Anda di halaman 1dari 34

Bismi Ratu Fahyuningsih, S.Kep., Ns., M.

Kep
Dosen Pembimbing : Erna Yuliana, MM

Disusun Oleh:
Desyari Ayunda Lubis
Dhea Nur Azizah
Nurul Annisa F
Robi Al Fauzi
Siti Fauziah K
Wulan Yuniar

PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU DAKWAH (STID) SIRNARASA
CIAMIS 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan modul “Pendewasaan Usia Perkawinan” dengan baik. Modul ini
berisi konsep materi terkait Keluarga Berkualitas, I-Bangga, Pendewasan Usia
Perkawinan (PUP), Kesehatan Reproduksi, Pencegahan Perilaku Seks Berisiko
dan Konseling. Modul ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada kader
remaja untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang baik
dalam melakukan edukasi kepada teman sebaya, dengan harapan dapat
menurunkan angka pernikahan dini di Indonesia, khususnya di Sekolah Tinggi
Ilmu Dakwah Sirnarasa.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang berkontribusi
dalam penyusunan modul ini. Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kader
remaja dan para pembacanya.

Tim Penulis

i
KATA PENGANTAR
Daftar isi .............................................................................................….…….......i
Kata Pengantar..................................................................................…................ii
Daftar Isi ..............................................................................................….............iii
Pendahuluan...........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................…….1
B. Tujuan Pembelajaran.........................................….....................…….3
C. Filosofi Pelatihan.......................................…..............................……..3
Materi
1.Konsep Keluarga Berkualitas............................................................……........4
2.Konsep I-Bangga..............................................................................…….........10
3.Konsep Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) ...............................…..........15
4..Konsep Kesehatan Reproduksi.........................................................……......21
5.Konsep Pencegahan Perilaku Seks Beresiko ...................................…..........27
Evaluasi ..................................................................................................……......29
Lampiran………………………………………………………………………..

ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan di usia remaja berisiko buruk bagi kesehatan yakni kematian
pada ibu pada kasus kehamilan dan persalinan serta mengambil hak dasar
pendidikan dan keamanan pada anak remaja. Perrnikahan dini tertinggi secara
nasional berada di Provinsi Sulawesi Barat (17,7%), Nusa Tenggara Barat
(16,56%), dan Kalimantan Tengah (15,47%). Saat ini permasalahan tentang
pernikahan dini masih menjadi fokus pemerintah. Penurunan angka pernikahan
usia dini akan memberikan dampak yang positif terhadap produktivitas sumber
daya manusia (SDM) Indonesia di masa yang akan datang. Sasaran utama agar
pernikahan usia dini dapat di turunkan angkanya adalah para remaja. Remaja
merupakan kelompok yang masuk dalam usia produktif. Usia produktif ini perlu
untuk di optimalkan. Salah satu cara adalah dengan menjaga Kesehatan para
remaja.
Kader remaja merupakan individu yang memiliki peran sebagai
kepanjangan tangan baik puskesmas maupun BKKBN dalam menjaga kesehatan
fisik maupun psikologis bagi kelompok remaja. Kader remaja kehadirannya
sangat penting, karena biasanya remaja merasa nyaman ketika berbicara dengan
orang yang seusianya. Dengan demikian, penting bagi masyarakat memiliki kader
remaja. Untuk menjadi kader yang mampu melakukan perannya, maka mereka
perlu untuk di bekali informasi dan ketrampilan tentang Kesehatan remaja.
Untuk menjadi seorang kader yang mampu melakukan perannya, maka
mereka perlu untuk di bekali informasi dan ketrampilan tentang Kesehatan
remaja. Karakteristik remaja yang banyak terpapar dengan gadget maka media
edukasi yang diberikan juga harus disesuaikan. Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan serta perilaku yang positif pada kader remaja akan memberikan
pengaruh positif pula terhadap remaja yang lainnya.
Edukasi terhadap kader remaja merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

1
meningkatkan peran kader remaja dalam menurunkan angka kejadian pernikahan
dini. Pemberian edukasi ini menggunakan e-modul sebagai medianya. E-Modul
ini digunakan untuk mendukung keberhasilan kegiatan pelatihan. Di dalam e-
modul ini membahas beberapa konsep materi diantaranya Keluarga Berkualitas, I-
Bangga, Pendewasaan Usia Perkawinan, Kesehatan Reproduksi, Pencegahan
Perilaku Seks Beresiko dan Konseling. Dengan pemberian materi dan
pengetahuan yang baik kader remaja mampu melakukan edukasi kepada teman
sebayanya.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah selesai mengikuti edukasi pendewasaan usia perkawinan, kader
remaja diharapkan dapat melaksanakan tugas, fungsi, dan peran sosialnya dalam
mengedukasi teman sebayanya sehingga dapat berperan membantu menurunkan
angka pernikahan dini.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Setelah mengikuti edukasi maka kader remaja mampu :
a. Meningkatkan pengetahuan tentang PUP.
b. Meningkatkan sikap terhadap PUP.
c. Meningkatkan self efficacy diri terhadap edukasi kepada teman sebayanya.
d.Meningkatkan motivasi kader remaja terhadap edukasi kepada teman
sebayanya.
e. Meningkatkan niat partisipasi kader remaja terhadap edukasi kepada teman
sebayanya.
f. Meningkatkan keterampilan kader remaja terhadap edukasi kepada teman
sebayanya.

C. Filosofi Pelatihan
Edukasi kepada kader remaja merupakan sebagian upaya untuk
meningkatkan pengetahuan, peran serta potensi sumber daya manusia untuk
menurunkan angka pernikahan dini. Kader remaja memiliki peran yang penting

2
diharapkan dapat menjadi contoh dan penggerak di masyarakat. Edukasi ini, dapat
memberikan pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang baik pada kader remaja
dalam melakukan edukasi.
Untuk mendorong kegiatan ini, diperlukan media informasi berupa modul.
Modul dijadikan bagian dari media edukasi yang berkualitas. Dengan menerapkan
modul dapat menjadi lebih terorganisir dan jelas. Dengan demikian, dengan
adanya modul yang disesuaikan dengan kebutuhan para remaja baik dari aspek
konten materi atau media yang digunakan, diharapkan perilaku positif akan
terbentuk pada diri kader remaja dan akan memberikan dampak jangka pendek
dan panjang. Dampak tersebut adalah penurunan angka perkawinan usia muda,
pencegahan stunting, serta produktivitas sumber daya manusia yang dapat
mengoptimalkan pembangunan Indonesia.

D. Petunjuk Belajar
Agar proses pembelajaran ini dapat berjalan dengan lancar dan tujuan
pembelajaran tercapai dengan baik, kami sarankan untuk mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut :
 Bacalah secara cermat dan pahami tujuan pembelajaran yang tertulis pada
setiap awal bab.
 Pelajari secara berurutan dari setiap bab.
 Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata pelatihan ini bergantung pada
kesungguhan anda. Untuk itu, anda dapat belajar secara mandiri dan seksama.
Untuk belajar mandiri, anda bisa melakukannya sendiri, berdua atau
berkelompok dengan teman lain yang memiliki pandangan yang sama dengan
anda.
 Anda disarankan membaca dari sumber lain seperti yang tertera pada daftar

3
Keluarga Berkualitas

A. Latar Belakang
Keluarga yang berkualitas dibangun dari perencanaan yang baik dan
matang. Sasaran utama dari kegiatan ini dengan melibatkan remaja dalam
komponen dan organisasi masyarakat yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
keluarga. Calon ayah dan ibu perlu menentukan seperti apa keluarga yang
diharapkan, dengan memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjadi ayah dan
ibu bagi anak-anaknya. Hal ini, dapat dimulai dari tahapan perencanaan hidup
berkeluarga, peran dan fungsi keluarga, harapan positif terhadap masa depan anak
beserta pengasuhan yang positif untuk mendukung keberhasilan anak.

B. Deskripsi Singkat
Modul dalam mata pelatihan “Keluarga Berkualitas” ini membahas
tentang perencanaan hidup berkeluarga, harapan positif terhadap masa depan anak
sehingga akan tercipta keluarga yang berkualitas.

C. Manfaat Modul
Modul “Keluarga Berkualitas” ini disusun untuk membantu kader remaja
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam memfasilitasi perencanaan
kehidupan berkeluarga.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta pelatihan diharapkan mampu
memahami konsep terkait keluarga berkualitas mulai dari pengertian, perencanaan
berkeluarga, membina hubungan antar pasangan dengan keluarga lain serta
kelompok sosial, perencanaan kelahiran anak pertama dan persiapan menjadi
orangtua, mengatur jarak kelahiran dengan menggunakan alat kontrasepsi.
2. Indikator Hasil Belajar

4
Setelah selesai pembelajaran, peserta diharapkan dapat:
a. Menjelaskan dan memahami pengertian dari Keluarga Berkualitas.
b. Menjelaskan dan memahami konsep umum Keluarga Berkualitas.
c. Menjelaskan cara menggunakan metode KB yang efektif, efisien dan rasional.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Mengacu pada tujuan pembelajaran diatas, materi pelatihan “Keluarga
Berkualitas” ini adalah:
1. Pengertian Keluarga Berkualitas.
2. Konsep umum Keluarga Berkualiitas meliputi : Perencanaan Berkeluarga,
Membina Hubungan Antar Pasangan, dengan keluarga lain serta kelompok sosial,
Perencanaan Kelahiran Anak Pertama dan Persiapan Menjadi Orangtua, Mengatur
Jarak Kelahiran dengan Menggunakan Alat Kontrasepsi.
3. Cara menggunakan metode KB yang efektif, efisien dan rasional.

5
Konsep Keluarga Berkualitas

Keluarga berkualitas dibentuk sesuai undang-undang yaitu sebuah keluarga yang


berdasarkan pada perkawinan sah, sejahtera, sehat, maju, mandiri, mempunyai jumlah
anak yang cukup, berwawasan, bertanggung jawab, harmonis serta bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Keluarga yang berkualitas tercipta dengan menerapkan fungsi
keluarga untuk mendukung keberhasilan anak dimasa depan. Berikut ini hal-hal yang
perlu diperhatikan untuk membangun sebuah keluarga yang berkualitas :

A. Perencanaan Berkeluarga
 Kesiapan usia menikah, yakni minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25
tahun bagi laki-laki minimal untuk mempersiapkan pola pikir yang matang
ketika melangsungkan pernikahan.
 Kesiapan fisik secara biologis pada organ reproduksi untuk melakukan
hubungan seksual dan kemampuan dalam pengasuhan serta melaksanakan
pekerjaan rumah tangga.
 Kesiapan mental untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan yang
akan terjadi dan bersiap menghadapi risiko yang ada serta mampu
mengimbangi antara keinginan dan kebutuhan.
 Kesiapan moral untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai kehidupan
seperti komitmen, kepatuhan, kesabaran dan memaafkan.
 Kesiapan finansial untuk mengelola sumber daya secara mandiri dan
mencapai kesejahteraan keluarga.
 Kesiapan sosial untuk mengembangkan kapasitas diri dalam mempertahankan
hubungan pernikahan.
 Kesiapan interpersonal untuk saling mendengarkan, membahas permasalahan
pribadi dengan pasangan dan menghargai apabila terdapat perbedaan serta
peduli dengan lingkungan sekitar.
 Kesiapan intelektual berhubungan dengan kemampuan individu dalam
berfikir, menangkap dan mengingat informasi.

6
 Kesiapan keterampilan hidup guna memenuhi perannya dalam keluarga
seperti menjaga kebersihan rumah tangga, merawat dan mengasuh anak,
melayani suami, dan lainnya.

B. Membina Hubungan Antar Pasangan, dengan keluarga lain serta


kelompok sosial
1. Membina Hubungan Antar Pasangan.
Beberapa wujud interaksi antara pasangan suami istri diantaranya, yaitu:
 Hubungan yang seimbang antara pasangan suami istri ketika menciptakan
rasa saling mencintai, menghormati, ketergantungan, menghargai dan
berkomitmen untuk menjalankan fungsi keluarga.
 Proses penyesuaian antara peran dan status pasangan suami istri maka setiap
pihak harus saling melakukan proses imitasi, identifikasi, sugesti, motivasi,
simpati dan empati.
 Bonding, kedekatan dan saling ketergantungan antar pasangan.
 Kerjasama suami dan istri untuk mengeola sumberdaya keluarga baik
keuangan, pengambilan keputusan dan pendidikan dalam keluarga serta
perencanaan kehidupan keluarga secara umum.
 Komunikasi pasangan suami dan istri dalam melakukan pengasuhan anak,
komunikasi keluarga inti dengan keluarga besar, dan komunikasi antara
keluarga inti dengan lingkungan masyarakat.

C. Perencanaan Kelahiran Anak Pertama dan Persiapan Menjadi Orangtua


Peran ayah sebagai pencari nafkah dan mengasuh keluarga, memiliki
peranan yang penting, yakni mempersiapkan tempat tinggal yang layak, siap siaga
mendampingi istri dimasa kehamilan, memberi dukungan istri untuk menyusui
bayinya, ikut serta merawat anak sejak dilahirkan, melakukan kegiatan bersama
anak, menciptakan komunikasi yang baik dengan anggota keluarga.
Peran Ibu dalam keluarga, yaitu memenuhi kebutuhan bilogis, fisik dan
ekonomi pada anak, merawat dan mengurus keluarga dengan sabar dan penuh

7
kasih sayang, mendidik, mengatur dan mengasuh anak, menjadi contoh dan
teladan bagi anak.

D. Mengatur Jarak Kelahiran dengan Menggunakan Alat Kontrasepsi


1. Jarak Kelahiran Ideal
Jarak kelahiran yang aman yaitu 3 hingga 5 tahun agar pasangan suami
dan istri lebih siap untuk memiliki anak lagi serta untuk menghindari risiko
kehamilan dan kelahiran pada ibu dan bayi yang disebabkan karena jarak
kelahiran yang tidak ideal. Hal ini karena kelahiran terjadi kurang dari 24 bulan
atau kurang dari 2 tahun.
2. Manfaat menjaga jarak kehamilan yang ideal
 Pemulihan setelah persalinan bagi kesehatan ibu, karena menurunnya
kesehatan ibu saat merawat bayi sebelumnya, sehingga ibu harus
berkonsultasi pada dokter ketika akan memasuki kehamilan selanjutnya.
 Menjaga kesehatan bayi untuk menghindari bayi lahir dengan berat badan
rendah dan juga menghindari kelainan pada janin.

3. Mengatur jarak kelahiran menggunakan alat kontrasepsi


Kontrasepsi merupakan cara mencegah pertemuan sel telur matang dan sperma
untuk mencegah kehamilan dengan fase-fase berikut ini:
a. Fase menunda kehamilan yaitu perempuan yang menikah disarankan supaya
ditunda terlebih dahulu kehamilannya hingga usia minimal 21 tahun.
b. Fase menjarangkan kehamilan, ketika istri berusia antara 21 hingga 35 tahun
merupakan periode yang sangat bagus untuk memelakukan kehamilan dan
melahirkan sebab mempunyai risiko paling rendah pada ibu dan anak. Jarak yang
tepat menjarangkan kehamilan yaitu dalam waktu 5 tahun sehingga dalam 1
periode tidak terdapat balita.
c. Fase mengakhiri kehamilan terjadi pada Pasangan Usia Subur (PUS) diatas usia
35 tahun karena adanya risiko saat melahirkan pada ibu dan bayi. Biasanya pada
usia ini kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, keganasan dan metabolik
meningkat maka sebaiknya tidak diberikan kontrasepsi yang menambah kelainan

8
tersebut. Kontrasepsi yang dianjurkan yaitu Metode Operasi Wanita (MOW) dan
IUD.

E. Berhenti Melahirkan di Usia 35 Tahun


Wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun atau lebih, akan berisiko dua kali lebih
tinggi menderita hipertensi yang mengancam jiwa yang disebut pre-eklampsia selama
kehamilan, sehingga dapat menyebabkan komplikasi seperti Ketuban Pecah Dini (KPD),
partus lama, partus macet dan perdarahan post partum.

F. Merawat dan Mengasuh Anak Usia Balita untuk Memenuhi Kebutuhan


Mendasar Anak
Supaya balita tumbuh dan berkembang dengan baik, yang harus dilakukan
oleh orang tua yaitu :
 Memenuhi kebutuhan anak dalam hal makanan yang bergizi.
 Menjaga kesehatan anak.
 Berinteraksi dengan anak melalui berbagai kegiatan yang sesuai usia.

9
I-Bangga

A. Latar Belakang
Pembangunan Keluarga bertujuan agar meningkatnya keluarga yang
berkualitas supaya terciptanya rasa aman, tenteram, dan harapan dimasa depan
yang lebih baik untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan
batin. Perlu adanya tolak ukur untuk meningaktkan keberhasilan dalam
pembangunan keluarga yang berkualitas, sehingga dapat menjadi acuan data
strategis pada pengukuran kinerja di pemerintah dan menjadi dasar untuk para
pemangku kepentingan serta pengambilan sebuah kebijakan dalam merumuskan
program/kegiatan. I-Bangga adalah tolak ukur pada kualitas keluarga yang
ditujukan melalui ketentraman, kemandirian, dan kebahagiaan suatu keluarga. I-
Bangga memberikan salah satu gambaran pada peran serta fungsi terhadap
keluarga disemua daerah di Indonesia.

B. Deskripsi Singkat
Modul dalam “I-Bangga” ini membahas tentang pengertian, nilai ukur I-
Bangga, manfaat, konseptual pembangunan, tujuan yang sejahtera, dan dimensi
indikator serta variabel pada I-Bangga.

C. Manfaat Modul
Modul “I-Bangga” ini disusun untuk membantu peserta pelatihan kader
remaja memperoleh pengetahuan mengenai I-Bangga.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta pelatihan diharapkan mampu
memahami pengertian, nilai ukur I-Bangga, manfaat, konseptual pembangunan,
tujuan yang sejahtera, dan dimensi indikator serta variabel pada I-Bangga.
2. Indikator Hasil Belajar
Setelah selesai pembelajaran, peserta diharapkan bisa:

10
a. Menjelaskan pengertian dan kategorisasi I-Bangga.
b. Menjelaskan manfaat dari I-Bangga.
c. Menjelaskan konseptual pembangunan keluarga penyusun I-Bangga.
d. Menjelaskan tujuan yang membuat sejahtera dari I-Bangga.
e. Menjelaskan 3 dimensi 11 indikator dan 17 variabel dari I-Bangga.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Mengacu pada tujuan pembelajaran diatas, materi pelatihan “I-Bangga” ini
adalah:
1. Pengertian dan kategorisasi I-Bangga
2. Manfaat dari I-Bangga.
3. Konseptual Pembangunan Keluarga Penyusun I-Bangga.
4. Tujuan yang membuat sejahtera dari I-Bangga.
5. 3 dimensi 11 indikator dan 17 variabel dari I-Bangga.

11
Konsep i-Bangga

A. Pengertian dan KategorisasiI-Bangga


I-Bangga adalah alat ukur untuk menentukan suatu keluarga yang
berkualitas dengan memperhatikan ketentraman, kemandirian, kebahagiaan suatu
keluarga dengan gambaran peran serta fungsi keluarga di Indonesia. I-Bangga
dikatakan sebagai indikator penting untuk pengukuran berhasil atau tidaknya
pembangunan kualitas dalam keluarga.
I-Bangga digunakan untuk mengkategorisasikan suatu wilayah melalui status
pembangunan keluarga tangguh, berkembang atau rentan.
I-Bangga mengkategorisasikan nilai yang berkisar antara 0-100 sebagai berikut:
1. I-Bangga yang kurang baik (rentan) apabila nilainya 0-40.
2. I-Bangga yang cukup baik (berkembang) apabila nilainya antara 40 - 70.
3. I-Bangga yang baik (tangguh) apabila nilainya di atas 70-100.

B. Manfaat I-Bangga
1. I-Bangga adalah suatu data yang penting bagi pengukuran kinerja di
Pemerintahan.
2. I-Bangga dapat menjadi acuan untuk para pemimpin dan pengambilan
kebijakan untuk merumuskan sebuah program.
3. I-Bangga dapat menjadi penentu bagi tingkatan pembangunan keluarga di suatu
wilayah.

C. Konseptual Pembangunan Keluarga Penyusun I-Bangga


 Berdasarkan teori ekologi keluarga yang dicetuskan oleh Deacon dan
Firebaugh (1998), keluarga inti adalah unit analisis yang memandang sebuah
sistem yang dipengaruhi karena lingkungan, terdiri atas lingkungan fisik
(lingkungan alam, flora fauna, iklim, sarana dan prasarana dasar, pendidikan
dan kesehatan dan sebagainya) dan non fisik (lingkungan sosial, hukum,
regulasi dan stakeholder) mulai dari tingkatan mikro, meso hingga makro.

12
 Teori ekosistem memandang keluarga sebagai suatu lembaga sosial yang
paling menyangkut hubungan antar pribadi dan hubungan antara manusia
pada lingkungan di sekitarnya
 Keluarga tidak bisa berdiri sendiri dikarenakan sangat bergantung dengan
lingkungan serta berpengaruh pada lingkungan sekitarnya (lingkungan mikro,
meso, makro).
 Fungsi keluarga yang utama untuk perantara masyarakat luas. Di dalam
keluarga anak mendapatkan hubungan antar pribadi untuk yang pertama kali.
Peran perilaku dipelajari seorang anak di dalam keluarga sebagai contoh
peran perilaku yang diperlukan dalam masyarakat. Maka keluarga berfungsi
untuk penerus kebudayaan dimasyarakat.
 Keluarga memiliki struktur ketika melakukan peran, fungsi serta tugas
masing-masing demi mencapai tujuan (Klein dan White, 1996).Terdapat 8
(delapan) tahap perkembangan keluarga (Duvall, 1957) berawal dari keluarga
pasangan yang baru menikah, keluarga yang baru mempunyai anak bayi,
keluarga yang anaknya berusia balita.
 Sebagai pandangan baru pembangunan nasional di Indonesia, maka
disarankan menggunakan pendekatan kombinasi dengan individu serta
keluarga bagian unit paling kecil di masyarakat. Sehingga perlunya susunan
indeks pembangunan keluarga sebagai baseline data.
 Pembangunan Keluarga merujuk pada pengertian yang tercantum pada
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yakni suatu upaya
untuk mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang
sehat (Pasal 1).

D. I-Bangga mempunyai tujuan yang sejahtera yaitu :


1.Meningkatkan keluarga yang berkualitas dengan tujuan aman, tentram, dan
harapan di masa depan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir serta kebahagiaan
batin.

13
2. RPJMN 2019-2025 konsepnya untuk mewujudkan keluarga yang kuat dan
sejahtera dengan meningkatkan ketahanan keluarga sebagai upaya dimensi agama,
landasan legalitas dan integritas keluarga, kesetaraan gender, pengasuhan dan
perawatan, ekonomi, kebutuhan dasar dan sosio-budaya serta psikologi.
3.Indikator pembangunan keluarga mempunyai 3 dimensi yaitu kemandirian,
ketentraman dan kebahagiaan keluarga.
4.Membangunan keluarga yang mengarah pada pencapaian keluarga yang
berkualitas, berketahanan dan sejahtera lahir serta batin hal tersebut sudah tertera
di UndangUndang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga.

14
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)

A. Latar Belakang
Pernikahan usia dini masih menjadi permasalahan global termasuk di
Indonesia. Anak di bawah usia 19 tahun masih banyak yang melakukan
pernikahan. Menurut data dari United Nations Children's Fund (UNICEF), lebih
dari 700 juta wanita menikah muda, dan salah satu di antaranya berusia di bawah
15 tahun. Permasalahan pernikahan dini merupakan karakteristik dari program
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). Adanya program pendewasaan usia
perkawinan ini di harapkan dapat menjadi jembatan dalam pencegahan &
pengendalian dalam upaya menurunkan angka pernikahan dini.
Pendewasaan usia perkawinan (PUP) adalah sebagian dari upaya keluarga
berencana (KB) yang di laksanakan secara nasional dan berupaya untuk
mengendalikan jumlah penduduk serta berupaya pada peningkatan usia
perkawinan dan mengusahakan pernikahan terjadi pada pasangan dengan usia
ideal yakni minimal 21 tahun pada perempuan dan 25 tahun pada laki-laki.

B. Deskripsi Singkat
Modul dalam mata pelatihan “Pendewasaan Usia Perkawinan" ini
membahas terkait pentingnya pemberian edukasi Pendewasaan Usia Perkawinan
(PUP) pada remaja sebelum melangkah terlalu jauh. Modul ini mengajak remaja
khususnya untuk memikirkan terlebih dahulu sebelum melakukan pernikahan.

C. Manfaat Modul
Materi “Pendewasaan Usia Perkawinan” ini disusun guna membantu
peserta pelatihan kader remaja untuk memperoleh pengetahuan tentang PUP.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta pelatihan diharapkan mampu memahami

15
konsep terkait pendewasaan usia perkawinan mulai dari Pengertian, Tujuan,
Aspek Penting, PUP Kerangka program PUP serta Dampak edukasi PUP.
2. Indikator Hasil Belajar
Setelah selesai pembelajaran, peserta diharapkan dapat :
a. Menjelaskan & Memahami pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP).
b. Menjelaskan & memahami konsep umum dari Pendewasaan Usia Perkawinan
(PUP).
c. Menjelaskan & Memahami pentingnya Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP).

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Mengacu pada tujuan pembelajaran diatas, materi pelatihan “Pendewasaan Usia
Perkawinan” ini adalah :
1.Pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
2.Konsep umum Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) meliputi : Pengertian,
Tujuan,
Aspek Penting, Kerangka program PUP, Dampak edukasi PUP
3. Pentingnya Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)

16
Konsep Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)

A. Pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)


Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) menurut BKKBN adalah suatu
usaha untuk meningkatkan usia perkawinan pertama, sehingga kedua mempelai
mencapai usia ideal saat menikah yakni minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25
tahun bagi laki-laki. PUP di definisikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan
usia pernikahan, sehingga dapat mencapai usia ideal untuk menikah. PUP tidak
hanya menunda hingga usia tertentu saja tetapi juga berupaya agar pernikahan
berlangsung pada pasangan yang telah dewasa dan matang baik dari segi
ekonomi, kesehatan, mental maupun psikologi.

B. Tujuan Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)


Tujuan Pendewasan Usia Perkawinan (PUP) tak lain untuk menunda
perkawinan hingga usia matang dan dewasa sehingga siap untuk membangun
sebuah keluarga, selain itu PUP juga mengusahakan agar kehamilan dapat terjadi
pada wanita dengan usia yang cukup dewasa.

C. Aspek Penting Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)


Pentingnya Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dari berbagai aspek
diuraikan sebagai berikut :
1. Aspek Kesehatan
Kehamilan pada usia muda yakni <20 tahun berpengaruh pada resiko
rendahnya kesehatan ibu dan bayi serta kematian ibu yang melahirkan dan bayi
yang dilahirkan. Usia <20 tahun merupakan masa tumbuh kembang baik fisik
maupun psikis, organ reproduksi wanita yang berusia <20 tahun masih belum siap
untuk mengandung dan melahirkan. Apabila terjadi pernikahan usia dini, maka
disarankan menunda kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi KB.
2. Aspek Ekonomi
Perekonomian sangat penting, karna aspek ini akan mempengaruhi
keharmonisan dalam keluarga. PUP menganjurkan setiap remaja dapat

17
menyiapkan diri baik dalam ekonomi sebelum memenuhi kehidupan keluarga
yaitu dengan menunda usia perkawinan sampai adanya kesiapan secara ekonomi
untuk masing-masing pasangan atau calon suami istri.
3. Aspek Psikologis
Mempersiapkan diri sebelum menjalankan peran dan tugasnya sebagai
suami/istri agar mampu menghadapi berbagai permasalahan yang akan timbul
nantinya. Menjaga keharmonisan keluarga dengan saling menyesuaikan diri
sebagai pasangan suami/istri.
4. Aspek Pendidikan
Pendidikan menjadi salah satu syarat seseorang untuk bekerja, pernikahan
dini berakibat pada rendahnya pendidikan pada remaja dan remaja menjadi sulit
untuk mencari pekerjaan.
5. Aspek Kependudukan
Usia perkawinan pada remaja sangat berpengaruh pada situasi
kependudukan, terutama fertilitas/kesuburan, pernikahan dini akan berakibat pada
tertundanya kehamilan serta melahirkan. Karena perlu di lakukannya rentang
waktu yang lebih panjang untuk mematangkan organ reproduksi di banding pada
perempuan yang menikah di usia yang matang.

D. Kerangka Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)


Kerangka ini terdiri dari empat masa reproduksi, yakni sebagai berikut :
1. Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan
Pada usia remaja, ukuran dan bentuk tubuh belum proporsional serta organ
reproduksinya baru berkembang. Pada laki-laki, matangnya organ reproduksi
terjadi di usia 25 tahun sedangkan pada perempuan di usia 21 tahun. Menstruasi di
tahun pertama tidak menghasilkan ovulasi sehingga sering disebut sebagai fase
kemandulan pada remaja. Usia di atas 18 tahun organ reproduksi sudah dianggap
telah cukup matang. Pada usia ini, rahim remaja bertambah ukurannya menjadi
lebih panjang dan indung telur bertambah besar. Pada masa reproduksi, usia di
bawah 20 tahun merupakan usia yang disarankan untuk menunda pernikahan dan
kehamilan. Pada usia ini, remaja masih dalam fase pertumbuhan dan

18
perkembangan, fisik maupun mental. Proses ini akan berakhir pada usia 21 tahun,
oleh karena itu dianjurkan bagi wanita untuk menikah diatas usia 20 tahun.
2. Masa Mencegah Kehamilan
Wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun disarankan untuk menunda
kehamilan setidaknya hingga usia 21 tahun. Untuk menunda kehamilan, saat ini
dibutuhkan kontrasepsi yang efektif dan memiliki efikasi yang tinggi. Alat
kontrasepsi yang dianjurkan antara lain kondom, pil, IUD, susuk dan suntik.
3. Masa Menjarangkan kehamilan
Interval kehamilan terjadi pada pasangan dengan usia subur (PUS) antara
usia 21 dan 35 tahun, yang merupakan waktu terbaik untuk hamil dan melahirkan
karena risiko ibu dan anak paling rendah. Untuk menunda kehamilan, dianjurkan
untuk menggunakan alat kontrasepsi. Penggunaan alat kontrasepsi akan
memberikan kesempatan bagi ibu wanita melahirkan untuk memberikan ASI
(menyusui) dengan benar. Semua metode kontrasepsi yang di kenal sampai saat
ini dalam program KB pada dasarnya cocok digunakan di antara kelahiran.
Namun, penggunaan intrauterine device (IUD) disarankan segera setelah
kelahiran anak pertama.
4. Masa Mengakhiri Kehamilan
Waktu menghentikan kehamilan adalah saat PUS berusia di atas 35 tahun,
karena secara empiris diketahui bahwa melahirkan di atas usia 35 tahun dikaitkan
dengan banyak risiko medis. Ciri-ciri kontrasepsi yang disarankan antara lain
kontrasepsi yang sangat efektif, dapat digunakan jangka panjang dan tidak
memperparah kelainan yang ada (penyakit pada usia lanjut, seperti penyakit
jantung, hipertensi, keganasan dan metabolisme cenderung meningkat). Oleh
karena itu, kontrasepsi yang memperburuk gangguan tidak boleh diberikan.
Kontarsepsi yang dianjurkan adalah steril, IUD dan Implan.

E. Dampak edukasi Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)


Ada dua dampak yang timbul akibat dari edukasi Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) :
DAMPAK POSITIF

19
Dampak ini muncul apabila remaja telah mendapatkan edukasi terkait
pendewasaan usia perkawinan (PUP).
a). Pernikahan terjadi pada pasangan berusia matang.
b). Mencegah perilaku seks pra-nikah.
c). Memberikan pemahaman terkait bahaya pernikahan dini.
d). Mencegah terjadinya pernikahan di usia dini.

DAMPAK NEGATIF
Dampak ini muncul apabila remaja belum mendapatkan edukasi terkait
pendewasaan usia perkawinan (PUP).
a). Kurangnya pemahaman dari bahaya pernikahan dini.
b). Tingginya kejadian seks pra-nikah.
c). Menaikan angka pernikahan dini.
d). Beresiko meningkatkan TRIAD KRR.

20
Kesehatan Reproduksi

A. Latar Belakang
Pada tingkat Internasional (ICPD Kairo, 1994) menyepakati definisi dari
reproduksi merupakan suatu kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang
utuh, bukan karena terbebas dari penyakit atau cacat pada seluruh sistem
reproduksi dan fungsi prosesnya.

B. Deskripsi Singkat
Modul dalam mata pelatihan “Kesehatan reproduksi” ini membahas
tentang konsepkonsep kesehatan reproduksi, serta hak-hak kesehatan reproduksi.

C. Manfaat Modul
Materi “Kesehatan Reproduksi” ini di susun guna membantu peserta
pelatihan kader remaja untuk memperoleh pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi. Pengertian Kesehatan Reproduksi Konsep Kesehatan Reproduksi
Meliputi : Pengertian, Tujuan, Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
reproduksi, Ruang lingkup dan Masalah kesehatan reproduksi.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta pelatihan diharapkan mampu
memahami konsep terkait Kesehatan Reproduksi (pengertian, tujuan, faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan reproduksi, ruang lingkup dan masalah kesehatan
reproduksi) serta hak-hak kesehetan reproduksi.
2. Indikator hasil belajar
Setelah selesai pembelajaran, peserta diharapkan mampu :
a. Mendefinisikan kesehatan reproduksi.
b. Memahami konsep umum kesehatan reproduksi.
c. Menjelaskan dan memahami hak-hak kesehatan reproduksi.

21
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Mengacu pada tujuan pembelajaran diatas, materi “ Kesehatan Reproduksi” ini
adalah :
1. Pengertian Kesehatan Reproduksi
2. Konsep Kesehatan Reproduksi Meliputi : Pengertian, Tujuan, Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan reproduksi, Ruang lingkup dan Masalah kesehatan reproduksi
3. Hak-hak Kesehatan Reproduksi.

Konsep Kesehatan Reproduksi

A. Pengertian Kesehatan Reproduksi


Menurut World Health Organization (WHO) Kesehatan reproduksi
merupakan suatu kondisi sejahtera baik fisik, mental, serta sosial secara utuh yang
terbebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem reproduksi,
fungsi serta prosesnya. Pada International Conference on Population and
Development (ICPD) di Kairo tahun 1994, kesehatan reproduski didefiniskan

22
secara formal serta menyeluruh, yaitu A state of complete physical, mental and
social well-being and not merely the disease or infirmity. Hal tersebut
dimaksudkan bahwa kesehatan reproduksi tidak hanya sebatas pada
kesehatan fisik namun juga mental serta sosial.

B. Tujuan Kesehatan Reproduksi


Pemberian pelayanan pada kesehatan reproduksi terdapat dua tujuan yang
akan dicapai, yaitu tujuan utama dan tujuan khusus :
1. Tujuan Utama
Memberikan suatu pelayanan pada kesehatan reproduksi yang
komprehensif terhadap wanita termasuk pada kehidupan seksual serta hak-hak
reproduksi wanita, sehingga dapat terjadi peningkatkan yang mandiri terhadap
wanita ketika mengatur fungsi dan proses reproduksinya yang pada akhirnya
dapat membawa pada peningkatan kualitas kehidupannya.
2. Tujuan Khusus
1. Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi reproduksinya
2. Meningkatnya hak serta tanggung jawab sosial pada wanita dalam memilih kapan
hamil, jumlah dan jarak kehamilan
3. Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial laki-laki karena akibat dari perilaku
seksual dan fertilitasnya pada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anak

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi


Beberapa faktor yang bisa mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan
reproduksi, diantaranya :
Faktor Demografis-Ekonomi
Faktor ekonomi yang berpengaruh pada Kesehatan Reproduksi adalah
kemiskinan, tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah terkait
perkembangan seksual, proses reproduksi, usia pertama melakukan hubungan
seksual, usia pertama menikah dan usia pertama hamil. Faktor demografi yang

23
bisa berpengaruh pada Kesehatan Reproduksi yaitu akses pada layanan kesehatan,
dan lokasi/tempat tinggal yang terpencil.
Faktor Budaya dan Lingkungan
Pandangan tradisional terhadap kesehatan reproduksi, adanya kepercayaan
jika anaknya banyak maka rejekinya juga akan banyak. Informasi tentang fungsi
reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu
dengan yang lain, pandagan agama, status perempuan, ketidaksetaraan gender,
lingkungan tempat tinggal dan cara bersosialisasi.
Faktor Psikologis
Misalnya rasa rendah diri (“low self esteem”), tekanan dari teman sebaya
(“peer pressure”), tindak kekerasan dirumah/lingkungan terdekat dan dampak
pada perpecahan anak dan orang tua, depresi disebabkan karena ketidak
seimbangan hormon, merasa tidak dihargai bagi seorang wanita pada pria yang
merasa apapun bisa dimiliki dengan materi.
Faktor Biologis
Faktor biologis meliputi ketidak sempurnaan pada organ reproduksi/ cacat
sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi karena akibat penyakit menular seksual,
keadaan gizi buruk kronis, anemia, radang panggul atau adanya keganasan dialat
reproduksi.

D. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi


1. Kesehatan pada ibu dan bayi baru lahir
2. Pencegahan dan penanggulangan pada infeksi saluran reproduksi termasuk
PMS HIV/AIDS
3. Pencegahan dan penanggulangan kompilkasi aborsi
4. Kesehatan pada reproduksi remaja
5. Pencegahan serta penanganan inferti

E. Masalah Kesehatan Reproduksi


Berikut masalah kesehatan reproduksi setiap tahapan kehidupan (FAO,1998) :
Bayi dan Anak-anak

24
Proses sosialisasi yang menanamkan gagasan tentang kekuasaan dan otoritas laki-
laki dan subordinasi perempuan.
Masa Remaja
 Peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa muda ( fisik dan sosial ).
 Pernikahan yang semakin tertunda karena pendidikan dan migrasi untuk
pendidikan dan pekerjaan.
 Hancurnya kontrol keluarga tradisional terhadap permasalahan pacaran,
pernikahan dan seksualitas.
 Kurangnya informasi dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan
seksualitas.
 Pengaruh panutan dalam definisi perilaku.
Dewasa
 Kurangnya informasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas
 Peningkatan migrasi tenaga kerja (termasuk pedesaan/perkotaan,sirkular, dan
internasional ) dan paparan terhadap peningkatan infeksi PMS/HIV.
Usia Lanjut
Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan, kesehatan reproduksi dan isu-isu
seksualitas di antara pria dan wanita usia lanjut.

F. Hak-hak Kesehatan Reproduksi


Konferensi internasional kependudukan dan pembangunan (ICPD), menyepakati
hakhak reproduksi untuk mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh
( UNFPA, 2019) meliputi :
1. Hak mendapat Pendidikan seksualitas yang komprehensif (di dalam dan diluar
sekolah).
2. Hak mendapat Konseling dan layanan terhadap berbagai alat kontrasepsi
modern, dengan jumlah dan jenis metode minimum yang ditentukan.
3. Hak mendapat perawatan antenatal, persalinan dan pascapersalinan, termasuk
perawatan kebidanan dan bayi baru lahir darurat.
4. Hak mendapat Layanan aborsi aman (bagi negara yang melegalkan aborsi) dan
pengobatan komplikasi aborsi tidak aman.

25
5. Hak Pencegahan dan pengobatan infeksi HIV dan IMS lainnya.
6. Hak Pencegahan, deteksi, layanan segera dan rujukan untuk kasus kekerasan
seksual dan berbasis gender.
7. Hak Pencegahan, deteksi dan penanganan kanker reproduksi, khususya kanker
serviks.
8. Hak mendapat Informasi, konseling dan layanan untuk subfertilitas dan
infertilitas.
9. Hak mendapat Informasi, konseling dan layanan untuk kesehatan dan
kesejahteraan seksual.

Pencegahan Perilaku
Seks BerIsiko
A. Latar Belakang
Remaja sebagai kelompok berisiko mempunyai karakteristik tertentu yang
berkontribusi menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Masa remaja merupakan
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, pada masa ini
mereka banyak mengalami perubahan baik secara fisik, kepribadian, kognitif,

26
maupun psikososial untuk membentuk identitas diri. Remaja yang kurang dapat
beradaptasi terhadap perubahan fisik dan hormonal dapat menunjukkan perilaku
berisiko yang berbahaya bagi kesehatan, seperti aktivitas seksual yang terlalu dini.
Perilaku seksual berisiko yakni hubungan seks dengan berganti-ganti
pasangan, di luar nikah yang menyebabkan kehamilan tidak diinginkan (KTD),
aborsi dan terjangkitnya penyakit infeksi seksual, HIV dan AIDS, infertilitas, dan
keganasan. Program yang telah dilaksanakan dalam menurunkan angka kesakitan
dan kematian dari program penanggulangan HIV/AIDS yaitu dengan melakukan
pencegahan dan pendidikan terhadap kelompok berisiko. Individu serta komunitas
dianjurkan mengetahui fakta dasar terkait HIV dan AIDS. Sehingga dapat
mengurangi risiko serta dapat mengubah perilaku.

B. Deskripsi Singkat
Modul dalam “Pencegahan Perilaku Seks Berisiko” ini membahas tentang
pengertian perilaku seksual, macam-macam perilaku seksual, IMS, HIV/AIDS,
pencegahan perilaku seks beresiko.

C. Manfaat Modul
Modul “Pencegahan Perilaku Seks Berisiko” ini disusun untuk membantu
peserta pelatihan kader remaja memperoleh pengetahuan dan memahami
pencegahan perilaku seks beresiko.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran, pesrta pelatihan diharapkan mampu memahami
pengertian perilaku seksual, macam-macam perilaku seksual, IMS, HIV/AIDS,
pencegahan perilaku seks berisiko
2. Indikator Hasil Belajar
Setelah selesai pembelajaran, peserta diharapkan bisa:
a. Menjelaskan pengertian perilaku seksual
b. Menjelaskan macam-macam perilaku seksual

27
c. Menjelaskan Infeksi Menular Seksual (IMS)
d. Menjelaskan HIV/AIDS
e. Menjelaskan pencegahan perilaku seks berisiko

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Mengacu pada tujuan pembelajaran diatas, materi pelatihan “Pencegahan
Perilaku Seks Beresiko” ini adalah:
1. Pengertian perilaku seksual 2
2. Macam-macam perilaku seksual
3. Infeksi Menular Seksual (IMS)
4. HIV/AIDS
5. Pencegahan perilaku seks berisiko

EVALUASI
Kader remaja merupakan sosok penting yang paling dekat dengan remaja serta
masyarakat karena menjadi penggerak dalam kegiatan yang berupaya meningkatkan
kualitas kesehatan. Modul Pendewasaan Usia Perkawinan merupakan salah satu media
edukasi pembelajaran bagi kader remaja untuk menurunkan dan mencegah angka
pernikahan dini. Melalui modul ini, tingkat pengetahuan, pemahaman dan keterampilan
kader remaja akan meningkat. Dengan demikian peran kader remaja sangat diharapkan

28
agar dapat melakukan kolaborasi dengan kader, tokoh masyarakat dan keluarga dalam
penyebarluasan edukasi pendewasaan usia perkawinan (PUP)

LAMPIRAN

29
30
31

Anda mungkin juga menyukai