber daya apa yang anda miliki?
 Apa yang orang lain lihat sebagai kekuatan anda?

W - Weakness (Kelemahan)
 Apa yang perlu ditingkatkan?
 Apa yang anda lakukan dengan tidak baik?
 Apa yang harus anda hindari?

O - Opportunities (Kesempatan)
 Di mana anda memperoleh kesempatan yang baik?
 Kecenderungan minat apa yang anda sadari?
Kesempatan yang bermanfaat dapat berasal dari hal-hal berikut:
 Perubahan teknologi
 Perubahan dalam kebijakan pemerintah atau kegiatan lokal
yang terkait dengan bidang anda
 Perubahan pola sosial, profil penduduk, perubahan gaya hidup,
dll.

82
T - Threat (Ancaman)
 Kendala apa yang dihadapi?
 Apa yang dilakukan oleh kompetitor anda?
 Apakah butuh kekhususan dalam pekerjaan anda, perubahan
produk atau pelayanan?
 Apakah anda mempunyai masalah hutang atau cash-flow yang
buruk?

Analisis seperti ini juga bisa dilakukan dengan menggunakan metode


Six Hats yang dikembangkan oleh Dr. Edward de Bono. Six Hats
merupakan alat bantu proses berpikir sebelum mengambil keputusan
sehingga keputusan yang diambil berdasarkan data lengkap, terdiri dari:

White Hat : Informasi, fakta dan data obyektif


Red Hat : Emosi
Black Hat : Kehati-hatian (risiko negatif)
Yellow Hat : Keuntungan (kesempatan)
Green Hat : Ide (kemungkinan-kemungkinan baru)
Blue Hat : Arah, tujuan

Dengan metode ini, seorang bidan menjadi terampil dalam:


 Memecahkan masalah
 Menghasilkan ide lebih banyak dan lebih baik
 Mengurangi konflik
 Berpikir dengan jelas
 Memimpin pertemuan dengan cepat dan produktif

Konsentrasi pada hal yang benar:


Teknik: (jawab pertanyaan berikut)
 Apa yang menjadi ukuran kesuksesan? Temukan apa yang
menjadi target utama yang ingin dicapai, dan bagaimana
pencapaian tersebut diukur?

 Kinerja apa yang dianggap luar biasa? Temukan bagaimana


cara mencapai mereka.

83
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

 Apa yang menjadi prioritas dan apakah sesuai jadwal? Anda


harus mengetahui hal ini sehingga ketika pekerjaan anda
menumpuk, anda tahu apa yang harus difokuskan.

 Sumber daya apa yang tersedia? Gunakan seluruh alat yang


anda kuasai.

 Biaya apa yang dapat diterima? Tentukan keterbatasan yang


dapat dihilangkan.

 Bagaimana hal ini terkait dengan orang lain? Pandangan luas


apa yang harus dilakukan?

Jika anda bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, anda akan


mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan dengan cara yang tepat
dan cermat.

84
Sesi 3.2

Bidan sebagai Pemimpin Informal

Konsep Inti

Berbagai tantangan yang akan bidan hadapi antara lain bagaimana


melakukan pendekatan kepada tokoh agama dan masyarakat di
daerah tempat praktik, mengubah nilai budaya yang menghambat
kesehatan perempuan, serta memberdayakan masyarakat
khususnya peran serta laki-laki menjadi penting untuk diperhatikan.

85
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

A. Pendahuluan

Kebutuhan akan bidan yang terampil, memiliki kepekaan gender dan


terhadap nilai-nilai budaya merupakan hal yang mendesak karena ada
kebutuhan untuk mengurangi penyakit menular dan tingkat kematian
ibu yang tinggi di Indonesia. Kebutuhan ini menjadi penting karena terkait
berkembangnya HIV/AIDS pada perempuan dan anak-anak dan berbagai
beban penyakit yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang
diderita oleh perempuan. Perempuan dan anak perempuan semakin
menjadi rentan terhadap infeksi karena faktor stereotipe gender yang
sudah berlangsung cukup lama, ideologi patriarkis yang diterimanya,
dominasi laki-laki dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam relasi
seksual. Masih berlangsungnya kekerasan berbasis gender, merupakan
praktik budaya yang membahayakan perempuan dan anak perempuan
terutama yang berada di daerah konflik.

B. Tantangan Bidan Sebagai Pemimpin Informal

Tantangan bagi bidan sebagai tenaga kesehatan adalah untuk bisa


berperan sebagai pemimpin informal di desa tempat mereka bekerja.
Diantaranya adalah:
 Kemampuan dalam mengajak pemimpin formal, pemimpin agama,
dan tokoh-tokoh adat, serta suami untuk memahami dan
mendukung berbagai upaya meningkatkan kualitas kesehatan
reproduksi perempuan.

 Keterampilan dalam memahami dan mengubah nilai-nilai budaya


yang menghambat kesehatan perempuan. Contohnya, larangan
makan makanan tertentu ketika hamil. Padahal makanan tersebut
sebenarnya makanan yang banyak mengandung gizi khususnya
untuk ibu hamil. Namun, karena mitos yang berkembang sangat
kuat dalam suatu daerah, dapat berpengaruh besar terhadap
perilaku masyarakatnya. Selain itu mitos yang berkembang seperti
asumsi bahwa meninggal saat hamil itu, berarti mati syahid.

86
Bidan sebagai Pemimpin Informal dan Agen Perubahan Pelajaran 3

 Menguatkan para dukun agar mereka bisa menjadi seorang yang


ikut meningkatkan kesehatan perempuan.

 Keterampilan mendokumentasikan berbagai pengalaman dalam


upaya melibatkan peran serta laki-laki untuk meningkatkan
kesehatan perempuan.

 Penerimaan masyarakat terhadap kepemimpinan oleh perempuan.

 Tidak ada kemampuan untuk memberdayakan masyarakat untuk


berpartisipasi dalam masyarakat dan program kesehatan
reproduksi.

 Lemah dalam mengelola sistem kesehatan.

 Ketidakmampuan unit pemerintahan setempat untuk menyediakan


fasilitas.

 Kualitas pemeliharaan kesehatan reproduksi perempuan yang


beragam.

 Kurangnya keterlibatan laki-laki sebagai rekan kerja perempuan


dalam kesehatan reproduksi.

 Tidak adanya kemampuan dan komitmen untuk mendokumentasi-


kan dan berbagi pengalaman.

 Ketidakmampuan melakukan analisis gender dan konseling


berperspektif gender.

 Kesulitan dalam mengatasi kekakuan birokrasi dan hirarki


kekuasaan.

87
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

C. Bagaimana Bidan Merespon Tantangan

Sebelum hasil Konferensi Kairo tahun 1994, kurikulum bidan telah


diajarkan untuk menjadi bidan yang mampu merawat ibu dan bayinya
dengan baik. Setelah hasil Konferensi Kairo, ada upaya dari pemerhati
kesehatan reproduksi perempuan untuk memampukan bidan melampaui
hanya merawat ibu dan bayinya. Mereka diberi keterampilan cara-cara
berkomunikasi dua arah dengan memperhatikan kebutuhan khas klien
yang mereka hadapi dan dengan mempertimbangkan nilai-nilai budaya
yang perlu diubah agar kesehatan klien bisa ditingkatkan secara opti-
mal. Peran bidan yang baru ini diharapkan bisa menempatkan mereka
sebagai pemimpin informal sekaligus agen perubahan. Mengingat
bahwa didalam lingkungan budaya bahwa suami adalah penentu utama
dan akhir termasuk dalam menentukan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dengan istrinya seharusnya kurikulum bidan juga menyediakan
ajaran-ajaran yang meningkatkan sikap sensitif gender laki-laki.

Kualitas yang perlu dimiliki calon bidan dengan demikian adalah:

1. Bidan Harus Sensitif Gender dan Budaya. Seorang bidan yang


sensitif gender akan peka terhadap situasi yang ada di sekelilingnya.
Peka terhadap hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-
laki dan budaya atau keyakinan, nilai dan praktik situasi sosial
dimana ia bertugas. Ia sebaiknya menggunakan konsep dan
perangkat analisis gender yang berhubungan dengan
pengembangan dan kesehatan agar ia mampu merespon secara
efektif isu-isu ketidakadilan gender. Karena itu, penting sekali
melakukan pelatihan kepekaan gender di pendidikan bidan dan di
tempat kerja untuk mengembangkan sensitifitas gender. Ia juga
harus mempelajari budaya dan masyarakat agar memahami situasi
perempuan dan laki-laki di desanya.

2. Kapasitas untuk berkomunikasi dan memotivasi orang lain


secara efektif. Bidan yang menjadi pemimpin informal adalah
perempuan yang mampu menyebarluaskan gagasannya tentang
88
Bidan sebagai Pemimpin Informal dan Agen Perubahan Pelajaran 3

kesetaraan gender di komunitas tempat ia bertugas. Keterampilan


berkomunikasi peka gender, akan memungkinkan seorang bidan
mampu melakukan kegiatan peningkatan kesehatan secara opti-
mal dan mengajak orang-orang yang mempunyai dana untuk
mengadakan program yang inovatif dan menguntungkan kesehatan
dan kesejahteraan perempuan serta keluarganya. Penting sekali
bagi bidan mempelajari teknik komunikasi yang efektif dalam bentuk
komunikasi dua arah.

3. Kemampuan berkolaborasi dan membentuk jaringan dengan


pemegang dana. Seorang bidan diharapkan dapat bekerja dalam
tim dan berkolaborasi dengan pemegang dana dari pemerintah dan
sektor swasta. Ia sebaiknya mampu membangun jaringan dengan
orang penting karena hal ini diperlukan oleh bidan untuk
menggerakkan jenis sumber daya yang berbeda.

4. Keahlian dalam menggerakkan sumber daya didalam dan diluar


komunitas. Seorang bidan diharapkan mampu untuk
berkomunikasi dan membangun jaringan dengan orang lain secara
efektif. Ia sebaiknya dapat menggunakan sumber daya yang
beragam di dalam dan di luar desa untuk keperluan kesehatan
perempuan dan komunitas tempat ia bertugas.

5. Kemampuan untuk merencanakan atau merancang,


melaksanakan atau mengelola suatu program atau proyek.
Pemimpin yang efektif mempunyai kemampuan untuk
merencanakan dan mengelola, mampu melakukan ventura dengan
mudah di desanya. Hal ini juga mengimplikasikan bahwa ia harus
tahu perangkat dasar untuk perencanaan dan pengelolaan.

6. Kapasitas untuk memanfaatkan dan menghimpun bukti dalam


merencanakan program dan mengambil keputusan. Seorang
Bidan yang efektif sebaiknya memiliki kapasitas untuk menghimpun
data yang berguna untuk merencanakan dan merancang program
dan proyek dalam komunitas. Ia harus mampu menggunakan data
89
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

untuk membuat keputusan yang menguntungkan bagi perempuan


dan keluarganya. Karena itu, pengetahuan tentang teknik penelitian
dan penggunaan data penelitian sangat penting agar ia mampu
mengembangkan program atau mengambil keputusan berdasarkan
bukti yang ada untuk program dan kebijakan. Hal ini juga akan
membuat pemimpin tersebut mendokumentasikan pengalamannya
selama di lapangan secara reguler agar ia dapat berbagi
pengalaman atau pelajaran dengan koleganya dan sektor lain yang
tertarik termasuk orang berkecimpung dibidang akademik.

7. Pengambilan keputusan dan kemampuan untuk membuktikan


dan membuat keputusan yang etis. Seorang bidan yang dapat
mengambil keputusan dengan tegas setelah mempelajari informasi
yang ia punya sesuai dengan etika kebidanan.

8. Kejujuran/integritas dan menghormati pendapat orang lain.


Seorang bidan sebaiknya menghormati orang yang berhubungan
dengannya dan dia tidak boleh membohongi mereka dalam rangka
mencapai tujuan dan programnya. Ia harus menghormati pendapat
anggota komunitas yang lain. Ia sebaiknya mampu menjelaskan
fakta dan isu untuk dapat memberikan alasan tentang keputusan
yang ia ambil. Ia harus jujur dalam bertransaksi dengan anggota
komunitas.

9. Komitmen untuk mencapai tujuan program. Seorang bidan yang


efektif adalah orang yang mendedikasikan diri dalam mencapai
tujuan programnya. Karena itu ia haruslah orang dapat diandalkan
atau bertanggung jawab terhadap tindakannya kepada komunitas
tempat ia bertugas.

10. Indonesia berada dalam periode perubahan yang besar. Saat


ini adalah waktunya untuk membuka dialog tentang pandangan
tradisional dan perubahan persepsi mengenai pentingnya kesehatan
perempuan. Siapa yang akan menjadi pemimpin dan apa saja yang

90
diperlukan untuk menjalankan praktik kepemimpinan yang efektif.
Ada beberapa kesempatan yang terbuka untuk kemajuan dan
tantangan bagi perempuan dan laki-laki yang bersedia untuk menjadi
pemimpin. Kenyataannya, salah satu petualangan yang
menyenangkan di era ini adalah bahwa bakat dan keterampilan
memimpin seorang perempuan semakin lama semakin diakui.

Seorang bidan yang mampu merespon terhadap berbagai


tantangan sebagaimana tertera diatas, akan bisa berperan menjadi
agen perubah.

91
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Kegiatan Pembelajaran

Carilah seorang bidan di sekolah dan di suatu komunitas. Menurut


anda, apakah bidan tersebut seorang pemimpin yang baik dan
penggerak perubahan. Buatlah dua atau tiga halaman esai yang
menjelaskan bidan yang inovatif ini.

Uji Kemampuan Diri

1. Apa saja yang dapat membuat orang menjadi pemimpin yang


baik?

2. Bagaimana seorang pemimpin membuat dirinya dipercaya


oleh komunitas tempat ia bertugas?

3. Jelaskan tantangan utama yang dihadapi bidan saat ini!

4. Bagaimana seorang bidan merespon tantangan kerjanya di


komunitasnya?



92
PELAJARAN 4

Hak Asasi Manusia dalam


Pelayanan Kebidanan
Waktu 4 Jam

93
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Tujuan Khusus

Mahasiswi diharapkan mampu:

1. Memahami dasar-dasar tentang hak asasi manusia, terutama


hak kesehatan.

2. Menjelaskan sejarah HAM.

3. Mengetahui prinsip-prinsip dasar HAM.

4. Mampu menjelaskan tentang bidan, perempuan dan HAM.

94
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kebidanan Pelajaran 4

Sesi 4.1

Pemahaman Dasar tentang HAM

Konsep Inti

HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat manusia


sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara
hukum, pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia
bersifat universal dan tidak dapat dicabut; tidak bisa dibagi, saling
berkaitan dan tak bisa dipisah-pisahkan. Kesehatan merupakan
dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan, tanpa kesehatan,
seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional, seseorang
tidak akan mampu memperoleh hak-hak lainnya.

95
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

A. Apa Itu Hak Asasi Manusia (HAM)

Setiap orang pasti memiliki jawaban masing-masing apa yang dimaksud


dengan hak asasi manusia (HAM). Pengertian dan pemahaman tentang
hak asasi manusia memang sangat luas, terbuka, dan akan terus
berkembang sesuai dengan dinamika zaman. Konsepsi tentang hak
asasi manusia inipun tidak akan bisa terdefinisikan secara mutlak.
Bahkan siapapun akan bisa mendefinisikan, mengartikan, dan
memahami hak asasi manusia dengan penafsirannya masing-masing,
tidak terkecuali oleh mereka yang bermaksud untuk melawan dan
menyingkirkan HAM (Komnas-HAM, 2006).

Secara umum, HAM didefinisikan sebagai hak-hak yang bersifat kodrati


dan universal. Secara lebih detail, di dalam UU No. 39 Tahun 1999
Pasal 1 Butir 1, HAM didefinisikan sebagai seperangkat hak yang
melekat pada hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Keberadaan hak-hak ini sudah melekat dengan
sendirinya pada diri manusia dan tidak ada kekuasaan apapun di dunia
ini yang dapat merampas atau mencabutnya. HAM bukanlah pemberian
negara. Negara justru memiliki kewajiban dan bertanggung jawab untuk
menghormati, melindungi, dan memenuhinya (Komnas-HAM, 2006).

B. Sejarah HAM

Hak Asasi Manusia sebenarnya telah ada sejak dahulu tepatnya sejak
zaman Nabi Musa dibangkitkan untuk memerdekakan umat Yahudi dari
perbudakan Mesir, manusia sudah mulai menyadari pentingnya HAM.
Yang pada enam ratus tahun kemudian barulah kitab suci AlQur’an
menurunkan hak-hak asasi manusia, antara lain yang dimuat dalam
Piagam Madinah.

96
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kebidanan Pelajaran 4

Terjadinya penindasan dan kesewenang-wenangan yang mengakibatkan


penderitaan manusia, merupakan awal pembuka kesadaran tentang
konsep HAM. Catatan sejarah menunjukan hal ini, sehingga menjadi
tidak berlebihan jika dikatakan, sejarah HAM adalah korban. Pada
mulanya korban-korban itulah yang menemukan dan meneriakkannya
(Komnas-HAM, 2006).

Jika Magna Carta yang dicetuskan pada tahun 1215 dianggap sebagai
tonggak awal dari kelahiran HAM (sebagaimana yang banyak diyakini
oleh pakar sejarah Eropa), maka bisa dibayangkan betapa panjang dan
lamanya proses perjalanan HAM dari mulai ditemukan sampai kemudian
dikodifikasi oleh DUHAM pada tahun 1948. Begitu pun dalam hal
penegakannya (dihormati, dipenuhi, dan dilindungi). Dibutuhkan 10
tahun agar dua konvenan utama HAM (Konvenan Hak Sipil dan Politik
dan Konvenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) bisa efektif berlaku,
dari mulai diterapkannya tahun 1966 sampai kemudian efektif
diberlakukan tahun 1976 (Komnas-HAM, 2006).

Sejarah perjuangan penegakan HAM di Indonesia sendiri, secara


sederhana dapat dibagi menjadi empat periode waktu, yaitu zaman
penjajahan (1908-1945), masa pemerintahan Orde Lama (1945-1966),
periode kekuasaan Orde Baru (1966-1998), dan pemerintah reformasi
(1998-sekarang). Fokus perjuangan menegakkan HAM pada zaman
penjajahan adalah untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia
agar bisa terbebas dari imperialisme dan kolonialisme. Sedang pada
masa Orde Lama, upaya untuk mewujudkan demokrasi menjadi esensi
yang diperjuangkan. Demikian juga pada masa Orde Baru yang memiliki
karakter kekuasaan yang otoriter. Pada periode ini, HAM malah kerap
ditafsirkan sesuai dengan kepentingan politik dan kekuasaan. Akibatnya,
perjuangan penegakkan HAM selalu terbentur oleh dominasi penguasa.
Pada era reformasi, perjuangan menegakkan HAM mulai menjangkau
aspek yang lebih luas, terutama menyangkut pemenuhan hak ekonomi,
sosial, dan budaya (Komnas-HAM, 2006).

97
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Secara legal-formal, Indonesia sendiri telah membuat langkah-langkah


konkrit dalam upayanya untuk turut serta dalam pemajuan dan
perlindungan HAM. Hingga 2005 Indonesia telah meratifikasi dua
Konvenan Induk dan empat Konvensi HAM utama. Selain itu, dengan
telah diamandemennya Undang-Undang Dasar 1945, HAM juga telah
menjadi hak yang konstitusional (Komnas-HAM, 2006).

C. Prinsip Dasar HAM

“Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan


hak yang sama. Mereka dikaruniai akan budi dan hati nurani dan
hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat
persaudaraan”.

Pada dasarnya seluruh instrumen HAM disusun dalam rangka


melindungi, menghormati, dan/atau meninggikan martabat manusia.
Selain itu, nilai-nilai lain yang dipandang tak kalah pentingnya adalah
kesetaraan (equality) dan kebebasan (liberty). Kedua kata ini pun bisa
dengan mudah ditemukan pada dokumen-dokumen tentang hak asasi
manusia(Komnas-HAM, 2006).

Hak asasi manusia bersifat universal dan tak dapat dicabut; tidak bisa
dibagi, saling berkaitan dan tak bisa dipisah-pisahkan. Hak asasi
bersifat universal karena setiap orang terlahir dengan hak yang sama,
tanpa memandang dimana mereka tinggal, jenis kelamin atau ras,
agama, latar belakang budaya atau etnisnya. Tak bisa dicabut karena
hak-hak setiap orang itu tidak akan pernah bisa ditanggalkan dan direbut.
Saling bergantung satu sama lain dan tak bisa dipisah-pisahkan karena
semua hak itu-baik hal sipil, politik, sosial, ekonomi, maupun budaya-
kedudukannya setara dan tidak akan bisa dinikmati sepenuhnya tanpa
adanya pemenuhan hak-hak lainnya. Setiap orang diperlakukan secara
setara, dan diberi hak pula untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang akan berpengaruh pada hidupnya. Mereka
menegakkannya dengan peraturan hukum dan dikuatkan dengan adanya

98
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kebidanan Pelajaran 4

jaminan penuntutan terhadap para pengemban tanggung jawab


(negara) untuk mempertanggungjawabkannya dengan standar
internasional(Komnas-HAM, 2006).

Dalam reduksi pasal 2 sampai pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 tentang


Hak Asasi Manusia, Bab II berjudul Asas-Asas Dasar dijelaskan bahwa
ada empat prinsip dasar HAM, yaitu kebebasan, kemerdekaan,
persamaan, dan keadilan.

a. Prinsip dasar kebebasan


Kebebasan sebagai penghormatan seturut citra Sang Pencipta
kepada martabat manusia selaku penciptaan, dan manusia diberi
kebebasan oleh Sang pencipta untuk berkuasa atas semua ciptaan
lainnya.

b. Prinsip dasar kemerdekaan


Manusia telah diberi kebebasan oleh Sang Pencipta sejak
penciptaan. Oleh karena itu, manusia harus dibiarkan merdeka,
dalam arti tidak boleh dijajah, dibelenggu, atau dipasung dalam
bentuk apapun.

c. Prinsip dasar persamaan


Setiap manusia berasal dari produk yang satu dan sama, yaitu
ciptaan Tuhan: maka manusia sesama ciptaan Tuhan tidak berhak
membeda-bedakan manusia yang satu dengan yang lainnya.

d. Prinsip dasar keadilan


Prinsip persamaan di hadapan hukum dan pemerintahan
merupakan ciri utama negara hukum dan negara demokrasi. Tujuan
utama negara hukum dan negara demokrasi adalah menjamin
adanya dan tegaknya keadilan.

99
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

D. HAM Bidang Kesehatan

Kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa


kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional,
seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-hak lainnya. Sehingga
kesehatan menjadi salah satu ukuran selain tingkat pendidikan dan
ekonomi, yang menentukan mutu dari sumber daya manusia (Human
Development Index)(Afandi, 2008).

Hak Kesehatan termaktub dalam isi Kovenan Internasional tentang hak


Ekosob, yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tanggal 28 Oktober
2005 melalui UU No. 11 tahun 2005. Secara rinci, berikut pernyataan
Pasal 12 mengenai hak kesehatan dalam Kovenan Internasional tentang
Hak Ekosob.

Hak Kesehatan: Pasal 12


1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap
orang untuk mengenyam standar kesehatan fisik dan mental
yang tertinggi.
2. Langkah-langkah yang akan diambil Negara-negara Pihak pada
Kovenan ini guna mencapai realisasi sepenuhnya hak ini,
diantaranya termasuk:
a. Ketentuan untuk menurunkan tingkat kematian bayi saat
kelahiran dan kematian bayi serta perkembangan anak
secara sehat;
b. Perbaikan semua aspek kebersihan lingkungan dan
industri;
c. Pencegahan, pengobatan dan pengendalian epidemi,
endemi, penyakit yang timbul di lingkungan kerja dan
penyakit-penyakit lainnya;
d. Penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua
pelayanan dan perhatian medis di kala sakit.

100
Hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia telah diakui dan diatur
dalam berbagai instrumen internasional maupun nasional. Jaminan
pengakuan hak atas kesehatan tersebut secara eksplisit dapat dilihat
dari beberapa instrumen sebagai berikut (Afandi, 2008):

a. Instrumen Internasional
1. Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR).
2. Pasal 6 dan 7 International Covenant on Civil and Political
Rights (ICCPR).
3. Pasal 12 International Covenant on Economic, Social and
Cultural Right (ICESCR).
4. Pasal 5 International Convention on the Elimination of All Forms
of Racial Discrimination (ICERD).
5. Pasal 11, 12 dan 14 Convention on the Elimination of All Forms
of Discrimination against Women (Women’s Convention).
6. Pasal 1 Convention against Torture and Other Cruel, Inhu-
man or Degrading Treatment or Punishment (Torture Conven-
tion, or CAT).

b. Instrumen Nasional
1. Amandemen II Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
2. Pasal 9 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
3. Pasal 4 UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
4. UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Instrumen kovenan dan berbagai instrumen internasional hak asasi


lainnya dijabarkan melalui berbagai tahapan dalam forum-forum
internasional. Dua bentuk nyatanya yaitu: Human Development Index
atau Indeks Pembangunan Manusia dan Millenium Development Goals
(MDGs). HDI atau Indeks Pembangunan Manusia adalah instrumen
yang dikembangkan oleh UNDP, yang mengukur tingkat kemajuan
perkembangan manusia suatu negara atau daerah, terdiri dari indeks
pengetahuan, indeks kesehatan dan indeks ekonomi. Sementara MDGs

101
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

adalah konsensus global yang disepakati pada akhir abad ke 20, yang
menyatakan delapan target pencapaian pembangunan millenium tahun
2015, yang tiga diantaranya adalah target kesehatan: (1) mengurangi
kematian balita; (2) meningkatkan kesehatan ibu; dan (3) memerangi
HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya (Rukmini, 2006).

Dengan demikian, maka sesungguhnya tiap gangguan, intervensi atau


ketidak-adilan, ketidak-acuhan, apapun bentuknya yang mengakibatkan
ketidak-sehatan tubuh manusia, kejiwaannya, lingkungan alam dan
lingkungan sosialnya, pengaturan dan hukumnya, serta ketidak-adilan
dalam manajemen sosial yang mereka terima, adalah merupakan
pelanggaran hak mereka, hak manusia.

102
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kebidanan Pelajaran 4

Sesi 4.2

Bidan, Perempuan dan HAM

Konsep Inti

Hak-Hak Reproduksi mencakup hak-hak asasi manusia tertentu


yang sudah diakui secara nasional maupun internasional. Adalah
kewajiban Negara untuk menjamin hak-hak tersebut dapat dipenuhi.
Kondisi kesehatan perempuan setelah ratifikasi Kovenan Ekonomi,
Sosial dan Budaya (Ekosob) oleh Pemerintah Indonesia tahun 2006
masih sangat memperihatinkan. Perlu keseriusan Pemerintah dan
pelaksana di lapangan untuk mengatasinya. Ketika seorang bidan
menghadapi situasi yang berpotensi membahayakan diri atau or-
ang lain, apakah dikarenakan ketiadaan hak asasi manusia,
kekejaman atau kekerasan, atau praktik budaya, mempunyai
tugas etik untuk mengintervensi dengan perilaku yang tepat
untuk menghentikan bahaya dengan tetap memikirkan
keselamatan dirinya dari bahaya selanjutnya.

103
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

A. Permasalahan dan Upaya dalam Pencapaian


Hak Kesehatan Perempuan di Indonesia

Sebelum ICPD di Kairo 1994, banyak pemerintah hanya melihat


kesehatan reproduksi dalam kepentingan kekuasaan-kontrol
kependudukan agar berdaya guna secara ekonomi dan politik.
Khususnya mengontrol tubuh –’kesuburan’- perempuan (contoh: Pro-
gram KB - yang menempatkan perempuan sebagai objek). Pada ICPD
1994, pemahaman tersebut dikoreksi. Dalam melihat soal
kependudukan dan soal-soal pembangunan, manusia (laki-perempuan)
ditempatkan sebagai individu yang memiliki otonomi untuk mengontrol
tubuh dan seksualitasnya serta memiliki hak untuk menikmati standar
tertinggi dari kesehatan baik secara fisik, psikis maupun sosial.
Kesehatan Reproduksi kemudian didefinisikan sebagai (Munti, 2010):
“Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, dan
bukan hanya ditandai dengan tidak adanya penyakit atau kelemahan,
dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan
fungsi-fungsi serta proses-prosesnya.” Karena itu, kesehatan reproduksi
juga berarti seseorang dapat mempunyai kehidupan seksual yang aman
dan memuaskan dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin
melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah.

Termasuk keadaan terakhir ini adalah hak laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara-cara
keluarga berencana yang aman, efektif, terjangkau, dan dapat diterima,
yang menjadi pilihan mereka, serta metode-metode lain yang mereka
pilih untuk pengaturan fertilitas yang tidak melawan hukum; dan hak
untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan yang tepat, yang
akan memungkinkan para perempuan dengan selamat menjalani
kehamilan dan melahirkan anak; dan memberikan kesempatan yang
terbaik kepada pasangan-pasangan untuk memiliki bayi yang sehat.
Kesehatan Reproduksi juga mencakup kesehatan seksual, yang
bertujuan meningkatkan status kehidupan dan relasi-relasi personal,

104
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kebidanan Pelajaran 4

bukan semata-mata konseling dan perawatan yang berhubungan


dengan reproduksi dan penyakit menular seksual.

Mengingat rumusan diatas, Hak-Hak Reproduksi mencakup hak-hak


asasi manusia tertentu yang sudah diakui secara nasional maupun
internasional. Adalah kewajiban Negara untuk menjamin hak-hak tersebut
dapat dipenuhi. Dalam Konferensi Perempuan sedunia pada tahun
1999, ditegaskan kembali bahwa Hak-hak asasi perempuan adalah
“Mencakup hak perempuan untuk memiliki kontrol dan keputusan secara
bebas dan bertanggung jawab atas persoalan-persoalan berkenaan
dengan seksualitas mereka, termasuk kesehatan reproduksi dan
seksual, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan. Relasi yang
sama antara laki-laki dan perempuan berkenaan dengan hubungan
seksual dan reproduksi, penghargaan dan persetujuan yang sama, dan
saling bertanggung jawab terhadap perilaku seksual serta konsekuensi-
konsekuensinya” (Deklarasi Beijing, Platform For Action, 1999).
Begitupun dalam Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang telah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia melalui UU No.7 Tahun 1984. Bahwa
“Diskriminasi terhadap perempuan adalah setiap pembedaan,
pengucilan, pembatasan yang mempunyai tujuan atau pengaruh yang
akan mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau
penggunaan HAM bagi/oleh perempuan, terlepas dari status
perkawinannya”(Pasal 1).

Pada kenyataannya, jauh setelah ICPD 1994, kondisi kesehatan


reproduksi di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Kasus
kekerasan berbasis gender/kekerasan terhadap perempuan terus
meningkat setiap tahunnya. Kasus KDRT menempati posisi tertinggi
(52%) dimana kekerasan terhadap istri (KTI) secara fisik, psikis, seksual
dan penelantaran oleh suami merupakan yang dominan (95%).

Problem yang juga sangat memprihatinkan dan mencolok mata dari


kesehatan perempuan adalah fenomena tingginya angka kematian

105
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

perempuan/ibu (AKI) di Indonesia, yakni 228/100.000 kelahiran hidup,


masih jauh dari target MDGs yaitu 110/100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015.

Fakta kematian perempuan tersebut jelas merupakan pelanggaran hak


asasi manusia yakni:

1. Hak untuk hidup bagi perempuan yang dalam proses reproduksinya


menghadapi risiko gangguan fisik dan mental, kecacatan dan
kematian, dan

2. Hak untuk mendapatkan pelayanan standar yang berkualitas,


termasuk pemanfaatan teknologi kesehatan reproduksi dan
informasi terkait, tanpa adanya diskriminasi.

Perempuan juga masih terancam kematian karena penyakit terkait or-


gan reproduksinya. Salah satunya kanker leher rahim yang menempati
peringkat tertinggi penyebab kematian perempuan Indonesia. Namun
pencegahan tidak dapat dilakukan sejak dini akibat stigmatisasi/
perlakuan diskriminatif dari petugas kesehatan terhadap perempuan
dewasa lajang yang ingin memeriksakan kesehatan reproduksi mereka
seperti papsmear. Seolah-olah kesehatan hanya diperuntukkan bagi istri
atau seorang ibu dalam relasi perkawinan. Diluar itu, terdapat stigma
yang menyudutkan perempuan yang pada dasarnya berhak atas layanan
kesehatan yang sama.

Permasalahan lain adalah masih banyaknya anggota masyarakat yang


merasakan ketidakpuasan terhadap pelayanan pemerintah yang
ditunjukkan melalui pelayanan di Rumah Sakit (RS) Pemerintah. Data
Litbangkes DepKes tahun 2005 menunjukkan sekitar 56,6% masyarakat
yang merasa kurang puas saat mendapatkan pelayanan rawat inap pada
pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah (Gobel, 2010).
Ratifikasi kovenan Ekosob oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2006,
juga belum memberikan perbaikan yang bermakna terhadap situasi
kesehatan masyarakat di Indonesia. Jumlah kasus HIV terus melonjak

106
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kebidanan Pelajaran 4

dari 19.973 kasus pada tahun 2009 menjadi 24.131 kasus pada 2010
(Profil Kesehatan Indonesia 2010; 52); penduduk Indonesia yang
mengalami gangguan jiwa sebanyak 3% sampai 5% dari total jumlah
penduduk dan setiap tahun mengalami peningkatan 10% sampai 20%;
pada tahun 2007 angka kematian balita 44 per 1000 kelahiran sementara
angka kematian ibu 228 per 100.000 kelahiran; sementara data
Riskesdas pada tahun 2010 menyebutkan bahwa hanya sekitar 53.8%
anak usia 12-23 bulan yang mendapat imunisasi lengkap, 50 juta orang
berisiko kekurangan yodium, 40% perempuan hamil menderita anemia
dan 20% penduduk terjangkit malaria(Gobel, 2010).

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh kelompok perempuan untuk


memperluas pengakuan atas Hak-hak Reproduksi perempuan, antara
lain: memperjuangkan lahirnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan KDRT (memasukkan kekerasan seksual dalam rumah
tangga sebagai perbuatan pidana). Perlindungan terhadap perempuan
dan anak perempuan dari praktik-praktik perdagangan orang
(memasukkan eksploitasi pelacuran dan seksual sebagai modus dan
tujuan trafiking) dalam UU No. 21 Tahun 2007. Upaya amandemen UU
No. 1 Tahun 1974, terutama untuk menghapus ketentuan soal
domestikasi perempuan, poligami, batas usia perkawinan bagi anak
perempuan. Serta, mendorong Revisi UU Kesehatan dengan
memasukkan bab Kesehatan Reproduksi.

Undang-Undang Kesehatan yang baru telah disahkan pada tanggal 13


Oktober 2009. Memang masih banyak kelemahan di dalamnya. Terlihat
dari masih adanya pasal-pasal yang tidak memberi kepastian hukum
yang sama bagi semua orang untuk mengakses layanan kesehatan
tanpa diskriminasi. Contohnya dalam Pasal 81 butir a karena mereduksi
hak atas kesehatan seseorang yang seharusnya bersifat individual
menjadi direduksi atas dasar status perkawinannya. Walaupun
demikian, setidaknya melalui UU Kesehatan yang baru, Kesehatan
Reproduksi telah dimuat menjadi satu bab tersendiri.

107
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

B. Peran Bidan Sebagai Implementor HAM

Peningkatan HAM perempuan merupakan prasyarat yang tidak bisa


ditawar-tawar untuk mengantisipasi persoalan kesehatan perempuan.
Meningkatkan penghargaan/penghormatan serta pengakuan akan hak-
hak asasi manusia perempuan merupakan hal yang krusial dan
prasyarat bagi pemenuhan kesehatan perempuan. Terutama
mengembalikan kapasitas perempuan untuk menikmati hak-hak
fundamentalnya sebagai manusia yang otonom, dan memiliki kontrol
penuh atas integritas tubuh/seksualitasnya. Yakni, bagaimana
perempuan terbebas dari kehamilan yang tidak diinginkan dengan
meningkatkan hak-hak perempuan atas otonomi tubuhnya. Bagaimana
terhindar dari penyakit (IMS/ISR termasuk dari HIV/AIDS) dan ancaman
kematian. Bagaimana perempuan terbebas dari kekerasan termasuk
hubungan seksual (hak untuk menikmati hubungan seksual yang aman
(safe), terlindungi (protected) dan dikehendaki (wanted).

Pelanggaran atau kurangnya perhatian terhadap hak asasi manusia


berdampak buruk bagi kondisi kesehatan (misal praktik tradisional yang
membahayakan, perlakuan menganiaya/tidak berperikemanusiaan,
merupakan kekerasan terhadap perempuan dan anak). Oleh karena
itu, bidan harus mendukung kebijakan dan program yang dapat
meningkatkan hak asasi manusia di dalam menyusun atau
melaksanakannya (misal tidak ada diskriminasi, otonomi individu, hak
untuk berpartisipasi, pribadi dan informasi). Karena perempuan lebih
rentan terhadap penyakit, dapat dilakukan langkah-langkah untuk
menghormati dan melindungi perempuan (misal terbebas dari
diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, peran gender, hak atas
kesehatan, makanan, pendidikan dan perumahan).

Konfederasi Bidan Internasional (ICM) mendukung seluruh upaya untuk


memberdayakan perempuan dan untuk memberdayakan bidan sesuai
hak asasi manusia dan sebuah pemahaman tentang tanggung jawab
yang dipikul seseorang untuk memperoleh haknya.

108
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kebidanan Pelajaran 4

ICM menyatakan keyakinannya, sesuai dengan Kode Etik Kebidanan


(1993), Visi dan Strategi Global ICM (1996), definisi bidan yang
dikeluarkan oleh ICM/FIGO/WHO (1972) dan Deklarasi Universal PBB
tentang Hak Asasi Manusia (1948), yang menyatakan bahwa perempuan
patut dihormati harkat dan martabatnya sebagai manusia dalam segala
situasi dan pada seluruh peran yang dilalui sepanjang hidupnya.

Konfederasi juga meyakini bahwa seluruh individu harus diperlakukan


dengan rasa hormat atas dasar kemanusian, dimana setiap orang harus
merujuk pada hak asasi manusia dan bertanggung jawab atas
konsekuensi atau tindakan untuk menegakkan hak tersebut.

Konfederasi juga meyakini bahwa salah satu peran terpenting dari bidan
adalah untuk memberikan secara lengkap, komprehensif, penuh
pengertian, kekinian (up-to-date) dan berdasarkan ilmu pendidikan serta
informasi dasar sehingga dengan pengetahuannya perempuan/keluarga
dapat berpartisipasi di dalam memilih/memutuskan apa mempengaruhi
kesehatan mereka dan menyusun serta menerapkan pelayanan
kesehatan mereka.

Penerapan sebuah etika dan pendekatan hak asasi manusia pada


pelayanan kesehatan harus menghormati budaya, etnis/ras, gender dan
pilihan individu di setiap tingkatan di mana tidak satupun dari hasil ini
membahayakan kesehatan dan kesejahteraan perempuan, anak dan
laki-laki. Ketika seorang bidan menghadapi situasi yang berpotensi
membahayakan diri atau orang lain, apakah dikarenakan ketiadaan hak
asasi manusia, kekejaman atau kekerasan, atau praktik budaya,
mempunyai tugas etik untuk mengintervensi dengan perilaku yang
tepat untuk menghentikan bahaya dengan tetap memikirkan
keselamatan dirinya dari bahaya selanjutnya (diadaptasi dari the Inter-
national Confederation of Midwives Council, Manila, May 1999).

109
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Kerangka Konsep Bidan dengan Kaca Mata Gender

Lingkaran dalam: Aktualisasi penghargaan hak-hak perempuan sebagai


hak asasi perempuan dan memandang hak-hak reproduksi sebagai hak-
hak perempuan karena kita ingin menghasilkan bidan yang sensitif gender.

Lingkaran tengah: Bidan yang sensitif gender.


Mengakui bahwa:

 Hak-hak perempuan adalah hak-hak manusia dan hak-hak


reproduksi adalah hak-hak perempuan. Bidan yang sensitif gen-
der melihat pasiennya dari konteks kehidupan sosialnya di
masyarakat.

 Bidan yang sensitif gender tidak hanya menangani masalah fisik


pasiennya saja.

 Seorang bidan harus menekankan di dalam benaknya bahwa isu


gender merupakan kunci dalam meningkatkan kualitas pelayanan
perempuan, dan secara tidak langsung memperbaiki kualitas
kesehatan laki-laki dan seluruh keluarga, termasuk masyarakat.

Lingkaran luar: Dalam memberikan pelayanan kepada perempuan,


pertimbangkan: Pluralitas, Etnis, usia dan sebagainya. Toleransi dan
sifat sensitif terhadap elemen agama merupakan kunci keberhasilan
sebuah program kesehatan.
110
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kebidanan Pelajaran 4

Kegiatan Pembelajaran

Bagikan lembar kasus “Mengapa Lena Meninggal” Diskusikan:

1. Adakah dalam cerita itu hak-hak yang terlanggar atau


dilanggar?

2. Jika ada, siapa saja yang dianggap sebagai pelangar hak?

3. Hak-hak siapa sajakah yang terlanggar atau dilanggar?

4. Hak-hak apa yang terlanggar atau dilanggar?

Uji Kemampuan Diri

Instruksi: Jawablah pertanyaan berikut.

1. Faktor-faktor utama apa sajakah yang menurut anda menjadi


penyebab timbulnya pelanggaran HAM oleh bidan?

2. Apa yang bisa dilakukan oleh bidan untuk mengeliminasi dari


tindakan-tindakan yang bisa dikategorikan sebagai bentuk
pelanggaran HAM.

111
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

112
Lampiran 1

Pelajaran 1

Paradigma Kebidanan

Paradigma kebidanan adalah suatu cara pandang bidan dalam


memberikan pelayanan. Keberhasilan pelayanan tersebut dipengaruhi
oleh pengetahuan dan cara pandang bidan dalam kaitan atau hubungan
timbal balik antara manusia/perempuan, lingkungan, perilaku, pelayanan
kebidanan dan keturunan.

Uraian paradigma kebidanan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perempuan
Perempuan/manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial-kultural dan
spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang
bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Perempuan/ibu adalah penerus generasi keluarga dan bangsa
sehingga keberadaan perempuan yang sehat jasmani dan rohani
serta sosial sangat diperlukan. Perempuan/ibu adalah pendidik
pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat
ditentukan oleh keberadaan/kondisi dari perempuan/ibu dalam
keluarga. Para perempuan di masyarakat adalah penggerak dan
pelopor dari peningkatan kesejahteraan keluarga.

b. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat
dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktivitasnya.
Lingkungan tersebut meliputi lingkungan fisik, lingkungan psiko
sosial, lingkungan biologis dan lingkungan budaya. Lingkungan
psiko sosial meliputi keluarga, kelompok, komuniti dan masyarakat.

113
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Ibu selalu terlibat dalam interaksi antara keluarga, kelompok


komuniti maupun masyarakat. Masyarakat merupakan kelompok
yang paling penting dan kompleks yang telah dibentuk manusia
sebagai lingkungan sosial. Masyarakat adalah lingkungan pergaulan
hidup manusia yang terdiri dari individu, keluarga, kelompok dan
komuniti yang mempunyai tujuan dan sistem nilai, ibu/perempuan
merupakan bagian dari anggota keluarga dan unit dari komuniti.

c. Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan sikap dan tindakan. Perilaku manusia bersifat holistik
(menyeluruh). Adapun perilaku profesional dari bidan mencakup:
1. Dalam melaksanakan tugasnya berpegang teguh pada filosofi
etika profesi dan aspek legal.
2. Bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan keputusan
klinis yang dibuatnya.
3. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan
keterampilan mutakhir secara berkala.
4. Menggunakan cara pencegahan universal untuk mencegah
penularan penyakit dan strategi pengendalian infeksi.
5. Menggunakan konsultasi dan rujukan yang tepat selama
memberikan asuhan kebidanan.
6. Menghargai dan memanfaatkan budaya setempat sehubungan
dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca
persalinan, bayi baru lahir dan anak.
7. Menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan
kaum perempuan/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan
yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan,
meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka
bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri.
8. Menggunakan keterampilan komunikasi.
9. Bekerja sama dengan petugas kesehatan lain untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan keluarga.

114
10. Melakukan advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan
pelayanan.

Perilaku ibu selama kehamilan akan mempengaruhi kehamilannya,


perilaku ibu dalam mencari penolong persalinan akan
mempengaruhi kesejahteraan ibu dan janin yang dilahirkan,
demikian pula perilaku ibu pada masa nifas akan mempengaruhi
kesehatan ibu dan bayinya. Dengan demikian perilaku ibu dapat
mempengaruhi kesejahteraan ibu dan janinnya.

d. Pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga
dalam rangka tercapainya keluarga yang berkualitas. Pelayanan
kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai
dengan kewenangan yang diberikannya dengan maksud
meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka tercapainya
keluarga berkualitas, bahagia dan sejahtera.

Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan


masyarakat, yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan,
penyembuhan dan pemulihan.

Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi:


1. Layanan kebidanan primer ialah layanan bidan yang
sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
2. Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan
oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan
secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah
proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh
bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih
tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan
sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong
persalinan, juga layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan ke
115
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal


maupun vertikal atau ke profesi kesehatan lainnya. Layanan
kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan ibu serta bayinya.

e. Keturunan
Kualitas manusia, diantaranya ditentukan oleh keturunan. Manusia
yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat. Hal ini menyangkut
penyiapan perempuan sebelum perkawinan, sebelum kehamilan
(pra konsepsi), masa kehamilan, masa kelahiran dan masa nifas.

Walaupun kehamilan, kelahiran dan nifas adalah proses fisiologis


namun bila ditangani secara akurat dan benar, keadaan fisiologis
akan menjadi patologis. Hal ini akan berpengaruh pada bayi yang
akan dilahirkannya. Oleh karena itu layanan pra perkawinan, pra
kehamilan, kelahiran dan nifas adalah sangat penting dan
mempunyai keterkaitan satu sama lain yang tak dapat dipisahkan
dan semua ini adalah tugas utama bidan.



116
Lampiran 2

Pelajaran 2

Kegiatan 1: Kembali ke masa kecil


Langkah 1: Tugas Minta setiap mahasiswi untuk mengingat kembali
masa kecil mereka dan menuliskan pengalaman pertama mereka
ketika menyadari bahwa mereka berbeda dari lawan jenis mereka.
Atau ketika diharapkan untuk memiliki tingkah laku yang berbeda
dan diperlakukan secara berbeda dari lawan jenis mereka. Minta
mahasiswi untuk menuliskan kaitannya dengan satu atau dua
pernyataan seperti format dibawah ini:
 Berapa usia kalian ketika itu
 Siapa orang yang terlibat
 Dimana kejadian itu terjadi
 Apakah kejadian itu
 Bagaimana perasaan kalian mengenai hal itu
 Bagaimana aspek lain dari identitas kalian (agama, suku)
berperan dalam kejadian ini

Langkah 2: Membagi mahasiswi dalam pasangan.


Bagilah cerita mereka dengan rekan sekelas mereka yang lain.

Kegiatan 2: Membahas mengenai jenis kelamin, gender dan


sosialisasi
Langkah 1
Minta mahasiswi untuk menempelkan bagan kegiatan 1 yang telah
mereka buat. Minta salah satu dari mahasiswi untuk maju ke depan
dan menceritakan kisah satu sama lain kepada kelas. Tuliskan
bagian-bagian yang terpenting dalam kolom yang telah disediakan.

117
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Langkah 2
Berikan pengantar mengenai definisi tentang jenis kelamin dan gen-
der. Yang perlu diingat perbedaan antara laki-laki dan perempuan
tidak hanya terbatas pada struktur anatomis dan fisiologi namun
juga melingkupi cara bertingkah laku secara berbeda, mengenakan
pakaian yang berbeda, melakukan tugas yang berlainan, dll.
Definisi jenis kelamin (seks), gender, kesetaraan gender, keadilan
gender, dan diskriminasi gender.

 Seks adalah perbedaan secara biologis antara laki-laki dan


perempuan.

 Gender mengacu pada kesempatan dan atribut ekonomi,


sosial, dan kultural yang diasosiasikan dengan peran laki-laki
dan perempuan dalam situasi sosial pada saat tertentu.

 Kesetaraan gender berarti perlakuan yang setara antara


perempuan dan laki-laki dalam hukum dan kebijakan serta
akses yang sama ke sumber daya dan pelayanan dalam
keluarga, komunitas, dan masyarakat luas.

 Keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian manfaat


dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang
mengenali adanya perbedaan kebutuhan dan kekuasaan
antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi dan
diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara
jenis kelamin.

 Diskriminasi gender. Adanya perbedaan, pengecualian atau


pembatasan yang dibuat berdasarkan peran dan norma gen-
der yang dikonstruksi secara sosial yang mencegah seseorang
untuk menikmati hak asasi manusia secara penuh.

118
Lampiran

Langkah 3
Periksa tiap kolom di bagan yang telah diisi mahasiswi dan mulai
untuk diskusi.

Umur: Ketika aturan gender atau norma gender ini diperkenalkan,


berapa usia termuda biasanya mulai terpapar?

Pihak-pihak yang terlibat: Siapa saja yang memperkenalkan


perilaku gender yang sesuai bagi perempuan dan laki-laki?
Anggota keluarga, teman bermain, guru, wartawan, guru, institusi
agama, secara terpisah dan bersama menjadi pihak pertama yang
memperkenalkan peran gender yang sesuai bagi seorang anak
perempuan atau laki-laki.

Lokasi: Dimana perilaku gender yang sesuai ini diperkenalkan kepada


anak lelaki dan anak perempuan? Apakah diperkenalkan di rumah,
selama bermain, di sekolah, di masjid/gereja atau lokasi yang lain?

Pembagian Kerja: Jenis pekerjaan apa yang biasa dilakukan


perempuan bila dibandingkan dengan yang biasa dilakukan anak
laki-laki? Apakah anak perempuan dibiasakan untuk bekerja di
dalam rumah dan anak laki-laki bekerja di luar rumah? Apakah
anak perempuan bekerja untuk orang–orang yang ada di rumah,
seperti memasak, mencuci piring, membersihkan rumah dan
mencuci baju? Apakah anak laki-laki tidak dibebani pekerjaan rumah
sehari-hari? Apakah perempuan melakukan pekerjaan untuk laki-
laki seperti menyediakan makan, mencuci piring mereka? Apakah
laki-laki biasa memimpin perempuan dalam wilayah umum?
Mengapa bidan selalu perempuan?

Pakaian: Apakah dibedakan antara perempuan dan laki-laki? Sejauh


mana masih berlaku (berubah atau tetap)? Anak perempuan dan
anak laki-laki sejak dilahirkan dibiasakan untuk memakai pakaian
yang berbeda apa masih berlaku sampai sekarang?

119
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Pemisahan fisik anak laki-laki dan perempuan: Adakah sesuatu


atau kondisi di mana anak perempuan secara fisik
didiskriminasikan/dibedakan dari anak laki-laki diusia muda.
Misalnya, anak perempuan tidak diperbolehkan bermain dengan
anak laki-laki atau terlibat dalam aktivitas apapun yang melibatkan
anak laki-laki?

Jenis permainan anak perempuan dan anak laki-laki: Apakah


anak perempuan dibolehkan untuk memainkan permainan seperti
sepak bola, yang melibatkan aktivitas fisik yang kuat/penuh
semangat dan kontak fisik? Jenis permainan seperti apa yang
boleh dimainkan anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-
laki? Bagaimana dengan anak laki-laki? Apakah mereka boleh
bermain dengan boneka?

Ekspresi Emosi: Sebagai perempuan Apakah dianggap cocok


bagi kalian untuk menangis? Bagaimana dengan laki-laki?

Respon/jawaban intelektual: Dalam pengalaman anda: apakah


anak perempuan diharapkan untuk mengekspresikan pendapat
mereka? Apakah mereka diharapkan untuk mencapai nilai yang
lebih tinggi dari anak laki-laki?

Kelas, suku, dan perbedaan lainnya: Apakah ada perbedaan


antara perilaku anak perempuan dan anak laki-laki dalam suku yang
berbeda? Misalnya, orang Jawa dan orang Papua, tingkah laku
yang bagaimana yang diharapkan? Bagaimana dengan perbedaan
kelas sosial? Apakah anak laki-laki dan anak perempuan yang
berasal dari keluarga miskin diharapkan bertingkah laku secara
berbeda dari anak laki-laki dan anak perempuan yang berasal dari
keluarga berada? Bagaimana?

120
Lampiran 3

Pelajaran 4

Mengapa Lena Meninggal?

Lena seorang perempuan berasal dari sebuah dusun nelayan pantai


utara. Masyarakat dusun kecil itu mayoritas bekerja sebagai buruh
nelayan yang pendapatannya tergantung pada laut, cuaca dan upah
dari pemilik perahu. Di ujung kampung ada sebuah rumah kecil tempat
seorang mantri memberikan layanan kesehatan. Menjelang matahari
terbenam di kampung nelayan tersebut, suasana terasa menyenangkan
bagi Lena. Ia bermain dan belajar mengaji bersama teman-temannya.
Ustadznya selalu mengajarkan kebaikan bagi santri-santri belia itu.
Kepada mereka ditanamkan nilai-nilai kebaikan, menjaga hubungan
harmonis dengan tetangga, berbakti, taat dan tidak membantah orang
tua. Khusus pada anak-anak perempuan diajarkan agar menyiapkan
diri untuk berumahtangga dan berbakti kepada suami. Suami adalah
kepala rumah tangga sehingga kelak jika sudah berkeluarga harus
tunduk pada perintahnya.

Keluarga Lena tergolong miskin, ayahnya sakit encok, kakinya pegal-


pegal sepanjang hari sehingga tidak bisa dituntut untuk bekerja keras.
Satu-satunya sumber penghidupan berasal dari ibunya yang bekerja
sebagai buruh cuci pada keluarga-keluarga pemilik perahu. Sebagai
anak perempuan satu-satunya dari enam bersaudara, Lena diharapkan
orangtuanya segera mendapatkan jodoh agar tidak mendapat julukan
perawan tua. Ayah Lena menganggap bahwa perkawinan anak
perempuan berarti bisa mengurangi beban keluarga karena hidup
perempuan adalah tanggung jawab suaminya.

121
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Menjelang hari raya Idul Adha, Lena genap berusia 14 tahun. Ayahnya
menjodohkan Lena dengan seorang pemuda yang baru datang dari
perantauan. Pemuda bernama Badri kemudian menikahinya. Tahun
pertama perkawinannya, Badri masih kerja merantau, hanya tiga bulan
sekali ia pulang. Pada akhir tahun Lena dinyatakan positif hamil. Mereka
menyambut gembira, lengkaplah Lena sebagai perempuan, ia bisa
memberikan anak kepada suami dan memberikan cucu kepada
orangtuanya.

Selama hamil ia memeriksakan kandungannya kepada pak mantri, satu-


satunya tenaga kesehatan yang bisa dijangkau. Menjelang
kehamilannya berusia sembilan bulan, Lena sakit, perutnya kejang,
lemas tidak bertenaga. Ia mengalami pendarahan berkepanjangan.
Suaminya kebetulan sedang berada di rumah, tetapi ia tidak membawa
Lena ke tempat praktik bidan yang adanya hanya di kecamatan dan
letaknya cukup jauh. Badri malah menyalahkan Lena yang tidak hati-
hati menjaga diri dan menghabiskan banyak uang untuk periksa ke pak
mantri. Ayah Lena juga mengatakan bahwa melahirkan adalah kejadian
biasa, jadi tidak perlu ribut-ribut. Buktinya, istrinya telah melahirkan
enam anak tanpa satu kalipun pertolongan dari bidan. Maka mereka
memutuskan tidak membawa Lena ke bidan, karena semua akan
berjalan alamiah. Setiap perempuan pasti bisa melahirkan tanpa harus
dimanjakan.

Selang dua hari sakit berlangsung, Lena sudah kehabisan darah dan
meninggal. Semua berduka, di luar duka mereka tersimpan harapan
terhadap Lena nantinya masuk surga karena mati melahirkan diyakini
oleh mereka adalah mati syahid.



122
Daftar Pustaka

BAPPENAS. Tingkat Pengangguran terbuka menurut jenis kelamin. https:/


docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:Upp7JOwgHR0J:kppo.bappenas.go.id/
files/-4-Tingkat%2520Pengangguran%2520Terbuka%2520Pemuda%2520
Menurut%2520Jenis%2520Kelamin%2520dan%2520Wilayah%2520
Perkotaan-Pedesaan%2520per%2520Propinsi.pdf+&hl=id&gl=id&pid=
bl&srcid=ADGEESiJSzC_3eo3yViIqDkkXN6BJxJTOhxSNZw47g0NTMM
keUiNLt8fE4_v59oX12KcemT63ZUW8lExbxSunvvYBfXTZqvICw
TBjfkxQSrXz51LYmt9mgNOCQ3k_E03g179MAH3ut2Z&sig=AHIEtbRnKVZoXqTG
nQkpfeABp4_GYlORWg, diakses 18 Juli 2012
BPS RI - Susenas, 2009-2010. Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
buta huruf menurut jenis kelamin. http://www.bps.go.id/tab_sub/
view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=40&notab=16, diakses 20 Juli
2012
Cholil, A., M. B. Iskandar, R. Sciortino. Penyelamat Kehidupan: Gerakan Sayang Ibu di
Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Peranan Wanita RI dan Ford
Foundation, 1999.
Departemen Agama RI. Pengarusutamaan Gender (PUG) Menurut Agama Buddha.
Jakarta: Proyek Pengarusutamaan Gender - Departemen Agama RI, 2003c.
Departemen Agama RI. Pengarusutamaan Gender (PUG) Menurut Agama Hindu.
Jakarta: Proyek Pengarusutamaan Gender - Departemen Agama RI, 2003d.
Departemen Agama RI. Pengarusutamaan Gender (PUG) Menurut Agama Kristen.
Jakarta: Proyek Pengarusutamaan Gender - Departemen Agama RI, 2003a.
Departemen Agama RI. Pengarusutamaan Gender (PUG) Menurut Agama Katolik.
Jakarta: Proyek Pengarusutamaan Gender - Departemen Agama RI, 2003b.
FADO. Gender Toolkit: Pedoman untuk Pengguna. Denpasar, VECO-RI, 2003.
Family Care International. Commitments to Sexual and Reproductive Health and Rights
for All: Frameworkfor Action. New York: FCI,1995.
Family Planning Management Development. The Manager: Management Strategies for
Improving Health and Family Planning Services. Fall/Winter 2000/01: vol. IX:384.
Faqih, Mansour, DR. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997
Faqih, Mansour, DR. Gender dan Pembangunan. Workshop Penyusunan Modul
Pelatihan Penyadaran Gender dan Penguatan Hak-hak Reproduksi dalam Islam
di kalangan dosen lAIN. Yogyakarta: PSW lAIN Sunan Kalijaga, 1999.
http://www.1eadingtoday.org/Onmag/march01/Motivation32001.htm. Leadership Tip of
the Month April 2001

123
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

http://www.academy.umd.edu/publications/globalleadership/salzburg/chapter3.htm
Leadership: Gender Related, Not Gender Specific
http://www.ivf.com/stress.html Georgia Reproductive Specialist: Stress Management
http://www.mindtools.com/pages / article / newHTE OO.htm Time Management Skills
http://www.mycoted.com/creativity / techniques/ doit. php DO IT
http://www.nsba.org/sbot/ toolkit/ Conflict.html Dealing with Conflict
http://www.tompeters.com/toms world/t1990/072790-credibility.asp The Credibility Factor
-What We Expect of Our Leader
Husein, K. H. “Isu-isu Gender dalam Pranata Sosial Islam.” Paper presented in Workshop
Penyusunan Modul Pelatihan Penyadaran fender dan Penguatan Hak-hak
Reproduksi dalam Islam di Kalangan Dosen lAIN. Yogyakarta: PSW lAIN Sunan
Kalijaga, 1999.
IBI. Kumpulan Materi Sidang Organisasi: Kongres Ikatan Bidan Indonesia XlII. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, 2003.
ICM & FIGO. International Confederation of Midwives & FIGO. Definition of Midwives.
Kobe: ICM,1990.
ICM, FIGO, and WHO. International Code of Ethics for Midwives. Manila: ICM, FIGO, and
WHO, 1999.
ICM, Midwives, Women, and Human Rights. Manila: ICM, 1999,
ICM. Global Vision and Strategy Document. Manila: ICM, 1996.
ICM. International Confederation of Midwives (ICM). Position Statements
www.internationalmidwives.org.
Ilyas, Hamim. “Hak-hak Reproduksi (Tinjauan Islam).” Paper presented in Pelatihan
Gender Analisis bagi Dosen lAIN dan PTAIS se-DIY. Yogyakarta: PSW lAIN
Sunan Kalijaga, September 2003.
Ipas and the Health & Development Networks. Gender or Sex: Who Cares? Skill-building
Resource Pack on Gender and Reproductive Health for Adolescents and Youth
Workers. Chapel Hill: Ipas, 2001.
Istiyanto, Bekti. Gender. http://sbektiistiyanto.files.wordpress.com/2008/02/gender.doc,
diakses 18 Juli 2012
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010. Jakarta: Kemenkes RI
Kemenkes RI. Riskesdas 2010. Jakarta: Kemenkes RI
Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Penyelenggaraan Praktik Bidan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan, 2010.
Ketidakadilan Gender. 29 November 2011. http://menegpp.go.id/V2/index.php/glosari/
ketidakadilan-gender, diakses 18 Juli 2012
Konsep Gender dalam Kesehatan. http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/
123456789/807/19/Bab%20II%20Halaman%206%20-%2011.pdf, diakses 9
Juli 2012

124
Daftar Pustaka

Maliki, Zainudin Prof. Dr. Bias Gender dalam Pendidikan. http://paksisgendut.


files.wordpress.com/2009/02/gender-dan-pendidikan.pdf, diakses 9 Juli 2012
MENEGPP.go.id. Partisipasi Angkatan Kerja. http://menegpp.go.id/V2/index.php/
datadaninformasi/ketenagakerjaan?download=39%3Apartisipasi-angkatan-
kerja, diakses 18 Juli 2012.
Natsir, Lies. “Analisis Gender dalam Penelitian Wanita Berperspektif Islam.” Paper
presented in Workshop Penguatan Visi dan Misi Pengelola Pusat Studi Wanita
(PSW) lAIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta: PSW lAIN Sunan Kalijaga, 1999.
Ortner SB, Whitehead H, ed. Sexual meanings: the cultural construction of Gender and
sexuality. Cambridge, Cambridge University Press, 1981.
PAHO/WHO. Promotion of Sexual Health: Recommendations for Action. Guatemala:
PAHO/WHO, 2000.
Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO. Buku 1: Konsep Asuhan Kebidanan: Panduan Pengajaran
Asuhan Kebidanan Fisiologis bagi Dosen Diploma III Kebidanan. Jakarta:
Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO, 2001.
Republik Indonesia. 1984. Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan
konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.
Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
Sekeretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
KDRT (memasukkan kekerasan seksual dalam rumah tangga sebagai
perbuatan pidana). Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2005. Undang-Undang No.11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
internasional covenant on economic, social and cultural rights (Kovenan
internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya). Sekretariat Negara.
Jakarta
Republik Indonesia. 2007. KepMen 369/menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
Bidan. Kementerian Kesehatan. Jakarta
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan
tindak pidana perdagangan orang. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang kesehatan.
Sekretariat Negara. Jakarta
Ruhaini. Siti. “Sensitivitas Gender I & II.” Paper presented in Gender Analysis Training
(GAT) Angkatan 1. Yogyakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) lAIN Sunan Kalijaga,
Januari 2000.

125
Modul Mahasiswi Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan

Sofyan, M. N.A. Madjid and R. Siahaan (eds). Bidan Menyongsong Masa Depan: 50
Tahun lkatan Bidan di Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Bidan
Indonesia, 2001.
Standing H, Kisekka MN. Sexual behaviour in sub-Saharan Africa: a review and
annotatedbibliography. London, Overseas Development Administration, 1989.
Sudarta, Wayan. Ketimpangan dan peran gender di bidang politik. http://
ejournal.unud.ac.id/abstrak/ketimpangan gender_2_.pdf. diakses 9 Juli 2012.
Time Management. http://www.mindtools.com/pages/main/newMN_HTE.htm, diakses
10 Juli 2012
UNICEF.www.unicef.org/.../id/Facts_Sheet_on_Girls_Education_IND_.pdf, diakses 9
Desember 2010
Vance C S. Anthropology rediscovers sexuality: a theoretical comment. Social Science
andMedicine, 1991: 33(8): 875-884.
Waspada Online. Memperhatikan Isu Gender Bidang Kesehatan(19 Februari 2008).
WHO. “25 Questions & Answers on Health and Human Rights” in Health and Human
Rights Publication Series Issue No.1, July 2002.
WHO. Gender and Health: Technical Paper. Geneva, Swistzerland: WHO Women’s Health
and Development, Family and Reproductive Health, 1998
WHO. Transforming Health System: Gender and Rights in Reproductive Health.
Swistzerland: Department of Reproductive Health and Research Family and
Community Health, 2001.



126

Anda mungkin juga menyukai